PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN (N) DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila NIM A24110143
ABSTRAK SANDI OCTA SUSILA. Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik. Dibimbing oleh SUGIYANTA. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemupukan nitrogen (N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica varietas Hitomebore di daerah tropik yang dilaksanakan di Desa Bunisari Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl pada bulan November 2014 – Februari 2015. Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N) sebagai petak utama dan jarak tanam sebagai anak petak. Faktor perlakuan dosis pupuk nitrogen (N) menggunakan 3 taraf, yaitu dosis pupuk 45 kg N ha-1, 90 kg N ha-1, dan 135 kg N ha-1. Faktor perlakuan jarak tanam menggunakan 3 taraf, yaitu jarak tanam 30 cm x 30 cm, 30 cm x 15 cm, dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Semua faktor perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan dosis pupuk 135 kg N ha-1 menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dugaan hasil GKG per hektar (3.21 ton ha-1), dan potensi hasil per hektar yang lebih tinggi. Perlakuan jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm) menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, bobot kering biomassa, volume akar, jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah per malai yang lebih tinggi. Seluruh perlakuan menghasilkan kadar amilosa yang rendah, suhu gelatinisasi yang rendah, bentuk beras yang sebagian besar bulat dan rasa nasi yang sangat baik. Rendemen beras giling dan persentase beras kepala tidak dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen maupun jarak tanam yang digunakan. Kata kunci: Hitomebore, jarak tanam, pemupukan nitrogen, tropik. ABSTRACT SANDI OCTA SUSILA. Effect Of Nitrogen Fertilization and Plant Spacing on Growth, Yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety in Tropic Area Supervised by SUGIYANTA. The experiment aims to study the effects of nitrogen fertilization (N) and plant spacing on growth, yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety in tropic area. The experiment was located in Desa Bunisari Warungkondang, Cianjur in November 2014 - Februari 2015. The experiment was design using split plot randomized complete block design with two factors of nitrogen fertilizer dosage (N) as the main plot and plant spacing as the subplot. Dosage of nitrogen fertilizer ( N ) consist of 3 levels main plot treatments i.e. D1 as the dose of 45 kg N ha-1, D2 as the dose of 90 kg N ha-1, and D3 as the dose of 135 kg N ha-1. Plant spacing consist of 3 level subplot treatments i.e. JT1 as the plant spacing of 30 cm x 30 cm, JT2 as the plant spacing of 30 cm x 15 cm, and JT3 as the plant spacing
of 20 cm x 15 cm x 40 cm. The experiment consisted of three replications with 9 treatment combinations so that there are 27 units of the experiment. Experimental unit in the form of plots with an area of ± 46 m2. The results showed that treatment dosages of 135 kg N ha-1 has significant effect, namely on plant height , number of tillers , the alleged results of GKG ha-1 (3.21 ton ha-1), and potential yield ha-1 more higher. Wide spacing (30 cm x 30 cm) resulted in higher plant height, number of tillers, number of panicles, biomass dry weight, root of volume, the number of productive tiller, panicle length, number of grains per panicle, grain yield wet and dry grain yield more higher. In addition, the whole treatment resulted a low amylose content, gelatinization temperature is low, the shape of rice was mostly round and rice taste was very good. Yield milled rice and whole rice grain were not affected by nitrogen fertilization provided and spacing used Keywords: Hitomebore, japonica rice, nitrogen fertilization, plant spacing.
PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN (N) DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam selalu penulis panjatkan kepada nabi Muhammad Shallallohu ‘alaihi wassalam. Skripsi dengan judul Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik dilaksanakan di Desa Bunisari Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ibu, Bapak, Kakak, beserta keluarga besar penulis untuk setiap doa, dan dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan dan tanda bakti yang terbaik. 2. Dr Ir Sugiyanta, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah begitu banyak memberikan ilmu, pengalaman, arahan, bimbingan, dan bantuan proses pembelajaran penulis selama berada di kampus. 4. Ratu Hardiyanti Supriyadi Putri yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama pengerjaan skripsi ini. 5. Bapak Anwar Sadat dan Bapak Jana sebagai teknisi kebun yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 atas semangat dan kenangan selama perkuliahan dan penelitian. 7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Botani Jarak Tanam Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi
2 2 3 4
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan
5 5 5 6 6 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk Pertumbuhan Tanaman Hasil dan Komponen Hasil Stadia Pertumbuhan Fisikokimia
9 9 10 11 16 20 22
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian 2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada saat 11 MST 3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda. 7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot 1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 8 Hasil gabah basah/tanaman, gabah kering/tanaman, bobot gabah bernas dan gabah hampa padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 9 Dugaan hasil gabah kering giling, potensi hasil, dan peningkatan hasil per hektar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda 10 Rendemen beras giling, persentase beras kepala, kadar amilosa, suhu gelatinisasi, bentuk beras, dan uji organoleptik padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
10 11 13 14 15 16
17
18
19
22
DAFTAR GAMBAR 1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk 2 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen yang berbeda 3 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen padi japonica pada perlakuan jarak tanam yang berbeda
10 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Lay out lahan penelitian Data suhu dan kelembaban relative bulan Oktober 2014 – Februari 2015 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Hasil analisis tanah di Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Bogor Analisis usaha tani pada luasan lahan per 2000 m2 padi japonica varietas Hitomebore.
28 29 29 30 33
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan komoditas beras japonica di Indonesia pada masa yang akan datang memiliki peluang pasar yang besar. Hal ini terlihat dari jumlah orang jepang yang cukup banyak datang ke Indonesia untuk keperluan kerjasama pada aspek ekonomi, sosial maupun politik sehingga menunjukan adanya kebutuhan secara berkelanjutan. Kedutaan besar Jepang untuk Indonesia sampai saat ini memperkirakan 5 juta orang Jepang tersebar di Indonesia. Sementara ini beras japonica di impor dari Australia dan Amerika selain di suplai sendiri dari Jepang dengan harga yang mahal. Beras japonica yang saat ini dikenal sebagai beras jepang memiliki karakter tingkat kelekatan yang tinggi, kadar amilosa rendah, dan rasa nasi yang enak. Padi japonica varietas Hitomebore belum umum dibudidayakan di Indonesia, tetapi kebutuhan beras tersebut cukup tinggi. Upaya peningkatan produksi padi salah satunya melalui pengaturan jarak tanam dan penggunaan pupuk yang tepat. Menurut Muliasari dan Sugiyanta (2009) jarak tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan kering ubinan, bobot basah dan kering jerami, bobot basah dan kering gabah/rumpun, dan dugaan hasil per hektar. Varietas padi yang memiliki kemampuan menganak tinggi membutuhkan jarak tanam lebih lebar jika dibandingkan dengan varietas yang memiliki kemampuan menganak rendah. Pemberian jarak tanam yang lebih lebar untuk varietas dengan kemampuan menganak yang lebih tinggi menurut Masdar (2005) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran dalam konteks pemanfaatan pupuk. Sohel et al (2009) menemukan bahwa pada jarak tanam yang lebih kecil yaitu 25 cm x 5 cm hanya menghasilkan 4 – 5 anakan per rumpun. Kuantitas hasil suatu pertanaman padi selain ditentukan dengan jarak tanam juga ditentukan dengan input pupuk yang berimbang, pada daerah tropis termasuk Indonesia, unsur nitrogen sering menjadi faktor pembatas dalam peningkatan produksi. Penambahan pupuk nitrogen (N) seperti urea sangat diperlukan untuk mencapai produksi yang tinggi. Menurut Haque (2013) nitrogen merupakan salah satu unsur hara utama yang sangat penting bagi tanaman. Nitrogen dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan hasil padi, hal serupa juga disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mae (1997) bahwa nilai produksi yang tinggi menuntut jumlah input yang tinggi, salah satunya pupuk N yang merupakan unsur penting dalam menentukan potensi hasil beras. Sebagian besar petani memiliki kecenderungan untuk memberikan pupuk N dalam jumlah yang berlebih untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Saleque et al 2004), tetapi penggunaan pupuk N yang berlebih akan menyebabkan kerusakan tanaman dan dapat menurunkan hasil produksi. Secara umum jarak tanam dan pemupukan pada padi sawah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil padi sawah. Walaupun demikian jarak tanam dan pemupukan yang optimum untuk padi japonica varietas Hitomebore di Indonesia masih belum diketahui dengan tepat.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan nitrogen (N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica varietas Hitomebore di daerah tropik. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Jarak tanam yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica. 2. Dosis pupuk nitrogen yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica. 3. Interaksi antara jarak tanam dan dosis pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica. 4. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica. 5. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Padi (Oryza sativa L.) termasuk subfamili Bambusoidae, suku Oryzae dan genus Oryza (Siregar 1981). Tanaman padi memiliki dua fase dalam hidupnya, fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pembentukan organ-organ pertumbuhan akar, batang, daun, dan cabang atau anakan. Akar padi adalah akar serabut, batangnya berbuku-buku, berongga, dan berbentuk bulat. Daun tanaman padi berbentuk pita dengan ujung runcing, tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Daun yang terakhir sering disebut dengan daun bendera karena biasanya tegak. Pembentukan anakan terjadi pada dasar batang. Fase vegetatif tanaman padi diakhiri dengan pembentukan malai. Malai merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang muncul dari buku paling atas. Malai disusun oleh bunga, tangkai bunga, serta bulir padi apabila telah terbentuk. Bunga padi tergolong ke dalam bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah, enam benang sari, dan satu putik dengan dua kepala putik. Tipe penyerbukan bunga padi adalah penyerbukan sendiri (self pollinated). Bunga terdiri dari endosperma yang terbungkus oleh kulit arid dan kulit luar (Siregar 1981). Kultivar padi yang ada saat ini digolongkan berdasarkan bentuk morfologinya ke dalam tiga tipe, yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Padi Japonica memiliki karakteristik umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, lemmanya memiliki "ekor" atau "bulu", bentuk biji yang pendek dan bulat, nasinya lengket, warna daunnya hijau tua, jumlah anakan banyak,
3 jumlah gabah per malai banyak, bobot gabahnya berat, memiliki kandungan amilosa 0 – 20%, tersebar di Jepang, Korea, dan Penin. Padi Indica memiliki karakteristik bentuk biji yang ramping dan panjang, warna daun hijau muda, jumlah anakan banyak, jumlah gabah per malai banyak, tetapi bobot gabahnya ringan, tersebar di Cina Selatan, Taiwan, India, dan Sri Lanka, sedangkan padi Javanica memiliki karakteristik bentuk biji oval, warna daun hijau muda, jumlah anakan sedikit, jumlah gabah per malai sedikit, dan bobot gabah berat, tersebar di Jawa dan Bali (Katayama 1993). Jarak Tanam Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal budidaya tanaman salah satunya adalah jarak tanam, pada penanaman di lahan beberapa model jarak tanam telah dianjurkan, antara lain secara jajar legowo, yaitu bertanam dengan jarak dan barisan yang beselang seling secara teratur agar penyiangan, pemberian pupuk dan proteksi terhadap hama penyakit lebih mudah dilakukan. Menurut Deptan (2008) keuntungan sistem jajar legowo antara lain semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi, penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Jarak tanam legowo biasanya menggunakan ukuran 30 cm x 15 cm x 10 cm atau yang lebih lebar baik 40 cm x 20 cm x 20 cm maupun 40 cm x 20 cm x 15 cm, disamping itu dapat pula dianjurkan dengan jarak tanam bujur sangkar (equidistant plant spacing). Cara bujur sangkar ini lebih efisien karena terjadinya titik awal kompetisi akan tertunda. Beberapa keuntungan yang didapat tanaman pada jarak yang lebih rapat, diantaranya energi awal yang dibutuhkan untuk elongasi akar relatif sedikit, akar yang dibutuhkan relatif tidak panjang, lebih cepat mencapai sumber nitrogen, dan pada gilirannya lebih singkat jalan hara menuju daun (Salisbury and Ross 1985). Metode system of rice intensification (SRI) baru baru ini dipelajari dan dievaluasi oleh para peneliti di Indonesia. Prinsip utama budidaya padi metode SRI salah satunya menanam satu bibit pada lubang tanam dengan jarak tanam ≥ 25 cm x 25 cm (Dobermann 2004). Metode SRI selain padi diperlakukan bukan sebagai tanaman air, ukuran produktivitasnya diukur dari potensi jumlah penyelesaian phyllochorns selama pertanaman. Phyllochorns adalah suatu metode yang mengacu pada peningkatan pertunasan dan perakaran yang selanjutnya mengalami peningkatan jumlah butir gabah, sehingga menggambarkan periodik pertumbuhan spesies rumputan, pada suatu periode (diekspresikan sebagai jumlah hari) dimana satu set phytomer dikembangkan. Satu phyllochorns adalah satu periode terbentuknya seperangkat anakan padi lengkap dengan sistem perakaran dan dedaunannya. Metode ini ditemukan oleh Katayama tahun 1951 peneliti Jepang yang menganalisis pola pertumbuhan tunas padi dan spesies rumputan lainnya dengan istilah phyllochrons dikenal juga dengan metode Katayama. Ukuran phyllochorns inilah yang menjadi dasar mengapa pemindahan bibit metode SRI harus dilakukan pada umur bibit sangat muda (7-15 hari sesudah semai). Metode SRI di Indonesia pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton ha-1 dan pada musim hujan 1999/2000
4 menghasilkan padi rata-rata 8.2 ton ha-1 (Sato 2007). Jarak tanam merupakan pengaturan tata letak populasi tanaman dengan jarak yang pasti menurut dua arah tertentu dalam satu areal per tanaman (Bleasdale 1973), di Indonesia pada umumnya jarak tanam padi disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebiasaan daerah setempat. Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi Nitrogen (N) merupakan unsur pokok pembentuk protein dan penyusun utama protoplasma, khloroplas, dan enzim. Peranan nitrogen umumnya berhubungan dengan aktivitas fotosintesis sehingga secara langsung atau tidak nitrogen sangat penting dalam proses metabolisme dan respirasi (Yoshida 1981). Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara nitrogen (Ismunadji dan Dijkshoorn 1971), pada saat ini sangat jarang dijumpai tanah yang tidak membutuhkan tambahan nitrogen untuk menghasilkan produksi padi yang tinggi (Fagi 1990). Bahkan di daerah daerah yang menanam padi secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak diperlukan, karena laju kehilangan N pada tanah yang sering ditanami padi sangat tinggi (Kirk 1996). Tanaman padi dapat memperoleh nitrogen dari hasil fiksasi ganggang dan bakteri heterotrof, mineralisasi bahan organik dan dari cadangan N tanah. Meskipun demikian sumber hara N utama tanaman padi adalah pupuk. Hara N yang tersedia hanya diserap tanaman sekitar 30 – 45%, sisanya hilang dari sistem genangan air tanah melalui proses volatilisasi dan denitrifikasi (Ismunadji dan Dijkshoorn 1971). Kehilangan N melalui berbagai peristiwa dapat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan lingkungan. Besarnya kehilangan N melalui denitrifikasi dapat mencapai sekitar 30 – 40% (Yoshida dan Padre 1974). Pada kondisi yang berbeda kehilangan N melalui volatilisasi dan pencucian masing masing dapat mencapai sekitar 45% (De Datta 1968) dan melalui erosi dapat mencapai 45%. Di India, California, Lousiana, dan Filipina kehilangan N dari pemupukan nitrogen diperkirakan berturut - turut mencapai 20 – 40%, 37%, 68%, dan 25% (De Datta 1981) sedangkan di Indonesia kehilangan N dari pupuk dapat mencapai 52 – 71% (Ismunadji 1975). Umumnya kehilangan N tersebut semakin banyak dengan semakin tingginya takaran pupuk N yang diberikan (Makarim 1993). Nitrogen adalah unsur hara yang bermuatan positif (NH4+) dan negatif (NO3-) yang mudah hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Beberapa proses yang menyebabkan ketidaktersediaan N dari dalam tanah adalah proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-. Denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah (Muklis dan Fauzi 2003). Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah 2 – 4% berat kering (Tisdale et al 1990). Bagian tanaman yang bewarna hijau mengandung N protein terbanyak 70 – 80%. Nitrogen asam nukleat 10% dan asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total N dalam
5 tanaman. Pada biji tanaman, protein umumnya terdapat dalam bentuk tersimpan (Roesmarkam dan Yuwono 2002). Tujuan utama dari pemberian pupuk N adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Biasanya, tanaman mengambil 30 – 70% dari N yang diberikan, bergantung pada jenis tanaman, tingkat dan jumlah N yang diberikan (Engelstad 1997). Pada tanaman padi-padian, pemberian nitrogen dapat memperbesar ukuran butir dan meningkatkan persentase protein dalam biji (Buckman dan Brady 1982). Menurut Syekhfani (1997) nitrogen berperan dalam penyusunan komponen penting organ tanaman, sebagai unsur yang terlibat dalam proses fotosintesis, merupakan unsur kehidupan sel tanaman, penyusun klorofil dan senyawa organik penting lainnya. Tanaman padi yang kekurangan nitrogen, sedikit anakannya dan pertumbuhannya kerdil. Daunnya berwarna hijau muda kekuning-kuningan serta menyebabkan butir pada malai banyak yang hampa (Siregar 1981). De Datta (1970) melaporkan bahwa tanda tanda tanaman padi yang memperoleh nitrogen dalam jumlah yang cukup diantaranya warna tanaman hijau tua, pertumbuhan tanaman lebih cepat, berat daun dan jumlah butir meningkat yang pada akhirnya mengalami peningkatan hasil gabah. Unsur hara nitrogen juga dapat mendorong pertumbuhan diantaranya meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran daun, jumlah gabah permalai dan persentase gabah isi, unsur nitrogen juga berkaitan erat dengan tingkat fotosintesis daun dan biomassa tanaman (Dobermann dan Fairhurst 2000). Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat esensial bagi pertumbuhan tanaman (Syekhfani 1997). Nitrogen merupakan elemen pembatas pada hampir semua jenis tanah, maka pemberian pupuk N yang tepat sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman Padi. Disamping itu, Hakim et al (1986) menyatakan bahwa efisiensi pemupukan nitrogen di daerah tropik basah umumnya rendah. Dalam praktek pemupukan, nitrogen yang diserap tanaman hanya berkisar antara 22 – 65%. Secara umum efisiensi serapan nitrogen pada lahan sawah beririgasi hanya bisa mencapai 45% dan sisanya sekitar 55% tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Jipelos 1989). Bouldin dan Alimagno (1976) melaporkan bahwa hingga 60% dari pupuk N hilang melalui penguapan ammonia.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 – Februari 2015. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah benih padi japonica varietas Hitomebore, pupuk NPK kujang (15-15-15), pupuk urea, pestisida organik maupun sintetik yang digunakan secara terbatas apabila diperlukan, alkohol,
