BioSMART Volume 2, Nomor 2 Halaman: 37-41
ISSN: 1411-321X Oktober 2000
Pengaruh Pemberian Pb asetat secara Oral terhadap Struktur Histologis Ingluvies dan Proventriculus Columba livia var. domestica NOOR SOESANTI HANDAJANI, WIRYANTO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
ABSTRAK Acetic lead is a toxic metal, that able to enter the body of organisms through their digestive and respiratory organs or the surface of skin. The objective of the research was to know the effect of acetic lead given orally (25mg/kg body weight) on the body weight and microscopic tissues structure of ingluvies and proventriculus of Columba livia var. domestica. The result indicated no significant effect of the treatment on the reduction of body weight. Microscopic studies indicate that reduction of the thickness of the tissues occurred, and also on structural damage determined by degeneration of epithelial and glandular necrosis of the proventriculus, lamina propria disintegration, elongation and atrofi of muscle cells, and black mark at all tissues. Key words: Acetic lead, ingluvies, proventiculus, Columba livia.
PENDAHULUAN Dalam UULH, No. 23 Tahun 1997 dinyatakan bahwa: pengelolaan lingkungan adalah suatu usaha secara sadar untuk memelihara dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Usaha secara sadar tersebut merupakan upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawetan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup (Anonim, 1997). Kemajuan teknologi yang dimaksud untuk meningkatkan taraf hidup manusia, ternyata memperlihatkan dampak negatif ketika diterapkan. Kurang cermatnya usaha pengembangan teknologi dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, termasuk logam berat, seperti merkuri (Hg), timah hitam (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), nikel (Ni), selenium (Se) dan tembaga (Cu). Kebanyakan logam berat dapat tertimbun dalam tubuh, menetap lama dan secara kumulatif meracuni (Zen, 1980 dan Martopo, 1990). Timah hitam atau plumbum (Pb), sangat potensial menyebabkan keracunan, terutama pada anak-anak, karena banyak diketemukan di sekeliling kita sebagai salah satu bagian alat atau bahan yang digunakan sehari-hari. Logam berat ini dapat ditemukan pada cat, tinta stensil, penghitam rambut, pensil, tube pasta gigi dan asap kendaraan bermotor (Anonim, 1988; Wagner 1971). Dalam jumlah tertentu, timah hitam dapat diserap oleh tubuh yang akan dapat mengakibatkan
keracunan. Karena sifatnya yang akumulatif (dapat menumpuk), maka meski dalam dosis kecil tidak menimbulkan keracunan, namun tetap berbahaya karena dapat terkumpul di dalam tubuh akibat penyerapan yang berangsur-angsur (Anonim, 1988; Goodman and Gilman, 1970). Keracunan timah hitam antara lain menyebabkan anemia karena rusaknya eritrosit, kelumpuhan karena rusaknya jaringan syaraf pusat dan syaraf tepi, serta rusaknya ginjal. Dalam kasus berat, timah hitam dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak (Anonim, 1988; Goodman and Gilman, 1970). Pada saat ini, daging burung merpati, Columba livia, merupakan salah satu bahan makanan sumber protein yang digemari. Burung ini hidup di lingkungan yang tidak bebas dari timah hitam, sehingga dimungkinkan terjadi pula akumulasi timah hitam pada tubuhnya, yang pada akhirnya dapat menjadi ancaman keracunan pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Pb asetat peroral terhadap pertumbuhan, berat badan serta struktur histologis ingluvies dan proventriculus Columba livia var. domestica. BAHAN DAN METODE Hewan uji Hewan uji berupa 16 ekor burung merpati jantan umur 30 hari yang dibeli di Pasar Burung Surakarta. Makanan hewan uji berupa jagung. 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
38
BioSMART, Vol. 2, No. 2, Oktober 2000, hlm. 37-41
Bahan kimia Bahan kimia diperoleh dari Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran UNS Surakarta, meliputi Pb asetat dalam bentuk serbuk, akuades sebagai pelarut, kloroform sebagai pembius, serta bahan kimia untuk pembuatan sediaan mikroanatomi metode paraffin, dengan fiksatif formol netral dan pewarnaan Hematoxylin Ehrlich-Eosin (Mc Manus dan Mowry, 1960).
Pengamatan morfologi, perilaku dan berat badan Hewan uji diamati morfologinya dan perilakunya pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah perlakuan, serta diadakan penimbangan berat badan pada perlakuan 0, 48 dan 96 jam. Analisis Data Hubungan antara pengaruh pemberian Pb asetat peroral pada dosis perlakuan dengan penurunan berat badan dianalisis RAKL.
Alat Kandang merpati, timbangan, alat bedah, alat untuk pembuatan sediaan mikroanatomi dan mikrofotografi. Cara Kerja Cara aklimasi Hewan uji diaklimasi selama 12 hari di dalam kandang. Setiap kandang diisi 4 ekor merpati uji, diberi makanan jagung dan minum secukupnya. Pada waktu hendak diperlakukan hewan uji dipuasakan sehari. Cara perlakuan Ke-16 ekor hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri atas 4 ekor. Setiap kelompok diberi Pb asetat yang dilarutkan dengan akuades secara oral sebanyak 1 kali dan dibunuh pada 48 jam dan 96 jam kemudian.Adapun dosis yang diberikan sebagai berikut: 1. Kelompok I: dosis 15 mg/kg berat badan (bb), 2. Kelompok II: dosis 20 mg/kg bb, 3. Kelompok III: dosis 25 mg/kg bb. 4. Kelompok IV: kontrol, hanya diberi akuades sebanyak 13,5 ml. Seluruh hewan uji ditimbang berat badannya sebelum diberi perlakuan dan hari-hari berikutnya. Diamati kondisi fisik dan fisiologinya selama diperlakukan. Pembuatan sediaan mikroanatomi Merpati uji dari masing-masing kelompok perlakuan diambil 2 ekor dan dibunuh 2 hari setelah perlakuan, 2 ekor lagi dibunuh 4 hari setelah perlakuan dengan kloroform. Selanjutnya dibedah untuk mengambil ingluvies dan proventriculus. Organ tersebut dipotong-potong dan difiksasi dengan larutan formol netral. Kemudian dibuat sediaan mikroanatomi dengan metode parrafin dan pewarnaan Hematoxylin Ehrlich-Eosin (Mc Manus dan Nowry, 1960). Selanjutnya sediaan diamati dengan mikroskop dan dibuat fotomikroanatomi dengan perbesaran lensa 10 x 10 dan 10 x 40.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan morfologi dan perilaku Pengamatan morfologi dan perilaku hewan uji dilakukan 24, 48, 72 dan 96 jam setelah perlakuan. Dari hasil pengamatan terhadap hewan uji yang yang diperlakukan dengan Pb asetat dalam akuades 1 kali secara oral, diketahui bahwa setelah mendapat perlakuan selama 4 hari terlihat gejalagejala sebagai berikut: hewan sering memuntahkan cairan berwarna putih keruh seperti susu, diare, mata tertutup, badan lemas. Sedang pada kelompok kontrol tidak diketemukan gejala demikian. Hal ini diduga merupakan akibat keracunan akut pada hewan yang diberi Pb asetat (Ohi et al, 1980). Muntahan yang dikeluarkan diduga berupa senyawa PbCl2, yang merupakan suatu reaksi antara Pb asetat dengan HCl dari dalam proventriculus atau ventriculus. Dengan demikian diduga tidak semuanya Pb asetat yang diberikan akan diabsorbsi. Penimbangan berat badan Penimbangan berat badan dilakukan sebelum hewan uji dibunuh dan hasil rata-rata berat badan terlihat dalam tabel 1. Tabe l. Berat badan rata-rata merpati (Columba livia), pada perlakuan, 0, 48 dan 96 jam dengan dosis Pb asetat: kontrol, 15 mg/kg bb, 20 mg/kg bb dan 25 mg/kg bb. No 1. 2. 3.
Lama Perlakuan (jam) 0 48 96
Berat Badan Merpati Rata-rata (gr) Kontrol Dosis Dosis Dosis 15 20 25 250,00 271,25 262,50 253,75 241,25 253,75 232,50 220,00 235,00 222,50 210,00 207,50
Pada kelompok kontrol, penurunan berat badan tidak sebesar hewan-hewan uji kelompok perlakuan lain. Semakin tinggi dosis Pb asetat yang diberikan, semakin besar penurunan berat badan. Hal ini diduga disebabkan pemberian Pb asetat menyebabkan gangguan proses pencernaan
HANDAJANI dan WIRYANTO – Pengaruh Pb-asetat pada Columba livia
enzimatis, baik yang berlangsung dalam proventriculus, ventriculus maupun duodenum. Mengingat pemberian Pb asetat secara oral, dengan demikian akan terjadi persentuhan langsung antara Pb asetat dengan permukaan lumen proventriculus dan dinding tractus digestivus yang lain. Enzimenzim tersebut tidak bekerja secara optimal, meliputi: pepsin, enzim-enzim proteolitik, amilase dalam proventriculus dan ventriculus serta invertase dan tripsin dalam duodenum (Strukie, 1980; Marshall, 1960). Akibatnya tidak terjadi absorbsi sari-sari makanan dalam mucosa duodenum, karena tidak terjadinya proses pencernaan sementara. Dalam hal ini lipid selaku cadangan makanan tubuh dikatabolisasi sebagai sumber energi untuk bertahan hidup, sehingga berat badan menurun. Penurunan berat badan hewan uji, setelah dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) antara masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa berat badan antara semua kelompok tidak memperlihatkan beda nyata. Hal ini berarti bahwa pemberian akuades pada kelompok kontrol, pemberian Pb asetat sebesar 15 mg/kg bb, 20 mg/kg bb dan 25 mg/kg bb sebanyak 1 kali pemberian peroral, dalam jangka waktu 48 jam dan 96 jam tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan merpati uji secara bermakna. Keadaan ini dimungkinkan karena waktu penelitian yang relatif singkat, paling lama hanya 96 jam setelah perlakuan. Pengamatan mikroanatomi Pada penelitian gambaran mikroanatomi ingluvies dan proventriculus hewan uji yang diamati meliputi: struktur histologi dan tingkat kerusakan sel-sel jaringan permukaan (tunica mucosa) yang bersentuhan langsung dengan Pb asetat. Persentuhan ini bersifat toksis, dapat menimbulkan gangguan keseimbangan biokimiawi seluler (Sodeman, 1961). Rangsang tersebut dapat terjadi mengakibatkan sel-sel yang terkena Pb mengalami berbagai tingkatan degenerasi yang sifatnya reversibel atau adaptif, tergantung jenis, besar, waktu paruh dan metabolisme senyawa toksis di dalam tubuh. Apabila rangsang yang mengenai jaringan cukup kuat, sel-sel pada jaringan dapat mengalami necrosis (Kendall dan Scanlon, 1981; Robbins, 1974). Menurut Goodman and Gilman (1970), setiap logam berat termasuk Pb mempunyai efek toksis yang mempengaruhi kecepatan proliferasi sel pada jaringan-jaringan seperti mucosa gastro-intestinalis, sumsum tulang, neuron serta tubulus renalis. Sedang menurut Boyer et al. (1985) pemberian Pb acetat secara oral pada merpati dapat mengakibatkan disfungsi ingluvies
39
Pemberian Pb asetat dengan dosis 15 mg/kg berat badan dengan masa tunggu 48 jam, berpengaruh atas ketebalan lapisan epithelium tunica mucosa ingluvies, yaitu lapisan epithelium tunica mucosa lebih tipis, tetapi dalam penampakkannya belum mempengaruhi kerusakan areola glandulla proventricularis. Hal ini diduga karena terjadinya cornificasi (penandukan) sel epithelium bagian luminal, sedang sel-sel epithelium basal yang lain sudah ada yang mengalami degenerasi awal yaitu dengan adanya pembengkakan sel, meskipun di bebnerapa tempat aktivitas mitosis masih berlangsung. Pemberian Pb asetat dengasn dosis 20 mg/kg berat badan dengan masa tunggu 48 jam, mempengaruhi tebalnya lapisan epithelium tunica mucosa ingluvies dan ketinggian areola glandulla ingluvica. Diduga penambahan dosis menyebabkan kerusakan yang semakin hebat. Pada keadaan ini beberapa lapisan sel epithelium mengalami penandukan lebih cepat dan menipis. Sel-sel epithelium basal yang lain mengalami berbagai tingkatan kerusakan struktur, yaitu: sebagian mengalami pembengkakan; sebagian intinya mengalami picnosis dan banyak yang mengalami karyolisis, sedang proliferasi tidak terjadi. Lamina propria mulai mengalami kerusakan, dimana dua jaringan penyusunnya mengalami disintegrasi. Kerusakan struktur yang terjadi mengakibatkan lapisan epithelium tunica mucosa ingluvies lebih tipis, karena diduga penandukan berlangsung lebih cepat tanpa digantikan oleh populasi sel basal. Pada perlakuan dengan pemberian Pb asetat dosis 25 mg/kg berat badan, kerusakan jaringan semakin parah. Semua sel epithelium permukaan mengalami necrosis dan penuh dengan noda-noda hitam. Sel-sel epithelium yang lain mengalami kerusakan struktur, mulai dari karyolisis sampai sitolisis. Lamina propria mengalami kerusakan, dimana identitas jaringan tidak jelas lagi. Sel-sel epithelium basal mengalami necrosis dan memadat, bersatu dengan lamina propria yang rusak. Diduga elastisitas jaringan ingluvies semakin rendah. Pada perlakuan pemberian Pb asetat dosis 20 mg/kg berat badan dengan masa tunggu 96 jam, tampaknya senyawa toksis Pb asetat belum dapat dieliminasi dari jaringan ingluvies, sehingga menimbulkan kerusakan struktur jaringan yang lebih parah, antara lain beberapa lapis sel epithelium bagian luminal mengalami penandukan, sel-sel epithelium yang lain mengalami sitolisis dimana batas antar sel menjadi kurang jelas. Sebagian besar sel epithelium basal mulai mengalami necrosis, ditandai dengan adanya inti sel yang mengalami picnosis dan tidak tampak lagi adanya proliferasi.
40
BioSMART, Vol. 2, No. 2, Oktober 2000, hlm. 37-41
Pada perlakuan dengan masa tunggu 96 jam pemberian Pb asetat 25 mg/kg berat badan, tampak meningkatnya dosis yang diberikan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah daripada dosis 20 mg/kg berat badan maupun sebelumnya. Kerusakan yang terlihat yaitu semua sel epithelium mengalami necrosis sehingga struktur dan batas-batasnya tidak dapat dikenali lagi. Lamina propria mengalami disintegrasi jaringan dan penuh noda-noda hitam, serta terjadi penurunan elastisitas jaringan ingluvies. Pada pemberian dosis 15 mg/kg berat badan, dengan masa tunggu 48 jam, proventriculus sudah mengalami kerusakan sel epithelium, lumen tubulus glandulla proventricularis terisi sisa-sisa sel glandulla yang rusak, serta terjadi pembengkakan sel-sel glandulla proventricularis. Pada pemberian dosis 20 mg/kg berat badan masa tunggu 48 jam, sel-sel epithelium banyak mengalami necrosis, sel-sel glandulla proventricularis sebagian sudah mengalami sitolisis dan lepas dari membran basalisnya. Otot polos stratum circulare memanjang, diduga karena relaksasi, sedang otot polos stratum longitudinale sebagian besar sudah mengalami sitolisis dan penuh dengan noda-noda hitam. Pada pemberian dosis 25 mg/kg berat badan masa tunggu 48 jam, dengan adanya rangsangan toksisitas yang semakin besar, maka terjadi kerusakan yang semakin parah. Sel epithelium permukaan mengalami necrosis dan sisa-sisa sel epithelium yang rusak tertimbun dalam lumen proventriculus, sebagian mengalami karyolisis dan sitolisis, serta lepas dari membrana basalis, yang sebagian telah mengalami atrophi. Lumen tubulus glandulla kosong, diduga sudah tidak mampu memproduksi sekret. Sel-sel otot polos stratum circulare lebih memanjang dengan batas-batas tidak jelas, sedang stratum longitudinale sedikit memanjang. Diduga kedua lapisan otot tersebut mengalami relaksasi, pada keduanya juga terdapat noda-noda hitam, yang diduga merupakan senyawa Pb yang dideposisikan ke jaringan proventriculus. Pada pemberian dosis 15 mg/kg berat badan masa tunggu 96 jam, menyebabkan dinding proventriculus lebih tipis dibandingkan kontrol. Hal ini diduga karena polutan belum dapat dieliminasi sepenuhnya, sehingga terjadi kerusaskan lebih lanjut. Sel-sel epithelium sebagian mengalami karyolisis dan sitolisis. Sel-sel glandulla proventricularis mengalami pembengkakan, sebagian mengalami karyolisis dan banyak noda-noda hitam di dalamnya. Membrana basalis sebagian mengalami atrophi. Lapisan otot polos stratum circulare memanjang seluruhnya,
sedang stratum longitudinale sebagian memanjang dan banyak mengandung noda-noda hitam. Pada perlakuan dengan dosis 20 mg/kg berat badan masa tunggu 96 jam, menyebabkan menipisnya dinding proventriculus. Hal ini diduga karena polutan belum dapat dieliminasi dari jaringan, sehingga kerusakan semakin parah. Epithelium permukaan mengalami necrosis, sebagian besar lepas dan tertimbun dalam lumen proventriculus. Sel-sel glandulla proventricularis sebagian intinya mengalami karyolisis dan sitolisis serta lepas dari membrana basalis. Bagian-bagian tertentu membrana basalis mengalami disintegrasi. Seluruh tunica muscularis memanjang dengan batas-batas tidak jelas dan mengandung noda-noda hitam. Perlakuan dengan pemberian dosis 25 mg/kg berat badan dengan masa tunggu 96 jam, menyebabkan kerusakan jaringan paling berat diantara perlakuan yang lain. Kerusakan terjadi secara menyeluruh. Sebagian besar inti sel glandulla proventricularis mengalami karyolisis dan lepas dari membrana basalis. Sebagian besar membrana basalis mengalami disintegrasi. Tunica muscularis atrophi dan memanjang, dengan batas yang tidak jelas, penuh noda-noda hitam. KESIMPULAN Pemberian Pb asetat secara oral dengan dosis 15, 20 dan 25 mg/kg berat badan sebanyak sekali pada merpati jantan uji dengan masa perlakuan 48 dan 96 jam, menyebabkan terjadi penurunan berat badan secara tidak bermakna. Pengamatan morfologi dan perilaku memperlihatkan hewan uji lemah badan dan muntah-muntah. Muntahan yang dikeluarkan berupa cairan putih seperti susu. Perubahan struktur mikroanatomi pada ingluvies meliputi: sel epithelium bagian luminal mengalami penandukan lebih awal, sel epithelium bagian basal mengalami degenerasi sampai necrosis, jaringan lamina propria mengalami disintegrasi, terdapat noda-noda hitam pada jaringan epithelium, lamina propria dan tunica muscularis. Sedang pada proventriculus meliputi: sel epithelium necrosis, sel glandulla proventricularis mengalami degenerasi sampai necrosis. Lumen tubuli glandulla tidak berisi sekret, tunica muscularis atrophi dan sel-selnya memanjang (mengalami relaksasi), serta terdapat noda-noda hitam pada jaringan epithelium, glandulla proventricularis dan tunica mucosa.
HANDAJANI dan WIRYANTO – Pengaruh Pb-asetat pada Columba livia
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1988. “Ancaman Pencemarn Timbal di Dalam Rumah Tangga”. Wawasan Minggu, 8 Mei 1988, hal. 3. Anonim, 1997, UURI No. 23 tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Boyer, I. J., C. S. Deborah, A. and D. S. Victor, 1985. “Lead Induction of Crop Disfunction in Pigeon Through a Direct Action on Neural or Smooth Muscle Component of Crop Tissue”. Journal Sch. Med., Univ. Rochester, New York USA. J. Pharmacol. Exp. Ther. 1985. Goodman, L. S. and A. Gilman, 1970, The Pharmacological Basis of Therapeutics. 4nd Ed. New York: The Macmllan Company. Kendall, R. J. and P. F. Scanlon, 1981, Chronic Lead Ingestion and Nephropaty in Ringed Turtle Doves. Journal Department of Fiseries and Wildlife Sciences. Blacksburg Virginia, Virginia Polytechnic and State Univeristy.
41
McManus, J. F. A. and R. W. Mowry, 1960, Staining Methodes Histologic and Histochemistry. New York: Paul B. Hoeber Inc. Marshall, A. J., 1960, Biology and Comparative Physiology or Bird. Volume 1. New York and London: Academic Press. Ohi, G. E. N., S. Hironobu, M. Keiko, M. Isao, and S. Fumio, 1980, Acute Lead Poisoning of The Pigeon Induced by Single, Intraperitoneal Administration of Lead Acetat. Tokyo Japan, Journal Tokyo Metropol. Res. Lab. Public Healt. Robbins, S. L., 1974, Pathologic Basis of Disease. Philadelpia: W. B. Saunders Company. Sodeman, W. A. 1961, Pathology Physiology Mecanism of Disease. Philadelphia: W. B. Saunders. Strukie, P. D., 1965, Avian Physiology. 2nd Ed. Ithacha New York: Coinstock Publishing Associates. Zen, M. T., 1980, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta, Gramedia.