PENGARUH NILAI KERJA TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. .
Bogor, Februari 2012
Achmad Ramzy Tadjoedin NIM 995082
ABSTRACT ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Influences of Work Values on Environment at the Airport: A Case Study in Five Airports in Indonesia. Under the supervision of SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, and ASEP SAEFUDDIN. This study was conducted at five airports managed by PT Angkasa Pura I, as follows: Juanda Airport, Surabaya; Hasanuddin Airport, Makassar; Pattimura airport, Ambon; Ngurah Rai Airport, Denpasar; and Sepinggan Airport, Balikpapan. This study aims to identify the value that affect the working conditions of the airport environment, analyzing the influence of each work's value to the quality of the airport environment, identify the needs of stakeholders in improving the performance of airports in the future and formulate implementation strategy needs to be done to improve the environmental performance of the airports. The results of the analysis of stakeholder needs against environmental quality inside and outside the company show that the requirement is: (1) improving the performance of efficient service, clear, precise, and easy airport service users; (2) increase the professionalism of officers who work efficiently, workers spread across several important points, and create familiarity between officers with airport service users, as well as the atmosphere of a friendly waitress from officers; (3) dissemination of clear and strict rules for employees and users services and for law enforcement officers and service users; and (4) improvement of facilities. The results of a prospective analysis found five key factors, namely leadership, cleanliness, care customs, modesty, and tidiness. Based on these five key factors, then the implementation strategy that can be done by PT Angkasa Pura I to improve the quality of the firm is: (1) working with the leadership; (2) always pay attention to neatness, both in appearance and in work; (3) always pay attention to cleanliness; (4) be simple, reasonable, not excessive in employment; and (5) caring for customs or the culture around an enterprise environment. Keywords: airports, environment, PT Angkasa Pura I, work values.
RINGKASAN ACHMAD RAMZY TADJOEDIN. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia. Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA, SUMARDJO, dan ASEP SAEFUDDIN. Bandara adalah suatu daerah yang unik dan pertumbuhannya sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Bandara merupakan tempat masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa, serta laki-laki dan perempuan sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Bandara juga menjadi daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point), dan terasa semakin berkembang dengan meningkatnya kegiatan pariwisata. Oleh karena itu maka setiap daerah berupaya untuk berbenah dan mempercantik diri menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman, sehingga dapat menarik perhatian para wisatawan. Walau bandara mempunyai kemampuan yang sangat terbatas, apalagi dalam masa pertumbuhannya, maka untuk mencapai hal tersebut memerlukan nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Adapun yang dimaksud nilai kerja di sini adalah bagian dari budaya kerja yang sedang berjalan di dalam organisasi tersebut. Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders. Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara, (2) menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara, (3) menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara, dan (4) merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara. Penelitian dilakukan di lima bandara yaitu di Bandara Juanda Surabaya; Bandara Hasanuddin Makassar; Bandara Pattimura Ambon; Bandara Ngurah Rai Denpasar; dan Bandara Sepinggan Balikpapan. Penelitian dilaksanakan dari Juli sampai dengan Desember 2008. Penelitian ini diawali dengan metode survei dengan alat kuesioner dan angket pada 550 responden karyawan Angkasa Pura I di lima bandara tersebut di atas. Data ini selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif, sehingga didapatkan tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara. Selanjutnya dilakukan studi literatur dan wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan,
mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja yang terhadap kepedulian lingkungan bandara. Berdasarkan metode Focus Group Discussion (FGD) didapatkan hasil analisis kebutuhan stakeholders untuk dibandingkan dengan hasil analisis regresi linier berganda sebelum dilakukan analisis prospektif. Setelah melakukan analisis prospektif, dihasilkan strategi peningkatan kinerja lingkungan bandara. Hasil analisis persepsi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan dalam bandara dan lingkungan luar bandara. Hal ini sangat menggembirakan karena hasil tersebut sangat diharapkan oleh semua pihak, khususnya pihak pengelola bandara dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan bandara. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan, mengindikasikan bahwa kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara. Hasil analisis regresi berganda juga menunjukkan bahwa kepedulian lingkungan luar bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 21 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 16 faktor nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, menyediakan keperluan orang lain, kepuasan
terhadap gaji, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, dan inisiatif/manfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya kepedulian lingkungan di luar bandara. Berdasarkan hasil analisis prospektif, terdapat 14 faktor nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan bandara dan dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu : Kategori 1 (ketergantungan tinggi, pengaruh tinggi) : kerapihan dan kebersihan, Kategori 2 (ketergantungan rendah, pengaruh tinggi) : kepemimpinan, kepedulian adat istiadat, dan kebersahajaan. Kategori 3 (ketergantungan rendah, pengaruh rendah) : orientasi pelayanan, adat istiadat, jiwa dagang, dan membela kebenaran, Kategori 4 (ketergantungan tinggi, pengaruh rendah) : kepuasan gaji, mutu kerja, kerja keras, sarana ibadah, dan kenyamanan . Dengan demikian, strategi peningkatan kepedulian terhadap lingkungan bandara adalah sebagai berikut : (a) bekerja dengan kepemimpinan. Suatu perusahaan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang-orang yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan harus bisa dilaksanakan dengan baik di lingkungan dalam perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan. Kepemimpinan harus dimiliki bukan hanya oleh pemimpin, tapi juga para karyawan; (b) PT Angkasa Pura I harus selalu memperhatikan kerapihan, baik dari penampilan maupun dalam bekerja. Dengan begitu pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Semakin baik kerapihan dalam bekerja, semakin tinggi pula kepedulian dan kualitas lingkungan perusahaan secara keseluruhan; (c) Selain kerapihan, kebersihan juga harus selalu diperhatikan. Kebersihan akan membuat pekerja maupun pelanggan nyaman berada di dalam perusahaan PT Angkasa Pura I. Agar terciptanya kebersihan di dalam lingkungan perusahaan diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti tersedianya air bersih, toilet bersih, tempat sampah yang memadai, dan lain-lain. Selain itu kebersihan juga harus dijaga di luar perusahaan dengan cara tidak mengotori atau mencemari lingkungan di sekitar seperti polusi air dan udara. Untuk itu, diperlukan perencanaan dampak pengendalian lingkungan hidup yang baik oleh PT Angkasa Pura I agar dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tidak merugikan pihak lain; (d) Bersikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan dalam pekerjaan. Sebagai perusahaan pelayanan publik, nilai kebersahajaan ini harus dimiliki bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa antipati dari masyarakat di luar lingkungan perusahaan; (e) Peduli terhadap adat istiadat atau budaya di sekitar lingkungan perusahaan atau peduli terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar bandara. Salah satu bentuk kepedulian tersebut adalah dengan cara menghormati dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara besar yang diperingati oleh masyarakat.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya teks ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH NILAI KERJA TERHADAP KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI BANDARA: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia
ACHMAD RAMZY TADJOEDIN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Ujian Tertutup Penguji luar komisi
: Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Dr. Ir. Etty Riani Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Pelaksanaan
Ujian Terbuka Penguji luar komisi
: 28 Januari 2012
: Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
KATA PENGANTAR Sungguh suatu kegembiraan sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikan sepanjang hayat dan dengan rahmat-Nya yang tiada akhir itu penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan disertasi yang berjudul “Pengaruh Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan di Bandara: Studi Kasus di Lima Bandara di Indonesia”, untuk meraih gelar Doktor pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Komisi Pembimbing yang terdiri dari Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (ketua), Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS (anggota), dan Dr. Ir. Asep Saefuddin (anggota) yang bersedia meluruskan, memberi petunjuk dan bimbingan yang sangat intensif dengan membaca secara teliti disertasi ini. Tanpa bimbingan mereka ini tidak mungkin dicapai kemajuan seperti yang dialami sekarang ini. Kepada para promoter terdahulu, Prof. Dr. Ir Hadi S. Alikodra, Prof. Dr. Sri Saeni dan Prof. Dr. Kooswardhono Mudigdjo sebagai Tim Promotor pertama serta Tim Promotor kedua yaitu Prof. Dr. Ir. Syamsul Máarif, Prof. Dr. Ir. Suryono H. Sutjahyo serta Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan mereka walaupun tidak sampai selesai, karena atas bimbingan mereka penelitian ini dapat terus berlanjut. Tidak lupa ucapan terima kasih diberikan kepada Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Etty Riani selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Prof. Dr. Ir. Aida Vitalaya Hubeis selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Bob Waworuntu yang sejak lama sekolah bersama di SMA PSKD I sampai dengan mengajar di perguruan tinggi di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Indonesia, Jakarta. Beliau sebagai pimpinan penelitian Budaya Organisasi dari PT. Angkasa Pura I telah membantu dengan berbagai aspek data yang berkaitan dengan Lingkungan
Organisasi. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari penelitian utama. Bantuan kemudahan ini memungkinkan penulis merekonstruksi pemikiran mengenai Aspek Lingkungan di PT Angkasa Pura I tersebut secara koheren. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pimpinan PT. Angkasa Pura I yang mengizinkan menggunakan data yang diperlukan lainnya seperti data kebisingan, berbagai maskapai penerbangan yang tercatat memakai bandara yang berada dibawah kawasan kerjanya. Data dari berbagai macam ini tidak dilampirkan karena akan menjadi terlalu tebal untuk disertasi yang wajar. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri, anak-anak dan keluarga tercinta yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Harapan penulis bahwa disertasi ini semoga bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan perbaikan kebijakan. Wabillahit taufik walhidayah.
Bogor, Februari 2012
Achmad Ramzy Tadjoedin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 3 Mei 1942 sebagai anak pertama dari pasangan Mahmud Tadjudin dan Mariam Khalila. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Politik, California State University, lulus pada tahun 1972. Untuk Program Master pada tahun 1972, penulis diterima di Program Studi Ilmu Politik pada California State University dan menamatkannya pada tahun 1974. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi IPB diperoleh pada tahun 1999 dengan sponsor beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS-Dirjen Dikti. Penulis adalah Pendiri Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di Pascasarjana Universitas Indonesia sejak tahun 1985 dan ditempatkan di Jakarta. Matakuliah yang diampu adalah Geopolitik Kawasan Timur Tengah, Konflik & Perdamaian di Timur Tengah, Diplomasi di Timur Tengah, Kepentingan Negara Besar di Timur Tengah, dan Psikologi Agama. Penulis pernah menjadi Asisten Kementerian Kependidikan dan Lingkungan Hidup RI pada tahun 1985 – 2006, sebagai staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1982 – 1985, dan pernah menjadi Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana UI pada tahun 1985 – 2006.
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Kebaruan Penelitian
1 1 2 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan.............................................................. 2.2. Teori Organisasi......................................................................................... 2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku 2.4. Konsep Nilai Kerja 2.5. Teori Kepedulian Lingkungan 2.6. Kajian Penelitian Terdahulu……………………………………………... 2.7. Kerangka Konseptual Penelitian 2.8. Hipotesis Penelitian…………………………………………………….... 2.9. Definisi Konseptual Penelitian…………………………………………...
9 9 13 16 29 37 41 47 50 51
III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Desain, Sumber Data, dan Sampel Penelitian 3.3. Teknik Analisis Data 3.3.1 Analisis Persepsi dengan Teknik Rentang Kriteria 3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda………………………………… 3.3.3 Analisis Kebutuhan Stakeholders………………………………….. 3.3.4 Analisis Prospektif…………………………………………………
55 55 55 56 56 59 61 63
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. PT. Angkasa Pura I 4.1.1 Kondisi PT. Angkasa Pura I 4.1.2 Sumber Daya Manusia 4.2. Keadaan Umum Bandara 4.2.1 Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali 4.2.2 Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya 4.2.3 Bandar Udara Internasional Hasanuddin, Makasar 4.2.4 Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan 4.2.5 Bandar Udara Internasional Pattimura, Ambon
66 66 66 69 70 71 71 72 73 74
v 4.2.6 Sintesis Gambaran Umum Bandara……………………………….
75
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Kepedulian Responden terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara 5.2. Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara 5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara……………………………………… 5.2.2 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara……………………………………… 5.3. Kebutuhan Stakeholders terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara 5.4. Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara
78
94 105 106
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.2. Implikasi Kebijakan 6.3. Saran Penelitian Lebih Lanjut
110 110 111 112
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
113
78 81 82
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian Lingkungan
42
2.
Indikator Nilai Kerja dan Definisinya
54
3.
Jumlah Responden yang Diambil dari Masing-Masing Bandara
56
4.
Skala Likert Pendapat Responden…………………………………………
57
5.
Penilaian Persepsi Variabel Nilai Kerja…………………………………...
58
6.
Penilaian Persepsi Variabel Kepedulian Lingkungan……………………..
7.
Jumlah pegawai PT. Angkasa Pura I tahun 2000-2004
59 70
8.
Deskripsi Keadaan Bandara Ngurah Rai tahun 2004
71
9.
Deskripsi keadaan Bandara Juanda tahun 2004
72
10. Deskripsi keadaan Bandara Hasanuddin tahun 2004
73
11. Deskripsi keadaan Bandara Sepinggan tahun 2004
74
12. Deskripsi keadaan Bandara Pattimura tahun 2004
75
13. Deskripsi Tingkat Kepedulian Responden terhadap Lingkungan Bandara
78
14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara
83
15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di luar Bandara ...................................................................................................
95
16. Kebutuhan stakeholder terhadap kepedulian lingkungan bandara ..............
105
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur Permasalahan Penelitian
6
2. Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland...................
26
3. Motivasi kolektif dalam organisasi
28
4. Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan.................................
29
5. Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan
34
6. Sistem sosial dan lingkungan
35
7. Gerak sistem sosial dan sistem organisasi
36
8. Kerangka Konseptual Penelitian
50
9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem
64
10. Tahapan penelitian
65
11. Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses FGD
84
12. Nilai kerja yang terkait secara positif maupun negatif terhadap kepedulian lingkungan di luar perusahaan berdasarkan persepsi pakar dalam proses FGD
98
13. Hasil analisis prospektif penentuan faktor kunci peningkatan kepedulian lingkungan bandara
107
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara merupakan daerah yang unik pada saat ini. Pertumbuhannya yang sangat pesat sejalan dengan semakin terbukanya perdagangan bebas. Sebagai daerah perdagangan bebas, bandara mempunyai manfaat seperti masuk dan keluarnya berbagai barang dan jasa; tempat bertemunya bermacam ras, suku, bangsa serta laki-laki dan perempuan, sehingga terjadi interaksi budaya yang membantu mendorong masyarakat untuk menjadi semakin terbuka dalam menerima segala macam bentuk kontak budaya dengan dunia luar. Besar kemungkinan budaya yang masuk berbeda dengan budaya yang dianut masyarakat setempat. Hal ini menjadikan bandara menjadi suatu daerah awal pertemuan budaya (cultural meeting point) yang semakin lama semakin padat dan rumit akan pengunjung yang lalu-lalang dengan berbagai maksud dan tujuan kedatangan maupun kepergiannya. Pada daerah di luar kota besar, tumbuh pula bandara menengah dan kecil karena adanya kepentingan yang sangat khusus bagi daerah masing-masing. Di beberapa daerah di Indonesia, bandara pada awalnya didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan angkutan bagi para pimpinan dan staf yang bekerja di daerah. Begitu juga untuk mereka yang mengurus perkebunan dan yang melakukan perdagangan, adanya bandara dan pesawat udara sangat membantu dalam melaksanakan kegiatannya. Beberapa kota, seperti di Manado, Balikpapan, Makasar, dan Denpasar, Bali, bandara diperluas sejalan dengan semakin ramainya kunjungan para wisatawan yang lalu-lalang untuk melakukan berbagai macam kebutuhan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah daerah setempat tidak ingin ketinggalan dalam membuka lapangan terbang baru di daerah yang terbuka luas dan yang tidak mengganggu penduduk di sekitarnya. Sejalan dengan pertumbuhan bandara, maka perusahaan penerbangan semakin bertambah banyak pula jumlahnya. Namun demikian, perusahaan penerbangan bukan saja tumbuh di ibukota negara atau kota-kota besar saja, bahkan di banyak provinsi juga tumbuh perusahaan penerbangan yang melanglang
2 buana ke daerah-daerah lainnya, baik di dalam maupun yang menuju ke luar negeri. Selain hal tersebut, dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka setiap daerah perlu berbenah diri untuk menarik perhatian para wisatawan dengan cara mempercantik dan membuat daerah kunjungan wisata masing-masing menjadi daerah yang menawan, nyaman, indah, bersih dan aman untuk dikunjungi. Semua pertumbuhan ini tentunya memerlukan suatu nilai kerja yang mampu memberi pelayanan yang baik dalam menyongsong lalu-lalangnya pesawat terbang, wisatawan dan bermacam jenis barang sebagai akibat dari perkembangan perdagangan yang semakin ramai dan pesat pula. Kendati demikian, bandara itu sendiri sangat terbatas kemampuannya apalagi dalam masa pertumbuhannya. Informasi nilai kerja di bandara sangat dibutuhkan namun informasi tersebut masih sangat minim. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu kajian yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan bandara sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan para stakeholders. Untuk keperluan tersebut diperlukan pendekatan partisipatif untuk memperoleh hasil kajian yang operasional dan implementatif. 1.2 Rumusan Masalah Akibat dari keberadaannya, bandara memiliki masalah tersendiri. Beberapa masalah yang dihadapi oleh bandara antara lain adalah kebisingan yang berasal dari mesin pesawat; polusi udara yang berasal dari pesawat terbang dan kendaraan roda dua maupun roda empat; serta kemacetan lalu lintas yang diakibatkan oleh banyaknya kendaraan yang masuk ataupun keluar bandara. Masalah lain yang mungkin timbul di bandara atau lingkungan sekitarnya adalah seringnya terjadi kecelakaan pesawat, seperti kecelakaan yang sering terjadi di berbagai bandara nasional, diantaranya Bandara Adisucipto, Yogyakarta; dan Bandara Hasanudin di Makasar. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh bandara saat ini membutuhkan perhatian khusus terhadap daerah ini. Selain masalah-masalah di atas, kebersihan dan kenyamanan lingkungan di sekitar bandara juga dirasakan perlu mendapat perhatian khusus. Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian seperti halnya yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten (bukan lingkup kerja
3 Angkasa Pura I) adalah terjadinya perambahan jumlah rumah penduduk dan industri yang berkembang mendekati bandara. Masalah lainnya yang terjadi di kawasan bandara adalah kebisingan sehingga diperlukan berbagai bentuk kepedulian dalam menjaga agar tidak terjadi kebisingan di sekitar wilayah bandara atau menjaga agar kebisingan tidak melampaui ambang batas yang ditetapkan. Pesawat yang bising biasanya kurang diminati pula oleh maskapai penerbangan yang menjadi para pembelinya. Selain itu, pesawat terbang masa depan yang banyak dirancang saat ini adalah pesawat yang hemat bahan bakar (fuel-efficient plane) dan jauh dari kebisingan (low-noise polution plane). Saat ini, Indonesia mencanangkan diri sebagai negara tujuan wisata. Dengan ramainya kunjungan wisata ke berbagai daerah di Indonesia, maka konsekuensinya bandara dibangun di berbagai daerah. Khusus untuk daerah yang sudah memiliki bandara, pimpinan bandara umumnya juga merasa perlu melakukan
pengembangan
dan
peningkatan
bandara
mengingat
dengan
bertambahnya jumlah penumpang, barang dan jasa serta jumlah penerbangan yang semakin banyak, maka bandara membutuhkan para pekerja yang mempunyai nilai kerja yang handal. Bandara membutuhkan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan terus meningkat menghadapi masa depan dari bandara itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka muncul pertanyaan penelitian ini: bagaimanakah nilai kesiapan dalam menghadapi berbagai tuntutan perkembangan dalam melayani publik? Pada umumnya pertanyaan tersebut akan dijawab bahwa mereka siap untuk melayani. Namun, nilai kerja yang manakah yang merupakan nilai dari para staf dan karyawannya yang sesungguhnya melayani masyarakat di dalam bandara itu yang menghasilkan pelayanan yang optimal atau prima pada lingkungan internal bandara dan lingkungan luar (eksternal) bandara? Jawabannya masih terlalu mengawang-ngawang dan belum implementatif. Oleh karena itu, di bandara diperlukan kajian tersendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas. Selain itu, pertanyaan dapat merujuk pada suatu keinginan untuk mengetahui bagaimana nilai kerja di lingkungan dalam organisasi PT Angkasa Pura I (internal organizational environment) atau lingkungan kerja
4 itu sendiri yang berkaitan dengan lingkungan dalam dan luar (external organizational environment). Pertanyaan ini juga timbul dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Kualitas pelayanan ini selanjutnya akan menjadi alat bantu untuk melakukan perubahan kebijakan dari keadaan yang ada pada saat ini, sehingga hasilnya dapat membantu merubah kebijakan menjadi lebih baik lagi. Kurangnya kemampuan pelayanan di bandara juga dapat disebabkan oleh peralatan, maupun fasilitas atau infrastruktur yang kurang mendukung. Namun, peralatan dan fasilitas tersebut pun bergantung pada bagaimana nilai kerja yang dianut oleh para karyawan yang bekerja sebagai pimpinan, staf dan karyawan di lingkup kerja Angkasa Pura I ini. Pelayanan yang menyeluruh memerlukan perhatian dari berbagai kaitan antara unsur utama sistem organisasi dari Angkasa Pura I dengan bagian-bagiannya. Sentral dari unsur sistem organisasi adalah unsur manusia dengan segala nilai kerja yang ada dan yang saling bertautan satu dengan lainnya dalam menunjang pengaruhnya pada lingkungan luar organisasi dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, bentuk pelayanan yang baik seharusnya dirasakan oleh mereka yang berada di lingkungan luarnya, yaitu lingkungan sosial organisasinya seperti juga di lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Perhatian dalam penelitian ini terfokus pada masalah pelayanan yang diberikan, yang terasa masih jauh dari memuaskan bagi masyarakat pemakai bandara yang dilayaninya, apalagi ingin mengejar ketertinggalan yang dialami terutama dibandingkan dengan bandara di dunia internasional lainnya. Cermin dari bentuk pelayanan yang dirasakan bermasalah adalah kurangnya fasilitas yang menunjang, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, kerapihan serta penghijauan adalah beberapa contoh akibat dari masalah nilai kerja yang ada. Contoh lain adalah: kurang tersedianya toilet di sekitar tempat parkir kendaraan, sehingga banyak dari mereka yang berhajat kecil dilakukan di sekitar kendaraan dimana para pengemudi menunggu. Kebersihan umumnya terkait erat dengan kebiasaan orang dari mana mereka berasal. Di antara mereka yang berkunjung ke Indonesia ada yang datang
5 dari daerah yang sangat terbiasa dengan kebersihan seperti dari Jepang, Australia, Eropa dan Amerika Utara. Pendidikan kebersihan bagi masyarakat asal pengunjung ini sudah cukup memasyarakat, sedangkan bagi penduduk setempat sendiri belum terlihat hasilnya secara nyata, bahkan sosialisasinya juga tidak begitu terasa. Hal yang dinilai kurang menyenangkan di berbagai bandara adalah apabila ada beberapa pesawat yang sedang ditunggu maupun yang berangkat bersamaan, persediaan tempat duduk di ruang tunggu keberangkatan, baik di luar bandara maupun di dalam bandara tidak mencukupi. Padahal penumpang banyak yang menunggu giliran untuk berangkat. Minimumnya fasilitas kursi dalam ruang tunggu penumpang maupun di luar ruang tunggu masih terlihat dari banyaknya penumpang yang duduk di lantai. Informasi sebagai bahan petunjuk bagi wisatawan juga masih kurang tersedia di bandara. Berbagai bahan informasi wisata di luar bandara, seperti berbagai tempat makan (restoran), tempat rekreasi atau tempat wisata yang baik, belum banyak tersedia apabila tidak hendak dikatakan tidak ada. Di beberapa bandara juga masuk pedagang kaki lima ke daerah sekitar bandara. Saat ini masalah tersebut dapat teratasi untuk sebagian bandara, namun masih terlihat di sebagian bandara. Di Bandara Cengkareng, penyediaan makan para sopir dan lainnya masih tetap membutuhkan keberadaan pedagang makanan. Kondisi tersebut di atas terkait erat dengan pelayanan di bandara dan dari bandara terhadap kenyamanan, keamanan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya. Begitu juga dengan kepemimpinan sebagai nilai yang sentral dalam semua hal yang dibicarakan sebagai masalah yang dihadapi. Pimpinan yang hanya duduk di dalam kantor biasanya tidak mengetahui apa yang terjadi di luar ruangan kantornya sendiri. Sebagian besar masalah yang dihadapi oleh bandara yang ada ini dipengaruhi oleh pelayanan sebagai cermin dari nilai kerja dari mereka yang bekerja di dalam perusahaan yang melayani masyarakat luas. Nilai kerja yang baik diperkirakan dapat membawa kenyamanan bagi masyarakat luas sebagai bentuk dari pelayanannya. Nilai kerja yang baik itu bisa juga diartikan sebagai nilai kepedulian dari mereka yang berada di lingkungan dalam kantor kepada
6 mereka yang berada di luar kantor. Kepedulian inilah yang diperkirakan kurang dari memuaskan. Alur berfikir singkat dari masalah yang dihadapi oleh PT. Angkasa Pura I tersebut disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dan permasalahan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara? 2. Faktor-faktor nilai kerja apa yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara? 3. Bagaimana kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara? 4. Strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara yang menjadi kebutuhan stakeholders? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara. 2. Menganalisis faktor-faktor nilai kerja yang mempengaruhi kepedulian lingkungan bandara. 3. Menganalisis kebutuhan stakeholders dalam upaya meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara.
7 4. Merumuskan strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kinerja lingkungan bandara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat
penelitian
ini
adalah
memberikan
pengembangan
ilmu
pengetahuan dan inovasi yang terkait dengan penerapan konsep nilai kerja yang terkait erat dengan tingkat kepedulian lingkungan di bandara. Pengembangan ilmu yang terkait melalui penelitian ini adalah ilmu manajemen, manajemen organisasi, manajemen sumber daya manusia, dan teori-teori manajemen lingkungan. Sedangkan inovasi yang terkait melalui penelitian ini adalah soft innovation, yaitu inovasi rekayasa pengembangan organisasi dan manajemen lingkungan. Penelitian ini juga bermanfaat bagi perusahaan pengelola bandara untuk memperbaiki nilai kerja di lingkungan bandara dalam rangka meningkatkan kepedulian lingkungan bandara. 1.5 Kebaruan Penelitian Penelitian ini mempunyai aspek yang baru (novelty) karena pendekatan aspek nilai (value) yang dilakukan dalam penelitian lingkungan masih langka, khususnya terkait dengan budaya kerja walaupun dalam bentuk yang selain penelitian ini sudah sering dilakukan. Penelitian ini juga mencerminkan adanya sistem yang saling berkait atau ekologi; adanya aspek perilaku (behavior) serta dampaknya. Pendekatan yang dilakukan tidak menyentuh kerusakan secara langsung, melainkan pendekatan tertuju pada bagaimana manusia melalui nilai kerja mempengaruhi lingkungan yang ada dan pada saat yang sama agar kerusakan tidak terjadi. Perbaikan terhadap lingkungan lebih dimungkinkan dengan cara menerapkan nilai yang didapat melalui pengalaman dari penelitian ini. Penelitian ini lebih bersikap positif dan memilih nilai yang dapat membawa akibat yang positif pula. Hal ini dilakukan karena adanya aspek goal directed research yang mencoba untuk membawa kebaikan dengan mendapatkan nilai penentu yang membawa kebaikan pula. Oleh karena itu maka penelitian ini bukanlah penelitian bebas nilai (value free research), bahkan merupakan
8 penelitian yang sarat dengan nilai (value laden research), mengingat yang diteliti adalah nilai-nilai kerja yang membantu menentukan lingkungan kerja.
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bandara dan Lingkungan Bandara atau bandar udara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu, namun bandar udara-bandar udara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya (Rachman, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang kebandarudaraan, yang dimaksud dengan bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Definisi bandar udara menurut PT. (Persero)
Angkasa Pura adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat (Departemen Perhubungan, 2005) Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bandar udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi udara pada setiap negara, khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dimana transportasi udara sangat berperan penting bagi kelancaran aktivitas penduduknya. Bandar udara juga berperan dalam menunjang, menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah karena berfungsi sebagai pintu gerbang daerah. Bandara juga merupakan suatu lingkungan tempat manusia beraktifitas, dimana berbagai komponen lingkungan membentuk suatu sistem. Untuk itu, pembahasan mengenai konsep bandara harus berkaitan dengan konsep lingkungan. Raharjo (2007) menyatakan bahwa sejak didirikannya World Commission on Environmental and Development (WCED) oleh Komisi Perserikatan BangsaBangsa (PBB), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983, dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof. Dr. Emil Salim), pendekatan yang dilakukan dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan permasalahan lingkungan. Hasil kerja dari WCED yang tercatat sampai saat ini dan digunakan sebagai tonggak dalam pengelolaan lingkungan adalah Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama).
10 WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dengan sudut pandang sebagai berikut (Raharjo, 2007): 1. Ketergantungan (Interdependency) Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma nutfah, pertumbuhan kota, dan konservasi sumberdaya alam, tidak mengenal batas negara. Mengingat permasalahan saling ketergantungan, maka pendekatan harus dilakukan lintas sektor antar negara. 2. Berkelanjutan (sustainability) Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri, perdagangan, perikanan, dan energi, harus dipertimbangkan untuk generasi yang akan datang. 3. Pemerataan (Equity) Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk pemerataan. 4. Sekuriti dan Resiko Lingkungan Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan. 5. Pendidikan dan Komunikasi Pendidikan dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan masyarakat. 6. Kerjasama Internasional Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral. Pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Beberapa poin yang dikemukakan oleh WCED di atas sangat penting untuk diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan) (Raharjo, 2007).
