PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI (Capsicum annum L.) DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR DAUN TITHONIA DAN GAMAL Oleh : Riki Mardianto, NPM. 101005301021, Jurusan Agroteknologi Pembimbing : Dra. Yusmanidar Arifin, M.Si dan Milda Ernita, S.Si, MP ABSTRACT Research on the Growth and Yield of Hot Pepper ( Capsicum annum L. ) by granting leaves of Tithonia Liquid Organic Fertilizer and Gamal , have been held on dry land in Nagari Muaro Tower and Analysis of liquid organic fertilizer in the Laboratory Kopertis X which began in October until January 2014 . the purpose of this study was to obtain a liquid organic fertilizer composition of leaves of Tithonia and Gamal to improve the growth and yield of chilli ( Capsicum annum L. ) as well as concentrations of organic liquid fertilizer right . These experiments using a randomized block design (RBD ) , in the form with 2 factors and 3 groups . The first factor is the different composition of organic material with 4 levels of treatment namely ; G0 ( Without giving ) ; G1 ( 70 % + 20 % Gamal Leaves Leaves Tithonia + 10 % MOL ) ; G2 ( 30 % + 50 % Gamal Leaves Leaves Tithonia + 20 % MOL ) ; G3 . ( 40 % + 30 % Gamal Leaves Leaves MOL Tithonia + 30 % ) , while the second factor is the concentration of a liquid organic fertilizer that consists of two stage treatment are: T1 ( 10 ml / liter of water ) , and T2 ( 20 ml / liter of water ) . The results showed that administration of the composition of organic matter in the liquid fertilizer G3 ( 40 % + 30 % Gamal Leaves Leaves Mol Tithonia + 30 % ) and liquid fertilizer concentration of 10 ml / liter of water is able to improve the growth and yield of pepper plants . Keywords : Chili , Tithonia , Gamal . PENDAHULUAN
Cabai merupakan salah satu tanaman sayuran penting dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat di Indonesia. Selain sebagai penyedap rasa masakan, juga sebagai sumber vitamin (vitamin A, B1, dan C), protein, karbohidrat, lemak, kalsium, fosfor dan besi, serta mengandung senyawa koloid, capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial, cabai berfungsi juga sebagai pembersih paru-paru, pengobatan bronchitis, masuk angin, sinusitis, influenza, reumatik dan asma (Setiadi, 2001). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) tahun 2009 produksi cabai Sumatera Barat tercatat 41.522 ton dengan luas panen 6.861 hektar dengan produksi rata-rata 6,05 ton per hektar dan tahun 2010 mengalami peningkatan
mencapai 46.222 ton dengan luas panen 7.051 hektar dengan produksi rata-rata 6,56 ton per hektar, begitu juga pada tahun 2011 adanya peningkatan produksi cabe 58.981 hektar dengan luas panen 8.083 hektar dengan produksi rata-rata 7,30 ton per hektar. Produksi ini masih jauh di bawah potensi hasil cabai yaitu di atas 10 ton per hektar (Rukmana, 2008). Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi cabai adalah penerapan teknologi budidaya kurang tepat, diantaranya teknologi pemupukan. Penggunaan pupuk kimia buatan secara terus menerus tanpa diiringi dengan pemberian bahan organik dapat menyebabkan tanah menjadi tandus dan produktifitas menurun serta gangguan hama. Kebijaksanaan pembangunan pertanian sekarang ini diarahkan kepada agribisnis yang ramah lingkungan dan pemanfaatan bahan organik, yaitu tidak merusak lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan anorganik (kimia) dengan menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik diharapkan produksi dapat dipertahankan jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk buatan. Menurut Pracaya (2002) bahwa usaha tani yang tidak menggunakan sarana produksi berupa pupuk buatan secara berlebihan dapat mempertahankan kondisi fisik dan kesuburan tanah serta produksi tanaman. Penggunaan pupuk organik yang lebih efektif dan efisien adalah dalam bentuk pupuk cair. Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsurunsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman tidak hanya menyerap hara melalui akar tapi juga bisa melalui daun-daun tanaman. Penggunaan pupuk cair lebih mudah pekerjaan dan penggunaannya, dalam sekali pemberian pupuk organik cair melakukan tiga macam proses sekaligus, yaitu : memupuk tanaman, menyiram tanaman dan mengobati tanaman (Pratama, 2008). Salah satu tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair adalah Tithonia (Tithonia diversifolia, L). Tithonia merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan hara yang cukup tinggi dan baik untuk meningkatkan produksi tanaman.
