PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT TERHADAP STABILITAS VITAMIN C PADA SIRUP MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. flavicarpa)
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH YOHANNA DELLA ASMARANI 13.050
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2016
PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT TERHADAP STABILITAS VITAMIN C PADA SIRUP MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. flavicarpa)
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D-3 bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH YOHANNA DELLA ASMARANI 13.050
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2016 KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT TERHADAP STABILITAS VITAMIN C PADA SIRUP MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. flavicarpa) YOHANNA DELLA ASMARANI NIM 13.050
Dipertahankan di depan penguji pada Tanggal 19 Juli 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat
Dewan Penguji
Dr. Erna Susanti, M.Biomed., Apt.
Penguji I
Dra. Wahyu Wuryandari, M.Pd
Penguji II
Fitri Eka Lestari, S.Gz
Penguji III
Mengetahui Pembantu Direktur Bidang Kurikulum
Mengesahkan, Direktur
Ambar Fidyasari, STP., MP
Dra. Wigang Soelandjari, M.Si
.
PERNYATAAN ORISINILITAS KARYA TULI ILMIAH
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, NAMA
: YOHANNA DELLA ASMARANI
NIM
: 13.050
didalam Naskah Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya tulis ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain dan disebutkan dalam sumber kutipan dan pustaka
Apabila ternyata didalam naskah Karya Tulis Ilmiah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia Karya Tulis Ilmiah ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (A.Md., Si) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku (UU NO. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Malang, 19 Juli 2016
Yohanna Della Asmarani
ABSTRAK
Asmarani, Yohanna Della. 2016. Pengaruh Penambahan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa (Passiflora edulis var. flavicarpa). Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing : Dr. Erna Susanti, M.Biomed, Apt Di Kota Malang, buah markisa kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa) banyak dibudidayakan dan terdapat salah satu home industry yang memanfaatkan buah markisa menjadi salah satu produk sirup. Buah markisa kuningmengandung Vitamin C sebanyak 20mg/100gram bahan dan kandungan Vitamin C yang tinggi, diinginkan dalam produk sirup tersebut. Salah satu usaha untuk menjaga kandungan Vitamin C dalam sirup tersebut adalah dengan ditambahkannya natrium metabisulfit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit terhadap stabilitas Vitamin C pada sirup markisa kuning. Pada proses persiapan serta pelaksanaan yang meliputi pemilihan bahan baku, sortasi, pembuatan sirup markisa, dan analisiskadar Vitamin C dengan menggunakan metode titrimetri 2,6 natrium diklorofenol-indofenol. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit 0,5% merupakan konsentrasi yang paling baik dalam menjaga stabilitas Vitamin C pada sirup markisa secara signifikan dilihat dari penurunan kadar Vitamin C yang tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan konsentrasi 0%, konsentrasi 0,1% dan konsentrasi 0,3%.
Kata kunci : 2.6 na-diklorofenol indofenol, markisa kuning, natrium metabisulfit, sirup, stabilitas vitamin C, titrimetri.
i
ABSTRACT
Asmarani, Yohanna Della. 2016. Influance of concentration variance added of sodium metabisulphite to stability of Vitamin C on yellow passions fruit syrup (Passiflora edulis var. flavicarpa). Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing : Dr. Erna Susanti, M.Biomed, Apt Malang city, yellow passion fruit (passiflora edulis var. flavicarpa) has many cultivated and there has home industry which was used the yellow passion fruit into syrup product. Yellow passion fruit contained Vitamin C 20mg/100gram materials and the highs Vitamin C want to include to the syrup product. To keep Vitamin C from that syrup was added with sodium metabisulphite. This study aims to knowing the influance of concentration variance added of sodium metabisulphite to stability of Vitamin C on yellow passions fruit syrup. Preparation process and implementation contained selection of raw materials, sorting, making passion fruit syrup, and analysis of the levels of Vitamin C using titrimetric 2.6 na-dikhlorophenol indophenol method. Result of this study was showed the sodium metabisulphite concentration 0,5% was the best concentration to stability of Vitamin C from yellow passion fruit with significantly viewed from reducing of Vitamin C levels which was it’s not to big if compared with 0% concentration, 0,1% concentration, and 0,3% concentration.
Key word: 2.6 na-dikloropheno indophenol, sodium metabisulphite, stability of vitamin C, syrup, titrimetri, yellow passion fruit.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pengaruh Penambahan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa)” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D-III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Dra. Wigang Solandjari, M.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang
2.
Ibu Dr. Erna Susanti, M.Biomed, Apt., selaku dosen pembimbing yangtelah memberikan bimbingan, suport, dan memberikan nasehat serta masukan yang bermanfaat bagi penulis dan juga meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
3.
Ibu Dra. Wahyu Wuryandari, M.Pd., dan Ibu Fitri Eka Lestari, S.Gz., selaku dosen penguji yang telah memberikan nasehat dan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
4.
Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang bereserta staf.
5.
Orang tua dan Keluarga yang senantiasa memberi dukungan dan do’a bagi penulis.
6.
Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun guna sempurnanya tulisan ini. iii
iv
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia dan bagi pihak-pihak yang memerlukan pada umumnya.
Malang, Juli 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LUAR HALAMAN JUDUL DALAM HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN ORISINILITAS ABSTRAK .............................................................................................................. i ABSTRACT ........................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR TABEL................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.4
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.......................................... 6
1.5
Definisi Istilah ........................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8 2.1
Tinjauan tentang Markisa ....................................................................... 8
2.1.1
Taksonomi Markisa ................................................................................ 8
2.1.2
Morfologi Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa) ............. 9
2.1.3
Manfaat Markisa ................................................................................... 10
v
vi 2.1.4
Kandungan Markisa .............................................................................. 11
2.1.4.1
Vitamin C ............................................................................................. 13
2.1.4.2
Sifat Fisika dan Kimia Vitamin C ........................................................ 13
2.1.4.3
Fungsi Vitamin C.................................................................................. 14
2.2
Tinjauan tentang Sirup.......................................................................... 15
2.2.1
Kelebihan dan Kekurangan Sirup ......................................................... 16
2.2.1.1
Kelebihan Sirup .................................................................................... 16
2.2.1.2
Kekurangan Sirup ................................................................................. 16
2.2.2
Syarat Mutu Sirup ................................................................................. 17
2.3
Tinjauan tentang Sirup Markisa ........................................................... 18
2.3.1
Formulasi Sirup Markisa ...................................................................... 18
2.3.2
Bahan Tambahan Sirup Markisa .......................................................... 19
2.3.2.1
Air ......................................................................................................... 19
2.3.2.2
Asam Sitrat ........................................................................................... 20
2.3.2.3
CMC (Carboxy Methyl Cellulose)........................................................ 21
2.3.2.3.1 Sifat dan Fungsi CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ............................ 22 2.3.2.4
Gula ...................................................................................................... 23
2.3.2.5
Natrium Metabisulfit ............................................................................ 24
2.3.2.5.1 Penggunaan Natrium Metabisulfit ........................................................ 25 2.3.2.5.2 Dampak Natrium Metabisulfit terhadap Kesehatan ............................. 28 2.3.3
Syarat Mutu Sirup Markisa................................................................... 31
2.4
Tinjauan tentang Titrasi 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol) ......... 32
2.5
Kerangka Teori ..................................................................................... 34
2.6
Hipotesis ............................................................................................... 36
vii BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 37 3.1
Rancangan Penelitian ........................................................................... 37
3.2
Populasi dan Sampel ............................................................................. 37
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 38
3.3.1
Lokasi Penelitian .................................................................................. 38
3.3.2
Waktu Penelitian................................................................................... 38
3.4
Definisi Operasional Variabel .............................................................. 38
3.5
Alat dan Bahan ..................................................................................... 40
3.5.1
Alat ....................................................................................................... 40
3.5.2
Bahan .................................................................................................... 40
3.6
Pengumpulan Data ................................................................................ 40
3.6.1
Tahapan Pembuatan Sirup Markisa ...................................................... 40
3.6.1.1
Tahap Persiapan Buah Markisa ............................................................ 40
3.6.2
Tahap Pembuatan Sirup ........................................................................ 40
3.6.3
Tahap Pengujian Sirup.......................................................................... 42
3.6.3.1
Uji stabilitas vitamin C ......................................................................... 42
3.6.3.1.1 Preparasi sampel penetapan kadar vitamin C ....................................... 42 3.6.3.1.2 Standarisasi larutan 2,6 D ..................................................................... 43 3.7
Analisis Data......................................................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 44 4.1
Hasil Determinasi ................................................................................. 44
4.2
Pembuatan Sirup Markisa Kuning ........................................................ 45
4.3
Karakteristik Sirup Markisa Kuning..................................................... 49
viii 4.4
Analisis Kadar Vitamin C..................................................................... 51
4.5
Hasil Analisa Kadar Vitamin C ............................................................ 53
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 59 5.1
Kesimpulan ........................................................................................... 59
5.2
Saran ..................................................................................................... 59
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 60 LAMPIRAN ......................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi kimia markisa kuning per 100g bahan ............................... 12 Tabel 2.2 Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia ................ 17 Tabel 2.3 Syarat Mutu Sirup berdasarkan SII Kopra ........................................... 18 Tabel 2.4. Kategori Pangan dan Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet Natrium Metabusulfit Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 Tahun 2013 ............................................................................................................................... 27 Tabel 2.5 Syarat mutu sirup sari buah markisa berdasarkan SII KOPRA ............ 31 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel .............................................................. 39 Tabel 3.2 Formulasi Sirup Markisa ...................................................................... 42 Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Sirup Markisa Kuning .......................................... 49 Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Vitamin C pada Sirup Markisa .......................... 53
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Buah Markisa Kuning ..................................................................... 10 Gambar 2.2 Reaksi Pencoklatan Vitamin C ......................................................... 30 Gambar 2.3 Reaksi yang Terjadi Selama Titrasi ................................................ 33 Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa Kuning ................................................................................................................. 54
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan Larutan HPO3-asam asetat .............................................64 Lampiran 2. Pembuatan Larutan Standar 2.6 na-dikhlorofenol indofenol............ 65 Lampiran 3. Hasil Determinasi Tanaman Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa) ............................................................................................................ 66 Lampiran 4. Proses Pembuatan Sirup Markisa Kuning ........................................ 67 Lampiran 5. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-0 ....................................... 71 Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-7 ....................................... 72 Lampiran 7. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-14 ..................................... 73 Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-21 ..................................... 74 Lampiran 9. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-28 ..................................... 75 Lampiran 10. Hasil Analisis Kadar Vitamin C Hari ke-35 ................................... 76 Lampiran 11. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 0............................... 77 Lampiran 12. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 7............................... 80 Lampiran 13. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 14............................. 83 Lampiran 14. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 21............................. 86 Lampiran 15. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 28............................. 89 Lampiran 16. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke- 35............................. 92 Lampiran 17. Hasil Analisis Data Uji One Way Anova ....................................... 95
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia di samping sandang, perumahan, dan pendidikan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pengertian pangan di atas merupakan definisi pangan yang dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and AgriculturalOrganization (FAO). Salah satu produk pangan yang tidak bisa lepas dari kebutuhan manusia adalah minuman. Minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidup. Minuman adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi dan dapat menghilangkan rasa haus. Minuman umumnya berbentuk cair, namun ada pula yang berbentuk padat seperti es krim atau es lilin. Minuman kesehatan adalah segala sesuatu yang dikonsumsi yang dapat menghilangkan rasa haus dan dahaga juga mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan (Winarti, 2006). Salah satu contoh minuman yaitu sari buah. Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya terdapat 2 macam sari buah, yaitu sari buah encer atau sari buah yang dapat langsung diminum dan sari buah pekat
1
2
(sirup). Sedangkan sirup yaitu produk yang dibuat dari sari buah yang telah dihaluskan dan disaring dengan penambahan pemanis yaitu gula. Cairan yang dihasilkan dari penghalusan buah kemudian dilanjutkan dengan proses pemekatan. Proses pemekatan dapat dilakukan baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air) (Badan Litbang Pertanian, 1989). Kelebihan sirup antara lain yaitu adalah mudah dilarutkan dalam air, praktis dalam penyajian karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyajikannya. dan memiliki daya simpan yang relatif lama. Salah satu buah yang dapat dijadikan sirup yaitu markisa. Tanaman markisa (Passiflora edulis) merupakan tanaman yang berasal dariAmerika Selatan yaitu negara Brasil, yangkemudian menyebar sampai ke Indonesia (Firdaus., et al, 2003). Di Indonesia, markisa merupakan tanaman hortikultura yang telah lama dibudidayakan. Markisa yang dibudidayakan di Indonesia ada empat jenis yaitu markisa ungu (Passiflora edulis var. Edulis), markisa konyal (Passiflora lingularis), markisa kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa) dan markisa erbis (Passiflora quadrangularis). Markisa kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa) atau yellow passion fruit merupakan hasil mutasi dari bentuk markisa ungu. Markisa ini umumnya memiliki warna yang kuning berbintik-bintik putih apabila sudah matang dan berukuran sebesar bola tenis dengan aroma khas yang sangat kuat dan rasa asam yang tinggi. Untuk mendapatkan mutu sirup markisa yang baik, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu dari sirup tersebut.
