PENGARUH PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI Artemia sp UMUR 15 - 25 HARI DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GORONTALO PROVINSI GORONTALO 1Sriyanti Daud, 2 Yuniarti, dan 2Rully ` Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Artemia sp. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dimana perlakuan A padat tebar 50 ekor/L, perlakuan B padat tebar 60 ekor/L, perlakuan C padat tebar 70 ekor/L dan perlakuan D padat tebar 80 ekor/L dan masing – masing dengan 3 kali ulangan. Cysta Artemia sp. yang digunakan diperoleh dari Balai Benih Ikan (BBI) Kota Gorontalo. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini toples yang bervolume 3 liter air yang dilengkapi dengan aerasi dan diisi air sebanyak 1 liter. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada saat penebaran Artemia sp adalah metode sensus sedangkan perhitungan jumlah Artemia sp dengan menggunakan metode volumetric, dimana setiap perlakuan diambil sampling sebanyak 3 kali menggunakan pipet scala 1 ml dalam media 1 liter air. Pemeliharaan Artemia sp. dilakukan selama 25 dengan waktu pengamatan populasi Artemia sp. dilakukan pada pemeliharaan hari ke-15 sampai hari ke-25. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p > 0.05) terhadap pertumbuhan populasi Artemia sp. Rata – rata pertumbuhan populasi Artemia sp. tertinggi ditunjukkan pada perlakuan D sebesar 0.612 g/L, disusul perlakuan B sebesar 0.606 g/L. Sedangkan pertumbuhan populasi terendah pada Perlakuan A dan perlakuan C sebesar 0.603 g/L. Hasil ini menunjukkan bahwa ternyata padat tebar yang berbeda tidak memberikan memberikan pengaruh terhadap populasi Artemia sp. Kualitas air pemeliharaan Artemia sp masih dalam batas toleransi untuk usaha budidaya Artemia sp. Kata Kunci: Padat Tebar, pertumbuhan, populasi, Artemia sp. PENDAHULUAN Jenis pakan yang dapat dikonsumsi oleh ikan terdiri atas 2 jenis, yakni pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah jasad-jasad hidup yang biasanya dari jenis plankton baik fito maupun zooplankton yang sengaja dibudidayakan untuk diberikan kepada ikan sesuai dengan kebutuhannya. Ketersediaan pakan alami merupakan faktor yang berperan penting dalam mata rantai budidaya ikan terutama pada fase benih. Artemia salina merupakan salah satu tipe zooplankton yang hidup diperairan asin yang dapat dimanfaatkan pada larva serta benih ikan air tawar, laut dan payau. Artemia salina di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi energi dari berbagai larva udang dan maupun ikan. Artemia sp merupakan pakan alami yang lebih disukai oleh teknisi pembenihan karena memiliki beberapa manfaat dan kelebihan antara lain mudah beradaptasi dalam kisaran lingkungan yang luas, mempunyai kadungan nutrisi yang di butuhkan, dapat diperkaya (enrichment) sebelum digunakan sebagai pakan, mudah dimangsa dan di cerna karena berenang lambat dan berkulit lunak. Kelebihan lain dalam siklus hidupnya, Artemia dapat membentuk Cysta yang praktis disimpan dan didistribusikan (Mai soni et al. 2004). Usaha budidaya Artemia sp di Indonesia telah dilakukan diberbagai daerah, hal ini semata untuk menghasilkan Cysta lokal dalam negeri tanpa harus bergantung pada negara lainya.
