PENGARUH PENAMBAHAN SUMUR TERHADAP FAKTOR PEROLEHAN PADA MODEL RESERVOIR 3D DENGAN METODE INJEKSI SURFAKTAN BERPOLA 5-TITIK
TUGAS AKHIR
Oleh: DEDE BACHTIAR NIM 12205047
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapakan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PETAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010
PENGARUH PENAMBAHAN SUMUR TERHADAP FAKTOR PEROLEHAN PADA MODEL RESERVOIR 3D DENGAN METODE INJEKSI SURFAKTAN BERPOLA 5-TITIK
TUGAS AKHIR
Oleh: DEDE BACHTIAR NIM 12205047
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapakan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Tanggal .....................................
_____________ _______ Ir. Leksono Mucharam M.Sc. Ph.D
Pengaruh Penambahan Sumur Terhadap Faktor Perolehan Pada Model Reservoir 3D Dengan Metode Injeksi Surfaktan Berpola 5-Titik (Studi Laboratorium) Oleh Dede Bachtiar* Ir. Leksono Mucharam, M.Sc., Ph.D.**
Sari Saat ini banyak metode yang telah dikembangkan untuk meningkatkan faktor perolehan minyak. Waterflooding umumnya digunakan sebagai secondary recovery setelah primary recover tidak lagi mampu memproduksikan minyak dari reservoir. Secara umum dengan metode waterflooding sekalipun masih banyak minyak yang tersisa pada reservoir karena adanya breakthrough serta karena tidak tersapu dengan baik. Untuk memproduksikan minyak yang tersisa ini diperlukan bahan kimia, thermal, atau injeksi gas. Salah satu metode injeksi kimia yang cukup terbukti dalam industri perminyakan adalah dengan injeksi surfaktan. Surfaktan dapat meningkatkan perolehan minyak dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air serta menurunkan tekanan kapiler. Metode injeksi surfaktan ini pada umumnya dikembangkan dengan pola tertentu, diantaranya dengan pola injeksi 5-Titik. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan model fisik reservoir 3D yang berupa sandpack berukuran 15 cm x 15 cm x 2.5 cm yang berfungsi sebagai reservoir minyak buatan. Model reservoir ini sebelumnya telah diproduksikan dengan metode waterflooding serta injeksi surfaktan berpola 5-titik dengan total faktor perolehannya sebesar 51.65%. Kemudian dilakukan penambahan dua sumur produksi dengan membuka 2 sumur cadangan yang sebelumnya ditutup, sedangkan sumur produksi sebelumnya ditutup, lalu dilakukan injeksi surfaktan lanjutan. Perolehan minyak yang dihasilkan menunjukkan bahwa makin cepat dan tinggi konsentrasi surfaktan yang diinjeksikan makin besar perolehan minyak yang didapat. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan sumur produksi dan injeksi surfaktan pada faktor perolehan. Kata kunci : Surfaktan, Waterflooding, Pola 5-Titik, Penambahan Sumur. Abstract There are a lot of ways to improve oil recovery have been developed nowadays. Water flood is commonly used as secondary recovery after primary recovery have been exhausted. In general, even by waterflooding there are still many oil left in reservoir as the result of bypassed or unswept oil. One method that is very popular among the petroleum industry practician is surfactant injection. Surfactant can improve the recovery of oil by reduces intefacial tension and cappilary pressure. This method commonly developed with some patterns, one of them is with 5-spot pattern. This work is connducted in laboratory by using a 15 cm x 15 cm x 2,5 cm 3D physical reservoir model used as artificial oil reservoir. This model have been produced before with 5-spot pattern waterflooding and surfactant injection method which reach out total oil recovery of 51.65%. This model will simulate the addition of two producing wells which was closed before, at the same time the previous producing well is closed and follow with another surfactant injection. The result indicated a higher rate and concentration of surfactant made a higher recovery. Therefore this work is to study the effect of additional producing well and surfactant injection on recovery factor. Keywords : Surfactant, Waterflooding, 5-spot Pattern, Additional wells. *Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB **Pembimbing/ Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB
1 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Penemuan lapangan baru terus menurun sedangkan kebutuhan minyak diperkirakan semakin meningkat tiap tahunnya. Pada lapangan minyak yang sudah tua untuk meningkatkan produksi dibutuhkan suatu sistem dan cara yang tepat agar perolehan minyak dapat ditingkatkan sebesarbesarnya tetapi tetap efisien dari segi biaya. Waterflooding umumnya digunakan sebagai secondary recovery yang ekonomis dan efektif setelah primary recovery mencapai batas kemampuannya. Banyak reservoir sandstone maupun carbonate memiliki primary recovery yang rendah karena kurang baiknya sweep efficiency sebagai hasil dari water breakthrough atau minyak residual yang tidak tersapu. Secara umum, dengan waterflooding efisiensi pengurasannya berkisar antara 30% - 40% sehingga minyak yang masih tertinggal di lapangan masih cukup banyak. Akan tetapi jika sudah terjadi water breakthrough menjadi tidak efektif karena minyak terjebak didalam pori-pori mikroskopik oleh adanya efek kapilaritas yang berhubungan dengan tegangan permukaan. Untuk mengatasinya harus menggunakan bahan kimia, thermal, atau injeksi gas. Injeksi kimia yang terbukti sukses secara teknik adalah injeksi surfaktan. Proses kimia menunjukkan hasil yang terbukti efektif dalam mengambil minyak yang tidak tersapu dengan memperbaiki mobility ratio atau dengan mengurangi residual oil saturation. Surfaktan atau surface active agents merupakan zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat memobilisasi saturasi minyak residual. Untuk memaksimalkan perolehan minyak, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah, tegangan antarmuka, wettability batuan, pengembangan volume minyak, penurunan viskositas minyak, serta tekanan kapiler. Pengaruh tekanan kapiler pada mekanisme terjebaknya minyak dalam poripori batuan dinyatakan dalam suatu parameter tak berdimensi yang disebut capillary number. Capillary number ini didefinisikan sebagai perbandingan antara vicous forces terhadap capillery forces. Viscous Forces w N ca Capillary Forces ow (1)
N ca Capillary Number
Average velocity of fluid in the pores ( ft / D) w Displacing fluid vis cos ity (cP ) ow Interfacia l Tension ( IFT ) between water and oil (dyne / cm)
Gambar 1. Hubungan Antara Capillary Number dengan Faktor Perolehan Minyak. Dari gambar diatas diketahui bahwa untuk mengambil residual oil maka capillary number harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan capillary number berdasarkan persamaan (1) ada tiga cara yaitu : 1. Meningkatkan laju injeksi fasa pendesak 2. Meningkatkan viskositas fasa pendesak 3. Menurunkan tegangan antarmuka sistem air-minyak dan batuan. Dari tiga cara yang dapat dilakukan diatas, yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh injeksi surfaktan dengan laju injeksi dan konsentrasi yang berbeda. b.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam meningkatkan produksi minyak serta melihat efek penambahan sumur pada model reservoir fisik 3 dimensi yang sebelumnya telah dilakukan waterflooding serta injeksi surfaktan dengan pola injeksi lima titik. c.
Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metodologi antara lain: 1. Mengumpulkan data melalui percobaan di laboratorium. 2. Menghitung recovery, PV injeksi, dari tiap sumur. 3. Studi literatur dan berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian.
Dimana :
2 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
II.
TINJAUAN PUSTAKA
a.
Surfaktan Surfaktan merupakan surface active agents yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara minyak dengan fluida injeksi khususnya air agar dapat meningkatkan perolehan minyak. Efektifitas surfaktan dalam mendesak minyak akan meningkat seiring dengan kemampuannya menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan biasanya terdiri atas tiga komposisi utama yaitu minyak, sulfonate dan alkohol. Surfaktan memiliki bagian “kepala” yang bersifat (hydrophilic) dan bagian “ekor” yang bersifat nonpolar (hydrophobic). Larutan surfaktan mencapai keseimbangannya (static interfacial tension) ketika semua molekul surfaktan selaras dan berorientasi sama pada permukaannya. Sekali lapisan monolayer menjadi jenuh, kelebihan molekulnya akan membentuk micelle. Pada konsentrasi micelle kritis ini tegangan permukaan akan tetap konstan dan tidak dapat lagi turunkan lebih jauh dengan penambahan lebih banyak surfaktan. Konsentrasi kritis ini terjadi ketika tegangan permukaan minimum surfaktan atau campuran surfaktan tercapai, nilainya menentukan kemampuannya sebagai wetting agent. Konsentrasi kritis ini dapat digunakan untuk mencegah penambahan surfaktan yang tidak perlu.
