1
PENGARUH PEMBENTUKAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TERHADAP INDUSTRI PERBANKAN (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN)
OLEH : I GUSTI AYU SUARNIATI, SH.,MH. NPK : 19550819 198602 2 001
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa kerena
atas
KaruniaNya
PEMBENTUKAN
Penelitian
LEMBAGA
yang
PENJAMIN
berjudul
“PENGARUH
SIMPANAN
TERHADAP
INDUSTRI PERBANKAN (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN)”, dapat diselesaikan walaupun masih banyak kekurangan. Penelitian ini merupakan salah satu kewajiban bagi dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ungkapan terimakasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. Penulis menyadari bahwa apa yang ditulis dalam laporan ini masih jauh dari sempurna baik dalam substansi permasalahan maupun teknik penulisan, namun penulis sudah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada, sehingga penulis dengan hati terbuka akan menerima saran dan kritik guna mewujudkan penulisan yang lebih baik dikemudian hari.
Denpasar, 19 Agustus 2012
i
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
ABSTRAK .......................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................
5
1.3
Tujuan Penelitian .....................................................................
5
1.4
Manfaat Penelitian ....................................................................
6
1.5
Landasan Teoritis .....................................................................
6
1.6
Metode Penelitian .....................................................................
8
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengaruh Yang Ditimbulkan Dari Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 ......
2.2
10
Efektivitas UU No. 24 Tahun 2004 Dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 ..........................
18
BAB III PENUTUP 31 Simpulan .......................................................................................
22
3.2 Saran ............................................................................................
22
Dafiar Pustaka
ii
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang bergejolak di Asia Tenggara juga mengakibatkan terpuruknya
kondisi
perekonomian
bangsa
Indonesia.
Terjadinya
krisis
multidimensi yang dimotori oleh krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah memberikan pengaruh yang besar terhadap pengambilan kebijakan pemerintah pusat dalam mengatur sektor ekonomi. Khusus terhadap sektor perbankan, Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia terpaksa mengambil keputusan memberikan sanksi keras berupa melakukan pencabutan izin usaha yang dilanjutkan dengan likuidasi terhadap 16 buah bank swasta skala menengah pada tanggal 1 November 1997, yang diakibatkan tingginya kasus kredit macet pada bank-bank tersebut dan tingginya pelanggaran atas ketentuan dan rambu-rambu perkreditan terutama prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh BI 1. Jumlah simpanan yang dijamin oleh pemerintah pada saat itu dibatasi sampai dengan Rp. 20 juta per rekening, sehingga menyebabkan kemerosotan tingkat kepercayaan penabung terhadap perbankan nasional. 2 Untuk menanggulangi pada tanggal 26 Januari 1998,
1
Rahmat Firdaus dan Maya Ariyanti, 2003, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, hal. 41 2 Krisna Wijaya dan Djoko Retnadi, 2005, Konsolidasi Perbankan Nasional, Masyarakat Madani Indonesia, Jakarta, hal.xi
2
pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum. 3 Kemudian pada tanggal 4 April 1998 tujuh buah bank swasta skala menengah dilikuidasi dan tujuh buah bank lain kepengurusannya diambil oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tidak berselang setahun, seluruh bank BUMN dan bank swasta nasional skala besar antara lain BCA dan Bank Niaga direkapitalisasi agar tidak ikut serta terpuruk dan menjadi tidak sehat. Sebagaimana diketahui, hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan adalah hubungan kepercayaan atau fiduciary relation yang dilandasi oleh asas kerahasiaan. Sebuah bank mendapatkan reputasi berdasarkan hubungan yang dijalinnya dengan nasabah-nasabahnya dalam kurun waktu yang tidak sedikit Nasabah penyimpan menghendaki agar dana yang disimpannya aman di bank yang mereka manfaatkan jasanya. Tetapi goyahnya stabilitas industri perbankan yang ditandai terjadinya likuidasi dan rekapitalisasi terhadap sektor perbankan tersebut telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan di Indonesia menurun, sehingga terjadi penarikan dana masyarakat secara besar-besaran dari perbankan. Sebagai sebuah usaha, sumber dana perbankan yang disalurkan sebagai kredit kepada masyarakat sebagian besar bukan merupakan dana milik bank sendiri karena pada dasarnya modal perbankan sangat terbatas. Karena itu banyak ikan mengalami kesulitan likuiditas. Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional sekaligus guna menghambat melemahnya nilai tukar rupiah, ketika itu, 3
Burhanuddin Abdullah, 2005, Jalan Menuju stabilitas, Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan.LP3S, Jakarta, hal. 259
3
Bank Indonesia sebagai bank sentral akhirnya mengucurkan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) untuk menutupi pendanaan bank yang mengalami rush. Demi mencegah terjadinya rush berkepanjangan, pada akhir Januari 2008 pemerintah menerbitkan blanket guarantee system untuk memulihkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya mengendalikan keadaan masyarakat khususnya kondisi psikologis masyarakat penyimpan dana, Pemerintah sebagai otoritas tertinggi memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat bank-bank yang dilikuidasi. Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat. Lalu sebagai tindak lanjut, pada tanggal 10 November 1998 Pemerintah mengesahkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal 37 B UU No. 10 Tahun 1998, pemerintah diamanatkan untuk melakukan pembentukan lembaga yang bertugas untuk menjamin simpanan masyarakat. Tuntutan kebutuhan sosial karena perubahan dan perkembangan seperti contoh di atas, menunjukkan bahwa pengaruh perubahan sosial menuntut penyesuaian dalam bentuk perubahan hukum, melalui pembuatan dan atau pembaharuan undang-undang. 4 Sebelum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dibentuk, program penjaminan dana oleh Pemerintah dilaksanakan oleh sebuah lembaga yaitu Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Badan ini bertugas menangani 4
Sudjono Dirdjosisworo, 1983, Sosiologi Hukum, Edisi I, Rajawali, Jakarta, hal.78
4
pelaksanaan penjamin Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran bagi 52 bankbank yang telah dibekukan. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, menetapkan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan UU tersebut dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lembaga tersebut adalah suatu lembaga yang bersifat independent, yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Lembaga LPS diarahkan untuk menjadi lembaga yang transparan dan akuntabel dalam melakukan tugas dan wewenangnya karena lembaga ini bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Berdasarkan rumusan Pasal 8 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, setiap bank maupun lembaga keuangan bukan bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan simpanan sesuai yang diamanatkan Pasal 37B UU No.10 Tahun 1998. Jumlah bank di Indonesia terlalu banyak dan akan dibatasi sehingga tinggal 70 buah dari sebelumnya 130 buah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BI sebagai bank sentral akan menaikkan standar kesehatan perbankan di Indonesia terutama regulasi tentang kredit macet (non performance loan). Tentunya hal ini akan dapat menimbulkan kekhawatiran publik apabila bank tempatnya menyimpan dana dicabut izin usahanya. Apabila jumlah maksimal dana yang dijamin akan terus menurun dalam jangka waktu 18 bulan setelah lembaga LPS terbentuk sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004 yang
5
menegaskan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dalam masa transisi tersebut masih berlaku Pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 mengenai jumlah maksimal dana yang dijamin dalam periode-periode tertentu.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaruh yang ditimbulkan dari pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 ? 2. Bagaimanakah efektifitas UU No. 24 Tahun 2004 apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 tentang menurunnya jumlah simpanan yang dijamin dalam jangka waktu 18 bulan?.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum, untuk pengembangan ilmu hukum terkait paradigma science as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini ilmu tidak akan mandek dalam penggaliannya atas kebenarannya khususnya di bidang Sosiologi Hukum. 2. Tujuan Khusus, untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 dan untuk mengetahui efektifitas UU No. 24 Tahun 2004 apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 tentang menurunnya jumlah simpanan yang dijamin dalam jangka waktu 18 bulan.
6
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis, diharapkan menjadi sumbangan pemikiran didalam mempelajari sosiologi hukum. 2. Manfaat Praktis, bagi pemerintah dapat dijadikan dasar bagi pembentukan hukum
dimana
perkembangan
dalam
yang
pembentukan
terjadi
:
hukum
harus
masyarakat/gejala-gejala
mengikuti sosial
di
masyarakat agar produk yang dihasilkan tidak tertinggal. Sedangkan manfaat bagi penulis, dengan tulisan ini manfaat yang didapat adalah lebih memahami mengenai hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial dan hubungan hukum dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
1.5 Landasan Teoritis Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian 5. Adapun landasan teoritis dalam tulisan ini dapat dikemukakan antara lain: Mochtar Kusumaatmadja memberi pengertian negara hukum adalah negara yang berdasarkan hukum, dimana kekuasaan tunduk pada hukum dan semua orang sama di hadapan hukum. 6 Unsur Negara hukum menurut Immanuel Kant (1724-
5
Supasti Dharmawan, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Makalah Kedua, dipresentasikan pada Lokakarya Pasca Sarjana Universitas Udayana, hal. 19 6
hal. 8-9
Dahlan Thalib et.al, 2006, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
7
1804) dan kemudian dikembangkan oleh Friedrich Julius Stahl,7 adalah sebagai berikut: 1. Adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia. 2. Adanya pemisahan kekuasaan negara. 3. Setiap tindakan negara harus didasarkan atas undang-undang yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 4. Adanya peradilan administrasi negara. A. V. Dicey merumuskan rule of law itu sebagai berikut: a. Supremasi aturan-aturan hukum (Supremacy of law) tidak hanya kekuasaan sewenang-wenang atau (absence of arbitrary power) dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum; b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (Equality before the law) dalil ini berlaku baik untuk orang dewasa maupun untuk pejabat c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang Dasar serta keputusan-keputusan pengadilan. 8 Roscoe Pound, ia menambahkan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum. Roscoe Pound terkenal dengan teorinya yaitu Law as tool of social engineering dan Law as a tool of social control. Hukum itu ditandai olehnya sebagai suatu jenis teknik sosial (social engineering) atau kontrol sosial (social control) di dalam suatu masyarakat politik, yakni dalam negara 9. Tujuannya ialah untuk sebaik-baiknya mengimbangi kebutuhan-kebutuhan sosial dan individual yang satu dengan yang lain. Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang ditujui oleh pemerintah merupakan symbol dari harmonisasi yang tidak memihak antara kepentingan7
Jimly Asshidiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.90 8 Mariam Budiardjo, 1977, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Jakarta, hal.48 9 Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum: Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, hal.
8
kepentingan individual yang satu terhadap yang lain. Ideal keadilan ini didukung dengan paksaan. Paksaan digunakan oleh negara demi kontrol sosial, yaitu menjamin keamanan sosial, dan dengan demikian memajukan kepentingan umum sebaik-baiknya. Sehubungan dengan teori di atas maka dibentuklah UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan dibentuk untuk merubah citra perbankan Indonesia dan mengembalikan kepercayaan nasabah terhadap lembaga perbankan. Selain mengemukakan pandangan dari Pound, maka akan dikemukakan pandangan dari Eugen Erlich yang terkenal dengan Living Law Theory. Erlich melihat ada perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Menurutnya, hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. 10 Oleh karena itu, hukum positif yang dibentuk haruslah sesuai dengan kebiasaan atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Peranan masyarakat menurut teori ini (living law theory) sangat penting di dalam pembentukan produk hukum. UU No. 24 Tahun 2004 pun dalam pembentukan tetap memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat. I.6 Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder. 10
Dharmo Diharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 128
9
2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual dilakukan untuk mengkaji permasalahan dengan menggunakan konsep-konsep seperti konsep Law as tool of social engineering dan Law as a tool of social control. Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. 11 3. Sumber Bahan Hukum Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan Hukum Primer: UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Bahan Hukum Sekunder : literature, teori hukum, jurnal hukum, dan penelitian terdahulu. 4. Teknik Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum Bahan-bahan hukum yang telah diperoleh selanjutnya diolah secara kualitatif dengan jalan dikumpulkan kemudian disusun secara teratur, dipilah atau dikelompokan sesuai dengan fungsinya, dianalisa dan dilakukan evaluasi sehingga didapat hasil dan kemudian melakukan argumentatif dan juga interpretatif berupa penjelasan-penjelasan atau uraian-uraian yang dapat menggambarkan keadaan, proses, dan peristiwa untuk dapat memperoleh jawaban dari permasalahan sehingga memperoleh kesimpulan akhir.
11
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 96
10
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Yang Ditimbulkan Dari Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 Rangkaian hukum sebagai sebuah gejala social yang tumbuh berdasarkan proses sosial dalam masyarakat adalah fakta yang wajar dengan mengingat kebutuhankebutuhan dari masyarakat itu akan pentingnya kelanggengan dan ketertiban dalam dimensi kehidupan (sosial). 12 Pitirim Sorokin pernah pula mengemukakan teori tentang perkembangan hukum dan gejala-gejala sosial lainnya yang disesuaikannya dengan tahapan-tahapan tertentu yang dilalui oleh setiap masyarakat. 13 Masyarakat berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang sedang menonjol di dalam masyarakat yang bersangkutan. Walaupun sistematika Sorokin tentang perkembangan hukum tidak terlalu memuaskan, namun perlu dicatat bahwa seciap sistem hukum tak akan mungkin secara mutlak menutup dirinya terhadap perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat. Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat mempengaruhi Stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998. 12 13
hal.94.
OK. Chairuddin, 1991, Sosiologi Hukum, Get. I, Sinar Grafika, Jakarta, hal.87 Soerjono Soekanto I, 1987, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
11
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan sal ah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan. Apabila bank kehilangan kepercayaan dari
masyarakat sehingga
kelangsungan usaha bank dimaksud tidak dapat dilanjutkan, bank dimaksud menjadi Bank Gagal yang berakibat dicabut izin usahanya. Oleh sebab itu, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan/atau pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Untuk menunjang kinerja perbankan nasional diperlukan lembaga penunjang, baik untuk sementara waktu untuk menyelesaikan permasalahan bank yang dihadapi dewasa ini maupun sifatnya lebih permanent. Salah satu permasalahan adalah mengenai penjaminan dana simpanan terutama terhadap bank-bank yang dicabut izin usahanya dan marak terjadi pasca krisis. Penjaminan dana masyarakat yang merupakan seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) berdasarkan keputusan presiden pasca krisis moneter, telah membebani anggaran negara dan justru ternyata membuat bank-bank tidak semakin ketat menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengucurkan kredit, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Karena setiap terjadi likuidasi
12
bank, tanggungjawabnya diambil alih oleh pemerintah. Hal ini disebut dengan moral hazard atau perilaku buruk. Bahkan berpotensi membuat manajemen bank termotivasi melakukan aktivitas berisiko tinggi. Karena itu, untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil, pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank yang sebelumnya telah secara implisit ada di Indonesia yaitu penjaminan oleh bank itu sendiri secara internal. Untuk melakukan penjaminan terhadap simpanan bank dinilai perlu dibentuk sebuah lembaga khusus yang independent, yang diberi tugas dan wewenang dalam melaksanakan program penjaminan simpanan. Faktor-faktor sosiologis yang melatarbelakangi dibentuknya UU No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh, diperlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil; b. bahwa untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah bank; c. bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan nasabah bank tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud. Fungsi lembaga penjamin simpanan yang terpenting adalah mencegah kepanikan nasabah dengan meyakinkan bahwa keamanan tabungan mereka terjamin. Kedua untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank untuk mencegah risiko kebangkrutan bank. Sementara tugas yang ketiga adalah pengawas yang
13
melakukan pemantauan neraca, praktik pemberian pinjaman, dan strategi investasi pada setiap bank. Pembentukan lembaga penjamin simpanan menimbulkan konsekuensi penambahan pelaku di dalam sistem perbankan. Jadi pihak pemerintah hanya sebagai regulatornya. Tanpa keberadaan lembaga penjamin simpanan pelaku di dalam sistem perbankan hanya ada dua pihak, penyimpan dan bank. Penyimpan, berfungsi sebagai principal yang mendelegasikan ke bank sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara pihak yang kekurangan dana namun membutuhkan suntikan dana untuk kebutuhan konsumsi maupun produktifnya dengan pihak yang memiliki kelebihan dana namun ingin mengembangkan pendanaannya dengan aman. Dengan adanya lembaga penjamin simpanan, pelaku menjadi tiga pihak, yaitu lembaga penjamin simpanan, penyimpan dan bank. Oleh karena itu, alih risiko menjadi lebih rumit dibandingkan dengan sistem tanpa penjaminan simpanan. Jadi terdapat tiga pelaku yang satu dengan yang lain terpisah, yaitu bank, LPS, dan nasabah penyimpanan. Nasah penyimpan mendelegasikan tugas monitoring terhadap strategi investasi dan supervise pelaksanaan pinjaman yang diberikan bank kepada LPS. 14 Untuk mengakomodasi pentingnya lembaga LPS, UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan secara eksplisit urgensi keberadaan lembaga penjamin simpanan yaitu dalam pasal 1 angka 24 yang berbunyi:
14
Pikiran
Muslim Tampubolon, Lembaga Penjamin Simpanan Atasi Sistem Keuangan, www.
14
Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Pasal 37 B UU No. 10 Tahun 1998 merupakan pasal yang secara tegas menyebutkan keberadaan LPS. Dalam Pasal tersebut dirumuskan; Ayat (1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Ayat (2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Lebih lanjut dalam penjelasan disebutkan: Pembentukan lembaga penjamin simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Dalam menyelenggarakan penjaminan simpanan dana masyarakat pada bank, Lembaga penjamin simpanan dapat menggunakan: a. skim dana bersama b. skim asuransi; atau c. skim lainnya yang disetujui oleh BI Ayat (3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia. Ayat (4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Berdasarkan pasal 10 UU No. 24 Tahun 2004, dirumuskan bahwa LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan pada umum maupun bank syariah diakomodasi oleh pemerintah. Sampai dengan tahun 1980, sistem penjaminan simpanan baru diterapkan di 16 negara. Indonesia adalah negara yang ke-69 di dunia dan negara ke-10 di Asia yang menerapkan sistem ini.15 Sistem ini diterapkan dengan skema yang bervariasi pada setiap negara, di antaranya menyangkut sumber pembiayaan,
15
Ibid
15
penetapan premi, yang menjadi pengelola dan wajib tidaknya bank mengikutinya. Dari 68 negara yang menerapkan sistem simpanan, 52 negara menerapkan sistem dengan sumber pembiayaan secara gabungan antara pembiayaan oleh bank dan pembiayaan dari public atau negara. Chili merupakan satu-satunya negara yang menerapkan sistem penjaminan simpanan dengan sepenuhnya dibiayai oleh dana public yang bersumber dari pajak yang dibebankan kepada seluruh rakyat. Lima belas negara melakukan pembiayaan secara privat dari bank yang menjadi anggota sistem ini. 16 Terdapat tiga skema yang menyangkut lembaga yang menjadi pengelola, yaitu skema di mana LPSnya dikelola oleh pemerintah melalui satu badan tertentu. Kedua, LPSnya sepenuhnya dikelola oleh badan privat atau swasta, dan yang ketiga lembaga tersebut dikelola secara bersama pemerintah dengan privat Selain itu pada dasarnya keanggotaan lembaga penjamin simpanan dapat bersifat sukarela dan wajib. Sebagian besar negara di dunia mewajibkan seluruh bank, baik yang kuat maupun yang lemah untuk menjadi anggota. Untuk mengetahui skema perlindungan nasabah penyimpan yang dipakai oleh Indonesia, maka akan ditelusuri dari pasal-pasal yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2004. Berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2004, LPS adalah badan hukum yang sifatnya mandiri. Lebih lanjut dalam pasal 2 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2004 dirumuskan bahwa LPS adalah lembaga yang independent, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Independensi yang dimaksud dalam penjelasan pasal 2 ayat (3) UU No. 24 Tahun
16
Ibid
16
2004 adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, LPS tidak boleh dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh pemerintah kecuali dalam hal-hal yang secara tegas dirumuskan dalam UU No. 24 Tahun 2004. Hal ini semakin tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat (4) yang merumuskan bahwa LPS bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya langsung kepada Presiden. Untuk melaksanakan fungsinya dalam menjamin simpanan nasabah menyimpan dana, berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004, LPS mempunyai tugas dan wewenang merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan dan melaksanakan penjaminan simpanan. Sementara untuk memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS bertugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik, dan c. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Sementara dalam pasal 4 UU No. 24 Tahun 2004, dirumuskan bahwa fungsi LPS adalah untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan ketentuan pasal 81 UU No. 24 Tahun 2004 dinyatakan bahwa kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan dengan nilai antara sekurang-kurangnya 4 triliun rupiah dan sebesar-besarnya 8 triliun rupiah. Lembaga ini
dinyatakan
penatausahaan semua asetnya.
juga bertanggungjawab
atas
pengelolaan
dan
17
Jadi skema penjaminan simpanan di Indonesia menganut skema LPS dikelola pemerintah melalui badan tertentu. Jadi pemerintah hanya bertindak sebagai regulator. Lembaga ini memiliki independensi sendiri dan bebas dari campur tangan pemerintah. Jadi LPS adalah badan hukum mandiri yang tidak terintegrasi ke dalam pemerintah tetapi merupakan lembaga pemerintah. Mengenai wajib atau tidaknya bank sebagai anggota dalam pasal 8 UU No. 24 Tahun 2004 mewajibkan seluruh bank yang melakukan kegiatannya di Indonesia untuk menjadi anggota, baik bank dengan permodalan kuat maupun bank dengan permodalan lemah. Jadi sistem keanggotaan wajib menimbulkan subsidi silang antara rank yang kuat dan lemah agar seluruh bank menikmati keuntungan dengan stabilitas sistem perbankan. Selain itu cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia juga diwajibkan menjadi anggota, dengan membayar premi kepada LPS. Sementara cabang bank nasional yang beroperasi di luar negeri tidak dijamin karena tujuan LPS adalah melindungi keuangan domestik bukan asing. LPS mempunyai pengaruh yang sangat penting di dalam menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh khususnya dalam mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil. Dengan adanya LPS, keperpercayaan nasabah bank terhadap lembaga perbankan lebih menguat, hal ini disebabkan nasabah penyimpan menghendaki agar dana yang disimpannya aman di bank yang mereka manfaatkan jasanya.
18
2.2 Efektivitas UU No. 24 Tahun 2004 Dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 Pasal 100 Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004 menyatakan sebagai berikut: “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) berlaku sejak 18 (delapan belas) bulan setelah Undang-Undang ini berlaku efentif”. Maksudnya adalah bahwa ketentuan nilai penjaminan adalah maksimal Rp. 100 juta baru akan berlaku sejak bulan Maret tahun 2007. Jadi selama tanggal 21 September 2005 hingga tanggal 21 Maret 2006, LPS masih akan menjamin seluruh simpanan milik nasabah penyimpan pada setiap nomor rekening. Kemudian sejak tanggal 22 Maret 2006 hingga 21 September 2006, maksimum dana yang dijamin LPS menurun hanya sebesar lima milyar rupiah setiap nomor rekening. Sejak tanggal 22 September 2006 hingga 21 Maret 2007, jumlah dana yang dijamin hanya maksimal satu milyar rupiah. Sejak tanggal 22 Maret 2007 hingga seterusnya, sesuai dengan rumusan pasal 11 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004, dirumuskan bahwa nilai simpanan yang dijamin adalah maksimal senilai Rp. 100 juta rupiah pada setiap satu bank. Jadi ada masa transisi sebelum nilai batas maksimum yang dimaksud dalam UU No. 24 Tahun 2004 diterapkan. Ketentuan ini tentunya merupakan pasal yang dapat menimbulkan ekses yang besar terhadap publik. Nilai 100 juta rupiah tersebut menjadi nilai batas penjaminan karena nilai tersebut merupakan nilai yang diharapkan dapat melindungi seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia. Ssuai dengan penjelasan UU ini dinyatakan bahwa landasan filosofis UU ini adalah penjaminan simpanan yang
19
dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah bank di Indonesia. Sebagian besar nasabah bank di Indonesia adalah simpanan yang nilainya di bawah angka 100 juta rupiah. Dengan penjaminan yang terbatas oleh LPS maka masyarakat akan menilai sendiri risiko dari dana yang ditempatkannya pada sebuah bank. Oleh sebab itu, sebuah bank dituntut untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan memperkuat permodalan dan kinerja keuangannya. 17 Muncul rasa ketidakadilan dalam implementasi UU ini. Karena para pemilik rekening dengan nilai di atas batas maksimum masih harus menunggu hasil likuidasi bank yang tentunya prosesnya tidak sebentar untuk mendapatkan kembali dananya. Ini dapat menghambat iklim investasi di Indonesia karena banyak pemilik dana besar yang sebagian besar adalah pengusaha akan mengalami kesulitan mencairkan dananya untuk melakukan investasi. Tetapi memang tujuan LPS di setiap negara adalah menjamin dana dengan nilai yang terbatas. Sisanya adalah kewajiban bank setelah proses likuidasi dan penjualan asset-aset bank. Rumusan pasal 100 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2004 adalah norma yang dapat mengurangi efektivitas UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS. Hal ini disebabkan karena dalam pasal tersebut dinyatakan pertama apabila terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan, kedua terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun, dan ketiga jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang 90 persen dari jumlah nasabah 17
Burhanuddin Abdulah, Loc.cit
20
penyimpan seluruh bank, maka penahapan nilai simpanan yang dijamin tersebut akan diubah dengan Peraturan Pemerintah. Kendala yang terjadi adalah apabila terjadi hal-hal tersebut dalam pasal 11 dapat diterapkan secara efektif pada Maret 2007, maka pasal 100 tersebut akan berubah. Tetapi perubahannya adalah dengan Peraturan Pemerintah. Adanya pasal yang bersifat perkecualian tersebut dapat terjadi karena adanya kepentingan politis dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian UU No. 24 Tahun 2004 dapat dinyatakan bukan merupakan UU yang tegas karena adanya kemungkinan perubahan nilai batas maksimum di masa mendatang tergantung keadaan. Sesuai hakikamya, undang-undang adalah kunci pokok dalam pelaksanaan pemerintahan berdasarkan atas hukum. 18 Materi muatan dalam undang-undang tertentu lingkupnya. Undang-Undang cukup mengatur hal-hal yang pokok saja dan rinciannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. 19 Sesuai ketentuan tersebut, sebaiknya ketentuan pasal 100 tersebut tidak perlu dimasukkan dalam rumusan pasal 100 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, Pemerintah perlu membuat Peraturan Pemerintah. Sehubungan dengan telah terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan terhadap perbankan dan membahayakan system keuangan, dipandang perlu untuk menaikkan besarnya nilai simpanan yang dijamin oiek Lembaga Penjamin simpanan maka pada tangga1 13 Oktober 2008 diundangkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2003 Tentang besarnya nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan. Nilai simpanan yang 18
Rosidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal. 59 19 Ibid
21
dijamin berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2008 untuk setiap nasabah yang semula berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan ditetapkan paling banyak Rp.100.000.000
(seratus
juta
rupiah)
Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah).
diubah
memjadi
paling
banyak
22
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh yang ditimbulkan dan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 adalah berubahnya citra perbankan Indonesia dan kembalinya kepercayaan nasabah terhadap lembaga perbankan. Nasabah penyimpan menghendaki agar dana yang disimpannya aman di bank yang mereka manfaatkan jasanya. Kepercayaan masyarakat terhadap industry perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan. 2. Pasal 100 Undang-Undang No.24 merupakan pasal yang dapat menimbulkan ketidakpastian di masa mendatang. Adanya kemungkinan perubahan nilai batas maksimum yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan akan menimbulkan tidak efektifnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, apabila ada kepentingan politis. Karena adanya ancaman krisis yang dapat menimbulkan merosotnya kepercayaan masyarakat maka nilai simpanan yang dijamin menurut Pasal 11 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 hanya Rp.100,000,000 (seratus juta) pernasabah, berdasarkan
23
Peraturan Pemerintah No, 66 Tahun 2008 naik menjadi Rp. 2.000.000.000 (dua miliar) pernasabah.
3.2 Saran 1. Sebaiknya ketentuan dalam pasal 100 UU No. 24 Tahun 2004 mengenai menurunnya dana nasabah yang dijamin dalam jangka waktu 18 bulan tidak perlu dicantumkan dalam UU, tetapi dalam bentuk PP karena UU ini akan bersifat permanent, sehingga apabila terjadi hal-hal yang dimaksud dapat mengakibatkan perubahan pelaksanaan pasal 11 UU No. 24 Tahun 2004 mengenai batas maksimum yang dijamin, maka tidak perlu merubah UU No. 24 Tahun 2004 yang telah ada. Apalagi apabila ada kepentingan pribadi pihak-pihak yang ingin mendapatkan dananya apabila terjadi likuidasi bank. 2. Sebaiknya dirumuskan upaya hukum untuk mencegah terjadinya penyelewengan oleh para pihak penyimpan dana yang dananya di atas nilai Rp. 100 juta apabila terjadi likuidasi bank di Indonesia dengan mengadakan perbandingan dengan negara lain yang sudah pernah mengalami kasus tersebut Hasilnya dituangkan dalam bentuk regulasi baik berupa PP maupun aturan khusus tertentu.
24
DAFTAR PUSTAKA I. Buku Burhanuddin Abdullah, 2005, Jalan Menuju stabilitas, Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, LP3S, Jakarta Dahlan Thalib et.al, 2006, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta Dharmo Diharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Jimly Asshidiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, Balai Pustaka, Jakarta Krisna Wijaya dan Djoko Retnadi, 2005, Konsolidasi Perbankan Nasional, Masyarakat Madani Indonesia, Jakarta Mariam Budiardjo, 1977, Dasar-dasar ttmu Politik, PT Gramedia Jakarta Muslim Tampubolon, Lembaga Penjamin Simpanan Atasi Sistem Keuangan, www.Pikiran rakyat.com OK. Chairuddin, 1991, Sosiologi Hukum, Cet I, Sinar Grafika, Jakarta Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta Rahmat Firdaus dan Maya Ariyanti, 2003, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung Rosidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundangundangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung Soerjono Soekanto I, 1987, Pokok-Pokok Jakarta
Sosiologi Hukum, Rajawali Pers,
Sudjono Dirdjosisworo, 1983, Sosiologi Hukum, Edisi I, Rajawali, Jakarta Supasti Dharmawan, 2006, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Makalah Kedua, dipresentasikan pada Lokakarya Pasca Sarjana Universitas Udayana Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum: Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta II. Peraturan Perundang-undangan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
25
UU No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat