PENGARUH PENAMBAHAN SENYAWA MERKAPTAN PADA KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DALAM FASA PADAT
Oleh JULI ROMAITO SITUMORANG F34104011
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN SENYAWA MERKAPTAN PADA KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DALAM FASA PADAT
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh JULI ROMAITO SITUMORANG F34104011
Dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1984 Di Lubuk Pakam
Tanggal Lulus :
Januari 2009
Disetujui, Bogor, Januari 2009
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id MA. Dev Pembimbing I
Dr. Yoharmus Syamsu, MSi Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : PENGARUH PENAMBAHAN SENYAWA MERKAPTAN PADA KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DALAM FASA PADAT Adalah asli karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2009 Yang Membuat Pernyataan
Nama
: Juli Romaito Situmorang
NRP
: F34104011
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Lubukpakam pada tanggal 25 Mei 1984. anak kelima dari delapan bersaudara dari ayah bernama K. Situmorang dan ibu S. Br. Hutasoit. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 104241 Syahmad, Lubuk Pakam pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Lubuk Pakam dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum 1 Lubuk Pakam hingga lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian mendapatkan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PTPN II. Tanjung Morawa - Medan dengan judul “Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi Kelapa Sawit di PTPN II Tanjung Morawa - Medan”. Penulis melaksanakan penelitian akhir di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK), Bogor dari bulan April hingga awal September 2008 dan menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Senyawa Merkaptan pada Karet Alam (Hevea brasiliensis) dalam Fasa Padat”, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Juli Romaito Situmorang. F34104011. Pengaruh Penambahan Senyawa Merkaptan pada Karet Alam (Hevea brasiliensis) dalam Fasa Padat. Di bawah bimbingan E. Gumbira Sa’id dan Yoharmus Syamsu. 2008
RINGKASAN Karet alam mengalami peningkatan nilai viskositas selama proses pengangkutan dan penyimpanan. Fenomena alami tersebut dinamakan pengerasan selama penyimpanan, storage hardening, yang disebabkan oleh reaksi ikatan silang antara gugus aldehid pada rantai molekul poliisoprena dengan gugus aldehid terkondensasi yang ada di dalam bahan bukan karet atau yang ada pada rantai polimer karet. Gejala ini menimbulkan kesulitan bagi konsumen dalam proses produksi barang jadi karet. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan penambahkan bahan pemantap viskositas karet alam yang dapat menghambat terbentuknya ikatan silang pada rantai molekul karet alam. Karet viskositas mantap diperlukan oleh konsumen sebab dengan viskositas mantap tidak diperlukan proses premastikasi yang memerlukan energi sebesar 33-35% dari total energi yang diperlukan untuk pembuatan kompon barang jadi karet. Adanya proses tanpa premastikasi akan meningkatkan hampir dua kali hasil output dari campuran kompon. Disamping itu juga akan meningkatkan konsistensi dalam pencampuran kompon dan viskositas dari karet komponnya. Dampaknya akan mengurangi kegagalan mutu selama pengolahan menjadi barang jadi karet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan bahan pemantap viskositas karet terhadap sifat kemantapan karet dengan variasi perlakuan penambahan dosis Cureo TS, variasi suhu dan waktu pada ekstruder. Dosis Cureo TS adalah 0 %, 5%, 10%, dan 15%. Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Cureo TS pada variasi suhu (100 0C, 120 0C, 140 0C) dan waktu (3 menit, 4 menit, 5 menit) terhadap kemantapan karet. Uji-uji yang dilakukan meliputi uji Po (plastisitas awal), PRI (Plasticity Retention Indeks), ASHT (Accelerated Strorage Hardening Test), dan uji viskositas Mooney. Selama ini belum ada penelitian tentang penambahan Cureo TS sebagai bahan pemantap pada karet. Pemilihan Cureo TS sebagai bahan pemantap karena dapat bereaksi dengan gugus karbonil baik aldehid maupun keton. Reaksi antara merkaptan dengan gugus karbonil terjadi melalui dua tahap. Produk awal dari reaksi yaitu hemi merkaptal atau hemi merkaptol akan bereaksi lagi dengan gugus merkaptan, baik secara spontan maupun menggunakan katalis untuk menghasilkan merkaptal atau merkaptol. Partikel karet di dalam lateks mengandung gugus aldehid yang terikat pada rantai cis-poliisoprena karet alam. Gugus aldehid pada karet diperkirakan dapat bereaksi dengan gugus merkaptan yang biasanya ditambahkan ke dalam karet sebagai peptizer. Gugus aldehid akan
bereaksi dengan merkaptan membentuk hemi merkaptal. Hemi merkaptal akan berekasi lebih lanjut dengan merkaptan membentuk merkaptal. Di dalam pembuatan karet viskositas mantap, merkaptan biasanya terkandung dalam peptizer dengan nama dagang Cureo-TS. Jika dalam pengolahan karet digunakan peptizer sebagai pelunak maka secara tidak langsung penggunaan peptizer tersebut dapat membuat karet menjadi mantap karena gugus tiol akan memblokade gugus aldehid membentuk tioasetal, sehingga tidak akan terbentuk gel. Akibatnya viskositas karet tidak akan mengalami peningkatan selama penyimpanan sehingga karet menjadi mantap. Dari data yang didapat diketahui bahwa pada semua perlakuan nilai Po berkisar antara 43 hingga 53, sedangkan nilai Po untuk kontrol adalah antara 46.5 hingga 53. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai Po mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontrol. Penurunan nilai Po terjadi pada suhu 140 oC, dengan dosis Cureo TS 15 % dan waktu 5 menit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencampur Cureo TS dengan karet maka kemantapan karet akan semakin menurun. Nilai PRI menunjukkan selisih plastisitas karet sebelum dan sesudah pengerasan sebagai akibat dari penyimpanan yang dipercepat. Dari hasil yang diperoleh secara keseluruhan dapat dilihat bahwa, nilai PRI adalah diantara 40-50. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh penambahan Cureo TS terhadap kemantapan karet. Nilai tersebut menunjukkan bahwa karet yang dihasilkan lebih mantap dari sebelumnya. Dari seluruh data yang ada terjadi penurunan ASHT, nilai optimal ASHT adalah maksimal delapan, dan sebagian besar karet yang telah disemprotkan Cureo TS memiliki nilai ASHT di bawah delapan. Menurut Refrizon (2003), apabila suatu sampel karet mempunyai nilai kenaikan ASHT sebanyak delapan unit atau kurang (setara dengan kenaikan nilai VR sebanyak 9-12 unit), akan dinyatakan sebagai karet viskositas mantap. Nilai tersebut menunjukkan bahwa karet yang telah disemprotkan Cureo TS mengalami peningkatan kemantapan viskositas. Berdasarkan perlakuan dari ketiga variasi waktu dapat dilihat nilai ASHT yang baik yaitu pada waktu lima menit. Pada waktu 5 menit nilai yang diperoleh dengan variasi dosis 0% = 8.00, 5% = 7.00, 10% = 4.50, dan 15% = 5.00. Nilai ASHT yang diperoleh pada waktu lima menit tersebut dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% berturut-turut semakin menurun. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menghomogenkan karet pada ekstruder maka semakin sempurna reaksi yang terjadi pada waktu proses ekstruksi antara Cureo TS dan karet.
Juli Romaito Situmorang.F34104011. The effects of Mercaptan in Solid Phase Natural Rubber (Hevea brasiliensis). Supervised by E.Gumbira Sa’id and Yoharmus Syamsu.2008
SUMMARY Natural rubber had increasing viscosity while in transportation process and storage. This natural phenomenon called hardening, storage hardening, the process that happen in storage caused by cross bonding reaction in poly isoprene molecular chain with the aldehide that condense in non rubber substances or in rubber polymer chain. This symptom give disadvantages for consumer in processing rubber based products. To overcome this problem, the addition of rubber viscosity stabilizer could block the form of cross bonding on rubber molecular chain Stabilized viscosity rubber demand by the consumers because with the stabilized viscosity the premastication process is unnecessary, this process consumed 33-35% of the total energy needed to make rubber compound. Processing without the premastication will increase almost twice of the capacity in compound mixing. Besides it will also increase the consistency in compund mixing and viscosity of the rubber compound. The effect will reduce the scrap amount in processing rubber based product. The purpose of this research is to learn the effect of rubber viscosity stabilizer addition to the rubber stability with the variation of Cureo TS addition dosage, extruder temperature and time variation. The Cureo dosages that were used are 0%, 5%, 10%, and 15%. The main research designated to find the effect of Cureo TS addition on temperature addition (100oC, 120oC, 140oC) and time (3 minute, 4 minute, 5 minute) to the rubber stability. The test that done were chemical characteristics includes Po (Early Plasticity) and Pa (End Plasticity); PRI (Plasticity Retention Indeks); dan ASHT (Accelerated Strorage Haredening Test). The phisical characteristics test wit the Mooney viscosity test. Until now there no riset about the addition of Cureo TS as a stabilizer in rubber. The decision on using Cureo TS as stabilizer because it can react with the carbonyl group whether with the aldehide or keton. Reaction between merkaptan with the carbonyl group happen in two steps. The early product of the reaction is the hemi merkaptal or hemi merkaptol will react with the merkaptan group,either it is spontaneously or using catalyst to produce merkaptal or merkaptol. Rubber particle in latex contain aldehid group that bound to the cis-poly isoprene chain of rubber. The
aldehid group in rubber expected to reacted with the merkaptan group that ussually added to rubber as peptizer. The aldehid group will react with merkaptan and form hemi merkaptal. Hemi merkaptal will react with merkaptan and form merkaptal. In the making of stabilized viscosity rubber, merkaptan usually contained in peptizer with the trade name Cureo TS. If in the rubber processing peptizer used as softener than the indirect use of peptizer could make the rubber stabile because the tiol group will blockade the aldehid group to form tioacetal, so there will be no gel forming. This will cause the rubber viscosity no increasing while in storage so the rubber becomes stabile. From the data it was found that from all treatment the Po number between 43 until 53. While the Po number for control are between 46.5 until 53. This number show that the Po number decrease compare with the control. The decreasing of Po number happens on 140oC, with the Cureo TS dosage of 15% and in 5 minute. The number show that the higher the temperature and the longer the time that was used to mixed Cureo TS with rubber that the rubber stability will be decreasing. The PRI number shows the selisih between rubber plasticity before and after the hardening as the effect of accelerated storage. From the result in general could be seen that the PRI number is between 40-50. This condition shows that there is an effect of the addition of Cureo TS on rubber stability. The numbers show that the rubber was more stable than before. From all the data show that there was a decreasing of ASHT, the optimal number of ASHT was eight, and most of the rubber that already sprayed with Cureo TS had ASHT number under eight. According to Refrizon (2003), if there is a sample that has increasing number of ASHT for eight unit or less (equal with the increasing of VR for 9-12 unit), will be said that the rubber viscosity is stabile. That number show that the rubber sprayed with Cureo TS was increase it’s viscosity stability. Based on the time variation could be seen that the good ASHT number is on five minutes. In the five minutes the number that obtain from the variation dosage 0%=8.00, 5%= 7.00, 10%=4.50, and 15% = 5.00. The ASHT number that obtain in the five minutes time with the variation Cureo TS dosage 0%, 5%, 10%, and 15% is decreasing. The longer the time needed to homogenize rubber on extruder than the more perfect the reaction that happen in the extrusion process between Cureo TS and rubber.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Senyawa Merkaptan pada Karet Alam (Hevea brasiliensis) dalam Fasa Padat”. Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Dr. Yoharmus Syamsu, MSi selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ono Suparno, STP, MT selaku dosen penguji 4. Keluarga tercinta : Bapak, ibu, adik – adik dan kakak – kakakku yang telah memberikan doa, motivasi, dan kasih sayang terutama kakakku Eva yang sabar dan setia membiayai kuliah sampai penulis lulus. 5. Teh Yati, mbak Hani, mbak Santi, mbak Woro, mbak Desi, Mbak Tri, Mbak Sumi, Pak Aos, Pak Nata, Mas Syarif, Mas Ijal, Pak Ridwan, dan Teh Vera dan seluruh karyawan BPTK yang telah banyak membantu. 6. Teman-teman seperjuangan di BPTK : Jatmiko, Restu Yulia T (Tutu), Ghany, Desty, dan Novi. 7. Anak – anak ITB (Inn Triplekz Buitenzorg) : Mirsa, Ade, Galih, Rini, Venty, Sondang, Ida, Ayu, Desly, Ruth, Tea, Wulan, Irna dan Uci atas kebersamaan baik susah maupun senang. 8. Gun2ku, Rin, Irawan Suryawijaya, Noviana (ndut), Ivon, Wahyu, Uswatun, Fajri, Erwin Hamonangan Gultom, Dego serta teman-teman TIN 41 yang tidak dapat penulis sebutkan semua atas persahabatan dan kebersamaan selama ini.
i
9. Sahabatku Rita Melayanti dan yang selalu setia memberikan dorongan dan semangat selama penelitian sampai penulis menyelesaikan skripsi. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari semua pihak berkaitan dengan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2009 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI .....................................................................................................iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................viii I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 A. Lateks ................................................................................................ 5 B. Karet Alam ........................................................................................ 6 C. Kemantapan Lateks ........................................................................... 9 D. Viskositas Mooney ............................................................................ 9 E. Merkaptan ........................................................................................ 11 F. Proses Storage Hardening ............................................................... 13 H. Ekstruder ......................................................................................... 15 III. METODA PENELITIAN .......................................................................... 17 A. BAHAN DAN ALAT ..................................................................... 17 B. TATA LAKSANA PENELITIAN .................................................. 18 1. Penelitian Pendahuluan .......................................................... 18 2. Penelitian Utama .................................................................... 18 3. Rancangan Percobaan ............................................................ 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 23 a. Uji pendahuluan karet dalam fase cair .............................................. 23 b. Uji pendahuluan karet dalam fase cair dengan lama pengadukan tiga menit ........................................................................................... 24 c. Uji pendahuluan karet dalam fase padat menggunakan ekstruder dan banbury ....................................................................... 25
iii
Halaman d. Accelerated Storage Hardening Test (ASHT) .................................. 26 e. Viskositas Mooney ............................................................................ 29 f. Plastisitas awal (Po) ........................................................................... 31 g. Plasticity Retention Index (PRI). ..................................................... 32 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 33 A. KESIMPULAN.................................................................................. 33 B. SARAN .............................................................................................. 34 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 35 LAMPIRAN ..................................................................................................... 37
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi lateks Hevea Brasiliensis ........................................ 5 Tabel 2. Komposisi kimia karet alam ................................................................. 7
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pohon Karet alam (Hevea brasiliensis).............................................. 4 Gambar 2. Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena ....................................................
7
Gambar 3. Struktur molekul karet alam (Hevea brasiliensis) .............................
8
Gambar 4. Partikel karet alam (Hevea brasiliensis) ............................................
8
Gambar 5. Reaksi antara merkaptan dengan keton membentuk merkaptol ......
11
Gambar 6. Mekanisme reaksi penyerangan gugus merkaptan kepada gugus aldehid : (1) terbentuk hemi merkaptal terlebih dahulu dan (2) terbentuk merkaptal yang dapat menyebabkan gugus aldehid menjadi tidak aktif..............................................................................
12
Gambar 7. Mekanisme terjadinya reaksi storage hardening: (a) reaksi ikatan silang antara gugus aldehida pada rantai poliisoprene dengan gugus aldehida terkondensasi yang ada di dalam bahan bukan karet dan (b) reaksi antara gugus aldehida dan α-metil dari rantai utama poliisoprene .............................................................................
14
Gambar 8. (a, b) Mesin ekstruder dan (c) Bagian dalam mesin ekstruder ...........
15
Gambar 9. (a) Mesin penggiling Krep ( Creep Machine) besar dan kecil dan (b) Blending Machine ..................................................................
17
Gambar 10. (a) Krep yang sudah dioven dan (b) Karet yang sudah diekstruder .
19
Gambar 11. Diagram uji Kadar Karet Kering (KKK) .........................................
20
Gambar 12. Ilustrasi Foto pada Proses Penelitian Utama ....................................
21
Gambar 13. Histogram (a) VR, (b) Po, (c) PRI dan (d) ASHT dengan penambahan asap cair............................................................................................
23
Gambar 14. Histogram (a) VR, (b) Po,(c) PRI dan (d) ASHT dengan variasi pH dan dosis Cureo TS pada waktu tiga menit .............................................
24
Gambar 15. Histogram Po, PRI, ASHT dan viskositas Mooney dengan variasi bahan kimia yang ditambahkan pada karet dengan menggunakan ekstruder ...........................................................................................
25
vi
Halaman Gambar 16. Histogram VR, Po, PRI dan ASHT dengan Cureo TS 5% dalam Aseton dengan menggunakan Banbury ............................................
25
Gambar 17. Histogram ASHT pada suhu 100oC, 120o C dan 140oC dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% ..............................
26
Gambar 18. Grafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 100 0C ................................................................................................
27
Gambar 19. Grafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 120 0C ................................................................................................
28
Gambar 20. Grafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 140 0C ............................................................................................... o
o
29
o
Gambar 21. Grafik Viskositas Mooney pada suhu 100 C, 120 C dan 140 C dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% .............................. o
o
30
o
Gambar 22. Histogram Po pada suhu 100 C, 120 C dan 140 C dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% .......................................... o
o
31
o
Gambar 23. Histogram PRI pada suhu 100 C, 120 C dan 140 C dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% ..........................................
32
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Tabel hasil uji pendahuluan ......................................................... 37 Lampiran 2. Tabel hasil penelitian utama fase padat ....................................... 41 Lampiran 3. Diagram pembuatan karet viskositas mantap dari fase padat ...... 45 Lampiran 4. Diagram alir penelitian utama ..................................................... 46 Lampiran 5. Penetapan Kadar Karet Kering (ASTM D-1076-97) ................... 47 Lampiran 6. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR) ................................... 48 Lampiran 7. Penetapan Plasticity Retention Index [ ISO 2930 — 1991 (E).... 50 Lampiran 8. Cara Pengukuran Viskositas Mooney .......................................... 52 Lampiran 9. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 – 1985 (E) I] ................ 53 Lampiran 10. Uji Pengerasan Dalam Penyimpanan yang Dipercepat (Accelerated Storage Hardening Test) : [ BRIM, 1970 ]..............................................................................55 Lampiran 11. Hasil analisa keragaman (ANOVA) antara Dosis Cureo TS, Suhu dan Waktu terhadap ASHT ............................................... 57 Lampiran 12. Hasil analisa keragaman (ANOVA) antara Dosis Cureo TS, Suhu dan Waktu terhadap VR, Po, dan PRI ............................... 61
viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet alam mengalami peningkatan nilai viskositas selama proses pengangkutan dan penyimpanan. Fenomena alami tersebut dinamakan pengerasan selama penyimpanan, storage hardening, yang disebabkan oleh reaksi ikatan silang antara gugus aldehid pada rantai molekul poliisoprena dengan gugus aldehid terkondensasi yang ada di dalam bahan bukan karet atau yang ada pada rantai polimer karet. Gejala ini menimbulkan kesulitan bagi konsumen dalam proses produksi barang jadi karet karena memerlukan energi yang cukup besar untuk melunakkan karet pada pembuatan kompon barang jadi karet. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan penambahkan bahan pemantap viskositas karet alam yang pada dasarnya menghambat terbentuknya ikatan silang pada rantai molekul karet alam (Budianto et al., 2007). Total konsumsi karet dunia - karet alam dan sintetis meningkat sekitar 4,1% dari 20,68 juta ton pada 2005 menjadi 21,51 juta ton pada 2006. Konsumsi karet alam dunia meningkat sebanyak 5.23 %. Pada tahun 2007 konsumsi karet alam dunia adalah 9.351 juta ton dan pada tahun 2008 adalah 9.845 juta ton. Tahun 2007, seperti perkiraan banyak kalangan, permintaan karet naik sekitar 10%. Industri barang jadi karet, khususnya ban kendaraan bermotor umumnya memerlukan stok bahan baku untuk kontinuitas produksinya (IRSG, 2008). Karet viskositas mantap diperlukan oleh konsumen karena tidak diperlukan lagi proses premastikasi yang memerlukan energi sebesar 33-35% dari total energi yang diperlukan untuk pembuatan kompon barang jadi karet. Adanya proses tanpa premastikasi akan meningkatkan hampir dua kali hasil (output) dalam pencampuran kompon. Disamping itu juga akan meningkatkan konsistensi dari campuran kompon yakni nilai viskositas dari kompon tersebut. Hal tersebut dapat pula mengurangi kegagalan mutu selama pengolahan menjadi barang jadi karet. Selama ini karet viskositas mantap dibuat dengan menambahkan HNS
1
(Hidroksilamin Netral Sulfat) pada karet alam. Namun senyawa ini bersifat korosif yang menyebabkan peralatan menjadi cepat aus (Refrizon, 2003). Cureo TS adalah nama dagang dari suatu senyawa merkaptan dengan zat aditif berupa kombinasi dari tolil merkaptan dan silil merkaptan yang tersedia secara komersial di pasaran. Senyawa ini lazim digunakan dalam prosedur analisis kadar kotoran karet remah. Selama ini belum ada penelitian tentang penggunaan senyawa merkaptan sebagai bahan pemantap pada karet. Pemilihan Cureo TS sebagai bahan pemantap karena dapat bereaksi dengan gugus karbonil baik aldehid maupun keton. Reaksi antara merkaptan dengan gugus karbonil terjadi melalui dua tahap. Produk awal dari reaksi yaitu hemi merkaptal atau hemi merkaptol akan bereaksi lagi dengan gugus merkaptan, baik secara spontan maupun menggunakan katalis untuk menghasilkan merkaptal atau merkaptol. Partikel karet di dalam lateks mengandung gugus aldehid yang terikat pada rantai cis-poliisoprena karet alam. Gugus aldehid pada karet diperkirakan dapat bereaksi dengan gugus merkaptan yang biasanya ditambahkan ke dalam karet sebagai peptizer. Gugus aldehid akan bereaksi dengan merkaptan membentuk hemi merkaptal. Hemi merkaptal akan berekasi lebih lanjut dengan merkaptan membentuk merkaptal. Dengan demikian reaksi ikatan silang pada rantai karet alam tidak akan aktif lagi. Di dalam proses analisis karet, merkaptan biasanya digunakan sebagai peptizer agar karet mudah larut di dalam pelarut organik. Secara tidak langsung penggunaan peptizer tersebut diharapkan dapat membuat karet menjadi mantap karena gugus tiol akan memblokade gugus aldehid membentuk tioasetal, sehingga tidak akan membentuk gel.
Dengan demikian viskositas karet tidak akan
mengalami peningkatan selama penyimpanan sehingga karet menjadi mantap.
2
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan bahan pemantap viskositas karet terhadap sifat kemantapan karet alam dengan variasi perlakuan penambahan dosis Cureo TS, suhu dan waktu reaksi di dalam ekstruder.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah mengalami produksi karet alam dunia, namun saat ini posisi Indonesia adalah penghasil karet alam kedua di dunia, sedangkan produksi karet alam terbesar adalah Thailand. Karet alam merupakan bahan penting bagi berbagai industri ban kendaraan. (Fatimah, 2006). Gambar 1 menunjukkan tanaman karet alam (Hevea brasiliensis)
yang dibudidayakan di berbagai perkebunan besar.
Gambar 1. Pohon Karet Alam (Hevea brasiliensis) Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, namun karet alam tetap diperlukan dalam industri ban dan bahan baku penting bagi berbagai industri termasuk otomotif dan militer (Fatimah, 2006). Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis.
(Anonim, 2008a)
4
A. Lateks Lateks kebun hasil dari penyadapan pohon Hevea brasiliensis adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan dan berbau segar. Lateks merupakan cairan sitoplasmik kompleks yang mengandung karet dan bahan bukan karet serta partikel – partikel yang tersuspensi di dalam serum. Kadar karet kering lateks kebun berkisar 30-45% dari total lateks dan kadar bahan bukan karet antara 3-5%, sementara sisanya adalah air, yakni sekitar 50-67% (Solichin, 2000). Lateks juga mengandung bahan-bahan seperti resin, abu, dan gula dengan komposisi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi lateks Hevea brasiliensis Jenis komponen
Kandungan (%)
Karet
30-35
Resin
0,5-1,5
Protein
1,5-2,0
Abu
0,3-0,7
Gula
0,3-0,5
Air
55-60
(Suparto, 2002) Lateks yang dewasa ini digunakan untuk pembuatan berbagai barang jadi karet berasal dari tanaman karet alam (Hevea brasiliensis). Lateks mengandung sekitar 25-40% karet dan 60-75% serum (air dengan zat-zat yang terlarut di dalamnya). Bahan karet mentah antara lain mengandung 90-95% polimer isoprena, 2-3% protein, 1-2% asam-asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5% garamgaram mineral (Loo, 1980).
5
Lateks adalah hasil fotosintesis dalam bentuk sukrosa ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks (Manitto, 1960). Lateks merupakan suatu koloid, yaitu bagian-bagian yang sangat kecil yang terdispersi dalam serum. Bagian yang didispersikan terutama terdiri dari butirbutir karet yang sangat kecil dan dikelilingi oleh satu lapisan protein yang tipis dan menyebabkan lateks menjadi stabil. Apabila kemantapan bagian-bagian koloidal tersebut berkurang, maka terjadi penggumpalan yaitu satu bagian yang berukuran lebih besar (Barney, 1973). Lateks yang dapat mengalami proses penggumpalan alami. Proses penggumpalan alami terjadi antara lain apabila lateks yang baru disadap dari pohon karet dibiarkan tanpa penambahan bahan pengawet sehingga terbentuk asam di dalam lateks, yang disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam lateks sehingga lateks menjadi tidak mantap. Penggumpalan atau koagulasi lateks merupakan peristiwa perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan bahan penggumpal yang dinamakan koagulan (Barney, 1973). Pencegahan koagulasi lateks dapat dilakukan dengan menambahkan antikoagulan yang banyak digunakan seperti natrium karbonat, amoniak, natrium sulfit, dan formaldehid. Amoniak banyak digunakan dan umumnya memberikan hasil yang memuaskan, apabila digunakan pada dosis yang tepat (Loo, 1980).
B. Karet Alam Karet alam mempunyai bobot molekul antara 200.000-400.000 dan bobot jenisnya 0,92. Adanya rantai molekul pendek menyebabkan daya rekat yang tinggi. Karet alam adalah polimer berbobot molekul tinggi dari isoprena yang mempunyai konfigurasi cis-1,4-isoprena (Honggokusumo, 1978). Molekul karet tidak seluruhnya terdiri dari hidrokarbon karet, tetapi juga mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet seperti lemak, glikolipid, fosfolipid, protein, karbohidrat, bahan-bahan organik dan lain-lain (Abednego, 1990). Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena ditunjukkan pada Gambar 2 dan komposisi yang terkandung dalam karet alam ditunjukkan pada Tabel 2.
6
H 3C
H C
(Z )
H 3C C
C
H 2C
H
CH2
H 2C
(Z )
C CH2
n
Gambar 2. Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena (Honggokusumo, 1978). Tabel 2. Komposisi kimia karet alam Material
Kandungan (%)
Hidrokarbon Karet
95.7
Lemak
2.4
Glikolipid, Fosfolipid
1.0
Protein
2.2
Karbohidrat
0.4
Bahan Organik
0.2
Lain-lain
0.1
Total
100
(Arizal, 1990) Karet alam merupakan senyawa hidrokarbon yang tersusun oleh monomer isoprena yang membentuk rantai-rantai panjang. Rantai-rantai panjang dari isopren disebut polimer dari isoprena yang mempunyai bobot molekul rata-rata 200.000-400.000. Unit monomer isoprena terikat sebagai ikatan kepala ke ekor (Triwijoso dan Oerip, 1989). Karet alam lama kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras. Karet alam yang sudah direaksikan dengan hidroksilamin sehingga tidak mengeras selama penyimpanan dan disebut karet CV (constant viscosity). Karet alam dapat mengkristal pada suhu rendah dan bila ini terjadi, diperlukan pemanasan karet sebelum diolah pabrik barang jadi karet (anonim, 2008b).
7
Struktur kimia molekul karet alam, lapisan protein dan fosfolida yang terikat secara kimia pada molekul karet alam, serta gambaran secara umum partikel karet alam adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 3. Struktur molekul karet alam (Hevea brasiliensis)
Gambar 4. Partikel karet alam (Hevea brasiliensis)
8
C. Kemantapan Lateks Kemantapan lateks dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu gerak Brown, muatan listrik dan hidrasi. Gerak Brown adalah ciri khas dari partikel berukuran kecil dalam suspensi yang bergerak secara tidak beraturan. Partikel-partikel di dalam lateks berukuran koloidal, sehingga gerak Brown cukup besar untuk melawan gaya tarik bumi. Pergerakan tersebut menyebabkan partikel karet tidak berkelompok dan memisah dari serum. Gerak Brown menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel, tetapi tidak saling melekat melainkan tolak menolak karena muatan listriknya sama (Glathe, 1959). Penurunan muatan listrik dikarenakan oleh penurunan pH lateks, penambahan larutan elektrolit, penambahan enzim dan penambahan zat aktif permukaan. Proses penggumpalan tersebut dapat terjadi karena terbentuknya asam dan pecahnya lutoid. Terbentuknya asam disebabkan karena pertumbuhan mikroba yang menguraikan karbohidrat, protein dan lipid di dalam lateks. Karbohidrat merupakan makanan utama bagi mikroba khususnya quebrachitol yang terdapat pada serum lateks. Mikroba tersebut dapat mengubah karbohidrat menjadi asam asetat dan asam format dengan bantuan oksigen. Asam-asam yang termasuk asam esteris tersebut menyebabkan lateks menjadi tidak mantap. Untuk mencegah penggumpalan alami perlu ditambahkan bahan pengawet ke dalam lateks (Glathe, 1959).
D. Viskositas Mooney Viskositas karet alam dinyatakan sebagai viskositas Mooney yang menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau bobot molekul serta derajat pengikatan silang molekulnya (Solichin, 2000). Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin keras. Derajat pengikat silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi, sehingga akan meningkatkan nilai viskositas Mooney karet alam (Refrizon, 2003).
9
Pengukuran viskositas Mooney dilakukan dengan Mooney viscometer, yaitu berdasarkan pengukuran gesekan rotor (shearing torque) pada karet padat yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan sampel karet di atas dan di bawah rotor yang bergerak. Mooney viscometer pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran shear viscocity yang dirancang dengan strain rate : ±1,5 detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 100oC selama 1 menit kemudian dilanjutkan periode shear selama 4 menit (ML (1+4)’100). Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 100oC (Solichin, 2000). Nilai viskositas Mooney berlawanan dengan nilai plastisitas, sebab semakin plastis sampel karet yang diuji maka semakin cepat rotor berputar, yang berarti tenaga yang dibutuhkan untuk memutar rotor semakin kecil. Hal ini menunjukkan viskositasnya rendah. Pengukuran viskositas Mooney sama dengan pengukuran gesekan antara rotor oleh suatu tenaga dengan karet sebagai tahanannya (Refrizon, 2003). Karet alam dengan viskositas Mooney mantap dikehendaki oleh konsumen sebab dengan viskositas mantap tidak diperlukan proses premastikasi yang memerlukan energi sebesar 33-35% dari total energi yang diperlukan untuk pembuatan kompon barang jadi karet (Refrizon, 2003). Dengan adanya proses tanpa premastikasi akan meningkatkan hampir dua kali kapasitas (output) dalam pencampuran kompon. Disamping itu juga akan meningkatkan konsistensi dalam pencampuran kompon dan viskositas dari karet kompon tersebut, sehingga dapat mengurangi kegagalan mutu selama pengolahan menjadi barang jadi karet. Ikatan silang dari gugus aldehid pada rantai poliisoprena satu dengan gugus aldehid pada rantai poliisoprena yang lain menyebabkan terjadinya pengerasan pada karet (storage hardening). Adanya storage hardening menyebabkan peningkatan nilai viskositas Mooney pada karet (Bristow, 1974). Hal ini tidak disukai oleh konsumen karena konsumen menginginkan karet mentah yang mempunyai viskositas mantap. Senyawa yang biasa digunakan selama ini untuk mencegah reaksi ikatan silang pada rantai polimer karet adalah Hidroksilamin Netral Sulfat (HNS). HNS
10
merupakan senyawa yang cukup reaktif untuk mencegah reaksi ikatan silang dari gugus aldehid dan paling banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet alam secar komersial. Namun cara aplikasinya adalah berupa larutan 10% HNS dalam air. Pelarutan HNS dalam air akan melepaskan kembali molekul asam sulfat yang bersifat korosif, sehingga dalam aplikasinya menyebabkan kerusakan terhadap berbagai peralatan dan mesin-mesin pada proses pembuatan SIR 20 seperti mesin kreper, ekstruder dan mesin pengering. Oleh karena itu pelarutan HNS dalam air sebaiknya dihindari (Budianto et al., 2007).
E. Merkaptan Senyawa baru yang diperkirakan dapat digunakan untuk membuat karet viskositas mantap adalah merkaptan. Merkaptan atau sering juga disebut tiol adalah analog belerang dari suatu alkohol. Merkaptan mempunyai rumus umum RSH dengan gugus –SH disebut gugus tiol atau gugus sulfhidril. Di dalam analisis mutu karet remah senyawa merkaptan biasanya digunakan sebagai peptizer dengan nama dagang Cureo-TS. Sama halnya dengan alkohol, tiol atau merkaptan dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa yang lainnya, diantaranya dengan senyawa karbonil, alkil halida, zat pengoksida, dan sebagainya.
Namun pada bagian ini akan lebih
difokuskan pada reaksi antara merkaptan dengan senyawa karbonil. Merkaptan dapat bereaksi dengan gugus karbonil baik aldehid maupun keton.
Produk yang diperoleh dari reaksi dengan aldehid disebut merkaptal
(tioasetal) dan yang dihasilkan dari keton disebut merkaptol (tioketal). Reaksi antara merkaptan dengan keton dapat dilihat pada Gambar 5. SR
OH C
O
+
RSH
C
SR
RSH ZnCl2/HCl
C
SR
+ H2O
Gambar 5. Reaksi antara merkaptan dengan keton membentuk merkaptol (Gilman, 1953).
11
Partikel karet di dalam lateks mengandung gugus aldehid yang terikat pada rantai cis poliisoprena karet alam. Gugus aldehid pada karet ini diperkirakan dapat bereaksi dengan gugus merkaptan. Gugus aldehid akan bereaksi dengan merkaptan membentuk hemi merkaptal. Senyawa ini akan bereaksi lebih lanjut dengan merkaptan membentuk merkaptal. Mekanisme reaksi dari pembentukan hemi merkaptal dan merkaptal dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini: (1) :OH+
:O : CH3
H
CH
+
CH3
CH
.. RSH ..
OH CH3
OH -H
CH
+
CH3
RSH +
CH RS
hemi merkaptal
(2) .. :OH CH3
OH2+ H+
CH
CH3
RS: ..
RS RS -H
CH
+
-H2O
CH3
CH
.. RSH ..
RSH CH3
:SR +
CH
RS
+
CH3
CH
RS merkaptal
Gambar
6.
Mekanisme reaksi penyerangan gugus merkaptan kepada gugus aldehid: (1) terbentuk hemi merkaptal terlebih dahulu dan (2) terbentuk merkaptal yang dapat menyebabkan gugus aldehid menjadi tidak aktif (Gilman, 1953).
Jika dalam pengolahan karet digunakan peptizer sebagai pelunak maka secara tidak langsung penggunaan peptizer tersebut dapat membuat karet menjadi mantap karena gugus tiol akan memblokade gugus aldehid membentuk tioasetal sehingga tidak akan terbentuk gel. Akibatnya viskositas karet tidak akan mengalami peningkatan selama penyimpanan sehingga karet menjadi mantap.
12
F. Proses Storage Hardening Selama pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan dari negara produsen ke negara konsumen, viskositas Mooney karet alam akan mengalami kenaikan secara spontan dan tidak dapat balik (irreversibel) sehingga karet menjadi lebih keras. Gejala diatas disebut storage hardening, dan terjadi karena reaksi ikatan silang antara gugus aldehid pada rantai poliisoprene (1-6 per-rantai) dengan gugus aldehid terkondensasi yang ada didalam bahan bukan karet. Storage hardening (pengerasan karet selama penyimpanan) ditunjukkan dengan kenaikan nilai viskositas Mooney (Refrizon, 2003). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang storage hardening, beberapa hal yang sudah dapat diidentifikasi secara jelas adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Proses storage hardening akan dipercepat pada kondisi kelembaban yang rendah. Hal ini yang mendorong dikembangkan pengujian pengerasan selama penyimpanan yang dipercepat atau Accelerated Storage hardening Test (ASHT) dengan menggunakan bahan kimia P2O5 untuk menyerap air. ASHT adalah mengukur jumlah maksimum karet menjadi keras (hardening) selama penyimpanan pada kondisi normal. Sampel karet mempunyai nilai kenaikan ASHT sebanyak 8 unit atau kurang (setara dengan kenaikan nilai VR sebanyak 9-12 unit), akan dinyatakan sebagai karet viskositas mantap. Namun dalam kondisi penyimpanan yang sebenarnya kenaikan nilai VR akan jauh lebih kecil dari 9-12 unit. Misalkan SMR CV (viskositas mantap) yang disimpan selama lima tahun hanya mengalami kenaikan nilai VR sebanyak 4-8 unit sedangkan SMR L (viskositas tidak mantap) mengalami kenaikan sebanyak 15-19 unit (Refrizon, 2003). 2. Beberapa regensia yang mengandung senyawa amina misalnya hidroksilamin dapat mencegah proses storage hardening apabila ditambahkan ke dalam lateks dalam jumlah yang cukup sebelum lateks digumpalkan. Proses storage hardening dikatalis oleh adanya asam-asam amino di dalam lateks. Hipotesis untuk menjelaskan mekanisme terjadinya reaksi storage hardening adalah
13
karena ikatan silang antara gugus aldehid pada rantai poliisoprene dengan gugus aldehid terkondensasi yang ada di dalam bahan bukan karet atau yang terdapat pada rantai poliisoprene yang lain. Reaksi yang mungkin terjadi adalah seperti pada Gambar 7 (Refrizon, 2003): (a)
Kemungkinan lain adalah reaksi antara gugus aldehid dan α-metil dari rantai utama poliisoprene : (b)
Gambar 7. Mekanisme terjadinya reaksi storage hardening : (a) reaksi ikatan silang antara gugus aldehid pada rantai poliisoprene dengan gugus aldehid pada rantai polimer karet dan (b) reaksi antara gugus aldehid dan α-metil dari rantai utama poliisoprene. Pengeringan karet yang bertujuan untuk menghilangkan air akan menyebabkan bertambahnya intensitas interaksi ion sehingga meningkatkan densitas ikatan silang. Selama penyimpanan dalam keadaan kering, reaksi ikatan silang yang terjadi akan semakin dipercepat sampai jenuh (maksimum). Hal inilah yang menyebabkan disebut dengan storage hardening (Refrizon, 2003).
14
G. Ekstruder Ekstruder
memiliki
banyak
jenis
ukuran,
bentuk
dan
metode
pengoperasian. Sebagian ekstruder ada yang dioperasikan secara hidrolik yang dalam ekstruder tersebut terdapat piston berperan untuk mendorong adonan (dalam penelitian ini adalah karet) melalui lubang pencetak (die) yang terletak pada ujung ekstruder. Terdapat pula ekstruder tipe roda, dimana bahan didorong keluar atas hasil kerja dua roda yang saling berputar. Kemudian yang telah banyak dikenal saat ini ialah ekstruder tipe ulir (screw) dimana putaran ulir akan memompa bahan keluar melalui die. Ekstruder digunakan pada pengolahan bahan makanan karena ekstruder mampu menghasilkan energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan. Ekstruder mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang dengan bentuk tertentu. Ekstruder mampu melakukan proses pencampuran dengan baik yang bertujuan agar bahan homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994).
a
b
c
Gambar 8. (a, b) Mesin ekstruder dan (c) Bagian dalam mesin ekstruder Secara khusus terdapat proses ekstrusi dengan menggunakan suhu dan tekanan cukup tinggi yang dinamakan ekstrusi HTST (High Temperature Short Time) dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi. Terdapat tiga zona proses yang diketahui dari tipe ekstrusi ini. Pertama, ialah zona pemasukan bahan (feed zone), dimana bahan disesuaikan kandungan airnya atau dapat juga diberi perlakuan pemanasan awal untuk mempersiapkan bahan memasuki tahap pencampuran dan penggilingan tetapi masih tanpa proses pemasakan. Kedua, ialah pemasakan (cooking zone), dimana produk diaduk, dicampur, dimasak, dan
15
digiling menjadi produk yang sesuai dengan produk yang kehendaki konsumen. Produk yang dihasilkan dari zona ini pada umumnya bersifat plastis/kenyal. Ketiga, ialah zona die, pada zona ini suhu di dalam bahan bertambah tinggi, kandungan air menguap dan membentuk gelembung udara yang akan menyebabkan mengembangnya produk hasil ekstrusi (Holmes, 2007).
16
III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks kebun. Lateks kebun diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Teknologi Karet yang ada di daerah Ciomas-Bogor. Bahan lain yang berfungsi sebagai pembantu adalah amoniak (NH3), surfaktan emal/emulgen, Cureo TS, aseton, khloroform, ZnCl2, HCl, P2O5 dan Aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak plastik, crepper, neraca, ekstruder, alat penyemprot, pengaduk (agitator), oven, desikator, neraca analitik, cawan alumunium, peralatan gelas, pH meter, sokhlet, gunting, Wallace punch, Wallace rapid plastimeter, mesin kempa hidrolik, piringan komparator, dan viscometer Mooney. Pada Gambar 7 diperlihatkan mesin penggiling krep dan blending machine.
a
b Gambar 9. (a) Mesin penggiling Krep ( Creep Machine) besar dan kecil dan (b) Blending Machine
17
B. TATA LAKSANA PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa yang dicampurkan ke dalam karet sehingga karet tidak terjadi storage hardening pada saat disimpan. Percobaan pada fase lateks menggunakan lateks kebun yang terlebih dahulu ditentukan KKK (Kadar Karet Kering). Lateks yang telah diambil dari kebun di bagi ke dalam baki sebanyak 11 baki ( @ 2 liter), dicampurkan larutan asap cair 5 %, Cureo TS + emulgen 5 %, asap cair + emulgen + Cureo TS 5 %, masing-masing 25 ml, 50 ml, dan 75 ml. Lateks kemudian dibiarkan menggumpal selama tiga hari sampai terbentuk koagulum. Setelah tiga hari koagulum digiling sebanyak 10 kali, kemudian dikeringkan di dalam oven selama 1,5 jam pada suhu 110 ºC. Karet krep yang diperoleh di uji sifat-sifat teknisnya meliputi Po (plastisitas awal), PRI (Plasticity Retention Indeks), ASHT (Accelerated Strorage Haredening Test), dan uji viskositas Mooney. Percobaan pada fase padat, lateks sebanyak 10 liter terlebih dahulu ditentukan kadar karet keringnya kemudian dibagi ke dalam tujuh baki (@ 1,5 liter) dan didiamkan selama 10 hari. Setelah terjadi koagulasi selama 10 hari karet yang sudah menggumpal digiling sebanyak 10 kali dan dimasukkan ke dalam oven selama dua jam pada suhu 110 ºC. Krep yang diperoleh diberi perlakuan dengan larutan asap cair 5 %, Cureo TS + emulgen 5 %, asap cair + emulgen + Cureo TS 5 %, masing-masing 25 ml, 50 ml, dan 75 ml dan selanjutnya direaksikan dalam ekstruder. Karet yang telah direaksikan diuji sifat-sifat teknisnya meliputi Po (plastisitas awal), PRI (Plasticity Retention Indeks), ASHT (Accelerated Strorage Haredening Test) dan uji viskositas Mooney. 2. Penelitian Utama Hasil penelitian pendahuluan dengan menggunakan emulsi Cureo TS 10% digunakan pada penelitian utama, dengan dosis 0 %, 5%, 10%, dan 15%.
18
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Cureo TS pada variasi suhu (100 0C, 120 0C, 140 0C) dan waktu (3 menit, 4 menit, 5 menit) terhadap kemantapan karet. Lateks kebun sebanyak
12 liter ditentukan kadar karet keringnya
(antara 30% -35%), kemudian dibagi ke dalam 12 baki (@ 1 liter) dan dibiarkan menggumpal sampai membentuk koagulum selama 10 hari. Koagulum digiling sebanyak 10 kali sehingga menjadi lembaran-lembaran krep, kemudian dikeringkan didalam oven selama 1,5 jam pada suhu 110 0C. Krep yang diperoleh digiling sebanyak enam kali kemudian ditimbang 150 gr sebanyak 72 krep. Setelah ditipiskan disemprotkan larutan Cureo TS dengan variasi dosis 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 %, dan didiamkan selama 10 menit. Karet yang telah diberi perlakuan dipotong-potong selebar 12 cm, kemudian direaksikan didalam ekstruder dengan variasi suhu (100 0C, 120 0C, 140 0C) dan variasi waktu ( 3 menit, 4 menit, 5 menit). Percobaan tersebut dilakukan secara duplo. Kemudian setiap karet hasil percobaan diuji sifat teknisnya meliputi Po (plastisitas awal), PRI (Plasticity Retention Indeks), ASHT (Accelerated Strorage Haredening Test) dan uji viskositas Mooney.
a
b Gambar 10. (a) Krep yang sudah dioven dan (b) Karet yang sudah diekstruder
19
Lateks Kebun - ditambah asam format. Koagulum - digiling. Krep - dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC sampai kering (tidak ada lagi wet spotnya). - didinginkan dalam desikator. - Ditimbang bobotnya KKK dihitung dengan rumus: W1 % KKK =
X 100% W2
W1 = bobot sampel W2 = bobot krep kering
Gambar 11. Diagram uji Kadar Karet Kering (KKK)
20
Lateks kebun
lateks digumpalkan
larutan cureo TS
Mesin ekstruder
krep yang sudah dioven
karet yang sudah diekstruder
digiling menjadi lembaran krep
krep dikeringkan
karet digiling
Diuji secara kimia dan fisika
Gambar 12. Ilustrasi Foto pada Proses Penelitian Utama
21
3. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor, yaitu faktor A (dosis penambahan Cureo TS) dengan tiga variasi dosis (5%, 10%, 15%, faktor B (waktu) dengan tiga variasi waktu (3 menit, 4 menit, 5 menit) dan faktor C (suhu) dengan tiga variasi suhu (100 0C, 120 0C, 140 0C) dengan dua kali ulangan (duplo). Model rancangan percobaan adalah : (Walpole, 1995) Yijkl= µ + Rn + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (BC)jk + (AC)ik + (ABC)ijk + ε l(ijk) Dimana : Yijkl
= variabel respon hasil observasi ke n yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-I faktor A (dosis Cureo TS), taraf ke-j faktor B (waktu), taraf ke-k faktor C (suhu)
µ
= rata-rata yang sebenarnya
Rn
= ulangan ke-n
Ai
= efek taraf ke-i faktor A
Bj
= efek taraf ke-j faktor B
Ck
= efek taraf ke-k faktor C
(AB)ij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B (BC)jk = efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C (AC)ik = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor C (ABC)ijk = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B dan taraf-k faktor C ε k(ij)
= kekeliruan dikarenakan oleh kombinasi perlakuan
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Uji pendahuluan karet dalam fase cair Uji pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan dalam fase cair dengan menambahkan asap cair 5% (0 ml, 25 ml, 50 ml, dan 75 ml), emulsi Cureo TS (0 ml, 25 ml, 50 ml, dan 75 ml), asap cair 5% + emulsi Cureo TS 5% (0 ml, 25 ml, 50 ml dan 75 ml). 106 104
100
VR
98 96 94 0
25
50
75
asap cair 5%
0
25
50
75
emulsi Cureo TS 5%
0
25
50
Unit
Unit
102
71 70 69 68 67 66 65 64 63 62
75
Po
0
emulsi Cureo TS dan asap cair 5%
25
50
75
asap cair 5%
Variasi bahan kimia dan dosis yang ditambahkan pada karet
0
50
75
0
25
50
75
emulsi Cureo TS dan asap cair 5%
Variasi bahan kimia dan dosis yang ditambahkan pada karet
a
b
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
30 25 20
PRI
Unit
Unit
25
emulsi Cureo TS 5%
15
ASHT
10 5 0
0
25
50
asap cair 5%
75
0
25
50
75
emulsi Cureo TS 5%
0
25
50
75
0
emulsi Cureo TS dan asap cair 5%
25
50
75
asap cair 5%
Variasi bahan kimia dan dosis yang ditambahkan pada karet
0
25
50
75
emulsi Cureo TS 5%
0
25
50
75
emulsi Cureo TS dan asap cair 5%
Variasi bahan kimia dan dosis yang ditambahkan pada karet
c
d
Gambar 13. Histogram (a) VR, (b) Po, (c) PRI dan (d) ASHT dengan penambahan asap cair 5%, emulsi Cureo TS 5% dan emulsi Cureo TS 5% + asap cair 5% Dari histogram diatas dapat dilihat bahwa ada perubahan terhadap karet setelah ditambahkan asap cair 5% dan Cureo TS 5%, namun nilai yang di dapat tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, dapat dilihat bahwa nilai VR dan ASHT terlalu besar, hal tersebut bisa saja disebabkan karena konsentrasi asap cair dan Cureo TS yang ditambahkan terlalu sedikit. Selain itu pada saat pengujian karet tidak langsung diuji pada hari yang sama sehingga karet mengalami
23
pengerasan dan hal tersebut menyebabkan nilai ASHT dan VR karet meningkat. Berdasarkan Standard Indonesian Rubber tahun 1998 pada Lampiran 6 nilai maksimal VR adalah 75 dan nilai ASHT maksimal adalah delapan atau sama dengan delapan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh tidak dapat memenuhi estándar SIR tahun 1998.
b. Uji pendahuluan karet dalam fase cair dengan lama pengadukan tiga menit. 100
66 64
95
VR 85
Unit
Unit
62
90
60 Po 58 56
80
54
75
5
5,5
6
6,5
0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75
0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75
52
7
5
Variasi pH pada karet dan dosis Cureo TS
5,5
a
6,5
7
b
90
30
85
25 20
80 PRI 75
Unit
Unit
6
Variasi pH pada karet dan dosis Cureo TS
15
ASHT
10
70
5
65
5
5,5
6
6,5
Variasi pH pada karet dan dosis Cureo TS
7
0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75
0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0 25 50 75
0
5
5,5
6
6,5
7
Variasi Ph pada karet dan dosis Cureo TS
c
d
Gambar 14. Histogram (a) VR, (b) Po,(c) PRI dan (d) ASHT dengan variasi pH dan dosis Cureo TS pada waktu tiga menit Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa penambahan Cureo TS dengan variasi pH mempengaruhi nilai viskositas Mooney, Po, PRI dan ASHT karet, tetapi nilai yang didapat tidak memenuhi standar SIR tahun 1998 dengan mengacu pada nilai SIR 20. Waktu yang digunakan untuk menghomogenkan karet dalam fase cair yang ditambahkan Cureo TS dengan menggunakan mixer terlalu lama sehingga lateks lebih cepat menggumpal yang menyebabkan Cureo TS tidak tercampur dengan
24
sempurna. Selain faktor teknis juga mempengaruhi nilai ASHT, Po, PRI dan viskositas Mooney karet dimana pada saat lateks diambil dari Kebun Percobaan yang berlokasi di daerah Ciomas-Bogor, lateks terlalu banyak mengandung air karena diambil pada saat musim hujan sehingga menyebabkan lateks cepat menggumpal dan koagulum yang dihasilkan lebih sedikit. Hal tersebut menyebabkan nilai ASHT, Po, PRI dan viskositas Mooney karet terlalu besar. Dari data di atas dapat dilihat bahwa karet yang dicampur Cureo TS pada fase lateks nilai kemantapannya tidak stabil, hanya terjadi perubahan yaitu nilai viskositas Mooney karet naik turun tetapi tidak sesuai dengan SIR 20 tahun 1998.
c. Uji pendahuluan pembuatan karet dalam fase padat menggunakan ekstruder dan banbury 120 100 Unit
Po
80
PRI
60
ASHT
40
Viskositas Mooney
20 0 kontrol
Emulgen 2%
Asap Cair 5%
Emulsi Cureo TS 5%
Emulsi Cureo TS dan Asap Cair 5%
Cureo TS 5% dalam Aseton
Bahan kimia yang ditambahkan pada karet
Gambar 15. Histogram Po, PRI, ASHT dan viskositas Mooney dengan variasi bahan kimia yang ditambahkan pada karet dengan menggunakan ekstruder 120 100
Unit
80
kontrol
60
Cureo TS 5% dalam Aseton
40 20 0 VR
Po
PRI
ASHT
Gambar 16. Histogram VR, Po, PRI dan ASHT dengan Cureo TS 5% dalam Aseton dengan menggunakan Banbury
25
Dari Gambar 15 dan 16 dapat dilihat bahwa nilai viskositas Mooney yang didapat lebih rendah dengan menggunakan ekstruder daripada dengan menggunakan banbury, oleh sebab itu dalam penelitian utama alat untuk mereaksikan antara karet dengan Cureo TS adalah ekstruder.
d. Accelerated Storage Hardening Test (ASHT) Pengujian pengerasan selama penyimpanan yang dipercepat atau ASHT dilakukan dengan menggunakan plastimeter Webber, dimana sampel uji di oven terlebih dahulu dengan P2O5 yang dapat menyerap air. ASHT adalah mengukur jumlah maksimum karet menjadi keras untuk karet viskositas mantap selama penyimpanan dalam kondisi normal. Menurut Refrizon (2003), apabila suatu sampel karet mempunyai nilai kenaikan ASHT sebanyak delapan unit atau kurang (setara dengan kenaikan nilai VR sebanyak 9-12 unit), akan dinyatakan sebagai karet viskositas mantap. Nilai tersebut menunjukkan bahwa karet yang telah disemprotkan Cureo TS mengalami peningkatan kemantapan viskositas. 12 10
ASHT
8
3 Menit
6
4 Menit
4
5 Menit
2 0 0
5
10
100
15
0
5
10 15
0
5
120
10
15
140
Dosis cureo TS pada suhu 100o C, 120o C dan 140o C
Gambar 17. Histogram ASHT pada suhu 100oC, 120o C dan 140oC dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada perubahan yang terjadi terhadap kemantapan karet setelah ditambahkan Cureo TS. Berdasarkan pada
26
Lampiran 12 hasil Analisa Keragaman dapat disimpulkan bahwa penambahan Cureo TS, suhu ekstruder dan waktu digunakan pada ekstruder untuk menghomogenkan karet berpengaruh terhadap kemantapan karet pada α = 0.05, sedangkan interaksi antara ketiga faktor yaitu dosis Cureo TS, suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ASHT pada α = 0.05. 12 10 8 ASHT 6 4 2
3 menit 4 menit 5 menit
0 0
5
10
15
Dosis Cureo TS (%)
Gambar 18. Gafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 100 0C Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan karet dengan Cureo TS dalam ekstruder mempengaruhi kemantapan karet, nilai ASHT yang diperoleh sebagian besar berada di bawah delapan, tetapi ada sebagian nilai yang didapat tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Berdasarkan perlakuan dari ketiga variasi waktu dapat dilihat nilai ASHT yang baik yaitu pada waktu lima menit. Nilai ASHT yang diperoleh pada waktu lima menit tersebut dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% berturut-turut semakin menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menghomogenkan karet pada ekstruder maka semakin sempurna reaksi yang terjadi pada waktu proses ekstruksi antara Cureo TS dan karet. Pada gambar histogram dengan suhu 100 oC di atas dapat dilihat juga bahwa sebagian karet mengalami perubahan nilai ASHT setelah direaksikan dengan Cureo TS. Karet yang nilai ASHTnya berada di bawah delapan atau sama dengan delapan dapat dinyatakan sebagai karet viskositas mantap.
27
12 10 8 ASHT
3 menit
6 4 2
4 menit 5 menit
0 0
5
10
15
Dosis Cureo TS (%)
Gambar 19. Grafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 120 0C Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa penambahan Cureo TS dengan suhu 120 0C mempengaruhi kemantapan karet, tetapi ada nilai ASHT yang diperoleh melebihi delapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemantapan karet semakin menurun. Kenaikan nilai ASHT yang mencapai angka 11.00 tersebut disebabkan suhu 120 0C pada ekstruder yang tinggi menyebabkan karet semakin matang sehingga karet mulai mengalami kerusakan akibat terlalu tingginya suhu, sehingga kemantapan karet semakin menurun. Pada suhu 120 oC, nilai ASHT yang diperoleh semakin meningkat, namun pada waktu lima menit dengan penambahan dosis Cureo TS 15 % nilai ASHT kembali naik menjadi enam. Hal tersebut disebabkan karena karet terlalu lama di dalam ekstruder dengan suhu yang tinggi sehinggga karet semakin plastis. Jika karet semakin plastis maka nilai viskositasnya semakin menurun yang menyebabkan nilai ASHTnya semakin baik yaitu berada di bawah delapan yang menandakan bahwa karet semakin mantap setelah ditambahkan Cureo TS. Pada waktu lama reaksi empat menit nilai ASHT ada yang berada di atas delapan hal ini disebabkan karena penambahan Cureo TS terlalu sedikit yaitu 5% sehingga pada saat direaksikan di dalam ekstruder karet tidak tercampur dengan sempurna dengan Cureo TS.
28
12 10 8 ASHT
3 menit
6 4 2
4 menit 5 menit
0 0
5
10
15
Dosis Cureo TS (%)
Gambar 20. Grafik pengaruh penambahan Cureo TS terhadap ASHT pada suhu 140 0C Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa suhu 140 0C terlalu tinggi untuk karet, sehingga menyebabkan karet terlalu matang dan rusak. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai ASHT ada yang mencapai angka 11.00 disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi pada ekstruder sehingga karet yang dimasukkan ke dalam ekstruder terlalu lunak yang mengakibatkan karet rusak. Nilai 11.00, 10.25, dan 8.75 adalah nilai ASHT karet yang tidak ditambahkan Cureo TS, setelah ditambahkan Cureo TS nilai ASHT menurun sampai dibawah angka delapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Cureo TS dapat meningkatkan kemantapan karet. Dapat diketahui juga bahwa semakin tinggi suhu pada ekstruder maka nilai ASHT semakin menurun semakin lama waktu reaksi dalam ekstruder maka nilai ASHT juga semakin menurun.
e. Viskositas Mooney Karet viskositas Mooney mantap dikehendaki oleh konsumen karena tidak memerlukan proses premastikasi yang memerlukan energi sebesar 33-35% dari total energi yang diperlukan untuk pembuatan kompon barang jadi karet (Refrizon, 2003). Untuk menghindari adanya reaksi ikatan silang gugus aldehid, dilakukan penambahan bahan kimia yang mampu mengikat gugus aldehid, bahan kimia yang biasa digunakan adalah hidroksilamin netral sulfat (HNS). Namun dalam
29
penelitian ini bahan kimia yang ditambahkan adalah Cureo TS. Berdasarkan pada Lampiran 12 hasil Analisa Keragaman dapat disimpulkan bahwa penambahan Cureo TS, suhu ekstruder dan waktu digunakan pada ekstruder untuk menghomogenkan karet tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas Mooney karet pada α = 0.05.
Viskositas Mooney
94 92 90
3 Menit
88
4 Menit
86
5 menit
84 82 80 0
5
10 15
0
100
5
10 15
0
120
5
10 15
140 o
o
Dosis Cureo TS pada suhu 100 C, 120 C, dan 140o C
Gambar 21. Grafik Viskositas Mooney pada suhu 100oC, 120o C dan 140oC dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai viskositas Mooney karet terlalu besar yaitu antara 80-90 sehingga tidak terlihat pengaruh penambahan Cureo TS terhadap kemantapan karet. Pengaruh Cureo TS terhadap kemantapan karet tidak terlihat pada uji viskositas Mooney, sehingga pengaruh penambahan Cureo TS diobservasi dari uji
ASHTnya. Setelah diuji nilai ASHT yang
diperoleh sebagian besar di bawah delapan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh penambahan Cureo TS terhadap kemantapan karet karena menurut Standard Indonesia Rubber, nilai uji ASHT maksimal adalah delapan. Oleh sebab itu penelitian ini dilanjutkan dengan menguji nilai ASHT karet.
30
f. Plastisitas awal (Po) Menurut Standard Indonesia Rubber, Po minimal adalah 30 yang mengacu pada SIR 20. Dari histogram dibawah dapat dilihat bahwa nilai Po sudah sesuai dalam Standard Indonesia Rubber yaitu antara 30-40. Nilai Po ratarata di antara 40-50. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan Cureo TS mempengaruhi kemantapan karet. 60 50 Po
40
3 Menit
30
4 Menit
20
5 Menit
10 0 0
5
10 100
15
0
5
10
15
0
5
120
Dosis Cureo TS pada suhu 100
10
15
140 o
o
C, 120 C dan 140 oC
Gambar 22. Histogram Po pada suhu 100oC, 120o C dan 140oC dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada semua perlakuan nilai Po berkisar antara 43 hingga 53, sedangkan nilai Po untuk kontrol adalah antara 46.5 hingga 53. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai Po mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontrol. Penurunan nilai Po terjadi pada suhu 140 oC, dengan dosis Cureo TS 15 % dan waktu 5 menit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencampur Cureo TS dengan karet maka kemantapan karet akan semakin menurun. Berdasarkan pada Lampiran 12 hasil Analisa Keragaman dapat disimpulkan bahwa penambahan Cureo TS, suhu ekstruder dan waktu digunakan pada ekstruder untuk menghomogenkan karet tidak berpengaruh nyata terhadap Po karet pada α = 0.05.
31
g. Plasticity Retention Index (PRI) Nilai ∆P menunjukkan selisih plastisitas karet sebelum dan sesudah pengerasan sebagai akibat dari penyimpanan yang dipercepat. Dari gambar histogram di bawah secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai PRI rata-rata adalah diantara 40-50. 60 50 40 PRI
3 Menit 4 Menit 5 Menit
30 20 10 0 0
5 10 15 0 100
5
10 15 0
120
5 10 15 140
o
Dosis Cureo TS pada suhu 100 C, 120 140 oC
o
C dan
Gambar 23. Histogram PRI pada suhu 100oC, 120o C dan 140oC dengan variasi dosis Cureo TS 0%, 5%, 10%, dan 15% Berdasarkan data hasil percobaan, penambahan Cureo TS menyebabkan nilai PRI karet alam lebih rendah dari kontrol karena kemungkinan Cureo TS selain memblokade gugus karbonil yang ada pada karet alam sehingga gugus karbonil tersebut tidak aktif lagi untuk membentuk rantai-rantai karbon yang lebih panjang, juga dapat membuat rantai polimer menjadi pendek. Dari keseluruhan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa suhu yang baik untuk mereaksikan Cureo TS dalam ekstruder adalah pada suhu 120o C dan 140oC, sedangkan penambahan dosis Cureo TS yang baik adalah pada penambahan dosis 10% dan 15%. Berdasarkan pada Lampiran 12 hasil Analisa Keragaman dapat disimpulkan bahwa penambahan Cureo TS, suhu ekstruder dan waktu digunakan pada ekstruder untuk menghomogenkan karet tidak berpengaruh nyata terhadap PRI karet pada α = 0.05.
32
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan data hasil percobaan pada Lampiran 2 bahwa sebagian karet mengalami perubahan nilai ASHT setelah direaksikan dengan Cureo TS. Karet yang nilai ASHTnya berada di bawah delapan atau sama dengan delapan dapat dinyatakan sebagai karet viskositas mantap. Berdasarkan hasil percobaan dan analisa keragaman dapat disimpulkan bahwa penambahan Cureo TS, suhu ekstruder dan waktu yang digunakan pada ekstruder untuk menghomogenkan karet berpengaruh terhadap kemantapan karet pada α = 0.05, sedangkan interaksi antara ketiga faktor yaitu dosis Cureo TS, suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ASHT pada α = 0.05. Pada suhu 120 oC, nilai ASHT yang diperoleh semakin meningkat, tetapi pada waktu lima menit dengan penambahan dosis Cureo TS 15 % nilai ASHT kembali naik menjadi enam. Hal tersebut disebabkan karena karet terlalu lama di dalam ekstruder dengan suhu yang tinggi sehinggga karet semakin plastis. Jika karet semakin plastis maka nilai viskositasnya semakin menurun yang menyebabkan nilai ASHTnya semakin baik yaitu berada di bawah delapan yang menandakan bahwa karet semakin mantap setelah ditambahkan Cureo TS. Pada suhu 140 0C terlalu tinggi untuk karet, sehingga menyebabkan karet terlalu matang dan rusak. Nilai ASHT yang mencapai angka 11.00 disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi pada ekstruder sehingga karet yang dimasukkan ke dalam ekstruder terlalu lunak yang mengakibatkan karet rusak. Cureo TS dapat meningkatkan kemantapan karet. Dapat diketahui juga bahwa semakin tinggi suhu pada ekstruder maka nilai ASHT semakin menurun Semakin lama waktu reaksi dalam ekstruder maka nilai ASHT juga semakin menurun. Dari keseluruhan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa suhu yang baik untuk mereaksikan Cureo TS dalam ekstruder adalah pada suhu 120o C dan 140oC, sedangkan penambahan dosis Cureo TS yang baik adalah pada penambahan dosis 10% dan 15%.
33
C. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis Cureo TS yang optimal agar diperoleh karet mantap dengan viskositas terbaik serta waktu dan suhu yang optimum agar Cureo TS dapat terdispersi dengan baik di dalam karet.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abednego J. G. 1981. Pengujian Sifat Fisik pada Karet Mentah. Direktorat standarisasi, normalisasi, dan pengendalian mutu. Departemen perdagangan dan koperasi. Jakarta. Arizal, R. 1990. Pengetahuan Dasar Mengenai Karet Alam dan Sintetik. Kursus Teknologi Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Anonim, 2008a. Profil Singkat Komoditi Karet. Diperoleh dari Http:// karet//profil singkat//regionalinvesment.com. Diakses pada 2 Februari 2008. Anonim, 2008b. Karet Alam. Diperoleh dari Http://karet//industrikaret.com. Diakses pada 13 Mei 2008. Barney, J. A. 1973. Natural Rubber Production Lecture Notes. Balai Penelitian Perkebunan Karet. Bogor. Budianto et al. 2007. Pengembangan Proses Pembuatan Karet Viskositas Mantap Jenis SIR 20 dalam Fasa Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Bristow, G. M. 1974. Storage hardening of Natural Rubber. NR Technologi, Vol. 5, Part1. Fatimah, C. Z. 2006. Karet. Karya Ilmiah. Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Springer Publisher,diambil dari http://books.google.com. Gilman. 1953. Organic Chemical and Advanced Treatisi. 2nd ed. John Wiley and sons, inc. New York.
Glathe. 1959. Kemantapan Lateks Hevea. Majalah Karet Balai Penelitian dan Perkebunan. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Honggokusumo, S. 1978. Pengetahuan Lateks. Kursus Pengolahan Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Holmes, Zoe Ann. 2007. Extrusion. Food Resource Oregon State University Website. U.S diambil dari food.oregonstate.edu/g/extrusion.html.
International Rubber Study Group. 2008
35
Loo, Thio Goan. 1980. Mengelola Karet Alam. Jakarta : PT. KINTA. Manitto, P. 1960. Biosintesis Produk Alami. Ellis Harwood Limited. Refrizon. 2003. Viskositas Mooney Karet Alam. USU Digital library. Sumatera utara. Sekhar, B. C. 1960. Inhibition Of Hardening in Natural Rubber. Proceeding of the Natural Rubber Research Conference. RRIM, Kuala Lumpur. Solichin, M. 2000. Pengaruh Bahan Nonrubber terhadap Oksidasi, Storage hardening dan Sifat Vulkanisat Karet. Warta Pusat Penelitian Karet, 2000, 19 (1-3) : 63-71. Suparto, D. 2002. Pengetahuan tentang Lateks Hevea, Kursus Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Triwijoso, S.U. dan O, Siswantoro. 1989. Pedoman Teknis Pengawetan dan Pemekatan Lateks Hevea. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Triwiyosono, S. U dan O, Siswantoro. 1995. Pengawetan dan Pemekatan Lateks Hevea, In House Training Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Veersen, G.J. 1951. Preparation of Cyclised Rubber from Natural Rubber Latex. Polymer Science. Walpole, R. 1995. Pengantar Statistika. PT Gramedia. Jakarta.
36
Lampiran 1. Tabel hasil uji pendahuluan Hasil uji pendahuluan pembuatan karet CV dalam fase cair ASHT II x ASHT
No.
Lateks + bahan kimia
VR
Po
PRI
1.
- (kontrol)
104.6
70.0
65.7
24.0
24.0
24.00
2.
Asap Cair 5%. 25mL
97.6
66.0
53.0
20.0
20.0
20.00
3.
Asap Cair 5%. 50mL
100.4
66.0
57.6
22.5
19.5
21.00
4.
Asap Cair 5%. 75mL
100.6
67.0
71.6
22.0
18.5
20.25
5.
Emulsi Kureo TS 5%. 25mL
99.6
65.0
81.5
20.0
15.5
17.75
6.
Emulsi Kureo TS 5%. 50mL
101.0
66.0
74.2
18.0
12.5
15.25
7.
Emulsi Kureo TS 5%. 75mL
99.6
66.0
77.3
18.0
11.5
14.75
8.
Emulsi Kureo TS dan Asap Cair 5%. 25mL
102.6
70.0
75.7
15.0
11.5
13.25
9.
Emulsi Kureo TS dan Asap Cair 5%. 50mL
101.4
65.0
78.5
14.5
8.0
11.25
10.
Emulsi Kureo TS dan Asap Cair 5%. 75mL
104.0
66.0
80.3
14.5
11.0
12.75
I
37
Hasil pengujian karet CV fase cair dengan lama pengadukan 3 menit. pH
5
5.5
6
6.5
7
Volume Cureo. mL
VR
Po
PRI
0
86.4
59.0
25
88.8
50
ASHT I
II
x ASHT
72.9
25.5
22.5
24.00
59.0
74.6
20.0
15.0
17.50
87.2
56.0
78.6
16.0
16.0
16.00
75
86.8
58.0
74.1
18.5
15.0
16.75
100
84.8
57.0
77.2
15.0
22.5
18.75
0
96.4
63.0
81.0
20.0
22.5
21.25
25
94.6
62.0
77.4
21.0
19.5
20.25
50
94.4
59.0
79.7
20.0
18.0
19.00
75
88.6
58.0
77.6
20.0
20.0
20.00
100
90.4
62.0
81.4
20.0
20.0
20.00
0
91.0
63.0
87.3
20.5
18.0
19.25
25
91.6
60.0
81.7
20.5
18.0
19.25
50
88.6
59.0
81.4
19.5
16.0
17.75
75
94.4
63.0
82.5
17.5
17.5
17.50
100
92.4
64.0
79.7
17.5
17.5
17.50
0
92.0
59.0
86.4
29.0
24.5
26.75
25
91.6
59.5
84.9
28.0
23.5
25.75
50
90.8
59.0
76.3
23.0
21.5
22.25
75
94.6
60.0
76.7
24.0
24.0
24.00
100
92.6
63.0
77.8
24.0
24.0
24.00
0
92.8
62.0
80.6
23.0
23.0
23.00
25
97.6
62.0
74.2
22.5
22.5
22.50
50
92.8
60.0
78.3
25.0
23.5
24.25
75
93.0
60.0
80.0
25.0
23.5
24.25
38
Hasil uji pendahuluan pembuatan karet CV dalam fase padat menggunakan ekstruder. No.
Karet + bahan kimia
VR
Po
PRI
ASHT
I
II
I
II
I
II
I
II
ā ASHT
1.
- (kontrol)
94.0
95.0
58.0
57.0
47.4
31.6
16.5
16.0
16.25
2.
Emulgen 2%
94.5
94.5
57.0
60.5
47.4
46.3
18.0
13.5
15.75
3.
Asap Cair 5%
94.5
95.0
58.0
58.5
55.0
51.3
18.0
16.5
17.25
4.
Emulsi Kureo TS 5%
94.0
94.0
59.0
58.0
50.8
62.1
19.0
22.0
20.50
5.
Emulsi Kureo TS dan Asap Cair 5%
96.0
96.4
58.0
60.0
60.3
56.7
17.0
16.0
16.50
6.
Kureo TS dalam Aseton
96.8
95.0
56.0
58.0
35.7
39.7
14.0
16.5
15.25
5%
Hasil uji pendahuluan pembuatan karet CV dalam fase padat menggunakan banbury. No.
Karet + bahan kimia
1.