Gambar 2. Tegangan Permukaan vs. Konsentrasi Surfaktan. Kinerja injeksi surfaktan dipengaruhi oleh parameter-parameter berikut : 1. Geometri pori dan keheterogenitasan 2. Tegangan antar muka 3. Kebasahan 4. Ukuran slug dan konsentrasi 5. Adsopsi surfaktan 6. Salinitas b.
Efisiensi Pendesakan Efisiensi mikroskopis pada pendesakan minyak dalam pori batuan tergantung pada mobility ratio dan capillary number yang bervariasi
terhadap waktu dan posisi ketika dilakukan chemical flood. Faktor lain yang mungkin muncul adalah perubahan fasa. Mobility ratio, M, didefinisikan sebagai mobilitas λing (k/µ, dimana k adalah permeabiilitas efektif dan µ adalah viskositas) dari fluida pendesak dibagi oleh mobilitas λed dari fluida yang didesak (dalam hal ini minyak). Untuk M yang lebih besar dari 1, fluida pendesak akan mendahului minyak. Agar efisiensi pendesakan maksimum, M harus ≤ 1. Jika M > 1 maka efisiensi pendesakan dan efisiensi pendesakan vertikal akan menurun karena kenaikan mobility ratio. Mobility ratio dapat diperkecil dengan menurunkan viskositas minyak, meningkatkan viskositas fluida pendesak, meningkatkan permeabilitas efektif minyak, serta dengan menurunkan permeabilitas efektif fluida pendesak. Beberapa metode EOR ditujukan pada salah satu efek diatas. Cara lainnya adalah dengan menaikkan capillary number, Nc sehingga saturasi minyak residu berkurang, caranya dengan menurunkan viskositas minyak, atau meningkatkan gradien tekanan, namun yang lebih realistis adalah dengan menurnkan IFT (Interfacial Tension). Dengan menginjeksikan surfaktan akan membuatnya terdispersi dalan minyak dan air, dan menciptakan zona IFT yang rendah. Pada waktu yang bersamaan terbentuk emulsi minyak dalam air yang dapat memperbaiki perbandingan mobilitas efektif. Surfaktan yang diinjeksikan dapat terus memobilisasi minyak dan membuatnya terkumpul sampai surfaktan terlalu encer sehingga tidak dapat lagi menurunkan IFT dan memobilisasi minyak.
III. MODEL DAN DATA PERCOBAAN a.
Model Sandpack Pada penelitian ini digunakan model fisik reservoir 3 dimensi yang berupa sandpack terbuat dari campuran pasir dan semen. Untuk memudahkan pengamatan dan menghemat waktu percobaan model ini dibuat hanya seperempat dari model pola 5-titik seperti pada Gambar 3. Dimensi sandpack ini adalah 15 cm x 15 cm x 2.5 cm. Pada sandpack ini dipasang tubing berukuran 1/16 inch sebagai sumurnya. Sandpack ini disaturasi dengan brine dan minyak dari lapangan X, kemudian diproduksikan dengan cara waterflooding dan
3 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
injeksi surfaktan hingga perolehan minyaknya sebesar 51.65%. Pada model sandpack ini kemudian dilakukan simulasi penambahan sumur produksi sebanyak dua buah sumur, sedangkan sumur produksi sebelumnya ditutup. Penambahan sumur ini dialakukan dengan membuka dua sumur cadangan yang sebelumnya ditutup. Tujuannya untuk mengambil minyak yang tidak tersapu pada metode produksi sebelumnya. Sehingga pola sumur 5-Titik ini berubah menjadi seperti yang direpresentasikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Tabel 1. Data sandpack No.
Parameter
Nilai
1. Panjang sisi (cm)
15
2.
Tebal (cm)
2.5
3.
Porositas (%)
19
4.
PV (cc)
106.14
5
So (%)
32.69
b.
Data Fluida Fluida brine dan minyak yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Lapangan minyak X. Sedangkan surfaktan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Surfaktan 13A* yang bersifat non-ionic dengan active content 99%. Karena nonionic, molekul pada surfaktan ini tidak terionisasi dalam larutan sehingga kemampuan surfaktan tetap optimal pada sandpack yang terdiri dari pasir dan semen.
∆ = Producer Well = Injector Well Gambar 3. Pola Sumur Injeksi-Produksi 5-Titik
= Sumur baru = Sumur lama Gambar 4. Pola Setelah Penambahan Sumur Baru 4
Tabel 2. Data Fluida Lapangan X No.
Sampel
Densitas (gr/cc) @ T=26 oC
1
Brine
1.0146
2
Minyak mentah
0.8072
Hasil pengujian air formasi atau brine yang berasal dari Lapangan-X adalah sebagai berikut : Tabel 3. Komposisi Brine Lapangan-X No
Parameter Analisis
Satuan
Metoda
Hasil Analisa
1
TDS
mg/l
SMEWW 2540-C
18650
2
Kesadahan (CaCO3)*
mg/l
SMEWW2340-C-
213.6
3
Kalsium (Ca2+)
mg/l
4
Magnesium (Mg2+)
mg/l
5
Natrium (Na+)
mg/l
6
Kalium (K+)
mg/l
7
Bikarbonat (HCO3-)
mg/l
8
Sulfat (SO42-)
mg/l
5
6 2
3
1
Gambar 5. Lokasi Sumur Pada Model = Shut Well = Back Up Well = Injector well = Producer well Berikut ini adalah data sandpack dan fluida yang dipakai :
SMEWW 3500-Ca SMEWW 3500-Mg SMEWW 3500-Na SMEWW 3500-K-B SNI 06-2420 1991 SMEWW 4500-SO4-E
46.81 23.53 6184 163.21 3795 379.3
4 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
9
Klorida (Cl-)
Total Ion (ppm)
13133.62
mg/l
SMEWW 4500-Cl-
7270
Dari data komposisi air formasi Lapangan-X seperti terlihat pada Tabel 1 diperoleh harga salinitas sebesar 13133.62 ppm, salinitas sebesar ini dapat dikategorikan kedalam salinitas rendah. Salinitas air formasi yang tinggi dapat mengurangi kemampuan surfaktan karena semakin tinggi salinitas maka kelarutan surfaktan ionik akan berkurang sehingga dapat menyebabkan terjadinya pengendapan garam yang akan menyumbat poripori sandpack. Pada umumnya salinitas yang tinggi dengan kandungan kation divalent yang tinggi seperti Ca2+ dan Mg2+ akan bertukar dengan kation monovalen dari surfaktan. Oleh karena itu brine yang digunakan sebaiknya tidak mengandung ion Ca2+ dan Mg2+ yang terlalu tinggi. c.
Proses Perolehan Minyak Prosedur dalam memproduksikan minyak dari sandpack dengan metode injeksi surfaktan adalah sebagai berikut : Pada proses waterflooding untuk menentukan sumur yang memiliki laju alir yang paling baik, sumur 1 sebagai sumur injeksi dihubungkan dengan chamber injeksi berisi brine sedangkan sumur 2 dan 3 sebagai sumur produksi dihubungkan ke tabung pengukur dengan selang 1/16 inch. Proses waterflooding ini dilakukan hingga memenuhi satu tabung pengukur. Untuk proses injeksi surfaktan, sumur 1 dihubungkan ke chamber berisi surfaktan. Pada proses injeksi surfaktan, konsentrasi surfaktan yang digunakan ada dua jenis yaitu 2%wt dan 4%wt. Kecepatan injeksi yang dipakai yaitu 0.273 cc/min dan 0.547 cc/min. Proses injeksi surfaktan dilakukan sampai minyak tidak lagi keluar dari sumur produksi.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Perlu diketahui bahwa sebelum penelitian ini dilakukan, sebelumnya telah dilakukan produksi pada sumur 4 dengan cara waterflooding dan injeksi surfaktan secara kontinu dan soaking. Hasil
perolehan minyaknya sebesar 51.65%. Setelah itu sandpack ini tidak diproduksikan selama 3 minggu untuk persiapan percobaan selanjutnya. Pada masa ini dapat dianggap sebagai waktu pengeboran dua sumur tambahan. Dan secara tidak langsung model reservoir sandpack mengalami soaking. Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui sumur mana yang memiliki laju alir yang paling baik. Caranya dengan menginjeksikan brine (waterflooding). Dari hasil waterflooding ini didapat bahwa sumur yang memiliki laju alir yang tinggi adalah sumur 3. Hal ini ditandai dengan lebih cepatnya aliran fluida dari sumur 3 ini memenuhi tabung penampung dibanding sumur 2 walaupun keduanya dibuka secara bersamaan. Pada proses waterflooding ini minyak yang dihasilkan sebesar 1.48%. Lebih besarnya lajur pada sumur 3 menandakan ketidakhomogenan model reservoir yang dibuat, dimana sumur 3 memiliki permeabilitas yang lebih baik dibanding permeabilitas sumur 2. Selanjutnya penelitian dilakukan pada model sandpack ini untuk mengetahui banyaknya perolehan minyak dari kedua sumur tambahan yaitu sumur 2 dan sumur 3 dengan metode injeksi surfaktan (surfactant flooding). Percobaan kedua adalah memproduksikan sumur 3 dengan injeksi surfaktan yg memiliki konsentrasi 2%wt pada kecepatan injeksi 0.273 cc/min. Hasil perolehan minyak (recovery factor) yang didapat sebesar 4.36% . Setelah watercut sumur 3 mencapai 100% proses produksi dilanjutkan dengan membuka sumur 2 sedangkan sumur 3 ditutup. Minyak yang diperoleh dari sumur 2 ini sebesar 1.09%. Sebelum masuk percobaan selanjutnya, sandpack ini didiamkan selama 2 minggu untuk proses soaking. Hal ini dilakukan agar surfaktan dapat bereaksi dengan sistem minyak-air didalam model reservoir untuk menurunkan tegangan permukaan. Percobaan ketiga dilanjutkan dengan kecepatan injeksi surfaktan yang dinaikkan menjadi 0.547 cc/min atau menjadi 2 kali kecepatan injeksi semula. Pada proses ini kedua sumur diproduksikan secara bersamaan hingga salah satu sumur tidak mengeluarkan minyak lagi. Dari proses ini didapat recovery dari sumur 3 sebesar 4.24% sedangkan recovery sumur 2 sebesar 0.74%. Dari proses ini diketahui bahwa sumur 2 lebih cepat mengalami water cut 100%. Hal ini kemungkinan karena pada sumur 2 permeabilitas efektif air-nya lebih besar
5 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
Tabel 4. Perolehan Minyak Tiap Sumur Sumur 2
Sumur 3
Total
Water flood
0.74 %
0.74 %
1.48 %
2% 0.273 cc/min
1.09 %
4.36 %
5.45 %
2% 0.574 cc/min
0.74 %
4.24 %
4.98 %
4% 0.574 cc/min
9.83 %
10.11 %
19.94 %
Total
12.40 %
19.45 %
31.85 %
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa sumur 3 memiliki tingkat perolehan minyak yang lebih besar dibandingkan dengan sumur 2. Hal ini dapat diakibatkan beberapa hal yaitu, pertama karena perbedaan permeabilitas, dimana permeabilitas sumur 3 lebih besar dibandingkan sumur 2, kedua karena perbedaan saturasi minyak, dimana pada daerah sekitar sumur 3 memiliki saturasi minyak
yang lebih banyak dibandingkan di daerah sekitar sumur 2.
Recovery 25,00 20,00 RF (%)
dibandingkan permeabilitas efektif minyak-nya sehingga air lebih mudah mengalir ke lubang sumur. Walaupun kecepatan injeksinya ditingkatkan serta sebelumnya sandpack mengalami soaking tetapi penambahan perolehan minyaknya tidak naik secara signifikan. Hal ini karena sumur 2 terlalu cepat mengalami water cut 100% sehingga proses ini harus diakhiri lebih cepat. Dibandingkan dengan percobaan kedua, dimana produksi dilakukan bergantian antara 2 sumur dan dengan jumlah surfaktan yang diinjeksikan lebih banyak (bisa dilihat pada Tabel 5) maka wajar kalau kenaikkan perolehannya tidak berbeda jauh. Percobaan keempat dilakukan ketika dari sumur 2 tidak mengeluarkan lagi minyak, percobaan dilakukan dengan menaikkan konsentrasi surfaktan menjadi 4%wt atau menjadi 2 kali konsentrasi sebelumnya. Sumur 3 yang masih berproduksi dibuka sementara sumur 2 ditutup sampai sumur 3 tidak lagi mengeluarkan minyak. Dari proses ini didapat penambahan recovery untuk sumur 3 sebesar 10.11% dan sumur 2 sebesar 9.83%. Dinaikkannya konsentrasi surfaktan menjadi 4%wt terbukti dapat meningkatkan perolehan minyak secara signifikan. Pengaruh naiknya konsentrasi surfaktan ini adalah turunnya tegangan antarmuka (IFT) air-minyak secara signifikan sehingga efisiensi pendesakkannya menjadi lebih baik. Total perolehan minyak yang didapat dari keempat percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.
15,00
10,11
10,00 9,82
4,24
0,74 1,09 0,74
4,36 0,74
Sumur 2
Sumur 3
5,00 0,00
WF
2% 0.273
2% 0.547
4% 0.547
Gambar 6. Perolehan Tiap Sumur.
Banyaknya surfaktan yang diinjeksikan pada masing-masing proses dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pore Volume Injeksi Tiap Sumur Sumur 2
Sumur 3
Total
Water flood
0.07
0.09
0.16
2% 0.273 cc/min
0.68
1.79
2.47
2% 0.574 cc/min
0.89
0.94
1.84
4% 0.574 cc/min
4.28
2.77
7.05
Total
5.92
5.59
11.51
Dari Gambar 7 bisa dilihat bahwa banyaknya surfaktan yang diinjeksikan dan melalui kedua sumur hampir sama. Walupun banyaknya surfaktan yang melalui kedua sumur hampir sama tetapi perolehan minyaknya berbeda. Pada konsentrasi 4% dengan kecepatan injeksi 0.547 cc/min, sumur 3 memiliki efisiensi pendesakan yang lebih baik, hal ini ditandai dengan perolehan minyak yang lebih besar walaupun volume surfaktan yang diinjeksikan lebih rendah dibanding sumur 2. Banyaknya surfaktan yang diinjeksikan dan melalui sumur 3 adalah setengah dari volume surfaktan yang diinjeksikan dan melalui sumur 2. Seperti dijelaskan sebelumnya, kemungkinan disekitar daerah sumur 2 saturasi minyaknya lebih sedikit dibandingkan pada sumur 3.
6 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
3.
PV injeksi
Meningkatkan lagi konsentrasi surfaktan dan kecepatan injeksinya.
7,00 6,00
PV
5,00 4,00
2,77
4,28
3,00 0,94
2,00 1,00 0,00
WF
0,89 0,68 0,07
1,79 0,09
Sumur 2
Sumur 3
2% 0.273
2% 0.547
4% 0.547
Gambar 7. Pore Volume Injeksi Tiap Sumur. Total perolehan minyak dari semua proses yang dilakukan sebesar 31.85% OOIP. Jika dijumlahkan dengan perolehan minyak sebelumnya totalnya mencapai 83.5% OOIP. V. a.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari beberapa percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan sumur dapat meningkatkan perolehan minyak dan meningkatkan efisiensi penyapuan. 2. Peningkatan konsentrasi dan kecepatan injeksi surfaktan terbukti dapat meningkatkan perolehan minyak. 3. Hasil perolehan minyak : Sumur 2
Sumur 3
Total
Water flood
0.74 %
0.74 %
1.48 %
2% 0.273cc/min
1.09 %
4.36 %
5.45 %
2% 0.574 cc/min
0.74 %
4.24 %
4.98 %
4% 0.574 cc/min
9.83 %
10.11 %
19.94 %
Total
12.40 %
19.45 %
31.85 %
b. 1.
2.
Saran Diperlukan percobaan lebih lanjut untuk memproduksikan minyak residual yang masih tertinggal. Diperlukan metode buka tutup sumur agar emulsi minyak dapat terproduksi.
VI. UCAPAN TERIMAKASIH Selama pembuatan tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT Maha Pengatur Semua Urusan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Kedua, kepada Ir.Leksono Mucharam M.Sc. Ph.d. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan arahan selama membimbing penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini. Ketiga, kepada orangorang di Laboratorium EOR terutama Bang David Maurich dan Antonius yang telah membantu selama penelitian dilakukan. Keempat, kepada teman-teman penulis mahasiswa Teknik Perminyakan terutama saudara Ibnu Sina dan Ditya M Hutomo yang telah meluangkan waktu menemani penulis selama melakukan penelitian di Lab. VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Siregar Septoratno : Teknik Peningkatan Perolehan, Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung. (2000). 2. F.F. Craig, Jr. : Laboratory Model Study of Single Five-Spot and Single Injection Well Pilot Waterflooding, Pan American Petroleum Corp. JPT, SPE, Tulsa, OKLA. (1965). 3. Moules, Carole : The Role of Interfacial Measurement in the Oil Industry, Camtel Ltd. 4. Jamaloei, B. Yadali and Rafiee, M. : Efect of Monovalent and Divalent Ions on Microscopic Beahviour of Surfactant Flooding, Canadian International Petroleum Conference 2008, Calgary, Alberta, Canada (2008). 5. Greaves, M. and Mahgoub, O., 3D Physical Model Studies of Air Injection in a Light Oil Reservoir Using Horizontal Wells, SPE 37154, SPE International Conference, Calgary, Canada, 1996. 6. Jha, K. N. and Chakma, A., Nitrogen Injection With Horizontal Wells For Enhancing Heavy Oil Recovery : 2D and 3D Model Studies, SPE 23029, SPE Asia-Pacific Conference, Perth, Weslern Australia, 1991. 7. Sina, Ibnu : Pengaruh Metode Injeksi Surfaktan terhadap Faktor Perolehan Minyak pada Model Fisik Reservoir 3 Dimensi dengan Pola Injeksi 5-Titik, Tugas Akhir,TM- ITB, Bandung, 2010.
7 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
LAMPIRAN A Tabel A.1 Data Hasil Perolehan Minyak No
Metode
Sumur 2
Sumur 3
Total
1
Water flood
0.74 %
0.74 %
1.48 %
2
2% 0.273cc/min
1.09 %
4.36 %
5.45 %
3
2% 0.574 cc/min
0.74 %
4.24 %
4.98 %
4
4% 0.574 cc/min
9.83 %
10.11 %
19.94 %
12.40 %
19.45 %
31.85 %
TOTAL
RF (%)
RF vs PV 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
PV WF
2% 0.273
2% 0.547
4% 0.547
Gambar A.1 Recovery Factor vs PV injeksi 2 Sumur
RF vs PV 14,00 12,00 RF (%)
10,00 8,00
WF
6,00
2% 0.273
4,00
2% 0.547
2,00
4% 0.547
0,00 0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
PV Gambar A.2 Recovery Factor vs PV injeksi Sumur 2
8 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
RF vs PV 25,00
RF (%)
20,00 15,00
WF
10,00
2% 0.273 2% 0.547
5,00
4% 0.547 0,00 0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
PV Gambar A.3 Recovery Factor vs PV injeksi Sumur 3
9 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010
LAMPIRAN B PERALATAN DAN PERCOBAAN
Gambar B.1 Pompa Ruska
Gambar B.3 Model Reservoir 3D
Gambar B.2 Chamber injeksi
Gambar B.4 Proses Produksi dan Injeksi
Gambar B.5 Hasil Perolehan Minyak
10 Dede Bachtiar, 12205047 Semester II 2009/2010