6 NaOH, asam asetat, KI, dan KOH. Alat yang digunakan adalah alat budidaya tanaman, bagan warna daun (BWD), penggaris milimeter, gelas ukur, meteran, timbangan analitik, dial caliper,blower seeds dan spektrophotometer U-1500. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N) sebagai petak utama dan jarak tanam sebagai anak petak. Perlakuan pemupukan nitrogen (N) terdiri dari 3 taraf yaitu 45 kg N ha-1 (D1), 90 kg N ha-1 (D2), dan 135 kg N ha-1 (D3). Perlakuan jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu 30 cm x 30 cm (J1), 30 cm x 15 cm (J2), dan 20 cm x 40 cm x 15 cm (J3). Percobaan terdiri dari 3 ulangan dengan 9 kombinasi perlakuan sehingga terdapat 27 satuan percobaan (lay out lahan penelitian terdapat dalam lampiran 1). J1D1 J1D2 J1D3 J2D1 J2D2 J2D3 J3D1 J3D2 J3D3
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 45 kg : Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 90 kg : Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 135 kg : Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 45 kg : Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 90 kg : Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 135 kg : Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 45 kg : Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 90 kg : Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 135 kg
Model statistik yang digunakan adalah: Yijk = µ + Ui + Pj + £ij + Jk + (PJ)jk + €ijk Keterangan : Yij = nilai pengamatan (respon) dari ulangan ke-i , dosis pupuk nitrogen ke-j, jarak tanam ke-k µ = rataan umum Ui = pengaruh ulangan ke-I (1,2,3) Pj = pengaruh dosis pupuk ke-j (1,2,3) £ij = pengaruh galat ulangan ke-I dan perlakuan dosis pupuk ke-j Jk = pengaruh jarak tanam ke-k (1,2,3) (PJ)jk = pengaruh interaksi antara dosis pupuk ke-j dan jarak tanam ke-k €ijk = pengaruh galat percobaan dari ulangan ke-I dosis pupuk ke-j, dan jarak tanam ke-k Data yang diperoleh dilakukan analisis ragam. Apabila hasil uji F nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%. (Gomez dan Gomez 1995). Pelaksanaan Penelitian Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK Kujang (15-15-15) dengan dosis rekomendasi 300 kg NPK ha-1 yang memiliki kandungan nitrogen
7 (N) sebesar 45 kg. Aplikasi pupuk nitrogen dan jarak tanam dilakukan sesuai dengan perlakuan. Untuk aplikasi pemupukan nitrogen 45 kg N ha-1 diberikan dua kali dalam masa tanam ( 1 MST dan 3 MST ), aplikasi pemupukan nitrogen 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 diberikan tiga kali dalam masa tanam ( 1 MST, 3 MST, dan 5 MST ). Kebutuhan benih untuk persemaian 20 kg ha-1. Benih sebelum disemai diseleksi dengan perendaman air garam 3% selanjutnya yang dilakukan yaitu persemaian pada lahan kering kemudian penanaman di lahan dengan umur bibit 14 hari setelah penyemaian (HSP). Tiap satuan percobaan berupa petakan dengan luas ±46 m2. Penanaman dilakukan menggunakan jarak tanam sesuai perlakuan dengan satu bibit per lubang. Pemeliharaan tanaman mencakup pengairan, penyulaman, penyiangan dan pengendalian hama. Penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 7 hari setelah penanaman (HST) dengan menggunakan benih yang sama. Penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual apabila diperlukan. Pemanenan dilakukan ketika 95 % bulir padi telah menguning. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak dengan peubah yang diamati meliputi : a. Pengamatan pertumbuhan 1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dan diamati pada saat 1 MST (Masa Setelah Tanam) sampai 11 MST. 2. Jumlah anakan yang dihitung dari jumlah anakan per rumpun dan diamati pada saat 1 MST sampai 11 MST. 3. Jumlah malai yang dihitung setelah keluar malai penuh sampai 11 MST. 4. Warna daun yang diamati menggunakan skala bagan warna daun pada saat 1 MST sampai 11 MST. b. Pengamatan usia stadia pertumbuhan (hari setelah tanam) pada fase : 1. Masa bunting 2. Masa heading (keluar malai) 3. Masa pengisian (masak susu, masak penuh, dan masak mati) 4. Masa panen c. Pengamatan biomassa tanaman 1. Panjang akar yang diukur dari pangkal akar sampai dengan ujung akar (cm) pada saat panen 2. Volume akar yang diukur dengan memasukkan akar ke dalam galas ukur yang di isi air (kapasitas 500 ml) pada saat panen 3. Bobot basah akar dan tajuk 4. Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan memasukkan bagian akar dan tajuk tanaman ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 48 jam pada saat panen.
8 d. Pengamatan hasil, komponen hasil, serta kualitas hasil 1. Jumlah anakan produktif yang dihitung dari setiap rumpun tanaman contoh 2. Panjang malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh pada setiap perlakuan. 3. Jumlah gabah per malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh pada setiap perlakuan. 4. Hasil gabah basah dan kering pertanaman yang diambil dari setiap perlakuan tanaman contoh. 5. Bobot gabah isi dan hampa yang diambil dari setiap perlakuan tanaman contoh. 6. Bobot 1000 butir gabah yang ditimbang dari setiap perlakuan tanaman contoh. 7. Dugaan hasil bobot kering per hektar yang diperoleh dari hasil dalam ubinan kering 8. Potensi hasil per hektar yang diperoleh dari jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas, populasi, dan bobot 1000 butir. 9. Peningkatan hasil per hektar yang diperoleh dari perbandingan antar faktor perlakuan. e. Pengamatan fisikokimia 1. Rendemen beras giling diperoleh dari beras pecah kulit yang sudah ditimbang kemudian dimasukan ke dalam mesin sosoh (testing mill) Takayama model TM-05, diperoleh beras giling kemudian ditimbang. ( ) 2. Persentase beras kepala diperoleh dari beras giling sebanyak 100 g diayak dengan mesin pemisah beras (testing rice grader) dipisahkan dari beras patah dan menir, diperoleh beras kepala, kemudian ditimbang. ( )
(
)
3. Bentuk beras diperoleh dari perbandingan antara panjang dan lebar dengan cara 10 butir beras setiap perlakuan kemudian beras diukur menggunakan dial caliper. 4. Suhu gelatinisasi beras adalah karakter untuk menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan memasak beras menjadi nasi. Penentuan sifat suhu gelatinisasi beras dilakukan dengan metode perendaman beras dalam larutan alkali, kemudian diukur tingkat kerusakannya dengan pemberian nilai/skor kerusakan (skor 1 – 3 tergolong tinggi, 4 – 5 tergolong sedang, dan 6 – 7 tergolong rendah) (Suismono et al. 2003). 5. Kadar amilosa menggunakan metode kalorimeter Iodida yaitu 10 – 12 butir beras ditepungkan dengan menggunakan alat tepung (crescent WIGL-BUG) lalu ditimbang sebanyak 100 mg dan dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, ditambah 1 mL alkohol 95% dan 9 mL NaOH 1 N.
9 Larutan selanjutnya didiamkan pada suhu ruang selama 23 jam, kemudian diberi air destilata sampai tanda tera 100 ml, larutan dikocok dan dipipet 5 ml kedalam labu ukur yang berisi 80 ml air destilasi dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2% Iod dalam KI, kemudian diencerkan kembali dengan air destilasi sampai tera 100 ml, didiamkan selama 20 menit lalu diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dapat digolongkan diantaranya tinggi (>25%), sedang (20.1 – 25%), rendah (12.1 – 20%), sangat rendah (5.1 – 12%), dan ketan (0 – 5%) (Juliano 1993). 6. Uji organoleptik diperoleh dengan cara mengambil 200 g beras antar perlakuan kemudian ditambahkan 300 cc air, dimasak dengan kompor gas hingga matang dan siap untuk dimakan. Beras setiap perlakuan diuji rasa oleh 20 orang panelis, setiap kali pengujian digunakan IR42 dan Memberamo sebagai standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilakukan di desa Bunisari, Warungkondang, Cianjur, pada bulan November 2014 – Februari 2015. Suhu rata – rata harian dari bulan Oktober 2014 hingga Februari 2015 adalah 29○C dengan kelembaban relatif rata – rata harian sebesar 67% (Lampiran 2). Menurut De Datta (1981) padi membutuhkan temperatur yang berbeda selama pertumbuhannya, pada fase perkecambahan membutuhkan temperatur optimal antara 18 - 40°C, fase anakan memerlukan temperatur optimal antara 25 - 31°C, dan fase antesis temperatur optimal sekitar 30 - 33°C. Kondisi tanaman secara umum baik, beberapa hama yang menyerang pada tanaman ini diantaranya hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis), tikus sawah (Rattus argentiventer), belalang, walang sangit, dan burung pipit. Pengendalian hama tikus sawah dengan cara membuat cacahan batang sereh kemudian ditaburkan pada setiap sudut petakan. Pengendalian hama belalang dan walang sangit dikendalikan dengan cara menyemprotkan insektisida. sedangkan hama burung dikendalikan dengan menembakkan senapan angin yang memiliki peluru kosong. Penyakit yang menyerang tanaman ini diantaranya tungro dan beluk, pengendalian penyakit dilakukan dengan aplikasi pestisida kimia. Gulma yang paling banyak tumbuh di lahan percobaan adalah Leptochloa chinensis dan Fimbristylis miliacea. Penyiangan gulma secara manual dilakukan pada 2 MST, 4 MST, 6 MST dan 10 MST.