11 Menurut Sutrisno (2008), lingkungan adalah kombinasi dari semua kondisi yang mempengaruhi sebuah organisme, termasuk kondisi fisik dan kimiawi (misalnya; iklim, tanah, dan lain-lain), maupun pengaruh organisme hidup lain. Lingkungan dapat juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang melingkupi sebuah organisme, yakni kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya. Lingkungan hidup mempunyai sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan. Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan yang terdiri dari unsur hayati dan non hayati, yang memiliki sumber energi untuk terbentuknya sistem. Sumber daya ekologi berupa energi terjadi karena adanya interaksi dan interdependensi antara makluk hidup dengan lingkungan. Agar lingkungan dapat bermanfaat bagi makhluk hidup disekitarnya, diperlukan pengelolaan terhadap lingkungan atau dengan kata lain diperlukan manajemen lingkungan. Menurut Sutrisno (2008), manajemen lingkungan adalah kegiatan komprehensif, mencakup pelaksanaan kegiatan, pengamatan untuk mencegah
pencemaran
air,
tanah,
udara
dan
konservasi
habitat
dan
keanekaragaman hayati. Manajemen lingkungan merupakan suatu konsep pendekatan keseimbangan dengan melakukan manajemen sumber daya alam untuk pemenuhan kepentingan politis, sosial ekonomi sesuai dengan ketersediaan lingkungan alami dan menitik beratkan pada nilai, distribusi, hukum alam, dan kesimbangan antar generasi (Sutrisno, 2008). Pengelolaan banyak diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan bandara, pengelolaan lingkungan bandara dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk
mengembangkan
menyelesaikan
strategi
penurunan
untuk
kualitas
menghadapi,
lingkungan
menghindari
bandara
dan
dan untuk
mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan bandara yang berwawasan lingkungan. Menurut Rachman (2007), bandar udara harus dirancang dengan baik sehingga sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan bandar udara harus dilakukan didalam konteks rencana regional yang menyeluruh. Lokasi, ukuran, dan konfigurasi harus disesuaikan dengan pola pengembangan pemukiman yang sudah
12 ada dan yang direncanakan dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap lingkungan. Pengoperasian bandar udara tidak hanya difokuskan pada pergerakan penumpang dan barang, sistem kontrol kualitas lingkungan harus diberikan prioritas tinggi, seperti pengelolaan limbah, manajemen pengelolaan buangan dan kegiatan yang ramah lingkungan. Dampak pembangunan bandar udara dan fasilitas umum terhadap lingkungan hanya mendapat sedikit perhatian. Keberatan mengenai isu lingkungan sangat jarang, dan baru pada akhir-akhir ini masyarakat mulai peduli dampak pengoperasian bandar udara terhadap lingkungan. Barangkali ini disebabkan oleh makin memburuknya masalah-masalah lingkungan dan peningkatan kegiatan penerbangan (Rachman, 2007). Rachman (2007) menyatakan bahwa perencanaan dan pengembangan
pembangunan bandar udara ke depan harus memperhatikan lingkungan (ecoairport), sehingga bandar udara dapat berfungsi secara efektif dan efisien, tidak hanya ditinjau dari aspek teknis saja tapi juga dari segi sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan lingkungan. Konsep eco-airport adalah rancangan dimana bandar udara direncanakan, dikembangkan, dan dioperasikan dengan tujuan menciptakan sarana dan prasarana perhubungan yang ramah lingkungan di dalam lingkungan bandar udara sendiri dan di daerah sekelilingnya. Konsep eco-airport diterapkan pertama kali oleh negara Jepang (Bandar Udara Narita), dimana bandar udara telah menerapkan konsep bandar udara yang berwawasan lingkungan dan memperkecil rasio pencemaran lingkungan sekitar bandar udara yang dapat mempengaruhi kegiatan operasional bandar udara. Konsep baru tersebut kemudian diikuti oleh negara–negara lain seperti Singapura (Changi Airport) dan Malaysia (Kuala Lumpur International Airport). Menurut Rachman (2007), konsep eco-airport bandar udara diharapkan bisa melakukan prevention pollution mencegah terjadinya polusi. Komponen ecoairport terdiri dari noise (kebisingan), vibration (getaran), atmosfhere (udara), water (air), soil (tanah), waste material (sampah), energy (energi), kawasan keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan masyarakat (Community Health). Pengelolaan lingkungan hidup di bandar udara pada suatu negara akan mengikuti aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup di negara bersangkutan. Aturan-aturan tersebut mengadopsi aturan lingkungan hidup yang berlaku di dunia. Bandar udara sebagai suatu layanan penerbangan sipil dalam pengelolaan
13 lingkungannya juga harus mengikuti standar yang berlaku di dunia. Beberapa produk hukum yang harus dipatuhi dalam pengelolaan bandar udara adalah aturan-aturan ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA (Federal Aviation Administration), dan aturan-aturan lain yang berlaku di dunia. Penerapan eco-airport di bandar udara dapat dilakukan dengan perubahan dalam pola pikir, tingkah laku, penerapan pengetahuan, dan perbaikan teknologi dibidang penerbangan sipil dan pengelola bandar udara yang berbasis lingkungan. Konsep atau filosofi dasar dari eco-airport adalah sebagai berikut: (1) pengoperasian bandar udara yang mengikuti perspektif lingkungan udara secara global; (2) mengoperasikan bandar udara yang bisa eksis secara harmonis dengan lingkungan global; dan (3) menyelenggarakan bandar udara yang kapabel yang dalam perkembangannya dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang berkelanjutan. Lingkungan sekitar bandar udara diharapkan dapat mencegah dan mengurangi polusi kebisingan, memanfaatkan penggunaan luas lahan di sekitar bandar udara, mengembangkan hubungan secara regional terhadap bandar udara yang lain, dan mengembangkan keharmonisan bandar udara terhadap wilayahnya (Rachman, 2007).
2.2. Teori Organisasi Secara sederhana, organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah struktur, dimana individu-individu secara sistematik bekerjasama untuk suatu hal (American Heritage Dictionary of the English Language dalam McLean, 2006). Sementara itu, McLean (2006) mendefinisikan organisasi sebagai dua pihak atau lebih yang terlibat dalam tujuan bersama. Dari definisi tersebut, terdapat beberapa hal yang penting dalam organisasi, yaitu struktur, individu, dan tujuan. Lengkapnya, organisasi dapat dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi dan tugas masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai batasbatas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Organisasi sebagai suatu sistem memiliki unsur manusia yang dianggap sebagai suatu sistem dengan beberapa perangkat sub-sistem. Ciri dari organisasi sebagai suatu sistem secara umum adalah adanya unsur-unsur (elemen) dasar yang
14 mendukung secara garis besar yang saling terkait karena ada faktor yang saling berhubungan, saling bergantung dari elemen-elemen tersebut dan juga saling beradaptasi satu dengan lainnya. Sebagai unsur dari sistem sosial maka manusia adalah unsur-unsur yang umum berlaku. Unsur tersebut saling berkaitan seperti adanya motivasi yang berada jauh di dalam lubuk hati setiap manusia dan hanya diketahui oleh diri sendiri sampai tindakannya mulai terbaca oleh orang lain. Itupun hanya bisa diduga oleh sesuatu yang menjadi niatan hati (Kolasa, 1970). Selain motivasi, sistem sosial juga memiliki nilai yang merupakan pilihan dalam mengambil tindakan yang ingin dilakukan. Di samping motivasi ada norma (norms) yang menjadi pilihan yang dianggap baik dan benar dan keterkaitan antara tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan. Menurut Zwell (2000), cara organisasi menempatkan individu-individu pada posisi yang tepat akan menentukan efisiensi, kualitas, dan efektifitas dari organisasi tersebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa bagaimana individu-individu di dalam organisasi merupakan elemen penting untuk mengoptimalkan struktur organisasi. Menurut Gaynor dalam Gumbira-Said et al. (2001), individu atau sumber daya manusia merupakan kegiatan administrasi yang merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis. Keterlibatan individu ke dalam bagian dari organisasi perlu melakukan identifikasi dirinya terhadap organisasi, atau komitmen terhadap organisasi. Kata komitmen memiliki arti sebagai suatu bentuk loyalitas (kesetiaan terhadap sesuatu yang telah dijanjikan) (Manser, 1995). Robbins (2005) lebih menekankan definisi komitmen organisasi sebagai derajat identifikasi karyawan terhadap organisasi serta tujuan organisasi, yang kemudian mengarahkan karyawan untuk menjaga keanggotaannya dalam organisasi. Salah satu unsur penting di dalam organisasi adalah manajemen. Seperti disebutkan oleh Stoner et al. (1996) manajemen adalah praktik nyata yang terus menerus yang membentuk organisasi. Semua organisasi memiliki orang-orang yang bertanggungjawab agar tujuan organisasi tercapai. Orang-orang itu disebut manajer. Manajemen adalah kegiatan utama yang akan menentukan seberapa bagus organisasi itu melayani orang-orang yang memengaruhinya (Stoner et al., 1996).
15 Selain faktor manajemen yang berperan mengendalikan organisasi, struktur yang dibangun oleh pihak manajemen juga ikut menentukan kinerja dari organisasi yang bersangkutan. Struktur organisasi biasanya mencerminkan bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatannya. Struktur organisasi adalah pola formal aktivitas dan hubungan antara berbagai sub-unit organisasi. Struktur organisasi meliputi dua aspek yaitu desain pekerjaan dan desain organisasi. Desain pekerjaan dihubungkan pada proses di mana manajer menspesifikasikan isi, metode dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan individu. Sementara itu, desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi secara menyeluruh (Gibson et al., 2005). Manajemen yang terdiri dari orang-orang yang mengendalikan organisasi terikat dengan struktur yang dibangun oleh organisasi. Namun, kedua unsur tersebut belum cukup untuk menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya, sehingga masih diperlukan lagi banyak individu yang terlibat dalam organisasi. Banyaknya individu yang terlibat di dalam organisasi memerlukan sistem informasi yang dipakai sebagai acuan dalam proses komunikasi antar individu. Menurut Gibson et al. (2005) proses komunikasi menghubungkan organisasi dengan lingkungan, demikian juga sebagai bagiannya. Informasi mengalir ke dan dari organisasi dan di dalam organisasi. Informasi mengintegrasikan aktivitas di dalam organisasi. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjadi merupakan pengaturan informasi yang terjadi di dalam organisasi dan juga dari dalam organisasi ke pihak di luar organisasi. Unsur lain yang terkait dengan organisasi adalah finansial. Aspek finansial organisasi menurut Stoner et al. (1996) adalah aspek penting yang akan menentukan performance organisasi dan prospeknya dalam jangka panjang. Ada tiga faktor penting dari aspek finansial organisasi yaitu likuiditas, kondisi finansial umum dan profitabilitas. Likuiditas adalah kemampuan organisasi untuk mengkonversi aset menjadi dalam bentuk kas untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan kewajiban-kewajiban organisasi dalam waktu tertentu, atau singkatnya adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Finansial umum biasanya keseimbangan antara hutang dan ekuitas (equity), dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua
16 kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Profitabilitas
adalah
kemampuan
untuk
mendapatkan
atau
memperoleh
keuntungan dalam waktu tertentu. 2.3. Konsep Motivasi sebagai Dasar Perilaku Setiap orang pasti mempunyai hasrat untuk berbuat sesuatu yang menjadi harapannya, karena kepentingannya maupun kebutuhannya. Hasrat tersebut dinamakan sebagai motivasi bagi dirinya. Namun, menurut kebiasaan yang berlaku, motivasi yang dipikirkan oleh pelaku tidak pernah diketahui oleh siapapun kecuali yang bersangkutan. Bahkan, motivasi biasanya tersembunyi dalam hati, sehingga orang hanya bisa menduga bagaimana sebenarnya. Walaupun tersembunyi, motivasi juga bisa terbaca melalui tindakan yang diambil sebagai aksi atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi, sebagai suatu kelompok manusia yang bekerja bersama, maka motivasi bisa diinterpretasikan dari kebijakan yang ditetapkan menjadi perilaku yang akan dikerjakan orang bersama-sama secara keseluruhan. Motivasi pelaku tidak harus menyatakan niatnya secara terbuka. Motivasi sesungguhnya hanya berada di hati yang terdalam dari setiap individu. Kendati demikian, tidak berarti bahwa dengan tidak menyatakan niat seseorang, bahwa orang lain tidak dapat menduga maupun membacanya, terutama bila motivasinya sudah mengambil bentuk nilai yang mendasari perilakunya itu. Walaupun motivasi tidak pernah diucapkan dan bersifat tersembunyi, perbuatan seseorang menjadi indikasi melalui perilaku yang nampak dan dapat diinterpretasikan dari perilaku yang juga merupakan cermin yang dapat terlihat
lebih nyata dari
motivasinya. Walaupun motivasi bersifat tersembunyi, sekelompok orang yang melakukan sesuatu secara bersama-sama akan tercermin dalam perilaku kelompok. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kebijakan yang dikeluarkan yang melahirkan motivasi kolektif melalui interaksi bersama dan pembicaraan dengan orang lain. Motivasi juga dapat dirasakan dari hasil kerja secara kolektif terutama dari keinginan mereka yang berada di luar organisasi. Motivasi yang tinggi biasanya menjadikan seseorang berada dalam keadaan kejiwaan yang resah. Motivasi yang tinggi juga ditandai oleh orang yang
17 memberikan pelayanan (yaitu cermin motivasi) yang prima (tinggi), karena merasa tidak puas dengan keadaan yang dihadapinya. Keresahan yang demikian jelas menguntungkan orang lain. Keresahan dapat hilang jika aktivitas motivasi dapat tersalurkan melalui pemberian pelayanan yang lebih baik kepada orang lain. Bentuk pelayanan yang dapat menciptakan kesenangan bagi para pekerja dapat digambarkan sebagai suatu bentuk rasa kepuasan. Dengan tidak adanya keresahan ataupun kegelisahan dalam diri seseorang pekerja maupun sekelompok pekerja terhadap keadaan yang ada, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai orang yang mempunyai motivasi yang rendah (Viteles, 1973). Kepemimpinan dalam situasi demikian dapat memainkan peranan penting untuk memelihara terjaganya motivasi yang tinggi, terutama terhadap jalannya arah organisasi dalam mencapai tujuan (pelayanan) agar dapat memenuhi kebutuhan orang lain yang tidak puas. Kepemimpinan dapat membedakan corak tingkah laku para pelaku antara organisasi satu dengan organisasi yang lain dan dengan bentuk pelayanan yang diberikan. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa motivasi dapat digambarkan sebagai suatu kebutuhan yang selalu tidak pernah terpuaskan bagi yang melayani maupun yang dilayani. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu keadaan yang menghasilkan keseimbangan antara kepuasan atau kesenangan secara silih berganti. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembalikan keadaan yang tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Para pekerja tetap diminta untuk selalu bergerak sesuai tujuan untuk mengembalikan keadaan yang tidak senang dan tidak seimbang tersebut agar kebutuhan masyarakat dapat dilayani sepenuhnya. Masyarakat juga harus mendukung maksud baik dari pimpinan organisasi ini. Oleh karena itu, jelas bahwa motivasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari unsur manusia dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan organisasi motivasi seharusnya bersifat ajeg, terutama dalam usaha-usaha yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Adanya suatu ke-ajeg-an mencerminkan motivasi untuk mencapai tujuan yang selalu menjadi usaha kerasnya. Keajegan adalah cara kerja yang menjadikan kualitas dari nilai kerja itu sendiri. Ke-ajeg-an dalam kerja menghasilkan nilai kerja yang lebih berkualitas dari suatu bentuk
18 kerja. Sementara nilai kualitas juga dapat diperoleh dari bentuk pengawasan di dalam organisasi. Disinilah peranan kepemimpinan menjadi sangat diperlukan. Para ahli teori perilaku biasanya meletakkan motivasi tidak hanya sebagai awal dari perilaku, melainkan juga sebagai suatu pemikiran niat perbuatan seseorang. Jadi, motivasi selalu mendahului nilai kerja (motivation precedes work values) ataupun tindakan (motivation precedes action). Niat seseorang mempunyai berbagai dasar pemikiran seperti kepentingan (interest) yang biasanya juga bertaut dengan suatu kemauan atau kehendak yang bertingkat-tingkat dari berbagai ragam kebutuhan (needs) yang kemudian menjelma menjadi suatu perilaku yang nyata. Salah satu pandangan yang bertautan antara kepentingan dan kebutuhan adalah teori yang banyak dibicarakan ilmuwan yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Maslow memulai dengan teorinya yang disederhanakan pada kebutuhan manusia dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs) seperti kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan seks; diikuti oleh kebutuhan keamanan (security or safety needs); kebutuhan akan bermasyarakat dan cinta (love and social needs); dan kebutuhan akan pengakuan (esteem needs) - sampai pada yang terakhir adalah kebutuhan menampilkan jagad-diri manusia (self actualization needs) (Maslow, 1970). Abraham Maslow mengembangkan teorinya lebih jauh dalam buku yang selanjutnya menjadi kajian klasik dalam subjek ini (Maslow, 1970). Pemikiran Maslow tersebut mendapat banyak kritikan sehingga melahirkan pemikiran rintisan lain terutama dalam pandangan teori konten (content theories) di mana Maslow juga menjadi salah satu perintisnya. Disini dia mengindikasikan bahwa pada akhirnya manusia juga membutuhkan kehidupan spiritual yaitu nilai agama yang juga memainkan peranan sangat penting bahkan meliputi keseluruhan tangga teori motivasi. Masih dalam pemikiran teori motivasi, ada juga pemikiran yang dirintis oleh McGregor (1960). Dalam bukunya yang lain, pemikiran ini dikembangkan lebih jauh dengan membagi motivasi dalam Teori X (Theory X) dan Teori Y (Theory Y) secara lebih luas lagi. Dalam teori X, McGregor (1960) mendasarkan pemikirannya pada suatu anggapan bahwa orang pada dasarnya tidak suka
19 bekerja. Pemikiran dari McGregor ini menganggap bahwa dalam bekerja pada umumnya manusia malas dan hanya ingin keamanannya terjamin. Dalam bekerja, orang lebih suka berleha-leha dan selalu membutuhkan bimbingan serta pengawasan dan harus diberi rasa takut agar mereka bekerja dengan baik dan benar. Oleh karena itu, apabila pemimpin melihat keadaan seperti yang digambarkan di atas, maka pemimpin itu sendiri cenderung menjadi orang yang menuntut dan memaksa dengan keras pada bawahannya untuk bekerja dengan baik. Seringkali pemimpin menjadi otoriter dalam keadaan yang demikian. Teori ini mencerminkan gaya dari perilaku yang dilahirkan berbeda, terutama dengan corak kepemimpinan yang lebih egaliter yang digambarkan sebagai teori Y. Teori Y beranggapan bahwa manusia dalam bekerja cenderung seperti ketika istirahat atau bermain. Anggapan lainnya adalah bahwa para pekerja mempunyai komitmen pada tujuan organisasinya, mengendalikan diri untuk mencapai tujuan organisasi dan berharap pada pengakuan dan balasan yang baik pula. Teori Y juga berhasrat agar orang memimpin dirinya sendiri dan orang lain, daripada rasa aman semata. Orang diharapkan agar mempunyai semangat inovatif dan kreatif, suatu pemikiran yang melahirkan bentuk lain dari kepemimpinan (McGregor, 1970). Dalam teori Y, pemimpin cenderung melahirkan pemikiran yang lebih egaliter kepada sesama para pekerjanya. Pemimpin cenderung bekerja bersama (to work with people) orang lain dan bukan hanya melalui (and not only through and with other people) melainkan menguasai orang lain (over-ruling other people’s thinking) yaitu memaksa pemikirannya pada orang lain, maka pemimpin bukan lagi memimpin (leading) akan tetapi menjadi menguasai (ruling). Apabila pemimpin menjadi asyik dengan posisi kekuasaannya, maka seorang cenderung menjadi penguasa yang memimpin dan bukan pemimpin yang berkewenangan. Pemikiran tentang motivasi mempunyai ciri adanya usaha yang dikerjakan. Usaha ini tercermin dalam nilai yang melahirkan perilaku. Jadi, perilaku manusia sangat dipengaruhi lingkungan dalam organisasi dimana dia berada. Kata dipengaruhi menjelaskan adanya hubungan yang erat antara pribadi orang dalam suatu sistem sosial yang organik dengan lingkungannya.
20 Pribadi seseorang bisa saja meliputi watak maupun temperamen yang menjadi bawaan dirinya (ingrained in the self). Kedua hal tersebut terjelma dalam nilai yang menjadi anutan kerjanya. Pribadi seseorang juga meliputi pengetahuan, skill, sikap dan beberapa pengaruh yang didapat dari lingkungannya. McGregor menyebutkan hal ini sebagai fungsi I. Semua yang dijelaskan sebagai fungsi I terjelma dalam nilai yang lebih konkrit yang tidak dijelaskan oleh McGregor sendiri. Sementara lingkungan digambarkan sebagai fungsi E. Oleh karena itu, dirumuskanlah aksi kerja (Work Performance) dengan rumusan sebagai berikut: P = f( I, E) P = f {I( a,b,c,d,) …E( m,n,o,p…)} dimana, P adalah kinerja atau perilaku, I adalah berbagai karakteristik dari para individu dan E adalah environment atau lingkungannya yang mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh P maupun I. Secara singkat seluruh performance (P) atau perilaku seseorang, baik yang didapat dari pendidikan, keahlian atau pengalaman, sikap dan tindakan adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar organisasi (Gregor, 1967). Motivasi belum menjadi perilaku yang ekspresif selama manusia belum melakukan suatu tindakan (aksi dari dirinya) dan tidak ada aksi kecuali ada nilai yang mendasarinya. Motivasi hanya merupakan suatu suasana batin yang tidak kita ketahui, kecuali bagi dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri yang menganggap bahwa ia akan berbuat seperti apa yang dituntut oleh organisasinya. Motivasi bisa memberi warna pada tingkah laku (behaviour) sehari-hari, sedangkan perilaku merupakan jelmaan dari nilai kerja dalam bentuk norma yang mengatur kerjanya itu, yaitu: dari apa dan bagaimana yang harus diperbuat; serta peran atau tugas yang diembankan pada seseorang dalam suatu struktur organisasi yang ada. Jadi, motivasi dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai dasar seperti agama dan budaya yang dianutnya maupun nilai keseharian yang didapat dari pendidikan maupun pergaulannya dan yang tertuju pada tujuan di lingkungan dari organisasinya. Pertama, motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi jelas akan dipengaruhi pula oleh lingkungan luar organisasi (external organizational
21 environment) maupun lingkungan dalam organisasi (internal organizational environment) itu sendiri. Keduanya hal tersebut akan menjelma pada suatu bentuk persepsi dan proyeksi dalam bentuk perilaku (behaviour) dalam melaksanakan tujuan (objective) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi (internal organizational environment). Sementara nilai kerja mendahului dan mendasari perilaku kerja seseorang atau sekelompok orang. Kedua, perilaku itu sendiri ada penyebabnya (caused by). Penyebabnya biasanya dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi yang bisa saja melahirkan motivasi. Perilaku juga mempunyai dampak (effect) pada lingkungan luar organisasi (Kolasa, 1970). Penelitian ini sebenarnya merupakan kajian dari sebagian aspek budaya kerja dari mereka yang bekerja di bandara yaitu lingkungan dalam yang berkaitan dengan lingkungan luar organisasi. Oleh karena itu, kurangnya mutu pelayanan dapat diartikan sebagai akibat dari kurangnya perhatian manusia yang bekerja terhadap nilai-nilai kerjanya sendiri yang membentuk peran dan norma organisasi serta turut mempengaruhi kinerja di lingkungan luar organisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan yang baik hanya bisa terjadi apabila nilai kerja yang dianut mempunyai pengaruh pada lingkungan organisasi yang ada secara signifikan. Nilai yang berpengaruh saja tidak akan cukup. Oleh karena itu, penelitian ini juga perlu mencari nilai apa saja yang ikut mempengaruhi atau yang sebenarnya ikut mendukung nilai utama yang berpengaruh pada lingkungan luarnya itu. Penelitian ini memfokuskan diri pada perilaku yang merupakan faktor yang berdampak pada organisasi secara keseluruhan. Fokusnya pada perilaku keseluruhan karena sebagian besar kerusakan yang dihadapi masyarakat sekarang ini berpusat pada perbuatan kolektif manusia yang secara sadar maupun tidak sadar membantu merusak lingkungan. Sedangkan penyebabnya adalah nilai-nilai yang terkait yang juga ikut mempengaruhi nilai utama yaitu nilai pendukung yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi (caused behaviour). Dengan demikian, kerusakan harusnya dapat diperkirakan terlebih dahulu agar tidak terjadi, jika nilai pendukung utama juga di perhitungkan sebagai nilai yang berpengaruh pada nilai keseluruhan.
22 Dalam motivasi, lingkungan luar dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi di manapun mereka berada dan tidak terkecuali di bandara itu sendiri. Padahal perilaku manusia pada dasarnya berbeda dengan kemauan kerjanya. Ada diantara mereka yang gigih dibanding dengan teman kerja lainnya. Mereka itulah yang lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan teman lainnya sesama rekan pekerja. Adanya nilai kerja yang lebih dan yang kurang gigih adalah cerminan dari motivasi kerja yang sesungguhnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak melihat perilaku orang per-orang melainkan melihat perilaku secara keseluruhan dari semua yang bekerja di lingkungan bandara. Namun, hal ini tidak berkaitan dengan suatu diskursive yaitu suatu gagasan yang banyak bergulir tanpa suatu rencana. Akan tetapi, hal tersebut terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui oleh masing-masing pekerja. Dengan demikian, arti nilai (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para individu yang melakukan suatu tindakan. Jadi, ekspresi yaitu membuat informasi tersedia bagi orang lain bukanlah tindakan akhir melainkan efek sampingan dari tugas yang mau dijalankan dengan nilai kerja yang ada (Goffman, 1980). Motivasi dalam pandangan ini juga merupakan esensi yang terdalam dari manusia (inner-self wishes), sedangkan nilai adalah bentuk lahiriah (expressive wishes) dari nilai yang terdalam itu yaitu motivasi. Adapun yang dimaksud dengan nilai yang terdalam adalah ajaran baku yang tertanam pada diri seseorang seperti agama, budaya dan pendidikan yang juga ikut membentuk motivasi dari mereka yang bekerja. Ajaran yang baku ini juga menjadi alat interpretasi dari diri (the objective interpretation of and by the self) yang menerjemahkan apa yang dipersepsikannya secara fleksibel dari luar diri. Motivasi dapat dibentuk melalui proses persepsi dari mereka yang bekerja yang biasanya menangkap dari lingkungan luar dirinya (outer-self inwardly) (Burger dan Luckmann 1969). Rajin atau malas seseorang juga dibentuk oleh keadaan yang membentuk dirinya sendiri maupun lingkungan luar organisasi yang berpengaruh membentuk sikap tersebut. Oleh karena itu, terdapat siklus yang saling mempengaruhi antara motivasi yang mendasari nilai kerja, walaupun bukan
23 nilai kerja yang merupakan cermin dari lingkungan dalam yang berpengaruh kemudian menjelma dalam nilai kerja. Persepsi merupakan daya tangkap manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Dengan perkataan lain, persepsi merupakan suatu proses daya tangkap oleh diri yang sekaligus memberi interpretasi terhadap lingkungan luar (outer phenomena is perceived as problems by the inner-self through the interpretation of basic or acquired values). Pengaruh nilai kerja terdapat dalam organisasi di mana mereka yang bekerja. Sedangkan proses persepsi tidak luput dari pengaruh nilai dasar yang dianut oleh seseorang yang secara bersamaan dengan nilai kerja dalam memberi interpretasi dari fenomena yang diamati atau yang ditangkap oleh diri (the self) dari lingkungan luarnya (Toch dan Smith 1968). Hal yang ingin dicari dari penelitian ini adalah nilai kerja yang berpengaruh secara signifikan. Jadi, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini terkait dengan nilai-nilai dasar yang dapat memelihara lingkungan atau yang sangat berpengaruh pada lingkungan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada nilai dasar yang dipengaruhi oleh motivasi (sebagai faktor terdalam dari manusia) maupun persepsi yang juga membantu membentuk motivasi orang untuk bekerja dan yang kemudian melahirkan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi. Motivasi menurut pandangan Katerberg dan Blau (1983) mempunyai beberapa ciri yaitu adanya usaha (effort) yang menggambarkan usaha orang dalam suatu kegiatan yang mencerminkan kekuatan sebagai pendorong motivasi menjadi tingkah laku kerja (work related behaviour). Kerja keras dapat berarti motivasi kerja tinggi, tetapi bisa juga merupakan hasil kerja sehingga kerja yang dilakukan menjadikan motivasi tinggi. Orang yang bekerja di depan tungku api tidak bisa kerja dengan lengah. Oleh karena itu, kerja harus selalu mempunyai motivasi yang tinggi. Motivasi merupakan akibat dari bentuk kerjanya itu sendiri. Motivasi
diibaratkan
sebagai
jantungnya
manajemen
karyawan.
Mangkuprawira (2008) memberikan definisi motivasi sebagai dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan
24 tertentu. Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang (Stoner et al., 1996). Menurut Mangkunegara (2000) untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, maka perlu diketahui pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang ”mampu, cakap dan terampil”, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal (Hasibuan, 2003). Motivasi kerja adalah sesuatu yang permanen dan terus-menerus dan diusahakan secara berkelanjutan (persistence), kecuali orang sudah menjadi lumpuh. Maka motivasi dapat pula menjadi bentuk pengobatan bagi kesembuhan bukan untuk kerja. Disini motivasi adalah usaha yang selalu mempunyai tujuan (goal directed) (Katerburg dan Blau 1983). Motivasi juga mengenal teori proses (process theory). Teori kebutuhan - yang dalam hal ini masuk dalam teori konten (content theory) – yaitu berbicara mengenai apa yang menggugah motivasi, maka teori proses yang mengemuka adalah terjadinya proses motivasi yang sesungguhnya. Clayton Alerter menghaluskan sekaligus memperluas pandangan dari Maslow. Clayton mengatakan bahwa kebutuhan itu terkait dengan kebutuhan untuk eksis (existence needs) yang mencakup safety dan physiological dalam pandangan Maslow. Begitu juga ada kebutuhan untuk keterkaitan (relatedness) yang mencakup social dan self esteem needs. Sementara pandangan yang lain adalah pertumbuhan (growth) yang mencakup self esteem itu sendiri dan self actualization needs dalam pandangan Maslow sebagaimana dikutip oleh Alerter (1972). Masih banyak lagi teori dari kebutuhan ini seperti yang dikembangkan oleh McClelland, Herzberg, dan lain-lain.
25 Fredrick Herzberg melihat motivasi sebagai suatu sarana untuk membuat para pekerja lebih senang karena diberi tanggung jawab. Dengan demikian, terjadi adanya pengakuan terhadap orang yang bekerja. Tanggung jawab menimbulkan rasa pencapaian akan suatu hasil dan dapat mengetahui bagaimana hasil kerja dari seseorang. Dari segi ini Fredrick Herzberg mempunyai segi yang kurang lebih sama dengan motivasi orang Yunani dahulu, yaitu adanya tujuan yang menyenangkan. Dari segi kesenangan (happiness) maka motivasi yang digambarkannya memberi gambaran yang hedonistics. Teori motivasi Frederick Herzberg dikembangkan oleh Herzberg pada tahun 1959. Teori ini menyatakan bahwa motivasi kerja ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah faktor yang membuat karyawan merasa puas bekerja (satisfiers), yaitu faktor-faktor yang membuat karyawan merasa senang atau puas dan mendorong motivasi kerja (Motivation Factors). Faktor ini bersifat intrinsik yang artinya bersumber dari dalam diri seseorang dan selalu dihubungkan dengan isi pekerjaan seperti, pencapaian tujuan, prestasi (achievement), berhubungan dengan
keberhasilan
melakukan
pekerjaan,
memecahkan
masalah,
mempertahankan pendapat dan merasakan/melihat hasil pekerjaan, pengakuan (recognition) mendapat perhatian dari orang/pihak lain (teman, atasan, perusahaan atau organisasi), pekerjaan itu sendiri (work it self) cara-cara melaksanakan pekerjaan sehari-hari atau tugas yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan pekerjaan, tanggung jawab (responsibility) wewenang dan tanggung jawab pekerjaan, status (advancement), perubahan status dari posisi seseorang di dalam organisasi, peningkatan dan pengembangan. Kedua, yaitu hygiene factor adalah faktor yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (de-motivasi) atau faktor yang menghambat motivasi kerja. Faktor-faktor ini bersifat ekstrinsik yaitu berada di luar diri dan selalu dihubungkan dengan pekerjaan, seperti kebijakan perusahaan dan administrasi (company policy and administration) meliputi kebijakan organisasi, jalur komunikasi di organisasi dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, supervisi (supervisor) pengawasan yang diterima seseorang dalam menjalankan tugasnya, termasuk kemampuan atasan dalam menjalankan tugasnya, termasuk kemampuan atasan dalam melaksanakan pengawasan; teknis (technical),
26 hubungan antar pribadi (interpersonal supervisor), kondisi kerja (working condition) meliputi kondisi fisik tempat bekerja, jumlah pekerjaan, atau fasilitas yang tersedia untuk melaksanakan pekerjaan; upah (wage) semua imbalan material yang diterima seseorang di dalam melaksanakan pekerjaannya, teknis, dan rasa aman. Selanjutnya, apabila faktor-faktor hygiene ini diperbaiki, maka tidak ada pengaruhnya terhadap sikap kerja yang positif. Sebaliknya jika dibiarkan tidak sehat, maka pegawai hanya akan merasa kecewa atau tidak puas. Faktor hygiene menggambarkan hubungan kerja dengan konteks atau lingkungan ditempat pegawai melaksanakan pekerjaannya (job contex). Antara teori Maslow, Herzberg dan McClelland hakikatnya adalah sama. Sebab faktor motivator dari Herzberg sama dengan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri dari Maslow, serta kebutuhan berprestasi dan kebutuhan kekuasaan dari McClelland. Begitu pula faktor hygiene dari Herzberg, pada dasarnya adalah sama dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan kebutuhan sosial dari Maslow, serta kebutuhan afiliasi dari McClelland (Gibson et al., 2005). Maslow 5. Aktualisasi diri
4. Penghargaan
3. Rasa sosial 2. Keselamatan dan keamanan 1. Fisiologis
Herzberg
McClelland
Motivator’s: 1.Prestasi 2.Pekerjaan sendiri 3.Pengakuan 4.Tanggung jawab 5.Status Hygiene’s:
1. Kebutuhan akan
1.kebijakan dan adm 2.Supervisi teknis 3.Upah 4.Hub. interpersonal 5.Kondisi kerja
prestasi 2. Kebutuhan akan kekuasaan
3. Kebutuhan akan affiliasi
Gambar 2. Jenis Kebutuhan Menurut Maslow, Herzberg, dan McClelland Dari ketiga teori mengenai motivasi tersebut, model Herzberg merupakan suatu model yang lebih relevan dibandingkan dua teori lainya. Teori Maslow, mempunyai kelemahan, yaitu karena adanya tingkatan kebutuhan dari individu sehingga dapat diartikan bahwa individu akan lebih berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang paling tinggi terlebih dahulu, baru kemudian memenuhi kebutuhan yang kurang penting selanjutnya. Padahal setiap individu selalu
27 berusaha memenuhi semua kebutuhanya secara sekaligus. Sebagai contoh individu tidak harus makan dahulu sebelum melakukan interaksi dengan individu lainnya. Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), teori Maslow memiliki kelemahan. Maslow dalam teori piramida motivasinya menempatkan aspek aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi. Padahal, masih ada kebutuhan yang levelnya lebih tinggi lagi yaitu self transcendence, yaitu hidup itu mempunyai suatu tujuan yang lebih tinggi dari dirinya. Teori McClelland membagi motivasi berdasarkan tiga bagian, yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi. Dalam lingkungan kerja, motivasi seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut saja, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi motivasi individu, seperti dalam aspek rohani dan kenyaman kerja. Selain itu motivasi tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja seperti keinginan untuk berprestasi saja, atau lebih didominasi oleh keinginan akan kekuasaan saja, tetapi banyak faktor lain yang lebih luas dan saling mendukung atau jika disimpulkan
teori ini
menyebutkan bahwa motivasi seseorang didominasi oleh satu kepentingan tertentu yang dianggap paling penting, padahal motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu sangat beragam dan komplek, atau dengan kata lain teori ini tidak berbeda jauh dengan teori Maslow. Sementara, teori dua faktor Herzberg menjelaskan bahwa motivasi yang dapat mempengaruhi karyawan dapat berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Teori Herzberg ini mencakup segala hal yang mempengaruhi motivasi individu, karena mencakup sisi internal dan eksternal tersebut, sehingga tidak hanya ditinjau dari hanya satu sisi saja. Berdasarkan beberapa definisi mengenai motivasi diatas, maka motivasi dapat disimpulkan sebagai sebuah dorongan dan gairah kerja agar karyawan mau bekerja keras dan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu tujuan karyawan dan organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak memiliki motivasi dicirikan antara lain sering stres, sakit fisik, malas bekerja, kualitas kerja rendah, komunikasi personal yang kurang, dan masa bodoh dengan tugas pekerjaannya.
28 Motivasi adalah kerja yang mempunai arah dan tujuan (goal direction), yaitu apa yang dibuat sebagai arahan dari organisasi yang menjadi tempat pijakannya. Bentuk motivasi ini ada misalnya dalam organisasi olah raga dalam organisasi di PT. Angkasa Pura I. Begitu juga arahan pada kegiatan budaya dan sosial di organisasi manapun. Motivasi adalah cermin dari niatan dalam hati dan sesuatu yang ingin dicapai oleh orang. Segala usaha dikerahkan untuk mencapai apa yang menjadi angan-angannya. Keteguhan dalam mengambil tindakan dari seseorang menjadi gambaran dari motivasinya secara nyata. Namun, segala bentuk motivasi itu hanya bergerak sejauh hati dan pikiran yang dihayati orang sejak awalnya. Jadi ada unsur tersembunyi pada diri orang, walaupun sudah ada arahan dari organisasi dimana tempat bekerja. Pengaruh Lingkungan Luar
Teknologi Proses
Persepsi Motivasi Diri (self) Proyeksi
Norma Nilai Kerja Peran Struktur
Po er rg i a ln a i k s ua s i
L i n g k u n g a n S B A
Lingkungan Dalam
Gambar 3. Motivasi Kolektif dalam Organisasi Bahkan apabila tindakan sudah dilakukan, motivasi bisa saja tidak terungkap. Namun, nilai kerjalah yang mengkaitkan dengan perilaku maupun tujuan yang ingin dicapainya. Tidak semua teori motivasi ini akan dibicarakan disini karena segala teori mengenai motivasi ini akhirnya hanya akan menjelma dalam nilai-nilai kerja yang aktual. Berbagai teori tersebut hanya akan memberikan anggapan dasar yang hendak dijabarkan dalam penelitian dengan nilai yang akan disusun dalam bentuk pertanyaan. Gambaran ringkas secara garis
29 besar dari sistem motivasi manusia yang bergerak dalam organisasi disajikan pada Gambar 3. 2.4. Konsep Nilai Kerja Sebelum membahas mengenai definisi dan konsep nilai kerja, penting untuk dibahas terlebih dahulu konsep kinerja. Mangkuprawira dan Hubeis (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan, serta organisasi bersangkutan. Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dari sisi jumlah dan mutu tertentu, sesuai standar organisasi atau perusahaan. Hal itu sangat terkait dengan dengan fungsi organisasi dan atau pelakunya. Mangkuprawira dan Hubeis menambahkan bahwa agar diperoleh hasil sesuai standar perusahaan dan industri, maka kinerja perlu dikelola. Untuk itu, perusahaan perlu mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Robbins (2006) mendefinisikan kinerja sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja itu sendiri merupakan tingkat kinerja yang tinggi yang merupakan sebagian fungsi dari ada tidaknya rintangan-rintangan pengendali perilaku pegawai tersebut. Hubungan ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Kemampuan
Motivasi
Kesempatan
Sumber : Robbins (2006)
Gambar 4. Hubungan Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan Pernyataan Robbins (2006) hampir sama dengan pernyataan Hersey dan Blanchard (1994) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan, dimana penilaian kinerja yang baik didasarkan pada derajat kesediaan dan kemampuan tertentu yang mendukung individu tersebut melaksanakan pekerjaan yang dihadapinya. Namun, kondisi tersebut tidak langsung memberikan dampak peningkatan kinerja tanpa didukung oleh
30 pengarahan dari atasan, pemahaman terhadap pekerjaan, dan lingkungan tempat bekerja. Mathis dan Jackson (2002) mengatakan bahwa kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu hal baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan. Mathis dan Jackson menambahkan bahwa kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan. Pengaruh ini dapat dilihat dari seberapa banyak kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi, yang meliputi: kuantitas output, kualitas output, dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan, sikap kooperatif, dan kehadiran di tempat kerja. Pimpinan suatu organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya, walaupun pegawai-pegawai bekerja bekerja pada tempat yang sama. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja (As’ad, 2000). Gibson et al., (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1. variabel individual; terdiri dari kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, penggajian), dan demografis (umur, asal-usul, jenis kelamin). 2. variabel organisasional; terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. 3. variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi, dan kepuasan. Timple dalam Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa pencapaian kinerja dipengaruhi oleh faktor internal (disposisional), yaitu dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungannya, seperti perilaku, sikap, dan tindakan dari rekan-rekan kerja, bawahan, atau pimpinannya, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Pernyataan Timple berbeda dengan pernyataan Simamora dalam Mangkunegara (2005), dimana Simamora berpendapat bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individual, faktor psikologis, dan faktor organisasi. Faktor individual meliputi kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. Faktor
31 psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi. Sementara itu, faktor organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design. Berdasarkan kerangka teori tentang kinerja yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan mencakup aspek tangible dan intangible, sehingga dalam penilaian output dari kinerja harus memperhatikan kedua aspek tersebut. Dalam berbagai kajian penelitian sumber daya manusia, kinerja seringkali dijadikan tolak ukur atau indikator akhir penelitian. Hal ini dikarenakan kinerja merupakan suatu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan suatu organisasi. Ukuran dari kinerja dapat ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek pemasaran, operasional, keuangan, dan sumber daya manusia, dengan berbagai macam alat ukur yang berbeda-beda. Dalam sisi sumber daya manusia, kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung lainnya, seperti kenyamanan kerja, motivasi, kompensasi, budaya, nilai kerja, dan sebagainya. Suatu nilai kerja diperoleh dari kaitan atau hubungan antara persyaratan, seperti
kebutuhan
sosial
(social
needs)
dengan
kepuasan
lingkungan
(environmental satisfaction) yang mempengaruhinya. Demikian pula lingkungan sangat dipengaruhi oleh hasil dari nilai kerja yang ada. Nilai kerja adalah suatu kesadaran dari setiap pencapaian organisasi terhadap kepuasan yang akan terjadi di lingkungan luar organisasi. Hal ini hanya terjadi apabila terjadi sebagai kepuasan yang dirasakan di lingkungan luar organisasi dan yang menimbulkan pula kesadaran dengan menjadikan kepuasan pada nilai kerja yang terpilih secara berarti (significant) di lingkungan dalam organisasi yang ada. Oleh karena itu refleksi dari motivasi nilai kerja yang begitu banyak di lingkungan dalam organisasi terasa kemudian di lingkungan luarnya, begitu pula sebaliknya. Teori nilai kerja adalah refleksi dari hubungan antara motivasi (motivation) dan pelayanan yang ada (services). Ia juga merupakan kaitan antara (performance) di dalam organisasi dan harapan orang lain (expectations of others) di luar lingkungan organisasi. Teori nilai merupakan rasa kesungguhan (seriousness) dan
32 harapan dari orang lain (the importance of hope of others). Suatu perbedaan antara seleksi nilai (value selections) dan kepuasan nilai (value satisfactions). Kepuasan tersebut dapat dibuat sebagai suatu peringkat dari yang paling menentukan dan yang kurang menentukan, bahkan tidak menentukan. Oleh karena itu, perlu ada penilaian kepuasan orang di lingkungan organisasi yang ada. Begitu juga kepuasan yang terjalin antara lingkungan dalam dan lingkungan luar organisasi. Dengan demikian nilai kerja adalah sesuatu yang relatif mempunyai arti kualitas terhadap suatu objek. Kualitas yang ada dalam wujud yang baik maupun yang buruk bergantung pula pada dampak yang akan terjadi sebagai akibatnya. Jadi nilai adalah sesuatu yang tidak harus selalu terkait dengan lingkungannya, bukan juga sesuatu yang menjadi bagian dari lingkungan luar yang ada. Namun, bukan juga sesuatu yang bebas dari kaitannya dengan lingkungan luar organisasi itu sendiri. Sekali nilai bergerak maka akan terasa di lingkungan luarnya. Dengan perkataan lain, nilai yang dirasakan bergantung dari bagaimana totalitas perilaku yang ada dari berbagai nilai yang dilaksanakan. Menurut Schwartz dan Bilsky (1987), nilai kerja mencerminkan adanya keterkaitan ciri-ciri antara berbagai definisi mengenai nilai ini, antara lain adalah mempunyai aspek: (1) konsep (concepts) dan kepercayaan (beliefs); (2) suatu keadaan akhir yang diinginkan (desirable end states) atau perilaku yang melampaui situasi yang spesifik; (3) penuntun seleksi dan evaluasi (guides for selections and evaluation) dari perilaku dan kejadian atau tindakan; (4) tersusun atas dasar kedudukan kepentingan yang relatif. Dalam penelitian ini, nilai digambarkan sebagai kualitas yang ditunjukkan oleh orang yang melakukannya dan yang berdampak pada lingkungannya. Pemikiran mengenai nilai kerja yang terkait dengan organisasi banyak sekali. Suatu teori nilai kerja harus bergerak lebih jauh dari sekedar ciri-ciri nilai yaitu hubungan antara kepuasan atau kebutuhan dan lingkungan yang ada. Nilai kerja baru mempunyai arti yang penting apabila nilai tersebut mempunyai maknanya masing-masing terhadap perubahan yang terjadi dalam waktu yang berjalan (Schwartz dan Bilsky, 1987).
33 Ada anggapan bahwa para individu mempengaruhi lingkungan dengan cara yang sesuai dengan tindakan atau perilakunya (Goffman, 1980). Tindakan dan perilaku adalah refleksi dari nilai yang diketahui dalam berorganisasi. Dalam hal ini, nilai dapat pula digambarkan sebagai adanya nilai yang relatif tinggi (higher order of values) dan nilai yang relatif rendah (lower order of values). Nilai yang mempunyai makna yang tinggi adalah nilai yang lebih luas dan yang bersifat stabil serta melingkupi keseluruhan organisasi. Contoh dari nilai yang tinggi adalah sikap respect bagi para pegawai yang bekerja pada mereka yang dilayani. Sementara yang mempunyai arti yang lebih rendah adalah nilai yang merupakan strategi dari manajemen yang sekarang sedang memimpin dan yang cukup adaptif terhadap perubahan di dalam lingkungan. Dalam penelitian ini lebih banyak perhatian yang tertuju pada nilai yang relatif lebih rendah yang mempengaruhi pada lingkungannya. Kenyataan yang ada di dalam suatu lingkungan adalah refleksi dari perilaku yang menghasilkan simbol dan tanda-tanda. Nilai terkait dalam suatu hubungan dari para individu dengan apa yang sebenarnya terjalin dan yang diketahui serta direncanakan - walaupun tersembunyi - sebagai suatu tindakan. Dengan demikian, perilaku yang mempunyai arti (meaning) sangat terkait dengan konteks dari para individu yang melakukan suatu tindakan (behaviour). Sedangkan arti (meaning) ini juga merupakan refleksi dari nilai kerja yang sedang dijalankannya dalam berorganisasi. Jadi, ekspresi perilaku (behavioural expression) yaitu membuat informasi tersedia bagi orang lain bukan sebagai tindakan akhir (end result), melainkan merupakan efek samping (side effect) dari perilakunya (Goffman, 1980). Interaksi nilai kerja adalah nilai-nilai yang dianut oleh para pimpinan, staf dan karyawan secara keseluruhan dalam kerjanya, yaitu dari mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi yang melayani lingkungan luarnya. Sedangkan pada lingkungan luar yaitu manusia yang bukan karyawan, tetapi terkait dengan bandara yang berada di lingkungan luar bandara karena keperluan atau kebutuhannya. Lingkungan luar juga meliputi lingkungan sosial yaitu mereka yang dilayani, tetapi tidak bekerja di organisasi. Adanya keterkaitan antara kedua hal tersebut karena adanya kebutuhan untuk melayani organisasi dengan sebaik-baiknya yang terkait dengan mereka
34 yang membutuhkan pelayanan yang baik. Begitu juga lingkungan buatan (fisiknya) seperti gedung-gedung, landasan pesawat terbang dan lingkungan alami yaitu di mana bandara itu berada dengan segala sentuhan tangan manusia yang membuat lapangan terbang itu bisa turun dan naik dengan aman dan lingkungan terasa menarik. Ketiga aspek lingkungan ini merupakan lingkaran yang saling bersentuhan dan bertemu di titik tengah lingkaran. Keterkaitan ini juga dimungkinkan oleh karena adanya unsur lain yang bergerak sekaligus, yaitu unsur manusia dalam proses sistem sosial dan proses sistem organisasi. Keduanya bergerak sebagai suatu sistem yang terpadu dan terkait antara berbagai elemen organisasi. Dalam proses kedua unsure tersebut, manusia menjadi unsur sentral dalam menggerakkan seluruh kegiatan organisasi dalam kesatuan gerak dan keseluruhan struktur organisasinya dalam suatu tindakan yang padu. Budaya menunjukkan bahwa pilihan nilai oleh manusia untuk berbuat sesuai dengan nilai yang dianutnya dan diterjemahkannya dalam bentuk tindakan keseharian yaitu suatu ritual yang menciptakan menciptakan iklim (climate). Memilih nilai (values) adalah bentuk perilaku yang terikat dalam suatu koherensi secara menyeluruh (coherent whole) dari sistem sosial maupun organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka. Pembentukan pola (pemolaan) dan integrasi (karena berlaku sama bagi setiap orang) ini adalah esensi dari budaya (pattern of culture) (Schein, 1997).
Norma
Motivasi
Nilai Kerja
Perilaku Organisasi
Tujuan Organisasi
Peran
Sumber: Stinchcombe (1968)
Gambar 5. Pengaruh Nilai Kerja terhadap Lingkungan
Melayani di Lingkungan Sosial, Lingkungan buatan, dan Lingkungan alami
35 Dikatakan sebagai budaya korporat karena adanya kesamaan pandang (philosophy) dalam melaksanakan kerjanya sehari-hari. Begitu pula adanya simbol yang sama yaitu pimpinannya yang dibanggakan oleh para anak-buahnya karena kesuksesannya atas prestasi yang dicapainya dalam membawa kemajuan bagi setiap kegiatan pelayanan yang dilakukannya itu. Selain itu ada pula doktrin pelayanan yang sama dalam menjalankan organisasinya. Pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan disajikan pada Gambar 5. Pengaruh kegiatan para karyawan, staf dan pimpinan pada lingkungan dilakukan secara proporsional terhadap waktu yang diberikan sebagai bentuk perhatian pada kegiatan masing-masing. Oleh karena itu aspek waktu yang perlu diperhatikan adalah berapa banyak waktu yang diberikan untuk kegiatan yang dapat mempengaruhi lingkungan. Hal ini tergantung pula dari waktu yang diberikan kepada kelompok kerja. Kehadiran saja di dalam suatu lingkungan hanya menghasilkan simbol dan tanda-tanda. Singkatnya para individu yang bekerja akan memancarkan berbagai ekspresi yang ada dan berapa banyak jumlah mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut (Stinchcombe, 1968). Sistem Sosial
Motivasi kerja
Melahirkan Nilai kerja: Karyawan yang berinteraksi dan bersinergi dengan managerial skills di lingkungan dalam organisasi
Norma
Pelayanan Sosial Perilaku sosial
Role (peran) Keberlanjutan Lingkungan S,B,A
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Pelayanan Adaptif pada Lingkungan
Gambar 6. Sistem sosial dan Lingkungan Faktor yang mendorong dan menggerakkan ketiga hal ini adalah motivasi yang merupakan bagian terdalam dan tersembunyi. Hal ini mampu mendorong
36 manusia sebagai sistem sosial untuk menggerakkan organisasi seperti sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Sub-unsur nilai dan norma melekatkan manusia dalam berbuat menurut pikiran sehat yang melembaga. Menurut Buckley (1967): A social system is characterized by an institutionalized value system. The social system’s first functional imperative is to maintain the integrity of that value system and its institutionalization. Sistem sosial dan lingkungan disajikan pada Gambar 6. Tidak ada sistem sosial maupun organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan energi sendiri atau bertahan sendiri. Faktor manusia adalah elemen paling penting yang selalu dapat memperbaharui energinya, baik yang didapat dari lingkungan dalam organisasi maupun dari lembaga lain atau dari luar. Oleh karena itu, agar suatu organisasi dapat hidup terus (survive) maka harus selalu ada pembaharuan dan penyegaran yang di dalam bahasa ilmu perilaku disebut sebagai energi yang diperbaharui (renewable energy), bagi mereka yang berada di dalam organisasi agar selalu terjadi keseimbangan (equilibrium). Sementara lingkungan luar juga memberi masukan (input) bagi lingkungan dalam organisasi melalui sesuatu yang disebut sebagai masukan kembali (feedback loop). Masukan tersebut bisa saja datang dari luar organisasi di luar lingkungan seperti lingkungan usaha, lingkungan budaya, lingkungan kesejahteraan dalam bentuk data dan informasi lainnya. Semua ini untuk mereka yang berada di dalam organisasi agar dapat memperbaiki energi yang hilang dan berjalan kembali sesuai dengan misi yang diemban. M aintana nce S truc tur e
Sistem Sosia l Nilai
N or m a dan P er an
Sistem Orga nisasi Nega tive Entropy Kebe rla njuta n Lingkungan ter pelih ara
Gambar 7. Gerak Sistem Sosial dan Sistem Organisasi
Pe nga wasan, Stea dy S ta te dan Ke se im ba nga n
Sta bilitas dan F leksibilita s
Adapta bilitas dan Pr ediktabilita s
37 Jadi, lingkungan disini tidak terlepas dari lingkungan sosial yang ada di luar organisasi, yaitu mereka yang dilayani oleh segala perangkat yang ada di PT. Angkasa Pura I yaitu di lingkungan sosial di dalam organisasi sebagai misi organisasi. Gambar gabungan antara sistem sosial dan organisasi sebagai suatu sistem dapat pula disederhanakan dalam bentuk seperti yang disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan uraian mengenai konsep nilai kerja, maka pada penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur nilai kerja dirumuskan dari berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. 2.5 Teori Kepedulian Lingkungan Menurut Riwayadi dan Anisyah dalam Siregar (2010) kepedulian adalah keadaan perasaan, pikiran, dan tindakan yang menghiraukan sekitarnya, sedangkan masyarakat adalah sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk peri kehidupan berbudaya. Kepedulian masyarakat dapat diartikan sebagai sikap dan tindakan sekelompok orang yang berbudaya yang saling menghiraukan atau mengindahkan sekitarnya.
38 Kepedulian merujuk kepada sikap dan perilaku menempatkan diri sendiri dalam konteks kepentingan yang lebih luas, berusaha untuk memperhatikan kepentingan pihak lain berdasarkan rasa memiliki dan tanggung jawab (Wirutomo dalam Siregar, 2010). Kepedulian masyarakat bersifat sistemik, artinya secara sadar paham bahwa tindakan seseorang/suatu kelompok akan berdampak negatif pada kelompok lain, kesadaran tersebut mampu menimbulkan rasa senasib sepenanggungan dan saling kerjasama. Dengan kata lain, kepedulian masyarakat adalah suatu proses psikologis sekelompok orang berupa sikap dan perilaku yang bertanggungjawab. Kata kunci kepedulian terletak pada kata sikap dan perilaku di mana antara sikap dan perilaku saling berhubungan satu sama lain. Definisi sikap cukup beragam ditafsirkan oleh para ahli psikologi, salah satunya Azwar (2005) berpendapat bahwa sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek. Ketiga komponen ini secara bersama mengorganisasikan sikap individu. Pendapat lainnya mengatakan sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tetentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Sherif dan Sherif, 1956 dalam Azwar, 2005). Kepedulian seseorang terhadap lingkungannya tercermin dari perilakunya yang dapat diamati sehari-hari. Perilaku ramah lingkungan dapat dibentuk sesuai dengan yang diharapkan. Di mana cara pembentukan perilaku sesuai dengan yang diharapkan ditentukan oleh tiga hal, yaitu (Walgito dalam Siregar, 2010): • Pembentukan perilaku dengan kebiasaan (conditioning) Dengan cara membiasakan diri, sehingga perilaku berwawasan lingkungan yang dilakukan sehari-hari dan menjadi kebiasaan di dalam masyarakat tersebut, seperti membuang sampah pada tempatnya, memelihara tanaman, dan lain - lain. • Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight) Dengan cara berlajar dari pengetahuan tentang berwawasan lingkungan, sehingga dapat dipahami dan bagaimana seharusnya memperlakukan
39 lingkungan tersebut, seperti membaca dan mempelajari tentang dampak global warming. • Pembentukan perilaku dengan menggunakan model atau contoh (voluntary) Dengan cara menirukan atau mencontoh perilaku pelopor atau tokoh berwawasan lingkungan. Pembentukan perilaku dengan cara ini dianggap lebih efektif saat ini karena masyarakat suka meniru apa yang kerjakan orang yang dianggapnya menjadi panutan. Kepedulian terhadap lingkungan bandara tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang lain, kecuali oleh mereka yang berada di lingkungan dalam dari bandara itu sendiri dengan didukung oleh mereka yang berada di lingkungan luar bandara (supportive motivation). Sebagaimana diketahui kepedulian yang dilakukan melalui kebersihan, keindahan, kenyamanan, dan lainnya juga mempunyai nilai penentu. Artinya, apabila kebersihan juga menjadi nilai yang dependen, seperti juga lingkungan luarnya, maka seharusnya nilai dependen ini juga mempunyai nilai penentunya yang independen, pula yang dalam hal ini disebut juga sebagai nilai sub-penentunya. Nilai sub-penentu inilah yang seringkali luput jadi perhatian dari para ilmuwan sosial terhadap lingkungannya. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sebagai suatu perwujudan dari pembangunan yang berkelanjutan tercermin melalui praktek perilaku yang ramah lingkungan. Perilaku ini tidak serta-merta datangnya tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor nilai kerja. Kemampuan masyarakat ini di mulai dari pengetahuan tentang manfaat, isu lingkungan, serta pendekatan penyelesaian masalah lingkungan menjadi dasar pembentukan motivasi seseorang. Keikutsertaan seseorang dalam kepedulian lingkungan akan terlihat dari peran dan aktivitasnya sehari-hari dalam pengelolaan lingkungan itu sendiri dan pada akhirnya menumbuhkan partisipasi untuk mengendalikan kebijakan dan aturan yang diberlakukan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Seberapa besar kepedulian seseorang itu dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana fungsi perannya terlibat dalam aktivitas pengelolaan lingkungan hidup serta asal motivasinya dari mana dan faktor yang mempengaruhinya.
40 Dari uraian di atas, dapat disintesakan bahwa perilaku manusia yang dipengaruhi oleh faktor internal (seperti : tingkat pendidikan, mata pencaharian, jenis kelamin, usia, dan lain-lain) dan faktor eksternal (seperti : lingkungan, ekonomi) akan memotivasi manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Melalui tiga cara pembentukan perilaku yaitu; melalui kebiasaan (conditioning), melalui pengertian (insight), dan melalui pencontohan (voluntary). Perilaku
yang
terbentuk
menjadi
lebih
berwawasan
lingkungan
akan
mencerminkan kepedulian masyarakat tersebut. Oleh karena itu, maka setiap pembahasan mengenai lingkungan ada keterkaitan antara lingkungan fisik yaitu bandara (built environment), lingkungan alami yaitu tanah, air dan udara disekitar dimana bandara itu berdiri (natural environment), dan lingkungan sosial atau lingkungan manusia di bandara sendiri (social and human environment). Lingkungan sosial mencakup bagian yang berada di dalam organisasi yang meliputi suasana atau keadaan dari mereka yang bekerja di dalam organisasi bandara (internal climate of organizational environment). Umumnya mereka memberi pelayanan pada mereka yang mengunjungi bandara untuk berbagai ragam tujuannya. Lingkungan sosial (manusia) bisa juga meliputi lingkungan dari mereka yang berada di bandara akan tetapi tidak bekerja di dalam bandara, yakni orang-orang yang memakai fasilitas bandara dan terutama mereka yang dilayani pekerja di dalam bandara. Reaksi dari mereka yang berada di lingkungan luar organisasi - yaitu lingkungan sosial dan lingkungan buatan serta lingkungan alaminya - memberikan gambaran yang nyata sebagai hasil kerja dari mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi. Lingkaran luar mencerminkan harapan dari mereka yang dilayani terhadap mereka yang melayaninya. Hal ini merupakan konsep ideal, sementara dalam realita bisa saja berbeda, bergantung pada kesadaran dan kemampuan manusia untuk melihat lingkungan itu sendiri serta pembagian kekuasaan administrasi antara lingkungan dalam dan buatan dan lingkungan alaminya yang bisa saja berbeda tanggung jawabnya masing-masing. Lingkaran dalam adalah lingkungan di dalam perusahaan yaitu para pimpinan, staf dan karyawannya lingkungan dalam sosialnya (internal social environment). Lingkaran ini adalah lingkungan manusia yang hidup dan bekerja
41 di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan (built environment – nya) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di lingkungan alaminya (natural environment). Kepedulian terhadap lingkungan tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang lain, kecuali oleh mereka yang berada di lingkungan dalam dari bandara itu sendiri dengan didukung oleh mereka yang berada di lingkungan luar bandara (supportive motivation). Sebagaimana diketahui kepedulian yang dilakukan melalui kebersihan, keindahan kenyamanan dan lainnya juga mempunyai nilai penentu. Artinya, apabila kebersihan juga menjadi nilai yang dependen, seperti juga lingkungan luarnya, maka seharusnya nilai dependen ini juga mempunyai nilai penentunya yang independen, pula yang dalam hal ini disebut juga sebagai nilai sub-penentunya. Nilai sub-penentu inilah yang seringkali luput jadi perhatian dari para ilmuwan sosial terhadap lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini, kepedulian lingkungan yang diukur adalah kepedulian terhadap lingkungan luar dan lingkungan dalam bandara. Begitu pula dengan hubungannya dengan nilai kerja, dimana dilihat pengaruh nilai kerja terhadap lingkungan luar dan lingkungan dalam bandara. 2.6 Kajian Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian terdahulu yang terkait atau memiliki relevansi dengan penelitian ini telah banyak dilakukan oleh para ahli dan peneliti di berbagai belahan dunia. Berdasarkan kajian terhadap literatur dan penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa penelitian tentang nilai kerja dan kepedulian lingkungan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan mengambil sampel penelitian, baik dari satu negara maupun dari beberapa negara. Variabel-variabel penelitian yang digunakan untuk menjelaskan nilai kerja dan kepedulian lingkungan juga sangat variatif. Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai peneliti terdahulu juga memisahkan nilai kerja dengan kepedulian lingkungan dan hal tersebut merupakan hal yang sangat berbeda dengan penelitian ini, dimana dalam penelitian ini, diuji pengaruh nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan. Untuk lebih jelasnya, peneliti telah merangkum berbagai hasil penelitian terdahulu dalam Tabel 1.
42 Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian Lingkungan No. 1
Penulis dan Judul Metode yang Penelitian Digunakan Johansson dan Winroth Studi literatur (2010): Introducing environmental concern in manufacturing strategies: Implications for the decision criteria
Hasil Penelitian Kepedulian terhadap isu lingkungan dapat menyebabkan sejumlah implikasi potensial bagi kriteria keputusan.
2
Swarr (2007) : The Effect of Environmental Concern, Risk Perception, and SelfRegulatory Focus on Product Design Choices
Analisis Responden tidak secara deskriptif, emosional berkomitmen pada korelasi, status quo dan tidak regresi, dan menghadapi hambatan nyata AHP untuk bertindak. Pembenaran sering didasarkan pada pertimbangan tanggung jawab dan etika.
3
Brehm et al. (2006) : Analisis faktor Community Attachments as dan Predictors of Local multivariat Environmental Concern
Dua dimensi keterikatan berbeda dan berhubungan secara berbeda terhadap kepedulian lingkungan. Dalam kasus, dimana dimensi keterikatan sosial adalah prediktor yang secara statistik signifikan dari sikap terhadap isu lingkungan lokal, isu-isu tersebut mewakili budaya masyarakat dan identitas atau kesehatan.
4
Schneider (2010): The Environmental Concern of Youth At A Ymca Youth Adventure Camp.
Base camp / rock pendakian dan surfing tampaknya mendorong perubahan besar dalam kepedulian lingkungan dibandingkan dengan kegiatan yang lain. Skor pre test Base camp adalah yang terendah dari semua kegiatan dan posttest mereka tertinggi dari semua kegiatan. Jika mereka baru saja mulai mempertanyakan ide-ide mereka dan nilai-nilai lingkungan, pengalaman baru dengan Adventure Camp remaja dapat menjelaskan perubahan drastis dalam sikap.
Analisis varians (ANOVA) dan a paired t-test
43 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian Lingkungan No. 5
Penulis dan Judul Metode yang Penelitian Digunakan Alibeli dan White (2011): Analisis CFA The Structure of dan SEM Environmental Concern
Hasil Penelitian Kepedulian lingkungan terdiri dari tiga orientasi nilai yang berkorelasi, termasuk (1) nilai sosial-altruistik, (2) nilai biospheric, dan (3) egoisme atau self-interest orientation.
6
Hendrawan dan Samsul Studi Literatur (2007): Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan
Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan terutama terhadap masyarakatnya biasanya diungkapkan dengan berbagai kegiatan bakti sosial, peran serta perusahaan pada perayaan hari-hari besar, pembuatan fasilitas umum seperti MCK, mushola/ mesjid dimasyarakat sekitar lingkungan perusahaan hingga penanaman pohon dalam rangka reboisasi, mendukung berbagai kampanye pengelolaan lingkungan.
7
Dewi (2009): Studi kasus: Pengetahuan, dan Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup
Prestasi belajar siswa memberi kontribusi terhadap pengetahuan lingkungan hidup. Faktor kepramukaan dan prestasi belajar memberi pengaruh yang signifikan pada kepedulian terhadap lingkungan hidup.
8.
Kumurur (2008): Pengetahuan, Sikap dan Kepedulian Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Terhadap Lingkungan Hidup Kota Jakarta
9
Suparka (1998): Dunia Studi literatur Usaha, industri, dan peningkatan kepedulian lingkungan
Analisis multivariate Anova dan komparasi multiple dengan metode Scheffe Analisis Square
Chi Kepedulian terhadap lingkungan hidup masih rendah. Umur dan pengetahuan mahasiswa berhubungan dengan kepedulian terhadap kualitas lingkungan hidup di Jakarta.
Tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kondisi dan tingkat ekonomi, sosial, serta budaya masyarakat di suatu wilayah.
44 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian Lingkungan No. 10
Penulis dan Judul Metode yang Hasil Penelitian Penelitian Digunakan Pherigo (1997): Gender, Analisis Terdapat hubungan signifikan an Ethic of Care and deskriptif dan antara gender, an ethic of care Environmental Concern multivariate dan kepedulian lingkungan. Ideologi politik, harapan terhadap karir, dan ras merupakan faktor penentu kepedulian lingkungan.
11
Ross (1992): Work Attitudes and Management Values: The Hospitality Industry
Analisis statistika deskriptif dan Kruskal Wallis.
Manajemen memerlukan beberapa faktor seperti prestasi, otonomi, afiliasi, dan dominasi sebagaimana dianggap penting oleh banyak siswa.
12
Dose (1997): Work values: An integrative framework and illustrative application to organizational socialization
Studi literatur
Sekali pemimpin telah menentukan nilai yang akan dicari oleh anggotanya, klasifikasi nilai-nilai tersebut yang sesuai dengan kerangka nilai kerja akan membantu mereka menetapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa pendatang baru, pada kenyataannya, memegang nilainilai penting.
13
Cheung dan Scherling (1999) : Job satisfaction, work values, and sex differences in Taiwan’s organizations
jenis kelamin Analisis regresi Perbedaan dalam dua bukanlah penyebab perbedaan langkah. dalam nilai kerja. Menempatkan nilai tinggi pada dimensi tugas dan tim dan nilai yang lebih rendah pada dimensi reward tampaknya menyebabkan kepuasan kerja yang lebih besar.
14
Alas dan Wei (2007) : Penelitian Institutional impact on empiris dengan work – related values in Uji t Chinese Organization.
Terdapat perbedaan pada nilai yang berhubungan dengan pekerjaan di kelompok usia yang berbeda. Perbedaan terbesar antara kelompok usia terdapat pada peringkat Leadership Ideological Values, Ethical Values, SpecialtyRelated Values, Social Values And Cultural Values.
45 Lanjutan Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Nilai Kerja dan Kepedulian Lingkungan No. 15
Penulis dan Judul Metode yang Penelitian Digunakan Pan et al. (2010): Uji t dan A cross-cultural analisis konten. investigation of work values among young executives in China and the USA
16
Selmer dan Littrell Analisis (2010): Business Manova managers’ work value Anova changes through down economies.
17
McGuiness (2009): Obstacle and opportunities: organizational culture and environmental practices of the Vancouver Airport Authority
Hasil Penelitian Responden Cina memiliki skor signifikan lebih tinggi pada dimensi hirarkis-vertikal dibandingkan responden Amerika, meskipun kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan pada dimensi kolektivismeindividualisme. Dalam studi yang melibatkan penggunaan penyelesaian dilema etika, subyek Amerika menerapkan egalitarianisme sebagai nilai yang paling sering mereka nyatakan, mencerminkan perspektif horisontal mereka. Subyek Cina, sebaliknya, sangat bergantung pada sistem nilai vertikal tradisional untuk menyelesaikan dilema etika.
Terdapat perubahan yang dan signifikan secara statistik pada perbedaan penting bagi individu-individu dari nilai kerja tertentu selama kondisi kemerosotan ekonomi eksternal. Teori-teori hirarki kebutuhan memberikan sebuah kerangka kerja yang sesuai bagi pentingnya pergeseran nilai kerja akibat kondisi ekonomi lokal. Analisis regresi Meskipun usia dan konektivitas berganda secara alami adalah prediktor yang paling signifikan dari nilainilai lingkungan umum dan perilaku, perilaku yang terkait dengan pekerjaan diprediksi paling baik oleh faktor sumber daya manusia seperti dukungan manajemen puncak, pelatihan, pemberdayaan, kerja tim, dan program hadiah.
46 Penelitian ini secara khusus memfokuskan perhatian pada pengaruh nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan di bandara. Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian yang mengkaitkan nilai kerja dan kepedulian lingkungan di bandara belum pernah dilakukan di Indonesia seperti yang dilakukan dalam studi ini. Kumurur (2008) melakukan penelitian di Indonesia untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap tingkat kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan hidup di kota Jakarta, tetapi tidak memasukkan nilai kerja sebagai variabel independen seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian lainnya yang terkait dengan nilai kerja diantaranya dilakukan oleh Cheung dan Scherling (1999) tentang nilai kerja di Taiwan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin bukanlah penyebab perbedaan dalam nilai kerja. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menempatkan nilai tinggi pada dimensi tugas dan tim, serta nilai yang lebih rendah pada dimensi reward menyebabkan kepuasan kerja yang lebih besar pada diri karyawan. Dose (1997) juga melakukan penelitian tentang nilai kerja sebagai sebuah kerangka kerja yang integratif terhadap sosialisasi organisasi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa pemimpin berperan dalam menentukan nilai yang akan dicari oleh anggotanya. Klasifikasi nilai-nilai tersebut yang sesuai dengan kerangka nilai kerja akan membantu pemimpin menetapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa pendatang baru, pada kenyataannya, memegang nilai-nilai penting. Selanjutnya Pan et al. (2010) melakukan penelitian tentang investigasi lintas kultural terhadap nilai kerja para eksekutif muda di China dan Amerika Serikat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para eksekutif muda Cina memiliki skor signifikan yang lebih tinggi pada dimensi hirarkis-vertikal dibandingkan responden Amerika, meskipun kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan pada dimensi kolektivisme-individualisme. Dalam studi yang melibatkan penggunaan penyelesaian dilema etika, subyek Amerika menerapkan egalitarianisme sebagai nilai yang paling sering mereka nyatakan, mencerminkan perspektif horisontal mereka. Subyek Cina, sebaliknya, sangat bergantung pada sistem nilai vertikal tradisional untuk menyelesaikan dilema etika. Meskipun
47 negosiator Amerika dan Cina menunjukkan kolektivis sebaik seperti orientasi individualis, fokus mereka pada dasarnya berbeda. Beberapa peneliti mengkaitkan kepedulian lingkungan dan variabelvariabel demografi responden di berbagai sektor di luar bandara seperti Johansson dan Winroth (2010), Swarr (2007), Schneider (2010), Alibeli dan White (2011), Dewi (2009), Kumurur (2008), dan Pherigo (1997), tetapi tidak menguji hubungannya dengan nilai kerja sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini. Sementara McGuiness (2009) meneliti mengenai budaya perusahaan dan praktek lingkungan di bandara Vancouver, Kanada, akan tetapi tidak memasukkan variabel nilai kerja ke dalam model penelitiannya sebagaimana dilakukan dalam penelitian ini. Suatu perbedaan penting lainnya dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini menilai pengaruh nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan di lima bandara di Indonesia dan hal ini belum pernah dilakukan oleh para peneliti lainnya di Indonesia. 2.7 Kerangka Konseptual Penelitian Lingkungan merupakan suatu kombinasi dari berbagai elemen dimana terdapat jalinan hubungan yang sangat kompleks (complex interrelationships) yang membentuk suatu keadaan atau situasi (settings) dari sekitarnya (surroundings) dan kondisi kehidupan dari individu maupun masyarakatnya (society) sebagaimana apa adanya atau sebagaimana apa yang dirasakan olehnya. Lingkungan juga mencakup lingkungan yang dibangun (built environment), lingkungan alam (natural environment) dan segala sumberdaya alam (natural resources) termasuk udara, tanah dan air. Dalam hal ini termasuk juga tempat manusia bekerja (workplace). Setiap pembahasan mengenai
lingkungan ada keterkaitan
antara
lingkungan fisik yaitu bandara (built environment), lingkungan alami yaitu tanah, air dan udara disekitar dimana bandara itu berdiri (natural environment), dan lingkungan sosial atau lingkungan manusia di bandara sendiri (social and human environment). Lingkungan sosial mencakup bagian yang berada di dalam organisasi yang meliputi suasana atau keadaan dari mereka yang bekerja di dalam organisasi bandara (internal climate of organizational environment). Umumnya mereka memberi pelayanan pada mereka yang mengunjungi bandara untuk
48 berbagai ragam tujuannya. Lingkungan sosial (manusia) bisa juga meliputi lingkungan dari mereka yang berada di bandara akan tetapi tidak bekerja di dalam bandara, yakni orang-orang yang memakai fasilitas bandara dan terutama mereka yang dilayani pekerja di dalam bandara. Reaksi dari mereka yang berada di lingkungan luar organisasi - yaitu lingkungan sosial dan lingkungan buatan serta lingkungan alaminya - memberikan gambaran yang nyata sebagai hasil kerja dari mereka yang berada di lingkungan dalam organisasi. Lingkungan luar mencerminkan harapan dari mereka yang dilayani terhadap mereka yang melayaninya. Hal ini merupakan konsep ideal, sementara dalam realita bisa saja berbeda, bergantung pada kesadaran dan kemampuan manusia untuk melihat lingkungan itu sendiri serta pembagian kekuasaan administrasi antara lingkungan dalam dan buatan dan lingkungan alaminya yang bisa saja berbeda tanggung jawabnya masing-masing. Lingkungan dalam adalah lingkungan di dalam perusahaan yaitu para pimpinan, staf dan karyawannya lingkungan dalam sosialnya (internal social environment). Lingkaran ini adalah lingkungan manusia yang hidup dan bekerja di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan (built environment – nya) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di lingkungan alaminya (natural environment). Dalam berbagai kenyataan lain yang dimaksud dengan lingkungan meliputi bukan saja unsur manusia dan berbagai aspek fisik maupun sosialnya. Lingkungan bandara mencakup pula berbagai organisasi dan sub-organiasi maupun extra-organisasi yaitu berbagai organisasi yang lain selain organisasi perusahaan PT Angkasa Pura I yang berada di dalam bandara. Dalam hal ini karena banyaknya organisasi penerbangan, restoran, toko-toko juga di dalamnya terdapat lingkungan sosial yaitu lingkungan manusia yang bekerja di sekitar daerah bandara akan tetapi tidak termasuk mereka yang bekerja di dalam bandara itu sendiri seperti kendaraan roda empat dengan pengemudinya, dan sebagainya. Secara ekologis, lingkungan sosial tidak bisa dipisahkan dari lingkungan buatan dan lingkungan alaminya. Dalam penelitian ini, lebih ditekankan pada aspek nilai kerja yang berpengaruh pada lingkungan sosial terkait dengan lingkungan fisiknya maupun lingkungan alaminya, langsung maupun tidak
49 langsung. Ketiga aspek lingkungan, yaitu lingkungan dalam (sosial maupun buatan) dan lingkungan luarnya (termasuk lingkungan sosial, lingkungan buatan maupun lingkungan alaminya) menjadi satu kesatuan dalam suatu sistem nilai kerja yang membentuk ketiga unsur lingkungan itu. Penelitian lingkungan saat ini umumnya terpusat pada berbagai kerusakan yang terjadi dan bagaimana kerusakan diperbaiki, sedangkan perhatian terhadap manusia baik sebagai subjek maupun objek untuk mencegah terjadinya kerusakan pada lingkungan masih kurang memadai, bahkan dalam skala yang paling kecil pun, misalnya dalam rakyat kecil seperti memelihara ikan, seringkali sulit untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Selain hal tersebut, “local wisdom” pun ada indikasi sudah mulai memudar. Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah nilai kerja dan pengaruhnya terhadap lingkungan bandara. Kualitas pelayanan akan mempengaruhi dan sekaligus mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan di luar bandara dibawah PT Angkasa Pura I atau dimanapun yang membutuhkan pelayanan. Oleh karena itu, perlu untuk mencari nilai kerja apa saja yang mempengaruhi unsur pemeliharaan serta perbaikan lingkungan. Nilai apa yang sebaiknya ditumbuhkan di dalam perusahaan agar ada, dan diimplementasikan di lingkungan dan dapat diterima baik pula oleh yang berada di lingkungan maupun di luar dari perusahaan tersebut. Dengan demikian, kepedulian adalah hasil dari suatu sistem nilai kerja yang berwujud pada perilaku. Sebagai suatu kepedulian, nilai kerja yang nanti didapat tidak mungkin berdiri sendiri. Nilai kerja tersebut seharusnya terkait dengan kumpulan nilai-nilai lainnya (clusters of other values) yang merupakan nilai yang membentuk perilaku yang sebenarnya, sehingga perlu mendapat perhatian dari setiap orang yang bekerja atau yang berada di sekitar kantor PT Angkasa Pura I. Lingkungan dalam tulisan ini merupakan sumber lahirnya pemikiran awal, sebagaimana juga tujuan akhir dari proses organisasi di bandara dalam lingkup PT. Angkasa Pura I. Pemikiran awal juga bermula dari pertanyaan bagaimana pelayanan yang diterima oleh mereka yang berada di lingkungan luar organisasi. Tujuan akhir kajian lingkungan disini adalah pelaksanaan pelayanan yang diberikan dari organisasi kepada pemakai jasa bandara atau dengan kata lain yang
50 berada di lingkungan luar bandara dan sebaliknya pelayanan dari staf maupun pekerja tersebut sebagai darma bakti untuk memenuhi kepuasan pada pengguna bandara. Adapun yang dimaksud dengan kepedulian terhadap lingkungan adalah agar pengguna bandara terpenuhi kepuasannya dan alam sekitar menjadi terpelihara (semakin asri) karena adanya kepedulian dari anggota organisasi. Nilai kerja berada dalam seluruh alur struktur berfikir ini. Kerangka konseptual penelitian ini disajikan dalam pada Gambar 8.
Gambar 8. Kerangka Konseptual Penelitian 2.8 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih dan dikemukakan dalam kalimat pernyataan. Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teoritis, dan kajian penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran konseptual yang telah dirumuskan
51 sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu: H01 :
Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dengan kepedulian lingkungan dalam bandara.
HA1 :
Faktor-faktor nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dengan kepedulian lingkungan dalam bandara.
H02 :
Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dengan kepedulian lingkungan luar bandara.
HA2 :
Faktor-faktor nilai kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dengan kepedulian lingkungan luar bandara.
2.9 Definisi Konseptual Penelitian Definisi operasional penelitian adalah aspek penelitian yang memberikan informasi tentang cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan. Dengan kata lain, konsep-konsep yang berupa konstruk diubah dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Dalam penelitian ini, definisi operasional dari setiap variabel yang diukur diuraikan satu persatu, sehingga hal ini akan membantu memperjelas aspek-aspek yang diukur dan membantu dalam penyusunan kuesioner penelitian. Variabel pertama yang diukur adalah nilai kerja. Nilai kerja dalam penelitian ini merupakan nilai yang memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku kerja yang sebaiknya ditumbuhkan, diimplementasikan, dan dapat diterima baik oleh orang-orang yang berada di lingkungan dalam dan luar bandara. Pengukuran nilai kerja dalam penelitian ini menggunakan indikator-indikator yang berasal dari berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Definisi dari indikator-indikator nilai kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
52 Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi Kepedulian lingkungan Sikap mengindahkan untuk memelihara keadaan 1 di luar perusahaan di lingkungan luar bandara. Ksatria/Sportif Sifat pemberani dan jujur dalam pekerjaan. 2 Kepedulian adat istiadat Sikap mengindahkan terhadap kebiasaan tata 3 setempat krama tradisional setempat. Kebersihan Suatu keadaan dimana segala sesuatu dapat 4 dikatakan bersih dari segala kotoran dan sampah. Solidaritas Sifat satu rasa atau senasib yang dirasakan 5 dalam bekerja di perusahaan. Penilaian diri secara teliti Kemampuan mengetahui kekuatan dan 6 keterbatasan yang dimiliki dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Keikhlasan Ketulusan hati dalam melaksanakan pekerjaan. 7 Rajin Suka, getol, sungguh-sungguh, dan berusaha 8 giat dalam bekerja di perusahaan. Loyalitas Kesetiaan atau keteguhan hati, ketaatan, dan 9 kepatuhan terhadap perusahaan. Kemampuan mengurus, memerintah, menguasai 10 Kekuasaan orang atau golongan berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma, atau kekuatan fisik di perusahaan. Keadaan atau hal yang menggambarkan 11 Keakraban kedekatan dalam bekerja di perusahaan. Keadaan emosional yang menyenangkan dari 12 Puas Bekerja para karyawan dalam memandang pekerjaan mereka. Mempunyai pandangan yang mendasari pikiran, 13 Berorientasi pelayanan perhatian dalam usaha membantu, menyiapkan, meladeni, mengurus secara langsung atau tidak langsung kebutuhan semua pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan serta memikirkan cara melayani kebutuhan semua pihak yang terkait tersebut agar dapat terpenuhi demi perkembangan perusahaan. Keberanian untuk mengambil tindakan dalam 14 Mengambil resiko bekerja dengan konsekuensi resiko yang diterima apabila tindakan tersebut tidak menguntungkan dirinya dan perusahaan. Kesungguhan dalam bekerja di perusahaan. 15 Ketekunan Sikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih16 Kebersahajaan lebihan bersikap dan berperilaku dalam bekerja di perusahaan. Sikap mengindahkan untuk memelihara keadaan 17 Kepedulian lingkungan di dalam perusahaan di lingkungan dalam bandara.
53 Lanjutan Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi Melakukan sesuatu pekerjaan dengan sikap 18 Bekerja dengan kepemimpinan kepemimpinan. Keapikan, kebersihan, keberesan, dan ketertiban 19 Kerapihan bekerja di lingkungan bandara. Memiliki pandangan, wawasan ke depan untuk 20 Mencapai visi perusahaan mengembangkan perusahaan agar mencapai harapan yang diinginkan perusahaan. Tanggapan hati untuk bersatu melakukan 21 Rasa kebersamaan kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tanggungan untuk memaksakan orang menepati 22 Sanksi/Hukuman perjanjian atau menaati ketentuan dalam perusahaan. Kebersihan Suatu keadaan dimana segala sesuatu dapat 23 dikatakan bersih dari segala kotoran dan sampah. Mendatangkan keuntungan, nilai tambah secara 24 Menghasilkan laba langsung atau tidak langsung dari penjualan produk atau kegiatan usaha bagi perusahaan. 25 Kepedulian adat istiadat Sikap mengindahkan terhadap kebiasaan tata setempat krama tradisional setempat. Kegiatan dalam bekerja yang dilakukan dengan 26 Kerja keras sungguh-sungguh untuk perusahaan. Memakai, menggunakan piranti lunak untuk 27 Mempergunakan MS Access menyimpan, mengolah, mengkaji data atau informasi dalam pekerjaan di perusahaan. Menyiapkan atau mempersiapkan hal-hal yang 28 Menyediakan keperluan orang lain diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Melakukan seuatu pekerjaan dengan kualitas 29 Bekerja dengan mutu kerja yang tinggi yang baik, sesuai dengan standar perusahaan. Sumber tenaga dan semangat untuk melakukan 30 Jiwa dagang pekerjaan secara langsung atau tidak langsung yang berhubungan dengan menjual atau membeli barang untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Perasaan senang, lega, dan gembira karena 31 Kepuasan terhadap gaji sudah terpenuhi hasrat hatinya dalam menuntaskan segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan menerima imbalan uang yang diterima secara teratur. Kemantapan hati untuk melindungi dan 32 Keberanian membela kebenaran mempertahankan sesuatu di dalam pekerjaan perusahaan sebagaimana seharusnya.
54 Lanjutan Tabel 2. Indikator Nilai Kerja dan Definisinya No. Indikator Nilai Kerja Definisi Mempunyai pandangan yang mendasari pikiran, 33 Berorientasi pelayanan perhatian dalam usaha membantu, menyiapkan, meladeni, mengurus secara langsung atau tidak langsung kebutuhan semua pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan serta memikirkan cara melayani kebutuhan semua pihak yang terkait tersebut agar dapat terpenuhi demi perkembangan perusahaan. Kenyamanan Keadaan segar, sejuk, dan mengenakkan di 34 lingkungan kerja perusahaan. Sikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih35 Kebersahajaan lebihan bersikap dan berperilaku dalam bekerja di perusahaan. Upaya, ikhtiar, prakarsa, atau tindakan mula36 Inisiatif/Memanfaatkan kesempatan mula yang dimunculkan oleh seseorang terhadap pekerjaan untuk kepentingan perusahaan. Keluwesan atau kemampuan membawakan diri 37 Penyesuaian diri dalam menghadapi perubahan di lingkungan pekerjaan. Variabel kedua yang diukur adalah kepedulian lingkungan. Kepedulian lingkungan dalam penelitian ini adalah sikap dan tindakan sekelompok orang yang berbudaya yang saling menghiraukan atau mengindahkan lingkungan sekitar bandara, baik lingkungan dalam maupun luar bandara. Lingkungan dalam bandara adalah lingkungan di dalam perusahaan, yaitu para pimpinan, staf dan karyawannya, dan lingkungan dalam sosialnya (internal social environment). Dengan kalimat lain, lingkungan dalam bandara adalah lingkungan manusia yang hidup dan bekerja di PT Angkasa Pura I dan yang bekerja di lingkungan buatan (built environment) yaitu pada bangunan yang ada di bandara yang terletak di lingkungan alami (natural environment). Sementara lingkungan luar bandara adalah lingkungan manusia yang bukan karyawan, tetapi terkait dengan bandara, dimana mereka berada di lingkungan luar bandara karena keperluan atau kebutuhannya. Lingkungan luar juga meliputi lingkungan sosial yaitu mereka yang dilayani, tetapi tidak bekerja di organisasi.
55
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lima bandara di Indonesia, yaitu bandara Juanda di Surabaya, bandara Hasanuddin di Makasar, bandara Pattimura di Ambon, bandara Ngurah Rai di Denpasar, dan bandara Sepinggan di Balikpapan. Pemilihan kelima bandara tersebut dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelima bandara tersebut terletak di pulau-pulau besar dan kecil di Indonesia yaitu Pulau Jawa, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Pulau Bali, dan Kalimantan. Selain itu, kelima bandara tersebut mewakili kota besar dan kecil di Indonesia. Alasan lainnya yaitu kelima bandara tersebut ditangani oleh PT. (Persero) Angkasa Pura I. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada Juli sampai dengan Desember 2008. 3.2. Desain, Sumber Data, dan Sampel Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei dengan pendekatan deskriptif kuantitatif untuk memperoleh gambaran, informasi, penjelasan, dan kondisi terkini yang berkaitan dengan nilai kerja dan kepedulian lingkungan pegawai bandara. Selain itu, desain ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh yang signifikan dari faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan dalam dan luar bandara. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil pengisian kuesioner oleh responden dan hasil wawancara langsung terhadap pegawai bandara. Wawancara langsung dilakukan dengan menggunakan bantuan kuesioner terstruktur. Sementara data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari PT. (Persero) Angkasa Pura I, pihak manajemen bandara, literatur yang bersumber dari buku-buku, laporan-laporan, jurnal ilmiah, dan sumber-sumber lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian. Sampel adalah seleksi dari populasi yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang populasi tersebut. Populasi adalah keseluruhan unit yang di dalamnya terdapat informasi yang ingin diketahui (Parasuraman, 1991). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai/karyawan yang bekerja di lingkungan bandara dan stakeholders yang terkait dengan lingkungan bandara.
56 Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience proportional sampling, artinya responden yang disurvei bersedia dan merasa nyaman untuk mengisi kuesioner penelitian. Jumlah responden yang disurvei di tiap-tiap bandara adalah 110 responden, sehingga jumlah keseluruhan responden di lima bandara adalah 550 responden dengan klasifikasi seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden yang Diambil dari Masing-Masing Bandara Responden
Bali
Surabaya
Makasar
Balikpapan
Ambon
Total
Pimpinan
5
5
5
5
5
25
Staf
15
15
15
15
15
75
Karyawan
25
25
25
25
25
125
Pemakai jasa
55
55
55
55
55
275
Pemerintah daerah
10
10
10
10
10
50
Total
110
110
110
110
110
550
3.3. Teknik Analisis Data Untuk mencapai tujuan penelitian, berbagai data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan beberapa metode. Metode analisis persepsi dengan teknik rentang kriteria digunakan untuk memperoleh deskripsi ringkas tentang responden. Teknik analisis regresi berganda digunakan untuk menjelaskan keterkaitan faktor-faktor nilai kerja dengan kepedulian lingkungan. Teknik Focus Group Discussion (FGD) digunakan untuk menganalisis kebutuhan stakeholders terhadap kepedulian lingkungan bandara. Teknik analisis prospektif dilakukan untuk menentukan faktor kunci kinerja lingkungan bandara. Secara ringkas, masing-masing metode tersebut dijelaskan berikut ini. 3.3.1 Analisis Persepsi dengan Teknik Rentang Kriteria Perolehan data primer dari penelitian (persepsi responden) tergolong ke dalam data kualitatif yang tidak memiliki nilai nominal, sehingga dibutuhkan proses pengkuantitatifan data yang berasal dari data kualitatif. Hal ini dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert yang banyak digunakan dalam riset-riset pemasaran, Sumber Daya Manusia (SDM), dan lain sebagainya yang menggunakan metode survei untuk mengukur
57 persepsi responden (Istijanto, 2005). Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima pilihan sikap alternatif, sebagaimana tertera dalam Tabel 4. Tabel 4. Skala Likert Pendapat Responden Pendapat Responden Sangat Tidak Setuju (STS) Tidak Setuju (TS) Netral (N) Setuju (S) Sangat Setuju (SS)
Skor Skala Likert 1 2 3 4 5
Penggunaan skala Likert sebanyak lima pilihan alternatif atau berjumlah ganjil dimaksudkan agar dapat menampung kategori yang netral. Sedangkan alasan menggunakan lima pilihan alternatif bukan tujuh, sembilan, atau seterusnya dikarenakan penggunaan kategori yang terlalu banyak sering membingungkan responden, sebab perbedaan tiap kategori menjadi sedemikian tipis, sehingga membingungkan responden dalam menentukan pilihan (Istijanto, 2005). Analisis rataan skor digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkatan persepsi responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan peneliti kepada responden. Persepsi merupakan proses di mana seseorang memberikan arti pada lingkungan. Hal tersebut melibatkan pengorganisasian dan penerjemahan berbagai stimulus menjadi suatu pengalaman psikologis (Ivancevich et al. 2006). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis rataan skor adalah sebagai berikut (Umar, 2005): a. Mengelompokkan/Memberi Bobot Jawaban Kuesioner yang terkumpul dikelompokkan sesuai pilihan jawaban dan kemudian diberi bobot nilai, yakni : Bobot 1
= STS (Sangat Tidak Setuju)
Bobot 2
= TS (Tidak Setuju)
Bobot 3
= CS (Cukup Setuju)
Bobot 4
= S (Setuju)
Bobot 5
= SS (Sangat Setuju)
58 b. Menghitung Skor Setelah jawaban dikelompokkan, selanjutnya setiap skor komponen variabel dihitung dengan mengalikan jumlah frekuensi dari masing-masing komponen variabel dengan bobot tersebut di atas. c. Menentukan Rataan Skor Hasil perhitungan skor tersebut kemudian masing-masing dibagi dengan jumlah responden. d. Memberi Penilaian. Langkah berikutnya adalah memberi penilaian terhadap tiap kriteria yang dinilai dalam kuesioner sehingga dapat diperoleh kesimpulan bagaimana tanggapan responden terhadap variabel-variabel yang diteliti. Untuk menentukan nilai dari objek yang diteliti maka digunakan rumus sebagai berikut: RK =
m − n …………………………..(1) K
Keterangan : RK = Rentang Kriteria m = Skala jawaban terbesar n
= Skala jawaban terkecil
K = Jumlah kelas Berdasarkan rumus di atas, maka dapat diperoleh rentang kriteria sebagai berikut: RK =
(5 − 1) = 0,8 .......................................(2) 5
sehingga dapat disusun penilaian persepsi variabel nilai kerja dan kepedulian lingkungan bandara seperti pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Penilaian Persepsi Variabel Nilai Kerja Indeks Penilaian 1,00 – 1,80 1,81 – 2,60 2,61 – 3,40 3,41 – 4,20 4,21 – 5,00
Kriteria Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
Persepsi Kondisi nilai kerja di bandara tidak baik. Kondisi nilai kerja di bandara kurang baik. Kondisi nilai kerja di bandara cukup baik. Kondisi nilai kerja di bandara baik. Kondisi nilai kerja di bandara sangat baik.
59 Tabel 6. Penilaian Persepsi Variabel Kepedulian Lingkungan Indeks Penilaian 1,00 – 1,80 1,81 – 2,60 2,61 – 3,40 3,41 – 4,20 4,21 – 5,00
Kriteria Sangat Rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
Persepsi Kondisi kepedulian lingkungan sangat rendah Kondisi kepedulian lingkungan rendah Kondisi kepedulian lingkungan cukup tinggi Kondisi kepedulian lingkungan tinggi Kondisi kepedulian lingkungan sangat tinggi
3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh indikator-indikator nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan bandara, baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar bandara. Analisis regresi merupakan alat statistika untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan peubah lainnya, atau satu peubah dengan beberapa peubah lainnya. Analisis regresi memiliki dua pengertian, yakni merupakan pencarian tempat kedudukan atau lokasi dari rataan Y untuk berbagai nilai X, serta usaha untuk mengepas suatu kurva terhadap sekumpulan data.
Dalam analisis regresi terdapat dua jenis
peubah/variabel (Draper dan Smith, 1992), yaitu:
Peubah peramal (predictor variable) disebut juga peubah bebas (independent variable), yaitu peubah yang tidak dipengaruhi oleh peubah lainnya yang nilainya dapat ditentukan atau diatur dan dinotasikan dengan X.
Peubah respon (response variable) disebut juga peubah tidak bebas (dependent variable), yaitu peubah yang nilainya dipengaruhi oleh peubah lainnya dan dinotasikan dengan Y. Model regresi di mana hubungan antara X dan Y dinyatakan dalam fungsi linier/ordo 1 dan banyaknya peubah penjelas/bebas lebih dari satu disebut regresi linier berganda.
Model regresi linier berganda dengan nilai peubah yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Y = β0 + β1X1 + β2X2 + … + βkXk + ε Keterangan : Y
= nilai kepedulian lingkungan bandara
Xi
= variabel nilai kerja ke-i yang diamati
β0
= Intercept = constant
βk
= Slope β1 sampai dengan βk
60 ε
= sisaan/galat/error Pengujian
parameter
regresi
linier
berganda
dilakukan
dengan
menggunakan Uji-t. Uji -t dimaksudkan untuk menguji pengaruh setiap peubah penjelas secara satu per satu terhadap peubah responnya. Hipotesis yang diujikan antara lain : -
H0 : βi = 0 → nilai kerja ke-i (xi) berpengaruh nyata terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier H1 : βi≠ 0 → nilai kerja ke-i (xi) tidak berpengaruh nyata terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier Tolak H0 jika t < -tn-2,α/2 atau t > tn-2,α/2 atau jika P-value < taraf signifikansi yang ditentukan (α).
-
H0 : βi ≥ 0 → nilai kerja ke-i (xi) berpengaruh nyata terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier dan hubungannya negatif H1 : βi < 0 → nilai kerja ke-i (xi) tidak berpengaruh negatif terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier Tolak H0 jika t < -tn-2,α/2 atau jika P-value < taraf signifikansi yang ditentukan (α).
-
H0 : βi ≤ 0 → nilai kerja ke-i (xi) berpengaruh nyata terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier dan hubungannya positif H1 : βi > 0 → nilai kerja ke-i (xi) tidak berpengaruh positif terhadap kepedulian lingkungan di bandara secara linier Tolak H0 jika t > tn-2,α/2
,
atau jika P-value < taraf signifikansi yang
ditentukan (α). Dimana rumus statistik uji sebagai berikut : , dengan derajat bebas = n-k-1 Selanjutnya dilakukan uji-F. Informasi-informasi yang dapat diperoleh melalui uji-F antara lain : peubah-peubah penjelas yang ada dalam model berpengaruh secara serempak terhadap respon atau tidak, penambahan satu peubah penjelas ke dalam model setelah peubah penjelas lainnya ada dalam model berpengaruh nyata atau tidak terhadap respon, penambahan sekelompok peubah
61 penjelas ke dalam model setelah peubah penjelas lainnya ada dalam model berpengaruh nyata atau tidak terhadap respon. Hipotesis yang diujikan: H0 : β1 = β2 = …= βk = 0 (Peubah respon tidak mempunyai hubungan linier dengan peubah penjelas ke- 1 sampai dengan ke- k). H1 : minimal ada satu βj ≠ 0, j=1,2,…,k (Peubah respon mempunyai hubungan linier dengan minimal satu peubah penjelas ke- 1 sampai dengan ke- k). Statistik Uji :
Keterangan : KTR : Kuadrat Tengah Regresi KTG : Kuadrat Tengah Sisaan Kaidah Pengambilan Keputusan : Tolak H0 jika Fhit > Fk,n-k-1,α atau jika P-value < taraf signifikansi yang ditentukan (α). Selanjutnya menentukan nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi (R2) mengukur proporsi keragaman atau variasi total di sekitar nilai tengah yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Secara grafis, koefisien determinasi mengukur jauh/dekatnya titik pengamatan terhadap garis regresi. atau Keterangan : Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. R2 = 1 : menyatakan kecocokan sempurna. R2 = 0 : menyatakan tidak ada hubungan antara variabel tak bebas Y dengan variabel bebas X.
3.3.3 Analisis Kebutuhan Stakeholders Kebutuhan stakeholders di masa mendatang dikaji secara mendalam. Kajian dimulai dengan identifikasi untuk menentukan stakeholders yang terkait dengan lingkungan bandara. Teknik identifikasi yang digunakan adalah teknik
62 snowball yakni identifikasi stakeholders oleh stakeholders lainnya. Stakeholders yang diidentifikasi mulai dari tingkat nasional, regional, dan lokal. Masingmasing stakeholders yang terpilih menyatakan kebutuhannya di masa mendatang dalam kaitan dengan kualitas lingkungan bandara. Teknik yang digunakan untuk merumuskan kebutuhan stakeholders adalah wawancara
mendalam
terhadap
semua
stakeholders
terpilih.
Kemudian
merumuskan faktor kunci pemenuhan stakeholders melalui wawancara dengan stakeholders kunci dengan teknik FGD. FGD adalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (1988) didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Metode FGD termasuk metode kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dan lain sebagainya) FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-and-how-many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dan lain sebagainya). FGD dan metode kualitatif lainnya sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan “to generate theories and explanations” (Morgan and Kruger, 1993). Dalam analisis kebutuhan, hal pertama yang dilakukan adalah menentukan stakeholders yang terkait dengan kualitas lingkungan bandara. Sistem yang digunakan adalah mengidentifikasi stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingan dalam bandara. Identifikasi stakeholders yang terlibat dalam sistem kualitas lingkungan bandara pada dimensi kebijakan publik adalah pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat dimana setiap stakeholders
mengidentifikasi
stakeholders
lainnya.
Hasil
identifikasi
stakeholders disajikan pada matriks stakeholders yang memuat kategori stakeholders dengan masing-masing kepentingan. Selanjutnya dilakukan wawancara mendalam kepada stakeholders yang telah teridentifikasi mengenai kebutuhan dalam kaitan dengan kualitas lingkungan bandara. Selain itu dikaji pula pandangan setiap stakeholders tentang kebutuhan stakeholders lainnya sehingga dapat terakomodasi semua kebutuhan stakeholders. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dirumuskan faktor-faktor kunci pemenuhan kebutuhan stakeholders secara partisipatif. Pertanyaan yang diajukan difokuskan
63 pada faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kebutuhan stakeholders dalam kerangka peningkatan kepedulian terhadap lingkungan bandara secara berkelanjutan.
3.3.4 Analisis Prospektif Analisis prospektif merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa depan. Dari analisis ini akan diperoleh informasi mengenai faktor kunci yang berperan dalam sistem berdasarkan faktor kunci yang terlibat dalam sistem. Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut penting, dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai stakeholders pengembangan PT. Angkasa Pura I. Pendapat tersebut diperoleh melalui bantuan kuesioner dengan wawancara (indepth interview) di wilayah studi (Trayer, 2000). Bourgeois (2004) menjelaskan tahapan analisis prospektif yaitu: (1) mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor variabel, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing- masing faktor ke dalam 4 kuadran utama; (2) menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama; dan (3) mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi cara elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Penentuan faktor kunci kinerja lingkungan PT. Angkasa Pura I dilakukan dengan analisis prospektif. Pada tahap ini dilakukan pada seluruh faktor penting dengan menggunakan faktor kunci berdasarkan hasil analisis sebelumnya. Data yang digunakan dalam analisis prospektif adalah pendapat pakar dan stakeholders yang terlibat dengan peningkatan kinerja lingkungan PT. Angkasa Pura I. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara secara langsung serta melalui diskusi.
64 Analisis prospektif dilaksanakan dengan metode kuesioner melalui tahapan sebagai berikut: menjelaskan tujuan studi; identifikasi faktor-faktor; dan analisis pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Analisis pengaruh dan ketergantungan
seluruh
faktor
melihat
pengaruh
timbal
balik
dengan
menggunakan matriks dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor pada empat kuadran utama. Tingkat pengaruh dan
Pengaruh
ketergantungan antar faktor di dalam sistem disajikan pada Gambar 9.
Kuadran I Faktor penentu INPUT
Kuadran II Faktor penghubung STAKES
Kuadran IV Faktor bebas UNUSED
Kuadran III Faktor terikat OUTPUT
Ketergantungan
Sumber: Godet et al.,1999
Gambar 9.
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem
Pada tahap pertama analisis prospektif untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem dilakukan menggunakan matriks. Pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor diisi dengan teknik sebagai berikut: 1. Apakah faktor tidak mempunyai pengaruh terhadap faktor lain? Jika jawabannya ya, maka diberi skor 0. 2. Jika jawabannya tidak, maka dilanjutkan ke pertanyaan berikut: Apakah pengaruhnya sangat kuat? Jika jawabannya ya diberi skor 3. 3. Jika jawabannya tidak, maka dilanjutkan dengan pertanyaan apakah pengaruhnya kecil? jika jawabannya ya diberi skor 1, jika jawabannya tidak, diberi skor 2. Hasil analisis tersebut selanjutnya dikonfirmasi kepada semua stakeholders terkait. Hal ini dilakukan untuk memperkuat hasil analisis. Selain itu, hasil kajian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh manajemen PT. Angkasa Pura I dan
65 pihak manajemen bandara. Tahapan penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 10.
Kondisi Lingkungan Bandara Analisis Regresi dan Korelasi
Identifikasi Faktor Kualitas Lingkungan
Tahap 1
Dokumentasi
Faktor Penentu Kualitas Lingkungan Tahap 2
Wawancara dan pustaka
Analisis Prospektif
Analisis Kebutuhan Stakeholders Focus Group Discussion
Faktor Kunci Peningkatan Kinerja Lingkungan Focus Group Discussion
Tahap 3
Strategi Implementasi Focus Group Discussion
Gambar 10. Tahapan Penelitian
Tahap 4
66
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. PT. Angkasa Pura I PT. Angkasa Pura I merupakan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di sektor perhubungan yang bergerak di bidang pelayanan jasa kebandarudaraan sebagai pelopor perusahaan pelayanan jasa keselamatan penerbangan dan jasa kebandarudaraan yang bersifat komersial di Indonesia. PT. Angkasa Pura I yang berdiri pada tanggal 20 Februari 1964, awalnya mempunyai tugas pokok sebagai pengelola dan pengusahaan Bandar Udara Internasional Kemayoran, Jakarta, yang sejak 1985 kegiatan operasinya telah sepenuhnya dialihkan ke Bandar Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma. Saat ini PT. Angkasa Pura I mengelola 13 bandar udara utama di kawasan tengah dan kawasan timur Indonesia yaitu : Ngurah Rai di Bali, Juanda di Surabaya, Hasanudin di Makassar, Sepinggan di Balikpapan, Frans Kaisiepo di Biak, Sam Ratulangi di Manado, Adisumarmo di Surakarta, Adisutjipto di Yogyakarta, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Ahmad Yani di Semarang, Pattimura di Ambon, Selaparang di Lombok, dan El Tari di Kupang. Kawasan tengah dan timur Indonesia merupakan kawasan yang memiliki prospek untuk berbagai ragam kegiatan bisnis karena keindahan alam, keanekaragaman budaya, serta kekayaan sumber daya alamnya yang berlimpah. Industri pertambangan dan pengolahan sumber daya alam lainnya serta daerah tujuan wisata utama andalan Indonesia terletak di kawasan tersebut, seperti Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Toraja, Bunaken, Bandaneira, Dieng dan Yogyakarta. Bagi wilayah kepulauan yang besar dan luas seperti Kawasan Tengah dan Timur Indonesia dimana transportasi darat dan air masih relatif terbatas, transportasi udara dengan bandar udaranya memegang peranan teramat penting dalam mendukung mobilitas penumpang, barang dan jasa. Hal ini dapat diartikan sebagai peluang bagi bisnis jasa kebandarudaraan. 4.1.1. Kondisi PT. Angkasa Pura I Visi PT. Angkasa Pura I adalah menjadi perusahaan jasa kebandarudaraan yang dapat diandalkan di Kawasan Asia Pasifik. Untuk mencapai visi perusahaan
67
di atas, maka ditetapkan misi perusahaan sebagai berikut: (1) penyediaan jasa kebandarudaraan dan jasa navigasi penerbangan beserta pendukungnya; (2) penyediaan jasa konsultasi dan diklat yang berkaitan dengan bidang jasa kebandarudaraan; dan (3) pengusahaan jasa tersebut di atas adalah dalam rangka memupuk keuntungan agar kesinambungan perusahaan terus berlanjut. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perusahaan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut: 1) Penyediaan pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, parkir dan penyimpanan pesawat udara. 2) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos. 3) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, navigasi, listrik, air dan instalasi limbah buangan. 4) Penyediaan jasa pelayanan penerbangan. 5) Penyediaan / penyewaan lahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta gedung/bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara. 6) Penyediaan jasa pelayanan yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan yang meliputi penyediaan hanggar pesawat udara, perbengkelan pesawat udara, jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat, jasa pelayanan penumpang dan bagasi, jasa penanganan kargo, dan jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan. 7) Penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kebandarudaraan. 8) Penyediaan jasa pelayanan yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandara meliputi jasa penyediaan penginapan/hotel, jasa penyediaan toko dan restoran, jasa penempatan kendaraan bermotor, jasa perawatan pada umumnya dan jasa lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung pada kegiatan bandar udara. Disamping mengembangkan bisnis kebandarudaraan dan jasa navigasi penerbangan, PT. Angkasa Pura I juga memiliki kewajiban memberikan manfaat bagi lingkungannya sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), diwujudkan dalam bentuk program kemitraan dan
68
bina lingkungan. Program kemitraan adalah program untuk usaha mikro, usaha kecil dan koperasi yang bersifat keberlanjutan, mandiri dan berdaya saing melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong ekonomi masyarakat sekitar, mengurangi pengangguran, ikut mengatasi berbagai masalah sosial sekaligus untuk menciptakan ketenangan usaha bagi PT. Angkasa Pura I. Pada tahun 2006, perusahaan telah menyalurkan dana pinjaman lunak program kemitraan sebesar Rp 11,23 milyar yang terdiri dari Rp 10,39 milyar kepada 472 usaha kecil dan sebesar Rp 840 juta kepada koperasi. Selain itu juga menyalurkan dana hibah pembinaan program kemitraan sebesar Rp 2,72 milyar terdiri atas hibah pendidikan dan pelatihan usaha kecil sebesar Rp 670 juta serta hibah pameran sebesar Rp 2,05 milyar. Tujuan hibah diklat usaha kecil adalah memberikan bekal kepada mitra binaan secara teknis untuk mengelola usaha kecil dengan lebih baik dan berkelanjutan,
sedangkan
kegiatan
hibah
pameran
bertujuan
untuk
mempromosikan produk-produk unggulan sekaligus mitra binaan agar lebih dikenal oleh calon konsumen produk mitra binaan, termasuk kesempatan untuk mengikuti pameran luar negeri. Beberapa mitra binaan telah memanfaatkan kesempatan tersebut dengan harapan terjadinya transaksi dengan konsumen dan wisatawan mancanegara. Program bina lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, PT. Angkasa Pura I telah menyalurkan dana untuk bina lingkungan sebesar Rp 2,83 Milyar yang terdiri dari: 1.
Bantuan atas musibah gempa kepada masyarakat di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya sebesar Rp 300 juta serta bantuan bencana alam lainnya di beberapa propinsi sebesar Rp 265,2 juta.
2.
Bantuan pendidikan/pelatihan dalam bentuk beasiswa dan sarana penunjang belajar lainnya sebesar Rp 366,47 juta dan program peningkatan kesehatan masyarakat sebesar 59,5 juta.
69
3.
Program pengembangan prasarana dan sarana umum di lingkungan sekitar perusahaan sebesar Rp 893,8 juta serta bantuan sarana ibadah dalam bentuk kelengkapan fisik dan sarana penunjang ibadah sebesar Rp 946,67 juta. Pengelolaan lingkungan sebagai salah satu wujud penanganan dampak
terhadap lingkungan dilakukan melalui: 1.
Membuat Buffer Zone/Green Barrier di sekitar bandara
2.
Menerapkan Tata Ruang sekitar bandara dengan mempertimbangkan BatasBatas Kawasan Kebisingan (BKK) dan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP)
3.
Mengolah air limbah di IPAL sebelum dibuang ke badan sungai
4.
Saluran drainase dan saluran air limbah dilengkapi dengan kolam sedimentasi
5.
Pengendalian tata guna tanah dan lahan sesuai RTRW
6.
Pengendalian dan pengawasan peruntukkan tanah di sekitar bandara sesuai dengan KKOP dan BKK
7.
Pengelolaan limbah padat dikumpul di TPS dan selanjutnya dibuang di TPA Manggar.
4.1.2. Sumber Daya Manusia Komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi pengguna jasa, pemegang saham dan berbagai pihak terkait, tercemin pada tekad manajemen dalam memenuhi tuntutan standar yang tinggi dalam pengelolaan bandar udara melalui ketersediaan SDM yang berkompeten. Di samping jumlah yang cukup, orientasi ke depan lebih menitikberatkan pada peningkatan kualitas SDM. Konsekuensinya, selama kurun waktu empat tahun terakhir terlihat adanya minus growth pada jumlah SDM perusahaan (Tabel 7). Upaya peningkatan kualitas dan pemenuhan kompetensi dilaksanakan melalui penyelenggaraan pendidikan dan latihan, baik di dalam maupun luar negeri. Dalam rangka untuk menjaga motivasi, performansi dan produktivitas pegawai PT. Angkasa Pura I telah menerapkan pola pembinaan SDM berdasarkan sistem prestasi (merit) dengan menekankan pada terwujudnya suasana hubungan industrial yang harmonis.
70
Tabel 7. Jumlah pegawai PT. Angkasa Pura I tahun 2000-2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lokasi
2000 388 881 0 522 481 313 193 208 218 156 180
Kantor Pusat Ngurah Rai Polonia Juanda Hasanudin Sepinggan Frans Kaisiepo Adi Sutjipto Sam Ratulangi Adi Sumarmo Syamsudin Noor 12 Achmad Yani 176 13 Selaparang 143 14 Pattimura 138 15 El Tari 155 Total 4.152 Sumber: Profil Angkasa Pura I (2006)
2001 386 879 0 524 475 311 186 211 219 156 177
Tahun 2002 381 877 0 505 457 302 172 217 216 147 174
2003 361 851 0 493 450 297 167 221 215 140 169
2004 359 864 0 510 474 304 168 225 215 139 173
179 143 130 151 4.127
173 141 128 146 4.036
168 138 123 144 3.937
170 124 140 144 4.009
4.2. Keadaan Umum Bandara Apabila wisatawan melakukan perjalanan udara ke Kawasan Tengah dan Timur Indonesia, kemungkinan besar seorang penumpang akan mengunjungi salah satu di antara 13 bandar udara dalam lingkup PT. Angkasa Pura I. Bandar udara yang menjadi tujuan wisatawan antara lain: Ngurah Rai di Bali, Juanda di Surabaya, Hasanudin di Makassar, Sepinggan di Balikpapan, Frans Kaisiepo di Biak, Sam Ratulangi di Manado, Adisumarmo di Surakarta, Adisutjipto di Yogyakarta, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Ahmad Yani di Semarang, Pattimura di Ambon, Selaparang di Lombok, dan El Tari di Kupang. Letak bandar udara yang berada di bawah naungan PT. Angkasa Pura I memiliki posisi strategis di bibir Pasifik, di antara daerah-daerah tujuan wisata utama Indonesia, dan pusat industri sumberdaya alam yang beragam, maka bandar udara tersebut akan tumbuh dan berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan kawasan Asia – Pasifik sebagai pusat ekonomi dan industri dunia, terutama industri pariwisata. Adapun kondisi umum bandara-bandara yang dijadikan objek penelitian adalah dapat dijelaskan sebagai berikut.
71
4.2.1. Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali merupakan bandara andalan dari 13 bandara dalam pengelolaan PT. Angkasa Pura I yang terletak di Pulau Bali. Pada tahun 2002, Bandar Udara Ngurah Rai, Bali melayani 4,8 juta penumpang dan pada tahun 2003 bandara ini dianugerahi penghargaan “Pelayanan Prima” dari Departemen Perhubungan yang mencerminkan bahwa bandara ini telah mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pelanggannya. Bandara ini disiapkan untuk mengakomodasi 13 juta penumpang per tahun pada tahun 2020. Pertumbuhan jalur penerbangan antara Asia dan Pasifik menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yang mencapai puncaknya pada tahun 1997 (5,2 juta penumpang dan 57 ribu pergerakan pesawat). Sejak tragedi WTC tahun 2001 dan Bom Bali tahun 2002, pertumbuhan jalur penerbangan mengalami penurunan dan diharapkan akan pulih kembali pada tahun 2004. Lahan yang terletak di area selatan landasan pacu dapat dikembangkan dengan membangun lapangan golf, driving range atau fasilitas hangar. Bisnis properti yang lain seperti shopping center, gudang, kargo, hotel, restoran, dan bank dapat dibangun pada lahan Kuta yang luasnya lebih kurang 4 Ha dan berlokasi di Jalan Sunset Road yang diharapkan akan banyak dikunjungi oleh wisatawan. Secara garis besar deskripsi Bandara Internasional Ngurah Rai pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Deskripsi Keadaan Bandara Ngurah Rai Tahun 2004 No. Description International Domestic Local/Transit 1 Aircraft 19.276 37.132 2.411 Movement 2 Passangers 2.998.032 2.919.806 107.111 3 Baggage (Ton) 46.908 32.287 4 Cargo (Ton) 38.894 17.341 5 Mail (Ton) 154 464
Total 58.819 6.024.949 79.195 56.235 618
4.2.2. Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya Bandara Internasional Juanda terletak di Jawa Timur dan merupakan salah satu bandara andalan dari 13 bandara yang dikelola PT. Angkasa Pura I. Pada tahun 2002, bandara ini telah melayani 4,7 juta penumpang. Pada tahun 2003
72
Bandara Juanda memperoleh penghargaan dari Departemen Perhubungan berupa “Pelayanan Prima” dengan predikat memuaskan. Pertumbuhan jalur penerbangan Bandara Juanda dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan dan hal ini dapat dilihat pada tahun 2002 dimana bandara tersebut telah melayani 4,7 juta penumpang. Namun, akibat dari kurang kondusifnya iklim keamanan nasional dan pengaruh wabah SARS serta invasi Amerika ke Irak, pertumbuhan jalur penerbangan pada tahun 2001 mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2002, pertumbuhan jalur penerbangan di Bandara Juanda mulai meningkat kembali dan diharapkan pada tahun 2004 dapat pulih kembali. Bandar udara Juanda menyediakan lahan untuk usaha dilantai atas terminal
penumpang
yang
dapat
dikembangkan
menjadi
ruang
pertemuan/konferensi, CIP (Commercial Important Person), hotel transit, pusat informasi bisnis, area promosi, dan industri perdagangan. Adapun lahan-lahan yang tersedia di sekitar bandara dapat dimanfaatkan untuk gudang, business center dan rumah sakit internasional. Secara garis besar deskripsi Bandara Juanda pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Deskripsi Keadaan Bandara Juanda Tahun 2004 No. Description International Domestic Local/Transit 7.138 86.715 3.573 1 Aircraft Movement 2 Passangers 770.122 7.258.348 534.277 3 Baggage (Ton) 12.974 62.657 4 Cargo (Ton) 12.686 51.264 5 Mail (Ton) 6 1.361
Total 97.426 8.562.747 75.631 63.950 1.367
4.2.3. Bandar Udara Internasional Hasanuddin, Makasar Pada tahun 2005, MAATS (Makassar Advance Air Traffic Services) sebagai ATS Center mulai beroperasi penuh di Bandara Hasanuddin Makasar. MAATS berfungsi untuk mengelola wilayah udara mulai dari atas Pulau Kalimantan hingga Pulau Irian, sedangkan untuk wilayah barat dikelola oleh JAATS (Jakarta Advance Air Traffic Services). MAATS adalah suatu sistem yang memandu sistem lalu lintas penerbangan dimana sistem yang dipakai telah terkomputerisasi. Sistem ini menggunakan software buatan Thales ATM versi
73
terbaru, yaitu Erocat – X yang mampu memproses semua data penerbangan, melakukan kalkulasi, dan akhirnya disajikan di hadapan Controller melalui layar Radar Monitor dengan model Electronic Strips (paperless) yang dilengkapi dengan Human Machine Interface yang user friendly. MAATS juga dilengkapi dengan Automatic Weather Observation System (AWOS) yang mampu menampilkan kondisi cuaca terkini. Dengan informasi yang lebih cepat dan akurat, para controller akan lebih mudah dalam melakukan perencanaan dan manajemen lalu lintas pesawat, sehingga dapat memberikan efisiensi kenyamanan bagi para pilot. Pertumbuhan jalur penerbangan Bandara Hasanuddin mencapai puncaknya pada tahun 1997, dimana terdapat 1,5 juta penumpang dan 35 ribu pergerakan pesawat. Kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 tidak menunjukkan iklim yang kondusif, sehingga pertumbuhan jalur penerbangan mengalami penurunan secara signifikan. Tahun 2003 diharapkan menjadi titik balik peningkatan pertumbuhan jalur penerbangan. Bandara Hasanuddin melayani beberapa jalur penerbangan yang ada di Indonesia diantaranya menuju ke kawasan Indonesia bagian timur. Secara garis besar deskripsi Bandara Hasanuddin pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Deskripsi Keadaan Bandara Hasanuddin Tahun 2004 No. Description International Domestic Local/Transit 1 Aircraft 614 43.759 76 Movement 2 Passangers 69.343 2.514.936 859.144 3 Baggage (Ton) 1.872 30.200 31.072 4 Cargo (Ton) 922 26.780 5 Mail (Ton) 0 914
Total 44.449 3.443.423 32.072 27.702 914
Lahan di lingkungan bandara dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha gudang, hotel transit, dan lain-lain. Selain itu, lahan di Jalan MarosMakasar dapat dikembangkan
menjadi pusat perbelanjaan, SPBU dan
perkantoran. 4.2.4. Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan Bandara Sepinggan, Balikpapan merupakan bandara ke-4 terbesar dari 13 bandara yang dikelola PT. Angkasa Pura I. Posisi bandara yang strategis di
74
kawasan Indonesia Bagian Tengah diharapkan menjadi penghubung kawasan Indonesia Bagian Barat dengan kawasan Indonesia Bagian Timur. Posisi yang strategis dan didukung pula oleh potensi alam Kalimantan Timur yang menjadi daya tarik industri pariwisata, diharapkan akan dapat meramaikan Bandara Sepinggan. Sebagai salah satu bandara yang berada di kawasan Indonesia Tengah, perkembangan penerbanganan dan penumpang terjadi di Bandara Sepinggan terus meningkat sejak pasca krisis ekonomi. Dalam tahun 1999, Bandara Sepinggan telah melayani 25 ribu pergerakan pesawat dan 706 ribu pergerakan penumpang. Kenaikan tersebut berlanjut hingga tahun 2002 yaitu sebesar 33 ribu pergerakan pesawat
dan
1,3
juta
pergerakan
penumpang.
Peningkatan
tersebut
menggambarkan bahwa pemulihan krisis ekonomi untuk Kalimantan Timur relatif lebih cepat dari daerah lainnya. Lahan-lahan yang masih tersedia di sekitar bandara, dikembangkan hotel transit, business center, pusat informasi investasi, warehousing, meeting room, restoran, dan mini market. Pada lahan seluas 70.000 m2 sekitar pantai di selatan bandar udara dapat dikembangkan menjadi lapangan golf, cottages, pantai wisata dan lain-lain. Secara garis besar deskripsi Bandara Sepingan pada Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Deskripsi Keadaan Bandara Sepinggan Tahun 2004 No Description International Domestic Local/Transit 1 Aircraft 1.243 19.232 939 Movement 2 Passangers 41.703 2.129.239 31.717 3 Baggage (Ton) 339 14.770 4 Cargo (Ton) 642 9.440 5 Mail (Ton) 0 0
Total 21.414 2.202.659 15.109 10.082 0
4.2.5. Bandar Udara Internasional Pattimura, Ambon Bandara Pattimura, disela keindahan Teluk Ambon adalah salah satu pusat dinamika kehidupan di belahan Indonesia bagian Timur dan Kepulauan Maluku. Bandara Pattimura yang telah selesai dikembangkan pada tahun 2003 melalui program bantuan Asian Development Bank (ADB) menjadikan bandara tersebut
75
sebagai bandara tujuan wisata yang modern dan indah serta mempunyai prospek yang cukup cerah pasca kerusuhan. Pulihnya keamanan di Ambon pasca kerusuhan memberikan harapan bagi pertumbuhan jalur penerbangan di Bandara Pattimura seperti tahun-tahun sebelum terjadi kerusuhan. Keberadaan Bandara Pattimura memberikan peran yang cukup dominan bagi pembangunan perekonomian Ambon dan Maluku serta Indonesia secara keseluruhan. Sejalan dengan mulai kondusifnya keamanan di Ambon, pertumbuhan jalur penerbangan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pencapaian arus pergerakan pesawat pada tahun 2002 sebesar 2 ribu pergerakan pesawat serta 85 ribu pergerakan penumpang. Terminal penumpang yang baru selesai dibangun di Bandar Udara Pattimura dapat menyediakan ruangan untuk perkantoran, CIP room dan sebagainya. Di daerah Air Manis terdapat lahan seluas 18.500 m2 yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan bisnis pertanian. Secara garis besar deskripsi Bandara Pattimura pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Deskripsi Keadaan Bandara Pattimura Tahun 2004 No Description International Domestic Local/Transit 2 5.986 166 1 Aircraft Movement 2 Passangers 0 321.679 1.684 3 Baggage (Ton) 0 4.337 4 Cargo (Ton) 0 1.779 5 Mail (Ton) 0 33
Total 6.154 323.363 4.337 1.779 33
4.2.6 Sintesis Gambaran Umum Bandara Berdasarkan gambaran umum dari masing-masing bandara yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat bahwa terdapat keragaman atau variabilitas dari masing-masing bandara, mulai dari aircraft movement (pergerakan pesawat), passangers (penumpang), baggage (bagasi), cargo (muatan), sampai kepada mail (surat). Adanya keragaman tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ketersediaan pesawat dan jumlah rute penerbangan ke bandara tersebut, jumlah penumpang yang bepergian dari dan keluar daerah, jumlah barang/muatan yang dibawa oleh penumpang, dan lain sebagainya sehingga kesemua hal tersebut mempengaruhi tingkat kepadatan bandara.
76
Pada deskripsi keadaan masing-masing bandara dapat dilihat bahwa air movement (pergerakan pesawat) di masing-masing bandara menunjukkan nilai yang sangat berbeda. Pergerakan pesawat terbanyak terjadi pada bandara Juanda, Surabaya, dimana pada tahun 2004, jumlah pesawat yang datang dan pergi melalui bandara tersebut mencapai angka 97.426 pesawat, disusul oleh bandara Ngurah Rai, Bali, dan bandara Hasanudin, Makasar yang masing-masing mencapai angka 58.819 dan 44.449 pesawat. Sementara itu, dua bandara lainnya, yaitu Sepinggan, Balikpapan dan Pattimura, Ambon merupakan bandara yang paling kecil jumlah pergerakan pesawatnya dibandingkan dengan bandara lainnya dengan total pergerakan pesawat masing-masing 21.414 dan 4.154 pesawat. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa bandara Juanda merupakan bandara yang paling padat dibandingkan dengan empat bandara lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya penumpang domestik yang bepergian melalui bandara ini, disamping terdapat pula jumlah pesawat yang transit yang cukup besar pada bandara ini. Akan tetapi, jika dicermati dari pergerakan pesawat internasional, maka bandara yang paling padat adalah bandara Ngurah Rai, Bali. Hal ini dikarenakan provinsi Bali merupakan daerah tujuan wisata mancanegara yang paling banyak dikunjungi oleh turis asing, sehingga hal tersebut turut mempengaruhi tingkat kepadatan bandara di Bali. Hasil yang terlihat pada deskripsi umum masing-masing bandara juga menunjukkan bahwa item-item lainnya, yaitu jumlah passangers (penumpang), baggage (bagasi), cargo (muatan), sampai kepada mail (surat) didominasi oleh Bandara Juanda. Untuk jumlah penumpang yang bepergian melalui Bandara Juanda pada tahun 2004 mencapai angka 8.562.747 penumpang, sedangkan jumlah bagasi, muatan, dan surat masing-masing 75.631 ton, 63.950 ton, dan 1.367 ton dimana jumlah tersebut juga menempati urutan terbanyak dibandingkan dengan empat bandara lainnya. Khusus pada item jumlah penumpang yang transit di
bandara,
bandara
Hasanuddin,
Makasar
menempati
urutan
pertama
dibandingkan dengan empat bandara lainnya, dengan jumlah penumpang yang transit sebesar 859.144 penumpang. Hal ini dikarenakan bandara Hasanuddin merupakan salah satu bandara terbesar di wilayah timur Indonesia yang menjadi
77
pusat transit penumpang yang akan melanjutkan perjalanannya ke berbagai daerah di wilayah timur Indonesia. Berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan lahan disekitar bandara dengan tujuan optimalisasi lingkungan bandara, pengelola bandara di kelima bandara tersebut juga banyak mengembangkan lahan di sekitar bandara menjadi pusat-pusat bisnis dan hiburan yang tentu saja bernilai ekonomis. Lahan-lahan yang masih tersedia di sekitar bandara, dikembangkan menjadi hotel transit, business center, pusat informasi investasi, warehousing, meeting room, restoran, mini market, lapangan golf, cottages, pantai wisata, ruang CIP (Commercial Important Person), pusat informasi bisnis, area promosi, industri perdagangan, gudang, business center, dan rumah sakit internasional. Dengan adanya pusatpusat bisnis tersebut, terdapat berbagai manfaat yang besar, tidak hanya bagi perusahaan pengelola bandara, akan tetapi juga bagi pengusaha dan masyarakat konsumen bandara. Akan tetapi, hal yang sangat perlu menjadi perhatian adalah lingkungan di sekitar bandara juga harus menjadi lebih bersih, tertib, dan rapi serta terjaga dari polusi-polusi yang dapat ditimbulkan oleh adanya aktifitas bisnis tersebut. Sesuai dengan tujuan penumpang yang sebagian besar menggunakan jasa pesawat terbang dalam bepergian ke suatu tempat, dimana kecepatan waktu tempuh, kenyamanan, keselamatan, dan lain sebagainya merupakan faktor-faktor diharapkan oleh penumpang, pengelola bandara dalam hal ini PT. Angkasa Puara I dan pihak manajemen bandara seharusnya terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan di bandara termasuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan lingkungan bandara. Pengelola bandara juga harus mampu menunjukkan kualitasnya, tidak hanya dari segi kinerja organisasi, akan tetapi bagaimana perusahaan juga memiliki tingkat kepedulian yang tinggi dalam mengelola lingkungan bandara.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Bandara
Tingkat
Kepedulian
Responden
terhadap
Lingkungan
Setiap manusia memiliki motivasi sebagai dasar perilaku dalam kehidupan. Motivasi diperoleh karena adanya kebutuhan atau kepentingan, begitu juga dalam pekerjaan. Motivasi dapat meningkatkan kinerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Hasil kerja yang dihasilkan merupakan cermin perilaku nilai kerja yang sesungguhnya. Perilaku seseorang (baik yang didapat dari pendidikannya, keahliannya atau karena pengalamannya) sikap dan tindakannya adalah cermin atau terjemahan dari nilai kerja seseorang dari dalam organisasi dan tertuju pada lingkungan dalam dan luar organisasi. Jadi, motivasi itu dalam kenyataannya merupakan penjelmaan dari nilai dasar seperti agama dan budaya yang dianut maupun nilai keseharian yang didapat dari pendidikan maupun pergaulan dan yang tertuju pada tujuan di lingkungan organisasi. Setiap kegiatan di lingkungan bandara bisa terwujud karena adanya nilai kerja yang mendahului. Lingkungan bandara itu sendiri terdiri dari lingkungan luar dan lingkungan dalam. Lingkungan luar terdiri atas lingkungan alamnya, dan lingkungan sosial yang berkepentingan dengan bandara namun bukan staf maupun pegawai dari bandara itu sendiri. Lingkungan dalam adalah mereka yang bekerja di dalam bandara sebagai staf, pimpinan maupun para pekerja. Setelah dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara dapat dikategorikan ke dalam lima kriteria. Deskripsi tingkat kepedulian responden terhadap lingkungan bandara disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Deskripsi Tingkat Kepedulian Responden terhadap Lingkungan Bandara Tingkat Kepedulian
Rentang Kriteria
Sangat Tinggi 4,21 – 5,00 Tinggi 3,41 – 4,20 Cukup Tinggi 2,61 – 3,40 Rendah 1,81 – 2,60 Sangat Rendah 1,00 – 1,80 Jumlah
Responden yang Peduli Responden yang Peduli Lingkungan dalam Bandara Lingkungan luar Bandara Jumlah (orang) Proporsi (%) Jumlah (orang) Proporsi (%) 168 30,6 169 30,7 311 56,5 291 52,9 30 5,45 45 8,18 31 5,64 30 5,45 10 1,82 15 2,73 550 100,00 550 100,00
79
Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah responden yang menyatakan peduli dengan lingkungan dalam bandara memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan empat kriteria lainnya. Jumlah responden yang peduli dengan lingkungan dalam bandara mencapai jumlah 311 orang atau 56,5% dari total keseluruhan responden. Jumlah terbesar kedua ditempati oleh responden yang sangat peduli dengan lingkungan dalam bandara dengan jumlah 168 orang atau 30,6% dari total keseluruhan responden. Jika kedua kriteria tersebut dijumlahkan, maka diperoleh angka 479 orang atau 87,1% responden menyatakan peduli dan sangat peduli terhadap lingkungan dalam bandara. Hasil tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan dalam bandara. Berdasarkan Tabel 13, dapat juga dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki tingkat kepedulian yang sangat rendah dan cukup tinggi terhadap lingkungan dalam bandara menempati urutan terkecil dengan jumlah masingmasing 10 orang dan 30 orang atau 1,82% dan 5,45% dari total keseluruhan responden. Sementara responden yang memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap lingkungan dalam bandara, jumlahnya mencapai 31 orang atau 5,64% dari total responden. Jika responden di ketiga kriteria tingkat kepedulian tersebut dijumlahkan maka jumlahnya mencapai 71 orang atau 12,9% dari total responden yang memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap lingkungan dalam bandara. Hasil yang terlihat pada Tabel 13 juga menunjukkan bahwa jumlah responden yang menyatakan peduli dengan lingkungan luar bandara memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan empat kriteria lainnya. Jumlah responden yang peduli dengan lingkungan luar bandara mencapai jumlah 291 orang atau 52,9% dari total keseluruhan responden. Jumlah terbesar kedua ditempati oleh responden yang sangat peduli dengan lingkungan luar bandara dengan jumlah 169 orang atau 30,7% dari total keseluruhan responden. Jika kedua kriteria tersebut dijumlahkan, maka diperoleh angka 460 orang atau 83,6% responden menyatakan peduli dan sangat peduli terhadap lingkungan luar bandara. Hasil tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan luar bandara.
80
Berdasarkan Tabel 13, dapat juga dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki tingkat kepedulian yang sangat rendah dan rendah terhadap lingkungan luar bandara menempati urutan terkecil dengan jumlah masing-masing 15 orang dan 30 orang atau 2,73% dan 5,45% dari total keseluruhan responden. Sementara responden yang memiliki tingkat kepedulian yang cukup tinggi terhadap lingkungan luar bandara, jumlahnya mencapai 45 orang atau 8,18% dari total responden. Jika responden di ketiga kriteria tingkat kepedulian tersebut dijumlahkan maka jumlahnya mencapai 90 orang atau 16,4% dari total responden yang memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap lingkungan luar bandara. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepedulian yang tinggi dan sangat tinggi terhadap lingkungan bandara, baik lingkungan dalam bandara maupun lingkungan di luar bandara. Hal ini sangat menggembirakan karena hasil tersebut sangat diharapkan oleh semua pihak, khususnya pihak pengelola bandara dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan bandara. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Siregar (2010) bahwa tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya tinggi. Kepedulian masyarakat ditandai dari perilaku masyarakat yang selalu bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan orang lain. Bentuk kepedulian masyarakat dilihat dari aktivitas yang mereka lakukan dalam setiap tahapan proses perbaikan lingkungan mulai dari proses inisiasi awal sampai pada pengawasan. Sependapat dengan Siregar (2010), Walgito dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa kepedulian seseorang terhadap lingkungannya tercermin dari perilakunya yang dapat diamati sehari-hari. Perilaku ramah lingkungan dapat dibentuk sesuai dengan yang diharapkan, dimana cara pembentukan perilaku sesuai dengan yang diharapkan ditentukan oleh tiga hal, yaitu (Walgito dalam Siregar, 2010): 1. Pembentukan Perilaku dengan Kebiasaan (Conditioning) Dengan cara membiasakan diri, sehingga perilaku berwawasan lingkungan yang dilakukan sehari-hari dan menjadi kebiasaan di dalam masyarakat tersebut, seperti membuang sampah pada tempatnya, memelihara tanaman,dan lain - lain.
81
2. Pembentukan Perilaku dengan Pengertian (Insight) Dengan cara belajar dari pengetahuan tentang berwawasan lingkungan sehingga dapat dipahami dan bagaimana seharusnya memperlakukan lingkungan tersebut, seperti membaca dan mempelajari tentang dampak global warming. 3. Pembentukan Perilaku dengan Menggunakan Model atau Contoh (Voluntary) Dengan cara menirukan atau mencontoh perilaku pelopor atau tokoh berwawasan lingkungan. Pembentukan perilaku dengan cara ini dianggap lebih efektif saat ini karena masyarakat suka meniru apa yang kerjakan orang yang dianggapnya menjadi panutan. 5.2. Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara Pada penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur nilai kerja dirumuskan dari berbagai teori nilai kerja dan hasil wawancara pra penelitian dengan pihak manajemen PT Angkasa Pura I dan pihak pengelola bandara, dimana diperoleh 16 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif,
kepedulian terhadap adat istiadat setempat,
kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di dalam perusahaan dan 21 indikator nilai kerja (kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian membela kebenaran,
berorientasi
pelayanan,
kenyamanan,
kebersahajaan,
inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri) yang diduga berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan. Pada bagian ini dibahas pengaruh faktorfaktor nilai kerja terhadap lingkungan dalam bandara dan lingkungan luar bandara dimana pembahasan tersebut dilakukan secara terpisah, sehingga dapat diketahui faktor-faktor nilai kerja mana yang berpengaruh signifikan terhadap lingkungan
82
dalam bandara dan faktor-faktor nilai kerja mana yang berpengaruh signifikan terhadap lingkungan luar bandara. 5.2.1 Pengaruh Faktor-Faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan Dalam Bandara Untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara digunakan analisis regresi linier berganda. Sebanyak 16 indikator nilai kerja diuji pengaruhnya terhadap kepedulian lingkungan di dalam bandara, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Hasil olahan data dengan program SPSS menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,652 atau 65,2%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 65,2% variasi yang dihasilkan oleh kepedulian lingkungan dalam bandara dapat dijelaskan oleh 16 faktor nilai kerja, sementara 34,8% lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain nilai kerja. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa model ini dapat diandalkan sebagai model linier yang signifikan dalam memprediksi kepedulian lingkungan dalam bandara. Nilai F hitung sebesar 205,142 dengan p-value 0,000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa model dengan variabel pengaruh 16 faktor nilai kerja mampu menjelaskan kepedulian lingkungan dalam bandara secara linier. Pengaruh masing-masing faktor nilai kerja terhadap variabel kepedulian lingkungan dalam bandara ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi (b) dan nilai p-value dari masing-masing faktor. Hasil olahan data menunjukkan bahwa secara individu, seluruh indikator nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepedulian lingkungan dalam bandara karena seluruh indikator nilai kerja memiliki p-value yang nilainya lebih kecil dari α 5% sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Berdasarkan analisis statistik tersebut, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan dalam bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 16 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di luar perusahaan, ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, kekuasaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, mengambil risiko, ketekunan, dan kebersahajaan.
83
Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 13 faktor nilai kerja, yaitu ksatria/sportif, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kebersihan, solidaritas/rasa persatuan, penilaian diri secara teliti, keikhlasan, rajin, loyalitas/kesetiaan, keakraban, puas bekerja, berorientasi pelayanan, dan ketekunan, merupakan faktor pendorong bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara, sedangkan tanda negatif pada koefisien regresi tiga faktor nilai kerja, yaitu, kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan, dapat dikatakan bahwa kekuasaan, mengambil risiko, dan kebersahajaan merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kepedulian lingkungan di dalam bandara.
Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara Faktor Nilai Kerja Koefisien T P-value Konstanta -0,159 -1,565 0,118 Kepedulian lingkungan di luar bandara 0,379 22.351 0,000 Ksatria/Sportif 0,066 3,420 0,001 Kepedulian adat istiadat setempat 0,181 12,023 0,000 Kebersihan 0,104 6,060 0,000 Solidaritas (rasa persatuan) 0,055 3,097 0,002 Penilaian diri secara teliti 0,070 4,530 0,000 Keikhlasan 0,053 2,943 0,003 Rajin 0,053 2,810 0,005 Loyalitas/Kesetiaan 0,050 2,723 0,007 Kekuasaan -0,031 -2,259 0,024 Keakraban 0,046 2,859 0,004 Puas Bekerja 0,032 2,286 0,022 Berorientasi pelayanan 0,036 2,334 0,020 Mengambil risiko -0,034 -2,334 0,020 Ketekunan 0,042 2,259 0,024 Kebersahajaan -0,035 -2,177 0,030 Hasil yang terlihat pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga faktor nilai kerja yaitu kepedulian lingkungan di luar bandara, kepedulian adat istiadat setempat, dan kebersihan merupakan tiga faktor nilai kerja yang memiliki pengaruh terbesar bagi terciptanya kepedulian lingkungan dalam bandara. Hasil tersebut konsisten dengan Siregar (2010) bahwa faktor kebersihan merupakan salah satu faktor utama yang membentuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
84
Dalam rangka mengetahui persepsi pakar dalam hal pengaruh dari ke-16 peubah nilai kerja tersebut diatas terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, maka dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang hasilnya disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai Kerja yang Terkait Secara Positif maupun Negatif terhadap Kepedulian Lingkungan di dalam Bandara berdasarkan Persepsi Pakar dalam Proses FGD Masing-masing dari nilai-nilai yang positif yang didapat sebelumnya apabila dijadikan sebagai nilai dependen (ND) kembali bersama dengan nilai dependen di LLP-nya maka akan terungkap nilai yang baru sebagai nilai subpenentunya (disingkat NSP). Nilai sub-penentu berarti bahwa nilai ini adalah nilai yang turut mendukung bahkan menentukan dari masing-masing nilai penentu utama (NPU) yang diteliti. Maksudnya adalah apabila kepedulian LDP yang terfokus pada LLP-nya tidak mungkin dilakukan hanya oleh nilai pendukung utama semata saja (NPU). NSP-nya justru memberikan kejelasan yang lebih teliti daripada yang ditentukan oleh NPU-nya saja. NSP ini memperjelas proses pelaksanaan yang
85
sebenarnya daripada yang dilakukan bersama nilai pendukung utama. Sampai sekarang ini perhatian terhadap nilai sub-pendukung (NSP) kurang sekali menjadi perhatian dalam berbagai penelitian yang dilakukan, khususnya dalam masalah lingkungan organisasi dari berbagai lembaga yang ada. Kecenderungan dengan puasnya suatu nilai yang dianggap penting untuk dijadikan acuan dalam melakukan perbaikan, seringkali dianggap oleh orang sudah mampu melakukan perbaikan maupun perubahan. Padahal tidak demikian pada kenyataan yang sesungguhnya. Suatu nilai tidak pernah berdiri sendiri, kecuali ada nilai sub-pendukungnya yang juga membantu mengadakan perbaikan. Apalagi untuk suatu perubahan yang sangat mendasar dan tepat arah. Selanjutnya apabila lingkungan di dalam perusahaan (LDP) merupakan faktor yang berdiri sendiri maka nilai tersebut biasanya terkait pula dengan lingkungan di luar perusahaan (LLP). Dampak dari LDP dijadikan sebagai nilai dependen kembali akan terlihat nilai yang positif dan timbal balik dengan LDPnya. Nilainya adalah: nilai ksatria dan sportif; solidaritas (rasa persaudaraan); penilaian diri secara teliti; keikhlasan; loyalitas; keakraban dan puas bekerja. Semua nilai diatas ini mempunyai kaitan langsung secara positif dengan lingkungan dalam dari perusahaan Angkasa Pura I. Dengan demikian antara lingkungan dalam dan lingkungan luarnya dapat berkaitan secara tidak langsung. Namun ada juga nilai yang terkait secara timbal balik yaitu antara lingkungan luar dan lingkungan dalamnya. Nilai kepedulian adat istiadat setempat dan nilai kebersihan berkaitan secara langsung dengan lingkungan dalam dan lingkungan luarnya secara positif. Hal itu berarti bahwa nilai ini dirasa perlu diperhatikan baik di LDP maupun di LLP. Nilai berorientasi pada pelayanan berkaitan dengan LDP secara timbal balik, sedangkan terhadap LLP-nya berkaitan secara satu arah. Tekanan yang paling utama dalam berorietasi pada pelayanan memang ditujukan bagi LLP-nya. Begitu juga dengan nilai kekuasaan berpengaruh negatif dan secara timbal balik terhadap LDP-nya. Karena dalam organisasi yang bersifat pelayanan, nilai kekuasaan tidak begitu diinginkan, bahkan yang perlu dilaksanakan adalah nilai kerjasama.
86
Nilai rajin dan tekun berpengaruh positif pada LDP-nya. Nilai rajin dan tekun jelas akan dihargai oleh teman-teman sekerjanya, namun kedua nilai ini berbeda pengaruhnya dalam hal bekerja secara individual dan bekerja secara kelompok. Pada kenyataannya, bekerja secara kelompok di Indonesia banyak sekali bergantung pada pegawai yang justru lebih rajin atau lebih tekun sementara pegawai yang lain bekerja secara teknis hanya untuk tidak dikatakan malas dalam bekerja. Nilai mengambil risiko berpengaruh negatif terhadap LDP-nya. Nilai ini bisa dianggap sebagai orang yang berspekulasi dalam bekerja sehingga dapat dikatakan oleh atasan maupun teman-temannya sebagai kerja ugal-ugalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko termasuk ke dalam nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan (LDP). Padahal didalam kepemimpinan, nilai mengambil risiko merupakan suatu hal yang seringkali harus dilakukan oleh pemimpin. Namun secara kolektif sebagaimana penelitian ini dilakukan, nilai mengambil risiko termasuk ke dalam perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP. Nilai kebersahajaan juga berpengaruh negatif pada LDP-nya, namun berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan tidak mempunyai arti yang bermakna bagi kawan seprofesinya, karena nilai kebersahajaan akan disenangi oleh pegawai sebagai bentuk perkawanan, bukan sebagai nilai kerja, apalagi kerja secara bersama dalam melayani masyarakat sosial di lingkungan bandara. Akan tetapi nilai kebersahajaan berpengaruh positif terhadap LLP-nya. Kebersahajaan disini dapat dikatakan sebagai usaha menimbulkan rasa simpati bagi mereka yang dilayaninya. Biasanya orang bersimpati pada pegawai perusahaan karena menampilkan nilai kebersahajaan dalam pelayanan yang bisa juga dianggap sebagai patronizing karena berbeda dalam tingkat dan derajat sosial. Perasaan simpati juga dirasakan oleh rekan seprofesi, tapi tidak lebih dari itu karena mereka umumnya setara. Akan tetapi, atasannya bisa saja bersimpati pada kebersahajaan bawahannya, namun tidak punya makna pada nilai kerja kecuali hanya dianggap sebagai kesenangan atasan saja. Nilai
sub-pendukung
rajin
dan
ketekunan
berpengaruh
terhadap
lingkungan dalamnya, namun tidak berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan
87
dalam perusahaan dengan nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa nilai rajin lebih baik untuk LDP-nya sedangkan LDP tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai itu sendiri. Kendati demikian, nilai rajin melalui LDP-nya berpengaruh timbal balik terhadap lingkungan luarnya (LLP). Pertanyaan yang timbul adalah : Nilai apa saja yang merupakan faktor positif dan faktor yang negatif itu? Faktor positif dalam hal ini adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepedulian di luar perusahaan (LLP) maupun tingkat kepedulian di dalam perusahaan (LDP) itu sendiri. Dengan perkataan lain, kegiatan para pimpinan dan staf dengan didukung oleh nilai-nilai yang signifikan di dalam perusahaan (LDP) mempengaruhi kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP), serta kebalikannya. Sementara itu nilai yang membentuk tingkat kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP) adalah nilai-nilai yang dilaksanakan di lingkungan dalam perusahaan (LDP) itu sendiri. Sebaliknya, hal ini juga berlaku apabila nilai di LDP menjadi nilai yang dependen bersama dengan nilai LLP. Hal yang sangat menonjol selain dari adanya faktor lingkungan di luar perusahaan adalah faktor lain yang juga menjadi nilai pendukung utama (NPU) di lingkungan dalam (LDP) perusahaan itu sendiri. Faktor ini juga ikut mempengaruhi terhadap kepedulian di luar perusahaan lainnya (LLP). Nilai-nilai ini ada yang mempengaruhi LLP secara langsung, ada juga yang tidak langsung. Nilai sifat ksatria berdampak positif terhadap lingkungan luarnya. Nilai ini diperlukan oleh mereka yang berada di LLP karena sifat ini menjadikan manusia bertindak secara sportif dan selalu menjaga kebenaran serta mempunyai kemampuan untuk mengakui segala sesuatunya secara jujur dan benar, walaupun hal itu adalah suatu kesalahan yang dibuat oleh dirinya maupun teman seprofesinya. Penilaian terhadap diri secara teliti atau mawas diri merupakan suatu kemampuan untuk mengetahui kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki diri masing-masing dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Di dalam perusahaan terkadang terjadi pegawai merasa dirinya benar sendiri atau pegawai tidak berani berhadapan dengan kebenaran itu sendiri. Hal ini terjadi dkarenakan pegawai tersebut tidak pernah melihat secara sungguh pada dirinya sendiri.
88
Terdapat sebuah anggapan bahwa orang selalu mengira bahwa dirinya selalu dalam keadaan yang benar. Dalam Bahasa Jawa terdapat ajaran yang sudah diketahui oleh masyarakat luas dengan suatu prinsip yakni bahwa “n’Jawani” adalah ciri dari kehalusan. Oleh karena itu apabila dikatakan bahwa orang kurang “n’Jawani” berarti bahwa orang tersebut kurang halus atau dengan pengertian yang lain, tidak memahami “budaya halus”. Di antara “n’Jawani” terdapat sebuah ajaran bahwa orang jangan selalu
“merasa
bisa”
untuk
berbuat
sesuatu
akan
tetapi
memiliki
kekurangmampuan untuk “bisa merasa” apalagi mengenai dirinya sendiri. Bisa merasa itu berarti pula bisa membaca keadaan yang dihadapi oleh seseorang terhadap lingkungannya yang selalu mendikte keadaan pada diri seseorang. Hal itu berarti orang harus selalu merasa peka terhadap keadaan yang dihadapinya. Jadi nilai yang dikaji ini diinspirasi oleh budaya Jawa yang jauh lebih luas dari budaya korporate yang sedang kita kaji ini. Padahal nilai ini dapat mendukung nilai positif terhadap kepedulian di LDP maupun di LLP-nya. Nilai ini adalah nilai yang positif diantara nilai-nilai positif lainnya yang sangat mendukung LDP dan akhirnya karena mendukung LDP maka turut pula mendukung pada LLP. Nilai keikhlasan, yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang diperbuat oleh orang dengan perasaan rasa yang tulus tanpa ada nilai yang tersembunyi atau yang terselip di dalam hati karena ada maksud tertentu yang ingin dituntut atau diperbuat secara timbal balik. Keikhlasan biasanya dikaitkan dengan agama dimana orang tidak berbuat sesuatu, seperti menolong orang lain, dengan maksud hati agar bisa dibalas oleh orang yang ditolongnya. Balasan yang diharap tidak lain hanya berharap dari Allah yang Maha Kuasa yang akan memberi ganjaran kebaikannya itu sebagai suatu amal perbuatan yang dapat memasukkan dirinya ke dalam surga sebagai balasan atas kebaikannya itu. Singkatnya, keikhlasan adalah ketulusan hati dalam melaksanakan pekerjaan perusahaan. Perasaan yang tulus terlihat pula perbuatannya dalam melayani orang lain di dalam maupun di luar perusahaan. Nilai loyalitas dan kesetiaan, yaitu nilai ini mempunyai arti akan keteguhan hati, ketaatan, kepatuhan terhadap perusahaan. Loyalitas adalah suatu
89
nilai yang sangat diperlukan bagi mereka yang bekerjasama dalam suatu kegiatan (venture) kelompok. Dalam hal itu bukan dimaksudkan agar orang bekerja untuk setia pada seorang pimpinan, melainkan bekerja atas dasar kesepakatan yang tidak tertulis yang merupakan nilai yang dianut sebagai nilai yang baik. Selama orang masih berpegang teguh pada kebiasaan nilai yang baik itu, maka orang itu sudah bisa dianggap loyal. Seseorang bisa saja dianggap loyal apabila orang saling memperhatikan satu sama lain dan saling merasakan adanya kehangatan antara mereka sendiri. Sakit dijenguk, beban kerja berat ditolong dan saling tolong-menolong antara sesama inilah yang mewujudkan nilai kesetiaan yang sudah mulai pudar di masyarakat luas apalagi di berbagai kantor di kota-kota besar. Jadi nilai ini terdapat pada Angkasa Pura I dan membentuk kepedulian di LDP. Pada akhirnya nilai loyalitas/kesetiaan akan mempengaruhi lingkungan luar atau LLP dari PT Angkasa Pura I. Nilai keakraban dan puas dalam bekerja. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa para karyawan yang bekerja di Angkasa Pura I merasa cukup puas dengan bekerja di kantornya. Kepuasaan maupun keakraban ini dinyatakan secara umum. Namun, kepuasan bisa juga diartikan bahwa mereka semua merasa senasib sepenanggungan dalam menjalankan tugas di kantornya. Oleh karena itu mereka merasakan kepuasan atas kegiatan yang mereka lakukan. Keakraban bisa terbentuk karena menghadapi berbagai persoalan yang dirasakan bersama. Kepuasan bisa juga terjadi karena mereka bekerja dengan nilai keakraban yang tinggi sehingga menimbulkan suasana batin yang menyenangkan bagi mereka yang berada di area kerja PT. Angkasa Pura I. Mereka bukan saja bekerja secara bersama setiap hari, akan tetapi mereka juga sering melakukan kegiatan di luar kantor sehingga terbentuk rasa persaudaraan yang akrab seperti olah raga bersama, berlari atau gerak jalan sehat bersama. Hal ini banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan di Indonesia ini. Akan tetapi, kepuasan dalam bekerja bisa disebabkan pula pegawai mendapat imbalan keuangan yang cukup memuaskan hati, bukan saja yang bekerja di kantor, melainkan juga untuk kehidupan keluarga yang ikut disenangkan karena mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara umum.
90
Namun, kepuasan bekerja bisa terjadi karena adanya kepuasan batin dalam melaksanakan tugasnya setiap hari. Salah satu contoh kepuasan batin adalah tidak menimbulkan stress dalam bekerja dan berjumpa dengan berbagai macam manusia yang dapat dilayaninya. Hal tersebut merupakan kesenangan pegawai tersendiri, terutama mereka yang bekerja sebagai perbuatan amal-ibadahnya masing-masing. Puas bekerja juga dapat dianggap sebagai nilai keagamaan yang tinggi yang perlu selalu dipelihara oleh mereka yang mempekerjakan mereka. Begitu juga nilai keakraban sebagai nilai budaya silaturahmi yang penting. Nilai kepedulian pada adat istiadat setempat berdampak positif pula terhadap LDP maupun di LLP dan berlaku secara timbal balik bagi keduanya yaitu di dalam dan di luar lingkungan perusahaan. Berbeda dengan di LDP, ketiga nilai yang disebut terakhir ini berdampak balik secara positif dan sesuatu yang dirasakan saling mengisi yang dampak akhirnya terasa di LLP. Akan tetapi nilai kepedulian pada adat istiadat setempat serta kebersihan mempunyai nilai yang positif terhadap keduanya, yaitu LDP dan LLP dan berbalik arah pada kedua nilai tersebut. Hal itu berarti bahwa kedua nilai tersebut saling mempengaruhi baik di LDP maupun di LLP sehingga perlu diperhatikan kedua aspek nilai tersebut. Nilai rajin dan tekun merupakan nilai yang berdampak positif pada kepedulian di lingkungan dalam perusahaan (LDP), namun tidak berbalik arah dari LDP kepada nilai rajin dan tekun. Hal ini berarti bahwa kedua nilai tersebut hanya bersifat positif di dalam LDP. Pengaruh nilai rajin dan tekun hanya bersifat positif terhadap LDP semata, tapi tidak berbalik arah dari LDP ke nilai rajin dan tekun. Dengan demikian, nilai rajin dan tekun tidak berpengaruh langsung pada lingkungan di luar perusahaan (LLP). Masyarakat di luar tidak perlu mempersoalkan kerajinan dan ketekunan mereka yang bekerja di lingkungan dalam organisasi. Mereka yang di LLP tidak perlu mengetahui siapa yang rajin dan siapa pula yang tidak. Mereka yang berada di LLP ingin melihat pelayanan yang semakin baik. Yang diinginkan adalah hasil akhirnya. Apa yang terjadi secara internal di LDP dan kedua nilai itu berpengaruh positif terhadap LDP itu sendiri. Jadi, dengan perkataan lain rajin dan tekun adalah urusan masing-masing orang secara internal dan bukan urusan eksternal dari organisasi atau perusahaan
91
Angkasa Pura I. Nilai kebersihan sebagaimana juga nilai kepedulian pada adat istiadat setempat mempengaruhi secara positif dan timbal balik pada LDP. Begitu juga nilai yang berorientasi pada pelayanan lingkungan luarnya. Ketiga nilai ini berpengaruh timbal balik secara positif pada kepedulian di LDP akan tetapi tidak berpengaruh terhadap orientasi pada pelayanan karena tidak berbalik arah pada lingkungan di luar perusahaan (LLP). Dengan pengertian lain, lingkungan luar perusahaan (LLP) tidak mempunyai nilai orientasi yang berbalik arah pada nilai yang berorientasi pada pelayanan. Hal itu berarti bahwa orientasi pada pelayanan dirasakan positif hanya oleh LLP. Nilai mengambil risiko ini dapat dikatakan bahwa bekerja sebagai staf ataupun karyawan tidak boleh mengambil keputusan yang beresiko dalam kerjanya, apalagi risiko yang tidak bisa diperkirakan akan hasil akhirnya (uncalculated risk). Meskipun sekarang ini banyak sekali anjuran untuk mengambil risiko bagi para manajer, namun tidak dianjurkan untuk mengambil risiko seperti dalam berjudi (gambling) yang sifatnya tidak bisa diduga dari awalnya. Resiko yang bisa diperkirakan apa yang akan terjadi (anticipated risk atau calculated risk) atau antisipasi yang dapat dikalkulasikan sebelumnya yang sebenarnya dapat dikatakan sebagai risiko, akan tetapi bukan sebagai hasil yang tidak bisa diketahui melainkan sudah diperkirakan dari awal hasil akhirnya. Nilai yang bersifat negatif, seperti bekerja dengan menggunakan kekuasaan diartikan sebagai hak dan kuasa untuk bertindak atau kekuasaan untuk membuat keputusan atau dapat diartikan juga untuk memerintah serta tidak berbagi atau melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Hal ini merupakan suatu nilai yang nampaknya mempunyai nilai yang ambivalensi. Apabila kekuasaan yang ditekankan pada orang untuk bekerja, maka dampaknya akan menjadi negatif. Namun apabila pegawai tidak memiliki kekuasaan maka perusahaan bisa menjadi tidak menentu siapa yang sebenarnya berwenang dan dapat memerintahkan untuk dijalankan sebagai suatu perintah. Kekuasaan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak dirasakan sebagai tekanan oleh orang dalam menggunakan kekuasaan, walaupun kekuasaan
92
diperlukan untuk menetapkan siapa sebenarnya yang berwenang. Hal itu berarti bahwa orang harus menggunakan kekuasaan secara bijak. Hal inilah yang seringkali menjadi kesulitan kecuali mereka yang bekerja tidak terburu-buru dan dapat berlaku sabar dalam mengunakan kewenangan. Bersifat bijaksana itu bukanlah suatu hal yang sulit, akan tetapi seringkali terlanggar oleh hawa nafsu diri yang merasa berkuasa. Jadi orang harus bisa mengendalikan kuasa dan bukan memposisikan kuasa sebagai nilai yang dipakai untuk menggebrak orang untuk bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mengambil risiko adalah juga nilai yang negatif bagi lingkungan di dalam perusahaan (LDP). Padahal didalam kepemimpinan, nilai mengambil risiko adalah suatu hal yang seringkali harus diambil oleh pemimpin. Namun apabila dilihat secara kolektif sebagaimana penelitian ini dilakukan, nilai mengambil risiko adalah perbuatan yang tidak positif dan nampaknya harus dihindari agar tidak terjadi salah langkah di LDP. Nilai mengambil risiko adalah faktor yang negatif bagi LDP, sehingga kebersahajaan juga termasuk ke dalam faktor nilai yang negatif pula bagi LDP. Walaupun demikian pengaruhnya pada nilai LLP justru berdampak positif dan langsung dirasakan oleh mereka yang berada di LLP. Hal ini dapat dilihat pada keinginan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai contoh secara nasional untuk menaikkan tunjangan bagi kegiatan mereka sendiri sehari-hari. Keinginan ini dirasakan bahwa mereka yang berada di LDP tidak peka terhadap perasaan mereka yang ada di luar organisasi atau LLP. Nilai kebersahajaan berdampak positif pada LLP namun tidak berpengaruh positif bahkan negatif terhadap LDP sebagaimana juga faktor mengambil risiko. Faktor kebersahajaan terlihat baik dan bahkan banyak orang tentu berharap bahwa staf/karyawan dari PT Angkasa Pura I lebih disukai berpenampilan bersahaja sebagai nilai yang mirip dengan nilai rendah hati. Dengan demikian, pengaruhnya dapat dirasakan kebaikannya oleh LLP. Berlainan dengan LDP, nilai kebersahajaan berpengaruh negatif karena mungkin dibaca sebagai nilai yang kurang menampilkan diri. Penampilan diri di LLP sebagai bersahaja justru terlihat baik, apalagi dikombinasikan dengan nilai lemah lembut seperti mereka yang mengetahui adat-istiadat setempat yang positif bagi LLP.
93
Kedua nilai yang terakhir ini perlu dilaksanakan dengan sangat bijak. Padahal nilai bijak itu tidak mudah untuk dirumuskan bagaimana seharusnya. Tidak ada formula yang begitu jelas untuk menjelaskan maksud dari bijaksana itu. Padahal di dalam ajaran agama banyak sekali membicarakan bagaimana sebenarnya berbuat bijak itu, walaupun tidak mudah untuk bisa diterapkan. Hal yang diperlukan adalah kepekaan dan merasakan akan keadaan yang sesungguhnya dengan sikap yang lemah-lembut dari mereka yang bertanggung jawab, terutama untuk membuat orang lain merasakan bijaknya staf dan karyawan PT. Angkasa Pura I. Apapun yang yang dilakukan dengan tidak bijak akan mengambil
risiko
untuk
menimbulkan
ketidak-senangan
karena
dapat
menyinggung perasaan orang lain dan tidak membuat seseorang itu menjadi bijak kecuali membuat musuh semata. Sikap kepedulian yang baik dari karyawan akan secara serentak memelihara kepedulian terhadap lingkungan di dalam maupun di luar perusahaan dan yang selalu harus dipertahankan. Jadi kepedulian terhadap lingkungan dari mereka yang berada di LDP jelas akan mempunyai dampak pada LLP atau sebaliknya. Kendati demikian masih pula tergantung pada nilai pendukung yang mana apabila faktor independent diletakkan silih berganti sebagai faktor yang dependen kembali. Selain kaitan itu secara positif, ada juga kaitan yang bersifat negatif. Kaitan ini dapat kita lihat dari nilai yang sudah terkumpul dan sudah diberikan dalam bentuk bagan agar bisa terlihat kaitan tersebut secara garis besar. Data ini merupakan uraian secara kesatuan untuk melihat kaitan suatu nilai secara jelas. Kaitan yang saling terjalin tersebut memperlihatkan bagaimana nilai yang satu dengan yang lain memperlihatkan adanya jalinan timbal balik secara positif maupun ada pula juga yang negatif dari lingkungan luar maupun lingkungan dalam dari perusahaan itu. Hal itu berarti bahwa adanya saling pengaruh mempengaruhi antara keduanya itu secara positif maupun negatif. Perihal ini menyangkut manusia sehingga nilai yang independen bisa saja dijadikan nilai yang dependen ataupun sebaliknya karena unsur manusia (masingmasing) berinteraksi satu sama lain. Secara umum hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP) jelas
mempunyai pengaruh terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan
94
(LDP). Begitu juga sebaliknya, faktor lingkungan di dalam perusahaan (LDP) turut pula berpengaruh terhadap lingkungan di luar perusahaan (LLP). 5.2.2 Pengaruh Faktor-faktor Nilai Kerja terhadap Kepedulian Lingkungan luar Bandara Untuk menguji pengaruh faktor-faktor nilai kerja terhadap kepedulian lingkungan luar bandara digunakan analisis regresi linier berganda. Sebanyak 21 indikator nilai kerja diuji pengaruhnya terhadap kepedulian lingkungan di luar bandara, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri. Hasil olahan data dengan program SPSS menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adalah 0,524 atau 52,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 52,4% variasi yang dihasilkan oleh kepedulian lingkungan luar bandara dapat dijelaskan oleh 21 faktor nilai kerja, sementara 47,6% lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain nilai kerja. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa model ini dapat diandalkan sebagai model linier yang signifikan dalam memprediksi kepedulian lingkungan luar bandara. Nilai F hitung sebesar 120,438 dengan p-value 0,000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5% menunjukkan bahwa model dengan variabel pengaruh 21 faktor nilai kerja mampu menjelaskan kepedulian lingkungan luar bandara secara linier. Pengaruh masing-masing faktor nilai kerja terhadap variabel kepedulian lingkungan luar bandara ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien regresi (b) dan nilai p-value dari masing-masing faktor. Hasil olahan data menunjukkan bahwa secara individu, seluruh indikator nilai kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepedulian lingkungan luar bandara karena seluruh indikator nilai kerja memiliki p-value yang nilainya lebih kecil dari α 5% sebagaimana terlihat pada Tabel 15. Berdasarkan analisis statistik tersebut, ditemukan bahwa kepedulian lingkungan luar bandara secara signifikan dipengaruhi oleh 21 indikator nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, mempergunakan MS Access, menyediakan keperluan orang
95
lain, bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, kepuasan terhadap gaji, keberanian
membela
kebenaran,
berorientasi
pelayanan,
kenyamanan,
kebersahajaan, inisiatif/manfaatkan kesempatan, dan penyesuaian diri. Dengan melihat tanda positif pada koefisien regresi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa 16 faktor nilai kerja, yaitu kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, kerapihan, mencapai visi perusahaan, rasa kebersamaan, sanksi/hukuman, kebersihan, menghasilkan laba, kepedulian terhadap adat istiadat setempat, kerja keras, menyediakan keperluan orang lain, kepuasan terhadap gaji, berorientasi pelayanan, kenyamanan, kebersahajaan, dan inisiatif/manfaatkan kesempatan, merupakan faktor pendukung bagi terciptanya kepedulian lingkungan di luar bandara.
Tabel 15. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepedulian lingkungan perusahaan Variabel Nilai Kerja Koefisien T Konstanta -0,011 -0,093 Kepedulian lingkungan di dalam 0,436 21,793 perusahaan Bekerja dengan kepemimpinan 0,097 5,349 Kerapihan 0,066 3,272 Mencapai visi perusahaan 0,048 2,826 Rasa kebersamaan 0,048 2,632 Sanksi/Hukuman 0,047 2,901 Kebersihan 0,037 1,930 Menghasilkan laba 0,055 3,368 Kepedulian adat istiadat setempat 0,053 3,197 Kerja keras 0,053 2,653 Mempergunakan MS Access -0,035 -2,381 Menyediakan keperluan orang lain 0,048 3,064 Bekerja dengan mutu kerja yang tinggi -0,047 -2,907 Jiwa dagang -0,045 -2,831 Kepuasan terhadap gaji 0,036 2,352 Keberanian membela kebenaran -0,066 -3,565 Berorientasi pelayanan 0,039 2,363 Kenyamanan 0,042 2,270 Kebersahajaan 0,044 2,480 Inisiatif/Manfaatkan kesempatan 0,056 2,982 Penyesuaian diri -0,052 -2,863
di luar Sig. 0.926 0,000 0,000 0,001 0,005 0,009 0,004 0,054 0,001 0,001 0,008 0,017 0,002 0,004 0,005 0,019 0,000 0,018 0,023 0,013 0,003 0,004
96
Hasil yang terlihat pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tiga faktor nilai kerja yaitu kepedulian lingkungan di dalam bandara, bekerja dengan kepemimpinan, dan kerapihan merupakan tiga faktor nilai kerja yang memiliki pengaruh terbesar bagi terciptanya kepedulian lingkungan luar bandara. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan pernyataan Tjokroamidjojo (1985), bahwa seorang seseorang yang bekerja dengan kepemimpinan harus senantiasa memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat serta kebutuhan dan kepentingan organisasi. Salah satu karakteristik pemimpin adalah tanggap terhadap kondisi lingkungan, baik dalam organisasi maupun dalam masyarakat, serta memberikan jawaban atau tanggapan atas kritik, saran, dan mungkin juga pengawasan yang datangnya dari masyarakat, serta tanggap terhadap harapan dan kebutuhan masyarakat. Seorang pemimpin juga harus tanggap terhadap kondisi kelembagaan dalam arti memberikan perhatian serta tanggapan terhadap berbagai kebutuhan operasional dalam organisasi demi kelangsungan kehidupan organisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pemikiran Purwanto (2007), bahwa terdapat empat nilai kepemimpinan di daerah yang diharapkan, yaitu (1) memiliki karakter dan integritas yang kuat, (2) dapat memberikan keteladanan yang baik, (3) memiliki sifat negarawan, dan (4) memiliki disiplin kerja. Montgomery (2004) juga menyatakan bahwa salah satu kekuatan pemimpin adalah memiliki tugas atau tanggungjawab untuk membina suatu perasaan kebersamaan dengan satu tujuan yang mengikat para individu dan kelompok-kelompok untuk bersama-sama menghasilkan kinerja yang tinggi. Dalam hal ini, kinerja bandara yang tinggi juga dicerminkan oleh adanya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan bandara. Dalam rangka mengetahui persepsi pakar dalam hal pengaruh dari ke-21 peubah nilai kerja tersebut di atas terhadap kepedulian lingkungan di luar perusahaan, maka dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang hasilnya disajikan pada Gambar 12.
97
Gambar 12. Nilai Kerja yang Terkait Secara Positif Maupun Negatif terhadap Kepedulian Lingkungan di luar Perusahaan berdasarkan Persepsi Pakar dalam Proses FGD Nilai yang terkumpul di atas tersebut mencerminkan nilai independen pada tingkat pertama yaitu nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama (disingkat NPU). Terdapat 11
NPU yang mendukung secara positif dan timbal-balik dengan
Lingkungan Luar Perusahaan (LLP). Pengaruh timbal balik ini berarti: adanya hubungan yang saling mempengaruhi secara positif antara nilai dependent dengan nilai independen satu dengan yang lainnya. Kesebelas nilai tersebut antara lain kepedulian lingkungan di dalam perusahaan, bekerja dengan kepemimpinan, bekerja dengan rapih, mencapai visi perusahaan, bekerja dengan sanksi dan hukuman, melaksanakan kebersihan, menghasilkan laba bagi perusahaan, peduli pada adat istiadat setempat, bekerja dengan keras, menimbulkan kenyamanan, dan puas terhadap gaji yang mereka terima. Terdapat 5 nilai yang positif yang tidak berlaku timbal balik. Nilai tersebut hanya bergerak satu arah yaitu hanya terhadap lingkungan luarnya saja. Namun
98
lingkungan luarnya tidak mempengaruhi terhadap nilai di Lingkungan Dalam Perusahaan (NDP). Nilai-nilai tersebut adalah: nilai rasa kebersamaan, menyediakan keperluan untuk orang lain, berorientasi pada pelayanan, kebersahajaan, bekerja dengan inisiatif dan memanfaatkan kesempatan. Kendati demikian tidak semua nilai yang berada di lingkungan dalam perusahaan (LDP) berdampak positif. Bahkan ada nilai yang dampaknya negatif terhadap LLP-nya itu secara timbal balik, misalnya bekerja dengan mutu kerja yang tinggi, jiwa dagang, dan keberanian membela kebenaran. Begitu juga nilai yang berpengaruh negatif terhadap lingkungan luar dari Perusahaan PT Angkasa Pura I, yaitu menggunakan MS Akses dan penyesuaian diri. Kebanyakan dari staf yang bekerja di perusahaan Angkasa Pura tidak menguasai penggunaan komputer pada saat penelitian ini dilakukan. Begitu juga penyesuaian diri lebih mungkin terhadap LDP-nya daripada LLP-nya. Artinya nilai penyesuaian diri lebih utama bagi mereka yang bekerja di LDP-nya. Namun apabila penyesuaian diri diletakkan sebagai nilai dependen bersama dengan lingkungan luarnya, maka nilai positif yang lahir dari perpaduan tersebut adalah sekumpulan nilai yang sangat berpengaruh pada baik penyesuian diri maupun lingkungan luarnya. Semua nilai ini, baik yang positif maupun yang negatif, berbalik arah serta tidak berbalik arah merupakan nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama (NPU) dalam lingkungan luarnya. Nilai ini adalah yang berpengaruh walaupun ada nilai yang tidak signifikan terhadap Lingkungan Luarnya (LLP). Semua nilai independen yang signifikan maupun yang tidak signifikan akan menjadi nilai yang lain lagi apabila masing-masing nilai yang diperoleh ini dijadikan satu per satu sebagai nilai dependen kembali bersama dengan nilai dependen yang ada yaitu Lingkungan Luar yang dependen sejak awal. Jadi, ada dua nilai dependen. Maka yang akan terlihat adanya nilai baru lagi yang lahir yaitu nilai yang menjadi Nilai Sub-Penentu yang juga turut berpengaruh terhadap Lingkungan Luarnya itu (LLP-nya). Yang lahir adalah nilai Sub-Penentu yang baru sama sekali nilainya. Masing-masing dari nilai Sub-Penentu Utama (SPU) ini memberi gambaran yang lebih akurat mengenai apa yang harus diperbuat sebagai fungsi
99
dari masing-masing nilai NPU tersebut. Nilai Penentu Utama tetap saja sebagai nilai yang berpengaruh terhadap Lingkungan Luar atau LLP-nya itu. Totalitas nilai ini, yaitu gabungan antara NPU dan SPU adalah nilai yang perlu menjadi perhatian secara khusus dari masing-masing nilai yang signifikan untuk melalukan perubahan dalam lingkup organisasi di PT. Angkasa Pura I. Sebagai contoh, nilai Lingkungan di Dalam Perusahaan (LDP) lahir sebagai nilai yang memberi indikasi bahwa LDP (apapun makna dan interpretasinya) mempunyai pengaruh yang signifikan dan timbal balik dengan LLP. Hal ini menjelaskan bahwa mereka yang bekerja di dalam perusahaan secara kolektif jelas mempengaruhi secara signifikan terhadap nilai LLP-nya. Diantara 21 nilai yang menjadi Nilai Penentu Utama (disingkat NPU) terhadap Lingkungan Luar dari organisasi di bandara ada sebanyak 11 nilai yang yang bernilai positif dan timbal balik. Nilai tersebut antara lain: bekerja dengan kepemimpinan; kerapihan; mencapai visi perusahaan; bekerja dengan sanksi dan hukuman; kebersihan; menghasilkan laba bagi kantornya; kepedulian terhadap adat istiadat setempat; kerja keras; kenyamanan dalam bekerja dan kepuasan terhadap gaji. Faktor-faktor positif yang disebutkan di atas mencerminkan betapa suatu nilai kerja di Lingkungan Dalam Perusahaan (LDP) Angkasa Pura I turut berpengaruh (sebagai bentuk kepedulian) terhadap Lingkungan Luar Perusahaan (di LLP-nya). Secara keseluruhan faktor nilai penentu ini adalah nilai yang mendasari awalnya dan yang kemudian turut menentukan pada lingkungan luarnya. Pendekatan yang dilakukan ini juga dapat memberi kelebihan dalam memudahkan melakukan perubahan terhadap kebijakan yang sedang berjalan. Apabila dirasakan akan adanya kekurangan, maka pimpinan dapat melakukan berbagai bentuk perubahan secepatnya antara lain melalui bentuk latihan dalam membangun nilai yang diperlukan. Latihan ini dapat dilakukan pula dengan mengetahui lebih dahulu hasil dari penelitian model yang dilakukan. Tujuannya adalah untuk menentukan suatu nilai kerja yang mana saja yang perlu didukung untuk keberhasilan suatu tujuan perubahan nilai kerja. Nilai yang terkumpul dapat dijadikan masukkan bagi perubahan kebijakan maupun latihan
100
yang ingin dilaksanakan. Selanjutnya terdapat pula nilai yang juga mempunyai pengaruh terhadap LLP tetapi tidak mempunyai nilai timbal-baliknya. Artinya nilai tersebut mempengaruhi LLP-nya, akan tetapi LLP tidak berpengaruh pada nilai yang ada di dalam perusahaan yang mendukungnya (Gambar 10), misalnya saja yaitu nilai rasa kebersamaan. Nilai ini penting untuk memberikan pelayanan pada LLP. Akan tetapi LLP tidak merasa harus berpengaruh pada rasa kebersamaan itu sendiri. Artinya nilai itu lebih merupakan nilai dari staf yang memang tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada LLP-nya. Untuk tujuan inilah, pelayanan dari pegawai harus dapat menumbuhkan suatu nilai rasa kebersamaan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada LLP-nya, bukan sebaliknya. Pelayanan terbaik yang diberikan atas dasar rasa kebersamaan tidak dengan sendirinya menimbulkan rasa yang sama pula dari LLP-nya. Bahkan pelayanan yang baik itu sudah semestinya dilakukan oleh LDP-nya, namun tidak berarti bahwa hal yang sama pula harus pula dilakukan oleh LLP-nya. Jadi, rasa kebersamaan di LDP tidak mesti dipengaruhi pula oleh LLP. Kendati demikian rasa kebersamaan tersebut harus tetap dipelihara di LDP agar pelayanan yang diberikannya tidak menurun dan tetap yang terbaik bagi mereka yang dilayani yaitu mereka yang berada di LLP. Begitu juga nilai menyediakan keperluan bagi orang lain. Nilai ini memang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh staf di dalam organisasi atau LDP. Menyediakan keperluan untuk orang lain menjadi bentuk pelayanan yang seharusnya diberikan oleh mereka yang berada di LDP sebagaimana juga nilai yang beorientasi pada pelayanan. Nilai ini pun masih dalam kategori memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada LLP-nya, kendati hanya dimaksudkan sebagai bentuk untuk melayani orang lain. Nilai kebersahajaan adalah nilai yang baik bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa anti-pati dari mereka yang dilayani, yaitu mereka yang berada di LLP. Begitu pula nilai inisiatif dimana nilai tersebut bersifat pelayanan pada LLP-nya. Nilai ini penting bagi mereka yang berada di LDP tetapi tidak mempunyai arti yang timbal balik dengan LLP-nya karena inisistif yang baik
101
tentunya diharapkan oleh mereka yang berada di LLP sebagai bentuk pelayanan dari nilai kerja yang baik dari LDP-nya. Nilai kerja yang baik di LDP tidak selalu mendapatkan wajah timbal baliknya dari mereka yang berada di LLP. Paling banyak adalah pujian dari kegiatannya itu. Nilai memanfaatkan kesempatan yang ada walaupun bersifat positif tidak pula mempunyai arti timbal baliknya. Hal ini berarti bahwa nilai mengambil kesempatan bersifat timbal balik. Hal itu juga berarti bahwa mengambil kesempatan yang ada bepengaruh hanya pada LLP-nya saja. Apabila nilai kerja manfaatkan kesempatan yang ada ini, misalnya saja dipakai untuk melayani LLP-nya untuk memudahkan pengunjung di bandara menjadi mudah. Dengan banyaknya turis yang datang, maka mereka yang berada di LDP sebaiknya memanfaatkan keadaan ini untuk membuat berbagai buku petunjuk (leaflets) yang diperkirakan dapat terbayar kembali untuk kebutuhan mencetak. Dananya didapat dari banyaknya turis yang masuk. Dengan demikian, hal yang akan terjadi adalah peningkatan dana yang diterima dalam berbagai bentuk service fee atau masukan dana dari pelayanan yang diberikan. Hal ini memberi arti yang bersifat positif bagi pelayanan di LLP. Lain persoalannya apabila memanfaatkan kesempatan dikerjakan untuk kepentingan pribadi yaitu dengan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi atau diri sendiri (seizing the opportunity for the self) dalam memberikan bentuk pelayanan atau memanfaatkan kesempatan untuk diri sendiri yang tentunya adalah petanda negatif dan buruk. Secara kelompok, nilai memanfaatkan kesempatan bisa dianggap sebagai nilai yang positif karena tindakan ini dapat membantu dalam memberikan pelayanan yang lebih baik lagi bagi mereka yang berada di LLP di Bandara. Jadi nilai-nilai yang terakhir ini berpengaruh pada LLP akan tetapi LLP-nya sendiri tidak mempunyai pengaruh balik terhadap nilai tersebut atau mereka yang bekerja di LDP. Artinya lima nilai terakhir ini hanya mempengaruhi LLP. Akan tetapi LLP-nya sendiri sama sekali tidak mempengaruhi nilai tersebut. Nilai tersebut sepintas lalu kelihatan seperti diperlukan untuk bekerja dengan Nilai Mutu Kerja yang Tinggi dan kelihatannya akan menjadi positif bagi kegiatan di bandara. Akan tetapi nilai ini bisa pula diartikan sebagai usaha yang sia-sia.
102
Melayani tamu dengan komputer misalnya, menjadi kerja yang sangat tinggi mutunya tetapi dapat pula menjadikan kerja yang rumit dalam memberikan pelayanan terutama apabila faktor pendukungnya tidak selalu siap untuk membantu. Listrik yang mati dapat membuat semua pelayanan menjadi terhambat. Yang diperlukan dalam memberikan pelayanan adalah nilai kecepatan dalam bekerja yang lebih mempunyai arti daripada bekerja dengan mutu kerja yang tinggi. Jiwa dagang adalah kegiatan timbal-balik yang negatif dengan lingkungan luarnya. Berbeda dengan demikian jiwa wirausaha (entrepreneurship) yang justru diperlukan oleh pimpinan perusahaan, terutama dalam membuat bandara yang memudahkan orang untuk berbelanja. Bahkan banyak negara di dunia ini yang menjadikan bandara menjadi superstore yang serba ada serta serba melayani. Bahkan bandara yang sering menjadi tempat tujuan, banyak sekali melayani mereka yang lalu lalang di bandara tersebut. Nampaknya alasan nilai jiwa dagang menjadi negatif pada tingkat Nilai Penentu Utama (NPU) dikarenakan keadaan di Indonesia yang menjadi bentuk usaha sampingan sebagai bagian dari kegiatan yang umum dilakukan. Biasanya kegiatan yang terkait dengan kantor bagi mereka yang serba kekurangan mengambil waktu dari kerja yang menjadi tugas utamanya. Hal ini terjadi karena umumnya gaji orang Indonesia kecil sehingga setiap kesempatan yang ada dijadikan sumber tambahan pendapatan, apalagi yang bekerja di pemerintahan seperti sekarang ini keadaannya. Kegiatan kaki lima juga banyak terlihat di berbagai bandara di daerah kerja PT. Angkasa Pura I. Walaupun belum tentu ada kaitannya dengan mereka yang bekerja di LDP, namun biasanya ada toleransi yang dilakukan tanpa teguran atau kurangnya kewenangan yang sering terjadi karena tumpang tindih dengan berbagai instansi yang lain yang berbeda akan kepentingannya. Nilai jiwa dagang, apabila nilai tersebut terdapat pada setiap staf, maka kemungkinan besar yang terjadi di airport tumbuh berbagai kegiatan dagang yang tidak beraturan. Akan tetapi, ada pula pemikiran dari mereka yang berjiwa wirausaha yang ingin membuat bandara menjadi superstore yang besar yang mendatangkan pendapatan bagi mereka yang bekerja di LDP bandara maupun
103
pendapatan tambahan bagi pemerintahan daerahnya. Apabila jiwa dagang ini dimiliki oleh banyak pekerja dari mereka yang bekerja di dalam bandara jelas akan menggangu pelayanan yang seharusnya diberikan kepada mereka yang berada di LLP. Banyak sekali waktu yang akan tersita dari waktu kerja. Hal ini yang jelas akan mempengaruhi kerja mereka di bandara. Jiwa dagang ini bukan hanya milik bandara saja. Bahkan dimana-mana mereka yang serba ketidakcukupan membuka usaha sampingan sebagai cara untuk mendapat nilai tambahan. Seandainya itu dilakukan di luar bandara maka hal tersebut tentunya berbeda keadaannya. Akan tetapi apabila mereka itu berada disekitar bandara setidaknya akan mengurangi konsentrasi untuk memberikan pelayanan yang sebaiknya. Apalagi, keadaan yang ada dimanfaatkan untuk mencari nilai tambahan maka perbuatan yang demikian itu bisa memancing tindakan dalam memberikan fasilitas kemudahan di bandara. Tidak jarang hal yang terjadi adalah kelambanan dalam pelayanan. Kelambanan dapat dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan pelayanan yang lebih cepat. Kebutuhan akan pelayanan yang lebih cepat seringkali melahirkan kebiasaan untuk memberikan imbalan agar diberikan fasilitas kecepatan pelayanan bagi yang membutuhkan. Terutama adalah mereka yang berada di LLP. Sementara mereka yang berada di LDP juga membutuhkan adanya tambahan dalam pendapatan yang ada. Jadi, kelambanan dalam pelayanan itu merupakan cara untuk mendapat imbalan dari mereka yang dilayani. Korupsi adalah dampak negatif dari nilai jiwa dagang seperti ini di dalam lingkungan bandara. Tindakan semacam ini biasanya terjadi di berbagai daerah dimana jumlah pesawat relatif ramai, baik bagi pesawat yang turun dan maupun yang naik sehingga orang mengambil kesempatan yang ada untuk berbuat kecurangan. Munculnya berbagai pedagang kaki lima di sekitar bandara adalah pemandangan yang kurang menarik terutama untuk para turis asing, kecuali turis ”sendal-jepit” seperti yang terkenal di Bali dan Jakarta yaitu turis yang memang sengaja mencari tempat yang murah, baik untuk penginapan maupun untuk makannya. Di sekitar bandara Cengkareng terdapat banyak sekali pedagang kaki
104
lima yang menjual nasi bungkus di tempat parkir sebagai pelayanan bagi para supir yang menunggu di bandara. Keberadaan mereka ini tidak selalu berada di sekitar bandara. Pedagang kaki lima menjadi daya tarik juga bagi mereka yang biasanya bergaji rendah dan umumnya tidak mencukupi untuk duduk di restoran. Oleh karena itu, pelayanan oleh pedagang kaki lima berkembang bagi mereka yang melayani para pengemudi dan mereka yang menjadi pegawai rendah, seperti orang yang mengangkut barang karena memang hasil mereka umumnya tidak mencukupi. Nilai ini saling berpengaruh negatif antara faktor LLP dan mereka yang bekerja di bandara akan berdampak buruk apabila banyak dari mereka yang berjiwa dagang berada di dalam lingkungan bandara. Dampak negatif lainnya adalah nilai keberanian membela kebenaran. Walaupun kelihatannya membela kebenaran adalah nilai yang sangat positif, akan tetapi apabila nilai ini diterapkan pada organisasi yang bersifat pelayanan maka dampaknya akan menjadi negatif. Yang nampak dari nilai ini adalah sifat konfrontatif yang tidak begitu berguna dalam organisasi yang bersifat pelayanan. Sifat ramah-tamah dibutuhkan dalam organisasi yang bersifat pelayanan lingkungan. Sifat ini merupakan nilai yang lebih utama. Jadi mereka yang suka melakukan nilai yang membela pada kebenaran melahirkan biasanya manusia orang bersifat argumentasi dan biasanya terkait pula dengan nilai konfrontasi. Nilai ini melahirkan perdebatan sikap dengan siapa saja. Padahal dalam organisasi yang bersifat pelayanan, sifat argumentatif sebaiknya dihindari atau setidaknya kalau terpaksa dikurangi jumlah kegiatannya. Perbuatan semacam ini tidak begitu cocok untuk organisasi yang bersifat pelayanan terhadap lingkungan, baik itu di lingkungan dalam maupun di lingkungan luar bandara. Disamping itu dampak timbal-balik yang negatif terdapat pula dampak yang tidak berbalik arah yaitu nilai yang berdampak pada kepedulian lingkungan di luar perusahaan (LLP) saja. Proses ini dihasilkan dari Nilai Penentu Utama yang didapat untuk kemudian dijadikan nilai dependen kembali untuk mengetahui Nilai Sub-Pendukung yang menjadi nilai penentu yang baru dan dalam hal ini disebut juga sebagai Nilai Sub-Penentunya (NSP).
105
Nilai independen yang kemudian dijadikan kembali menjadi nilai dependen yang sudah terkumpul ini adalah untuk mengetahui nilai apa saja yang sebenarnya mendukung lingkungan luar perusahaan (LLP). Nilai Penentu dan Nilai Sub-Penentu inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama dari mereka yang menjalankan roda organisasi PT. Angkasa Pura I. 5.3. Kebutuhan Stakeholders terhadap Kepedulian Lingkungan Bandara Kebutuhan
stakeholders
terhadap
kepedulian
lingkungan
bandara
dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) yang difokuskan pada lingkungan di dalam bandara. Hasil FGD tersebut disajikan pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16. Kebutuhan stakeholders terhadap kepedulian lingkungan bandara Stakeholders Lingkungan di dalam bandara yang diharapkan Pimpinan
Karyawan
Pemakai jasa
Pemerintah
Masyarakat
• Petugas yang bekerja secara efisien • Penegakan hukum bagi petugas dan pengguna jasa • Aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan pengguna jasa • Keakraban antara karyawan dan pemimpin • Tempat makan khusus karyawan dengan harga murah • Fasilitas ibadah yang nyaman • Kenyamanan • Kebersihan • Pelayanan yang ramah • Informasi yang tepat dan mudah diakses • Ruang tunggu yang luas dan nyaman • Papan informasi jadwal penerbangan yang besar dan tersebar • Fasilitas internet gratis • Fasilitas ibadah • Penegakan hukum • Aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan pengguna jasa • Informasi yang akurat dan cepat • Tempat duduk yang nyaman bagi penjemput
Berbagai kebutuhan stakeholders tersebut merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan bandara di masa
106
mendatang. Faktor ini menjadi masukan untuk penyusunan strategi peningkatan kepedulian lingkungan bandara. Untuk memenuhi kebutuhan stakeholders tersebut, maka dirumuskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan di masa mendatang untuk menciptakan kepedulian lingkungan bandara yaitu: 1. Peningkatan kepedulian pelayanan. Pelayanan yang diharapkan dari pengguna jasa yakni pelayanan yang efisien, jelas, tepat, dan memudahkan pengguna jasa bandara. Selain itu perlunya memberikan informasi yang akurat, cepat serta tepat dan mudah diakses. 2. Peningkatan profesionalisme petugas. Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah petugas yang bekerja secara efisien, petugas yang tersebar di beberapa titik penting, dan tercipta keakraban antara petugas dengan pengguna jasa bandara, serta suasana pelayan yang ramah dari petugas. 3. Sosialisasi aturan yang jelas dan tegas bagi karyawan dan pengguna jasa. Hal ini penting agar semua stakeholders memahami aturan-aturan yang diterapkan pada bandara. Selain itu, perlunya penegakan hukum bagi petugas dan pengguna jasa. 4. Peningkatan fasilitas berupa keterkaitan antarmoda transportasi, akses menuju bandara, tempat tinggal yang dekat dengan bandara, tempat makan khusus karyawan dengan harga murah, fasilitas ibadah yang nyaman, fasilitas internet gratis, fasilitas ibadah, parkir yang nyaman, dan tempat duduk yang nyaman bagi penjemput. Fasilitas ini perlu ditingkatkan kebersihan dan kerapihannya. 5.4. Strategi Implementasi Peningkatan Kepedulian Lingkungan Bandara Berdasarkan hasil analisis prospektif, diperoleh 14 faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja lingkungan bandara. Dalam upaya peningkatan kinerja lingkungan bandara, semua faktor ini harus diperhatikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas kegiatan di bandara. Secara operasional, faktorfaktor ini memiliki keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kinerja lingkungan bandara secara berkelanjutan. Namun demikian, dalam proses implementasinya diperlukan pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan faktor lainnya sehingga kegiatan di bandara dapat mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh manajemen
107
bandara. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders yang terkait dengan kegiatan peningkatan kinerja lingkungan di bandara. Untuk mengetahui faktor kunci yang paling berpengaruh dalam peningkatan kinerja lingkungan menuju bandara yang prima, maka dilakukan analisis yang pengaruhnya efektif dan relevansinya tinggi. Artinya bahwa faktor kunci yang dihasilkan sesuai dengan yang dibutuhkan dan relevan untuk diterapkan. Analisis yang digunakan adalah analisis prospektif yang dilakukan secara partisipatif oleh para peserta. Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh dan tingkat ketergantungan terhadap faktor lain menjadi penentu dalam strategi peningkatan kinerja lingkungan. Agar diperoleh semua faktor yang dapat meningkatkan kinerja bandara secara efektif dan efisien, maka faktor input dan faktor penghubung menjadi fokus perhatian dalam implementasi peningkatan kinerja bandara. Gambaran Tingkat Kepentingan FaktorFaktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
2.50
Kepemimpinan
2.00
Kepedulian adat istiadat Kebersihan
Pengaruh
Kebersahajaan Kerapihan
1.50
1.00
Kepuasan gaji Orientasi pelayanan
0.50
Adat istiadat
Jiwa dagang
Mutu kerja
Kerja keras Sarana ibadah Kenyamanan
Membela kebenaran
‐
‐
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Ketergantungan
Gambar 13. Hasil analisis prospektif penentuan faktor kunci peningkatan kepedulian lingkungan bandara. Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh lima faktor kunci keberhasilan peningkatan kinerja lingkungan di bandara yakni 3 faktor input dan
108
2 faktor penghubung yaitu: (1) kepemimpinan, (2) kebersihan, (3) kepedulian pada adat istiadat, (4) kebersahajaan, dan (5) kerapihan. Hasil analisis prospektif disajikan pada Gambar 13. Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat faktor kebersihan dan kerapihan berada di kuadran 1, dapat dikatakan bahwa kedua faktor ini memiliki tingkat pengaruh yang tinggi dan tingkat ketergantungan yang tinggi pula. Sedangkan kepemimpinan, kepedulian adat istiadat dan kebersahajaan berada di kuadran 2 yang menunjukkan bahwa faktor-faktor ini memiliki tingkat pengaruh yang tinggi dan tingkat ketergantungan yang rendah. Faktor lainnya berada di kuadran 3 dan 4 yang dalam hal ini memiliki tingkat pengaruh yang rendah. Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian. Kelima faktor kunci disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang harus diperhatikan dalam peningkatan kinerja lingkungan di masa mendatang. Dalam upaya peningkatan kinerja lingkungan menuju bandara yang berkelanjutan sesuai dengan visi dan misi PT. Angkasa Pura I maka faktor yang perlu diperhatikan dan ditindak lanjuti adalah faktor-faktor yang masuk dalam kategori faktor kunci. Sehingga strategi yang dapat dilakukan oleh PT Angkasa Pura I untuk meningkatkan kualitas perusahaan berdasarkan lima faktor kunci diantaranya: 1.
Bekerja dengan kepemimpinan. Suatu perusahaan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang-orang yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan harus bisa dilaksanakan dengan baik di lingkungan dalam perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan. Kepemimpinan harus dimiliki bukan hanya oleh pemimpin tapi juga para karyawan.
2.
PT. Angkasa Pura I harus selalu memperhatikan kerapihan, baik itu dari penampilan maupun dalam bekerja. Dengan begitu pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Semakin baik kerapihan dalam bekerja semakin tinggi pula kualitas lingkungan perusahaan secara keseluruhan.
3.
Selain kerapihan, kebersihan juga harus selalu diperhatikan. Kebersihan akan membuat pekerja maupun pelanggan nyaman berada di dalam perusahaan PT. Angkasa Pura I. Agar terciptanya kebersihan di dalam lingkungan perusahaan diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti tersedianya air bersih, toilet bersih, tempat sampah yang memadai, dan lain-lain. Selain itu kebersihan juga
109
harus dijaga di luar perusahaan dengan cara tidak mengotori atau mencemari lingkungan di sekitar seperti polusi air dan udara. Sehingga diperlukan perencanaan dampak pengendalian lingkungan hidup yang baik oleh PT Angkasa Pura I agar dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tidak merugikan pihak lain. 4.
Bersikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan dalam pekerjaaan. Sebagai perusahaan pelayanan publik nilai kebersahajaan ini harus dimiliki bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa antipati dari masyarakat di luar lingkungan perusahaan.
5.
Peduli terhadap adat istiadat atau budaya di sekitar lingkungan perusahaan. Peduli terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar bandara. Salah satunya dengan cara menghormati dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara besar yang diperingati oleh masyarakat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 87,1% responden menyatakan peduli dan sangat peduli terhadap lingkungan di dalam perusahaan, sedangkan sebanyak 83,6% responden menyatakan peduli dan sangat peduli terhadap lingkungan di luar perusahaan. 2.
Terdapat 16 peubah nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan di dalam perusahaan serta 21 peubah nilai kerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepedulian lingkungan di luar perusahaan.
3.
Berdasarkan hasil analisis prospektif, ke-14 peubah nilai kerja yang berpengaruh
signifikan
terhadap
kepedulian
lingkungan
bandara
dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu : Kategori 1 (ketergantungan tinggi, pengaruh tinggi) : kerapihan dan kebersihan, Kategori 2 (ketergantungan rendah, pengaruh tinggi) : kepemimpinan, kepedulian adat istiadat, dan kebersahajaan. Kategori 3 (ketergantungan rendah, pengaruh rendah) : orientasi pelayanan, adat istiadat, jiwa dagang, dan membela kebenaran, Kategori 4 (ketergantungan tinggi, pengaruh rendah) : kepuasan gaji, mutu kerja, kerja keras, sarana ibadah, dan kenyamanan. Dengan demikian, strategi peningkatan kepedulian terhadap lingkungan bandara adalah sebagai berikut : a. Bekerja dengan kepemimpinan. Suatu perusahaan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang-orang yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan harus bisa dilaksanakan dengan baik di lingkungan dalam perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan. Kepemimpinan harus dimiliki bukan hanya oleh pemimpin tapi juga para karyawan. b. PT Angkasa Pura I harus selalu memperhatikan kerapihan, baik itu dari penampilan maupun dalam bekerja. Dengan begitu pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Semakin baik kerapihan dalam bekerja semakin tinggi
111 pula kualitas lingkungan perusahaan secara keseluruhan. c. Selain kerapihan, kebersihan juga harus selalu diperhatikan. Kebersihan akan membuat pekerja maupun pelanggan nyaman berada di dalam perusahaan PT Angkasa Pura I. Agar terciptanya kebersihan di dalam lingkungan perusahaan diperlukan fasilitas yang mendukung, seperti tersedianya air bersih, toilet bersih, tempat sampah yang memadai, dan lain-lain. Selain itu kebersihan juga harus dijaga di luar perusahaan dengan cara tidak mengotori atau mencemari lingkungan di sekitar seperti polusi air dan udara. Untuk itu, diperlukan perencanaan dampak pengendalian lingkungan hidup yang baik oleh PT Angkasa Pura I agar dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tidak merugikan pihak lain. d. Bersikap sederhana, sewajarnya, tidak berlebih-lebihan dalam pekerjaan. Sebagai perusahaan pelayanan publik, nilai kebersahajaan ini harus dimiliki bagi mereka yang bekerja di dalam perusahaan agar tumbuh citra rendah hati, tidak overacting atau angkuh yang dapat menimbulkan rasa antipati dari masyarakat di luar lingkungan perusahaan. e. Peduli terhadap adat istiadat atau budaya di sekitar lingkungan perusahaan. Peduli terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar bandara. Salah satunya dengan cara menghormati dan ikut berpartisipasi dalam acara-acara besar yang diperingati oleh masyarakat. 6.2. Implikasi Kebijakan Kebijakan yang dapat diterapkan di PT. Angkasa Pura I sebagai faktor kunci keberhasilan peningkatan kerja lingkungan di bandara antara lain: 1.
Menumbuhkembangkan karakter kebersahajaan, kerajinan, keikhlasan, dan kepedulian terhadap adat istiadat dan budaya masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan dari para karyawan dan pimpinan perusahaan.
2.
Memantapkan karakter kepemimpinan yang kuat dari pimpinan perusahaan serta menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan dari para karyawannya.
3.
Memelihara keberlanjutan kerapihan dan kebersihan infrastruktur bandara.
112 6.3. Saran Penelitian Lebih lanjut Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dan kesimpulan disarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Kepada peneliti lain agar mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan bandara yang ditemukan pada penelitian secara lebih mendalam dengan pendekatan yang komprehensif.
2.
Faktor kualitas lingkungan secara biologi, fisik, dan kimiawi belum dikaji secara mendalam pada penelitian ini. Untuk itu, diharapkan pula kepada peneliti lainnya untuk mengkaji keterkaitan faktor-faktor tersebut terhadap kualitas lingkungan bandara, baik di dalam maupun di luar bandara.
3.
Untuk menambah bobot nilai lingkungan bandara, diharapkan adanya penambahan variabel nilai kerja di luar perusahaan.
113 DAFTAR PUSTAKA Alas R, Wei S. 2007. Institutional impact on work – related values in Chinese Organization. Journal of Business Ethics. 83: 297-306. DOI 10.1007/s10551007-9620-0. Alerter CP. 1972. Existence, Relatedness and Growth. New York: Free Press. Alibeli MA, White NR. 2011. The Structure of Environmental Concern. International Journal of Business and Social Science. Vol.2 No.4, March 2011. As’ad M. 2000. Psikologi Industri. Edisi 4. Yogyakarta: Liberty. Azwar S. 2005. Sikap Manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Brehm JM, Brian WE, Richard SK. 2006. Community Attachments as Predictors of Local Environmental Concern. The American Behavioral Scientist. Oct 2006, 50, 2, ABI/INFORM Complete pg.142. Buckley W. 1967. Sociology of Modem Theories. London, Sydney, Toronto, New Delhi, Tokyo: Prentice Hall. Burger P, Luckmann T. 1969. The Social Cunstruction of Reality. New York: Garden City. Cheung CK, Scherling SA. 1999. Job satisfaction, work values, and sex differences in Taiwan’s organizations. The Journal of Psycology. Vol. 133,5; ABI/INFORM Complete, pg. 563. Departemen Perhubungan. 2005. Cetak Biru Transportasi Udara 2005 – 2024 (Konsep Akhir). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan. Dewi R. 2009. Studi kasus: Pengetahuan, dan Kepedulian terhadap Lingkungan Hidup. Majalah Kedokteran Damianus. Vol.8 No.2 Mei 2009. Dose JJ. 1997. Work values: An integrative framework and illustrative application to organizational socialization. Journal of Occupational and Organizational Psychology. Vol.70,3; ABI/INFORM Complete pg. 219. Draper N, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
114 Gibson JL, Ivancevich JM, Donnely JH. 2005. Organisasi Perilaku, Struktur, dan Proses. Terjemahan Nunuk Ardiani. Jakarta: Binarupa Aksara. Goffman E. 1980. Strategic Interaction. Oxford: Burgess and Son. Gumbira-Said E, Rachmayanti, Muttaqin MZ. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis : Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hasibuan MSP. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: CV Haji Masagung. Hendrawan R, Samsul M. 2007. Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan. Jurnal Sosioteknologi. Edisi 12 Tahun 6, Desember 2007. Hersey P, Blanchard KH. 1994. Manajemen Perilaku Organisasi: Pemberdayaan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Erlangga. Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi DimensiDimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ivancevich JM, Konopaske R, Matteson MT. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga. Johansson G, Winroth M. 2010. Introducing environmental concern in manufacturing strategies: Implications for the decision criteria. Management Research Review, Vol. 33 No. 9, 2010 pp. 877-899. Katerburg R, Blau G. 1983. An examination of level and direction of effort and job performance. Academy of Management Journal, Vol. 26 Pg. 249–257. Kolasa BJ. 1970. Introduction to Behavioral Science for Business. New Delhi: Willey Eastern Private Limited. Kumurur VA. 2008. Pengetahuan, Sikap dan Kepedulian Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Terhadap Lingkungan Hidup Kota Jakarta. EKOTON. Vol. 8, No.2:1-24. Mangkunegara APA. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mangkunegara APA. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mangkuprawira S, Hubeis AV. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Cetakan pertama. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
115 Mangkuprawira S. 2008. Horison Bisnis, Manajemen, dan Sumber Daya Manusia. Bogor: IPB Press. Manser MH. 1995. Oxford Learner’s Pocket Dictionary. 10th Edition. Oxford: Oxford University Press. Mathis RL, Jackson JH. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Maslow AH. 1970. Motivation and Personality. New York, Evanston, London: Harper dan Row Publisher. McGuiness PF. 2009. Obstacle and opportunities: organizational culture and environmental practices of the Vancouver Airport Authority (a Thesis). Royal Roads: School of Environment and Sustainability, Royal Roads University. McLean
GN.
2006.
Organization
Development:
Principles,
Processes,
Performance. San Fransisco CA : Berret-Koehler Publishers, Inc. McGregor D. 1960. The Human Side of Enterprise. New York, London, Toronto: McGraw-Hill Book Company. McGregor D. 1970. The Professional Manager. New York, London, Toronto: McGraw-Hill Book Company. Pan Y, Song X, Goldschmidt A, French W. 2010. A cross-cultural investigation of work values among young executives in China and the USA. Cross Cultural Management: An International Journal. Vol. 17 No. 3, pp. 283-298. Parasuraman A. 1991. Marketing Research. 2nd Edition. Massachusetts: AddisonWesley Publishing Company, Inc. Pherigo RK. 1997. Gender, an Ethic of Care and Environmental Concern (a Thesis). Arlington: The Faculty of the Graduate School, The University of Texas at Arlington. Rachman MR. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Bandar Udara Ahmad Yani Semarang (tesis). Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Raharjo M. 2007. Memahami Amdal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Robbins SP. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Index. Ross GF. 1992. Work Attitudes and Management Values: The Hospitality Industry. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 4,3; ABI/INFORM Complete pg.9. Schneider SA. 2010. The Environmental Concern of Youth At A Ymca Youth
116 Adventure Camp (a Thesis). Carbondale: Department of Health Education and Recreation in The Graduate School, Southern Illinois University. Schwartz SH, Bilsky W. 1987. Toward a universal psychological structure of human values. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 53 Pg. 550–562. Schein EH. 1997. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco, California: Jossey-Bass. Selmer J, Littrell R. 2010. Business managers’ work value changes through down economies. Journal of Chinese Human Resource Management. Vol. 1 No. 1, pp. 31-48. Stinchcombe AL. 1968. Constructing Social Theories. New York, Chicago, San Fransisco, Atlanta: Hartcourt, Bruce & World Ivc. Stoner JAF, Freeman, Edward R, Gilbert Jr, Sindoro. 1996. Alexander (Penterjemah). Manajemen Jilid II. Jakarta: PT. Prenhallindo. Sutrisno. 2008. Kajian Manajemen dalam Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan di Pelabuhan Pontianak (tesis). Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Suparka H. 1998. Dunia Usaha, industri, dan peningkatan kepedulian lingkungan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Swarr TE. 2007. The Effect of Environmental Concern, Risk Perception, and SelfRegulatory Focus on Product Design Choices (a Dissertation). School of Business & Technology, Capella University. Toch H, Smith HC. 1968. Social Perception. Princeton, New York, Toronto, Melbourne, London: D Van Nostrand Company. Umar H. 2005. Riset Sumberdaya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Viteles MS. 1973. Motivation and Morale in Industry. New York: WW Norton. Zwell M. 2000. Creating a Culture of Competence. MA Danvers: John Wiley and Sons, Inc.