Percobaan dengan menggunakan
Tithonia telah banyak dilakukan antara lain Gusmini (2003), dengan pemberian 30 ton per ha Tithonia segar yang digunakan sebagai pupuk hijau menunjukan hasil tertinggi jahe panen muda umur 6 bulan yaitu 24 ton per ha, dibandingkan perlakuan tanpa pemberian Tithonia yaitu 18 ton per ha.
Rita (2002), juga
membuktikan pengaruh pemberian Tithonia sebagai pupuk hijau mampu meningkatkan bobot buah segar dan mensubsitusi kebutuhan N dan K mencapai 20% dari kebutuhan tanaman melon. Hasil percobaan yang dilakukan Ermajuita (2007) menujukkan bahwa pemberian 25 ml/batang pupuk Tithonia cair untuk pertumbuhan dan produksi tanaman jagung semi dengan produksi yaitu 2,27 kg/plot setara dengan 5,68 ton/Ha. Selain Tithonia, Gamal (Gliricidia sepium) juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik karena memiliki kandungan hara yang tinggi. Agus dan Widianto (2004) mengemukakan Gamal yang berumur satu tahun mengandung, 36,9-40,7% C-Organik; 3-6% N; 1-3 % P; 0,77% K; 15-30% serat kasar; 1,93,2% Ca; 0,5-0,8 mg dan 10% abu K. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Amdi (2004) bahwa pemberian
pupuk hijau asal daun Gamal mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung, produksi tertinggi dicapai pada pemberian 6,00 kg/plot atau 10,0 ton/ha dengan berat pipilan kering 10,12 ton/ha. Pemanfaatan jenis mikroorganisme lokal (MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara dalam tanah. Menurut Purwasasmita (2009), larutan mikroorganisme lokal adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar berbagai sumber daya yang tersedia. Larutan MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida hayati. Tujuan Penelitian untuk mendapatkan komposisi bahan pupuk organik cair dari daun Tithonia dan Gamal untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai (Capsicum annum L.), serta mendapat konsentrasi pupuk organik cair yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman cabai.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan kering di Nagari Muaro Gadang Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan dan Analisis
pupuk organik cair di laksanakan di Laboratorium Kopertis Wilayah X . Dimulai pada bulan Oktober sampai Januari 2014. Bahan yang diguna adalah benih cabai merah varietas CTH-01, pupuk Urea, KCl, SP-36, pupuk kandang, daun Gamal, Tithonia, mulsa plastik hitam perak. Bahan yang di gunakan dalam analisis pupuk organik cair adalah H2SO4, selen/katalis, asam borat 1%, NaOH 40%, indicator Conway, batu didih, air bebas ion, HCl 25%, HNO3. Peralatan yang digunakan terdiri dari; kayu, bambu, kantong plastik, tong besar, ember, label, cangkul, sekop, gayung, gelas ukur, hand spayer, alat tulis. Peralatan yang digunakan dalam analisis pupuk organik cair adalah Labu ukur 100 ml, Erlenmeyer 100 ml, alat destilasi, buret digital 3 desimal, hot plate, neraca analistik 4 desimal, dispenser 0-10 ml,, pipet ukur volume 10 ml, pipet volume 1 ml, tabung pereaksi 20 ml, pengocok tabung, spectrophotometer visible, flamephotometer. Percobaan ini mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dalam bentuk faktorial dengan 2 faktor dan 3 kelompok. Faktor pertama adalah komposisi bahan organik dengan 4 taraf perlakuan yaitu: 0% daun gamal + 0% tithonia + 0% MOL (K0),70% daun gamal + 20% daun tithonia + 10% MOL (K1); 30% daun gamal + 50% daun tithonia + 20% MOL (K2); 40% daun gamal + 30% daun tithonia + 30% MOL (K3), sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi pupuk organik cair yang terdiri dari 2 taraf perlakuan yaitu : 10 ml/liter air (D1), dan 20 ml/liter air (D2). Kombinasi dari kedua faktor tersebut adalah 4 x 2 = 8 dengan masingmasing di ulang 3 kali, sehingga jumlah petak perlakuan 24 petak. Hasil data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan uji F, jika F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 5% dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Pelaksanaan kegiatan penelitian yaitu : Pembuatan pupuk organik cair, Analisis kimia pupuk organik cair, Penyemaian Persiapan lahan dan pembuatan plot, Pemasangan label dan ajir Pemupukan,
Penanaman , Perlakuan pupuk
organik cair, Pemeliharaan, Panen. Pengamatan yaitu :1). Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk organik cair, 2). Tinggi tanaman, 3). Umur saat 75%
keluar bunga, 4). Umur panen pertama, 5). Jumlah buah per tanaman, 6). Jumlah buah sehat per tanaman, 7). Persentase buah terserang hama per tanaman, 8). Inventarisasi hama, 9). Berat buah per tanaman, 10). Berat buah per plot, 11). Hasil per hektar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman cabai di ukur sampai batang berbentuk cabang pertama masuk fase generatif. Hasil analisis
ragam terhadap tinggi tanaman pada
komposisi bahan organik berpengaruh nyata, sedang konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata. Tabel 1. Tinggi tanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair Tinggi Tanaman Cabai Komposisi Bahan Organik Rata-rata ( Gamal + Tithonia + MOL ) 10 ml/liter air 20 ml/liter air -------------------------cm--------------------K0 24,78 24,69 24,73 d K1 26,96 26,96 26, 96 c K2 29,47 29,34 29, 40 b K3 32,03 31,67 31,85 a Rata-rata 28,31 28,16 KK% 1.22 Angka-angka pada lajur tinggi tanaman yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 1 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik mampu meningkatkan tinggi tanaman cabai. Komposisi 40% Daun Gamal + 30% daun Tithonia + 30 MOL (K3) mampu memberikan tinggi tanaman rata-rata yaitu 31,85 cm dan berbeda nyata dengan komposisi 0% daun gamal + 0% daun tithonia (K0) , 20% Daun Gamal + 70% daun Tithonia + 10% MOL (K1) dan 30% Daun Gamal + 50% daun Tithonia + 20% MOL (K2) yang menghasilkan tinggi tanaman rata-rata masing-masing 24,73 cm, 26,96 cm dan 29,40 cm. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara masing-masing komposisi berbeda terutama unsur hara Nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Siska (2000) pemberian pupuk organik yang mengandung unsur N akan mendorong dan mempercepat pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman.
Lingga dan Marsono ( 2001) menambahkan unsur nitrogen (N) yang diserap oleh akar digunakan untuk pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Komposisi bahan organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini disebabkan oleh setiap perlakuan komposisi bahan organik pada pupuk cair berbeda. Setelah dianalisis di Laboratorium Kopertis Wilayah X kandungan unsur hara masing-masing komposisi yang di hasilkan berbeda yaitu pada (K1) 1,66% Nitrogen, 0,06% Pospat dan 0,08 Kalium , (K2) 2,03% Nitrogen, 0,41% Pospat , 0,10% Kalium dan (K3) 2,16% Nitrogen, 0,22% Pospat dan 0,40% kalium. Namum untuk mengoptimalkan fungsi dan peranan unsur hara itu tidak hanya berdasarkan komposisinya saja tapi diperlukan keseimbangan terutama N, P dan K, hal ini sesuai menurut Novizan (2001) bahwa, keseimbangan unsur hara mempengaruhui pertumbuhan tanaman terutama antara N, P dan K. Pertumbuhan tinggi tanaman berlangsung pada fase pertumbuhan vegetatif. Fase pertumbuhan vegetatif tanaman berhubungan dengan tiga proses penting yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel, dan tahap pertama dari diferensiasi sel. Ketiga proses tersebut membutuhkan karbohidrat, karena karbohidrat yang terbentuk akan bersenyawa dengan persenyawaan-persenyawaan nitrogen untuk membentuk protoplasma pada titik-titik tumbuh yang akan mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman. Ketersediaan karbohidrat yang dibentuk dalam tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara bagi tanaman tersebut (Linga dan Marsono, 2001) Pada Tabel 1 memperlihatkan konsentrasi pupuk organik cair 10 dan 20 ml/liter air berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Jika dilihat pada komposisi bahan organik K3 memperlihatkan pada pemakain dosis 10 ml/liter air menunjukan tinggi tanaman tertinggi yaitu 31,85 cm bila dibandingkan dengan pemakaian dosis 20 ml/liter air. Hal ini di duga bahwa dosis 10 ml/liter air sudah mampu meningkatkan tinggi tanaman cabai. Menurut Lakitan (2012) cukupnya kebutuhan hara tanaman baik unsur hara makro maupun mikro akan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan sebaliknya, jika kebutuhan hara tanaman kurang mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat.