3
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu sirup diantaranya adalah pemilihan bahan baku, pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan sirup, metode pemasakan, dan lama waktu pemasakan. Tidak terjadinya penurunan yang signifikan terhadap kandungan kimia dari produk makanan terutama vitamin dan mineral bila dibandingkan dengan keadaan bahan yang segar merupakan gambaran dari proses yang baik. Tahapan pada pembuatan sirup terdiri dari beberapa tahapan seperti pencucian bahan baku, pemotongan bahan baku, penghalusan bahan, pemanasan, pencampuran bahan-bahan tambahan pada pembuatan sirup, dan juga proses pengemasan. Diantara sejumlah tahapan dalam pembuatan sirup, tahap yang sangat menentukan kerusakan vitamin dan mineral adalah pada tahap pemotongan dan pemanasan. Vitamin yang mudah hilang atau teroksidasi yaitu vitamin C. Pada sirup markisa, kandungan vitamin yang tinggi merupakan faktor gizi yang diinginkan.Usaha mempertahankan vitamin C buah markisa dilakukan dengan pemilihan cara pengolahan yang dapat mengurangi kerusakan vitamin C antara lain dengan menambahkan bahan tambahan makanan yang dapat menghambat kerusakan vitamin C tersebut. Salah satu bahan tambahan pangan yang dapat menghambat kerusakan vitamin C dalam suatu produk adalah dengan penambahan natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit merupakan zat pengawet berupa serbuk, berwarna putih, mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, berbau khas seperti sulfur dioksida dan mempunyai rasa asam atau asin, lebih stabil bila dibandingkan dengan natrium bisulfit. Apandi (1984) menyatakan bahwa, SO 2 dapat menghambat reaksi browning yang merupakan penyebab utama kerusakan pada
4
pengeringan buah dan sayur-sayuran. SO2 juga dapat menahan asam askorbat (vitamin C) (Hidayati, 2005). Natrium metabisulfit berperan sebagai penangkap oksigen (reduktor) sehingga natrium metabisulfit akan menjadi pencegah bagi Vitamin C untuk teroksidasi terlebih dahulu. Natrium metabisulfit bereaksi dengan oksigen (O2) menjadi sulfit (SO2). Sulfit (SO2) bila berada dalam makanan maupun minuman akan menjadi endapan sulfur, hal ini disebabkan karena Sulfit (SO2) bertemu dengan air yang bersifat sadah (Ca dan Mg) atau bertemu dengan ion-ion ataupun logam-logam yang terdapat dalam air. Sehingga dalam hal ini, natrium metabisulfit memiliki peran ganda dalam penggunaannya yakni sebagai pencegah oksidasi vitamin C pada sirup markisa dan sebagai penggumpal ion-ion terutama air yang bersifat sadah serta partikel-partikel pengotor sehingga dapat menjadikan sirup markisa menjadi jernih. Setelah semua natrium metabsiulfit telah habis bereaksi dengan oksigen, maka oksigen baru akan bereaksi dengan vitamin C pada sirup markisa tersebut. Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin dengan struktur kimia paling sederhana, yang terdiri dari 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6) karena mudah sekali bereaksi dengan oksigen di udara menjadi asam dehidroaskorbat (Wiwit, et al., 2012). Vitamin C memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan mudah mengalami kerusakan atau oksidasi. Kerusakan vitamin C akibat proses oksidasi dapat dipercepat oleh adanya panas atau pemanasan, udara, sinar alkali, enzim, oksidator, serta katalis berupa tembaga dan besi (Wiwit, et al., 2012). Kerusakan vitamin C pada sirup dapat diidentifikasi dengan menggunakan titrasi volumetri.
5
Titrasi volumetri adalah analisa kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang akan dianalisis dengan larutan baku standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti . Salah satu titrasi volumetri yaitu titrasi 2,6D. Titrasi 2,6D merupakan titrasi yang menggunakan 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol) dan merupakan titrasi yang spesifik digunakan pada analisa vitamin C pada suatu bahan pangan. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C (Wijarnako, 2002). Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menentukan stabilitas vitamin C pada sirup buah markisa berdasarkan kadar vitamin C dan mengetahui berapakah konsentrasi natrium metabisulfit yang optimal dalam sirup markisa yang tidak menurunkan kadar vitamin C secara signifikan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Adakah pengaruh penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit terhadap stabilitas vitamin C pada sirup markisa kuning?
2.
Manakah konsentrasi natrium metabisulfit yang paling optimal pada sirup markisa yang tidak menurunkan kadar vitamin C secara signifikan?
6
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui adakah pengaruh penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit pada stabilitas vitamin C pada sirup markisa
2.
Untuk mengetahui konsentrasi natrium metabisulfit manakah yang paling optimal pada sirup markisa yang tidak menurunkan kadar vitamin C secara signifikan
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pembuatan sirup markisa dengan penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit (0% b/v, 0.1% b/v, 0.3 % b/v, 0.5% b/v) dengan lama pemasakan selama 15 menit. Stabilitas vitamin C pada sirup markisa diuji berdasarkan kadar vitamin C menggunakan metode titrasi volumetri 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol). Keterbatasan dari penelitian ini antara lain adalah penelitian ini dilakukan hanya untuk melihat stabilitas vitamin C pada sirup markisa dan tidak dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap angka proksimat serta residu sulfit dari sirup markisa kuning tersebut.
1.5 Definisi Istilah 1.
Stabilitas vitamin C adalah ketahanan vitamin C dengan penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit dalam sirup selama proses penyimpanan
7
dimana vitamin C dalam sirup tersebut masih sama seperti saat pembuatan sirup markisa. 2.
Sirup markisa adalah sirup yang dibuat dari sari buah markisa dengan penambahan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi 0% b/v, 0,1% b/v, 0,3 % b/v, 0,5% b/v.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Markisa Tanaman markisa (Passiflora edulis) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis Amerika Serikat tepatnya di Brasil dan kemudian menyebar sampai ke Indonesia. Di Indonesia, tanaman markisa yang telah dibudidayakan adalah markisa ungu (Passiflora edulis), markisa konyal (Passiflora ligularis), markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa), dan markisa erbis (Passiflora quadragularis). Buah markisa yang ditanam di Indonesia berada di ketinggian antara 7001500 mdpl, dengan curah hujan minimal 1200mm/tahun, kelembapan antara 8090%, dan dengan suhu lingkungan antara 20-300C. Tanaman markisa dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, terutama pada tanah yang gembur, mempunyai cukup bahan organik, mempunyai pH antara 6,5-7,5 dan berdrainase baik (Tarigan, et al., 2012). 2.1.1 Taksonomi Markisa Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), kedudukan tanaman markisa diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
8
9
Sub Divisi
: Angiospermae (Biji tertutup)
Kelas
: Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Passiflorae
Famili
: Passifloraceae
Genus
: Passiflora
Spesies
: Passiflora edulis var. flavicarpa
(Rukmana, 2003) 2.1.2 Morfologi Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa) Markisa kuning merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan di daerah dataran rendah hingga pada ketinggian 600 mdpl., curah hujan antara 2.000 3.000 mm/tahun, dan suhu 22-320C (Karsinah, et al., 2010). Tanaman markisa merupakan tanaman semak atau pohon yang hidup menahun (perennial) dan bersifat merambat atau menjalar dengan panjang mencapai 20 meter atau lebih. Batang tanaman berkayu tipis dengan ruas batang panjang 7-10 cm, bersulur dengan sulur muda berwarna coklat, dan memiliki banyak percabangan yang kadang-kadang tumpang tindih. Pada stadium muda, cabang tanaman berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi hijau kecoklatan (Rukmana, 2003). Daun tanaman markisa sangat rimbun dan tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang. Daun tanaman markisa berbentuk menjari dengan ukuran daun lebih besar dan lebih tebal daripada markisa ungu, panjang tangkai 2-4 cm, panjang daun 10-13 cm, dan lebar 9-12 cm. Daun muda berwarna hijau, sedangkan tangkai berwarna hijau kecoklatan. Bunga tanaman markisa berukuran
10
besar dengan diameter 7-8 cm, mahkota tambahan berbentuk benang dan memencar, panjang ± 3,5 cm, pangkal berwarna ungu, dan ujung berwarna putih. Buah muda tanaman markisa berwarna hijau, sedangkan buah tua (masak) berwarna kuning muda – kuning berbintik putih, kulit agak tebal dan keras, berbentuk bulat sampai bulat agak lonjong atau oval, berdiameter 5-7 cm, bobot 55-130 gram, sari buah berwarna kuning, dan rasanya asam manis dengan aroma seperti jambu biji (Karsinah, et al., 2010). Morey (2007) juga menyebutkan bahwa buah markisa kuning memiliki permukaan yang halus berwarna kuning berbintik putih dengan daging segar berwarna putih, oranye atau hijau dengan tekstur yang lembut (Halimas, 2014).
Gambar 2. 1 Buah Markisa Kuning
Sumber: Rukmana. (2003). 2.1.3 Manfaat Markisa Menurut Surianta (2011), penelitian invitro di University of Floridajuga mendapati bahwa ekstrak buah markisa kuning banyak mengandung senyawa kimia (polifenol dan karotenoid) yang mampu membunuh sel kanker(Halimas, 2014). Manfaat lain dari markisa yaitu menghilangkan racun dalam darah,
11
menjaga kesehatan kulit dan mata, membangun sistem kekebalan tubuh, menjaga kesehatan hati dan ginjal, dan mengatasi infeksi saluran kemih (Wirakusuma E., 2007) 2.1.4 Kandungan Markisa Buah markisa asam terdiri dari kurang-lebih 45% kulit buah dan 55% bagian yang dapat dimakan dari bobot buah segar. Daging buah markisa sangat lunak dan encer dengan biji-biji kecil yang lunak dan bisa dimakan. Rasanya manis, segar, dan kandungan airnya sangat tinggi. Kandungan gizi dari buah markisa adalah fosfor, zat besi, kalsium, potassium, sodium, vitamin A, vitamin C, magnesium, passaflorine, harmalin, harmol, viteksin, karotenoid, harmine, krisin, isoviteksin, asam sitrat, niasin, riboflavin, tiamin, karoten, serat, energi, lemak dan protein. Dari 100 gram bagian buah yang dapat dimakan, komposisi kimia bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1
12
Tabel 2.1 Komposisi kimia markisa kuning per 100g bahan
Komposisi
Jumlah
Kalori (Kal)
385
Protein (g)
2,3
Lemak (g)
2,0
Karbohidrat (g)
16
Serat (g)
3,5
Kalsium (mg)
10
Fosfor (mg)
12,50
Besi (mg)
1,0
Vitamin C (mg)
20
Vitamin A (SI)
20
Niasin (mg)
20
Riboflavin (mg)
0,1
Air (g)
69 – 80
Sumber:(Karsinah, et al., 2010) Flavor markisa sangat menyengat dan khas mirip jambu biji. Cita rasa yang khas pada markisa disebabkan oleh asam-asam organik dan rasio antara gula dan asam yang dikandungnya. Markisa kuning mempunyai kandungan asam lebih rendah dibandingkan markisa ungu dengan asam sitrat sebagai komponen mayoritas. Nilai pH kedua varietas markisa berada pada kisaran 3. Total kandungan karbohidrat kedua varietas markisa berkisar antara 15-20%. Ratio gula/asam markisa kuning adalah 3:8 dan markisa ungu adalah 2:1, sehingga
13
markisa ungu memiliki rasa lebih asam dibanding markisa kuning (Wahyuni, et al., 2014) 2.1.4.1 Vitamin C Menurut Almasier (2003), vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh Menurut Winarno (2002), hampir semua vitamin yang kita kenal sekarang telah berhasil diidentifikasi sejak tahun 1930. Vitamin pada umumnya dapat dikelompokkan menjadidua golongan utama yaitu vitamin larut dalam lemak yaitu meliputi vitamin A, D, E, dan K dan vitamin yang larut dalam air yang terdiri dari vitamin C dan vitamin B (Ika, 2009) Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air. Senyawa ini merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Dalam keadaan murni vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H6O6. 2.1.4.2 Sifat Fisika dan Kimia Vitamin C Asam askorbat atau vitamin C berbentuk kristal putih, tidak berbau, meleleh pada suhu 1900 C -1920C. Rasanya sedikit masam, mudah larut dalam air. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni). Kerusakan vitamin C akibat proses oksidasi dipercepat oleh adanya panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis berupa tembaga dan besi (Murdianto, et al., 2012).
14
Asam askorbat dapat meningkatkan fungsi imun dengan menstimulasi produksi interferon (protein yang melindungi sel dari serangan virus). Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas, kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil. Senyawa radikal terakhir ini akan segera berubah menjadi askorbat dan dehidroaskorbat. Vitamin C akan teroksidasi dalam larutan menjadi dehidro askorbat yang juga memiliki fungsi fisiologis dalam tubuh manusia, namun tidak memiliki kemampuan sebagai zat anti sariawan (Ika, 2009). 2.1.4.3 Fungsi Vitamin C Menurut Silalahi (2006), kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60mg, untuk wanita hamil 95mg, anak-anak 45mg, dan bayi 35mg (Yuliana, 2011) Vitamin C mempunyai banyak fungsi dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan vitamin C (seperti
asam eritrobik dan akorbik palmitat) digunakan sebagai
antioksidan dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi tengik, perubahan warna (browning) pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging (Ika, 2009). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada tubuh manusia juga berfungsi sebagai sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, adsorbs dan metabolisme besi, adsorbs kalsium, mencegah infeksi serta mencegah kanker dan penyakit jantung (Ika, 2009).
15
Menurut Naidu (2003), asam askorbat (vitamin C) sangat dibutuhkan oleh organ tubuh pada biologi manusia. Buah-buahan yang segar, sayuran dan beberapa tablet suplemen asam askorbat sintetik memenuhi segala kebutuhan tubuh (Ika, 2009).
2.2 Tinjauan tentang Sirup Menurut SNI (1994), sirup didefinisikan sebagai larutan gula pekat (sakarosa: High Fructose Syrup dan atau gula inversi lainnya) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Definisi sirup yang lain menurut Satuhu (1994) yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula minimal 65 %. Sedangkan menurut Cruess (1958), sirup didefinisikan sebagai produk yang dibuat dengan cara melarutkan gula tebu atau sirup jagung, atau kombinasi keduanya dalam air, dengan menambahkan bahan penambah cita rasa pada larutan tersebut (Herlina Marta, et al., 2007). Menurut Satuhu (1994), berdasarkan bahan baku, sirup dibedakan menjadi tiga, yaitu sirup esens, sirup glukosa, dan sirup buah-buahan. Sirup esens adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh esens yang ditambahkan. Sirup glukosa adalah sirup yang mempunyai rasa manis saja, biasanya digunakan sebagai bahan baku industri minuman, sari buah, dan sebagainya. Sirup buah adalah sirup yang aroma dan rasanya ditentukan oleh bahan dasarnya, yakni buah segar (Herlina Marta, et al., 2007). Menurut AFRC Institute of Food Research (1989), sirup buah adalah produk yang dibuat dari sari buah yang telah disaring dengan penambahan
16
pemanis yaitu gula. Sirup buah biasanya mempunyai total padatan terlarut minimal 65 0Brix, sehingga dalam penggunaannya tidak langsung diminum tetapi perlu diencerkan terlebih dahulu (Herlina Marta, et al., 2007). Berdasarkan Tressler dan Woodroof (1976), proses pembuatan sirup buah terdiri atas 2 tahap, yaitu pembuatan sari buah dan pembuatan sirup gula. Kemudian sari buah dan sirup gula dimasak dengan cara dipanaskan sambil dilakukan pengadukan. Pada saat pemasakan dapat ditambahkan bahan tambahan makanan untuk memperbaiki warna, cita rasa, aroma, dan daya simpan dari sirup buah, misalnya penambahan asam sitrat (Herlina Marta, et al., 2007). 2.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Sirup Dalam suatu produk makanan, terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangan sirup anatara lain adalah : 2.2.1.1 Kelebihan Sirup a.
Mudah dilarutkan dalam air
b.
Praktis dalam penyajian
c.
Mempermudah pengkonsumsinya dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyajikannya.
2.2.1.2 Kekurangan Sirup a.
Sirup tidak dapat langsung diminum, tetapi harus dincerkan terlebih dahulu dengan menggunakan air.
b.
Sirup merupakan salah satu produk olahan yang memiliki daya simpan yang relatif singkat dan memiliki kadar air yang cukup tinggi,
sehingga
sirup
ini
mudah
terkontaminasi
oleh
17
mikroorganisme yang menyukai air dan menimbulkan aroma yang tidak diinginkan. (Sihombing, 2009) 2.2.2 Syarat Mutu Sirup Sirup yang beredar di pasaran harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat mutu sirup adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia No
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.
Keadaan :
1.1
Aroma
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
2.
Gula (jumlah dihitung sebagai
% (b/b)
Min. 65
sakarosa) 3.
Bahan Tambahan makanan :
3.1
Pemanis buatan
-
Tidak boleh ada
3.2
Pewarna tambahan
-
Sesuai SNI 01-0222-1995
3.3
Pengawet
-
Sesuai SNI 01-0222-1995
4.
Cemaran logam :
4.1
Timah (Pb)
mg/kg
Maks. 1.0
4.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10
4.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 25
5.
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0.5
6.
Cemaran mikroba :
6.1
Angka Lempeng Total
koloni/mL
Maks. 5 x102
6.2
Coliform
APM/mL
Maks. 20
6.3
E.Coli
APM/mL
<3
6.4
Salmonela
koloni/25N
Negatif
6.5
S.aureus
koloni/mL
0
6.6
Vibrio cholera
koloni/mL
Negatif
6.7
Kapang
koloni/mL
Maks. 50
6.8
Khamir
koloni/mL
Maks. 50
Sumber : (Herlina Marta, et al., 2007)
18
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sirup berdasarkan SII Kopra
Kriteria Uji
Persyaratan
Gula (jumlah sakarosa dan gula invert Untuk mutu I minimum 65% dihitung sebagai sakarosa)
Untuk mutu II minimum 55%
Zat warna
Yang
diperbolehkan
untuk
makanan Pemanis buatan (saccharine, dulcin, Negatip garam-garam siklamat) Bahan pengawet : Asam Benzoat (garam-garam Na/k)
Maximum dihitung
250
mg/kg
sebagai
asam
benzoat
Asam Salisilat
Negatip
Logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb) Negatip atau As Zat Pengental
Yang
diperbolehkan
untuk
minuman Zamur dan ragi
Negatip
Bakteri golongan bentuk Coli
Negatip
Sumber : Buku KOPRA
2.3 Tinjauan tentang Sirup Markisa Minuman sari buah markisa jenis sirup adalah bahan minuman yang dibuat dari sari buah markisa dengan larutan gula (sakarosa) pekat dan diperbolehkan ditambahkan bahan pengikat (agar-agar). 2.3.1 Formulasi Sirup Markisa Menurut Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan (2001), pembuatan sirup markisa cukup mudah dan dapat dikerjakan dengan alat sederhana. Formulasi untuk membuat sirup markisa adalah sebagai berikut:
19
Buah markisa Gula pasir Natrium bisulfit Natrium benzoat Bahan pewarna kuning untuk makanan dan minuman Larutan CMC Asam sitrat 2.3.2 Bahan Tambahan Sirup Markisa Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. 2.3.2.1 Air Air merupakan salah satu komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa pada makanan. Air berperan penting sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai medium reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari
20
perubahan-perubahan
bahan
makanan terjadi
dalam
medium
air
yang
ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno, 2008) Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang terdapat dalam suatu bahan makanan dan berfungsi sebagai pelarut berbagai bahan seperti garam,vitamin larut air, dan mineral. 2.3.2.2 Asam Sitrat Menurut Anonim (2010), asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa asam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggiyang dapat mencapai 8% bobot kering pada jeruk lemon dan limau. Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan (Safitri, 2012). Menurut Anonim (2010), asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan (Safitri, 2012). Menurut Winarno (1997), asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut dalam air, spiritus, dan etanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya akan terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal
21
ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim polifenolase (PPO) menjadi inaktif. Dalam reaksi enzim PPO asam sitrat berfungsi sebagai penurun pH dan chelatting agent. Sebagai chelatting agent, asam sitrat mengkelat yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Cu2+, Mn2+, Mg2+, dan Fe2+ (Chandra et al, 2013). 2.3.2.3 CMC (Carboxy Methyl Cellulose) CMC merupakan molekul ionik yang mampu mencegah terjadinya pegendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein. Penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah, mayonnaise dan lain-lain. Semua zat pengental dan pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai hidrokolid. CMC ini biasanya digunakan diberbagai industri seperti : tekstil, kramik, dan makanan (Nisa, et al., 2014). Menurut Winarno (1991), natrium karboxymetil selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan adalah garam Na carboxy methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan (Masfutatun, 2010) Struktur CMC (Carboxy Methyl Cellulose)merupakan rantai polimer yang terdiri dariunit molekul sellulosa. Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus
22
hidroksil dan beberapa atom Hidrogen dari gugus hidroksil tersebut disubstitusi oleh carboxymethy l(Kamal, 2010). Gugus hidroksil yang tergantikan dikenal dengan derajad penggantian (DS). Jumlah gugus hidroksil yang tergantikan atau nilai DS mempengaruhi sifat kekentalan dan sifat kelarutan CMC dalam air. CMC yang sering digunakan adalah yang memiliki nilai DS sebesar 0,7 atau sekitar 7 gugus Carboxy methyl per 10 unit anhidroglukosa karena memiliki sifat sebagai zat pengental cukup baik (aqualonCMC.Herculesincorporated). CMC merupakan molekul polimer berantai panjang dan karakteristiknya bergantung pada panjang rantai atau derajad polimerisasi (DP). Nilai DS dan nilai DP ditentukan oleh berat molekul polimer, dengan bertambah besarberat molekul CMC maka sifatnya sebagai zat pengental semakin meningkat (Kamal, 2010). 2.3.2.3.1 Sifat dan Fungsi CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1) Mudah larut dalam air dingin maupun air panas. Dapat membentuk lapisan 2) Bersifat stabil terhadap lemak dan tidak larut dalam pelarut organik 3) Baik sebagai bahan penebal . 4) Sebagai zat inert. 5) Bersifat sebagai pengikat Berdasarkan sifat dan fungsinya maka CMC dapat digunakan sebagai bahan aditif pada produk minuman dan juga aman untuk dikonsumsi. CMC mampu menyerap air yang terkandung dalam udara dimana banyaknya air yang terserap dan laju penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam CMC serta kelembaban dan temperatur udara disekitarnya.
23
Kelembaban CMC yang diijinkan dalam kemasan tidak boleh melebihi 8 % dari total berat produk (Kamal, 2010). 2.3.2.4 Gula Gula merupakan hasil olahan dari tebu (Saccharum officanarum). Kualitas gula harus diuji untuk dapat diterima pasar. Kualitas gula diukur dengan menganalisis Nira Perahan Pertama (NPP) tebu. Analisis kualitas nira meliputi %brix, %pol, pH, gula reduksi %brix, Harkat Kemurnian (HK) dan Nilai Nira Perahan Pertama (NNPP). %brix adalah zat padat kering terlarut dalam larutan (gr/100gr larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. %pol adalah jumlah gula (gr) yang terlarut dalam 100 gram larutan yang mempunyai kesamaan putaran optik dengan sukrosa murni. pH merupakan keasaman yang mempengaruhi kualitas nira setiap proses pengolahan menjadi gula. Gula reduksi %brix merupakan hasil inversi dari sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Diyanto kuspratomo, Aries, Burhan, 2012). Menurut Buckle et al., (1987), gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu (Safitri, 2012). Kelompok gula pada umumnya mempunyai rasa manis, tetapi masingmasing bahan dalam komposisi gula ini memiliki suatu rasa manis yang khas yang sangat berbeda. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis gula (Sukrosa, Glukosa, Dekstrosa, Sorbitol, Fruktosa, Maltosa, Laktosa, Manitol, Honey, Corn syrup, High fructose syrup, Molase, Maple syrup), konsentrasi, suhu serta sifat mediumnya. Tujuan penambahan gula adalah untuk
24
memperbaiki flavour bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkat kelezatan. Gula pasir terbuat dari sari tebu yang mengalami proses kristalisasi. Warnanya ada yang putih dan kecoklatan (raw sugar) serta ukuran butirannya seperti pasir. Biasanya gula ini digunakan sebagai pemanis untuk masakan, minuman, kue atau panganan lainnya. Menurut Buckle et al., (1987), penambahan gula dalam produk bukanlah untuk menghasilkan rasa manis saja meskipun rasa ini penting. Gula bersifat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya, kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Safitri, 2012). Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuat aneka ragam produk-produk makanan.
Walaupun
gula
sendiri
mampu
untuk
memberi
stabilitas
mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting (Safitri, 2012). 2.3.2.5 Natrium Metabisulfit Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (sodium metabisulfit) merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na 2S2O5 yang memiliki berat mulekul 190,12 g/mol. Natrium metabisulfit sangat larut dalam air,
25
kelarutan natrium metabisulfit adalah 54 g/100 ml (20ºC) dan 81,7 g/100 ml (100º C). Natrium metabisulfit bersifat mengikat air dengan kepadatan 1,48 g/cm3. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu >170˚C dimulai dari 150˚C (Wisra, 2016). Menurut Winarno (1979), natrium metabisulfit merupakan zat pengawet berupa serbuk dan kristal putih apabila direaksikan dengan air, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida. Gas tersebut mempunyai bau yang sangat merangsang, selain itu natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida ketika kontak dengan asam kuat. Natrium metabisulfit disimpan ditempat yang sejuk dalam wadah tertutup dan diarea yang mempunyai ventilasi baik karena natrium metabisulfit termasuk senyawa yang sensitif terhadap kelembaban tinggi (Wisra, 2016) 2.3.2.5.1 Penggunaan Natrium Metabisulfit Septiyanti (2012), natrium metabisulfit dipergunakan sebagai bahan pengawet dan antioksidan dalam makanan, natrium metabisulfit dikenal dengan istilah E223, dalam proses pengolahan bahan pangan natrium metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan untuk mencegah proses pencoklatan yang enzimitis pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau, rasa getir pada ubi kayu, menurunkan kandungan air dan memperpanjang masa simpan pada gula merah (Wisra, 2016). Menurut Desrosier (1988) dan Furia (1972), sifat fisik dari natrium metabisulfit adalah berbentuk serbuk, berwarna putih, mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, berbau khas seperti sulfur dioksida dan mempunyai rasa asam atau asin, lebih stabil bila dibandingkan dengan natrium bisulfit. Natrium metabisulfit bisa digunakan dalam bahan pangan untuk mencegah reaksi
26
pencoklatan, baik secara enzimatis maupun non enzimatis, sebagai pemutih dan antioksidan (Hidayati, 2005). Menurut Buckle, dkk. (1987), selain sifat-sifat anti mikroorganisme, SO2 (sebagai sulfit, bisulfit atau metabisulfit) dalam bahan pangan yang beraneka ragam untuk menghambat pencoklatan non enzimatis, menghambat pencoklatan enzimatik lainnya yang dikatalis oleh enzim dan sebagai antioksidan. Apandi (1984) menyatakan bahwa, SO2 dapat menghambat reaksi browning yang merupakan penyebab utama kerusakan pada pengeringan buah dan sayur-sayuran. SO2 juga dapat menahan asam askorbat, juga mempunyai efek antibiotik (antimikrobial) (Hidayati, 2005). Winarno dan Rahayu (1994), acceptable daily intake merupakan suatu batasan banyaknya konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap hari seumur hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. ADI untuk natrium metabisulfit adalah maksimal sebesar 0,07 mg/kg (Wisra, 2016). Berbagai produk olahan yang menggunakan natrium metabisulfit diantaranya adalah sebagai berikut :
27
Tabel 2.4. Kategori Pangan dan Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet Natrium Metabusulfit Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 Tahun 2013.
No.
Kategori
Kategori Pangan
Pangan
Batas maksimal (mg/kg) dihitung sebagai residu
04.1.1.2
Buah utuh segar dengan permukaan di
30
beri perlakuan 12.6
Saus dan produk sejenis
300
12.2
Herba, rempah, bumbu dan kondimen
200
(misalnya bumbu mi instan) 04.1.2.2
Buah kering
100
004.2.2.3
Sayur, minyak, kecap kedelai
100
04.1.2.5
Jem, jelidan marmalad
50
04.2..2.1
Sayur, kacang dan biji-bijian beku
50
06.4.3
Pasta dan mi pra masak serta produk
20
sejenisnya 11.1.2
Tepung gula, tepung dekstrosa
15
11.1.3
Gula putih lunak, gula merah lunak, sirup
20
glukosa, gula pasir mentah 11.1.5
Gula kristal putih
15
11.2
Gula merah
40
12.3
Cuka makan
100
14.1.2.3
Konsentrat sari buah
50
11.4
Semua jenis sirup meja, sirup untuk
40
hiasan bakeri dan es dan gula untuk hiasan kue 04.1.2.7
Buah bergula
100
15.1
Makanan ringan berbahan dasar kentang,
50
umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) Sumber : Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 Tahun 2013
28
2.3.2.5.2 Dampak Natrium Metabisulfit terhadap Kesehatan Menurut Cahyadi (2009), bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik secara langsung, misalnya keracunan; maupun secara tidak langsung atau akumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Wisra, 2016) Identifikasi bahaya terhadap natrium metabisulfit adalah sebagai berikut : 1. Efek kesehatan Organ target natrium metabisulfit pada manusia adalah mata, kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Natrium metabisulfit apabila tertelan dapat menyebabkan iritasi pencernaan dan nyeri abdomen, muntah dan diare. Pada individu yang rentan, terutama pada penderita asma. Sulfit dapat meneyebabkan bersin, nafas pendek, ketidak sadaran . Tanda dan gejala termasuk flusing (ruam pada kulit yang disertai rasa panas) dan gatal yang menyeluruh, serta henti nafas. Dosis letal pada manusia diperkirakan adalah 10 mg/kg (SIKerNas, 2012). 2. Toksisitas Sentra Informasi Keracunan Nasional menetapkan angka toksisitas natrium metabisulfit adalah oral pada manusia 7mg/kg yang didasarkan tidak menemukan efek samping, oral pada tikus 820mg/kg, oral pada kelinci 2825 mg/kg,intravena pada tikus 175 mg/kg, subkutan pada anjing 1300mg/kg, subkutan pada kucing 1300mg/kg (Wisra, 2016).
29
3. Genotoksitas Natrium metabisulfit adalah mutagenik sel somatik mamalia dan mutagenik bakteri atau ragi. Mutasi pada mikroorganisme-mikroorganisne lain 600ppm, pada sel limfosit manusai 100 umol/L, analisis sitogenik pada sel tikus 25mg/L, analisis sitogenik pada sel kuda 250mg/L. Efek mutagenik dapat menyebabkan kerusakan pada sistem syaraf pusat dan perifer (SIKerNas, 2012). Pada sebuah penelitian tahun 1995 dalam “Jurnal of American college of Nutrition” menyatakan bahwa reaksi sulfit pada umumnya terjadi pada orang yang menderita asma. Para pekerja juga beresiko terkena iritasi melalui kontak langsung dengan natrium metabisulfit, selain itu beberapa gejala dari reaksi alergi terhadap natrium metabisulfit diantaranya muncul ruam kulit disekitar mulut, ruam kulit disekitar tenggorokan, pembengkakan wajah, kesemutan di leher dan anggota badan, gatal-gatal dan kesemutan pada anggota tubuh (Wisra, 2016). Terdapat beberapa potensi efek kesehatan akibat natrium metabisulfit diantaranya adalah : 1. Potensi efek kesehatan pada proses konsumsi Ketika mengkonsumsi produk pangan mengandung natrium metabisulfit dapat menyebabkan sensitisasi, pada individu yang sensitif terhadap natrium metabisulfit akan mengakibatkan iritasi pada jaringan mulut, kerongkongan dan jaringan lainnya pada sistem pencernaan. 2. Potensi efek kesehatan pada kulit Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi dan dermatitis kontak, menyebabkan
rasa
terbakar,
pada
individu
yang
sebelumnya
pernah
30
terpaparterutama eksporus berkepanjangan, kontak kulit yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis. 3. Potensi efek kesehatan pada mata Apabila terkena paparan partikel natrium metabisulfit dapat menyebabkan rasa perih pada mata dan kemerahan, jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan konjungtivitis ulkus dan kelainan kornea. 4. Potensi efek kesehatan pada proses penghirupan Natrium metabisulfit yang terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada sistem hidung, tenggorokan atau saluran pernafasan, sesak nafas, batuk, hidung tersumbat dan pembengkakan pada polip hidung (SIKerNas, 2012).
Gambar 2.2 Reaksi pencoklatan vitamin C Sumber: (Andy, et al., 2013) Menurut Vermiere et al (1999) menyatakan bahwa natrium metabisulfit dapat mencegah reaksi oksidasi banyak senyawa, terutama dengan kelompokkelompok fenol (Adepoju, 2014). Dengan ditambahkannya senyawa sulfit pada bahan, maka sulfit ini akan teroksidasi menjadi sulfat sehingga nantinya dapat
31
mengurangi oksidasi senyawa lainnya (Hildayati, 2005). Natrium metabisulfit merupakan antioksidan yang mudah larut dalam air. Natrium metabisulfit bereaksi sebagai pemungut oksigen, sehingga natrium metabisulfit merupakan salah satu bahan yang dijadikan tameng untuk melindungi bahan anktif yang akan teroksidasi dengan cara lebih dahulu teroksidasi dibandingkan dengan zat aktif lainnya (Vitamin C) (Hildayati, 2005).’ 2.3.3 Syarat Mutu Sirup Markisa Tabel 2.5 Syarat mutu sirup sari buah markisa berdasarkan SII KOPRA
Kriteria Uji
Persyaratan
Gula (jumlah sakarosa san sakarinvest min. 50% dihitung sebagai sakarosa) Bahan
pengawet
(dihitung sebagai maks 250mg/lt
asam benzoat) Zat warna buatan
Negatip
Pemanis buatan
Negatip
Logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb, Negatip As) Pati, jamur, dan ragi
Negatip
Keadaan : bau, rasa, dan warna
Normal
Kadar sari
min. 60%
Sumber: Buku KOPRA
32
2.4 Tinjauan tentang Titrasi 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol) Dalam penentuan vitamin C adalah dengan 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol). Asam askorbat dapat direduksi 2,6D sehingga terjadi perubahan warna. Larutan 2,6D dalam suasana netral atau basis akan berwarna biru sedang dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6D direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6D maka kelebihan larutan 2,6D sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6D dengan vitamin C standar. Titrasi dan ekstraksi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Larutan asam
metafosfat berguna untuk pangan yang mengandung
protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein. Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa (Yuliana, 2011). Metode 2,6D ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak menggangu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C (Yuliana, 2011).
33
Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Reaksi yang terjadi selama titrasi Sumber: Sudarmaji
34
2.5 Kerangka Teori Pangan
Makanan
Natrium Metabiusulfit
Minuman
Sirup
Mutu Sirup
Markisa
Stabilitas
Vitamin C
Titrasi 2,6D (2,6-Na diklorofenol indofenol)
35
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Salah satu produk pangan yang tidak bisa lepas dari kebutuhan manusia adalah minuman. Minuman merupakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa haus, sari buah merupakan contoh dari minuman. Sari buah dapat diperoleh dengan menghancurkan atau memeras buah yang telah masak, dari sari buah yang telah dihancurkan atau diperas maka dapat dibuat menjadi sirup. Buah yang dapat dibuat menjadi sirup adalah markisa kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa). Mutu sirup yang baik dapat ditandai dengan tidak terjadinya penurunan yang signifikan terhadap kandungan kimia dari produk sirup tersebut. Salah satu hal yang ingin dipertahankan dari sirup markisa tersebut adalah kandungan vitamin C yang tinggi. Vitamin C merupakan vitamin yang sangat mudah hilang karena proses oksidasi dan pemanasan yang berlebihan. Untuk mempertahankan kandungan vitamin C pada sirup markisa dapat ditambahkan dengan natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat menghambat proses oksidasi dari vitamin C. Untuk mengetahui adakah pengaruh penambahan natrium metabisulfit dapat mencegah oksidasi vitamin C, maka natrium metabisulfit ditambahkan dengan variasi konsentrasi. Kadar vitamin C pada sirup markisa dilakukan pengujian dengan menggunakan metode titrasi volumetri 2,6D (2,6Na-dikhlorofenol indofenol). Titrasi volumetri 2,6D (2,6Na-dikhlorofenol indofenol) merupakan titrasi yang spesifik untuk penetapan kadar vitamin C karena 2,6D (2,6Na-dikhlorofenol indofenol) hanya akan bereaksi dengan vitamin C tanpa bereaksi dengan kandungan senyawa yang lainnya.
36
2.6 Hipotesis Adanya pengaruh penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit terhadap stabilitas vitamin C pada sirup markisa.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan permasalahannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental yang bertujuan untuk menguji adakah pengaruh variasi konsentrasi natrium metabisulfit terhadap stabilitas vitamin C pada sirup markisa. Tahapantahapan dalam penelitian ini meliputi tahap pemilihan bahan baku markisa, tahap pembuatan sirup markisa dengan penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit (0% b/v, 0.1% b/v, 0.3 % b/v, 0.5% b/v), pengujian stabilitas vitamin C berdasarkan kadar vitamin C yang terdapat dalam sirup markisa dilakukan menggunakan metode 2,6D (2,6 Na-dikhlorofenol indofenol), pengumpulan data, analisis datadan penyimpulan data yang diperoleh, diolah, dan diinterpretasikan terhadap hasil penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi konsentrasi natrium metabisulfit terhadap stabilitas vitamin C sirup markisa.
3.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti suatu elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah sirup markisa, sedangkan sampel pada penelitian ini adalah sebagian sirup markisa dengan variasi penambahan natrium metabisulfit.
37
38
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian pengaruh variasi konsentrasi natrium metabisulfit pada stabilitas vitamin C sirup markisa dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3.3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 hingga April 2016.
3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sirup markisa dengan penambahan variasi konsentrasi natrium metabisulfit. Sedangkan variabel terikatnya adalah kadar vitamin C pada sirup markisa.
39
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Sirup
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
markisa Sirup markisa dibuat Panca Indra
Hasil organoleptis yang
dengan
dengan dengan variasi
meliputi
penambahan
konsentrasi
warna, dan tekstur
variasi
metabisulfit (0%
konsentrasi
0.1% b/v,0.3 % b/v, dan
natrium
0.5% b/v)
natrium
rasa,
bau,
b
/v,
metabisulfit
Stabilitas
sirup Jumlah
vitamin sirup
C Metode
Titrasi
yang volumetri dengan
- Stabil : Tidak ada
markisa
dalam
berdasarkan
ditetapkan
kadar vitamin C
metode titrasi 2,6D Na-dikhlorofenol
kadar
(2,6
pada sirup markisa
dengan titrasi 2,6D (2,6
Na- indofenol)
perubahan
secara
signifikan terhadap vitamin
C
dikhlorofenol indofenol)
- Tidak stabil : Terdapat perubahan
secara
signifikan terhadap kadar
vitamin
pada sirup markisa
C
40
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: timbangan kue, timbangan analitik, baskom, blender, sendok, pengaduk, alat pemanas (kompor), alat-alat gelas (botol timbang, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, pipet volume, pipet tetes) , pisau, corong, kain saring, saringan, panci, botol gelas gelap dan tutup yang sudah disterilkan, buret, klem, statif, bola hisab, talenan, dan ember plastik 3.5.2 Bahan Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah buah markisa, air, detergen, gula pasir, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), natrium metabisulfit, asam
askorbat
pulv,
asam
metafosfat
,
2.6D
(2,6
Na-dikhlorofenol
indofenol),aquades dan alumunium foil.
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Tahapan Pembuatan Sirup Markisa 3.6.1.1 Tahap Persiapan Buah Markisa 1.
Tahap sortasi. Pilih buah yang segar dan sudah matang.
2.
Tahap pencucian. Cuci buah markisa dengan air mengalir dan tiriskan.
3.6.2 Tahap Pembuatan Sirup 1.
Potong buah markisa menjadi 2 bagian
2.
Ambil daging buah dan biji markisa dengan menggunakan sendok
3.
Blender daging buah dan biji markisa tanpa menambahkan air
4.
Saring menggunakan saringan yang telah dialasi dengan kain saring
41
5.
Penambahan bahan pengawet. Sari buah yang telah disaring kemudian ditambah dengan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi yang berbeda (0% b/v ,0.1% b/v,0.3 % b/v, 0.5% b/v)
6.
Pengentalan. Sari buah ditambah dengan larutan CMC untuk mengentalkan sari buah. Sari buah ditambah dengan 5mL larutan CMC.
Setelah itu
dilakukan pengadukan agar CMC menyebar rata. 7.
Penambahan gula. Sari buah dipanaskan sambil diaduk dan ditambah asam sitrat dan gula sedikit demi sedikit sampai suhu mencapai 700C. Pemanasan pada suhu ini dipertahankan selama 15menit dan ditambah dengan asam sitrat sebanyak 0,5g dan gula pasir sebanyak 375g.
8.
Penyiapan botol. Botol kaca disikat bagian dalamnya dengan detergen. Seluruh permukaan botol dicuci sampai bersih dengan menggunakan detergen. Botol dibilas sampai bersih. Kemudian bagian dalam botol dibilas dengan air panas. Setelah itu botol direbus di dalam air mendidih selama 30 menit.
9.
Pengemasan. Botol diangkat dari air panas dan dibalikkan agar airnya keluar dari botol. Ketika botol masih panas, sirup yang masih panas dimasukkan ke dalam botol dengan bantuan corong sampai permukaan sirup 2 cm dari bibir botol paling atas, kemudian botol segera ditutup dengan rapat.
10. Penyimpanan. Sirup yang telah jadi disimpan dalam suhu kamar dan dihindarkan dari sengatan matahari secara langsung.
42
Tabel 3.2 FormulasiSirup Markisa
Bahan Sirup
Formula A
Formula B
Formula C
Formula D (kontrol negatif)
Sari buah
600g
600g
600g
600g
Natrium 0.1% b/v
0.3 % b/v
0.5% b/v
0% b/v
metabisulfit CMC
5 mL
5 mL
5 mL
5 mL
Gula
375g
375g
375g
375g
Asam Sitrat
500mg
500mg
500mg
500mg
Lama
15 menit
15 menit
15 menit
15 menit
Pemasakan
3.6.3
Tahap Pengujian Sirup
3.6.3.1 Uji stabilitas vitamin C 3.6.3.1.1 1.
Preparasi sampel penetapan kadar vitamin C
Ambil sampel sirup markisa sebanyak 100 mL, tambahkan 100 mL reagen HPO3-asam asetat (lihat lampiran 1). Gojoglah sampai aliquot merata
2.
Ambil 10 mL aliquot dan titrasi dengan larutan 2,6 D yang telah distandarisasi (lihat lampiran 2) dan buatlah variasi blanko (gantilah cairan sampel dengan aquades) buatlah 3 kali pengulangan.
3.
Hitunglah titrasi terkoreksi (titrasi sesungguhnya - titrasi blanko) dan nyatakan jumlah vitamin C sebagai mg/100 mL cairan bahan mula mula atau
43
tiap 100 g berat bahan mula mula. Jangan lupa memperhitungkan faktor pengenceran.
3.6.3.1.2 1.
Standarisasi larutan 2,6 D
Timbang dengan teliti kurang lebih 100 mg standart asam askorbat (vitamin C) dan pindahkan kedalam labu takar 50 mL, kemudian encerkan dengan reagen HPO3-asam asetat (lihat lampiran 1) sampai tanda batas
2.
Pindahkan 2 mL aliquot asam askorbat kedalam Erlenmeyer yang telah berisi 5 mL reagen HPO3-asam asetat
3.
Titrasilah dengan larutan 2,6 D (lihat lampiran 2) dari buret sampai warna merah jambu terbentuk yang tidak hilang selama 5 detik. Ulangi titrasi ini 3 kali (dari 2 mL aliquot asam askorbat)
4.
Buatlah 3 larutan blanko (gantilah 2 mL aliquot asam askorbat dengan 2 mL aquades) dan titrasi dengan larutan 2,6 D
5.
Hitunglah equivalen titrasi terkoreksi (titrasi sesungguhnya-titrasi blanko) yang menunjukkan 1 mL arutan 2,6 D dengan jumlah mg asam askorbat
3.7
Analisis Data Kadar vitamin C ditampilkan dalam bentuk rata-rata nilai standar deviasi
(SD) dan dianalisa menggunakan software SPSS dengan uji ONE WAY ANOVA untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan .
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dengan judul “Pengaruh Penambahan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit terhadap Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa Kuning (Passiflora
edulis var. flavicarpa)” yang dipraktekkan di Laboratorium
Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang menghasilkan data sebagai berikut:
4.1 Hasil Determinasi Bagian tanaman markisa kuning yang digunakan pada penelitian ini adalah markisa kuning yang diperoleh dari Pasar Sampoerna Kota Malang. Determinasi tanaman markisa kuning dilakukan di UPT Materia Medica, Kota Batu. Tujuan dari dilakukannya determinasi adalah untuk mengidentifikasi kecocokan tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman markisa yang digunakan adalah tanaman markisa kuning (Passiflora edulis Var. flavicarpa). Adapun hasil dari determinasi adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
44
45
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Violales
Famili
: Passifloraceae
Genus
: Passiflora
Species
: Passiflora edulis var. flavicarpa
Nama Umum
: Markisah, markisa, buah negeri, pasi
Kunci Determinasi
: 1b-2a-27a-28b-29b-30b-31-a
Untuk informasi hasil determinasi lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.2 Pembuatan Sirup Markisa Kuning Sirup buah dapat dibuat dari berbagai macam buah, akan tetapi biasanya buah yang digunakan adalah jenis buah yang mempunyai aroma yang kuat, rasa yang khas, dan warna yang menarik seperti markisa (Satuhu, 1994). Menurut Haaryoto (1998), keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan sirup. Buah yang akan dijadikan sirup dipilih yang bermutu baik, belum membusuk dan sudah cukup tua. Buah yang telah matang akan memberikan warna, aroma, dan rasa yang mantap pada sirup (Herlina Marta, et al., 2007). Buah markisa kuning yang digunakan adalah markisa kuning yang mempunyai tingkat kematangan optimal yang ditandai dengan warna kulit orange dengan rasa asam sedikit manis dan warna daging buah orange. Buah markisa kuning sebanyak 17 kg disortasi terlebih dahulu. Sortasi merupakan perlakuan penting yang pertama kali dilakukan dalam proses pembuatan sari buah. Sortasi bertujuan untuk memisahkan antara buah yang baik dan buah yang busuk atau belum matang. Buah markisa kuning dicuci hingga
46
bersih dengan menggunakan air bersih dan mengalir untuk menghilangkan buah dari kotoran yang masih menempel, seperti tanah, debu, dan sisa pestisida pada buah markisa kuning tersebut. Kemudian dipotong dan diambil daging buahnya lalu dihancurkan dan disaring untuk mendapatkan sari buah markisa. Sari buah yang didapatkan ditambahkan natrium metabisulfit dengan berbagai variasi konsentrasi. Natrium metabisulfit merupakan antioksidan yang mudah larut dalam air. Adapun tujuan ditambahkannya natrium metabisulfit adalah sebagai pencegah oksidasi dari senyawa yang mengandung gugus fenol. Laju reaksi natrium metabisulfit lebih besar bila dibandingkan dengan laju reaksi vitamin C, sehingga natrium metabisulfit akan bereaksi terlebih dahulu dengan oksigen. Natrium metabisulfit berperan sebagai penangkap oksigen (reduktor) sehingga natrium metabisulfit akan menjadi pencegah bagi Vitamin C untuk teroksidasi terlebih dahulu. Natrium metabisulfit bereaksi dengan oksigen (O2) menjadi sulfit (SO2). Sulfit (SO2) bila berada dalam makanan maupun minuman akan menjadi endapan sulfur, hal ini disebabkan karena Sulfit (SO2) bertemu dengan air yang bersifat sadah (Ca dan Mg) atau bertemu dengan ion-ion ataupun logam-logam yang terdapat dalam air. Sehingga dalam hal ini, natrium metabisulfit memiliki peran ganda dalam penggunaannya yakni sebagai pencegah oksidasi vitamin C pada sirup markisa dan sebagai penggumpal ion-ion terutama air yang bersifat sadah serta partikel-partikel pengotor sehingga dapat menjadikan sirup markisa menjadi jernih. Setelah semua natrium metabsiulfit telah habis bereaksi dengan oksigen, maka oksigen baru akan bereaksi dengan vitamin C pada sirup markisa tersebut. Batas maksimal penggunaan natrium metabisulfit yang dapat diterima dan dicerna setiap harinya tanpa mengalami resiko adalah
47
sebesar 0,07mg/kg berat badan (Wisra, 2016), akan tetapi menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 Tahun 2013, batas maksimum penggunaan natrium metabisulfit untuk semua jenis sirup adalah 40mg/kg yang dihitung sebagai residu sulfit. Penggunaan natrium metabisulfit yang melebihi batas anjuran dapat menyebabkan berbagai efek kesehatan pada proses konsumsi, proses penghirupan, pada kulit, dan pada mata. Sari
buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk
minuman.Menurut Widjarnako (1996), selain aroma dan rasa, penentuan kualitas sirup dapat dilihat dari kenampakannya. Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan yang kurang menarik (Maoni, 2006). Dalam proses pembuatan sari buah, pada tahapan buah disaring atau dihancurkan akan diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga sari buah nampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas sari
buah kurang baik dikarenakan kecenderungan
partikel tersebut untuk memisah dari cairan dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penstabil kedalam sari
buah sehingga tidak terjadi
pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut yaitu dengan menambahkan CMC kedalam sari buah tersebut (Fachruddien L., 2002). Menurut Sopandi (1989), penambahan CMC bertujuan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengendap dalam waktu
48
yang relatif lama. Penggunaan CMC lebih efektif dibandingkan dengan gum arab atau gelatin(Maoni, 2006).Pada proses pembuatan sirup markisa ditambahkan carboxy methyl cellulose (CMC) sebanyak 5mL/500mL sirup dan diaduk hingga homogen. Pembuatan larutan CMC adalah dengan menimbang 1 gram CMC dan dilarutkan dalam 50mL air dan diaduk hingga semua CMC larut sempurna. Pada proses pemasakan ditambahkan gula pasir sebanyak 75% dan tambahkan asam sitrat sebanyak 0,5gram. Gula memegang peranan dan fungsi yang sangat besar dalam industri minuman. Gula berfungsi sebagai pemanis, menyempurnakan rasa asam, citarasa lain, dan juga memberikan rasa berisi karena memperbaiki kekentalan (Lutony, 1993). Tujuan ditambahkannya gula pasir sebanyak 75% pada sirup markisa karena kadar gula minimum yang harus ada dalam sirup adalah sebesar 60%, dengan ditambahkan gula pasir sebanyak 75% sudah memenuhi syarat kadar gula sirup serta memberikan mutu fisik yang baik. Menurut Winarno (1997), asam sitrat merupakan salah satu contoh asidulan yaitu senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Penambahan asam sitrat bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi sukrosa (Herlina Marta, et al., 2007). Asam sitrat dapat berfungsi sebagai pengawet karena pada pH rendah (kurang dari 4.6) mikroorganisme akan sulit untuk tumbuh dan berkembang (Wong, 1989). Proses terakhir dari pembuatan sirup adalah proses pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan cara menuangkan sirup markisa kedalam botol. Botol dan tutup yang akan digunakan harus steril terlebih dahulu, sterilisasi
49
sebaiknya dilakukan sesaat sebelum proses penuangan sirup markisa, dengan demikian botol tidak tercemar kembali oleh uadara dari luar. Menurut Tressler dan Joslyn (1961), proses penuangan sirup markisa kedalam botol harus dilakukan pada saat sirup dalam keadaan masih panas (hot filling), dengan tujuan agar sisasisa mikroorganisme yang masih tersisa dalam botol dapat dihambat pertumbuhannya (Herlina Marta, et al., 2007). Tujuan dari pengemasan pada botol berwarna gelap adalah untuk menghindari atau mengurangi cahaya yang masuk pada botol sehingga dapat mempertahankan kandungan vitamin C pada sirup tersebut. Pada proses pengemasan, kemasan (botol) harus benar-benar ditutup rapat sehingga diharapkan tidak terdapat lagi oksigen yang masuk yang dapat merusak kandungan vitamin C pada sirup tersebut, selain itu dengan kondisi yang tertutup dapat mempertahankan jangka waktu penyimpanan pada sirup tersebut.
4.3 Karakteristik Sirup Markisa Kuning Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Sirup Markisa Kuning
Organoleptis
Keterangan
Rasa
Manis sedikit asam
Warna
Kuning agak keruh
Aroma
Aroma khas buah markisa kuning
Terkstur
Agak kental
pH
3,00
Karakteristik
sirup
markisa
kuning
diamati
secara
organoleptis.
Organoleptis merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
50
kesukaandan kemauan untuk menilai suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan, sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada 6 (enam) tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk (Winarno, 2004) Rasa dari sirup markisa kuning adalah manis dan sedikit asam, rasa manis adalah rasa yang ditimbulkan dari gula sedangkan rasa asam pada sirup ditimbulkan dari buah markisa kuning itu sendiri dan adanya penambahan asam sitrat pada sirup. Pada dasarnya, sirup yang dibuat dari buah-buahan rasa yang dihasilkan dari sirup ditimbulkan dari buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup(Mukaromah, et al., 2010) Warna merupakan salah satu kriteria umum yang dapat menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk sirup (Herlina Marta, et al., 2007). Warna sirup secara umum tergantung dari buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup (Mukaromah, 2010). Warna dari sirup markisa kuning adalah kuning dan agak keruh. Warna tersebut dihasilkan dari warna daging buah markisa kuning itu sendiri . Menurut Davidek, Velisek, dan Pokorni (1990), selama pengolahan dan pengalengan produk makanan atau minuman, tidak hanya aroma alami dari produk makanan itu saja yang hilang tetapi juga terbentuk aroma baru akibat dari degradasi gula dalam medium asam. Senyawa yang dihasilkan dari reaksi pencoklatan dalam medium asam ini adalah 2-furancarboxaldehyde dimana senyawa ini menyebabkan lemahnya aroma alami dari produk tersebut. Aroma
51
sirup pada umumnya tergantung pada buah yang digunakan. Buah memiliki kandungan zat-zat volatil yang menimbulkan aroma pada buah segar, maka sirup yang dibuat dari buah memiliki aroma sesuai dengan buah yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatannya (Mukaromah, 2010). Aroma dari sirup markisa kuning adalah aroma khas markisa. Tekstur sirup secara umum adalah kental. Kekentalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk sirup. Kekentalan pada sirup dengan penambahan gula tergantung pada lama waktu pemanasan. Semakin lama pemanasan, sirup yang dihasilkan akan semakin kental (Mukaromah, 2010). Kekentalan sirup harus cukup tinggi tetapi masih bisa dituang. Tekstur dari sirup markisa kuning adalah kental hal ini disebabkan karena proses pemasakan yang lama dan adanya CMC sebagai pengental. Nilai pH pada sirup markisa kuning adalah 3,00. Hal ini disebabkan oleh pemakaian sari buah markisa kuning yang banyak dan adanya penambahan asam sitrat dalam pembuatan sirup markisa kuning tersebut yang berpengaruh terhadap keasaman sirup.
4.4 Analisis Kadar Vitamin C Analisis kadar Vitamin C pada sirup markisa dimaksudkan untuk mengetahui stabilitas kandungan Vitamin C pada sirup markisa. Analisis kadar Vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri menggunakan 2,6D (2,6 Na-dikllorofenol indofenol). Metode Titrasi dengan 2,6-diklrofenol indofenol atau larutan dye merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar Vitamin C dalam bahan pangan.
52
Pemilihan metode titrasi 2,6D (2,6 Na-diklorofenol indofenol) ini dikarenakan metode 2,6 D merupakan metode yang banyak digunakan dan lebih baik bila dibandingkan dengan metode iodimetri karena larutan 2,6-diklorofenol indofenol hanya dapat tereduksi dengan Vitamin C saja sehingga dapat terjadi perubahan warna. Larutan 2,6D dalam suasana netral akan berwarna biru dan dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Sedangkan apabila menggunakan metode titrasi iodimetri maka tidak hanya Vitamin C saja dalam suatu bahan pangan yang dapat mereduksi akan tetapi terdapat komponen lain yang dapat ikut mereduksi seperti gula fruktosa, sehingga dapat memepengaruhi hasil pengamatan. Pada saat proses titrasi 2,6D di reduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi terjadi tidak berwarna , dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6D maka kelebihan larutan 2,6D sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Pada pengujian analisa Vitamin C pada sirup dilakukan beberapa tahapan yaitu tahapan pembuatan larutan standar dan pengujian Vitamin C. Larutan standar yang dibuat adalah 2,6 diklorofenol indofenol, larutan standar asam askorbat, dan larutan HPO3-asam asetat. Pada titrasi 2,6-diklorofenol indofenol, larutan HPO3-asam asetat berfungsi sebagai pencegah oksidasi pada Vitamin C. Pada tahap pengujian, hal yang dilakukan adalah standarisasi larutan 2,6 Na-diklorofenol indofenol dan pengujian sampel. Standarisasi larutan 2,6 Nadiklorofenol indofenol dilakukan untuk mengetahui berapa mL 2,6 Nadiklorofenol indofenol yang bereaksi dengan standar asam askorbat tertimbang. Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui berapa mL 2,6Na-diklorofenol indofenol yang bereaksi dengan sampel. Pada setiap titrasi dilakukan pula titrasi
53
blangko, tujuan dilakukan titrasi blangko adalah untuk mengetahui berapa mL 2,6 Na-diklorofenol indofenol yang bereaksi dengan baku tanpa penambahan sampel. Titrasi dilakukan berulang kali sampai di dapatkan hasil yang stabil (mendekati sama). Penetapan kadar vitamin C pada sampel sirup markisa kuning dilakukan setiap 7 hari sekali.