10
a
b
Gambar 1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk Analisis kandungan hara tanah dilakukan sebelum dan setelah panen sedangkan analisis kandungan pupuk urea dan pupuk majemuk NPK Kujang dilakukan sebelum penelitian. Sebelum penelitian dilakukan analisis tanah awal dengan pengambilan contoh tanah secara komposit, pada akhir penelitian sampel tanah diambil pada masing-masing petak perlakuan dan dilakukan komposit. Analisis dilakukan terhadap kandungan C-Organik, C/N, N Total, P Total, dan K Total. Hasil analisis kandungan hara tanah dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian Peubah Tanah C - Organik (%) C/N (%) N Total (%) P Total (ppm) K Total (%) Pupuk Urea N Total (%) Pupuk Majemuk NPK Kujang N Total (%) P Total (%) K Total (%)
Sebelum Penelitian
Setelah Penelitian (kg N /ha) Dosis 45 Dosis 90 Dosis 135
1.35 10.00 0.13 5.2 0.11 46.19
21.45 14.35 29.23
Sumber : Laboratorium Tanah, SEAMEO BIOTROP (2015)
2.87 14.67 0.19 4.8 0.12
1.93 10.00 0.19 5.2 0.13
1.31 10.67 0.13 5.0 0.11
11 Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukan bahwa C-organik sedang, C/N rasio rendah, N rendah, P rendah, dan K tergolong rendah menurut kriteria dari Balai Penelitian Tanah (2009) (Lampiran 3). Hasil analisis tanah setelah penelitian menunjukan adanya peningkatan C-organik, C/N, N, dan K, namun terjadi penurunan pada kandungan P tanah. Pupuk urea yang diuji sesuai dengan kandungan yang tertera dalam kemasan yaitu 46% dan pupuk majemuk NPK Kujang Cikampek yang diuji berbeda dengan kandungan yang tertera dalam kemasan yang seharusnya 15 – 15 – 15 artinya kandungan masing – masing unsur hara N, P, dan K sebesar 15% ternyata setelah dilakukan pengujian, kandungan N Total sebesar 21.45%, P Total sebesar 14.35%, dan K Total sebesar 29.23%. Perlakuan dosis pupuk 45 N kg ha-1, 90 N kg ha-1, dan 135 N kg ha-1 berturut-turut memiliki hara N Total dalam tanah sebesar 19%, 19% dan 13%, bila dibandingkan dengan kandungan N Total tanah sebelum penelitian yaitu 13% maka penambahan dosis pupuk nitrogen dapat meningkatkan kandungan N Total tanah (Tabel 1). Kandungan N tanah selain berasal dari pemupukan juga dapat bersumber dari air hujan, air irigasi, maupun bahan organik tanah yang telah ada dan mengalami proses dekomposisi (Tustiyani 2014). Secara umum hasil analisis menunjukan tidak terdapat perbedaan kandungan N Total tanah yang besar pada akhir percobaan. Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 11 MST. Tinggi tanaman tertinggi dihasilkan pada perlakuan dosis 135 kg N ha-1 dan jarak tanam 30 cm x 30 cm yaitu 90.70 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah dihasilkan pada perlakuan dosis 45 kg N ha-1 dan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm sebesar 77.77 cm. Pengaruh interaksi perlakuan dosis dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada 11 MST dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada saat 11 MST Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135
30 x 30 84.87bc 82.10c 90.70a
Jarak Tanam 30 x 15 20 x 15 x 40 …cm… 82.13c 77.77d 87.53ab 88.00ab 90.33a 84.63bc
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Terdapat korelasi positif antara dosis pupuk yang diberikan dengan jarak tanam yang digunakan. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan dan semakin lebar jarak tanam yang digunakan maka tinggi tanaman akan semakin meningkat. Tinggi tanaman tertinggi cenderung diperoleh pada dosis pupuk
12 nitrogen yang tinggi dan jarak tanam yang lebar (135 kg ha-1 dan 30 cm x 30 cm) yakni 90.70 cm. Tinggi tanaman terpendek diperoleh pada dosis pupuk nitrogen yang rendah dan jarak tanam yang sempit (45 kg ha-1 dan 20 cm x 15 cm x 40 cm) yakni 77.77 cm, hal tersebut menunjukkan adanya kompetisi unsur hara. Kompetisi ialah salah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak (Mulyaningsih et al 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya persaingan dalam pertanaman padi sawah adalah kepadatan populasi yang ada di sekitar pertanaman. Pupuk anorganik mengandung unsur hara tanaman seperti N yang lebih banyak dibandingkan pupuk organik dan lebih cepat tersedia bagi tanaman. Hal ini memungkinkan nitrogen lebih banyak diserap tanaman. Menurut Syekhfani (1997) pemupukan nitrogen dapat menunjang pertumbuhan tanaman padi sawah dan sebaliknya jika tidak diberikan akan menghambat pertumbuhan tanaman karena nitrogen merupakan unsur hara yang berfungsi memacu pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman akan memperlihatkan gejala klorosis dan tumbuh kerdil jika kekurangan nitrogen. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haque (2013) pada padi indica yang menyatakan bahwa pemberian dosis pupuk nitrogen yang tinggi akan mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman salah satunya tinggi tanaman. Selain itu tidak terlihat pengaruh etiolasi pada populasi tertinggi. Jumlah Anakan Pengaruh pemupukan dosis pupuk N terhadap jumlah anakan terlihat pada saat 6, 7, dan 8 MST. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut menghasilkan anakan maksimum. Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 menghasilkan jumlah anakan terbanyak, kedua dosis tersebut menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha-1 (Tabel 3). Pada perlakuan dosis tinggi diduga tanaman memiliki kandungan nitrogen yang cukup. Tanaka dan Garcia (1965) menemukan bahwa kandungan nitrogen lebih tinggi 2% pada batang padi akan mendorong pembentukan anakan dan apabila lebih rendah dari 0.8% maka akan menyebabkan kematian pada anakan padi. Hal serupa juga dikemukakan oleh Maske et al (1997) yang menemukan bahwa jumlah anakan meningkat secara signifikan dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Perlakuan dosis 45 kg N ha-1 menghasilkan jumlah anakan paling sedikit terutama pada 6, 7, dan 8 MST, setelah melewati fase pertumbuhan anakan maksimum, pada 9, 10, dan 11 MST, jumlah anakan ketiga perlakuan dosis tersebut tidak berpengaruh nyata.
13 Tabel 3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda Perlakuan
5
6
Umur Tanaman (MST) 7 8 9 …..anakan…..