2. Umur Muncul Bunga 75% Hasil analisis ragam terhadap umur muncul bunga 75% pada komposisi bahan organik dan pemberian Konsentrasi berpengaruh tidak nyata. Tabel 2. Umur muncul bunga 75% tanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair Umur Muncul Bunga 75% Komposisi Bahan Organik Rata-rata ( Gamal + Tithonia + MOL ) 10 ml/l air 20 ml/air -----------------------hari--------------------K0 29,01 29,20 29,10 K1 29,26 29,01 29,13 K2 28,86 28,93 28,90 K3 28,86 29,01 28,93 Rata-rata 29,01 29,03 KK% 0,75 Angka-angka pada lajur umur muncul bunga 75% berpengaruh tidak nyata menurut uji F pada taraf 5%. Tabel 2 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair pada umur muncul bunga 75% berkisar antara 28,90 sampai 29,13 hari setelah tanam. Umur muncul bunga 75% pada perlakuan 0% daun Gamal + 0% daun Tithonia + 0% MOL (K0) rata-rata adalah 29,10 hari setelah tanam, pada perlakuan 20 % Daun Gamal + 70% Daun Tithonia +10% MOL (K1) rata-rata umur muncul bunga 75% adalah
29,13 hari setelah tanam, pada
perlakuan 30% Daun Gamal +50% Daun Tithonia + 20% MOL (K2) , rata-rata umur muncul bunga 75% adalah 28,90 hari setelah tanaman sedangakan perlakuan 40% daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30 MOL (K3) , rata-rata umur muncul bunga 75% adalah 28,93 hari setelah tanamam. Komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair 10 dan 20 ml/liter air memperlihatkan umur berbunga berpengaruh tidak nyata, hal ini disebabkan karena muncul bunga pada suatu tanaman di pengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan. Umur muncul bunga 75% pada penelitian ini dibandingkan dengan deskripsi umur berbunga pada tanaman cabai
merah
varietas CTH- 01 tidak jauh berbeda pada deskripsi umur berbunga adalah 25-30 hari setelah tanaman. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi umur muncul bunga adalah ketinggian tempat dari permukaan laut (altitude), terutama berkaitan dengan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut, demikian juga
intensitas matahari semakin berkurang. Muawin (2009) menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. 3. Umur Panen Pertama Hasil analisis ragam terhadap umur panen pertama pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata. Tabel 3. Umur panen tanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Umur Panen Tanaman Cabai Komposisi Bahan Organik Rata-rata 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------hari----------------------K0 89,01 88,86 88.93 K1 88,93 88,86 88,90 K2 88,93 89,01 88,96 K3 88,93 88,93 88,93 Rata-rata 88,95 88,91 KK% 0,23 Angka-angka pada lajur umur panen cabai yang sama berpengaruh tidak nyata menurut uji F pada taraf 5%. Tabel 3 memperlihatkan bahwa pemberian komposisi bahan organik berpengaruh tidak nyata pada parameter umur panen cabai. Rata-rata umur panen pertama setiap perlakuan hampir sama, yaitu berkisar dari 88,90 sampai 88,96 hari setelah tanaman. Hal ini disebabkan karena umur panen cabe di pengaruhui oleh faktor genetik dan lingkungan. Di bandingkan dengan umur pada deskripsi pada varietas cabai pada penelitian tidak jauh beda dengan umur panen pada penelitian, pada deskripsi umur panen adalah 85 hari setelah tanaman Faktor lingkungan yang mempengaruhi umur panen adalah iklim dan tindakan budi daya. Varietas cabai yang sama dan ditanam pada ketinggian yang berbeda dengan perlakuan budi daya yang sama akan berbeda umur panennya. Umumnya, cabai yang ditanam di dataran rendah memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan penanaman didataran tinggi. Begitu juga dengan teknik budidayanya. Teknik budidaya yang baik menyebabkan pertumbuhan tanaman yang dihasilkan baik, sehingga akan mendorong waktu pemanenan yang baik pula (Anonim, 2013).
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa konsentrasi pupuk organik cair 10 dan 20 ml/liter air juga berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga tanaman. Hal ini di sebabkan oleh umur berbunga tanaman diperngaruhui oleh faktor genetik dan lingkungan 4. Jumlah Buah Pertanaman Hasil analisis ragam terhadap jumlah buah pertanamaan pada pemberian komposisi bahan organik berpengaruh nyata, sedang konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata. Tabel 4. Jumlah buah pertanaman pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Jumlah Buah Pertanaman Komposisi Bahan Organik Rata-rata 10 ml/liter air 20 ml/liter air -------------------------buah-------------------K0 57,06 58,20 57,63 d K1 78,20 77,13 77,66 c K2 88,46 88,16 88,31 b K3 96,00 94,54 95,26 a Rata-rata 79,93 79,50 KK% 1,45 Angka-angka pada lajur jumlah buah pertanaman yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 4 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik pada pupuk cair memberikan pengaruh nyata meningkatkan jumlah buah tanaman cabai. komposisi 40% daun Gamal + 30% daun Tithonia + 30% MOL (K3), memberikan jumlah buah pertanaman paling banyak yaitu,95,26 buah dan hasil yang terendah dengan komposisi 0% daun Gamal + 0% daun Tithonia + 0% MOL (K0), yaitu 57,63 buah. Hal ini disebabkan komposisi G3 telah mencukupi kebutuhan hara tanaman cabai dalam pembentukan buah terutama unsur hara N, P, dan K. menurut Lingga dan Marsono (2001) bahwa pemberian N, P, dan K pada tanaman dapat mempercepat pembungaan, perkembangan biji dan buah, membantu pembentukan karbohidrat, protein, lemak dan berbagai persenyawaan lainya. Tisdale dan Nelson dalam Alfian (2006) menambah bagi tanaman biji-bijian unsur P diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang hasil panen yang optimal. Jika kandungan Fosfor dan Kalium tidak optimal maka pembentukan buah akan berkurang.
Pada Tabel 4 terlihat konsentrasi pupuk organik cair 10 dan 20 ml/liter air juga berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah terserang hama tanaman cabai. 5. Jumlah Buah Sehat Pertanaman Hasil analisis ragam terhadap jumlah buah sehat pertanaman pada komposisi bahan organik
memperlihatkan hasil
berpengaruh nyata, sedang
kosentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata(Lampiran 7.5 ). Hasil pengamatan jumlah buah sehat pertanaman disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah buah sehat pertanaman pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Jumlah Buah Sehat Pertanaman Komposisi Bahan Organik Rata-rata ( Gamal + Tithonia + MOL ) 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------buah-------------------K0 37,66 38,26 37,96 d K1 69,20 68,06 68,63 c K2 80,33 78,86 79,60 b K3 88,66 87,66 88,16 a Rata-rata 68,96 68,21 KK% 2,26 Angka-angka pada lajur jumlah buah sehat pertanaman yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 5 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik berpengaruh nyata terhadap jumlah buah sehat pertanaman cabai, dapat dilihat pada komposisi 40% Daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30% MOL (K3) , rata-rata memberikan hasil buah sehat yang paling tertinggi yaitu 88,16 buah pertanaman. Pada komposisi bahan organik 0% Daun Gamal + 0% Daun Tithonia + 0% MOL (K0), 20 % Daun Gamal + 70% Daun Tithonia + 10 % MOL (K1), dan 30 % Daun Gamal + 50 % Daun Tithonia + 20 % MOL (K2) , hanya mampu memberikan pengaruh buah sehat pada tanaman cabai rata-rata 37,96 buah, 68,63 buah dan 79,60 buah pertanaman. Hal ini disebabkan tanaman membutuhkan bahan organik untuk mendapatkan energi dan pertumbuhan dengan mengunakan unsur hara, tanaman dapat memenuhui siklus hidupnya. Fungsi hara tidak dapat digantikan dengan unsur lain dan apabila unsure hara tidak dapat terpenuhui maka kegiatan metabolisme akan terganggu sehingga akan berdapat terhadap hasil/ buah. Surya ningsih dan Hadi Soeganda (2004) menyatakan bahwa Tithonia dan Daun Gamal
selain dapat meningkat hara juga dapat di jadikan pertisida botani yang mampu berperan sebagai pengendalian hama penyakit pada tanaman dengan cara kerja sebagai biotoksin (beracun), pencegah makan dan penolak. Pada tabel 5 konsentrasi pupuk organik cair 10-20 ml/liter juga berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah sehat pertanaman. Hal ini di duga bahwa pemberian dosis 10 dan 20 ml/liter telah mampu meningkatkan jumlah buah sehat pertanaman cabai. 6. Persentase Buah pertanaman Terserang Hama Hasil analisis
ragam terhadap persentase buah pertanaman terserang
hama pada komposisi bahan organik memperlihatkan hasil berpengaruh nyata, sedang konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata. Tabel 6. Persentase buah cabai terserang hama pertanaman pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Persentase Buah Terserang Komposisi Bahan Organik Rata-rata (Gamal + Tithonia + MOL) 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------%-------------------K0 34,70 35,28 34,93 a K1 11,07 11,22 11,14 b K2 9,15 9,64 9,40 c K3 7,07 7,04 7,05 c Rata-rata 15,50 15,79 KK% 7,75 Angka-angka pada lajur persentase buah terserang hama pertanaman yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 7 memperlihatkan persentase buah teserang hama pertanaman pada pemberian komposisi bahan organik berbeda nyata. Persentase serangan hama pada buah paling tinggi terdapa pada 0% daun Gamal + 0% daun Tithonia + 0% MOL (K0), yaitu 34,93%/tanaman, sedangkan persentase serangan hama pada buah paling rendah terdapat pada 40% Daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30% Mol (K3) yaitu 7,05%/tanaman, hal ini memperlihatkan bahwa pengendalian hama pada tanaman cabai dapat mengunakan pestisida nabati. Setiawan (2005) menyatakan pestisida nabati merupakan produk alami, bersifat spesifik dan muda diterima kembali oleh alam, sehingga pestisida nabati pada umumnya aman bagi manusia dan lingkungan.
Tithonia selain kandungan hara yang tinggi, juga dapat di jadikan pestisida nabati yang mampu mengendalikan serangan hama (Anonim. 2007), Nugroho (2005) menambahkan tanaman tithonia termasuk Famili Asteracea yang di ketahuai mengandung bahan beracun yang disebut asam Palmitat, senyawa asam Palmitat bersifat penolak serangga serta berpengaruh terhadap saraf dan metabolisme serangga. Selain Tithonia daun Gamal juga dapat mengendalian hama dan penyakit pada tanaman. Menurut Pracaya (2008) daun Gamal dapat di jadikan pestisida karena mengandung senyawa toksik Kumarin. Pada tabel 7 terlihat konsentrasi pupuk organik cair 10 dan 20 ml/liter air tidak berpengaruh nyata terhadap Jumlah buah terserang hama dan penyakit pada tanaman cabe. Hal ini di duga bahwa pemberian dosis 10 dan 20 ml/liter pada pupuk cair telah mampu menekan serangan hama pada buah tanaman cabai. 7. Inventarisasi Hama Inventarisasi hama yang ditemukan di lahan tanaman cabai pada pemberian komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Tabel 7. Jenis hama yang ditemukan pada tanaman cabai pada pemberian Komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair Komposisi Bahan Organik (Gamal + Tithonia + MOL)
K0
K1 K2
K3
Konsentrasi 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------Inventarisasi hama-----------------Ulat tanah agrotis Ulat tanah agrotis Semut merah Semut merah Ulat grayak Ulat grayak Lalat buah Lalat buah Ulat buah Ulat buah Ulat tanah agrotis Ulat tanah agrotis Semut merah Semut merah Ulat tanah agrotis Ulat tanah agrotis Semut merah Semut merah Ulat tanah agrotis Semut merah
Ulat tanah agrotis Semut merah
Hama yang menyerang buah tanaman cabai selama penelitian ini adalah Ulat tanah agrotis, ulat tanah agrotis ini tinggal didalam tanah sehinga bebas ia bisa memotong akar dan batang bagian bawah tanaman yang baru tumbuh sampai roboh. Ulat Buah (Helicoverpa armigera) dapat menyerang buah cabai. Cabai
yang terserang ulat buah akan memiliki cirri berlubang dibeberapa bagian, serangan ulat buah akan menyebabkan busuk buah dan selanjutnya buah rontok .Ulat grayak termasuk hama yang memiliki banyak inang, serangga ini sangat menyukai daun dan buah. Semut merah menyerang pada ditanah dan pada bunga dan Lalat buah kerap menggagalkan panen yang dinanti. Cabai terserang tampak rusak dengan warna cokelat kehitaman (Hamid dan Haryanto, 2012). Untuk menekan serangan hama upaya yang di lakukan dalam pengendalian hama adalah dapat mengunakan pestisida botani, daun Tithonia dan gamal merupakan salah satu bagian dari pestisida nabati. Pada tabel 7 memperlihatkan bahwa pemberian komposisi bahan organik pada tanaman cabai dapat menekan jenis hama yang menyerang tanaman dibandingkan dengan tanpa pemberian, pada pemberian komposisi dapat menekan serangan ulat grayak, lalat buah dan ulat buat dibandingkan tanpa pemberian 8. Berat Buah Pertanaman Hasil analisis ragam terhadap berta buah pertanaman pada komposisi bahan organik
memperlihatkan hasil
berpengaruh nyata, sedang konsentrasi
pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata. Tabel 8. Berat buah pertanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair Berat Buah Pertanaman Komposisi Bahan Organik Rata-rata 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------g--------------------------K0 335,93 337,00 336,47 d K1 452,47 451,47 451,90 c K2 566,40 564,33 565,37 b K3 654,20 652,80 653,50 a Rata-rata 502,22 501,40 KK% 2,05 Angka-angka pada lajur berat buah pertanaman yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 8 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik cair berpengaruh terhadap berat buah pertanaman cabai, dapat dilihat pada 40% Daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30% MOL (K3) memberikan hasil paling berat yaitu 653,50 g/tanaman. Apabila dibandingkan dengan tanpa pemberian atau K0
hanya memberikan hasil sebesar 336,47 g/tanaman, begitu juga pada pemberian komposisi bahan organik pada 20% Daun Gamal + 70% Daun Tithonia + 10 % MOL (K1) dan 30 % Daun Gamal + 50 % Daun Tithonia + 20 % MOL (K2) hanya memberikan hasil 451,90 g/tanaman dan 565,37 g /tanaman. Berat buah tanaman cabai tergantung dari unsur hara yang diperoleh oleh tanaman itu sendiri, apabila unsur hara yang diperoleh kurang maka buah yang dihasilkan tidak sempurna. Pada pengaturan komposisi bahan organik pada pupuk cair memperlihatkan K3 memberikan hasil paling berat ini disebabkan bahwa kandungan hara dari hasil penggabungan komposisi ini lebih besar di bandingkan dengan perlakuan yang lain nya, yang mana hasil dari analisis kandungan unsur unsure hara pada K3 yaitu 2,16 % Nitrogen, 0,22 % Fosfor dan 0,40% Kalium. Berat buah tanaman sangat ditentukan oleh tinggi tanam, semakin tinggi tanaman semakin banyak cabang yang dihasilkan maka jumlah daun semakin banyak, dengan demikian laju fotosintesis akan meningkat dan akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pembentukan buah, sehingga buah akan lebih banyak, dengan demikian bobot buah juga akan bertambah berat (Novizan. 2001). Pada tabel 8 memperlihatkan konsentrasi 10 dan 20 ml/liter air tidak berpengaruh nyata terhadap berat buah pertanaman, dapat dilihat
K0 pada
konsentrasi 10 ml/liter air berat buah 335,93 g/tanaman sedangkan konsentrasi 20 ml/liter air berat buah 337,00 g/tanaman. K1 pada konsentrasi 10 ml/liter air berat buah 452,47 g/tanaman sedangkan pada konsentrasi 20 ml/liter air berat buah 451,57 g/tanaman. K2 pada konsentrasi 10 ml/liter air berat buah 566,40 g/tanaman sedangkan konsentrasi 20 ml/liter air berat buah 564,33 g/tanaman sedangkan konsentrasi 20 ml/liter berat buah 652,80 g/tanaman. 9. Hasil/plot dan Hasil/ha Hasil analisis ragam terhadap hasil/plot dan hasil/ha pada komposisi bahan organik
memperlihatkan hasil
berpengaruh nyata, konsentrasi pupuk
organik cair berpengaruh tidak nyata(Lampiran 7.8 dan lampiran 7.9). Hasil pengamatan hasil/plot disajikan pada Tabel 9 dan hasil/ha disajikan pada Tabel 10.
Tabel 9. Hasil/plot tanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair. Hasil/plot Komposisi Bahan Organik Rata-rata (Gamal + Tithonia + MOL) 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------Kg-------------------K0 6,71 6,73 6,72 d K1 9,04 9,02 9,03 c K2 11,32 11,28 11,30 b K3 13,08 13,05 13,06 a Rata-rata 10,04 10,02 KK% 2,06 Angka-angka pada lajur hasil/plot yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 10. Hasil/ha tanaman cabai pada komposisi bahan organik dan konsentrasi pupuk organik cair Hasil/ha Komposisi Bahan Organik Rata-rata (Gamal + Tithonia + MOL 10 ml/liter air 20 ml/liter air ------------------------Ton-------------------K0 11,18 11,22 11,20 d K1 15,06 15,03 15,04 c K2 18,84 18,78 18,81 b K3 21,80 21,75 21,77 a Rata-rata 16,72 16.69 KK% 2,01 Angka-angka pada lajur hasil/ha yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%. Tabel 9 memperlihatkan bahwa komposisi bahan organik berpengaruh nyata pada hasil/plot, dapat dilihat pada K3 memiliki hasil/plot 13,06 kg/plot berbeda dengan K0, K1, dan K2 yaitu 6,72 kg/plot, 9,03 kg/plot dan 11,30 kg/plot. Tabel 10 juga memperlihatkan bahwa K3 memiliki hasil/ha terbesar yaitu 21,77 ton/ha berbeda dengan K0, K1 dan K2 yaitu 11,20 ton/ha, 15,04 ton/ha dan 18,81 ton/ha. Hasil/plot dan Hasil/ha cabai tergantung dari unsur hara yang diperoleh oleh tanaman itu sendiri, apabila unsur hara yang diperoleh kurang maka buah yang dihasilkan tidak sempurna. Pada komposisi bahan organik pada pupuk cair memperlihatkan K3 memberikan hasil paling berat ini disebabkan bahwa kandungan hara dari hasil penggabungan komposisi ini lebih besar di bandingkan dengan perlakuan yang lain nya, yang mana hasil dari analisis kandungan unsur unsure hara pada K3 yaitu 2,16 % Nitrogen, 0,22 % Fosfor dan 0,40% Kalium.
Sumarno (2000) menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh dan menghasilkan hasil yang baik apabila faktor-faktor tumbuh yang diperlukan berada dalam keadaan optimal sebaliknya bila keadaan tersebut tidak tersedia dalam keadaan optimal maka pertumbuhan tanaman akan terhambat yang selanjutnya akan mempengaruhui hasil. Pada tabel 9 dan 10 memperlihatkan konsentrasi 10 dan 20 ml/liter air tidak berpengaruh nyata terhadap hasil/plot dan hasil/ha. Hal ini di duga bahwa pemberian konsentrasi 10 dan 20 ml/liter air pada pupuk organik cair telah mampu meningkatkan hasil/plot dan hasil/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian komposisi bahan organik pada pupuk cair 40% Daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30% MOL (K3) dan konsentrasi 10 ml/liter air mampu mengoptimal pertumbuhan dan hasil pada tanaman cabai yaitu 21,75 ton/ha. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai dapat mengunakan komposisi bahan organik 40% Daun Gamal + 30% Daun Tithonia + 30% MOL (K3) dan pemakaian konsentrasi pupuk 10 ml/liter air DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan Widianto, 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforesttry Centre. ICRAF. Southeatse. Asia. Amdi. 2004. Pengaruh Takaran Gliricidia sepium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang. Anonim. 2013. Budidaya cabai : http/// kaya dengan bertani. Blogspot.com. di Akses 27 Me 2014. Anonim. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Alfian. 2006. Pengaruh beberapa dosis Pupuk Saponite Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Semi (Zea mays L). Skripsi S-1. Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang. 38 hal. Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS Ermajuita. 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Tithonia Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Semi ( Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Tamansiswa. Padang. Gusmini. 2003. Pemanfaatan pemangkasan Tithonia (Tithonia diversifola) sebagai bahan substitusi N dan K pupuk buatan untuk tanaman Jahe (Zingiber oficinale Rosc) pada tanah Ultisol. Skripsi Fakultas Pertanian. Unand. Padang 67 hal. Hamid, A dan Haryanto, M. 2012. Untung Besar dari Bertanam Cabai Hibrida. Agromedia. Jakarta. Jamilah, E, Milda.Ediwirman. 2013. Produk Pupuk Organik Cair Asal Sabut Kelapa dan Gulma C. Odorata yang difermentasi deanagan Mikroorganisme Lokal untuk Meningkatkan Serapan Hara Kalium dan Hasil Padi Ladang. Laporan Hibag Bersaing. Padang. Lakitan. 2012. Dasar-dasar Fisiologis Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 43 Hal. Muawin, Heru. 2009. Hubungan Suhu Bagi Pertumbuhan http:///herumuawin.blogspot.com/2009/03hubungan-suhubagipertumbuhan-tanaman. di Akses pada 20 Mei 2014.
Tanaman.
Novizan. 2001. Petunjuk Praktis Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 58 Hal. Nugroho, B.A. 2005. Patogenisitas Beauveria bassiana dengan penambahan Ekstrak Daun Paitan Terhadap Hama Spodoptera litura. Skipsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Universitas Brawijaya. Malang. Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Organik. Kanisius. Yogyakarta. Pratama,Y.S. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Dan Anorganik Cair Dari LimbahSayuran.50 Hal. Puswasasmita, M. 2009. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan. Dalam Bioreaktor Tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.
Rita. 2002. Pemanfaatan Tithonia (Tithonia difersivola) sebagai bahan substitusi N dan K pupuk buatan untuk tanaman melon (Cucumis melo L.) pada ultisol. Skripsi. Fakultas pertanian Unand. Padang. 56 hal. Rukmana, R. 2008. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Jakarta. 92 hal. Setiawati, W . 2005. Pengenalan dan Pengendalian hama-hama Penting Pada Tanaman Cabai Merah. Paduan Teknis Cabai Merah N0.3. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jakarta. Siska , R. 2000. Respon Tanaman Melon (Cucumis melon) Pada Beberapa Takaran Bokashi Tithonia. Skripsi. Universitas Andalas. Pa dang. 50 Hal. Sumarno. 2000. Kedelai dan cara Budidayanya. Jasa Guna. Jakarta. Surya Ningsih dan H. Soeganda. 2004. Pestisida Botani untuk mengendalikan Hama dan Penyakit Pada Tanaman Sayur. Balai Penelitian Tanaman Sayur. Jakarta. 46 Hal.