4.5 Hasil Analisa Kadar Vitamin C Tabel 4.2 Hasil Analisis Kadar Vitamin C pada Sirup Markisa
54
0.120
Kadar Vitamin C
0.100 0.080 0
0.060
0,1 0.040
0,3
0.020
0,5
0.000 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Hari ke-
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa Kuning
Hasil pengamatan rata-rata nilai vitamin C dalam setiap perlakuan terlihat bahwa terjadi penurunan kandungan vitamin C yang berbeda selama penyimpanan. Kandungan vitamin C sirup markisa kuning dengan konsentrasi natrium metabisulfit 0,5% mempunyai kandungan Vitamin C tertinggi kemudian berturut-turut pada sulfitasi 0,3%, 0,1% dan tanpa sulfitasi (0%). Sirup markisa kuning tanpa sulfitasi mempunyai kandungan Vitamin C terendah, hal ini dikarenakan sebagian Vitamin C yang terkandung dalam sirup markisa kuning telah mengalami kerusakan, Vitamin C mengalami kerusakan akibat adanya proses pengolahan dan sifat Vitamin C yang mudah teroksidasi. Selama tahap-tahap pengolahan sirup markisa kuning dapat terjadi kehilangan vitamin c. Hal ini dikarenakan adanya proses pemotongan dan pemerasan sari buah. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis tembaga dan besi. Pada proses pengolahan pangan, kehilangan vitamin C akibat reaksi enzimatis jumlahnya sangat sedikit, sedangkan reaksi non enzimatis menjadi penyebab
55
utama hilangnya vitamin C (Wong, 1989). Adanya oksigen pada sirup markisa kuning diduga berasal dari udara pada ruang antar sel daging buah yang terbawa pada waktu pengolahan. Tressler dan Joslya (1961) mengatakan bahwa udara yang terlarut dan teradopsi pada permukaan partikel-partikel koloid akan membentuk selimut pada permukaannya. Terkenanya jaringan-jaringan oleh udara akan menyebabkan kehilangan kadar vitamin c akibat oksidasi. Kehilangan vitamin C selama proses pengolahan juga terjadi akibat perebusan, hal ini karena pada proses perebusan mengalami pendidihan sampai suhu 70oC selama 15menit sehingga oksidasi vitamin c dipercepat. Sedangkan sirup yang ditambahkan sulfit, sulfit yang diberikan bersifat sebagai sebagai pencegah oksidasi vitamin C pada sirup markisa dan sebagai penggumpal ionion terutama air yang bersifat sadah serta partikel-partikel pengotor sehinggadapat menjadikan sirup markisa menjadi jernih. Vitamin C tergolong vitamin yang mudah larut dalam air. Vitamin C atau asam L-askorbat adalah lakton, yaitu ester dalam asam hidroksikarboksilat dan diberi ciri oleh gugus enadiol yang menjadikan senyawa pereduksi yang kuat. Asam
L-askorbat
mudah
teroksidasi
secara
reversibel
menjadi
asam
Ldehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C. Asam L-diketogulonat yang teroksidasi akan membentuk asam oksalat dan asam L-treonat(Herlina Marta, et al., 2007). Setelah diketahui berapa kadar vitamin C dalam sirup markisa dengan variasi konsentrasi natrium metabiulfit, maka perlu dilakukan pengujian anova,
56
homogenity, dan uji post hock. Pengujian Anova bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antara dua atau lebih grup sampel. Pengujian Homogenity digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi sama atau tidak. Pengujian Post Hoc digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil yang signifikan terhadap kelompok perlakuan. Dari tabel descriptive, dapat diketahui bahwa konsentrasi 0% memiliki rata-rata sebesar 4.181540, konsentrasi 0,1% memiliki rata-rata sebesar 3,782648, konsentrasi 0,3% memiliki rata-rata sebesar 2,173200, dan konsentasi 0,5% memiliki rata-rata 0,561400. Setelah dilakukan uji descriptive, maka perlu dilakukan pengujian terhadap homogenity kelompok perlakuan sampel. Dari tabel test of homogenity of variance dapat diketahui bahwa varian keempat kelompok tersebut sama, hal ini dibuktikan dengan nilai sig yang lebih besar dari 0,05. Setelah melakukan uji test of homogenity of variance maka dapat dilihat apakah ada perbedaan terhadap kelompok perlakuan atau tidak. Dari tabel uji anova dapat dilihat pada kolom sig diperoleh nilai sebesar 0,019 dan kurang dari taraf yaitu 0,05. Dengan demikian pada taraf nyata Ho ditolak, sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah terdapat pengaruh antara konsentrasi natrium mtabisulfit dengan stabilitas Vitamin C pada sirup markisa. Jika hasil uji anova menunjukkan Ho ditolak, maka dapat dilakukan uji Post Hoc untuk mengetahui terdapat perbedaan signifikan atau tidak terhadap kelompok perlakuan, dari tabel uji post hoc dapat diketahui bahwa sampel perlakuan konsentrasi 0% memberikan perbedaan yang signifikanterhadap konsentrasi 0,5%, akan tetapi tidak memberikan perbedaan yang signifikan
57
terhadap konsentrasi 0,1% dan 0,3%. Hal ini disebabkan oleh adanya pencegah oksidasi Vitamin C yang baik dalam konsentrasi 0,5% natrium metabisulfit dalam sirup, selain itu hal tersebut menunjukkan bahwa kontrol negatif, konsentrasi 0,1%, dan konsentrasi 0,3% pengaruh yang sama terhadap stabilitas Vitamin C pada sirup markisa. Sampel
perlakuan
konsentrasi
0,1%
terhadap
konsentrasi
0,5%
memberikan perbedaan yang signifikan, akan tetapi tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0% dan 0,3%. Hal ini disebabkan oleh adanya pencegah oksidasi Vitamin C yang baik dalam konsentrasi 0,5% natrium metabisulfit dalam sirup, selain itu hal tersebut menunjukkan bahwa kontrol negatif, konsentrasi 0,1%, dan konsentrasi 0,3% pengaruh yang sama terhadap stabilitas Vitamin C pada sirup markisa.Sampel perlakuan konsentrasi 0,3% tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0% , 0,1% , dan 0,5%. Sampel perlakuan konsentrasi 0,5% memberikan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0% dan 0,1%, akan tetapi tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 0,3% tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas Vitamin C pada sirup markisa dan dengan penambahan natrium metabisulfit pada konsentrasi 0,5% merupakan pencegah oksidasi yang baik dalam menjaga stabilitas vitamin C. Penambahan natrium metabisulfit yang tinggi pada konsentrasi 0,5% dapat mencegah oksidasi dari vitamin C karena natrium metabisulfit akan bereaksi terlebih dahulu dengan oksigen sehingga oksigen tidak
58
dapat bereaksi dengan vitamin C dan kerusakan (oksidasi) dari vitamin C dapat dicegah. Untuk menentukan stabilitas vitamin C terbaik pada sirup markisa kuning ditunjukkan dengan penambahan konsentrasi natrium metabisulfit yang berbeda signifikan dan penurunan kadar vitamin C terkecil bila dibandingkan dengan tanpa penambahan natrium metabisulfit. Sehingga dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa konsentrasi 0,5% dapat memberikan pengaruh yang paling baik dalam menjaga stabilitas Vitamin C pada sirup markisa secara signifikan.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian “ Pengaruh Penambahan Variasi Konsentrasi
Natrium Metabisulfit terhadap Stabilitas Vitamin C pada Sirup Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa) dapat disimpulkan bahwa : 1.
Terdapat pengaruh penambahan natrium metabisulfit terhadap stabilitas vitamin C pada sirup markisa kuning.
2.
Konsentrasi natrium metabisulfit yang paling optimal dalam pada sirup markisa yang tidak menurunkan kadar vitamin C secara signifikan adalah konsentrasi 0,5%
5.2
Saran
1.
Perlu dilakukan analisis proksimat pada sirup markisa kuning
2.
Perlu dilakukan analisis total residu sulfit pada sirup markisa kuning
3.
Perlu dilakukan pengujian kadar vitamin C dalam kemasan kedap udara dan dengan proses penyimpanan dengan kondisi yang kandungan oksigennya rendah.
59
DAFTAR RUJUKAN
Andy Chandra, Ingrrid Hie Maria. and Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Badan Pengawas Obat danMakanan. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Jakarta.
Cahyadi Dr. Wisnu., M.Si. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan - Jakarta : Bumi Aksara - Vol. Edisi 2.
Fachruddien L. 2002. Cara Membuat Sirup dan Sari Buah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Halimas Annisa Willy. 2014. Studi Morfologi dan Anatomi Beberapa Markisa Koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Berastagi Sumatera Utara. Skripsi tidak diterbitkan. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Herlina Marta STP, Asri Widyasari STP and Tati Sukarti Ir., M.S. 2007. Pengaruh Penggunaan Jenis Gula dan Konsentrasi Saribuah Terhadap Beberapa Karakteristik Sirup Jeruk Keprok Garut (Citrus nobilis Lour). Bandung : Laporan Penelitian, Penelitian Dasar (LITSAR) UNPAD.
Ika Dani. 2009. Alat Otomatis Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi Asam Basa. Jurnal Neutrino Vol 1(2). hal. 165.
Kamal Netty. 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) terhadap Beberapa Parameter pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi Vol1 Edisi 17. hal. 78-84.
60
61
Karsinah, C Hutabarat R. and A dan Manshur. 2010. Markisa Asam (Pasiiflora edulis) Buah Eksotik Kaya Manfaat Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Sumatera Barat. Jurnal Iptek Holtikultura Vol 6. hal. 31-33.
Kuspratomo Aries Diyanto and F.M. Burhan. 2012. Pengaruh Varietas Tebu, Potongan, dan Penundaan Gilingan terhadap Kualitas Nira Tebu. Agrointek. Jurnal teknologi industri pertanian Vol 6 No 2. hal. 123-132.
Lutony Tony. L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Jakarta : PT Penebar Swadaya.
Maoni Feri. 2006. Pengaruh Konsentrasi Karboksil Metil Selulosa (CMC) terhadap Mutu Sirup Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)Bul. Littro. Vol. XVII No. 2. hal. 72-78.
Masfutatun. 2010. Isolasi dan Karakteristik Enzim Selulase. Jurnal Penelitian Vol 11. hal. 1-11.
Morey P. 2007. Report on Passion Fruit Demand Study Indonesia. Australia : Morelink Asia Pasific.
Mukaromah Ummu. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu Fisik, pH, dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus Sabdariffa, L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.
Mukaromah Ummu, Susetyorini Sri Hetty and Aminah Siti. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu Fisik, pH, dan Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus Sabdariffa, L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi, Volume 1 No.1. hal. 43-51.
Murdianto Wiwit and Hudaida S.,. 2012. Pengaruh Natrium Bikarbonat terhadap Kadar Vitamin C, Total Pdatan Terlarut dan Nilai Sensoris dari Sari Buah Nanas Berkarbonasi. Jurnal Teknologi Pertanian 8(II). hal. 1-5.
62
Nisa Dianrifiya and P. Widya D. R. 2014. Pemanfaatan Selulosa dari Kulit Buah Kakao (Teobroma cacao L.) sebagai Bahan Baku Pembuatan CMC (Carboxy Methyl Cellulose). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol2 No3. hal. 34-42.
Ratnaningsih Nani, Yuriani and Karmiyati. 2005. Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Terhadap Kadar Vitamin C, Residu Sulfit, Total dan Tingkat Kesukaan Konsumen pada Sirup Rambutan. Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 10, No. 2. hal. 175-193.
Rukmana. 2003. Usaha Tani Markisa . Yogyakarta : Kanisius.
Safitri Anisa Arga. 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga - Rosella Skripsi tidak diterbitkan. Makasar : Universitas Hasanuddin Makasar.
Sharma O.P. 1993. Plant Taxonomy. New Delhi : Tata Mc Graw Hill Publishing Company Limited.
Sihombing Ernita Sumiati. 2009. Kualitas Sirup Jambu Biji merah (Psidium guajava L.) selama Penyimpanan dengan Penambahan Kitosan. Skripsi tidak diterbitkan.Pekanbaru: Universitas Riau.
Tarigan R. and Karsinah. 2012. Laporan Akhir Plasma Nutfah Tanaman Markisa Kebun Percobaan Berastagi. Berastagi.
Wahyuni Tri, M.L. Linda and G Sentosa. 2014. Pengaruh Perbandingan Sari Buah Markisa dengan Pepaya dan Konsentrasi Gula terhadap Mutu Permen (Hard Candy). Skripsi tidak diterbitkan. Medan : Universitas Sumatera Utara Medan.
Wijarnako Simon Bambang. 2002. Analisa Hasil Pertanian. Malang : Universitas Brawijaya.
63
Winarno F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Winarti. 2006. Minuman Kesehatan. Surabaya : Trubus Agrisarana.
Wirakusuma E. S. 2007. Jus Buah dan Sayuran : 148 Resep untuk Menjaga Kesehatan dan Kebugaran Anda. Jakarta : Niaga Swadaya.
Wisra. 2006. Higinie Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. Skripsi tidak diterbitkan. Medan : Universitas Sumatera Utara Medan.
Wiwit Murdianto and S. Hudaida. 2012. Pengaruh Natrium Bikarbonat terhadap Kadar Vitamin C Total Padaatan Terlarut dan Nilai Sensoris dari Sari Buah Nanas Berkarbonasi. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 8(11). hal. 1-5.
Wong Dominic W. S.,. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York : Van Nostrand Reinhold.
Yuliana. 2011. Penetapan Kadar Vitamin C dari Buah Melon (Cucumis melo) secara Volumetri dengan 2,6-Dikliorofenol Indofenol. Skripsi tidak diterbitkan. Medan : Universitas Sumatera Utara Medan.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan Larutan HPO3-asam asetat
Larutkan 15 gram asam meta-phosphat (HPO4 glacial) dengan 40mL asam asetat dan 200mL aquades dengan digojog kuat-kuat. Encerkan sampai 500mL dan saring menggunakan kertas saring dan simpan dalam botol gelap tertutup. Apabila disimpan dalam refrigator akan tahan 7 hari – 10 hari.
64
65
Lampiran 2. Pembuatan Larutan Standar 2.6 na-dikhlorofenol indofenol
Larutkan 50mg 2.6 na-dikhlorofenol indofenol dalam 50mL aquades yang telah ditambahkan 42mg NaHCO3. Setelah larut sempurna encerkan menjadi 200mL dengan aquades. Saring menggunakan kertas saring dan simpan dalam botol berwarna gelap tertutup dalam refrigator.
66
Lampiran 3. Hasil Determinasi Tanaman Markisa Kuning (Passiflora edulis var. flavicarpa)
67
Lampiran 4. Proses Pembuatan Sirup Markisa Kuning
Sortasi Buah Markisa Kuning
Pencucian Buah Markisa Kuning
Pengambilan Daging Buah Markisa Kuning
Pemotongan Buah Markisa Kuning, menjadi 2 bagian
68
Penimbangan Daging Buah Markisa Kuning
Penuangan Sari Buah Markisa pada Panci
Pemblenderan Daging Buah Markisa Kuning
Penyaringan Sari Buah Markisa Kuning
69
Penambahan Konsentrasi Natrium Metabisulfit
Penambahan Asam Sitrat
Penambahan Larutan CMC
Penambahan Gula
70
Pengemasan Sirup Markisa dalam Botol
71
Lampiran 5. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-0
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
72
Lampiran 6. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-7
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
73
Lampiran 7. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-14
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
74
Lampiran 8. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-21
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
75
Lampiran 9. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-28
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
76
Lampiran 10. Analisis Kadar Vitamin C hari ke-35
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,1%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,3%
Hasil Analisis Kadar Vitamin C dalam Sirup Markisa dengan Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0,5%
77
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-0
Titrasi ke1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,8 0,85 0,9 0,9 0,85 0,85 0,85 0,95 0,85 0,85 0,85 0,95 0,833333 0,85 0,883333 0,933333 0,028868 0 0,028868 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi : a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,95mL
-
Sampel : a. Blanko
-
: 100,0021 mg
: 0,1mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,833333mL – 0,1mL : 0,73333mL ̴ 100,0021mg ̴x
8,45mL 0,73333mL 73,3315
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,6783 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0086783 𝑔 0,086783 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
78
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,85mL – 0,1mL : 0,75mL ̴ 100,0021mg ̴x
8,45mL 0,75mL 75,0016
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,8760 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0088760 𝑔 0,088760 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,8667mL – 0,1mL : 0,7667mL ̴ 100,0021mg ̴x
8,45mL 0,7833mL 𝑚𝑔
78,3316 𝑚𝐿 8,45 𝑚𝐿 9,2700 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0092700𝑔 0,092700 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
79
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9333mL – 0,1mL : 0,8333mL 8,45mL 0,8333mL 83,3317
̴ 100,0021mg ̴x
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 9,86174 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00986174 𝑔 0,0986174 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
80
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-7
Titrasi ke 1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,85 0,85 0,9 0,95 0,8 0,85 0,9 0,9 0,8 0,8 0,85 0,95 0,816667 0,833333 0,883333 0,933333 0,028868 0,028868 0,028868 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi : a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,95mL
-
Sampel : a. Blanko
-
: 100,0030 mg : 100,0020 mg
: 0,1mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,8167mL – 0,1mL : 0,7167mL ̴ 100,0030mg ̴x
8,45mL 0,7167mL 71,6721
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,4819 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0084819 𝑔 0,084819 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
81
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,8333mL – 0,1mL : 0,7333mL ̴ 100,0030mg ̴x
8,45mL 0,7333mL 73,3322
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,6784 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0086784 𝑔 0,086784 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,8833mL – 0,1mL : 0,7833mL ̴ 100,0020mg ̴x
8,45mL 0,7833mL 78,3316 8,45 𝑚𝐿 9,2700 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0092700 𝑔
0,092700𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
82
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9333mL – 0,1mL : 0,8333mL ̴ 100,0020mg ̴x
8,45mL 0,8333mL 83,3316
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 9,8618 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0098618 𝑔 0,098618 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
83
Lampiran 13. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-14
Titrasi ke1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,8 0,85 0,9 0,9 0,8 0,8 0,85 0,95 0,85 0,8 0,85 0,95 0,816667 0,816667 0,866667 0,933333 0,028868 0,028868 0,028868 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi : a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,95mL
-
Sampel : a. Blanko
-
: 100,0032 mg : 100,0021 mg
: 0,1 mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,8mL – 0,1mL : 0,7mL ̴ 100,0032mg ̴x
8,45mL 0,7mL 70,0022
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,2843 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0082843 𝑔 0,082843 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
84
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,8167mL – 0,1mL : 0,7167mL ̴ 100,0030mg ̴x
8,45mL 0,7167mL 71,6723
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,4819 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0084819 𝑔 0,084819 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,8667mL – 0,1mL : 0,7667mL ̴ 100,0030mg ̴x
8,45mL 0,7667mL 𝑚𝑔
76,67245 𝑚𝐿 8,45 𝑚𝐿 9,0737 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0090737 𝑔 0,090737𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
85
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9333mL – 0,1mL : 0,8333mL ̴ 100,0021mg ̴x
8,45mL 0,8333mL 83,3317
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 9,8618 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0098618 𝑔 0,098618 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
86
Lampiran 14. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-21
Titrasi ke1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,8 0,75 0,85 0,95 0,75 0,8 0,85 0,95 0,75 0,8 0,85 0,9 0,766667 0,783333 0,85 0,933333 0,028868 0,028868 0 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi :
: 100,0026 mg
a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,95mL -
Sampel : a. Blanko
-
: 0,1 mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,7667mL – 0,1mL : 0,6667mL ̴ 100,0026mg ̴x
8,45mL 0,6667mL 𝑚𝑔
66,6717 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 7,89014 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00789014 𝑔 0,0789014 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
87
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,783mL – 0,1mL : 0,683mL ̴ 100,0026mg ̴x
8,45mL 0,683mL 68,30177
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 8,0830 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0080830 𝑔 0,080830 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,85mL – 0,1mL : 0,75mL ̴ 100,0026mg ̴x
8,45mL 0,75mL 𝑚𝑔
75,00195 𝑚𝐿 8,45 𝑚𝐿 8,8760 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0088760 𝑔 0,088760𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
88
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9333mL – 0,1mL : 0,8333mL ̴ 100,0026mg ̴x
8,45mL 0,8333mL 83,3321
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,45 𝑚𝐿 9,8618𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0098618 𝑔 0,098618 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
89
Lampiran 15. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-28
Titrasi ke1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,75 0,75 0,85 0,9 0,7 0,75 0,8 0,9 0,7 0,7 0,8 0,95 0,716667 0,733333 0,816667 0,916667 0,028868 0,028868 0,028868 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi : a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,85mL
-
Sampel : a. Blanko
-
: 100,0027 mg
: 0,1mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,7167mL – 0,1mL : 0,6167mL ̴ 100,0027mg ̴x
8,35mL 0,6167mL 𝑚𝑔
61,6717 𝑚𝐿
8,35 𝑚𝐿 7,38583 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00738583 𝑔 0,073858 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
90
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,7333mL – 0,1mL : 0,6333mL ̴ 100,0027mg ̴x
8,35mL 0,6333mL 63,3317
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,35 𝑚𝐿 7,5846 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0075846 𝑔 0,075846 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,8167mL – 0,1mL : 0,7167mL ̴ 100,0026mg ̴x
8,35mL 0,7167mL 𝑚𝑔
71,6719 𝑚𝐿
8,35 𝑚𝐿 8,58349 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00858349 𝑔 0,0858349𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
91
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9167mL – 0,1mL : 0,8167mL ̴ 100,0027mg ̴x
8,45mL 0,8167mL 𝑚𝑔
81,6722 𝑚𝐿 8,35 𝑚𝐿 9,7811𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0097811 𝑔 0,097811 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
92
Lampiran 16. Perhitungan Kadar Vitamin C pada Hari ke-35
Titrasi ke1 2 3 Rata-rata SD
Konsentrasi Natrium Metabisulfit 0% 0,10% 0,30% 0,50% 0,65 0,7 0,8 0,95 0,6 0,7 0,8 0,9 0,65 0,65 0,75 0,9 0,633333 0,683333 0,783333 0,916667 0,028868 0,028868 0,028868 0,028868
-
Vitamin C tertimbang
-
Volume Standarisasi : a. Blanko : 0,5mL b. Vitamin C : 8,85mL
-
Sampel : a. Blanko
-
: 100,0032 mg
: 0,1mL
Konsentrasi 0%
: volume titran – volume blanko : 0,65mL – 0,1mL : 0,55mL ̴ 100,0032mg ̴x
8,35mL 0,65mL 𝑚𝑔
55,00176 𝑚𝐿 8,35 𝑚𝐿 6,58703𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00658703 𝑔 0,0658703𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
93
-
Konsentrasi 0,1%
: volume titran – volume blanko : 0,6833mL – 0,1mL : 0,5833mL ̴ 100,0032mg ̴x
8,35mL 0,5833mL 58,33816
𝑚𝑔 𝑚𝐿
8,35 𝑚𝐿 6,98585 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00698585 𝑔 0,0698585 𝑔
-
Konsentrasi 0,3%
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
: volume titran – volume blanko : 0,7833mL – 0,1mL : 0,6833mL ̴ 100,0032mg ̴x
8,35mL 0,6833mL 𝑚𝑔
68,33218 𝑚𝐿 8,35 𝑚𝐿 8,18349 𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,00818349 𝑔 0,0818349𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
94
-
Konsentrasi 0,5%
: volume titran – volume blanko : 0,9mL – 0,1mL : 0,8mL ̴ 100,0027mg ̴x
8,45mL 0,8mL 𝑚𝑔
80,00256 𝑚𝐿 8,35 𝑚𝐿 9,5811𝑚𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0095811 𝑔 0,095811 𝑔
10𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100𝑚𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
95
Lampiran 17. Hasil Analisis Data Uji One Way ANOVA
96