10
11
19.00 22.56 22.22
19.22 22.00 22.44
Dosis (Kg) 45 17.11 90 18.67 135 19.11 Jarak Tanam (cm)
16.44b 15.22b 18.00b 18.67 18.89a 18.11a 21.22a 22.00 19.89a 19.89a 21.33a 21.78
30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
22.22a 21.89a 26.56a 28.33a 29.44a 30.00a 17.33b 16.22b 18.11b 18.44b 18.56b 17.78b 15.67c 15.11b 15.89b 15.67b 15.78b 15.89b tn tn tn tn tn tn
19.56a 18.11b 17.22b tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah anakan yang terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah anakan dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 5, 7, 8, 9, 10, dan 11 MST. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan terlihat semakin banyak kemampuan tanaman menghasilkan anakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Masdar (2005) bahwa Jarak tanam 30 cm x 30 cm menunjukkan jumlah anakan yang paling banyak. Awalnya inisiasi anakan berupa 4 tunas primer tumbuh normal dan berkembang menjadi 4 anakan primer (Yoshida 1981), namun tunas berikutnya tidak sepenuhnya bisa berkembang menjadi anakan karena tergantung dukungan makanan dari anakan primer yang berfungsi sebagai induk. Pada jarak tanam lebar tanaman memiliki akses hara, air, dan cahaya lebih banyak sehingga dukungan untuk perkembangan anakan berikutnya terpenuhi. Tanaman pada jarak tanam lebih sempit mengalami persaingan yang lebih berat untuk mendapatkan unsur hara, cahaya maupun air. Unsur hara diperlukan dalam jumlah yang sangat besar dan penting untuk metabolisme tanaman. Persaingan tanaman untuk mendapatkan unsur hara terutama nitrogen, fosfat dan kalium akan terjadi pada masing-masing tanaman. Jarak tanam yang rapat, besar kemungkinan terjadi persaingan yang berat dalam perakaran. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) perakaran tanaman dan jumlah anakan dipengaruhi oleh unsur hara P. Jarak tanam yang lebar cenderung untuk tumbuh lebih baik, karena pada jarak tanam ini tanaman mempunyai kesempatan lebih baik untuk mendapatkan cahaya, unsur hara yang cukup daripada jarak tanam sempit. Jumlah Malai Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 tidak berpengaruh terhadap jumlah malai pada saat 11 MST, namun kedua dosis tersebut menghasilkan jumlah malai yang lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha1 (Tabel 4). Pemberian nitrogen dalam jumlah yang banyak (sesuai dengan kebutuhan tanaman) dapat
14 meningkatkan jumlah anakan, selain itu unsur hara belerang (S) yang terdapat pada pupuk ZA dapat memacu pertumbuhan anakan produktif, dimana jumlah anakan yang terbentuk menentukan jumlah malai (Kurniadie 2001). Siregar (1981) menyatakan bahwa unsur hara nitrogen berperan penting sebagai penyusun protein, yang akan digunakan oleh tanaman diantaranya untuk meningkatkan jumlah malai per rumpun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aribawa et al (2003) bahwa peningkatan dosis pupuk N dari 0 kg N ha-1 sampai 135 kg N ha-1 nyata meningkatkan jumlah malai per rumpun. Peningkatan dosis pupuk urea selanjutnya sampai 180 kg N ha-1 menurunkan jumlah malai per rumpun pada jarak tanam yang lebih rapat yaitu 20 cm x 10 cm. Tabel 4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
8
Umur Tanaman (MST) 9 10 …malai…
11
5.00 4.11 5.56
11.89c 14.11b 15.89a
15.78b 19.89a 20.44a
17.89b 21.22a 21.56a
5.00 4.89 4.78 tn
16.33a 13.44b 12.11b tn
25.44a 16.44b 14.22b tn
28.33a 17.22b 15.11b tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah malai yang terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah malai dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 9, 10, dan 11 MST. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm menghasilkan jumlah malai paling sedikit pada akhir pengamatan, sedangkan jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan jumlah malai paling banyak pada akhir pengamatan. Menurut Yetti dan Ardian (2009) pada jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm) cenderung menghasilkan jumlah malai yang banyak dan mengeluarkan malai lebih cepat, hal ini disebabkan kecilnya persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara mineral dan cahaya matahari, selain itu dipengaruhi juga oleh populasi yang tidak rapat jika dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit (25 cm x 25 cm).
15 Warna Daun Warna daun merupakan indikator untuk mengetahui kecukupan unsur nitrogen pada tanaman padi. Nilai BWD 4 menunjukkan titik kritis kecukupan unsur N. Hasil pengamatan warna daun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda Perlakuan
Dosis (Kg) 45 Kg 90 Kg 135 Kg Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
Umur Tanaman (MST) 5 6 7 …skor…
1
2
3
4
3.00 3.00 3.00
4.00 4.00 4.00
4.00 4.00 4.00
4.00 4.00 4.00
4.00 4.00 4.00
3.33 4.00 4.00
3.00 3.00 3.00 tn
4.00 4.00 4.00 tn
4.00 4.00 4.00 tn
4.00 4.00 4.00 tn
4.00 4.00 4.00 tn
3.78 3.78 3.78 tn
8
9
10
11
3.00 3.00 3.00
2.67 3.00 3.00
2.78 3.00 3.00
2.67 3.00 3.00
2.44 2.44 2.56
3.00 3.00 3.00 tn
2.89 2.89 2.89 tn
3.00 2.89 2.89 tn
3.00 2.89 2.78 tn
2.67 2.44 2.33 tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Tabel 5 menunjukan rata-rata warna daun memiliki skor 4 atau mendekati 4 pada saat 2 MST - 6 MST kemudian menurun pada 7 MST - 11 MST. Perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap bagan warna daun. Pola perkembangan bagan warna daun pada saat tanaman masih muda umumnya rendah dan meningkat dengan meningkatnya umur tanaman. Sifat dari pupuk anorganik adalah memiliki kandungan hara yang tinggi dan cepat tersedia bagi tanaman (Suharno et al 2010). Panjang Akar, Bobot Kering Biomassa dan Volume Akar Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap panjang akar dan bobot kering akar, namun berpengaruh terhadap bobot kering tajuk dan volume akar (Tabel 6). Jarak tanam 30 cm x 30 cm memiliki bobot kering tajuk dan volume akar yang lebih besar yakni 43.27 cm dan 29.44 ml dibandingkan pada perlakuan jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muliasari (2009) yang menyatakan bahwa bobot kering tajuk paling tinggi terdapat pada perlakuan jarak tanam paling lebar yaitu jarak tanam 30 cm x 30 cm. Hal ini terjadi apabila jarak tanam yang lebar, tanaman lebih dapat memanfaatkan lingkungan sekitar guna mendukung pertumbuhannya. Menurut Donald (1963) tanaman pertanian mempunyai kemampuan untuk mengeksploitasi lingkungan yang lebih luas disamping kemampuannya untuk bertahan hidup. Perwita (2011) menyatakan bahwa volume akar yang paling tinggi tidak
16 menjamin jumlah anakan yang dihasilkan akan paling tinggi pula, karena pembentukan anakan lebih ditentukan oleh serapan hara selama fase vegetatif. Selain itu tidak terdapat interaksi antara pupuk nitrogen yang diberikan dengan jarak tanam yang digunakan. Tabel 6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda. Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
Panjang Akar (cm)
Bobot Kering (g) Tajuk Akar ...12 MST...
Volume Akar (ml)
16.76 14.99 14.99
24.61 30.51 31.57
4.73 6.50 6.15
18.33 22.00 21.44
15.89 15.79 15.06
43.27a 23.45b 19.97b tn
5.70 6.70 4.99 tn
29.44a 18.44b 13.89b tn
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Hasil dan Komponen Hasil Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/Malai, Serta Bobot 1000 Butir Jumlah anakan produktif adalah jumlah anakan yang menghasilkan malai yang berpengaruh terhadap hasil tanaman. Perlakuan dosis pupuk N tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tetapi perlakuan jarak tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman (Tabel 7). Jumlah anakan produktif paling banyak terdapat pada perlakuan jarak tanam 30 cm x 30 cm yakni 27 dan jumlah anakan produktif paling sedikit terdapat pada perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm yakni 13. Jumlah anakan produktif dipengaruhi oleh ukuran ruang antar rumpun. Semakin luas ruang antar rumpun, semakin banyak jumlah anakan produktif (Muliasari 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Masdar (2005) bahwa semakin lebar jarak tanam jumlah anakan produktif semakin banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit. Tunas tertier tidak sepenuhnya bisa tumbuh bugar sampai usia berbunga karena masih pendek dan kalah dalam persaingan antar anakan. Anakan yang relatif pendek dan posisi di bagian dalam rumpun, akan mengalami kekalahan pada persaingan kontak dengan cahaya matahari. Sistem perakaran pada anakan tertier masih relatif sedikit dan pendek sudah harus bersaing dengan banyak sistem perakaran lainnya dalam satu rumpun yang sudah relatif banyak dan panjang. Dalam hal ini, sistem perakaran yang
17 terbatas dalam jumlah dan panjangnya akan kalah sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan hara untuk daun. Tanaman dalam satu rumpun terlalu awal menghadapi persaingan tanaman antar rumpun, baik dalam konteks areal perakaran maupun saling menaungi antar daun. Tabel 7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot 1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
Jumlah Anakan Produktif …batang…
Panjang Malai
Jumlah Gabah/Malai
Bobot 1000 Butir
…cm…
…butir…
…g…
17.67 20.22 20.33
20.01 21.66 21.36
64.89c 75.33b 81.00a
27.47 27.38 31.55
27.33a 17.00b 13.89c tn
21.50a 21.63a 19.89b tn
77.33a 72.44b 71.44b tn
28.61 29.52 28.28 tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan dosis pupuk nitrogen juga tidak berpengaruh terhadap panjang malai, dan bobot 1000 butir (Tabel 7). Sedangkan jarak tanam berpengaruh terhadap panjang malai dan tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm memiliki malai terpendek sedangkan jarak tanam 30 cm x 30 cm memiliki malai terpanjang. Panjang malai berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai yang dihasilkan. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm memiliki jumlah gabah per malai yang nyata lebih sedikit daripada jarak tanam 30 cm x 15 cm. Jarak tanam 30 cm x 30 cm memiliki jumlah gabah per malai yang terbanyak. Sesuai dengan penelitian Rahman dan Barua (1998) yang menguji beras kultivar BR2 dengan menggunakan jarak tanam berbeda - beda (7.5 cm x 7.5 cm, 15 cm x 15 cm, 22.5 cm x 22.5 cm, dan 30 cm x 30 cm) diketahui bahwa jumlah anakan perumpun, panjang malai, dan jumlah gabah per malai akan meningkat pada populasi tanaman yang rendah. Berdasarkan hasil sidik ragam tidak terdapat interaksi antara pupuk nitrogen yang diberikan dengan jarak tanam yang digunakan. Hasil Gabah Basah/Tanaman, Gabah Kering/Tanaman, Bobot Gabah Bernas dan Gabah Hampa Hasil gabah per tanaman sangat nyata dipengaruhi oleh jarak tanam baik gabah basah maupun kering. Jarak tanam yang lebih lebar menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat. Jarak tanam yang
18 paling lebar (30 cm x 30 cm) menghasilkan hasil gabah basah dan hasil gabah kering per rumpun paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm memiliki hasil gabah per rumpun yang rendah dibandingkan jarak tanam 30 cm x 15 cm. Hasil gabah paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan jarak tanam 30 cm x 30 cm masing-masing gabah basah dan kering sebesar 37.51 g dan 32.85 g. Jarak 20 cm x 15 cm x 40 cm memiliki hasil gabah basah dan kering yang paling rendah, yaitu sebesar 20.21 g dan 15.66 g. Sependapat dengan hal tersebut menurut Donald (1963) hendaknya diusahakan agar penggunaan jarak tanam selebar mungkin tanpa menimbulkan kerugian atau penurunan hasil. Hasil gabah/rumpun yang tinggi pada jarak tanam lebar diduga karena kompetisi (hara, cahaya, air) yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit dengan kompetisi yang tinggi. Masdar (2005) menyatakan bahwa penggunaan jarak tanam 30 cm x 30 cm nyata meningkatkan hasil dan komponen hasil padi dibandingkan jarak tanam 20 cm x 20 cm dan 25 cm x 25 cm. Tabel 8 Hasil gabah basah/tanaman, gabah kering/tanaman, bobot gabah bernas dan gabah hampa padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
Hasil Gabah Basah/Tanaman
Hasil Gabah Kering/Tanaman
…g…
…g…
Persentase Persentase Gabah Gabah Bernas Hampa …%… …%…
21.55b 29.18a 31.39a
17.78b 24.11a 26.05a
92.92 90.31 93.12
7.08 9.69 6.88
37.51a 24.39b 20.21c
32.85a 19.44b 15.66c
91.94 91.79 92.62 tn
8.06 8.21 7.38 tn
tn
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Hasil gabah per tanaman juga dipengaruhi oleh dosis pupuk N yang diberikan. Hasil gabah per tanaman dengan perlakuan dosis 90 kg N ha-1 tidak berbeda dengan perlakuan dosis 135 kg N ha-1, hasil gabah paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan dosis 135 kg N ha-1 masing-masing gabah basah dan kering sebesar 31.39 g dan 26.05 g. Dosis 45 kg N ha-1 memiliki hasil gabah basah dan kering yang paling rendah, yaitu sebesar 21.55 g dan 17.78 g (Tabel 8). Peningkatan dosis pupuk urea dari 0 kg N ha-1 sampai 135 kg N ha-1 nyata meningkatkan hasil gabah (Aribawa et al 2003). Perlakuan dosis dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap bobot gabah bernas maupun bobot gabah hampa
19 (Tabel 8). Selain itu tidak terdapat interaksi antara pupuk nitrogen yang diberikan dengan jarak tanam yang digunakan. Dugaan Hasil Gabah Kering Giling, Potensi Hasil dan Peningkatan Hasil Perhektar Perlakuan dosis pupuk N yang diberikan tidak berpengaruh terhadap dugaan hasil gabah kering giling (GKG) dan potensi hasil per hektar (Tabel 9). Secara umum dosis pupuk nitrogen 135 kg ha-1 menghasilkan dugaan hasil GKG dan potensi hasil per hektar paling tinggi sedangkan dosis pupuk nitrogen 45 kg N ha-1 menghasilkan dugaan hasil GKG dan potensi hasil perhektar paling rendah. Semakin tinggi dosis pupuk N (urea) yang diberikan akan meningkatkan berat gabah kering giling. Tujuan utama dari pemberian pupuk N pada tanaman padi adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Biasanya tanaman mengambil 30 – 70% dari N yang diberikan bergantung pada jenis tanaman, tingkat dan jumlah N yang diberikan (Englestad 1997). Menurut Kamsurya (2002) dengan pemberian pupuk urea saja sebenarnya sudah mampu meningkatkan berat gabah kering giling. Pupuk urea mampu menyediakan nitrogen 46%. Namun demikian pengaruhnya akan lebih efektif bila diberikan secara berimbang dengan pupuk yang lain. Tabel 9 Dugaan hasil gabah kering giling, potensi hasil, dan peningkatan hasil per hektar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda Perlakuan Dosis (kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40 Interaksi
Dugaan Hasil GKG ha-1
Potensi Hasil ha-1
…ton…
…ton…
2.38 3.01 3.21
4.54 5.66 7.26
2.99 2.78 2.83
6.24b 7.50a 3.72c tn
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap dugaan hasil GKG namun berpengaruh terhadap potensi hasil per hektar (Tabel 9). Jarak tanam 30 cm x 15 cm menghasilkan potensi hasil paling tinggi (7.50 ton) dan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm menghasilkan potensi hasil paling rendah (3.72 ton). Donald (1963) menyatakan bahwa peningkatan populasi sampai batas-batas tertentu dapat meningkatkan hasil per satuan luas sedangkan hasil per tanaman
20 menurun. Tanaman yang ditanam dengan jarak tanam bujur sangkar lebar menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan jarak tanam legowo. Stadia Pertumbuhan Umur Bunting, Umur Keluar Malai, Umur Pengisian (Masak Susu, Penuh dan Mati) serta Umur Panen Stadia pertumbuhan diamati dari mulai perkembangan vegetatif hingga generatif. Perlakuan dosis pupuk nitrogen yang diberikan tidak berpengaruh terhadap umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan (masak susu, masak penuh, masak mati) dan umur panen (Grafik 1). Secara umum ketiga perlakuan dosis pupuk nitrogen yakni 45 kg N ha-1, 90 kg N ha-1, dan 135 kg N ha-1, memiliki umur stadia pertumbuhan yang hampir sama. Pada saat umur bunting ketiga perlakuan dosis pupuk N berada disekitar 40 – 41 hari, umur keluar malai berada disekitar 52 – 53 hari, umur masak susu berada disekitar 64 – 65 hari, umur masak penuh berada disekitar 72 – 73 hari, umur masak mati berada 77 – 78 hari, dan umur masa panen berada disekitar 87 – 88 hari.
Umur Stadia
Perlakuan Dosis Pupuk N Terhadap Stadia Pertumbuhan 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Bunting
Keluar Malai
Masak Susu
Masak Penuh
Masak Mati
Masa Panen
45 Kg
40,56
52,78
64,78
72,22
77,33
87,89
90 Kg
41,89
53,56
65,44
73,00
77,67
88,11
135 Kg
40,00
53,00
64,67
72,56
77,67
87,78
Gambar 2 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen yang berbeda Perlakuan jarak tanam yang diberikan berpengaruh terhadap masak mati dan umur panen. Jarak tanam 30 cm x 30 cm lebih lama untuk mencapai umur masak mati dan umur panen dibandingkan jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Pada jarak tanam 30 cm x 30 cm umur panen lebih lama disebabkan masa menganak yang lebih panjang, sehingga panen dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan panen pada jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 20 cm x 15 cm x 40 cm, kemudian tahap dua dilakukan panen pada jarak tanam 30 cm x 30 cm.
21
Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Stadia Pertumbuhan 100 Umur stadia
80 60 40 20 0 Bunting
Keluar Malai
Masak Susu
Masak Penuh
Masak Mati
Masa Panen
30 x 30
41,22
53,2
64,67
72,33
79,22
90,79
30 x 15
40,89
52,78
64,89
72,67
76,44
86,56
20 x 15 x 40
40,33
53,33
65,33
72,78
77
86,44
Gambar 3 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen padi japonica pada perlakuan jarak tanam yang berbeda
22 Fisikokimia Rendemen Beras Giling, Persentase Beras Kepala, Kadar Amilosa, Suhu Gelatinisasi, dan Bentuk Beras Peubah rendemen beras giling dan persentase beras kepala tidak dipengaruhi oleh perlakuan dosis pupuk nitrogen yang diberikan dan jarak tanam yang digunakan. Rendemen beras giling berkisar antara 71% - 72% dan persentase beras kepala berkisar antara 86% - 90% (Tabel 10). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tustiyani (2014) bahwa rendemen beras giling dan persentase beras kepala tidak dipengaruhi oleh pelakuan pupuk. Hal ini diduga karena karakter fisikokimia beras seperti rendemen beras giling dan persentase beras kepala sangat dipengaruhi oleh karakter padi meliputi kadar air gabah, adanya pengapuran pada butir beras, iklim (Wibowo et al 2009) serta sifat pati dalam beras (Juliano 1995). Kedua faktor perlakuan diatas juga tidak berpengaruh terhadap kadar amilosa yang diuji. Kadar amilosa dalam beras memiliki hubungan atau terkait dengan tingkat kepulenan nasi, berdasarkan kriteria Juliano (1993) hasil pengujian menunjukan kadar amilosa berada diklasifikasi rendah antara 15.76 – 16.26 % (Tabel 10). Semakin tinggi kadar amilosa, maka semakin rendah tingkat kepulenan nasinya. Tabel 10 Rendemen beras giling, persentase beras kepala, kadar amilosa, suhu gelatinisasi, bentuk beras, dan uji organoleptik padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
Perlakuan Dosis (Kg) 45 90 135 Jarak Tanam (cm) 30 x 30 30 x 15 20 x 15 x 40
Rendemen Persentase Kadar Suhu Bentuk Beras Beras Organoleptik Amilosa Gelatinisasi Beras Giling Kepala % % % skor skor 71.60 71.82 71.91
86.20 88.19 89.00
15.80 16.26 15.80
7.00 7.00 7.00
1.94b 2.03ab 2.10a
1.8 1.9 1.9
71.96 71.73 71.64
89.52 86.20 87.67
15.76 16.06 16.04
7.00 7.00 7.00
2.01 2.00 2.07
1.8 1.8 1.9
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Suhu gelatinisasi merupakan suatu kisaran suhu dimana granula pati mulai mengembang secara permanen dalam air panas bersamaan dengan hilangnya bentuk kristal dari pati tersebut (Wibowo et al 2009). Perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi, rata – rata kriteria suhu gelatinisasi adalah 7, yaitu beras yang diuji memiliki suhu gelatinisasi rendah atau kurang 70○C (Tabel 10). Suhu gelatinisasi berkolerasi positif dengan
23 kepulenan nasi, semakin rendah kadar suhu gelatinisasi maka semakin rendah kadar amilosa. Bentuk beras diperoleh dari perbandingan antara panjang dan lebar beras dengan kriteria sebagai berikut ramping/slender (>3.0 mm), sedang/medium (2.1 – 3.0 mm), dan bulat/bold (1.0 – 2.0 mm) (IRRI 1980). Dosis pupuk N berpengaruh terhadap bentuk beras japonica varietas Hitomebore. Perlakuan dosis pupuk 135 kg N ha-1 menghasilkan bentuk beras yang sedang/medium dibandingkan perlakuan dosis pupuk N lainnya yang menghasilkan bentuk beras bulat/bold (Tabel 10). Perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap uji organoleptik. Hasil uji organoleptik menunjukan bahwa semua perlakuan memiliki nilai 1.8 – 1.9 yang berarti bahwa semua perlakuan memiliki rasa yang sangat baik.