- (kontrol)
2
Kureo TS dalam Aseton
5%
VR I
Po II
PRI
ASHT
I
II
I
II
I
II
ā ASHT
87.0
48.0
47.5
44.8
72.3
16.0
8.0
12.00
97.0
51.0
35.5
41.2
39.4
16.0
4.0
10.00
Hasil uji pendahuluan pembuatan karet CV dalam fase padat dengan penambahan cureo TS + HCl + ZnCl2 menggunakan ekstuder. Cureo TS
VR
P0
PRI
0%
67.6
46.0
5%
66.0
10% 15 %
ASHT I
II
ā ASHT
41.3
8.0
8.0
8.0
45.5
28.6
9.5
8.5
9.0
64.4
40.5
12.3
5.5
5.5
5.5
71.0
31.0
22.6
4.5
4.5
4.5
39
Hasil uji pendahuluan pembuatan karet CV dalam fase padat menggunakan ekstruder selama 5 menit dengan adanya variasi suhu. Suhu (oC)
VR
Po
PRI
ASHT
100
89.2
53.0
38.7
15.0
110
87.6
50.0
48.0
14.0
120
79.6
51.0
51.0
11.0
130
63.6
47.0
47.0
12.5
40
Lampiran 2. Tabel hasil penelitian utama fase padat 1. Nilai ASHT karet dengan variasi dosis Cureo TS, suhu dan waktu pada ekstruder. Suhu (0C)
ASHT
Dosis Cureo (%)
3 Menit
4 Menit
5 Menit
0
9.00
6.50
8.00
5
6.50
9.00
7.00
10
7.50
5.00
4.50
15
6.00
5.25
5.00
0
9.00
11.00
10.00
5
6.00
9.00
7.00
10
5.25
6.25
4.00
15
4.00
6.25
6.00
0
8.75
10.25
11.00
5
8.25
6.00
8.50
10
4.75
5.00
2.00
15
4.50
4.50
2.00
100
120
140
2. Nilai Viskositas Mooney karet dengan variasi dosis Cureo TS, suhu dan waktu pada ekstruder pada ekstruder Suhu (0C)
VR
Dosis Cureo (%)
3 Menit
4 Menit
5 menit
0
89.40
90.00
87.20
5
89.40
90.60
90.80
10
89.60
90.60
88.60
15
89.60
89.60
89.60
0
91.60
89.20
89.00
5
92.00
90.00
89.60
10
92.00
90.00
88.00
15
84.80
90.80
89.20
0
93.00
90.00
90.40
5
88.80
90.60
89.20
10
88.60
89.60
90.40
15
92.60
90.00
86.80
100
120
140
41
3. Nilai Plastisitas awal (Po) karet dengan variasi dosis Cureo TS, suhu dan waktu pada ekstruder. Suhu (0C)
Po
Dosis Cureo (%)
3 Menit
4 Menit
5 Menit
0
50.00
50.00
50.00
5
49.50
48.00
51.00
10
48.50
51.00
47.50
15
50.00
49.00
49.00
0
51.00
49.00
50.00
5
51.00
48.00
49.00
10
49.50
48.00
50.00
15
48.00
49.00
45.00
0
53.00
46.50
53.00
5
48.00
50.00
47.00
10
49.50
47.00
47.00
15
49.00
49.00
43.00
100
120
140
4. Nilai Indeks Ketahanan Plastisitas (PRI) karet dengan variasi dosis Cureo TS, suhu dan waktu pada ekstruder. Suhu (0C)
PRI
Dosis Cureo (%)
3 Menit
4 Menit
5 Menit
0
49.00
40.00
42.00
5
49.50
50.00
31.40
10
47.40
43.10
37.90
15
52.00
45.90
49.00
0
35.30
40.80
48.00
5
41.20
37.50
51.00
10
36.40
31.30
35.00
15
32.30
34.70
31.10
0
39.60
41.90
41.50
5
25.00
56.00
34.00
10
30.30
31.90
31.90
15
38.80
36.70
32.60
100
120
140
42
5. Hasil Pengujian Karet CV (Suhu ekstruder : 100ºC) ASHT Waktu (menit)
Dosis Kureo (%)
VR
Po
PRI I
II
x ASHT
0
87.20
50.00
42.00
8.00
8.00
8.00
5
90.80
51.00
31.40
7.00
7.00
7.00
10
88.60
47.50
37.90
4.50
4.50
4.50
15
89.60
49.00
49.00
4.00
6.00
5.00
0
90.00
50.00
40.00
7.00
6.00
6.50
5
90.60
48.00
50.00
9.00
9.00
9.00
10
90.60
51.00
43.10
5.00
5.00
5.00
15
89.60
49.00
45.90
5.50
5.00
5.25
0
89.40
50.00
49.00
9.00
9.00
9.00
5
89.40
49.50
49.50
6.50
6.50
6.50
10
89.60
48.50
47.40
7.50
7.50
7.50
15
89.60
50.00
52.00
6.00
6.00
6.00
5
4
3
6. Hasil Pengujian Karet CV (Suhu ekstruder : 120ºC) Waktu (menit)
ASHT
Dosis Kureo (%)
VR
Po
0
89.00
50.00
5
89.60
10
PRI I
II
x ASHT
48.00
10.00
10.00
10.00
49.00
51.00
7.00
7.00
7.00
88.00
50.00
35.00
4.00
4.00
4.00
15
89.20
45.00
31.10
6.00
6.00
6.00
0
89.20
49.00
40.80
11.00
11.00
11.00
5
90.00
48.00
37.50
9.00
9.00
9.00
10
90.00
48.00
31.30
4.00
8.50
6.25
15
90.80
49.00
34.70
7.00
5.50
6.25
0
91.60
51.00
35.30
9.00
9.00
9.00
5
92.00
51.00
41.20
6.00
6.00
6.00
10
92.00
49.50
36.40
5.00
5.50
5.25
15
84.80
48.00
32.30
4.00
4.00
4.00
5
4
3
43
7. Hasil Pengujian Karet CV (Suhu ekstruder : 140ºC) Waktu (menit)
ASHT
Dosis Kureo (%)
VR
Po
0
90.40
53.00
5
89.20
10
PRI I
II
x ASHT
41.50
11.00
11.00
11.00
47.00
34.00
10.50
6.50
8.50
90.40
47.00
31.90
2.00
2.00
2.00
15
86.80
43.00
32.60
2.00
2.00
2.00
0
90.00
46.50
41.90
9.00
11.50
10.25
5
90.60
50.00
56.00
6.00
6.00
6.00
10
89.60
47.00
31.90
4.00
6.00
5.00
15
90.00
49.00
36.70
4.00
5.00
4.50
0
93.00
53.00
39.60
9.00
8.50
8.75
5
88.80
48.00
25.00
8.50
8.00
8.25
10
88.60
49.50
30.30
5.50
4.00
4.75
15
92.60
49.00
38.80
4.00
5.00
4.50
5
4
3
44
Lampiran 3. Diagram pembuatan karet viskositas mantap dari fase padat.
lateks kebun dihitung KKK - diuji . - dimasukkan ke dalam 11 buah bak plastik @ 1 L. - ditambah larutan uji*. - didiamkan selama 10 hari. koagulum - digiling sebanyak 10 kali. krep - dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC. krep kering
Uji sifat fisika dan kimia
- Sifat kimia : Po dan Pa, PRI, ASHT, FTIR, Warna Lovibond - Sifat Fisika : viskositas Mooney..
Keterangan : Larutan uji* yang dipakai adalah larutan asap cair 5 %; emulsi kureo TS 5 %; campuran asap cair 5 %, kureo TS 5 % dan emulgen; dan lateks kebun tanpa larutan sebagai kontrol.
45
Lampiran 4. Diagram alir penelitian utama
Krep karet
+
Cureo TS dengan variasi dosis 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 %
Reaksi fasa padat (variasi suhu dan waktu) Pada ekstruder
Karet viskositas mantap Pengujian : - Po, PRI, ASHT - Viskositas Mooney
46
Lampiran 5. Penetapan Kadar Karet Kering (ASTM D-1076-97)
Lateks kebun sebanyak ± 10 gram (W1), dituangkan dalam cawan alumunium, kemudian digumpalkan dengan aseton selama 15-30 menit. Gumpalan lateks yang dihasilkan digiling membentuk krep dengan ketebalan tidak lebih dari 2 mm. Lembaran krep kemudian dikeringkan pada suhu 700C. Krep yang telah kering sempurna didinginkan dalam desikator, kemudian timbang (W2). Kadar karet kering lateks kebun dihitung dengan rumus sebagai berikut : W1 % KKK =
X 100% W2
Keterangan : W1 = bobot sampe (gram) W2 = bobot krep kering (gram)
47
Lampiran 6. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR) Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) 1998
No
Jenis Uji/ Karakteristik
Jenis Mutu
SIR 3CV
Satuan 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
8.
9. 10. 11.
12.
13.
14.
15.
Kadar Kotoran (b/b) Kadar Abu (b/b) Kadar Zat Menguap (b/b) PRI, min Po, min Nitrogen (b/b) Uji Kemantapan Viskositas/ ASHT Viskositas Mooney, ML (1+4) 100 C Warna Skala Lovibond Pemasakan (cure) Warna Lambang
% (maks) % (maks)
SIR 3WF
SIR 5
LATEKS
SIR 10
SIR 20
KOAGULUM LATEKS
0,03
0,03
0,03
0,05
0,10
0,20
0,50
0,50
0,50
0,50
0,75
1,00
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
60 -
75 30
75 30
70 30
60 30
50 30
0,60
0,60
0,60
0,60
0,60
0,60
-
maks. 8
-
-
-
-
-
-
*)
-
-
-
-
-
-
-
maks. 6
-
-
-
-
-
**)
**)
**)
-
-
-
-
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau bergaris coklat
Coklat
Merah
-
Transparan
Transparan
Transparan
Transparan
Transparan
Transparan
-
Jingga
Transparan
Putih susu/ Trans paran
Putih susu/ Trans paran
Putih susu/ Trans paran
Putih susu/ Trans paran
Mm
0,03±0,01
0,03±0,01
0,03±0,01
0,03±0,01
0,03±0,01
0,03±0,01
108
108
108
108
108
108
% (maks) % (maks)
Warna Plastik Pembungkus Blandela Warna Pita Plastik
Tebal Plastik Pembungkus Blandela Titik Leleh Plastik Pembungkus
SIR 3L
0
C (maks)
48
Keterangan : *) Tanda Pengenal Tingkatan Batasan Viskositas Mooney : CV—50 45—55 CV — 60 55 — 65 CV—70 65—75 **) Informasi mengenai cure diberikan dalam bentuk Rheograph sebagai Standard non-mandatory.
49
Lampiran 7. Penetapan Plasticity Retention Index [ ISO 2930 — 1991 (E)
Penentuan Plasticity Retention Index ( PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah pengusangan didalam oven dengan suhu 140 °C. Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi.
Cara Kerja Giling contoh uji seberat 15—25 gram maksimum 3 kali dengan gilingan Iaboratorium yang telah diatur sehingga kedua rolnya berputar tanpa fiksi. Celah rol diatur sedemikian rupa sehingga lembaran karat yang dihasilkan mempunyai ketebalan antara 1,6 — 1,8 mm. Apabila setelah 3 kali gilingan diperoleh lembaran karet dengan ketebalan tidak sesuai dengan syarat yang telah ditentukan, maka atur kembali celah roll dan gunakan contoh uji baru untuk digiling. Lembaran karet yang dihasilkan tidak boleh berlubang dan mempunyai ketebalan yang merata setiap bagian. Lembaran tersebut kemudian dilipat 2 dan ditekan dengan telapak tangan. Selanjutnya dipotong dengan wallace punch sebanyak 6 potongan uji dengan urutan seperti gambar di bawah ini.
50
Potongan uji (1) untuk pengukuran plastisitas awal dan potongan uji (2 ) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan. Potongan uji hares mempunyai ketebalan antara 3,2 — 3,6 mm (ketelitian 0,01 mm) dengan garis tengah ± 13 mm. Letakkan potongan uji untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan diatas tatakan contoh dan masukkan kedalam oven pada suhu 140 ° C ± 0,2 ° C selama tepat 30 menit. Setelah dikeluarkan kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Pada pengukuran platisitas wallace, letakan potongan uji diantara 2 lembar kertas sigaret yang berukuran 40 mm x 35 mm diatas piringan plastimeter, kemudian tutup piringan plastimeter tersebut. Setelah ketukan pertama piringan bawah akan bergerak keatas selama 15 detik dan menekan piringan atas, dan setelah ketukan kedua berakhir dicatat sebagai nilai pengukuran plastisitas. Angka yang dicatat adalah angka yang ditunjuk oleh mikrometer/display pada waktu berhenti begerak. Perhitungan :
Keterangan : Po = Plastisitas awal Pa (P30) = Plastisitas setelah pengusangan selama 30 menit
51
Lampiran 8. Cara Pengukuran Viskositas Mooney Pengukuran viskositas Mooney dilakukan dengan Mooney viscometer, yaitu berdasarkan pengukuran gesekan (shearing) rotor (torque) pada karet padat yang berfungsi sebagal tahanan dengan meletakkan sampel karet di atas dan di bawah rotor yang dapat berputar. Sebelum motor dijalankan dipanaskan selama 1 menit. Kemudian motor dijalankan den rotor akan berputar. Tenaga yang digunakan untuk memutar rotor di dalam sampel karet dapat dibaca pada skala. Pembacaan dilakukan setelah 5 menit. Bila pada skala tercatat 55 artinya viskositas Mooney adalah 55 dan ditulis viskositas karet = 55 ML. 1 (100°C, 5'), dengan pengertian satuan sebagai berikut: M = Mooney L = Large rotor (rotor ukuran besar) 1 = pemanasan pendahuluan 1 menit 100°C = suhu yang dipakai untuk pengujian 5' = pembacaan 5 menit setelah rotor dipanaskan dan dijalankan. Nilai viskositas Mooney yang didapat berlawanan dengan nilai plastisitas, sebab semakin plastis sampel karet yang diuji maka semakin cepat rotor berputar, yang berarti tenaga yang dibutuhkan untuk memutar rotor semakin kecil, hal ini mmenunjukkan viskositasnya rendah. Jadi pengukuran Viskositas Mooney ini sama dengan pengukuran gesekan antara rotor oleh suatu tenaga dengan karet sebagai tahanannya. Di lain pihak jika viskositas tinggi berarti karet keras atau kurang plastis yang menghasilkan tahanan kuat akibatnya rotor berputar lambat dan memerlukan tenaga yang besar. Sebaliknya jika viskositas rendah berarti karet lunak atau lebih plastis, sehingga tahanan lemah akibatnya untuk memutar rotor hanya diperlukan tenaga yang kecil. Mooney viskomemer pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran shear viscocity yang dirancang pada ML (1+4) dengan strain rate : ±1,5/detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 100°C selama 1 menit, kemudian dilanjutkan periode shear selama 4 menit. Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 1000C.
52
Lampiran 9. Pengujian Viskositas Mooney [ ISO 289 — 1985 (E ) ]
Viskositas dari karat pada umumnya di uji dengan alat ' Mooney Viscometer' yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor yang berbentuk silinder didalam karat tersebut. Makin besar viskositas karat, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karat tersebut kepada rotor. Besarnya torak yang dialami oleh sumbu rotor diukur oleh sebuah pegas yang berbentuk • dan dihubungkan dengan dengan mikrometer yang mempunyai skala 0 — 100.
Cara Pengujian Hidupkan alat viskometer sekurang-kurangnya 1 jam untuk pemanasan. Hidupkan kompressor dan buka krannya hingga tekanan mancapai 75 psi. Tutup plat stator atas dengan menekan kedua tombol hijau sampai lampu indikator menyala. Hidupkan kontrol heater ( pada posisi on ). Hidupkan boost heater ( pada posisi on ). Aturlah regulator sehingga suhu stator atas dan stator bawah stabil pada 100±0,5°C. Buka stator atas dengan menekan tombol merah. Gunakan rotor ' L • untuk pengujian karat mentah yang kemudian dimasukan kedalam lubang yang terdapat pada stator bawah. selanjutnya tutup kembali stator atas. Tunggu selama 5 - 10 menit sampal suhu stabil kembali. Motor dijalankan dan diperiksa titik 0 pada skala mikrometer. Bila tidak tepat atur titik nol tersebut. Buka plat stator atas dengan menekan tombol merah. Keluarkan rotor dengan menekan handle kebawah dan gunakan sarung tangan untuk mengambil rotor yang panas tersebut. Tusukkan rotor ke contoh karet pertama yang telah diberi Iubang dengan gunting atau alat lain, kemudian rotor bersama dengan contoh karet dimasukan ke stator bawah. Contoh kedua diletakkan tepat diatas rotor. Tutup stator atas dan setelah tertutup stopwatch dijalankan. Setelah tepat satu menit jalankan motor. Nilai viskositas dibaca pada alat penunjuk setelah 4 menit ( menit ke 5 ). Matikan motor kemudian buka stator atas dan rotor beserta contoh karet dikeluarkan.
53
Pencatatan Hasil Pengujian Nilai Viskositas Mooney dinyatakan sebagai berikut : Bila mikrometer menunjukkan skala mis : 63, maka viskositas mooney dilaporkan sebagai berikut : 63 ML (1 + 4 )' 100 ° C. - Angka Viskositas Mooney (M ) - Ukuran Rotor yang digunakan untuk karet mentah ( L ) - Waktu pemanasan pendahuluan ( pre—heating) selama satu menit (1'). - Waktu pengujian selama empat menit (4 ') . - Suhu pengujian (I00 ° C )
54
Lampiran 10. Uji Pengerasan Dalam Penyimpanan yang Dipercepat (Accelerated Storage Hardening Test) : [ BRIM, 1970 ]
Pengerasan karena penyimpanan ( Strorage hardening) menunjukan kecenderungan meningkatnya viskositas karet aiam selama penyimpanan akibat terbentuknya ikatan silang ( cross links) antar molekul karet lkatan silang ini umumnya disebabkan oleh reaksi kondensasi gugusan aldehida yang terdapat secara alamiah didalam molekul karet dan kemungkinan adanya sejumlah kecil gugusan peroksida didalam karet Accelerated Strorage hardening Test (ASHT) merupakan cara yang dipercepat yaitu dengan pengujian plastisitas wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi pengerasan. Pengerasan potongan uji dipercepat dengan cara meletakkan contoh diatas foscpen taoksida pada tekanan udara dan suhu 60 0 C selama 24 jam. Selisih nilai plastisitas ( P ) yang diperoleh dinyatakan sebagai Accelerated Strorage hardening ( ASH ).
Cara Kerja Siapkan contoh uji sesuai dengan cara mempersiapkan contoh untuk pengujian PRI sehingga memperoleh potongan uji. Botol timbang dan potongan uji harus bersih Berat kering. Kemudian masukan 6—8 gram P2O5, kedalam botol timbang dan letakkan 3 butir potongan uji diatas tatakan dan diatur agar tidak saling bersentuhan. Lapiskan silikon greace pada tutup botol timbang bagian dalam yang bersinggungan dengan botol dan putar beberapa kali agar silikon greace rata diantara tutup botolnya. Panaskan botol timbangan yang telah berisi contoh tersebut didalam oven pada suhu 60 ± 1° C selama 24 ± 1 jam. Setelah 30 menit berada didalam oven periksa botol timbang untuk mengetahui kekedapan udara dengan memutar dan memeriksa kembali tutup botolnya dan catat waktu dimulainya pengujian. Ukur plastisitas potongan uji satu dan potongan uji dua yang telah mengalami pengerasan dan bandingkan kedua hasil tersebut. Accelerated Strorage hardening (Q P) dinyatakan sebagai berikut :
55
Q P = PH—Po PH = Nilai tengah dari ketiga pengukuran plastisitas potongan uji yang telah dikeraskan Po = Nilai tengah dari ketiga pengukuran plastisitas potongan uji yang tidak dikeraskan
56
Lampiran 11. Hasil analisa keragaman (ANOVA) antara Dosis cureo TS, Suhu dan Waktu terhadap ASHT
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
DosisKureo
SuhuEks
WaktuEks
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
Value Label 0% 5% 10% 15% 100 C 120 C 140 C 3 Menit 4 Menit 5 Menit
N 18 18 18 18 24 24 24 24 24 24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: ASHT
Source Corrected Model Intercept DosisKureo SuhuEks WaktuEks DosisKureo * SuhuEks DosisKureo * WaktuEks SuhuEks * WaktuEks DosisKureo * SuhuEks * WaktuEks Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 276.913(a) 2756.903 190.254 36.676 6.553 14.236
35 1 3 2 2 6
Mean Square 7.912 2756.903 63.418 18.338 3.276 2.373
F 3.513 1223.999 28.156 8.142 1.455 1.053
Sig. .000 .000 .000 .001 .247 .408
12.161
6
2.027
.900
.506
3.202
4
.800
.355
.839
13.831
12
1.153
.512
.893
81.085 3114.901 357.998
36 72 71
2.252
df
a R Squared = .774 (Adjusted R Squared = .553)
57
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
DosisKureo
SuhuEks
WaktuEks
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
Value Label 0% 5% 10% 15% 100 C 120 C 140 C 3 Menit 4 Menit 5 Menit
N 18 18 18 18 24 24 24 24 24 24
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: ASHT
Source Corrected Model Intercept DosisKureo SuhuEks WaktuEks DosisKureo * SuhuEks DosisKureo * WaktuEks SuhuEks * WaktuEks DosisKureo * SuhuEks * WaktuEks Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 276.913(a) 2756.903 190.254 36.676 6.553 14.236
35 1 3 2 2 6
Mean Square 7.912 2756.903 63.418 18.338 3.276 2.373
F 3.513 1223.999 28.156 8.142 1.455 1.053
Sig. .000 .000 .000 .001 .247 .408
12.161
6
2.027
.900
.506
3.202
4
.800
.355
.839
13.831
12
1.153
.512
.893
81.085 3114.901 357.998
36 72 71
2.252
df
a R Squared = .774 (Adjusted R Squared = .553)
58
Post Hoc Tests DosisKureo Homogeneous Subsets ASHT Duncan
Subset DosisKureo
N
1
10%
18
4.7778
15%
18
4.7917
5%
18
0%
18
2
3
6.4306 8.7517
Sig.
.978
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.252. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000. b Alpha = .05.
SuhuEks Homogeneous Subsets ASHT Duncan Subset SuhuEks
N
1
2
140 C
24
100 C
24
6.4283
120 C
24
6.9167
Sig.
5.2188
1.000
.267
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.252. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
59
WaktuEks Homogeneous Subsets ASHT Duncan
Subset WaktuEks
N
1
5 Menit
24
5.7617
3 Menit
24
6.3854
4 Menit
24
6.4167
Sig.
.162
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.252. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
60
Lampiran 12. Hasil analisa keragaman (ANOVA) antara Dosis cureo TS, Suhu dan Waktu terhadap VR, Po, dan PRI
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
dosis
waktu
suhu
0
N 9
5
9
10
9
15
9
3
12
4
12
5
12
100
12
120
12
140
12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: viskositas Mooney Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 13.844(a)
7
Mean Square 1.978
290018.151
1
290018.151
suhu
1.136
2
.568
.768 112652.71 3 .221
waktu
8.549
2
4.274
1.660
.208
dosis
4.160
3
1.387
.539
.660
Error
72.084
28
2.574
Total
290104.080
36
85.929
35
Intercept
Corrected Total
df
F
Sig. .618 .000 .803
a R Squared = .161 (Adjusted R Squared = -.049)
61
Post Hoc Tests Dosis Homogeneous Subsets Viskositas Mooney Duncan Subset dosis 15
N
1 9
89.222
10
9
89.711
0
9
89.978
5
9
90.111
Sig.
.293 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.574. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. b Alpha = .05.
waktu Homogeneous Subsets Viskositas Mooney Duncan Subset waktu 5
N 12
1 89.067
4
12
90.083
3
12
90.117
Sig.
.140
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.574. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
Suhu Homogeneous Subsets Viskositas Mooney Duncan Subset suhu 100
N
1 12
89.583
120
12
89.683
140
12
90.000
Sig.
.555
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.574. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
62
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
dosis
waktu
suhu
0
N 9
5
9
10
9
15
9
3
12
4
12
5
12
100
12
120
12
140
12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Po Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 43.583(a)
7
Mean Square 6.226
86338.028
1
86338.028
26893.922
.000
suhu
5.514
2
2.757
.859
.435
waktu
11.264
2
5.632
1.754
.192
dosis
26.806
3
8.935
2.783
.059
Error
89.889
28
3.210
Total
86471.500
36
133.472
35
Intercept
Corrected Total
df
F 1.939
Sig. .101
a R Squared = .327 (Adjusted R Squared = .158)
63
Post Hoc Tests Dosis Homogeneous Subsets Po Duncan Subset dosis 15
N
1
2
9
47.889
10
9
48.667
48.667
5
9
49.056
49.056
0
9
50.278
Sig.
.203
.081
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.210. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. b Alpha = .05.
waktu Homogeneous Subsets Po Duncan Subset waktu 5
N
1 12
48.458
4
12
48.708
3
12
49.750
Sig.
.105 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.210. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
suhu Homogeneous Subsets Po Duncan Subset suhu 140
12
1 48.500
120
12
48.958
100
12
49.458
Sig.
N
.226
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.210. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
64
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
dosis
waktu
0
N 9
5
9
10
9
15
9 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
3 4 5
suhu
100 120 140
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PRI Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares 682.998(a)
df 7
Mean Square 97.571
F 2.095
Sig. .078
56961.778
1
56961.778
1223.008
.000
suhu
456.642
2
228.321
4.902
.015
waktu
24.842
2
12.421
.267
.768
1.442
.252
dosis
201.513
3
67.171
Error
1304.104
28
46.575
Total
58948.880
36
1987.102
35
Corrected Total
a R Squared = .344 (Adjusted R Squared = .180)
65
Post Hoc Tests Dosis Homogeneous Subsets PRI Duncan Subset dosis 10
N
1 9
36.133
15
9
39.233
5
9
41.733
0
9
42.011
Sig.
.105 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 46.575. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. b Alpha = .05.
waktu Homogeneous Subsets PRI Duncan Subset waktu 5
N
1 12
38.783
3
12
39.733
4
12
40.817
Sig.
.498
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 46.575. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
suhu Homogeneous Subsets PRI Duncan Subset suhu 140
N 12
1 36.683
120
12
37.883
100
12
2
44.767
Sig.
.670 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 46.575. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b Alpha = .05.
66