Hickling (1977) dalam Dewantisari (2007) menyatakan bahwa padat penebaran merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka keberhasilan kegiatan budidaya. Pertumbuhan individu dipengaruhi oleh padat penebaran. Bila individu yang ditebar terlalu padat maka pertumbuhan populasi akan semakin lambat. Selain itu juga, tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan berdampak pada berkurangnya kandungan oksigen terlarut yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada nafsu makan individu yang bersangkutan. Kepadatan penebaran merupakan faktor yang sangat mempengaruhi ruang gerak bagi organisme budidaya, serta dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam mendapatkan makanan. Ruang gerak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan, semakin sempit ruang gerak maka nafsu makan organisme budidaya semakin berkurang (Purwanto, 1998). Artemia sp mempunyai sifat dapat tumbuh dengan baik pada kepadatan populasi yang tinggi dan dapat dibudidayakan dengan kepadatan 10.000 – 15.000 ekor nauplius per liter air laut. Artemia dapat tumbuh dari nauplius menjadi dewasa dalam waktu sekitar dua minggu (Saragih, A. F.2009). Penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2007) dengan padat tebar Artemia sp. masing – masing 200, 400, 600, 800, 1000 individu/liter diperoleh hasil bahwa padat tebar 600 individu/liter menghasilkan Cysta dengan kualitas dan kuantitas terbaik yakni dengan fekunditas 50.78 butir dengan presentase penetasan 53% dan efisiensi penetasan 4.43 gram. Penelitian tentang padat tebar dibawah dari 200 individu/ekor belum pernah dilakukan sehingga belum dapat diketahui apakah padat tebar tersebut dapat menghasilkan Cysta Artemia sp dengan kualitas dan kuantitas terbaik. Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengambil judul “Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Populasi Artemia sp Umur 15 – 25 Hari ” dengan harapan, hal ini bisa memberikan informasi kepada para petani ikan untuk keberhasilan budidaya Artemia sp. METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan (BBI) Kota Gorontalo, yang dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples kue, Alat pengukur kualitas air, blower, selang aerasi, lampu pijar, timbangan analitik, pipet, alat tulis menulis, dan kamera. Bahan yang digunakan sebagai penelitian ini adalah Cysta Artemia sp. sebagai bahan yang di tetaskan, aer lau sebagai media penetasan Artemia sp, Pakan sebagai pakan Artemia sp. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan tersebut menggunakan padat tebar Artemia sp yang berbeda. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada saat penebaran Artemia sp adalah metode sensus sedangkan perhitungan jumlah Artemia sp dengan menggunakan metode volumetric, dimana setiap perlakuan diambil sampling sebanyak 3 kali menggunakan pipet scala 1 ml dalam media 1 liter air dan setiap ulangan si lakukan 3 kali pengulangan. 3. Pelaksanaan Penelitian Cysta Artemia sp. yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Ikan (BBI) Kota Gorontalo. Sebelum Cysta Artemia sp. ditebar ke dalam toples yang telah berisi air laut dengan kadar salinitas 30 ‰, terlebih dahulu Cysta Artemia sp. yang akan di
inokulasi tersebut dihitung menggunakan metode sensus berdasarkan perlakuan yang akan dilakukan. Dimana perlakuan A dengan padat tebar 50 ekor/L, perlakuan B dengan padat tebar 60 ekor/L, perlakuan C padat tebar 70 ekor/L dan perlakuan D dengan padat tebar 80 ekor/L. masing – masing perlakuan 3 kali ulangan. Setelah Cysta Artemia sp. di hitung, selanjutnya cysta tersebut ditebar ke dalam toples yang berisi air laut dengan kadar salinitas 30 ‰ sesuai perlakuan. Pemberian pakan terhadap Cysta Artemia sp. dilakukan sebanyak 2 kali sehari yakni pada pukul 09.00 wita dan 15.00 wita. Jenis pakan yang diberikan kepada Artemia sp. berupa tepung beras yang telah dihaluskan terlebih dahulu dengan dosis pemberian pakan 0.005 gram. Pemeliharaan Cysta Artemia sp. dilakukan selama 25 hari. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap setiap hari sebanyak 2 kali yakni pada pukul 09.00 wita dan 15.00 wita. Perhitungan jumlah Artemia sp dengan menggunakan metode volumetric, dimana setiap perlakuan diambil sampling sebanyak 3 kali menggunakan pipet scala 1 ml dalam media 1 liter air dan setiap ulangan di lakukan 3 kali pengulangan. Berdasarkan hasil perhitungan diatas selanjutnya dihitung pertumbuhan populasi Artemia sp/hari. Pengamatan pertumbuhan populasi Artemia sp dilakukan sampai waktu pemeliharan 25 hari. 4. Variabel yang Diamati Variabel yang diamati dalam penilitian ini yakni, pertumbuhan Populasi Artemia sp. Untuk mengetahui pertumbahan jumlah populasi Artemia sp di menggunakan rumus menurut Fogg (1975) sebagai berikut:
𝐊𝐊 =
𝐋𝐋𝐋𝐋 𝑵𝑵𝒕𝒕 −𝐋𝐋𝐋𝐋 𝑵𝑵𝑵𝑵 𝐭𝐭
Dimana: K = Pertumbuhan jumlah populasi Artemia sp per hari Nt = Jumlah populasi Artemia sp setelah t hari No = Jumlah populasi awal Artemia sp t = Waktu pengamatan (hari)
5. Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap masing-masing variabel penelitian digunakan analisis sidik ragam satu arah dengan melakukan uji F dari metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apa bila uji analisis ragam memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata antar tiap perlakuan (Signifikan), maka di lakukan uji lanjut BNT. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pertumbuhan Artemia sp Pertumbuhan populasi Artemia sp yang dipelihara pada umur 15 hari sampai 25 hari dengan 4 perlakuan yakni perlakuan A padat tebar 50 ekor naupli/liter, perlakuan B, padat tebar 60 ekor naupli/liter, perlakuan C padat tebar 70 ekor naupli/liter dan perlakuan D padat tebar 80 naupli/liter dapat disajikan dalam pada Gambar 4.
Pertumbuhan Populasi Artemia sp. 0,612
Pertumbuhan
0,615 0,610 0,605
0,606 0,603
0,603
0,600 0,595 50 ekor
60 ekor
70 ekor
80 ekor
Padat Tebar
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi Artemia sp. Pada Pemeliharaan Hari ke-15 sampai Hari ke-25 Perlakuan padat tebar Artemia sp. yang berbeda menunjukkan pertumbuhan populasi yang berbeda pula (Gambar 4). pertumbuhan Artemia sp perlakuan A (padat tebar 50 ekor/ L) sebesar 0.603 g/L, perlakuan B (padat tebar 60 ekor/ L) sebesar 0.606 g/L, perlakuan C (padat tebar 70 ekor/ L) sebesar 0.603 g/L dan perlakuan D (padat tebar 80 ekor/ L) sebesar 0.612 g/L. Dengan demikian perlakuan D dengan padat tebar Artemia sp. 80 g/L memiliki pertumbuhan populasi tertinggi kemudian disusul dengan perlakuan B dengan padat tebar 60 g/L. Perlakuan C dengan padat tebar 70 g/L dan perlakuan A dengan padat tebar 80 g/L menghasilkan pertumbuhan populasi Artemia sp. terendah. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Artemia sp. diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Fhitung Ftabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 Perlakuan 3 0.000175 0.000058 1.35tn 4.07 Galat 8 0.000345 0.00004318 Total 11 0.000520 Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa padat tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p > 0,05) terhadap pertumbuhan populasi Artemia sp sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Pengukuran populasi Artemia sp. dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan menggunakan pipet 1 ml sebanyak 3 kali untuk masing – masing ulangan pada pemeliharan hari ke-15 sampai hari ke-25 karena nauplius Artemia sp. mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Hal ini sesuai dengan pendapat (Mudjiman, 1988 dalam Dewatisari 2007) menyatakan bahwa Masing-masing perubahan bentuk pada Artemia sp. merupakan satu tingkatan yang disebut instar. Perubahan bentuk nauplius atau larva ini sering dikenal sebagai proses molting. Setiap kali nauplius mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Nauplius tingkat I disebut instar I, tingkat II disebut instar II, tingkat III disebut instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu Artemia sp. menjadi individu dewasa. Waktu yang diperlukan sampai menjadi dewasa umumnya sekitar dua sampai tiga minggu.
Nilai rata-rata populasi Artemia sp. tertinggi dicapai pada kepadatan 80 nauplii/l dan terendah pada kepadatan 50 nauplii/l dan 70 nauplii/l (Tabel 3). Pertumbuhan populasi Artemia sp. ini dipengaruhi oleh kepadatan pada saat penebaran awal. Penelitian yang dilakukan Nurmalasari, (2007) memperoleh hasil bahwa padat penebaran yang optimum untuk menghasilkan Cysta Artemia sp. dengan kualitas dan kuantitas terbaik adalah 600 ekor/liter. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dewantisari, (2007) menunjukkan bahwa padat tebar 500 naupli/liter menghasilkan kelangsungan hidup 78%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi Artemia sp. adalah perbedaan kepadatan, dimana kepadatan yang semakin tinggi akan menyebabkan kompetisi antar individu yang semakin tinggi. Individu yang tingkat pertumbuhannya lambat memiliki kemungkinan yang kecil untuk hidup, pertumbuhan yang berkurang ini akan menyebabkan ukuran individu dewasa berkurang (Mc Naughton, 1978 dalam Dewantisari (2007)). Semakin tinggi padat penebaran maka pertumbuhan populasi akan semakin terhambat. Huet (1971) dalam Purwanto (1998) mengatakan bahwa padat penebaran terlalu tinggi akan menyebabkan organisme budidaya menjadi lemah karena kompetisi ruang hidup sehingga kelangsungan hidupnya akan rendah dan terhambatnya pertumbuhan akibat kekurangan pakan. Hickling (1971) dalam Dewantisari (2007) menambahkan bahwa individu saling mempengaruhi satu sama lain, individu akan mengeluarkan kotoran dan bahan buangan lainnya yang bersifat toksik. Selain itu juga, tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan berdampak pada berkurangnya kandungan O2 terlarut yang secara langsung akan berpengaruh pada nafsu makan individu yang bersangkutan. Padat penebaran yang semakin meningkat akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan menjadi lebih berat karena terjadi peningkatan persaingan ruang gerak, kebutuhan makanan dan sisa metabolisme dari individu yang bersangkutan yang pada akhirnya kondisi tersebut akan menurunkan kelangsungan hidup individu. Selama dalam pemeliharaan 25 hari Artemia sp diberi makanan berupa tepung terigu yang sudah diayak, pemberian pakan Artemia sp dalam 1 hari 2 kali pemberian pakan yakni pada pukul 09.00 pagi dan pukul 15.00 sore dengan dosis 0,005 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Harefa (2003) menyatakan bahwa dalam pemberian pakan faktor yang yang perlu di perhatikan adalah ketersediaan pakan dan ukuran butiran pakan tidak boleh lebih dari 50 mikron dan bersifat mengambang dalam air. Moria dkk., (1996) menambahkan bahwa padat penebaran akan mempengaruhi kompetisi terhadap ruang gerak. Selain itu kebutuhan makanan dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan. Dalam kondisi pakan terbatas dengan padat penebaran tinggi dapat menyebabkan sintasan larva rendah dan terhentinya pertumbuhan akibat kekurangan pakan. Peningkatan padat tebar akan berhenti pada suatu batas tertentu karena pakan dan lingkungan sebagai pembatas. Dengan semakin meningkatnya padat penebaran individu yang dipelihara akan meningkatkan pula persaingan di antara individu yang dipelihara, terutama persaingan untuk memperebutkan ruang gerak dan pakan sehingga individu yang kalah akan terganggu kelangsungan hidupnya (Hickling, 1971 dalam Utomo , 2004). Dalam produksi budidaya, pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan Artemia (Sanoesi dkk., 2002). Kebutuhan energi dipenuhi dengan memberikan pakan yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Jenis tepung - tepungan seperti tepung terigu, tepung ikan, tepung kedelai dll sebagai salah satu sumber karbohidrat diketahui mempunyai kandungan karbohidrat dan kalori paling tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya (Setyono dkk., 1996., Mudjiman., 1988). Selain itu penelitian Soni dan Sulistyono (2005) menunjukkan
bahwa penambahan tepung dapat menurunkan kadar ammonia dalam medium pemeliharaan sehingga kualitas air tetap terjaga. 2. Kualitas Air Untuk Wadah Pemeliharaan Pengukuran kualitas air selama penelitian di lakukan setiap hari sebanyak 2 kali pada pukul 09.00 wita dan pukul 15.00 wita. Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan 25 hari dapat disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Kualitas Air Selama Pemeliharaan 25 Hari Perlakuan Kualitas air A B C D DO (mg/l) Suhu (⁰C) pH Salinitas (⁰/₀₀) Sumber : Data olahan, 2014
5 27.67 7 30
5 27,40 7 30
5 27,40 7 30
5 27,56 7 30
a. Suhu Suhu merupakan parameter kualitas air yang penting pada masa pemeliharaan. Suhu air yang meningkat dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembanga, pertumbuhan, proses biologi yang meliputi metaboisme, osmoregulasi dan respirasi (Romimohtarto, 1999). Selama 25 hari pemeliharaan Artemia sp suhu air berkisar antara 27,40 – 27.670C. Suhu air selama pemeliharan masih dalam batas toleransi bagi kehidupan Artemia sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Harefa (1997) menyatakan bahwa Artemia sp. mempunyai toleransi yang cukup luas terhadap suhu, yaitu 6 – 350C. Mudjiman (1989), menambahkan Artemia sp tidak dapat bertahan hidup selain pada kisaran tersebut tetapi hal ini tergantung dari masing – masing strain dan kebiasaan tempat hidupnya. Sedangkan penetasan Cysta Artemia sp secara optimal memerlukan suhu 25 – 300C (Anonim, 2012) b. Salinitas Salinitas adalah salah satu kualitas air yang sering dinyatakan dengan permil atau g/l. Perkembangan Artemia sp. membutuhkan kadar garam yang tinggi karena organisme lain yang merupakan predator Artemia sp. sudah tidak dapat hidup lagi (Mudjiman, 1989). Selama 25 hari pemeliharaan Artemia sp salinitas air 30 o/oo. Salinitas ini jelas sangat rendah nilainnya jika dibandingkan dengan salinitas optimum pemeliharaan Artemia sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Soni (2004) menyatakan bahwa budidaya Artemia sp. memanfaatkan salinitas antara 70 – 140 o/oo. Untuk menghasilkan biomassa hanya membutuhkan salinitas 80 o /oo sedangkan untuk menghasilkan Cysta dibutuhkan salinitas antara 120 -140 o/oo. Romimohtarto, (1999) menyatakan bahwa salinitas yang tidak sesuai akan menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan Artemia sp. c. pH Keasamaan (pH) medium adalah salah satu faktor lingkungan yang tidak dapat ditolerir oleh Artemia sp. (Harefa, 1997). Selama 25 hari pemeliharaan Artemia sp pH air 7. pH air selama pemeliharan masih dalam batas toleransi bagi kehidupan Artemia sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo dkk., (2002) ; Harefa (1997) menyatakan bahwa media air laut yang digunakan untuk pertumbuhan optimal adalah 7 – 8,5. Penurunan pH sampai di
bawah 7 dapat menyebabkan kematian (Harefa, 1997). Penetasan Cysta Artemia sp. memerlukan pH yang sedikit bersifat basa yaitu 8 – 9, karena fase Emergency-2 (E-2) yang dipacu enzim penetasan tersebut mempunyai aktiivtas maksimal pada pH di atas 8 (Harefa, 1997). d. Oksigen terlarut (DO) Selama 25 hari pemeliharaan Artemia sp oksigen terlarut dalam air adalah 5. Oksigen terlarut selama pemeliharan masih dalam batas toleransi bagi kehidupan Artemia sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo dkk., (2002) menyatakan bahwa Artemia sp. mempunyai kisaran oksigen terlarut 3 – 7 mg/l untuk pertumbuhan optimalnya. Harefa (1997) menambahakan bahwa Artemia sp. merupakan organisme yang sangat efisien dalam mensintesis hemoglobin sehingga mampu hidup pada kondisi dengan kandungan O2 terlarut yang rendah bahkan sampai 1 mg/l. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat di simpulkan sebagai berikut. 1. Padat tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan populasi Artemia sp. 2. Padat tebar Artemia sp pada masing-masing perlakuan A, B, C, dan D di tunjang oleh kualitas air untuk pemeliharaan naupli Artemia sp yakni suhu 27,40 – 27.67 0C, oksigen terlaru (DO) 5 mg/l, pH 7, dan salinitas 30 0/00 yang masih dalam batas toleransi budidaya Artemia sp. UCAPAN TERIMA KASIH Sebagai Penghargaan penulis mengucapkan terimah kasih kepada bapak Endro Saleh, S.St.Pi,MM. Selaku kapala balai benih ikan(BBI) kota gorontalo, atas bantuannya kepada peunlis telah memberiakn motipasi dan izin penelitian, sehingga penelitian saya berjalan dengan lanjar.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,
2012. Artemia Artemia.htm.
salina
(Brine shrimp).http://ofish.com.PakanIkan1/
Soni, M. 2004 A.F.,D.J.sulistiyono,madenur,dan suparjono. Pengaruh salinitas yang berbeda trehadap produksi Cysta Artemia skala laboratarium. Media budidaya air payau.4:46-53. Purwanto, R. 1998. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu (Skripsi) Jurusan Perikanan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Sargih., A., F., 2009. LaporanPraktikumBudidayaPakanAlami. Program Alih Jenjang Diploma. Institut tegnologi Bandung. Joint Program pppptk Pertanian Cianjur dan Seamolec Jakarta.
Nurmalasari M. D. 2007. Pemanfaatan SIlase Ikan Terhadap Produksi Kista Artemia Franciscana Pada berbagai Padat Penebaran. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Harefa F. 2003. Pembududayaan Artemia untuk pakan udang dan ikan. PT. Penebar swadaya. Jakarta Moria, S. B., R. Arfah dan K. Sugama. 1996. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Perkembangan dan Sintasan Larva Teripang Pasir. J. Pen. Perikanan Ind. II (1): 77 – 81. Utomo. I. K. 2004. Pengaruh Padat Penebaran Nauplii Artemia Terhadap Perkembangan Gonad, Produksi Kista, Daya Tetas Kista, dan Kelulusanhidup Artemia Yang Di Kultur Di Laboratorium. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang Sanoesi, E. S. Andayani dan M. Fajar. 2002. Introduksi Pemanfaatan Silase Ikan Rucah Sebagai Bahan Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Ikan Kerapu Macan (Ephynephelus fuscoguttatus) Jurnal Ilmu – Ilmu Hayati. 14.(1): 84-93. Mudjiman A., 1989. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bharatara, Jakarta. ------------------,1991. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Romimohtarto. K. 1999. Kualitas Air Dalam Budidaya http://www.fao.org/docrep/field/003/AB882E/AB882E09.htm
Laut.
Nurmalasari M. D. 2007. Pemanfaatan SIlase Ikan Terhadap Produksi Kista Artemia Franciscana Pada berbagai Padat Penebaran. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.