KESIMPULAN Perlakuan dosis pupuk 135 kg N ha-1 menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dugaan hasil GKG per hektar (3.21 ton ha-1), dan potensi hasil per hektar yang lebih tinggi. Perlakuan jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm) menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, bobot kering biomassa, volume akar, jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah per malai yang lebih tinggi. Seluruh perlakuan menghasilkan kadar amilosa yang rendah, suhu gelatinisasi yang rendah, bentuk beras yang sebagian besar bulat dan rasa nasi yang sangat baik. Rendemen beras giling dan persentase beras kepala tidak dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen maupun jarak tanam yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Aribawa IB, Mastra S, dan Kariada IK. 2003. Pengaruh beberapa dosis pupuk urea dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo di lahan kering [makalah seminar]. Denpasar (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Bleasdale JKA. 1973. Plant Physiology in Relation to Hortikulture 1 st Ed. The Macmillan Press Ltd. New York. 144p. Bouldin DR dan BV Alimagno. 1976. NH3 Volatilization Losses From IRRI Paddies Following Broadcast Application of Fertilizer Nitrogen. IRRI. Los Banos, Laguna (PH): Philippines. 51 p. Buckman H dan NC Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjamahan Soegiman. Bharata Karya Aksara. Jakarta. De Datta SK. 1968. Efficiency of Fertilizer Nitrogen (N15-Labelled) for Flooded Rice. Soil Sci. Congress, Australia, IV: 67 – 76
24 De Datta SK. 1970. Fertilizer and soil amandements for tropical rice. Los Banos (PH): Philippines De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons, Inc. Canada (US). 618 p. De Datta SK. 1981. Nitrogen Tranformation Processes in Relation to Improved Cultural Practices for Lowland Rice. Plant and Soil, 100: 47 – 69 Denny Kurniadie. 2001. Pengaruh kombinasi dosis pupuk majemuk NPK phonska dan pupuk N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah (Oryza sativa L) varietas IR 64. Bandung (ID). Universitas Padjadjaran Departemen Pertanian. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. 40 hal. Dobermann A dan T Fairhurts. 2000. Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash and Phospat Institute of Canada and IRRI. Oxford Geographic Printers Pte Ltd. Canada. Philippines. 191 p. Dobermann A. 2004. Acritical assesment of the system of rice intensification (SRI). Agric. Sys. 79:261-281. Donald CM. 1963. Competition among crop and pasture plants. Advances in Agronomy IV. 1-118p New York (US): Academic Press. Inc. Publ. Engelstad OP. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Terjemahan DH Goenadi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta (ID). Fagi AM. 1990. Efisiensi Pupuk pada Tanaman Pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Cisarua, 12 - 13 Nopember 1990. Hlm. 145 - 155 Geethadevi T, Gowda A, Vidyachandra B. dan Babu BTR. 2000. Studies on split application of nitrogen and their timings on growth and yield of rice genotypes. Current Res. 29(3-4): 42-44. Gomez KA. dan AK Gomez. 1984. Statistical procedures for Agricultural Research. 2nd Edn. John. Wiley and Sons. P 207-215. Hakim N, MY Nyakpa, AM Lubis SGN, MR Saul, MA Diha, GB Hong, dan H Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Haque MDA. 2013. Effect of different levels of nitrogen and Plant spacing on the yield of transplant aman rice CV. Brri dhan52 [thesis]. Mymensingh (BD): Bangladesh Agricultural University. [IRRI] International Rice Research Institute. 1980. International rice testing program. Standard Evaluation System for Rice. Philippines (PH): IRRI. Islam MF dan SMR Karim. 2003. Effect of population density of Echinochloa crus-galli dan Echinochloa colona on rice. P:275-281. Proceedings I The 19th Asian-Pacific Weed Science Society Conference. Manila-Philippines, March, 17-21. Ismunadji M. 1975. Sulphur deficiency in lowland rice in java. Contr. Centr. Res. Inst. Agri. Bogor 14: 1 – 17 Ismunadji M dan W Dijkshoorn. 1971. Nitrogen nutrition of rice plants measure by growth and nutrient content in pot experiment ionic balance and selective uptake. Neth. J. Agric. Sci. 19: 223 - 236.Juliano BO. 1993. Rice in human
25 nutrition. IRRI. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome Jipelos MJ. 1989. Uptake of Nitrogen From Urea Fertilizer for rice and Oil Palm. In Nutrient Management for Food Crops Production in Tropical Farming System (Eds. J. Var der Heide). Institute for SoilFertility (IB) haren, The Netherland: 187 – 204. Juliano BO. 1995. Polysacarides, protein, and lipids of rice in rice chemistry and technology. Juliano BO, editor. St. Paul (US): Am. Assoc. Cerial Chemistry. Kamsurya MY, HT Sebayang dan B Guritno. 2002. Pengaruh Pemupukan Nitrogen Pada Lahan Tanpa Olah Tanah dengan Herbisida Glifosat terhadap pertumbuhan beberapa varietas padi. Malang (ID) : Universitas Brawijaya. Katayama TC. 1993. Morphological and taxonomical characters of cultivated rice (Oryza sativa L.), p. 41-49. In M. Takane and K. Hoshikawa (Eds). Science of the Rice Plant Vol.1: Morphology. Food and Agriculture Policy Research Center. Tokyo. Kirk GJD. 1996. Root and N acquisition. in strategic research in integrated management course (SRINM). 18 March - 26 April 1996. IRRI. Philippines Mae T. 1997. Nitrogen utilization, photosynthesis, and yield potential in plant nutrition for sustainable food production and environment. Physiological Nitrogen Efficiency in Rice. Di dalam: Ando T, Fujita K, Mae T, Matsumota H, Mori S, Sekiya J, editor. Jepang (JP): Kluwer Academic Publishers. Masdar. 2005. Interaksi jarak tanam dan jumlah bibit per titik tanam pada sistem intensifikasi padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. J Akta Agrosia. Bengkulu (ID): Universitas Bengkulu. Maske MS, Norker SL, dan Rajgire HJ. 1997. Effect of nitrogen levels on growth, yield and grain quality of rice. J. Soils and Crops. 7(1): 83-86. Makarim AK. 1993. Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Pemupukan N pada Padi Sawah Berdasarkan Analisis Sistem. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan 3: 675 – 681 Muliasari AA dan Sugiyanta. 2009. Optimasi jarak tanam dan umur bibit pada padi sawah (Oriza sativa L.) [makalah seminar]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyaningsih S, FT Kadarwati, dan I Sadikin. 2008. Periode kritis kompetisi gulma pada kapas yang ditumpangsari dengan jagung. Agrivita 30: 35-44. Mukhlis dan Fauzi. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen dalam Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Navin K, Singh VK, Thakur RB, dan Kumar N. 1996. Effect of level and time of N-application on the performance of winter rice. J Appl Biol. 6(1-2): 48-53. Pusa (IN): Rajendra Agricultural University. Perwita AD. 2011. Pengaruh pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati untuk mereduksi penggunaan pupuk npk pada padi sawah (Oryza sativa L). [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Rahman MA dan Barua AK. 1998. Studies on the effect of spacing on some agronomic characters and NPK concentration of BR11 Aman paddy. J Science. 22(1): 9 1-95. Bangladesh (BD): Chittagong University.
26 Roesmarkam A dan NW Yowono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Saharawat KL, Datta S, dan Singh BN. 1999. Nitrogen responsiveness of low land rice varieties under irrigated condition in West Africa. International Rice Research Notes. 24(2): 30. Salahuddin KM, Chowhdury SH, Munira S, Islam MM, dan Parvin S. 2009. Response of nitrogen and plant spacing of transplanted Aman Rice. Bangladesh J Agril Res. 34(2): 279-285 [diunduh 2014 Des 03]. Mymensingh (BD): Bangladesh Agricultural University. Saleque MA, Naher UA, Choudhury NN, dan Hossain ATMS. 2004. Variety specific nitrogen fertilizer recommendation for low land and rice. Commun Soil Sci Plant Anal. 35(13 & 14): 1891-1903. [diunduh 2014 Des 03]. Gazipur (BD): Bangladesh Rice Research Institute. Salisbury FB dan CW Ross. 1985. Plant Physiology. Book. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California. Sato S. 2007. SRI mampu meningkatkan produksi padi nasional. [diunduh 2015 Sep 20]. Bogor (ID): Bogor Agricultural University Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor (ID): Sastra Hudaya. Bogor. 320 hal. Sohel MAT, Siddique MAB, Asaduzzaman M, Alam MN, dan Karim MM. 2009. Varietal performance of transplant aman rice under different hill densities. Bangladesh J Agril Res. 34(1): 33 – 39. [diunduh 2014 Des 03]. Mymensingh (BD): Bangladesh Agricultural University. Suharno, Rachman AK, dan Apsari SR. 2010. Pengaruh jenis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi ubi jalar (Ipomea batatas L.). Agriekstensia 9 (2): 200-210. (ID). Suismono A, Setyono SD, Indrasari P, Wibowo, dan Las I. 2003. Evaluasi mutu beras berbagai varietas padi di Indonesia. Sukamandi (ID): Balai Penelitian Tanaman Padi. Syekhfani. 1997. Hara Air Tanah dan Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brahwijaya. Malang (ID). Tanaka A dan CV Garcia. 1965. Studies on the relationship between tillering and nitrogen uptake of the rice plant. Soil sci. Palnt Nutr. 11:129 Tisdale SL, WL Nelson dan JD Braton. 1990. Soil Fertility dan Fertilizer. 4th Edition Macmillan Pub. Co. New York. Tustiyani I. 2014. Karakter morfosiologi tanaman dan fisiokimia beras dengan berbagai dosis pemupukan organik dan hayati pada budidaya padi organik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wibowo P, Indrasari SD, dan Jumali. 2009. Identifikasi karakteristik dan mutu beras di Jawa Barat. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28 (1): 45-49. Yetti H dan Ardian. 2009. Pengaruh Penggunaan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Varietas IR 42 dengan Metode SRI (System Of Rice Intensification). SAGU 9(1):21-27. Riau (ID): Universitas Riau
27 Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos (PH): International Rice Research Institute. Yoshida T dan BC Padre. 1974. Nitrification and denitrification in submerged maahas clay soil. Soil Sci. 20(3): 241 - 247.
28
LAMPIRAN Lampiran 1 Lay out lahan penelitian
U
Keterangan : D1 = Dosis 45 kg N ha-1 D2 = Dosis 90 kg N ha-1 D3 = Dosis 135 kg N ha-1 U = Ulangan
29 Lampiran 2 Data suhu dan kelembaban relative bulan Oktober 2014 – Februari 2015 Bulan Oktober November Desember Januari Februari Rata-Rata
07.00 RH (%) Celcius 64 27.6 72 27.4 71 27.5 74 24.5 76 24.4 71 26.3
Pukul 12.00 17.00 RH (%) Celcius RH (%) Celcius 61 39.3 62 28.4 48 38.9 62 29.0 65 31.5 68 27.3 70 27.9 71 26.9 68 30.0 72 27.0 62 33.6 67 27.7
Lampiran 3 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Nilai Parameter Tanah C (%) N (%) C/N P2O5 HCL 25% (mg/100 g) P2O5 Bray (ppm P) P2O5 Olsen (ppm P) K2O HCL 25% (mg/100 g) KTK/CEC (me/100 g tanah) Susunan Kation Ca (me/100 g tanah) Mg (me/100 g tanah) K (me/100 g tanah) Na (me/100 g tanah) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Alumunium (%) Cadangan Mineral (%) Salinitas/DHL (dS/m) Persentase natrium dapat tukar/ESP (%)
Sangat Rendah <1 < 0.1 <5 < 15 <4 <5 < 10 <5
Rendah
Sedang
1-2 0.1 - 0.2 5 - 10 15 - 20 5-7 5 - 10 10 - 20 5 - 16
2-3 0.21 - 0.5 11 - 15 21 - 40 8 - 10 11 - 15 21 - 40 17 - 24
Sangat Tinggi 3-5 >5 0.51 - 0.75 > 0.75 16 - 25 > 25 41 - 60 > 60 11 - 15 > 15 16 - 20 > 20 41 - 60 > 60 25 - 40 > 40
<2 < 0.3 < 0.1 < 0.1 < 20 <5 <5 <1
2-5 0.4 - 1 0.1 - 0.3 0.1 - 0.3 20 - 40 5 - 10 5 - 10 1-2
6 - 10 1.1 - 2.0 0.4 - 0.5 0.4 - 0.7 41 - 60 1 - 20 11 - 20 2-3
11 - 20 2.1 - 8.0 0.6 - 1.0 0.8 - 1.0 61 - 80 20 - 40 20 - 40 3-4
> 20 >8 >1 >1 > 80 > 40 > 40 >4
<2
2-3
5 - 10
10 - 15
> 15
Tinggi
30 Unsur Makro dan Mikro Morgan Ca (ppm) Mg (ppm) K (ppm) Mn (ppm) Al (ppm) Fe (ppm) P (ppm) NH4 (ppm) NO3 (ppm) SO4 (ppm) CI (ppm)
Nilai Sangat Rendah 71 2 8 1 1 1 1 2 1 20 30
Rendah 107 4 12 1 3 3 2 2 2 40 50
Sedang 143 6 21 3 8 5 3 3 4 100 100
Tinggi 286 23 36 9 21 19 9 8 10 250 325
Sangat Tinggi 572 60 58 23 40 53 13 21 20 400 600
Balai Penelitian Tanah (2009)
Lampiran 4 Hasil analisis tanah di Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Bogor a. Hasil analisis contoh pupuk NPK Kujang Cikampek
31 b. Hasil analisis contoh pupuk Urea
32 c. Hasil analisis contoh tanah
33 Lampiran 5 Analisis usaha tani pada luasan lahan per 2000 m2 padi japonica varietas Hitomebore.
No 1 2
3
4
Jenis Barang/ Jasa
Volume
Satuan
Sewa lahan 2000 m2 Tenaga kerja Pemopokan pematang 3 HOK Pengolahan tanah 1 Traktor Pembersihan Gulma 2 HOK Perataan Tanah / 3 HOK Ngangler Pembuatan petakan 4 HOK Pembuatan Jarak 2 HOK Tanam Penyemaian 1 HOK Pemeliharaan 42 HOK Penanaman 6 HKW Pemanenan 10 HOK Input Produksi Benih padi Hitomebore 5 kg Pupuk NPK Kujang 50 kg Pupuk urea 15 kg Insektisida Reagent 80 ml Insektisida Amirstartop 80 ml Ajir 100 Batang Total Biaya yang diperhitungkan Pendapatan Gabah Kering Panen 908 kg (45 kg N per 2000 m2) Gabah Kering Panen 1132 kg (90 kg N per 2000 m2) Gabah Kering Panen 1452 kg (135 kg N per 2000 m2)
Harga Satuan (Rp) 2 795
Total
5 590 000
40 000 200 000 40 000
120 000 200 000 80 000
40 000
120 000
40 000
160 000
40 000
80 000
35 000 40 000 30 000 40 000
35 000 600 000 1 680 000 400 000
15 000 3 000 2 500 25 000 20 000 500
75 000 150 000 37 500 25 000 20 000 50 000 9 422 500
8500
7 718 000
8500
9 622 000
8500
12 342 000
(Rp)
Keuntungan (Studi kasus 135 kg N ha-1) : = Pendapatan – Total biaya yang diperhitungkan = Rp. 12 342 000 – Rp. 9 422 500 = Rp. 2 919 500 Dari analisis biaya diatas, dapat diketahui bahwa usaha tani yang dilakukan mendapatkan keuntungan dikarenakan penerimaan yang lebih besar dibandingkan total biaya yang diperhitungkan.
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, 13 Oktober 1992 dari pasangan U. Majudin dan Dede Pri Nurlaela. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari TK Tegallega, SDN Tegallega, SMPN 1 Warungkondang, SMAN 1 Cilaku hingga tahun 2011. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur SNMPTN-Tertulis pada tahun 2011. Selama kuliah di IPB, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada divisi penelitian dan pengembangan pertanian tahun kepengurusan 2012-2013 dan menjadi ketua umum himpunan agronomi dan hortikultura tahun kepengurusan 2013-2014. Penulis juga pernah menjadi wakil ketua pelaksana festival bunga dan buah nusantara pada tahun 2015. Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) IPB di Desa Gabuswetan, Kecamatan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada bulan Juli-September 2014. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik.