1
2
VARIASI JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) VARIETAS MALITA FM PADA TANAH INCEPTISOL DI DESA POSSO KABUPATEN GORONTALO UTARA*) Endang Latif, Fitria S. Bagu, Nurdin, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jarak tanam dan jarak tanam terbaik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil cabai rawit (Capsicum frutescens) varietas Malita FM pada tanah Inceptisol di Desa Posso Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Posso Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan yaitu variasi jarak tanam J1 (50 x 80 cm), J2 (60 x 40 cm), J3 (80 x 80 cm), J4 (100 x 40 cm) dan J5 (100 x 80 cm). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot basah buah perpetak dan bobot basah buah pertanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan variasi jarak tanam tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter batang. Kata kunci : Cabai Rawit (capsicum frutescens) Malita FM, Jarak Tanam, inceptisol. Gorontalo Utara PENDAHULUAN Salah satu komoditas hortikultura penting adalah cabai rawit (Capsicum frutescens). Masyarakat memanfaatkan cabai sebagai rempah dan bumbu masakan, kesehatan, dan bahan baku industri (Tanindo Agribusiness Company, 2009). Produksi cabai rawit nasional tahun 2009 mencapai 1,75 juta ton dengan hasil rata-rata 6,50 t/ha. Secara kumulatif, produksi cabai rawit telah melebihi kebutuhan konsumsi Nasional, yaitu 1,20 juta ton ( Fauziah, 2010). Namun, data Deptan (2009) menunjukkan bahwa sampai tahun 2008 produksi cabai rawit nasional baru mencapai423,14 ton dengan hasil rata-rata 4,28 t/ha. Kondisi ini menyebabkan volume ekspor sampai tahun 2008 baru mencapai 6.402,70 ton, sedangkan volume impor lebih tinggi, yakni 16.111,05 ton. Dengan demikian, peluang pengembangan cabai rawit secara nasional terbuka luas. Cabai rawit Malita FM sedang dikembangkan sebagai produk unggul di Gorontalo sejak tahun 2008. Potensi pengembangan agribisnis cabai rawit terbuka luas di luar Jawa, terutama di Provinsi Gorontalo. Sejak ditetapkan sebagai komoditas unggulan kedua di provinsi ini, luas panen cabai rawit sampai 2008 mencapai 1.693 ha dengan produksi10.891,70 ton (BPS Provinsi Gorontalo 2009). Produksi yang tinggi sering menyebabkan turunnya harga cabai rawit di pasar hingga Rp 5.000/kg, padahal menjelang hari raya keagamaan, harga cabai rawit melonjak mencapai Rp50.000/kg (Imran, 2008). Produksi cabai rawit Malita FM di Gorontalo tahun 2006 mencapai 26.667 ton, dan hasil dari petani untuk memenuhi selain pasar Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulsel, Sulteng, Jawa Timur sampai Kalimantan, sementara level harganya di Gorontalo antara Rp 10 ribu - Rp 40 ribu per kilogram. Luas areal cabai rawit varietas ini di Gorontalo sekarang mencapai 3.250 hektar, dan rata-rata
3
produksinya berkisar 10 - 15 ton per ha lebih tinggi dibandingkan cabe rawit lokal lainnya yakni hanya 10 - 12 ton per ha. Sementara dari segi budidayanya dinilai lebih memberi peluang untuk besar pada petani dari pada jenis cabe lainnya (BPS Kabupaten Gorontalo Utara, 2000). Dari aspek budidaya, usaha tani cabai rawit di Gorontalo menghadapi berbagai permasalahan, seperti kekeringan, kurangnya ketersediaan benih unggul, terbatasnya tenaga kerja, rendahnya diseminasi teknologi, tingginya biaya transportasi, minimnya infrastruktur, dan rendahnya jaminan harga. Hal ini menyebabkan laju peningkatan produksi cabai rawit cenderung fluktuatif. Imran (2008) melaporkan masih banyak petani cabai rawit di Gorontalo yang menggunakan faktor-faktor produksi secara tidak efisien, seperti bibit, pupuk SP36 dan KCl, dan fungisida. Di samping itu, pengembangan cabai di daerah ini masih pada taraf produksi massal dan wilayah pengembangannya tersebar secara tidak merata. Di beberapa tempat, cabai dikembangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 15%. Kondisi agroklimat daerah Gorontalo yang termasuk zona E (Oldeman dan Darmiyati, 1977) menyebabkan pada bulan-bulan tertentu tanaman cabai rawit mengalami defisit air sehingga peluang gagal panen sangat tinggi (Nurdin dkk, 2009). Mario (2009) melaporkan cabai rawit varietas lokal Gorontalo (Malita FM) mengandung kalori 75,54 kkal, protein 6,16%, lemak 2,06%, karbohidrat 8,09%, kalsium 0,04%, fosfor 1,96 ppm, besi 0,006%, vitamin C 67,92 mg/100 g, dan air 78,58%. Cabai rawit juga mengandung minyak atsiri kapsikol yang dapat menggantikan fungsi minyak kayu putih (Setiadi, 2001). Hasil penelitian terdahulu mengenai jarak tanam cabai rawit oleh Palupi (2005), menyatakan bahwa dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m, merupakan jarak tanam yang lebar dapat menyebabkan tanaman dapat berbuah lebih banyak, bahkan hingga mencapai dua tahun. Tanaman cabai dapat berproduksi dengan baik pada umur 4-5 bulan, sementara produktivitas penuh terjadi pada umur sekitar 2 tahun dengan kemampuan menghasilkan biji sebanyak 2-4 kg/tanaman/tahun. Hasil penelitian cabairawit menunjukkan penanaman dengan jarak tanam yang lebih rapat yaitu 50 cm x 50 cm menyebabkan penurunan hasil cabai tanaman secara nyata. Hasil perhektar akan berkurang secara nyata pada jarak tanam lebih dari 65 cm x 65 cm .Dengan Jarak tanam yang lebih rapat cahaya matahari yang diterima oleh tanaman sedikit sehingga tanaman tumbuh lebih tinggi, jumlah cabang lebih sedikit, serta terjadi persaingan diantara tanaman dalam penyerapan air, sinar matahari, dan unsur hara. Akibatnya hasil buah akan lebih rendah dibandingkan dengan hasil buah pada jarak yang lebih jarang (Balai Penelitian Sayuran,2005). Data survey di lapangan tentang jarak tanam cabai varietas Malita FM yang ada di Desa Posso Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara yang ditanam di dataran tinggi pegunungan pada lahan 45 m x 50 m, menunjukkan bahwa dengan jarak tanam 70 x 80 cm cabai varietas Malita FM dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal 17.67 % terhadap produksi cabai rawit Provinsi (BPS Provinsi Gorontalo, 2009), selain jarak tanam tersebut terdapat juga jarak tanam 80 x 20 cm yang ditanam dalam 1 hektar lahan dan dapat berproduksi dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di lapangan diperoleh dalam 1 hektar bisa mencapai 1,3 ton/ha per panen. Selain di Desa Posso, cabai varietas Malita FM juga dibudidayakan di Desa Pontolo Kecamatan Kwandang
4
dengan jarak tanam 80 x 90 cm, dan dalam 1 hektar lahan dapat berproduksi sekitar 1,2 ton/ha. Adanya variasi jarak tanam Cabai Rawit Varietas Malita FM tersebut dengan potensi produksi yang berbeda menarik perhatian penulis untuk diteliti sehingga dirumuskan judul penelitian, yaitu Variasi Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Rawit (Capsicum frutescens) Varietas Malita FM pada Tanah Inceptisol Di Desa Posso di Kabupaten Gorontalo Utara. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Posso Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara pada bulan April sampai Juli 2013. Secara spesifik kondisi geografis Kabupaten Gorontalo Utara yaitu dengan luas 1.777,03 km2 terbentang dikatulistiwa 0 – 10 LU / LS, rata-rata curah hujan berkisar 137,83 mm, kisaran ketinggian 50 – 1500 dpl, kemiringan lahan > 30, jenis tanah Inceptisol dengan kondisi tanah berstruktur remah/gembur. Peresapan air dan sirkulasi udara lancar, iklim yang dikenal yaitu musim penghujan dan musim kemarau, suhu udara maksimum berkisar antara 31,6oC sampai 33,5oC, sedangkan suhu udara minimum rata-rata berkisar antara 22,1 oC sampai 23,7oC (BPS Gorontalo Utara, 2011). Bahan dan alat 1. Bahan : a. Benih cabai varietas Malita FM digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan tanaman. b. Tanah / media tanam digunakan sebagai media semai. c. Pupuk organik/kandang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah). d. Air digunakan untuk membasahi tanah sehingga kelembaban tanah optimal dan tanaman tidak mengalami kelayuan/kekeringan. 2. Alat a. Meteran digunakan untuk mengukur komponen variabel yang diamati. b. Tali rapia digunakan sebagai mengukur jarak tanam antara tanaman. c. Daun pisang untuk menutupi benih yang sudah di kecambahkan agar supaya dapat berkecambah d. Daun kelapa yang disusun rapat untun menaungi tanaman dari curah hujan langsung di persemaian. e. Pisau / gunting digunakan untuk memotong. f. Gembor untuk penyiraman. g. Kamera untuk mengambil gambar dilokasi penelitian. h. Alat tulis menulis digunakan untuk menulis semua data tentang penelitian. Metode Penelitian Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 taraf perlakuan jarak tanam yaitu perlakuan : J1 : 50 x 80 cm J2 : 60 x 40cm
5
J3 : 80 x 80cm J4 : 100 x 40cm J5 : 100 x 80 cm Jumlah Ulangan : 3 Ulangan Dengan demikian terdapat 15 petak penelitian berukuran 2 x 4 m Pelaksanaan Penelitian Sebelum melakukan penanaman ditentukan media tanam terlebih dahulu yakni bedeng semai, tanah dan polibag. 1) Persiapan lahan. Lahan dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma bertujuan agar supaya pertumbuhan tanaman optimal. Pengemburan lahan dengan cara mencangkul sampai kedalaman 25-30 cm, kemudian lakukan perataan permukaan lahan. Buat bedengan mengikuti arah utara dan selatan dengan lebar 2 m, panjang 4 m dan tinggi 15 cm dengan jarak antar bedengan 1 m dan panjang 22 m. 2) Penentuan jarak tanam Jarak tanam yang digunakan adalah sesuai perlakuan J1 (50 x 80 cm), J2 (60 x 40 cm), J3 (80 x 80 cm), J4 (100 x 40 cm) dan J5 (100 x 80 cm). Alasan mengambil jarak tanam ini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari sehingga kelembaban bisa ditekan dan penyakit tidak mudah berkembang. 3) Pemilihan benih cabai rawit lokal varietas Malita FM Menggunakan benih Cabe Rawit Malita FM yang berasal dari penangkar Tomi Mahmud Desa Bubaa Kecamatan Paguyamana Pantai Kabupaten Boalemo yang telah direkomendasi oleh BPSBTPH Provinsi Gorontalo. 4) Persemaian Persemaian dilakukan di bedengan, menggunakan media tanam dari campuran pupuk organik, tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Benih Cabai Rawit Variatas Malita FM direndam dalam air hangat selama 4 – 10 menit kemudian diangkat dan didiamkan selama 12 jam untuk mempercepat perkecambahan. Dibuat bedengan dengan lebar persemaian 1,25 m dengan panjang 3 m. Sebarkan benih secara larikan sepanjang bedengan, jarak antar larikan 3-6 cm, kemudian tutup dengan lapisan tanah tipis-tipis setelah setelah itu tutupi dengan daun pisang selama 4 hari. 5) Penanaman Penanaman dilakukan 4 minggu setelah persemaian atau bibit tanaman cabai rata-rata mempunyai jumlah daun 4-6 helai. Pindahkan bibit kelahan setelah berumur 30-45 hari. 6) Pemeliharaan a. Penyiraman: penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. b. Pemupukan: bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman.pemupukan ini dilakukan satu kali yakni pada saat tanaman berumur 7 hari. Pupuk yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk phonska dengan dosis pupuk 50 kg/ha.Kebutuhan pupuk perbedeng yaitu 0.004 gram. c. Penyulaman : penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam pada tanaman-tanaman yang mati atau pertumbuhanya kurang baik diganti dengan stok bibit baru yang telah disiapkan.
6
d. Pengendalian hama dan penyakit: pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan menyiangi kemungkinan adanya gulma serta pengawasan secara rutin dan berkala terhadap tanaman, sehingga ketika gejala hama dan penyakit menyerang, dapat sedini mungkin teratasi. 7) Pemanenan Panen pertama akan dilakukan setelah buah cabai menunjukkan kematangan dengan kriteria matang 80-90 % dan pemetikan dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi penyusutan kuantitas dan kandungan gizi buah. Pemanenan dilakukan 2 kali dimana cabai rawit menunjukkan warna merah. Minggu pertama total panen 3300 gram dan untuk minggu kedua total panen 3250 gram. Variabel yang diamati Komponen Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah : a. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 14, 28, 42, 56, 70, 84 hari setelah tanam. b. Jumlah daun (helai) Pengamatan jumlah daun dilakukan pada umur 14, 28, 42, 56, 70, 84 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun tanaman disetiap cabang. c. Diameter batang (cm) Pengamatan diameter batang diukur pada bagian pangkal bawah, dilakukan setiap minggu menggunakan jangka sorong dengan cara mengukur batang 15 cm di atas permukaan tanah pada umur 14, 28, 42, 56, 70, 84 hari. d. Bobot Basah Buah Perpetak (gram) Bobot basah buah perpetakyang dihasilkan pada setiap petak ditimbang langsung saat dilakukan pemanenan dengan cara menimbang seluruh buah tiap petak dan setelah panen berakhir. e. Bobot Basah Buah Pertanaman (gram) Pengamatan bobot basah dilakukan pada saat panen dengan cara menimbang buah yang dijadikan sampel selanjutnya dirata-ratakan setelah pemanenan berakhir Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of varians (ANOVA). Pada parameter yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s multiple range test) pada taraf uji 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan intensif tergantung keadaan cuaca. Setelah dilakukan penyiraman. Prosentase perkecambahan cabai rawit Malita FM
7
80% dimana merupakan keadaan normal dalam pertumbuhan. Pada 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih yang tidak tumbuh, sedangkan penyiangan dilakukan segera saat gulma muncul. Kondisi agroklimat kondisi geografis Kabupaten Gorontalo Utara yaitu dengan luas 1.777,03 km2 terbentang di katulistiwa 0 – 10 LU / LS, rata-rata curah hujan berkisar 137,83 mm. Secara spesifik kondisi lahan penelitian diukur menggunakan GPS yaitu dengan luas 196,22 m2 dengan titik koordinat Lintang Utara (LU) N 000 48’ 49, 136” Bujur Timur (BT) E 122 054’ 27.850”. Kisaran ketinggian 62.2 m dpl, kemiringan lereng 250. Hasil Analisis sidik ragam Lampiran 2a sampai 7, menunjukkan bahwa variasi jarak tanam tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter batang. Penggunaan jarak tanam 60 x 40 cm hanya berpengaruh nyata pada diameter batang pada umur 14 HST. Jarak tanam (100 x 80 cm) tidak berpengaruh terhadap bobot basah buah perpetak namun berpengaruh terhadap bobot basah buah pertanaman Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 1 berikut ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman. Berikut ini ditampilkan Tabel 1 tentang sidik ragam disajikan pada Lampiran 3a sampai 3f dengan DMRT 5% pada parameter tinggi tanaman. Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 – 84 HST Perlakuan
14 HST
Tinggi Tanaman (cm) 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST
84 HST
(J1) Jarak tanam 50 x 80 cm
8.80
10.30
16.57
21.43
29.43
39.07
(J2) Jarak tanam 60 x 40 cm
9.26
11.07
16.60
22.87
28.80
38.53
(J3) Jarak tanam 80 x 80 cm
8.36
10.83
13.37
16.13
21.10
32.60
(J4) Jarak tanam 100 x 40 cm
8.30
10.23
15.33
20.07
17.20
41.47
(J5) Jarak tanam 100 x 80 cm
8.50
9.83
12.40
13.37
18.83
28.53
DMRT 5 % KK %
-
-
-
-
-
-
5.58
16.30
25.67
28.08
31.79
32.68
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
Berdasarkan uji DMRT 5 %menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Tinggi tanaman 84 hari setelah tanam memiliki nilai tertinggi pada perlakuan jarak tanam 100 x 40 cmsebesar 41.47 cm. Hal ini diduga ketika tanaman dengan jarak tanam yang rapat terjadi persaingan tanaman untuk mendapatkan cahaya. Seperti yang dikemukanan Naibaho (2006), bahwa pertambahan tinggi tanaman ini disebabkan karena tajuk tanaman yang semakin merapat mengakibatkan kualitas cahaya yang diterima menjadi turun . Meskipun untuk pertumbuhan yang terbaik pada jarak tanam 100 x 40 cm pada 84 hari setelah tanam , diduga hal ini bukan merupakan faktor tunggal dari pengaruh jarak tanam, tapi diduga karena sifat genetis dan perbedaan kesuaian lahan. Sebagai mana yang dikemukakan Purwanto (2003) bahwa batas yang jelas antara variasi yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan yang disebabkan faktor genetis sulit ditarik garis yang tegas, karena keduanya
8
saling mempengaruhi. Untuk pertumbuhan tinggi lebih dipengaruhi oleh susunan genetis dari pada pertumbuhan diameter batang. Selain tinggi tanaman, parameter penting yang diukur dalam penelitian ini adalah diameter batang. Adapun hasil dan pembahasan ditunjukkan berikut ini. Jumlah Daun Berdasarkan Tabel 2 berikut ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata hanya pada pengamatan 14 hari setalah tanam, namun tidak berbeda nyata pada pengamatan 28, 42, 56, 70 dan 84 HST disajikan pada Lampiran 4a sampai 4f. Berikut ini ditampilkan Tabel 2 tentang sidik ragam dengan DMRT 5% pada parameter jumlah daun Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 – 84 HST Perlakuan
14 HST
Jumlah Daun (Helai) 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST
84 HST
(J1) Jarak tanam 50 x 80 cm
4.51 ab
8.17
12.40
17.83
31.60
87.40
(J2) Jarak tanam 60 x 40 cm
4.76 b
8.10
12.57
17.87
33.77
68.70
(J3) Jarak tanam 80 x 80 cm
4.42 ab
8.53
10.97
13.87
24.40
74.37
(J4) Jarak tanam 100 x 40 cm
4.75 b
7.47
12.00
15.70
20.47
73.43
(J5) Jarak tanam 100 x 80 cm
4.39 a 0.347
8.27 -
8.97 -
10.60 -
20.87 -
43.93 -
17.45
44.32
38.55
51.29
48.31
7.28
DMRT 5 % KK %
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
Berdasarkan hasil uji DMRT 5% jumlah daun sebesar 4.76 helai dijumpai pada jarak tanam 60 x 40 cm. Perlakuan jarak tanam pada taraf ini diduga dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah daun. Hal ini diduga disebabkan antara tanaman satu dengan yang lain tidak saling menaungi dan menutupi sehingga tanaman dapat menerima cahaya matahari dan air dengan mudah. Semakin optimum air yang tersedia, maka semakin maksimal pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulandari (2007), tanaman yang mempunyai tajuk dengan daun lebih banyak akan memungkinkan terjadinya persaingan terhadap penerimaan radiasi matahari, sirkulasi CO2 dan penyerapan air sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Sebaliknya, tajuk yang mempunyai daun lebih sedikit memungkinkan radiasi matahari sampai ke seluruh permukaan daun. Selain itu, sirkulasi CO2 menjadi lebih lancar karena udara mengalir dengan baik. Selain tinggi tanaman dan jumlah daun parameter pertumbuhan yang akan dibahas adalah diameter batang. Adapun hasil dan pembahasan dideskripsikan berikut ini. Diameter Batang Parameter diameter batang merupakan salah satu indikator pertumbuhan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Pada percobaan ini, perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang selama pengamatan pada umur 14, 28, 42, 56, 70, 84 HST dan Hasil sidik ragam disajikan pada Lampiran 5a sampai 5f. Nilai rata-rata diameter batang dapat dillihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3. Rata-rataDiameter Batang Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam Umur 14 – 84 HST Perlakuan
14 HST
Diameter Batang (cm) 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST
84 HST
(J1) Jarak tanam 50 x 80 cm
0.28
0.30
0.40
0.43
0.50
0.77
(J2) Jarak tanam 60 x 40 cm
0.31
0.33
0.43
0.47
0.57
0.73
(J3) Jarak tanam 80 x 80 cm
0.30
0.30
0.37
0.40
0.47
0.67
(J4) Jarak tanam 100 x 40 cm
0.27
0.30
0.43
0.47
0.57
0.83
(J5) Jarak tanam 100 x 80 cm
0.29
0.30
0.33
0.40
0.43
0.63
DMRT 5 % KK %
-
-
-
-
-
-
7.24
8.12
18.37
18.37
22.65
19.46
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter diameter batang. Diameter batang 84 hari setelah tanam memiliki nilai tertinggi pada perlakauan jarak tanam 100 x 40 cm sebesar 0.83 cm, hal ini di duga tanaman yang ditanam pada jarak tanam yang lebar mendapat cahaya yang lebih banyak, karena mempunyai ruang tumbuh yang lebih luas. Pada saat tanaman yang mendapat cukup cahaya untuk aktivitas fisologisnya, tumbuhan cenderung melakukan pertumbuhan kesamping (diameter). Hal ini didukung oleh Marjenah, (2000) mengatakan pada intensitas cahaya yang cukup, tanaman cenderung memacu pertumbuhan diameternya, sehingga tanaman-tanaman yang tumbuh pada tempat terbuka mempunyai kecenderungan untuk lebih pendek dan kekar. Selain parameter pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dibahas juga parameter hasil yaitu bobot basah buah perpetak. Adapun hasil dan pembahasan berikut ini. Bobot Basah Buah Perpetak Parameter bobot basah buah perpetak tidak dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata. Perlakuan jarak tanam 80 cm x 80 cm memiliki bobot basah buah perpetak yang terbesar, yaitu 79.67 gram sidik ragam disajikan pada Lampiran 6. Nilai rata-rata hasil panen cabai rawit varietas Malita FM per petak disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.
Rata-rata Bobot Basah Buah Per Petak Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam 14 – 84 HST Perlakuan (J1) Jarak tanam 50 x 80 cm (J2) Jarak tanam 60 x 40 cm (J3) Jarak tanam 80 x 80 cm (J4) Jarak tanam 100 x 40 cm (J5) Jarak tanam 100 x 80 cm DMRT 5% KK %
Bobot Basah Buah Perpetak (gram) 70.00 75.43 79.67 68.08 65.00 19.46
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT5%.
10
Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter bobot basahbuah perpetak. Bobot basah buah perpetak tertinggi pada perlakauan jarak tanam 80 x 80 cm sebesar 79.67 gram. Hal ini disebabkan jarak tanam akan mempengaruhi hasil dengan dua cara, yakni penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat, sehingga tanaman akan mengalami kompetensi dengan tanaman-tanaman didekatnya. Pemakaian jarak tanam yang terlalu lebar mungkin akan mengurangi hasil satuan persatuan luas, karena jumlah tanamannya menjadi berkurang, meskipun ukuran produksi dari masing-masing individu tanaman makin besar. Abdullatif (1999) mengatakan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka populasi tanaman semakin tinggi. Peningkatan populasi tanaman, pada awal hasil persatuan luas cenderung meningkat secara linier, tetapi jika populasi tersebut ditingkatkan lagi maka kenailan hasil akan berjalan lambat dan kerapatam tertentu akan menurun. Antara hasil dan jarak tanam terdapat hubungan asimptotik dan parabolik. Pada hubungan asimptotik permulaannya semakin tinggi populasi tanaman semakin meningkat produksinya, tetapi pada tingkat populasi tertentu bila populasi tersebut ditingkatkan lagi tidak terjadi peningkatan produksi atau konstan. Hubungan asimptotik ini berlaku untuk tanaman yang diharapkan produksi bagian vegetatifnya. Pada hubungan parabolik hasil akan meningkat terus sampai mencapai maksimum dengan meningkatnya populasi tanaman dan akan menurun pada tingkat populasi tertentu yang lebih tinggi lagi. Hubungan parabolik ini berlaku untuk tanaman yang diharapkan produksinya dari bagian generatifnya (Abdullatif , 1999) . Selain parameter bobot basah buah perpetak, parameter yang perlu dilakukan yaitu bobot basah buah pertanaman. Adapun hasil dan pembahasan berikut ini. Bobot Basah Buah Pertanaman Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 7, dapat diketahui bahwa jarak tanam berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah buah pertanaman. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat suatu kecenderungan dengan semakin lebar jarak tanam maka bobot basah buah pertanaman akan semakin tinggi.
Tabel 5. Rata-rata Bobot Basah Buah Pertanaman Cabai Rawit Varietas Malita FM pada Berbagai Variasi Jarak Tanam 14 – 84 HST Perlakuan (J1) Jarak tanam 50 x 80 cm (J2) Jarak tanam 60 x 40 cm (J3) Jarak tanam 80 x 80 cm (J4) Jarak tanam 100 x 40 cm (J5) Jarak tanam 100 x 80 cm DMRT 5 % KK %
Bobot Buah Pertanaman (gram) 6.36 a 5.38 a 9.95 bc 8.51 b 10.85 c 1.911 19.46
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%.
11
Berdasarkan uji DMRT 5 % menunjukkan bahwa jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter bobot buah pertanaman. Bobot basah buah pertanaman tertinggi pada perlakuan jarak tanam 100 x 80 cm sebesar 10.85 gram. Hal ini diduga diakibatkan adanya persaingan antar tanaman yang semakin ketat dalam memperebutkan air, zat hara serta cahaya matahari. Apabila jarak yang digunakan semakin lebar, maka jumlah populasi tanaman akan lebih sedikit namun kemungkinan produktivitas per tanaman akan lebih tinggi (Pembayun, 2008). Hal ini didukung oleh Harjadi(1996) dalam Pembayun (2008), pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan tanaman menjadi terganggu. Menurut Abdullatif (1999) mengatakan jarak tanam yang rapat menyebabkan tajuk tanaman tunpang tindih sehingga ada bagian-bagian tanaman yang kurang menerima pancaran sinar matahari , mengakibatkan produksi tanaman akan rendah. Walaupun demikian sampai tingkat kerapatan tanaman tertentu, produksi tanaman persatuan luas tanah akan tinggi untuk kemudian menurun kembali karena kompetisi akan kebutuhan faktor lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Variasi jarak tanam tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter batang. Penggunaan jarak tanam 60 x 40 cm hanya berpengaruh nyata pada diameter batang pada umur 14 HST. Jarak tanam (100 x 80 cm) tidak berpengaruh terhadap bobot basah buah perpetak namun berpengaruh terhadap bobot basah buah pertanaman yaitu sebesar 10.85 gram. 2. Jarak tanam terbaik untuk cabai rawit varietas Malita FM adalah 100 x 80 cm. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap jarak tanam yang lebih lebar pada ketinggiantempat dan lokasi kemiringan 250 untuk mendapatkan produksi yang lebih baik.
12
DAFTAR PUSTAKA Andullatif, Z. 1999. Penerapan Pengendalian Gulma dan Waktu Simpan Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Pada Kerapatan Populasi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonium L.) Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Alaudin. 2011,Membudidayakan Tanaman Cabai. blogspot.com./2010/04. 1 ha (20 Januari 2011).
http://tipspetani.
Balai penelitian tanaman sayuran, 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah, Balai Penelitian Sayuran. Jakarta Selatan BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Gorontalo, 2009. Gorontalo dalam Angka. BPS Kabupaten Gorontalo Utara, 2012. Gorontalo dalam Angka. Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Cabai Rawit dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Djaenudin, D., M. Hendrisman, H. Subagyo, A. Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Per-tanian. Ver. 3. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor Epetani, 2011. Budidaya Cabe Malita (FM).http://epetani.deptan.go.id/upfma/ budidaya-cabe-malita-fm. [5 Desember 2013] Eosland P. W.. and E.J Votava. 1999. Pepper : Vegetable and Spice Capsicums Departemen Of Agriculture.NMSU. Cabi Publishing. Mexico. Darmawijaya, 1990. Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian Di Indonesia, Jokjakarta. Deptan, 2009. Basis Data Statistik Pertanian 2000 - 2009. Pusat data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian (Deptan)RI, Jakarta. Fauziah, 2010. Harga Cabai Tetap Fluktuatif.Majalah Trubus, Edisi 482 Januari 2010/ XLI. FAO. 1976. A framework for Land Evaluation.FAO Soil Bulletin No. 32, Fahrudin, S. 2011. Pengelolaan Tanaman Cabai Keriting Hibrida TM 999 (Capsiscum annum) Secara Konvensional dan Pengendalian Hama Terpadu. Skripsi. IPB. Bogor Gultom, Andry. 2006. Keragaman 13 Genotipe (Capsicum sp) dan Ketahanannya Terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan Oleh Colletotrichum gloeosporioides (Penz). Skripsi.IPB. Bogor
13
Hardjowigeno, S. 1993, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesesis. Jakarta. Hartanto A.T. Cara Muda Bertanam Cabai, CV. Citra Jaya, Bandung. Harjadi, S.S 2003.Pengantar agronomi, Gramedia. Jakarta Hewindati, Yuni T. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta Imran, S. 2008. Analisis Faktor-Faktor Produksi Usaha Tani Cabai Rawit Di Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Agropolitan 1(2): 85 − 93. Mario, M.Dg. 2009. Cabai “Malita FM”Varietas unggul Gorontalo.Makalah disampaikan padaTemu Teknis Pengembangan Komoditi Unggulan Boalemo, Tilamuta, 11 Maret 2009.Balai Pusat Informasi Jagung Provinsi Gorontalo. Marjenah. (2000). Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya Terhadap Aktivitas Fisiologi Semai Shorea Pauciflora dan Shorea Selanica.Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman. Mayasari,2008, Pengaruh Beberapa Jarak Tanam Cabai Rawit (Capsicum frutencensL.) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Rawit Dan Jagung Manis (Zea mays saccharata strut) Dalam Sistem Tumpang Sari, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Munir, M, Geografi Perkembangan dan Penyebaran Tanah di Indonesia. Fakultas Pasca sarjana I.P.B Bogor. 1984. Naibaho K, 2006. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan N Lewat Daun Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merril) Pada Budidaya Jenuh Air. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. bogor Nurdin, D.A. Rachim, Darmawan, Suwarno, M.Baruwadi, R. Yusuf, F. Zakaria, dan J. Pakaja.2009. Pengembangan Komoditas UnggulanPertanian Berdasarkan Karakteristik PotensiSumber Daya Lahan dan Keunggulan Wilayah untuk Pertanian di Kabupaten Boalemo. Laporan akhir penelitian kerja sama pemerintah daerah Boalemo dengan PKPT UNG. Tilamuta. Oldeman, L.R. and S. Darmiyati. 1977. The agroclimatic map of Sulawesi, scale 1: 2,500,000. Contr. Centre. Res. Inst. Agric. Bull. No. 60. Pambayun, Ratna, 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Beberapa Sayuran Indigenous. Skripsi. IPB. Bogor Purwanto, R.H. 2003. Model Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Jati Pola Manajemen Regime III di KPH Madiun. Kajian Aspek Bio Fisik PHJO. Jurnal Pengelolaan Hutan Jati Optimal (PJHO). Kerjasama
14
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan Direksi Perum Perhutani Jakarta. Prihmantoro, 2009. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annumL.), Jurnal Floratek. Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta. Penebar Swadaya Rubatzky, V.E dan M. Ymaguchi 1997. World Vegetable. Principles, Produktion and Nutritive Values. Second Edition. Chapman and Hall. New York Setiabudi, 2002. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. Soheldkk, 2009.Penelitian Dosen Dan Mahasiswa Dibidang Pertanian Tentang Jarak Tanam.Jurnal floratek. Suryadi.2003. Pengaruh Jarak Tanam Dan Pemupukan Terhadap Produksi Cabai Merah Varietas Hot Beuty. Skripsi Fakultas Pertanian I.P.B. Bogor. Tarigan S, Wiryanta W. 2003, Bertanam Cabai Hibrida, Agromedia Pustaka. Jakarta. Tanindo Agribusiness Company. 2009. Menyimak Geliat Bisnis Cabai Indonesia. http://www.tanindo.com. 2009. [22 Oktober 2009] Wulandari, D. 2007. Pengaruh Jenis Pemupukan dan Populasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merril) Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor