ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
ANA EKAWATI MAHBUBIYAH 107097002520
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG DI KAWASAN SEKITAR BANDARA (STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
ANA EKAWATI MAHBUBIYAH 107097002520
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, November 2011
Ana Ekawati Mahbubiyah 107097002520
November 2011
. . . . العيل العظمي ّ س بحان هللا وامحلد هلل وال اهل الا هللا وهللا اكرب والحول وال ّقوة الا ابهلل Syukur ku haturkan pada Sang Pencipta... Sholawat ku senandungkan pada Tauladan Terbaik... Terima kasih ku ungkapkan pada Ayah, Bunda, Guru, Saudara dan Sahabat-Sahabat ku... Ku persembahkan karya ini untuk kalian,,,
) ٢٣ : ( املكل. Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk: 23).
Karya terindah ini dipersembahkan oleh: Ana Ekawati Mahbubiyah
ABSTRAK
Analisis kebisingan pesawat terbang di kawasan sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya untuk mengetahui nilai EPNL(Effective Perceived Noise Level), korelasi Lmax dan EPNL, perbandingan EPNL Penghitungan dan EPNL Prediksi, nilai Leq serta nilai Lsm. Sebagai informasi serta database bagi pemerintah di bidang lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode pengukuran dan perhitungan yang telah diadopsi dari FAA(Federal Aviation Administration) atau ICAO(International Civil Aviation Organization). Sehingga dapat diketahui nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Di bandara Pekanbaru nilai EPNL terendah yaitu 91.10 EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu 109.32 EPNdB(737200), sedangkan di bandara Surabaya nilai EPNL terendah yaitu 86.15 EPNdB(72212A) dan tertinggi yaitu 111.11 EPNdB (737-200). Korelasi nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) yang sangat signifikan. Perbandingan antara nilai EPNL Pengukuran dan nilai EPNL Prediksi dengan selisih rata-rata sebesar 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) dan 0.036 EPNdB(Surabaya). Nilai Leq pada range antara 39.87 – 86.11 dB(A)(Pekanbaru) dan 42.23 – 75.5 dB(A)(Surabaya). Nilai Lsm(Level Siang Malam) rata-rata yang diperoleh di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 sebesar 63.23 dB(A), TU2 sebesar 76.47 dB(A), TU3 sebesar 60.57 dB(A). Sedangkan di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 sebesar 69.93 dB(A), TU2 sebesar 67.13 dB(A), TU3 sebesar 65.77 dB(A), sehingga nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 dB(A).
Kata kunci: Kebisingan pesawat terbang, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, Leq, Lsm, korelasi, Kep. Men. LH no.48/1996
i
ABSTRACT
Analysis of aircraft noise in areas around airports Pekanbaru and Surabaya to know the value of EPNL (Effective Perceived Noise Level), Lmax and EPNL correlation, comparison EPNL calculation and EPNL Predictions, LEQ value and the value of DNL. As the information and database for the government in the environmental field. By using the methods of measurement and calculation which has been adopted from the FAA (Federal Aviation Administration) or ICAO (International Civil Aviation Organization). So that it can be seen EPNL value of each (type) aircraft is different. In Pekanbaru airport EPNL value which is 91.10 EPNdB lowest (72-212A) and the highest is 109.32 EPNdB (737-200), while at the airport in Surabaya EPNL value low of 86.15 EPNdB (72-212A) and the high of 111.11 EPNdB (737-200) . The correlation value of Lmax with a value of EPNL (Effective Perceived Noise Level) which is very significant. Comparison between the values of EPNL Measurement and Prediction EPNL values with an average difference of 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) and 0036 EPNdB (Surabaya). LEQ value in the range between 39.87 - 86.11 dB (A) (Pekanbaru) and 42.23 - 75.5 dB (A) (Surabaya). Value DNL (Day Night Level) the average obtained in the residential areas around airports Pekanbaru to TU1 of 63.23 dB (A), TU2 amounting to 76.47 dB (A), TU3 of 60.57 dB (A). While in residential areas around the airport Surabaya for TU1 of 69.93 dB (A), TU2 amounting to 67.13 dB (A), TU3 of 65.77 dB (A), so that the average value of DNL in residential areas around airports Pekanbaru and Surabaya has exceeded 100% quality standards set forth in 48 Kep.Men.LH 1996 is 55 dB (A).
Key Word: Aircraft Noise, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, LEQ, DNL, correlation, Kep. Men. LH no.48/1996
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW selaku suri tauladan terbaik serta kepada para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Dengan rampungnya penulisan tugas akhir ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Ayah-ibunda tercinta yang telah memberikan segenap dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis, serta adik – adiku tersayang yang selalu membuat penulis semangat.
2.
Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
3.
Bapak Drs. Sutrisno, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas dukungan, ilmu, dan nasehat yang diberikan serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis.
5.
Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas ilmu yang diberikan, motivasi, nasehat serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis.
iii
6.
Bapak Ir. Wisnu Eka Yulyanto, selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang selalu memberi ilmu, motivasi dan arahan tentang apa yang penulis perlukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
7.
Bapak Pramana, Bapak Budi, Bapak Zulfachmi, Bapak Taufik dan Bapak Agus yang telah menemani dan membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir.
8.
Dewi Utami Rakhmawati, sebagai rekan kerja dan diskusi selama melaksanakan tugas akhir.
9.
Seluruh sahabat Fisika angkatan 2007 yang telah bersama-sama melewatkan masa kuliah penuh kenangan.
10. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat menjadi referensi dari buku bacaan yang telah ada, serta bermanfaat bagi yang membacanya. Tak lupa pula penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang terdapat pada tugas akhir ini.
Jakarta, November 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................
i
ABSTRACT .......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................
iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ………………………………..…….…….… 1.2 Permasalahan …………………………………………….…. 1.3 Batasan Masalah . …………………………………………… 1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………… 1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………..… 1.6 Sistematika Penulisan ……………………………………….
1 1 4 5 6 6 7
BAB II
LANDASAN TEORI ........................................................................ 2.1 Bunyi ………………………………………………...……… 2.2 Akustika ………………………………………………..…… 2.3 Kebisingan (Noise) …………………………………….…… 2.4 Skala Decibel (dB) …………………………………………. 2.5 Frekuensi …………………………………………………… 2.6 Skala Pembobotan A ..………………………………….…… 2.7 Penilaian Kebisingan Pesawat Udara …………..…………… 2.8 PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Corrected Perceived Noise Level) ……………………………………… 2.9 EPNL (Effective Perceived Noise Level) …………………… 2.10 Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) ………………. 2.11 Paparan Tingkat Bising (Le) dan Tingkata Kebisingan Maksimum (Lmax) …………………………………………. 2.12 Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996 ……………………… 2.13 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 …
9 9 10 11 11 12 13 14 15 16 17 19 20 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 23 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 23 3.2 Data Penelitian ......................................................................... 23 v
3.3 3.4 3.5
Peralatan Penelitian ................................................................. Tahapan Penelitian .................................................................. Pengolahan Data ...................................................................... 3.5.1 Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) ....................... 3.5.2 Analisis Data ................................................................ 3.5.3 Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis ....................
24 24 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 4.1 Hasil penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) . 4.1.1 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ............................... 4.1.2 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Juanda Surabaya .......................................................... 4.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif yang Dirasakan (EPNL) .............................................. 4.2.1 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ................. 4.2.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Juanda Surabaya ............................................ 4.3 Hasil penghitungan tingkat kebisingan sinambung setara (Leq) ........................................................................................ 4.3.1 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ..................................................... 4.3.2 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya ...................................................................... 4.4 Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Sesuai Kep-/MENLH/11/1996 ..................................
33 33
BAB V
25 28 32
33 37
43 43 49 56 57 60 64
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 67 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 67 5.2 Saran ........................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
69
LAMPIRAN ........................................................................................................
71
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skala Tingkat Tekanan Suara .......................................................
12
Gambar 2.2
Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat ............................
13
Gambar 2.3
Paparan Bising Pesawat – Waktu .................................................
15
Gambar 2.4
Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara ...................
18
Gambar 2.5
Tingkat Paparan Bising ................................................................. 19
Gambar 3.1
Tahapan Penelitian ........................................................................ 24
Gambar 3.2
Data Hasil Pencuplikan ................................................................. 26
Gambar 3.3
Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software .................. 26
Gambar 3.4
Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software ......................
27
Gambar 3.5
Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL .......................................
27
Gambar 3.6
Output Hasil Penghitungan Korelasi ............................................
30
Gambar 3.7
Output Hasil Uji Koefisein Regresi .............................................
30
Gambar 4.1
Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari) ...............
34
Gambar 4.2
Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya ..............................
40
Gambar 4.3
Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi ......................................................................................... 47
Gambar 4.4
Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi .......................................................................................... 55
Gambar 4.5
Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ................................................. 57
Gambar 4.6
Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP ..
59
Gambar 4.7
Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla ..........
59
Gambar 4.8
Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga ..
60
Gambar 4.9
Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda Surabaya ............................................................................ 60
Gambar 4.10 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya .....
63
Gambar 4.11 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa .....
63
Gambar 4.12 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot ........
64
Gambar 4.13 Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara ..........................................................................................
65
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Baku Tingkat Kebisingan ..................................................................
22
Tabel 4.1
Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru selama 3 hari ...................................................................
33
Tabel 4.2
Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari ....
37
Tabel 4.3
Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ..................................
43
Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ..................................
44
Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ....................
46
Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya .............................................................
49
Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya .............................................................
50
Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Juanda Surabaya ...............................................
52
Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ...........................................................................
58
Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda Surabaya ............................................................................................
61
Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara .........................
65
Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Semakin berkembangnya sebuah negara, semakin berkembang pula alat
transportasi yang ada di negara tersebut, khususnya pesawat terbang. Jenis transportasi ini semakin hari dirasa semakin dibutuhkan. Puluhan bahkan ratusan pesawat terbang komersial lalu-lalang beterbangan dari beratus-ratus bandar udara di seluruh dunia setiap hari dan membuat permasalahan yang serius yaitu bertambahnya emisi suara (kebisingan). Memang kebisingan tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup manusia tidak nyaman. Adakalanya beberapa jenis pesawat menghasilkan suara yang cukup mengganggu bagi penumpang, awak pesawat, masyarakat di luar pesawat maupun lingkungan. Bila terjadi secara terus-menerus hal ini bisa berdampak pada kesehatan orang-orang di sekitar bandara. Karena secara medis bila seseorang terpapar oleh kebisingan secara terus-menerus akan menyebabkan beberapa masalah seperti gangguan emosional atau psikologis, peningkatan stres, peningkatan tekanan darah, tidur tidak nyenyak, dapat mengurangi tingkat intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu perkembangan janin serta tentu saja masalah pendengaran hingga ketulian permanen, dan lain sebagainya. Bahkan manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang terpengaruh oleh kebisingan karena bila kebisingan terjadi di kawasan peternakan dapat
1
menyebabkan turunnya produksi telur dan produksi susu dari hewan-hewan ternak dan ini merugikan para peternak. Ketika memperhitungkan efek kebisingan terhadap kesehatan dan kualitas hidup, harus diperhitungkan intensitas dari suara itu sendiri yang dihitung dengan skala desibel (dB). Untuk kenaikan sebesar 10 dB maka sumber suara tersebut terdengar dua kali lebih keras. Sebagaimana digambarkan dalam contoh berikut: 1. Batas pendengaran manusia (0 dB) 2. Suara daun bergerak tertiup angin (20 dB) 3. Bisikan lembut sejauh 3 feet (30 dB) 4. Percakapan normal (55-60 dB) 5. Suara mobil sejauh 15 feet (70 dB) 6. Suara vakum cleaner (80 dB) 7. Mesin pemotong rumput (90 dB) 8. Suara mesin mobil pembersih salju (100 dB) 9. Gergaji mesin (110 dB) 10. Konser musik rock (120 dB) 11. Pesawat terbang take off (130-150 dB) 12. Petasan (150 dB) 13. Shotgun ditembakan (170 dB) Seperti yang tercantum diatas, bandar udara dapat dikatakan sebagai sumber kebisingan paling besar. Bila rumah seseorang berada di jalur penerbangan maka suara take off dapat mencapai maksimum 150 dB. Dapat dibayangkan pada bandara yang super sibuk seperti O'Hare di Chicago dimana tiap 15-20 detik ada
2
pesawat melakukan take off maupun landing, efek kebisingannya bahkan masih dapat dirasakan 15 mil jauhnya. Padahal menurut penelitian di Amerika yang dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health hanya membolehkan maksimum 85 dB dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per hari, itupun harus dengan pelindung telinga untuk mencegah kerusakan pendengaran lebih lanjut1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan belum mengatur baku mutu untuk kawasan sekitar bandara, metode yang digunakannya pun tidak sesuai untuk diterapkan di kawasan sekitar bandara. Selain itu, regulasi dibidang keselamatan penerbangan dan akibatnya terhadap lingkungan saat ini banyak yang telah berubah, serta tidak memenuhi syarat keselamatan terbang Internasional2. Termasuk terhadap gangguan kebisingan yang ditimbulkannya. Begitu juga data tentang kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat udara di kawasan sekitar bandara sangatlah kurang. Sehingga sangat diperlukan berbagai macam penelitian dalam masalah ini yang kemudian akan menjadi informasi bagi pemerintah terkait untuk sesegara mungkin melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangannya. Pada tahun 1969 FAA (Federal Aviation Administration) mulai mengimplementasikan peraturan mengenai noise limit terhadap pesawat komersial yang beroperasi di wilayah Amerika Serikat. Tahun 1971 ICAO (International Civil Aviation Organization) mengadopsi standarisasi noise limit pada Chapter 2, Annnex-16 (Environmental Protection) Volume I pada Konverensi Internasional 1
Sudiro Sumbodo. 2003. Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). www.sudirodesign.com diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam 19.58 WIB 2 Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19 November 2011)
3
Penerbangan Sipil. Akhir 1970-an standar ini mulai diaplikasi terhadap desain pesawat baru untuk menekan kebisingan. Peraturan baru ICAO yang tertuang dalam Chapter 3 Annex-16 dimana terintegrasi dengan peraturan FAA Part 36 yang mengenalkan konsep kategori stage suara. Annex-16 ini merupakan hasil studi dan seminar yang dilakukan sejak September 1968. Oleh karena itu, sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dan penghitungan sesuai dengan Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16.
1.2.
Permasalahan Sebagaimana telah diketahui bahwa banyak sekali akibat yang disebabkan
oleh kebisingan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Berapakah nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara. b. Bagaimana korelasi antara nilai Lmax dan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level). c. Berapakah perbandingan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi. d. Berapakah nilai Leq dan apa saja penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara. e. Berapakah nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara dan
apakah sesuai dengan baku mutu yang diatur
dalam Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996.
4
1.3.
Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh: a. Penelitian ini menggunakan data studi kasus dari dua bandara, yaitu: Bandara Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan Bandara Juanda (Surabaya). b. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari hasil pengukuran lapangan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH. c. Mengabaikan jarak antara Sumber Suara (Pesawat) dengan Penerima (Alat), dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16. d. Mengabaikan jarak antara Landasan Pacu (Runway) dengan Lokasi Titik Ukur dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16 yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. e. Penghitungan nilai EPNL menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah disesuaikan dengan metode penghitungan dari FAA (Federal Aviation Administration) atau ICAO (International Civil Aviation Organization dan telah diverifikasi oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH.
5
f. Penghitungan nilai Leq dan Lsm dilakukan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH. g. Menggunakan software SPSS 19 untuk menganalisis data nilai EPNL dan Leq.
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara. b. Mengetahui korelasi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level). c. Membandingkan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi. d. Mengetahui nilai Leq dan penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara. e. Mengetahui nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara serta kesesuaiannya dengan Kep. Men. LH No.48 Tahun 1996.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat dalam bidang lingkungan hidup. Khususnya
bidang akustik. Pada penelitian ini akan diperoleh nilai EPNL, Lsm, Leq, pendistribusian bising di kawasan sekitar bandara serta korelasi antara EPNL
6
dengan Lmax. Selain itu juga sebagai database kebisingan di bidang lingkungan hidup, serta sebagai informasi kepada pemerintah mengenai masalah kebisingan di kawasan sekitar bandara sehingga pemerintah dapat segera (mulai) merumuskan tindakan penanganan terhadap masalah tersebut.
1.6.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian yang dilakukan untuk tugas
akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai latar belakang,
permasalahan, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI Dalam bab kedua ini akan dibahas mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan tugas akhir ini seperti bunyi, akustika, kebisingan (Noise), skala desibel (dB), frekuensi, skala pembobotan A, penilaian kebisingan pesawat udara, PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Correction Perceived Noise Level), EPNL (Effective Perceived Noise Level), Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq), Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LAmax), Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep48/MENLH/11/1996, Baku Tingkat Kebisingan, dan sebagainya.
7
BAB III
METODE PENELITIAN Dalam bab tiga ini akan dibahas mengenai waktu dan tempat
penelitian, tahapan penelitian, serta mengenai proses pengolahan data. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab empat merupakan hasil dan pembahasan dari pengolahan
data dan analisisnya. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab lima merupakan kesimpulan yang diambil dari hasil
analisis dan juga saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan tugas akhir ini.
8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Bunyi Bunyi adalah gelombang mekanis elastik longitudinal yang berjalan.
Berarti untuk perambatannya dibutuhkan medium3. Adapun dari sumber lain, bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium4. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Perlu diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa, bunyi tidak sama dengan suara oleh karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi maupun suara keduanya sama, karena keduanya sama-sama merupakan getaran. Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar majumundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. 3 4
Ganijanti Aby Sarojo. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika . Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/bunyi . Bunyi. Diakses tanggal 26-09-2011 Jam 15.30 WIB
9
Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara. Rumus mencari cepat rambat bunyi adalah: 𝑣=
𝜆 𝑡
………………………………………….……………… (2.1)
dengan λ adalah panjang gelombang bunyi dan t adalah waktu.
2.2.
Akustika Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
bunyi, berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang mempengaruhi bunyi5. Kata akustik berasal dari bahasa Yunani ”akuostikos” yang berarti, segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Akustik mempunyai tujuan untuk mencapai kondisi pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas dan tidak berdengung sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat dan kebisingan6. Akustik mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan menyentuh ke hampir semua segi kehidupan manusia. Akustik lingkungan adalah menciptakan suatu lingkungan, dimana kondisi ideal disediakan, baik dalam ruang tertutup maupun di udara terbuka.
5 6
J. F. Gabriel. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta. http://architecturefiles.blogspot.com/ . Akustika. Diakses pada tanggal 26-09-2011 jam 15.49 WIB
10
2.3.
Kebisingan (Noise) Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan7. Menurut definisi kebisingan diatas, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Walaupun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktorfaktor psikologis dan emosional, ada beberapa kasus dimana pengaruh serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut.
2.4.
Skala Decibel (dB) Satuan desibel (dB) digunakan sebagai satuan pengukuran tekanan suara.
Dengan mengambil tekanan suara paling rendah yang dapat didengar oleh telinga manusia sebagai tekanan referensi (20 Pa) maka suatu skala yang menunjukkan pengukuran besaran suara bisa didapat yaitu berdasarkan tingkat suara relatif 7
Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
11
terhadap tingkat suara yang rendah, yang masih dapat diterima oleh pendengaran. Dengan demikian dikatakan bahwa 0 dB sama dengan tidak ada bunyi (secara teoritis). Daya suara sama dengan berbanding lurus dengan kuadrat tekanan suara. Oleh karena itu, diperlukan rasio kuadrat tingkat suara yang terukur dengan kuadrat suara terendah (0.000022). Skala dimulai dari 0 dB – 140 dB.
Gambar 2.1. Skala Tingkat Tekanan Suara
2.5.
Frekuensi Frekuensi adalah jumlah getaran gelombang suara per detik8. Frekuensi
merupakan nilai variasi tekanan suara per detik yang dinyatakan dalam Hertz. Suara yang dapat didengar oleh manusia terdiri dari beberapa frekuensi yang berlainan, rentang nilai frekuensi yang terjadi sangat besar dan lebar. Umumnya 8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta
12
spektrum frekuensi suara diklasifikasikan secara besar dalam 3 pita frekuensi berdasarkan pada kriteria pendengaran manusia, yaitu: a. Frekuensi infrasonik (< 20 Hz) b. Frekuensi sonik (20 Hz – 20 KHz) c. Frekuensi ultrasonik (> 20 KHz)
2.6.
Skala Pembobotan A Unit satuan yang paling umum dipakai untuk kekerasan suara adalah
dB(A) atau pembobotan A. Dalam pembobotan A ini komponen bising pada frekuensi yang rendah hanya sedikit diperhitungkan dibandingkan komponen bising pada frekuensi tengah sehingga hal ini sangat berkaitan dengan reaksi frekuensi pada telinga manusia. Nilai dari suatu pembobotan A memiliki hubungan baik antara resiko kebisingan yang mengakibatkan ketulian dan tingkat gangguan suara.
Gambar 2.2. Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat
Pada dewasa ini pembobotan telah menjadi standar internasional yang digunakan sebagai cara untuk mengukur bahaya kebisingan terhadap telinga manusia. Respon maksimum pada frekuensi 2500 Hz dan menurun pada frekuensi 1000 Hz. Pembobotan A ini digunakan untuk pengukuran level suara.
13
Sedangkan pembobotan C responnya berkisar antara frekuensi 30 Hz sampai 8000 Hz. Pembobotan ini biasanya digunakan untuk pengukuran level tekanan suara, aplikasinya kebanyakan digunakan untuk pengukuran kebisingan pesawat terbang. Begitu juga untuk pembobotan flat.
2.7.
Penilaian Kebisingan Pesawat Udara Skala Penilaian hanya “menggambarkan” exposure kebisingan itu sendiri,
salah satu contoh sederhananya adalah pembacaan tingkat suara bobot-A maksimum dari suatu rentang waktu kejadian bising transien, sedangkan contoh yang lebih rumit misalnya menyangkut tentang kebisingan yang berubah terhadap waktu dianalisa ke dalam pita-pita frekuensi, yang mungkin berkenan dengan distribusi statistik dari tingkat suara instantaneous yang dapat dianggap sebagai deret waktu. Pada beberapa kasus, skala mencoba hanya untuk menggambarkan beberapa aspek dari stimulus bising itu sendiri. Skala penilaian yang berkenaan dengan kebisingan pesawat udara yang akan dibahas pada bagian ini adalah Perceived Noise Level (PNL), termasuk Tone-corrected Perceived Noise Level (PNLT) dan Effective Perceived Noise Level (EPNL). Penilaian kebisingan pesawat udara dibagi menjadi dua macam: ـ
Penilaian kebisingan untuk operasi tunggal suatu jenis pesawat.
ـ
Penilaian terhadap bising yang ditimbulkan oleh keseluruhan operasi pesawat pada suatu daerah disekitar bandara.
14
2.8.
PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) PNL (Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan,
merupakan penilaian terhadap kebisingan yang telah digunakan (hampir secara eksklusif) dalam penilaian kebisingan pesawat. Memiliki satuan PNdB. PNL dihitung dari tingkat tekanan suara yang diukur dalam pita frekuensi 1 oktaf atau 1/3 oktaf. Saat ini digunakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) dan lembaga pemerintahan negara lain dalam proses sertifikasi kebisingan untuk semua jenis pesawat.
Gambar 2.3. Paparan Bising Pesawat – Waktu
PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan dengan koreksi nada pada dasarnya adalah tingkat kebisingan yang dirasakan dan disesuaikan untuk memperhitungkan keberadaan komponen frekuensi diskrit. PNLT dikembangkan untuk membantu dalam memprediksi kebisingan yang dirasakan untuk pesawat terbang dan kendaraan yang mengandung nada murni atau memiliki penyimpangan berat dalam spektrum. Metode untuk menghitung PNLT diadopsi dari FAA dengan melibatkan perhitungan PNL dari bunyi dan penambahan koreksi nada berdasarkan total 15
frekuensi dan jumlah yang melebihi nada kebisingan yang berdekatan di 1/3 oktaf band9.
Sebuah faktor koreksi nada, C, dihitung dari setiap spektrum untuk
menjelaskan respon subjektif adanya penyimpangan spektral. Faktor koreksi nada ditambahkan ke PNL untuk mendapatkan PNLT pada setiap kenaikan satu setengah detik waktu: PNLT = PNL + C ………………………………….………. (2.2) dimana C adalah faktor koreksi nada.
2.9.
EPNL (Effective Perceived Noise Level) EPNL (Effective Perceived Noise Level) adalah ukuran tunggal tingkat
kebisingan yang efektif dirasakan dari bising pesawat udara yang melintas10. Pemikiran dasar dari satuan EPNL ini adalah bahwa gangguan kebisingan oleh pesawat terbang tidak hanya tergantung pada besarnya tingkat tekanan suara, tetapi juga lamanya (durasi) kebisingannya. Oleh karena itu, dalam satuan EPNL telah melibatkan pengaruh dari tingkat tekanan suara, spektrum frekuensi, durasi dan distribusi spatial dari sumber suara. EPNL merupakan turunan dari besaran PNL (Perceived Noise Level). Tetapi EPNL melibatkan syarat-syarat koreksi sehubungan dengan lamanya/durasi pesawat udara melintas, dan kehadiran nadanada murni yang dapat didengar atau frekuensi diskrit (seperti deru dalam pesawat jet) pada sinyal bising7. EPNL dapat diperoleh dari deret waktu PNLTi, didasari pada spektra bising pita 1/3 oktaf. Kemudian EPNL ditentukan dengan somasi (pada basis
9
Department of the air force. 1987. Environmental Impact Analysis Process. USA Michael J. T. Smith. 1989. Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK.
10
16
“energi”) semua harga-harga PNLTi yang dicacah setiap interval waktu ½ detik, yang terdapat diantara 10 dB dibawah harga PNLT maksimum: 𝐸𝑃𝑁𝐿 = 10 log
𝑑 0.1 𝑃𝑁𝐿𝑇 𝑖 𝑖=0 10
− 13 ……………………..…. (2.3)
Ket: Pengaruh angka 13 untuk menormalisasi EPNL pada durasi 10 detik.
Penjelasan mengapa hanya harga-harga PNLTi yang terletak dibawah 10 dB dari PNL atau 10 PNdB dari penghitungan PNL setara dengan penggandaan harga noys (satuan dari kebisingan yang dirasakan), berarti penurunan lebih besar 10 dB dari harga maksimum PNL akan mengurangi lebih dari ½ skala maksimum kebisingan yang dirasakan. Selain dengan persamaan di atas, EPNL juga dapat ditentukan oleh jumlah dari PNLT maksimum dan faktor koreksi durasi: EPNL = PNLT maksimum + D ………………..………………………. (2.4) Dimana D adalah faktor koreksi durasi. Sebuah faktor koreksi durasi, D, dihitung dengan integrasi di bawah kurva PNLT terhadap waktu. 𝐷 = 10 𝐿𝑜𝑔
1 𝑇
𝑡2 𝑃𝑁𝐿𝑇 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 10 𝑡1
𝑑𝑡 − 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑀 ………..…………. (2.5)
Dimana T untuk menormalisasi waktu konstan dan PNLTM adalah nilai PNLT maksimum. Jadi koreksi durasi bising yang berbeda pada gangguan seperti pesawat udara yang melintas pada jarak dan kecepatan berbeda.
2.10.
Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq) Tingkat kebisingan sinambung setara (equivalent continuous level) adalah
tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama selang waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB(A). Tujuan dari LAeq adalah untuk
17
menyediakan ukuran angka tunggal dari kebisingan rata-rata selama periode waktu tertentu yang harus selalu ditentukan7. Persamaan LAeq adalah sebagai berikut: 1
𝐿𝐴𝑒𝑞 = 10 log 𝑇
𝑇 𝑝𝐴 𝑡 0 𝑝0
2
𝑑𝑡 ……………………………….. (2.5)
Dimana PO adalah tekanan suara referensi (20 Pa). PA adalah tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa) atau tekanan suara sesaat (Pa). T adalah Periode selang waktu pengukuran. Persamaan dapat disederhanakan menjadi: 𝐿𝐴𝑒𝑞 = 10 log
1 𝑇
𝑇𝑖 . 100.1𝐿𝑖 𝑑𝐵(𝐴) ………………………… (2.6)
Dimana T adalah waktu referensi total, Ti adalah jangka waktu pada level Li, Li adalah tingkat tekanan suara ke-1. Karena integral tersebut mengukur total energi suara selama selang waktu (T), persamaan tersebut sering disebut “energi rata-rata”. Dengan demikian persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai total noise dose. Tingkat kebisingan sinambung setara telah digunakan secara luas untuk mengukur pemaparan yang lama. Metode ini merupakan dasar perhitungan untuk menentukan kriteria tingkat kebisingan lingkungan.
Gambar 2.4. Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara
18
2.11.
Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LAmax) Tingkat paparan bising digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali
atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan sinambung. Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan suara berbobot-A dari kebisingan tetap 1 detik yang kontinyu dari energi setara.
Gambar 2.5. Tingkat Paparan Bising
Nilai dari tingkat paparan bising (LAe) ditetapkan dengan tingkat, dalam decibel (dB). Dari integral kuadrat waktu bobot-A tekanan bising (PA) lebih dari waktu yang diberikan atau sama, dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising (Po) atau (20 Pa) dan referensi durasi 1 detik. Unit ini dapat ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut: 𝑡2 𝑝 𝐴 𝑡 𝑡1 𝑝𝑜 0
1
𝐿𝐴𝑒 = 10 log 𝑇
2
𝑑𝑡 ……………………….……………… (2.7)
Dimana T0 referensi integral waktu dari 1 detik dan (t2-t1) adalah integrasi dari interval waktu. LAmax adalah tingkat maksimum, dalam decibel (dB). Dengan skala bobotA tekanan bising (respon lambat) dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising P0. 19
2.12.
Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996 Lsm (Level Siang Malam) merupakan rata-rata energi tingkat kebisingan
yang diukur selama periode 24 jam. Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan sesuai dengan Kep-48/MENLH/11/1996 dapat dilakukan dengan dua cara: a. Cara Sederhana Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik, jumlah nilai ukur adalah sebanyak 120. Data pada rentang waktu tertentu dinyatakan sebagai Lij yang dihitung dari ke 120 sampel yang dibaca. Jumlah data selama 24 jam minimal sebanyak 7 data, yaitu 4 data pengukuran siang hari dan 3 data pada pengukuran malam hari. L1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam 06.00 - 09.00 L2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam 09.00 - 11.00 L3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam 14.00 - 17.00 L4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam 17.00 - 22.00 L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00 - 24.00 L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00 - 03.00 L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00 - 06.00 Dilanjutkan menghitung harga Lij dengan cara mengelompokkan ke120 nilai ukur dalam interval 5 dB. Nilai Lij dapat menggunakan persamaan: 1
𝐿𝑖𝑗 = 10 log 120
𝑛𝑘 100.1 𝐿𝑘 𝑑𝐵 𝐴 ..................................... (2.8) atau
1
𝐿𝑖𝑗 = 10 log 120
100.1 𝐿𝑖 𝑑𝐵 𝐴 .......................................... (2.9)
20
Dimana Lij adalah Leq pada interval antara jam i dan j. nk adalah jumlah data yang mempunyai Lk. Dan Li adalah level pada data ke-i. Selanjutnya ulangi untuk harga Lij pada rentang waktu yang lain. Setelah seluruh harga Lij dihitung maka dapat ditentukan harga Ls dan Lm dengan menggunakan rumus: 1
𝐿𝑠 = 10 log 16 𝑇1 100.1 𝐿1 + … + 𝑇4 100.1 𝐿4 𝑑𝐵 𝐴 ……… (2.10) 1
𝐿𝑚 = 10 log 8 𝑇5 100.1 𝐿5 + … + 𝑇7 100.1 𝐿7 𝑑𝐵 𝐴 ……… (2.11) Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam). Tn adalah jumlah kisaran waktu yang diwakili. Li adalah level pada rentang waktu i. b. Cara Langsung Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit. Set interval waktu 1 jam. Lakukan pengukuran selama 24 jam dengan 24 data, yaitu 16 data pengukuran siang hari dan 8 data. Dilanjutkan menghitung harga Ls dan Lm dengan menggunakan persamaan: 1
𝐿𝑠 = 10 log 16 100.1 𝐿1 + … + 100.1 𝐿16 𝑑𝐵 𝐴 ……….…… (2.12) 1
𝐿𝑚 = 10 log 8 100.1 𝐿17 + … + 100.1 𝐿24 𝑑𝐵 𝐴 …………… (2.13) Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam) dari jam 06.00 s/d 22.00. Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8jam) dari jam 23.00 s/d 06.00. L1 s/d L24 adalah nilai LAeq pada tiap-tiap jam.
21
Selanjutnya dari 2 (dua) metode pengukuran tingkat kebisingan di atas maka harga Lsm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: 1
𝐿𝑠𝑚 = 10 log 24 16 . 100.1 𝐿𝑠 + 8 . 100.1 (𝐿𝑚 +5) 𝑑𝐵 𝐴 ………….. (2.14) Dimana Lsm adalah nilai LAeq selama 24 jam. Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam). Catatan: (Lm + 5) menyatakan bahwa hasil pengukuran dimalam hari harus ditambah 5 dB sebagai pembebanan atau koreksi khusus.
2.13.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48
tahun 1996 tanggal 25 Nopember 1996 tentang baku tingkat kebisingan yang diperuntukan dibeberapa kawasan atau lingkungan kesehatan, yaitu: Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan
Keterangan: disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk kawasan khusus seperti di Bandar Udara dan Cagar Budaya belum ada ketentuan atau ketetapan mengenai baku tingkat kebisingan yang diperbolehkan. 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d September 2011. Adapun
tempat
penelitian
adalah
di
Laboratorium
Kebisingan
dan
Getaran
–
PUSARPEDAL Jl. Raya PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, Banten, 15310.
3.2.
Data Penelitian Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil
pengukuran lapangan oleh pihak Laboratorium Kebisingan dan Getaran, Pusarpedal, Puspiptek. Data tersebut dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: a.
Data Hasil Pengukuran Dinamis Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran yang dilakukan
sepanjang hari dalam kondisi cuaca tidak hujan atau cerah. Data berupa spektrum frekuensi pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada SLM (Sound Level Meter) VI-410. b.
Data Hasil Pengukuran Statis Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran secara kontinyu
dengan sampling perioda setiap 10 menit selama 24 jam dengan menggunakan peralatan Integrating SLM (Sound Level Meter) 3 unit yaitu (Onosokki) LA1250, LA2111 dan LA2560. Pengukuran dilakukan pada 3 lokasi titik ukur di kawasan pemukiman sekitar bandara berdasarkan
23
metode pengukuran yang diadopsi dari ICAO atau FAA dan telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan (selengkapnya lihat lampiran 1).
3.3.
Peralatan Penelitian PC (Personal Computer) Microsoft Word 2007 Microsoft Excel 2007 Software Alat Sound Level Meter Integreted (Quest) VI-410 Software Perhitungan EPNL berbasis Turbo Pascal SPSS 19
3.4.
Tahapan Penelitian Data sekunder Data statis (Kep.Men. LH no.48/1996)
Data dinamis (FAA & ICAO)
Lmax
Leq
Software turbo pascal
Nilai EPNL per pesawat
Lsm 24 jam Lmax vs EPNL
Analisis dengan SPSS 19
Nilai EPNL Prediksi
Perbandingan nilai EPNL per pesawat dengan nilai EPNL Prediksi
Kesimpulan Gambar 3.1. Tahapan Penelitian
24
3.5.
Pengolahan Data Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan proses pengolahan data
yaitu sebagai berikut: 3.5.1. Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) Penghitungan EPNL dilakukan dengan memperhatikan waktu sumber suara, lalu dikoreksi tone dan durasi. Nilai PNLT (maksimum) dan EPNL didapat setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan software kalkulasi nilai PNLT dan EPNL (Program Turbo Pascal). Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan nilai PNLT dan EPNL: 1. Data lapangan yang berupa spektrum frekuensi suara pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada peralatan SLM VI-410 kemudian dikonversi menjadi data mentah dalam bentuk file csv ataupun excel (.xlsx). (data tercacah dalam 24 pita frekuensi dengan 1/3 oktaf – sesuai dengan rekomendasi ICAO). Selanjutnya, data tersebut dicuplik pada range nilai maksimum (Lmax) yang dikurangi 10 dB. 2. Setelah dicuplik kemudian diberi keterangan (jenis pesawat, jenis operasi, jumlah data yang tercuplik, titik atau lokasi pengukuran, tanggal dan waktu pengukuran), lalu disimpan dalam format text document (.txt) seperti berikut:
25
Gambar 3.2. Data Hasil Pencuplikan
(selengkapnya seperti pada lampiran 3). 3. Selanjutnya ubah format text document (.txt) menjadi format file, serta me-rename nama file dengan inisial pesawat, waktu pengukuran dan inisial d (data awal). Seperti contoh: RIA0947d. 4. Untuk mendapatkan nilai PNLT dan EPNL, entry nama file data awal (RIA0947d) dan nama file tempat penyimpanan hasil penghitungan (RIA0947) ke dalam software berbasis Turbo Pascal. Seperti berikut:
Gambar 3.3. Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software
26
Tekan enter sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil kalkulasi. Seperti berikut:
Gambar 3.4. Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software
5. Data yang dihasilkan adalah nilai EPNL dari masing-masing pesawat. Dan hasil penghitungan disimpan dalam format text file. Seperti berikut:
Gambar 3.5. Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL
(selengkapnya lihat lampiran 4). 27
6. Seluruh hasil penghitungan ditabulasi ke dalam format excel dan disusun menjadi satu file name. Untuk menentukan nilai PNLT dan EPNL dapat pula dilakukan dengan cara perhitungan manual (selengkapnya lihat lampiran 2). Namun, untuk mengubah hasil pengukuran lapangan menjadi hasil akhir (nilai PNLT dan EPNL) diperlukan perhitungan yang cukup rumit. Sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah tersedia.
3.5.2. Analisis data Dari hasil penghitungan data di atas maka dapat dianalisis nilai EPNL, Leq, dan Lsm serta dengan bantuan statistik bisa dicari korelasi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax. Secara garis besar cara pengambilan keputusan atau kesimpulan untuk korelasi dan regresi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax adalah sebagai berikut11 : a). Metode Korelasi Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun bisa dijadikan pedoman sederhana bahwa angka korelasi diatas 0.5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedang dibawah 0.5 korelasi lemah. Selain besar korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya arah
11
Singgih santoso. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo. Jakarta
28
hubungan yang berlawanan, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan adanya arah hubungan yang sama. Setelah angka korelasi didapat, maka bagian kedua dari output SPSS adalah menguji apakah angka korelasi yang didapat benar-benar signifikan atau dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Hipotesis: H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi adalah 0. H1 : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi adalah tidak 0. Uji dilakukan dua sisi karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya hubungan dua variabel. Berdasarkan probabilitas: -
Jika probabilitas > 0.025, maka H0 diterima
-
Jika probabilitas < 0.025, maka H0 ditolak
NB = Nilai probabilitas adalah 0.05/2 = 0.025; hal ini disebabkan uji dilakukan dua sisi. Signifikan tidaknya korelasi variabel juga bisa dilihat dari adanya tanda * pada pasangan data yang dikorelasikan, kedua variabel yang bertanda * bisa disimpulkan bahwa berkorelasi secara signifikan. Berikut ini contoh tabel hasil penghitungan korelasi:
29
Nilai korelasi
Nilai probabilitas
Gambar 3.6. Output Hasil Penghitungan Korelasi
b). Metode Regresi Jika metode Korelasi membahas keeratan hubungan, maka metode Regresi membahas prediksi (peramalan). Dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Dalam hal ini apakah variabel dependen (tergantung) di masa mendatang bisa diramalkan jika variabel independen (bebas) diketahui. Berikui ini contoh tabel hasil uji koefisien regresi: Konstanta
Nilai t konstanta Nilai probabilitas konstanta
Nilai t hitung
Nilai probabilitas
Koefisien regresi
Gambar 3.7. Output Hasil Uji Koefisein Regresi
Dari tabel hasil uji koefisien regresi akan didapatkan sebuah persamaan regresi dan beberapa instrument dalam pengambilan kesimpulan. Persamaan regresi :
Y=aX+b
30
Dimana:
Y = Variabel Dependen; X = Variabel Independen; a = Koefisien
Regresi yang didapat ; b = Konstanta yang didapat.
Hipotesis: H0 : Koefisien regresi tidak signifikan. Hi : Koefisien regresi signifikan. i. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel -
Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima
-
Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak
Sedangkan prosedur untuk mencari dimana t tabel, dengan kriteria: -
Tingkat signifikansi ( α ) = 10 % untuk uji dua sisi
-
Derajat kebebasan (df) = jumlah data – 2 atau 4 – 2 = 2
-
Uji pada dua sisi, karena ingin mengetahui signifikansi tidaknya koefisien regresi, dan bukan mencari ‘lebih kecil’ atau ‘lebih besar’. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5).
ii. Berdasarkan probabilitas -
Jika probabilitas > 0.025 maka H0 diterima
-
Jika probabilitas < 0.025 maka H0 ditolak
NB : Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai probabilitas = 0.05/2 = 0.025 Walaupun demikian, jika pada uji koefisien regresi ternyata konstanta dinyatakan tidak valid. Sementara koefisien regresi (a) adalah valid, persamaan regresi tetap bisa digunakan. Setelah mendapatkan persamaan regresi (EPNL = a . Lmax + b), kemudian diujicoba dengan menggunakan data Lmax dari pengukuran di
31
lapangan. Sehingga didapatkanlah nilai EPNL Prediksi. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai EPNL Perhitungan dan nilai EPNL Prediksi dengan menghitung perbedaan atau selisih dari kedunya.
3.5.3. Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis Data pengukuran dilakukan selama 3 hari (pengukuran nilai Leq) yang dilakukan secara kontinyu dengan sampling periode waktu setiap 10 menit selama 24 jam. Kemudian sesuai dengan Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996 data tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dan akan didapatkan nilai Lsm. Selengkapnya lihat lampiran 6. (Pengolahan data tersebut dilakukan oleh pihak laboratorium kebisingan dan getaran, pusarpedal, puspiptek).
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) Setelah dilakukan penghitungan dari data hasil pengukuran
selama 3 hari di dua bandara berdasarkan pada poin 3.5.1. di atas maka diperoleh data nilai EPNL sebagai berikut: 4.1.1. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1. Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru selama 3 hari No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
Lmax
PNLT maks (PNdB)
1 2 3
Batavia Riau Batavia
18/03/2011 18/03/2011 18/03/2011
09.38 09.47 09.56
Landing Landing Landing
737-300 737-500 737-400
92.10 88.00 92.00
103.01 99.06 103.82
-4.62 -7.06 -5.44
98.39 92.00 98.38
4
Wings
18/03/2011
10.04
Landing
72-212A
85.60
101.46
-6.46
95.00
5
TNI
18/03/2011
10.18
Landing
HERCULES
94.50
104.85
-7.00
97.85
6
Batavia
18/03/2011
10.22
Take Off
737-300
101.30
112.08
-5.34
106.74
7 8 9
Riau Lion Sriwijaya
18/03/2011 18/03/2011 18/03/2011
10.31 11.06 11.24
Take Off Landing Landing
737-500 737-900 737-400
97.20 91.70 90.50
106.20 101.38 102.26
-4.55 -5.53 -5.08
101.65 95.85 97.18
10
Lion
18/03/2011
11.46
Take Off
737-900
101.90
110.81
-6.23
104.58
11
TNI
18/03/2011
12.10
Landing
HERCULES
94.50
104.93
-7.13
97.79
12
Wings
18/03/2011
12.26
Landing
72-212A
84.50
98.81
-5.04
93.76
13 14 15
Riau Charter Sriwijaya
18/03/2011 18/03/2011 18/03/2011
12.36 14.41 15.13
Landing Landing Landing
737-500 B1900D 737-200
88.80 87.10 93.00
100.25 96.37 109.89
-6.00 -4.09 -6.56
94.25 92.28 103.34
16
Lion
18/03/2011
15.18
Take Off
737-900
102.20
110.17
-5.04
105.13
17
Silk
19/03/2011
09.21
Landing
A319-100
85.20
97.60
-5.93
91.68
18 19 20
Riau Lion Batavia
19/03/2011 19/03/2011 19/03/2011
09.28 09.33 09.47
Landing Take Off Landing
737-500 737-900 A320-200
93.00 100.70 93.00
104.37 108.75 104.37
-5.64 -4.86 -5.64
98.73 103.89 98.73
21
Batavia
19/03/2011
09.51
Landing
737-300
90.70
102.01
-6.22
95.79
33
Koreksi EPNL Durasi (EPNdB)
No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
22
Fire Fly
19/03/2011
23
Batavia
19/03/2011
24 25 26
Silk Lion Lion
27 28 29 30 31
PNLT maks (PNdB)
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
Lmax
Koreksi EPNL Durasi (EPNdB)
10.00
Landing
72-212A
85.60
99.37
-5.91
93.46
10.09
Take Off
737-400
95.80
105.70
-5.00
100.70
19/03/2011 19/03/2011 19/03/2011
10.31 10.50 11.36
Take Off Landing Take Off
A319-100 737-900 737-900
91.10 91.30 100.50
103.93 101.73 109.10
-4.63 -5.53 -5.80
99.30 96.20 103.30
Lion
19/03/2011
13.24
Landing
737-900
91.70
100.63
-4.61
96.01
Wings
19/03/2011
14.02
Landing
72-212A
85.50
100.76
-5.83
94.93
Batavia
19/03/2011
14.20
Landing
A320-200
87.40
101.32
-6.73
94.59
Sriwijaya Lion
19/03/2011 19/03/2011
14.35 14.56
Landing Landing
737-200 737-900
92.60 91.70
104.90 102.26
-5.12 -6.08
99.78 96.18
32
Riau
19/03/2011
15.03
Landing
737-500
90.50
102.20
-7.39
94.81
33
Sriwijaya
19/03/2011
15.18
Take Off
737-200
106.20
113.46
-4.13
109.32
34 35 36
Lion Lion Pelita
19/03/2011 19/03/2011 20/03/2011
15.52 15.58 08.56
Landing Take Off Landing
737-900 737-900 F28-0100
91.10 100.60 86.00
101.89 108.51 96.01
-5.63 -4.47 -4.09
96.26 104.04 91.93
37
Batavia
20/03/2011
09.32
Landing
737-300
91.00
102.37
-5.23
97.14
38
Garuda
20/03/2011
09.36
Take Off
737-800
97.30
104.65
-3.77
100.88
39
Pelita
20/03/2011
09.49
Take Off
F28-0100
97.90
102.87
-2.51
100.36
40
Lion
20/03/2011
09.56
Take Off
737-900
100.20
108.73
-4.84
103.88
41
Riau
20/03/2011
10.18
Take Off
737-500
94.90
105.26
-5.25
100.01
42
Batavia
20/03/2011
10.24
Take Off
737-300
96.90
106.26
-3.90
102.35
43
Noname
20/03/2011
10.30
Take Off
737-400
95.30
102.22
-9.01
99.20
44
Lion
20/03/2011
10.57
Landing
737-900
91.60
102.28
-5.68
96.60
45
Lion
20/03/2011
13.52
Landing
737-900
91.80
101.51
-5.23
96.27
46
Wings
20/03/2011
14.14
Take Off
72-212A
89.00
96.07
-4.98
91.10
47
Sriwijaya
20/03/2011
14.31
Landing
737-200
93.60
110.83
-6.42
104.41
48
Lion
20/03/2011
14.48
Landing
737-900
91.20
99.37
-4.54
94.83
49
Air Asia
20/03/2011
15.58
Landing
A320-200
88.50
101.51
-5.64
95.86
Berdasarkan data pada Tabel 4.1. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1. Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari)
34
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Selain itu, nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda-beda. Dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama. Pada Tabel 4.1. juga terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 99.78 – 109.32 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan range antara 95.79 – 106.74 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki nilai EPNL dengan range antara 97.18 – 100.70 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-500 memiliki nilai EPNL dengan range antara 92.00 – 101.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.83 – 105.13 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.59 – 98.73 EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.68 – 99.30 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.93 – 100.88 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.10 – 95.00 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL dengan range antara 97.79 – 97.89 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe 737-800 memiliki nilai EPNL 100.88 EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai EPNL 92.28 EPNdB, hal ini
35
dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A dengan 91.10 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 109.32 EPNdB. Tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200 yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang.
36
4.1.2. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
Lmax
PNLT maks (PNdB)
1
Lion
8/4/2011
09.43
Landing
737-900
92.80
103.73
-6.03
97.70
2
Merpati
8/4/2011
09.46
Landing
737-300
94.10
105.63
-5.66
99.97
3 4 5
Wings Lion Garuda
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
10.03 10.06 10.19
Landing Landing Landing
72-212A 737-900 737-800
87.30 93.50 93.00
102.21 103.70 104.00
-6.73 -6.00 -6.11
95.48 97.70 97.89
6
Wings
8/4/2011
10.23
Landing
72-212A
87.50
103.32
-7.20
96.13
7
Lion
8/4/2011
10.32
Landing
737-900
92.20
103.35
-6.37
96.99
8
Lion
8/4/2011
10.41
Landing
737-400
96.60
107.53
-6.56
100.97
9 10 11
TNI Lion Batavia
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
10.45 11.00 11.06
Landing Landing Landing
737-900 737-400
93.40 93.50 95.10
105.31 103.75 106.35
-5.22 -5.88 -5.01
100.09 97.86 101.34
12
Wings
8/4/2011
11.13
Landing
MD-82
96.40
104.54
-6.15
98.40
13
Sriwijaya
8/4/2011
11.16
Landing
737-200
95.00
105.93
-4.04
101.89
14
Wings
8/4/2011
11.18
Landing
72-212A
87.80
102.08
-5.96
96.12
15
Lion
8/4/2011
11.22
Landing
737-900
91.60
102.27
-5.40
96.86
16 17 18
Garuda Lion Air Asia
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
11.25 11.28 11.31
Landing Landing Landing
737-800 737-900 A320-200
91.50 93.30 90.00
102.61 103.70 101.18
-5.78 -5.64 -5.87
96.83 98.06 95.31
19
Garuda
8/4/2011
11.38
Landing
737-800
89.50
99.93
-5.36
94.57
20
Lion
8/4/2011
11.55
Landing
737-900
93.40
104.05
-6.17
97.88
21
Merpati
8/4/2011
11.58
Landing
F28-0100
86.20
99.95
-6.15
93.80
22 23 24
Sriwijaya Lion Garuda
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
12.15 12.20 12.25
Landing Landing Landing
737-200 737-900 737-800
92.30 92.20 91.50
108.54 103.22 103.92
-5.74 -5.78 -6.95
102.80 97.43 96.96
25
Wings
8/4/2011
12.28
Landing
72-212A
88.20
103.12
-6.29
96.83
26
Wings
8/4/2011
13.15
Landing
72-212A
87.90
102.86
-6.42
96.44
27
Lion
8/4/2011
13.21
Landing
94.30
105.59
-4.48
101.11
28 29 30
Sriwijaya Citilink Lion
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
13.26 13.32 13.36
Landing Landing Landing
737-400 737-400
93.90 93.10 94.40
105.70 104.03 105.82
-5.62 -6.59 -5.07
100.08 97.45 100.75
31
Lion
8/4/2011
13.40
Landing
737-900
93.30
103.34
-5.53
97.81
32
Garuda
8/4/2011
13.43
Landing
737-800
90.30
101.35
-6.14
95.21
33 34 35
Citilink Batavia Wings
8/4/2011 8/4/2011 8/4/2011
13.58 14.02 14.11
Landing Landing Landing
737-400 72-212A
92.50 95.00 87.90
103.88 106.11 102.02
-6.82 -4.77 -6.26
97.06 101.34 95.77
36
Lion
8/4/2011
14.18
Landing
737-900
93.80
103.85
-5.39
98.46
37
Garuda
8/4/2011
14.28
Landing
737-800
90.30
100.04
-5.57
94.48
38
Sriwijaya
8/4/2011
14.30
Landing
737-300
93.60
104.67
-4.83
99.84
39
Lion
8/4/2011
14.33
Landing
737-900
92.60
102.94
-5.93
97.01
40
Jetstar
8/4/2011
14.45
Landing
A320-200
87.90
100.46
-6.09
94.37
No.
Koreksi EPNL Durasi (EPNdB)
37
No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
Lmax
PNLT maks (PNdB)
41 42
Lion Air Asia
8/4/2011 8/4/2011
15.02 15.06
Landing Landing
737-900 A320-200
92.80 89.00
103.23 100.07
-5.78 -5.26
43
Garuda
8/4/2011
15.13
Landing
737-800
89.60
99.58
-5.47
94.11
44
Express
8/4/2011
15.15
Landing
737-200
94.60
112.24
-6.69
105.56
45
Merpati
8/4/2011
15.18
Landing
F28-0100
86.90
99.28
-5.61
93.67
46
TNI
8/4/2011
15.27
Landing
81.50
93.77
-4.80
88.97
47
Lion
8/4/2011
15.32
Landing
92.20
102.42
-5.40
97.01
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
Trigana Wings Garuda Trigana Lion Garuda Air Asia Batavia Citilink Sriwijaya Silk Wings Garuda Sriwijaya Citilink Lion Sriwijaya Wings Lion Wings Lion Citilink Wings Batavia Garuda Lion Lion Sriwijaya Sriwijaya Batavia Garuda Sriwijaya Batavia Jetstar Air Asia Wings Lion Express Garuda Merpati Merpati Batavia Garuda Wings Sriwijaya Batavia
8/4/2011 8/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011
15.35 15.38 09.12 09.21 09.22 09.27 09.39 09.41 09.57 09.59 10.05 10.10 10.14 10.28 10.37 10.40 10.44 10.46 11.03 11.05 11.08 11.10 11.19 11.21 11.25 11.33 11.52 12.04 12.10 12.16 14.28 14.34 14.37 14.41 14.46 14.50 14.55 15.03 15.07 15.17 15.27 15.34 15.46 15.50 15.52 15.55
Landing Landing Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing
90.60 87.60 92.20 100.10 97.70 91.10 90.20 90.40 95.00 108.10 92.10 85.70 91.20 94.90 94.30 96.40 94.10 83.80 96.50 86.10 96.10 95.70 83.90 96.10 93.80 96.00 98.10 107.00 103.50 92.70 89.30 90.80 92.50 88.80 89.70 87.40 91.70 94.10 89.90 87.50 91.80 93.70 89.80 87.60 93.00 91.30
110.35 102.16 99.06 103.85 106.22 98.16 102.21 98.11 102.27 114.80 103.12 94.20 97.83 101.68 100.70 104.53 103.86 91.46 105.49 92.87 104.67 103.41 90.90 106.43 101.30 103.46 104.96 113.32 111.07 101.57 99.11 101.53 103.77 101.09 101.06 102.75 101.72 112.82 100.74 100.94 103.49 105.19 102.44 102.38 111.40 103.48
-7.48 -5.85 -2.56 -2.21 -5.13 -2.88 -4.00 -1.94 -4.26 -3.70 -3.95 -4.80 -2.37 -3.29 -3.88 -4.83 -4.14 -3.69 -5.85 -4.40 -4.56 -3.92 -4.76 -5.48 -3.54 -3.60 -4.00 -3.92 -5.32 -3.49 -4.45 -4.41 -3.68 -5.91 -5.64 -6.14 -4.71 -7.08 -5.10 -6.14 -3.91 -4.10 -6.40 -5.70 -5.07 -6.31
102.87 96.30 96.49 101.63 101.09 95.27 98.21 96.17 98.01 111.11 99.17 89.41 95.47 98.40 96.82 99.71 99.72 87.77 99.64 88.47 100.10 99.50 86.15 100.95 97.76 99.86 100.96 109.41 105.74 98.09 94.67 97.12 100.09 95.19 95.42 96.61 97.00 105.74 95.64 94.81 99.58 101.09 96.04 96.68 106.33 97.17
737-900 72-212A 737-800 737-900
737-300 737-200 A320-200 72-212A 737-800 737-300 737-900 72-212A 737-900 737-900 72-212A 737-300 737-800 737-400 737-900 737-200 737-200 737-300 737-800 737-300 737-400 A320-200 A320-200 72-212A 737-900 737-200 737-800 F28-0100 737-300 737-400 737-800 72-212A 737-200 A320-200
Koreksi EPNL Durasi (EPNdB) 97.46 94.81
38
No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135
Wings Batavia Lion TNI Merpati TNI Batavia TNI Silk Wings Sriwijaya Garuda Wings Citilink Merpati Lion Lion Lion Sriwijaya Citilink Wings Lion Garuda Wings Sriwijaya Lion Wings Lion Sriwijaya Lion Garuda Garuda Air Asia Lion Noname Batavia Garuda Citilink Lion Lion Lion Batavia
9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 9/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011 10/4/2011
16.01 16.04 16.13 16.18 16.21 16.26 16.32 16.35 08.52 08.55 09.10 09.15 09.19 09.24 09.30 09.35 09.44 09.54 09.56 10.10 10.16 10.21 10.26 10.30 10.34 10.57 11.00 11.17 11.20 11.24 11.29 11.32 11.36 14.06 14.22 14.25 14.38 14.50 14.54 14.58 15.01 15.10
Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off
72-212A 737-300 737-900 737-300 737-300 HERCULES
A319-100 72-212A 737-200 737-800 72-212A 737-300 737-900 737-900 737-900 737-300 72-212A 737-400 737-800 72-212A 737-200 737-900 MD-82 737-900 737-200 737-900 737-800 737-800 A320-200 737-900
737-800 737-900 737-400 737-900 737-400
Lmax
PNLT maks (PNdB)
87.20 91.90 92.00 96.20 93.10 96.20 92.10 95.60 93.40 91.10 98.60 95.00 90.40 97.00 98.10 95.60 99.70 96.60 95.50 96.80 90.30 99.60 93.70 92.30 99.40 98.20 96.70 97.50 99.90 98.80 96.60 95.80 95.50 95.60 96.80 89.10 93.70 92.80 96.20 95.60 96.20 94.70
102.87 103.02 102.84 107.16 104.45 108.34 104.12 107.62 104.97 105.54 114.91 105.25 102.65 108.09 110.14 106.63 109.21 107.92 105.53 108.82 102.98 110.72 102.70 104.65 114.48 108.54 107.90 109.13 114.76 108.88 107.88 107.28 107.41 103.64 105.35 98.19 101.45 101.46 104.27 105.28 105.72 102.93
Koreksi EPNL Durasi (EPNdB) -6.17 -5.25 -5.56 -7.73 -4.94 -7.58 -7.28 -8.00 -6.83 -6.35 -6.88 -7.11 -5.04 -7.85 -7.94 -7.22 -7.11 -7.67 -5.29 -7.63 -5.02 -6.39 -6.51 -5.82 -7.55 -7.46 -7.22 -7.88 -7.45 -7.25 -7.78 -7.26 -8.27 -4.40 -3.50 -2.75 -3.88 -5.33 -4.07 -4.96 -5.53 -3.47
96.69 97.77 97.28 99.44 99.51 100.76 96.84 99.63 98.15 99.19 108.03 98.14 97.61 100.25 102.20 99.42 102.11 100.25 100.24 101.20 97.96 104.33 96.19 98.83 106.93 101.08 100.67 101.25 107.30 101.62 100.10 100.02 99.14 99.24 101.85 95.45 97.57 96.13 100.20 100.32 100.19 99.47
Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:
39
Gambar 4.2. Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya
Selain nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Dan dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama. Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 101.89 – 111.11 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan range antara 96.17 – 102.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki nilai EPNL dengan range antara 99.47 – 104.33 EPNdB dB, pesawat dengan tipe 737-800 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.11 – 100.10 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai EPNL dengan range antara 96.86 – 102.11 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.37 – 99.17 EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82 memiliki nilai EPNL dengan range antara 98.40 – 100.67 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki nilai 40
EPNL dengan range antara 93.67 – 94.81 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara 86.15 – 99.19 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai EPNL 98.15 EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL 99.63 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A319-100 dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A dengan 86.15 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 111.11 EPNdB. Sama halnya seperti data hasil pengukuran di bandara Pekanbaru, tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200 yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take
41
off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang. Selain itu, di bandara Juanda Surabaya terdapat beberapa jenis pesawat yang tidak diketahui tipenya. Hal ini dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor seperti posisi pesawat saat melintas terhadap petugas pengukur di lapangan, kecepatan pesawat melintas, cuaca yang begitu terik sehingga menyulitkan petugas pengukur di lapangan untuk melihat no. registrasi pesawat yang terletak di bagian bawah sayap dan badan atau ekor pesawat, dan sebagainya. Dari hasil penghitungan nilai EPNL di atas terlihat pula bahwa kedua bandara memiliki tipe pesawat yang sama untuk nilai EPNL terendah (tipe 72-212A) dan tertinggi (tipe 737-200). Sehingga dapat diartikan bahwa pesawat tipe 737-200 merupakan pesawat penyumbang bising terbesar di kedua bandara tersebut, sedangkan pesawat tipe 72212A adalah pesawat dengan kontribusi bising paling sedikit. Selain itu, bila dilihat dari range nilai EPNL yang diperoleh di bandara Pekanbaru cenderung lebih besar daripada di bandara Surabaya (dapat dilihat dari nilai EPNL terendah dan tertinggi). Hal ini memperlihatkan bahwa banyaknya jumlah pesawat tidak terlalu berpengaruh terhadap bising yang dihasilkan, namun noise background ataupun keadaan alam di sekitar bandara-lah yang cukup berpengaruh karena keadaan alam yang relatif masih sepi seperti di bandara Pekanbaru dapat membuat emisi suara dari pesawat terdengar lebih jelas, begitupun sebaliknya.
42
4.2.
Hasil Penghitungan Kolerasi Dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif Yang Dirasakan (EPNL) Korelasi digunakan untuk mengetahui apakah nilai Lmax
mempengaruhi nilai EPNL. Sedangkan regresi untuk mengetahui seberapa besar nilai Lmax berpengaruh terhadap EPNL. Dan akan dilanjutkan dengan mencari perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi. Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi dan regresi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL dari data hasil pengukuran di dua bandara: 4.2.1. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Berdasarkan data nilai EPNL hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 dapat dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.3. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Correlations EPNL EPNL
Pearson Correlation
Lmax
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Lmax 1
.915**
49 .915**
.000 49 1
Sig. (2-tailed) .000 N 49 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
49
43
Dari tabel hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar 0.915. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda ‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas 0.000 < 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan. Tabel 4.4. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 26.931 4.602 Lmax .768 .049 .915 a. Dependent Variable: EPNL
t 5.852 15.531
Sig. .000 .000
Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0.768 X + 26.931 …………………………………… (4.1) Dimana: X = Lmax ;
Y = EPNL
Dari persamaan (4.1) terlihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Sehingga, semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan. a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel Mencari t hitung, dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa nilai t hitung (tertulis t) adalah 15.531. Sesuai dengan prosedur pada poin 44
3.5.2b. Untuk t tabel12 dua sisi, didapatkan angka t(0.025;
47)
adalah
2.01174. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5). Karena t hitung > t tabel (atau 15.531 > 2.01174), maka H0 ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL. b) Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H0 ditolak, atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.931) dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 5.852, sedangkan t tabel hanya 2.01174. begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni 0.000. Untuk menguji kebenaran dari persamaan (4.1) di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.1. di-input-kan ke persamaan (4.1) dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.1) dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.1. Sebagai contoh: -
Diketahui dari Tabel 4.1. bahwa Lmax = 92.10 → EPNL = 0.768 x 92.10 + 26.931 = 97.66 EPNdB
Jadi, berdasarkan nilai Lmax yang diperoleh dari pengukuran dilapangan maka didapatkan nilai EPNL prediksi adalah 97.66 EPNdB sedangkan 12 Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = 1-200. http:/junaidichaniago.wordpress.com diakses pada 20-092011 jam 14.33 WIB.
45
berdasarkan Tabel 4.1. EPNLnya adalah 98.39 EPNdB, dengan perbedaan (selisih) sebesar 0.73 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan EPNL hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut: Tabel 4.5. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
EPNL Metode FAA (EPNdB)
Lmax Pengukuran
EPNL Prediksi (EPNdB)
1.
Batavia
18/03/2011
09.38
Landing
737-300
98.39
92.10
97.66
0.73
2.
Riau
18/03/2011
09.47
Landing
737-500
92.00
88.00
94.52
-2.52
3. 4. 5.
Batavia Wings TNI
18/03/2011 18/03/2011 18/03/2011
09.56 10.04 10.18
Landing Landing Landing
737-400 72-212A HERCULES
98.38 95.00 97.85
92.00 85.60 94.50
97.59 92.67 99.51
0.79 2.33 -1.66
6.
Batavia
18/03/2011
10.22
Take Off
737-300
106.74
101.30
104.73
2.01
7.
Riau
18/03/2011
10.31
Take Off
737-500
101.65
97.20
101.58
0.07
8.
Lion
18/03/2011
11.06
Landing
737-900
95.85
91.70
97.36
-1.51
9. 10. 11.
Sriwijaya Lion TNI
18/03/2011 18/03/2011 18/03/2011
11.24 11.46 12.10
Landing Take Off Landing
737-400 737-900 HERCULES
97.18 104.58 97.79
90.50 101.90 94.50
96.44 105.19 99.51
0.75 -0.61 -1.72
12.
Wings
18/03/2011
12.26
Landing
72-212A
93.76
84.50
91.83
1.93
13.
Riau
18/03/2011
12.36
Landing
737-500
94.25
88.80
95.13
-0.88
14.
Charter
18/03/2011
14.41
Landing
B1900D
92.28
87.10
93.82
-1.54
15.
Sriwijaya
18/03/2011
15.13
Landing
737-200
103.34
93.00
98.36
4.99
16. 17. 18.
Lion Silk Riau
18/03/2011 19/03/2011 19/ 03/2011
15.18 09.21 09.28
Take Off Landing Landing
737-900 A319-100 737-500
105.13 91.68 98.73
102.20 85.20 93.00
105.42 92.36 98.36
-0.29 -0.68 0.38
No.
Selisih
19.
Lion
19/03/2011
09.33
Take Off
737-900
103.89
100.70
104.27
-0.38
20.
Batavia
19/ 03/2011
09.47
Landing
A320-200
98.73
93.00
98.36
0.38
21.
Batavia
19/03/2011
09.51
Landing
737-300
95.79
90.70
96.59
-0.80
22. 23. 24.
Fire Fly Batavia Silk
19/ 03/2011 19/03/2011 19/ 03/2011
10.00 10.09 10.31
Landing Take Off Take Off
72-212A 737-400 A319-100
93.46 100.70 99.30
85.60 95.80 91.10
92.67 100.51 96.90
0.79 0.19 2.40
25.
Lion
19/03/2011
10.50
Landing
737-900
96.20
91.30
97.05
-0.85
26.
Lion
19/ 03/2011
11.36
Take Off
737-900
103.30
100.50
104.12
-0.81
27.
Lion
19/03/2011
13.24
Landing
737-900
96.01
91.70
97.36
-1.35
28. 29. 30.
Wings Batavia Sriwijaya
19/ 03/2011 19/03/2011 19/ 03/2011
14.02 14.20 14.35
Landing Landing Landing
72-212A A320-200 737-200
94.93 94.59 99.78
85.50 87.40 92.60
92.60 94.05 98.05
2.34 0.54 1.73
31.
Lion
19/03/2011
14.56
Landing
737-900
96.18
91.70
97.36
-1.18
32.
Riau
19/ 03/2011
15.03
Landing
737-500
94.81
90.50
96.44
-1.63
33. 34. 35.
Sriwijaya Lion Lion
19/03/2011 19/ 03/2011 19/03/2011
15.18 15.52 15.58
Take Off Landing Take Off
737-200 737-900 737-900
109.32 96.26 104.04
106.20 91.10 100.60
108.49 96.90 104.19
0.83 -0.64 -0.15
46
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
EPNL Metode FAA (EPNdB)
Lmax Pengukuran
EPNL Prediksi (EPNdB)
Selisih
36.
Pelita
20/03/2011
08.56
Landing
F28-0100
91.93
86.00
92.98
-1.05
37.
Batavia
20/03/2011
09.32
Landing
737-300
97.14
91.00
96.82
0.32
38.
Garuda
20/03/2011
09.36
Take Off
737-800
100.88
97.30
101.66
-0.78
39. 40. 41.
Pelita Lion Riau
20/03/2011 20/03/ 2011 20/03/2011
09.49 09.56 10.18
Take Off Take Off Take Off
F28-0100 737-900 737-500
100.36 103.88 100.01
97.90 100.20 94.90
102.12 103.88 99.81
-1.76 0.00 0.20
42.
Batavia
20/03/2011
10.24
Take Off
737-300
102.35
96.90
101.35
1.00
43.
Noname
20/03/2011
10.30
Take Off
737-400
99.20
95.30
100.12
-0.92
44.
Lion
20/03/2011
10.57
Landing
737-900
96.60
91.60
97.28
-0.68
45. 46.
Lion Wings
20/03/2011 20/03/2011
13.52 14.14
Landing Take Off
737-900 72-212A
96.27 91.10
91.80 89.00
97.43 95.28
-1.16 -4.18
47.
Sriwijaya
20/03/2011
14.31
Landing
737-200
104.41
93.60
98.82
5.59
48.
Lion
20/03/2011
14.48
Landing
737-900
94.83
91.20
96.97
-2.14
49.
Air Asia
20/03/2011
15.58
Landing
A320-200
95.86
88.50
94.90
No.
Selisih rata-rata
0.96 -0.013
Berdasarkan data pada Tabel 4.5. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi
Jika nilai perbedaan (selisih) tersebut dimutlakkan (nilai absolute) maka rata-rata perbedaannya adalah 0.013 EPNdB. Sehingga dapat dikatakan koreksi yang diperoleh sebesar 0.013 EPNdB. Selain itu, dari sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Pekanbaru terlihat pula 47
bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe 737-200 (Sriwijaya) dengan selisih sebesar 5.59 EPNdB. Besar kecilnya nilai perbedaan yang terjadi ini memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di bandara tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan. Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki selisih rata-rata 3.29 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki selisih rata-rata 0.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-500 memiliki selisih rata-rata -0.73 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki selisih rata-rata -0.84 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki selisih rata-rata 0.63 EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100 memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki selisih rata-rata -1.41 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki selisih rata-rata 0.64 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki selisih rata-rata -1.69 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe 737-800 memiliki selisih dengan nilai -0.78 EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai selisih -1.54 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan
48
demikian untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai selisih rata-rata terendah adalah tipe Hercules dengan -1.69 EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 3.29 EPNdB.
4.2.2. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara Juanda Surabaya Berdasarkan data hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 bisa dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.6. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Correlations EPNL EPNL
Pearson Correlation
Lmax 1
Sig. (2-tailed) N 135 Lmax Pearson Correlation .852** Sig. (2-tailed) .000 N 135 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.852** .000 135 1 135
Dari hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar 0.852. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda ‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas
49
0.000 < 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan. Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Coefficientsa
Model 1 (Constant)
Unstandardized Coefficients B Std. Error 26.062 3.869
Lmax a. Dependent Variable: EPNL
.778
Standardized Coefficients Beta
.042
t 6.736
Sig. .000
.852 18.755
.000
Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0.778 X + 26.062 ……………..…….…….…… (4.2) Dimana: X = Lmax ;
Y = EPNL
Dari persamaan (4.2) dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan. a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel Mencari t hitung, dari Tabel 4.7. di atas terlihat bahwa nilai t hitung (tertulis t) adalah 18.755. Sesuai dengan prosedur pada poin 3.5.3b Untuk t tabel dua sisi, didapatkan angka t(0.025; 133) adalah 1.97796. Karena t hitung > t tabel (atau 18.755 > 1.97796), maka H0 ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL.
50
b) Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H0 ditolak, atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.062) dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 6.736, sedangkan t tabel hanya 1.97796. begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni 0.000. Untuk menguji kebenaran dari persamaan di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.2. di-input-kan ke persamaan (4.2) dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.2) dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.2. Sebagai contoh: -
Diketahui dari Tabel 4.2. bahwa Lmax = 97.70 → EPNL = 0.778 x 97.70 + 26.062 = 98.26 EPNdB
Jadi, berdasarkan prediksi dari nilai Lmax yang diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh nilai EPNL prediksi adalah 98.26 EPNdB sedangkan berdasarkan Tabel 4.2. EPNLnya adalah 97.70 EPNdB dengan perbedaan (selisih) sebesar 0.56 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut:
51
Tabel 4.8. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Juanda Surabaya Nama Pesawat
Tanggal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Lion Merpati Wings Lion Garuda Wings Lion Lion TNI Lion Batavia Wings Sriwijaya Wings Lion Garuda Lion Air Asia Garuda Lion Merpati Sriwijaya Lion Garuda Wings Wings Lion Sriwijaya Citilink Lion Lion Garuda Citilink Batavia Wings Lion Garuda Sriwijaya Lion Jetstar Lion Air Asia Garuda Express Merpati
46. 47.
TNI Lion
No.
EPNL Metode FAA (EPNdB)
Lmax Pengukuran
EPNL Prediksi (EPNdB)
Selisih
737-400 72-212A 737-900 737-800 737-300 737-900 A320-200 737-900 A320-200 737-800 737-200 F28-0100
97.70 99.97 95.48 97.70 97.89 96.13 96.99 100.97 100.09 97.86 101.34 98.40 101.89 96.12 96.86 96.83 98.06 95.31 94.57 97.88 93.80 102.80 97.43 96.96 96.83 96.44 101.11 100.08 97.45 100.75 97.81 95.21 97.06 101.34 95.77 98.46 94.48 99.84 97.01 94.37 97.46 94.81 94.11 105.56 93.67
92.8 94.1 87.3 93.5 93.0 87.5 92.2 96.6 93.4 93.5 95.1 96.4 95.0 87.8 91.6 91.5 93.3 90.0 89.5 93.4 86.2 92.3 92.2 91.5 88.2 87.9 94.3 93.9 93.1 94.4 93.3 90.3 92.5 95.0 87.9 93.8 90.3 93.6 92.6 87.9 92.8 89.0 89.6 94.6 86.9
98.26 99.27 93.98 98.81 98.42 94.14 97.79 101.22 98.73 98.81 100.05 101.06 99.97 94.37 97.33 97.25 98.65 96.08 95.69 98.73 93.13 97.87 97.79 97.25 94.68 94.45 99.43 99.12 98.49 99.51 98.65 96.32 98.03 99.97 94.45 99.04 96.32 98.88 98.10 94.45 98.26 95.30 95.77 99.66 93.67
-0.56 0.70 1.50 -1.11 -0.53 1.99 -0.80 -0.25 1.36 -0.95 1.29 -2.66 1.92 1.75 -0.47 -0.42 -0.59 -0.77 -1.12 -0.85 0.67 4.93 -0.36 -0.29 2.15 1.99 1.68 0.96 -1.04 1.24 -0.84 -1.11 -0.97 1.37 1.32 -0.58 -1.84 0.96 -1.09 -0.08 -0.80 -0.49 -1.66 5.90 0.00
737-900
88.97 97.01
81.5 92.2
89.47 97.79
-0.50 -0.78
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011 08/04/2011
09.43 09.46 10.03 10.06 10.19 10.23 10.32 10.41 10.45 11.00 11.06 11.13 11.16 11.18 11.22 11.25 11.28 11.31 11.38 11.55 11.58 12.15 12.20 12.25 12.28 13.15 13.21 13.26 13.32 13.36 13.40 13.43 13.58 14.02 14.11 14.18 14.28 14.30 14.33 14.45 15.02 15.06 15.13 15.15 15.18
Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing Landing
737-900 737-300 72-212A 737-900 737-800 72-212A 737-900 737-400
08/04/2011 08/04/2011
15.27 15.32
Landing Landing
737-900 737-400 MD-82 737-200 72-212A 737-900 737-800 737-900 A320-200 737-800 737-900 F28-0100 737-200 737-900 737-800 72-212A 72-212A 737-400 737-400 737-900 737-800
52
No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
48. 49.
Trigana Wings
08/04/2011 08/04/2011
15.35 15.38
Landing Landing
72-212A
50.
Garuda
09/04/2011
09.12
Take Off
737-800
51. 52. 53. 54. 55.
Trigana Lion Garuda Air Asia Batavia
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
09.21 09.22 09.27 09.39 09.41
Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off
56. 57. 58. 59.
Citilink Sriwijaya Silk Wings
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
09.57 09.59 10.05 10.10
Take Off Take Off Take Off Take Off
60.
Garuda
09/04/2011
10.14
61. 62. 63. 64. 65.
Sriwijaya Citilink Lion Sriwijaya Wings
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
10.28 10.37 10.40 10.44 10.46
66. 67. 68. 69.
Lion Wings Lion Citilink
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
11.03 11.05 11.08 11.10
Take Off Take Off Take Off Take Off
737-900
70.
Wings
09/04/2011
11.19
Take Off
71. 72. 73. 74. 75.
Batavia Garuda Lion Lion Sriwijaya
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
11.21 11.25 11.33 11.52 12.04
Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off
76. 77. 78. 79.
Sriwijaya Batavia Garuda Sriwijaya
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
12.10 12.16 14.28 14.34
Take Off Take Off Landing Landing
80.
Batavia
09/04/2011
14.37
81. 82. 83. 84. 85.
Jetstar Air Asia Wings Lion Express
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
14.41 14.46 14.50 14.55 15.03
86. 87. 88. 89.
Garuda Merpati Merpati Batavia
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
90.
Garuda
91. 92. 93. 94. 95.
Wings Sriwijaya Batavia Wings Batavia
96. 97.
Lion TNI
EPNL Metode FAA (EPNdB)
Lmax Pengukuran
EPNL Prediksi (EPNdB)
Selisih
102.87 96.30
90.6 87.6
96.55 94.21
6.32 2.09
96.49
92.2
97.79
-1.30
737-300
101.63 101.09 95.27 98.21 96.17
100.1 97.7 91.1 90.2 90.4
103.94 102.07 96.94 96.24 96.39
-2.31 -0.98 -1.67 1.97 -0.22
737-200 A320-200 72-212A
98.01 111.11 99.17 89.41
95.0 108.1 92.1 85.7
99.97 110.16 97.72 92.74
-1.96 0.95 1.45 -3.33
Take Off
737-800
95.47
91.2
97.02
-1.55
Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off
737-300
98.40 96.82 99.71 99.72 87.77
94.9 94.3 96.4 94.1 83.8
99.89 99.43 101.06 99.27 91.26
-1.49 -2.61 -1.35 0.45 -3.49
99.64 88.47 100.10 99.50
96.5 86.1 96.1 95.7
101.14 93.05 100.83 100.52
-1.50 -4.58 -0.73 -1.02
72-212A
86.15
83.9
91.34
-5.19
737-300 737-800 737-400 737-900 737-200
100.95 97.76 99.86 100.96 109.41
96.1 93.8 96.0 98.1 107.0
100.83 99.04 100.75 102.38 109.31
0.12 -1.28 -0.89 -1.42 0.10
737-200 737-300 737-800 737-300
105.74 98.09 94.67 97.12
103.5 92.7 89.3 90.8
106.59 98.18 95.54 96.70
-0.84 -0.09 -0.87 0.42
Landing
737-400
100.09
92.5
98.03
2.06
Landing Landing Landing Landing Landing
A320-200 A320-200 72-212A 737-900 737-200
95.19 95.42 96.61 97.00 105.74
88.8 89.7 87.4 91.7 94.1
95.15 95.85 94.06 97.40 99.27
0.04 -0.43 2.55 -0.40 6.47
15.07 15.17 15.27 15.34
Landing Landing Landing Landing
737-800 F28-0100 737-300 737-400
95.64 94.81 99.58 101.09
89.9 87.5 91.8 93.7
96.00 94.14 97.48 98.96
-0.36 0.67 2.10 2.13
09/04/2011
15.46
Landing
737-800
96.04
89.8
95.93
0.11
09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011 09/04/2011
15.50 15.52 15.55 16.01 16.04
Landing Landing Landing Landing Landing
72-212A 737-200 A320-200 72-212A 737-300
96.68 106.33 97.17 96.69 97.77
87.6 93.0 91.3 87.2 91.9
94.21 98.42 97.09 93.90 97.56
2.47 7.91 0.08 2.79 0.21
09/04/2011 09/04/2011
16.13 16.18
Landing Landing
737-900
97.28 99.44
92.0 96.2
97.64 100.91
-0.36 -1.47
737-900
737-900 72-212A
737-900
53
EPNL Metode FAA (EPNdB)
Lmax Pengukuran
EPNL Prediksi (EPNdB)
Selisih
737-300
99.51 100.76
93.1 96.2
98.49 100.91
1.02 -0.15
Landing
737-300
96.84
92.1
97.72
-0.88
Landing Landing Landing Landing
HERCULES
99.63 98.15 99.19 108.03
95.6 93.4 91.1 98.6
100.44 98.73 96.94 102.77
-0.81 -0.58 2.25 5.26
09.15 09.19 09.24 09.30
Landing Landing Landing Landing
737-800 72-212A
98.14 97.61 100.25 102.20
95.0 90.4 97.0 98.1
99.97 96.39 101.53 102.38
-1.83 1.22 -1.28 -0.18
10/04/2011
09.35
Landing
737-900
99.42
95.6
100.44
-1.02
Lion Lion Sriwijaya Citilink
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
09.44 09.54 09.56 10.10
Landing Landing Landing Landing
737-900 737-900 737-300
102.11 100.25 100.24 101.20
99.7 96.6 95.5 96.8
103.63 101.22 100.36 101.37
-1.52 -0.97 -0.12 -0.17
114. 115. 116. 117.
Wings Lion Garuda Wings
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
10.16 10.21 10.26 10.30
Landing Landing Landing Landing
72-212A 737-400 737-800 72-212A
97.96 104.33 96.19 98.83
90.3 99.6 93.7 92.3
96.32 103.55 98.96 97.87
1.64 0.78 -2.77 0.96
118.
Sriwijaya
10/04/2011
10.34
Landing
737-200
106.93
99.4
103.40
3.53
119. 120. 121. 122.
Lion Wings Lion Sriwijaya
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
10.57 11.00 11.17 11.20
Landing Landing Landing Landing
737-900 MD-82 737-900 737-200
101.08 100.67 101.25 107.30
98.2 96.7 97.5 99.9
102.46 101.29 101.92 103.78
-1.38 -0.62 -0.67 3.52
123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131.
Lion Garuda Garuda Air Asia Lion Noname Batavia Garuda Citilink
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
11.24 11.29 11.32 11.36 14.06 14.22 14.25 14.38 14.50
Landing Landing Landing Landing Take Off Take Off Take Off Take Off Take Off
737-900 737-800 737-800 A320-200 737-900
101.62 100.10 100.02 99.14 99.24 101.85 95.45 97.57 96.13
98.8 96.6 95.8 95.5 95.6 96.8 89.1 93.7 92.8
102.93 101.22 100.59 100.36 100.44 101.37 95.38 98.96 98.26
-1.31 -1.12 -0.57 -1.22 -1.20 0.48 0.07 -1.39 -2.13
132. 133. 134. 135.
Lion Lion Lion Batavia
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
14.54 14.58 15.01 15.10
Take Off Take Off Take Off Take Off
737-900 737-400 737-900 737-400
100.20 100.32 100.19 99.47
96.2 95.6 96.2 94.7
100.91 100.44 100.91 99.74
-0.71 -0.12 -0.72 -0.27
No.
Nama Pesawat
Tanggal
Jam
Jenis Operasi
Tipe Pesawat
98. 99.
Merpati TNI
09/04/2011 09/04/2011
16.21 16.26
Landing Landing
100.
Batavia
09/04/2011
16.32
101. 102. 103. 104.
TNI Silk Wings Sriwijaya
09/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
16.35 08.52 08.55 09.10
105. 106. 107. 108.
Garuda Wings Citilink Merpati
10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011 10/04/2011
109.
Lion
110. 111. 112. 113.
A319-100 72-212A 737-200
737-300
737-800
Selisih rata-rata
0.036
Berdasarkan data pada Tabel 4.8. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:
54
Gambar 4.4. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi
Jika nilai perbedaan tersebut dimutlakkan (nilai absolute) maka rata-rata perbedaannya adalah 0.036 EPNdB. Sehingga dapat dikatakan bahwa koreksi yang diperoleh sebesar 0.036 EPNdB. Selain itu, dari sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Juanda terlihat pula bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe 737-200 (Sriwijaya) dengan selisih sebesar 7.91 EPNdB. Besar kecilnya nilai perbedaan yang terjadi, memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di bandara tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan. Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki selisih rata-rata 3.60 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300
55
memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki selisih rata-rata 0.75 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-800 memiliki selisih rata-rata -1.11 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki selisih rata-rata -0.90 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki selisih rata-rata -0.18 EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82 memiliki selisih rata-rata -1.64 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki selisih rata-rata 0.45 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A319-100 memiliki selisih dengan nilai -0.58 EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai selisih 0.81 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A319-100 dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai selisih terendah adalah tipe 72-212A dengan EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe 737-200 dengan EPNdB.
4.3.
Hasil Penghitungan Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) merupakan data dari
jenis pengukuran statis yaitu pengukuran kebisingan dengan lingkungan di sekitar kawasan bandara sebagai objeknya. Dan dari hasil pengukuran di lapangan tersebut didapatkan hasil penghitungan sebagai berikut:
56
4.3.1. Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
Gambar 4.5. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
Pada Gambar 4.5. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu untuk setiap lokasi pengukuran di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Tiga grafik tersebut menggambarkan situasi 3 lokasi secara bersamaan, yang mana sumber bising utama pada TU1 Kantor BPMP dan TU2 Musholla adalah aktifitas pesawat di bandara, sedangkan di TU3 Rumah Warga karena berada di posisi pinggiran bandara (side line) lebih didominasi oleh aktifitas perumahan warga. Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak terlihat saat jam-jam tertentu pada Gambar 4.5. grafik di atas ditunjukkan dengan adanya level-level puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang melonjak secara signifikan dan level puncak ini hampir bersamaan terjadi untuk setiap titik ukur. Dengan menggunakan software SPSS 19, maka diperoleh tabel statistik sebagai berikut: 57
Tabel 4.9. Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Statistics TU1_Kantor_BPMP N
Valid
Missing Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum
TU2_Musholla
TU3_Rumah_Warga
72
72
72
0 60.3307 .53688 60.0250 4.55561 20.754 -.112 .283 -.190 .559 22.00 49.90 71.90
0 61.6446 1.55419 61.1000 13.18773 173.916 .327 .283 -.775 .559 44.76 41.35 86.11
0 52.7450 1.00493 52.8950 8.52713 72.712 .500 .283 .267 .559 37.60 39.87 77.47
Berdasarkan data Tabel 4.9. nilai Leq maksimum terbesar terjadi di TU2 Musholla dengan nilai 86.11 dB(A) dan nilai Leq minimum terkecil terjadi di TU3 Rumah Warga dengan nilai 39.87 dB(A). Nilai rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di lokasi TU2 Musholla yaitu sebesar 44.76 dB(A). Nilai rentang Leq minimum dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa pengaruh pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar. Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel 4.9. berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung: a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis: TU1 Kantor BPMP
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
−0.190 0.559
= −0.339
TU2 Musholla
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
−0.775 0.559
= −1.386
TU3 Rumah Warga
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
0.267 0.559
= 0.477
58
b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi dengan standard error skewness: TU1 Kantor BPMP
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
−0.112 0.283
TU2 Musholla
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
0.327 0.283
= 1.155
TU3 Rumah Warga
:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
0.500 0.283
= 1.766
= −0.395
Berdasarkan penghitungan di atas, nilai Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness berada diantara -2 dan +2. Sesuai dengan teori statistik bahwa data Leq untuk ketiga lokasi pengukuran tersebut berdistribusi Normal. Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah:
Gambar 4.6. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP
Dari Gambar 4.6. terlihat bahwa batang histogram memiliki kemiripan bentuk dengan kurva normal. Hal ini membuktikan bahwa distribusi Leq di TU1 Kantor BPMP sudah bisa dikatakan normal.
Gambar 4.7. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla
59
Batang histogram pada Gambar 4.7. menggambarkan bahwa distribusi Leq di TU2 Musholla dapat dikatakan normal atau mendekati normal. Terlihat dari bentuk kurva pada histogram yang mirip seperti lonceng, dengan kemencengan yang cenderung ke kiri.
Gambar 4.8. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga
Seperti halnya dengan histogram di TU2 Musholla, kurva histogram pada Gambar 4.8. yang cenderung condong ke kiri. Begitupun dengan bentuk kurva histogramnya mirip seperti lonceng membuktikan bahwa distribusi Leq di TU3 Rumah Warga adalah normal.
4.3.2. Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya
Gambar 4.9. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda Surabaya
60
Pada Gambar 4.9. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu disetiap lokasi pengukuran di Bandara Juanda, Surabaya. Tiga grafik tersebut menggambarkan situasi ke-3 lokasi secara bersamaan, yang mana sumber bising utama pada TU1 Griya Karya dan TU3 RM Depot adalah aktifitas pesawat di bandara, sedangkan di TU2 Kantor Desa karena posisinya berada di sisi samping bandara (side line) sehingga lebih didominasi oleh aktifitas perkantoran dan lalu-lintas kendaraan di jalan raya. Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak terlihat saat jam-jam tertentu ditunjukkan dengan adanya level-level puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang melonjak secara signifikan dan level puncak ini hampir bersamaan terjadi untuk setiap titik ukur. Dengan menggunakan software SPSS 19 diperoleh tabel statistik sebagai berikut: Tabel 4.10. Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda Surabaya Statistics TU1_Griya_Karya N
Valid
Missing Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Skewness Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range Minimum Maximum
TU2_Kantor_Desa
TU3_RM_Depot
72
72
72
0 65.7576 1.00608 69.4600 8.53685 -1.584 .283 1.521 .559 32.59 42.23 74.82
0 60.3961 .84405 60.4100 7.16203 -.461 .283 -.379 .559 29.39 44.38 73.77
0 63.8528 .65991 65.3000 5.59950 -.820 .283 .435 .559 26.00 49.50 75.50
Berdasarkan data Tabel 4.10. maka nilai Leq maksimum terbesar terjadi di TU3 RM Depot dengan nilai 75.50 dB(A) dan nilai Leq minimum terkecil terjadi di TU1 Griya Karya dengan nilai 42.23 dB(A). 61
Nilai rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di lokasi TU1 Griya Karya sebesar 32.59 dB(A). Nilai rentang Leq minimum dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa pengaruh pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar. Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel 4.10. berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung: a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis: 1.521
TU1 Griya Karya :
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
TU2 Kantor Desa :
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
−0.379 0.559
TU3 RM Depot
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 =
0.435 0.559
:
0.559
= 2.720 = −0.677
= 0.778
b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi dengan standard error skewness: −1.584
TU1 Griya Karya :
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
TU2 Kantor Desa :
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
−0.461 0.283
= −1.628
TU3 RM Depot
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 =
−0.820 0.283
= −2.897
:
0.283
= −5.597
Sebagai pedoman, jika nilai Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness berada diantara -2 dan +2 maka distribusi data adalah Normal. Berdasarkan penghitungan di atas, dapat dilihat bahwa data Leq dari nilai Rasio Kurtosis untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa dan TU3 RM Depot berdistribusi Normal. Namun, untuk lokasi pengukuran di TU1 Griya Karya tidak berdistribusi Normal. Sedangkan data Leq dari nilai Rasio Skewness untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa
62
berdistribusi Normal. Sebaliknya untuk lokasi pengukuran di TU1 Griya Karya dan TU3 RM Depot tidak berdistribusi Normal. Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah:
Gambar 4.10. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya
Dari Gambar 4.10. terlihat bahwa batang histogram memiliki bentuk kurva tak normal (tidak berbentuk seperti lonceng) dan cenderung condong ke kanan. Hal ini membuktikan bahwa distribusi Leq di TU1 Griya Karya belum bisa dikatakan normal, sesuai dengan hasil penghitungan Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness di atas bahwa data Leq di daerah tersebut tidak berdistribusi Normal.
Gambar 4.11. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa
Berdasarkan Gambar 4.11. terlihat bahwa distribusi Leq di TU2 Kantor Desa bisa dikatakan normal atau mendekati normal. Dilihat dari
63
bentuk kurva pada histogram mirip seperti lonceng, dengan kemencengan sedikit ke kanan.
Gambar 4.12. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot
Pada Gambar 4.12. bentuk kurva histogramnya yang mirip dengan kurva normal membuktikan bahwa dari nilai Rasio Kurtosis distribusi Leq bisa dikatakan normal. Namun dengan kemencengan yang cenderung ke kanan.
4.4.
Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Sesuai Kep-48/MENLH/11/1996 Lokasi titik pengukuran Lsm berada di kawasan pemukiman
sekitar bandara. Pada tiap bandara terdapat 3 lokasi titik pengukuran. Untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru lokasi titik pengukuran berada di Kantor BPMP, Musholla, dan Rumah Warga. Sedangkan untuk bandara Juanda Surabaya lokasi titik pengukuran berada di Kantor Desa, RM Depot, dan Perumahan Griya Karya. Berikut adalah hasil perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 maka diperoleh Level Siang (Ls), Level Malam (Lm), dan Level Siang Malam (Lsm) seperti berikut: 64
Tabel 4.11. Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Kota
Nama Titik Pengukuran
Kantor BPMP
Pekanbaru
Musholla
Rumah Warga
Griya Karya
Kantor Desa
Surabaya
RM Depot
Tanggal Pengukuran
Ls (dB)
Lm (dB)
18 s/d 19 Maret 2011 19 s/d 20 Maret 2011 20 s/d 21 Maret 2011 18 s/d 19 Maret 2011 19 s/d 20 Maret 2011 20 s/d 21 Maret 2011 18 s/d 19 Maret 2011 19 s/d 20 Maret 2011 20 s/d 21 Maret 2011 08 s/d 09 April 2011 09 s/d 10 April 2011 10 s/d 11 April 2011 08 s/d 09 April 2011 09 s/d 10 April 2011 10 s/d 11 April 2011 08 s/d 09 April 2011 09 s/d 10 April 2011
64.7 63.7 63.4 77.0 78.6 79.1 57.6 57.6 69.0 70.6 70.4 71.6 67.0 64.1 66.1 67.0 66.6
55.7 56.4 56.6 50.8 53.3 48.5 51.5 51.5 49.3 63.1 60.3 62.7 58.7 61.0 61.6 60.4 60.8
Lsm (dB) 63.7 63.1 62.9 75.2 76.8 77.4 57.2 57.2 67.3 69.9 69.3 70.6 66.2 64.8 66.3 66.5 66.4
10 s/d 11 April 2011
69.6
59.5
68.5
Dimana: Ls (dB) = Level Siang; Lm (dB) = Level Malam; Lsm (dB) = Level Siang – Malam
Berdasarkan data pada Tabel 4.11. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.13. Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara Keterangan : TU = Titik Ukur
65
Pada Gambar 4.13. tampak bahwa nilai Lsm yang diperoleh 100% telah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Lsm (segitiga hijau) posisinya berada di atas nilai baku mutu untuk daerah pemukiman yaitu 55 dB(A). Dari Gambar 4.13. juga ditunjukkan bahwa nilai Lsm yang paling rendah adalah 57.20 dB(A) di TU3 Pekanbaru terjadi pada tanggal 18-20 Maret 2011 dan yang tertinggi adalah 77.40 dB(A) di TU2 Pekanbaru terjadi pada tanggal 20-21 Maret 2011. Selain itu pun dapat dilihat bahwa nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Surabaya cenderung lebih stabil dibandingkan nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Pekanbaru. Hal ini dimungkinkan karena noise background dari alam sekitar bandara Pekanbaru yang masih alami atau berupa hutan lebih sepi dibandingkan bandara Surabaya yang telah berubah menjadi perkotaan. Sehingga suara bising dari pesawat udara yang melintas di titik ukur bandara Pekanbaru lebih terdengar jelas daripada di titik ukur bandara Surabaya.
66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut: 1. Nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Untuk bandara Pekanbaru nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A yaitu 91.10 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 yaitu 109.32 EPNdB. Sedangkan untuk bandara Surabaya nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A yaitu 86.15 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 yaitu 111.11 EPNdB. 2. Korelasi antara EPNL dengan Lmax di bandara Pekanbaru maupun Surabaya mayoritas menunjukkan hasil bahwa antara EPNL dengan Lmax saling berpengaruh, begitupun dengan Regresinya menunjukkan hasil hubungan kedua variabel tersebut sangat signifikan. 3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan EPNL Prediksi di bandara Pekanbaru memperoleh nilai perbedaan (selisih) rata-rata sebesar 0. 013 EPNdB, sedangkan di bandara Surabaya memperoleh nilai perbedaan (selisih) rata-rata sebesar 0.036 EPNdB. 4. Dari tiga lokasi titik pengukuran nilai Leq yang diperoleh di bandara Pekanbaru berada pada range antara 39.87 – 86.11 dB(A). Sedangkan di bandara Surabaya nilai Leq yang diperoleh berada pada range antara
67
42.23 – 75.5 dB(A). Yang menjadi penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara adalah aktifitas (lalulintas) pesawat terbang, dan dipengaruhi oleh sound background dari alam sekitar bandara. 5. Nilai Lsm rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 Kantor BPMP sebesar 63.23 dB(A), TU2 Musholla sebesar 76.47 dB(A), TU3 Rumah Warga sebesar 60.57 dB(A). Sedangkan Nilai Lsm rata-rata dari hasil pengukuran di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 Perumahan Griya Karya sebesar 69.93 dB(A), TU2 RM Depot sebesar 67.13 dB(A), TU3 Kantor Desa sebesar 65.77 dB(A).Sehingga nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 dB(A).
5.2.
Saran Penelitian ini masih merupakan tahap awal dan sebagai database di bidang
lingkungan hidup, sehingga masih dapat dikembangkan di masa mendatang. Baik dengan menggunakan metode simulasi dalam ruangan (offline), mencari variabel atau parameter-parametar ukuran kebisingan lainnya seperti WECPNL (Weighted Equivalent Continous Perceived Noise Level) dan NEF (Noise Exposure Forecast), atau mencari korelasi dari parameter kebisingan lain seperti WECPNL dengan Lsm seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara maju, dan lain sebagainya.
68
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Sudiro Sumbodo. 2003. www.sudirodesign.com. Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). Diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam 19.58 WIB
[2]
Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19 November 2011)
[3]
Ganijanti Aby Sarojo. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika. Jakarta.
[4]
http://id.wikipedia.org/wiki/bunyi . Bunyi. Diakses tanggal 26-09-2011. Jam 15.30 WIB
[5]
J. F. Gabriel. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta.
[6]
http://architecturefiles.blogspot.com/ . Akustika. diakses pada tanggal 2609-2011 jam 15.49 WIB
[7]
Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
[8]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta
[9]
Department Of The Air Force. 1987. Environmental Impact Analysis Process. USA
[10] Michael J. T. Smith. 1989. Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK. [11] Singgih Santoso. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo. Jakarta [12] Junaidi. http:/junaidichaniago.wordpress.com. Titik Persentase Distribusi t d.f. = 1-200. diakses pada 20-09-2011 jam 14.33 WIB.
69
[13] Yully Melyani Lubis. 2002. Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara DC-10 Secara Offline. Jur. Teknik Lingkungan Fak. Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan. Univ Trisakti. Jakarta . [14] ICAO. 1993. Annex 16 International Standards And Recommended Practices, Environmental Protection, Volume I Aircraft Noise [15] Singgih Santoso. 2010. Statistic Parametrik. Jakarta. Elex Media Kompotindo. Jakarta [16] J.P. Cowan. 1994. Handbook Of Environmental Acoustics. Van Nostrand Rainhold. New York [17] L.L. Doelle. 1993. Akustik Lingkungan. Erlangga. Jakarta [18] J.r. Hassal dan K. Zaveri M.Phil. 1988. Acoustics Noise Measurements. Acoustical Publications Inc. Ohio
70
LAMPIRAN 1 Gambar Titik Pengukuran di Kawasan Sekitar Bandara a). Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru
b). Bandara Juanda, Surabaya
LAMPIRAN 2 Hasil perhitungan secara manual (Validasi) 13. 1.
Tingkat tekanan suara dalam 1/3 oktaf dari frek 50-10000 Hz dicacah setiap ½ detik, kemudian diubah menjadi kebisingan yang dirasakan (PN) n, dalam satuan Noys. Harga n didapatkan dari tabel Noys yang terdapat pada standar ICAO. Dan berdasarkan hubungan matematis sebagai berikut: 𝑛 = 10𝑚 𝐿−𝐿𝑜 𝑁𝑜𝑦𝑠 Dimana n adalah kebisingan yang dapat didengar (noys), L ialah tingkat kebisingan tekanan suara hasil pengukuran (dB), m dan Lo merupakan konstanta yang diberikan (lihat Tabel Faktor Koreksi m dan Lo). Tabel Faktor Koreksi m dan Lo Band centre frequency Hz 50 63 80 100 125 160 200 250 315
Lower range of L L 64 to 91 60 to 85 56 to 85 53 to 79 51 to 79 48 to 75 46 to 73 44 to 74 42 to 94
m 0.04348 0.04057 0.03683 0.03683 0.03534 0.03333 0.03333 0.03205 0.03068
Upper range of L Lo 64 60 56 53 51 48 46 44 42
L 92 to 150 86 to 150 86 to 150 80 to 150 80 to 150 76 to 150 74 to 150 75 to 150 95 to 150
m 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010
Lo 52 51 49 47 46 45 43 42 41
0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.03010 0.02996 0.02996 0.02996 0.02996 0.02996 0.02996 0.02996
40 40 40 40 40 38 34 32 30 29 29 30 31
Full range of L 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 6300
40 to 150 40 to 150 40 to 150 40 to 150 40 to 150 38 to 148 34 to 144 32 to 142 30 to 140 29 to 139 29 to 139 30 to 140 31 to 141 Lower range of L
8000 10000
2.
3. 4.
13
38 to 47 41 to 50
0.04229 0.04229
Upper range of L 37 41
48 to 144 51 to 147
0.02996 0.02996
34 37
Harga-harga n di atas kemudian digabungkan untuk memperoleh kebisingan total, berdasarkan berikut: 𝑁 = 𝑛𝑚𝑎𝑥 + 0.15 𝑛 − 𝑛𝑚𝑎𝑥 , Noys Dimana N adalah kebisingan total (total noiseness), nmax ialah nilai terbesar n dari seluruh pita, 𝑛 merupakan jumlah harga kebisingan yang dapat didengar untuk seluruh pita. Harga kebisingan total N, kemudian diubah menjadi tingkat kebisingan yang dirasakan PNL, dengan persamaan berikut: 𝑃𝑁𝐿 = 40 + 33.22 log 𝑁, 𝑃𝑁𝑑𝐵 Menghitung koreksi nada karena adanya komponen nada murni dan ketidakteraturan spektrum, kemudian harga koreksi nada yang didapat ditambahkan pada harga tingkat kebisingan yang dirasakan seperti yang didapatkan pada tahap ke-3. Untuk menghitung harga koreksi nada tersebut diperlukan beberapa tahap sebagai berikut: Kolom 1 No. frekuensi. Kolom 2 Frekuensi (Hertz). Kolom 3 SPL dimulai dari 80Hz.
Yully Melyani Lubis. 2002. Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara DC-10 Secara Offline. Jurusan Teknik Lingkungan Fak. Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan. Trisakti. Jakarta .
S dalam dB, yaitu selisih (data bawah – data atas). Selisih S dalam dB, jarak antaradata bawah terhadap data atas: a). Apabila data pada kolom 5 lebih besar dari 5 maka warnai kolom 4. b). Apabila kolom 4 data positif dan lebih besar dari data atasnya maka warnai data di kolom 3 yang sejajar dengannya. c). Apabila pada kolom 4 data negatif dan data atasnya positif maka warnai data di kolom 3 disilang atas. d). Apabila data pada kolom 4 negatif dan data atasnya pu negatif maka data kolom 3 tidak perlu diwarnai. SPL’ dalam dB, apabila data pada kolom 3tidak diwarnai data ditulis ulang pada kolom 6 dan apabila data kolom 3 diwarnai maka data atas dan data bawah yang diwarnai dijumlah lalu dibagi 2. S’ dalam dB, pengurangan data bawah dengan data atas pada kolom 6 dan untuk kolom paling atas dan bawah mengikuti data sebelum dan sesudahnya. S dalam dB, yaitu rata-rata dari 3 data pada kolom 7. SPL” dalam dB, penjumlahan data kolom 9 dengan kolom 8. F dalam dB, kolom 3 dikurang kolom 9 tetapi yang ditampilkan hanya data ≥ 3. C dalam dB, yaitu syaratnya terdapat pada Tabel Harga Koreksi Nada dan nilai yang paling max ditambahkan dengan nilai PNL.
Kolom 4 Kolom 5
Kolom 6
Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9 Kolom 10 Kolom 11
Tabel Harga Koreksi Nada Frekuensi 500 – 5000 Hz
Frekuensi 50 Hz – 10 kHz selain 500 – 5000 Hz
F [i]
Koreksi Nada (C)
F [i]
Koreksi Nada (C)
0 ≤ F [i] < 1.5 1.5 ≤ F [i] ≤ 3 3 < F [i] < 20 F [i] 20
0
0 ≤ F [i] < 1.5 1.5 ≤ F [i] ≤ 3 3 < F [i] < 20 F [i] 20
0 (F [i] -1.50 / 3) F [i] / 6 3.3333
((2* F [i] -3) / 3 F [i] / 3 6.6667
10
𝑃𝑁𝐿𝑇 /10
5.
Menghitung koreksi durasi dengan persamaan 𝐷 = 10 log
− 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑚𝑎𝑥 − 13
6.
Harga tingkat kebisingan yang dirasakan efektif EPNL adalah penjumlahan harga PNLTmax dengan faktor koreksi durasi (D) atau 𝐸𝑃𝑁𝐿 = 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑚𝑎𝑥 + 𝐷 Contoh Penghitungan Koreksi Nada (line 5) 1
2
Band
f Hz
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
50 63 80 100 125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 6300 8000 10000
3 SPL dB
73.8 73.7 75.8 68.4 71.3 72.4 68.3 72 71.8 72 72 72.9 71.4 71.3 69.5 68.8 68 67.5 66 68 64.6 56.3
4
5
6
7
8
9
10
11.00
S dB step 1
delta S dB step 2
SPL' dB step 4
S' dB step 5
S dB step 6
SPL" dB step 7
F dB step 8
C dB step 9
2.2 9.5 10.3 1.8 5.2 7.8 3.9 0.4 0.2 0.9 2.4 1.4 1.7 1.1 0.1 0.3 1 3.5 5.4 4.9
73.8 73.7 71.1 68.4 70.4 69.8 68.3 70.1 71.8 72 72 72.9 71.4 71.3 69.5 68.8 68 67.5 66 65.3 64.6 56.3
-0.1 -0.1 -2.6 -2.7 2.0 -0.6 -1.5 1.8 1.8 0.2 0.0 0.9 -1.5 -0.1 -1.8 -0.7 -0.8 -0.5 -1.5 -0.7 -0.7 -8.3 -8.3
-0.9 -1.8 -1.1 -0.4 0.0 -0.1 0.7 1.2 0.7 0.4 -0.2 -0.2 -1.1 -0.9 -1.1 -0.7 -0.9 -0.9 -1.0 -3.2 -5.8
73.8 72.9 71.1 70.0 69.5 69.5 69.4 70.1 71.3 71.9 72.3 72.1 71.9 70.7 69.9 68.8 68.1 67.2 66.3 65.3 62.1 56.3
0.0 0.8 4.7 -1.6 1.8 2.9 -1.1 1.9 0.5 0.1 -0.3 0.8 -0.5 0.6 -0.4 0.0 -0.1 0.3 -0.3 2.7 2.5 0.0
-0.1 2.1 -7.4 2.9 1.1 -4.1 3.7 -0.2 0.2 0 0.9 -1.5 -0.1 -1.8 -0.7 -0.8 -0.5 -1.5 2 -3.4 -8.3
0.79
Data Mentah Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011 Leq-C4P1
50Hz
63Hz
80Hz
100Hz
125Hz
160Hz
200Hz
250Hz
315Hz
400Hz
500Hz
630Hz
800Hz
1kHz
78,6
58,5
60,5
75,5
69,9
67,6
65,5
63,1
62,8
61,8
59,5
58,6
60,4
60,4
62,4
78,4
61,4
65,1
70,9
64,6
70,5
65,4
61,7
63,8
63,1
62,7
62,1
62,9
62,6
64,7
80
65,5
64,3
67,9
70,2
69,9
67,6
62,7
66,5
65,2
64,6
66,3
65,6
65,4
67,5
81,7
65,5
67,8
71,5
71,5
68,9
68,1
66,8
71,5
66
68,9
69,4
67,4
68,3
85
69
66,7
73,8
73,7
75,8
68,4
71,3
72,4
68,3
72
71,8
72
86,6
69,6
72,9
81,7
75,2
74,1
69,9
73,2
72,1
72,1
72,2
73
88,2
68,3
76,9
78,5
78
74,5
74,4
76,6
74,3
73,2
75,4
91,3
74,9
74,5
79,9
77,9
75,3
80,3
77,6
77,8
79
92,8
78,8
81,1
81,1
77,5
75,4
78,8
82,1
79,7
93,7
81,2
81,5
81
76,3
79,4
81
86
90,7
73
77,6
79
77,7
75,8
79,6
88,2
69,2
72,3
78,6
79
75,6
86,4
74,5
71,1
72,4
75,2
74,3
83,8
73,7
69,6
75,1
72,6
81,9
70,9
68
74,2
79,6
66,2
66,7
78,2
65,1
64,3
dB
1.25kHz
1.6kHz
2kHz
2.5kHz
3.15kHz
4kHz
5kHz
6.3kHz
8kHz
10kHz
61,5
60,1
59,5
59,4
64,3
64,2
64,2
63,2
57,9
56,1
53,7
51,5
50,5
44,9
61,2
60,4
58
57,1
56,3
67,6
67
66,6
46,9
67,1
65,9
63,4
61,3
61
58,9
69
68,2
67,2
48,8
67,5
66,7
64,8
62,2
59,8
61,2
57,8
72
72,9
71,4
49,3
71,3
69,5
68,8
68
67,5
66
68
64,6
73
72,3
71,8
56,3
71
70,5
69,3
68,8
68,2
66,8
66,1
68
65,8
74,6
74,8
73,9
58,8
73,9
73,3
72,8
72,5
71,7
70,9
70,1
70,4
73,1
70,6
78,7
77,7
77,5
64,6
75,8
77,8
76,5
75,4
74,6
74,2
72,8
71,6
72,2
76
71,6
79,9
80,8
81,7
67,2
80,5
80,1
79
78,4
76,6
76
74,7
73,9
73,1
73,5
74,7
69,6
82,3
81,5
80,6
66,7
81,9
81,5
80,2
79
77,1
75,8
75,2
74,9
74,1
73,9
75,3
72,6
70,9
81,3
78,9
77,5
71,7
81,2
79
78
77,8
77,2
75,4
73,2
73,1
72,5
72,2
72,8
74,2
71,4
69,9
69,8
73,2
77,9
76,2
73,8
74,1
76,5
79
77,8
76,4
75,3
75,5
72,9
72
70,7
69,6
68,7
68,2
69,6
69,5
68,1
64,8
63,8
75,8
75,5
74,7
72,8
73,4
71,8
69,6
67,9
67,4
66
65,5
65,5
65,2
64,1
60,2
74,1
73,6
70,4
70,2
57,5
73,6
70,2
70,8
71,5
70,5
69,1
66,5
64,6
63,2
62,3
61,2
62,1
60
56,9
53,4
68,7
69,1
73,2
71,4
50,4
69
70,3
69,9
66,9
66,9
68,6
66,8
65,2
62,8
61,4
60,5
59,9
60,2
58,3
54,5
50,7
69,7
66,7
67,4
68,3
48,6
70,1
68,9
67,2
68,2
66,8
66,5
67,8
66,8
63,7
61,5
59,8
58,5
58,5
59
57,3
52,1
49,3
69,5
65,9
65,9
65,3
46,5
67,7
67,7
65,9
64
67,1
64,2
64,6
62,2
59,7
58,3
57,6
55,9
55,4
55,9
54,5
49,2
45,4
45,1
Hasil Perhitungan EPNL secara Manual (Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011) 50Hz
63Hz
80Hz
100Hz
125Hz
160Hz
200Hz
250Hz
315Hz
400Hz
500Hz
630Hz
800Hz
1kHz
1.25kHz
1.6kHz
2kHz
2.5kHz
3.15kHz
4kHz
5kHz
6.3kHz
8kHz
10kHz
n max
Jumlah n
N
Log N
PNL
C
PNLT
Jumlah PNLT (antilog)
1,16
2,07
3,72
4,8
4,29
4,68
4,93
7,61
5,45
7,41
7,67
6,68
7,11
7,46
8,11
9,88
11,58
12,58
11,82
9,88
7,81
8,03
5,16
2,24
12,58
162,15
35,01
1,54
91,3
0,85
92,15
1640599411
1,65
1,87
4,52
5,79
7,52
4,79
6,97
8,13
6,41
9,19
9,06
9,19
9,19
9,78
10,12
13,11
13,29
14,54
14,74
14,24
11,98
12,84
8,26
3,79
14,74
210,95
44,17
1,65
94,65
0,79
95,44
3500829575
1,75
3,34
8,84
6,57
6,55
5,37
8,06
7,95
8,38
9,32
9,85
9,85
9,38
9,06
9,85
12,4
13,11
14,54
14,94
13,57
12,07
12,84
8,97
4,5
14,94
221,05
45,86
1,66
95,19
0
95,19
3305110692
1,54
4,85
6,74
8,33
6,77
7,58
10,27
9,36
9,06
11,63
11
11,16
10,48
10,48
11,55
14,54
16,34
17,76
18
17,04
16,23
18,25
12,49
6,71
18
268,15
55,52
1,74
97,95
0
97,95
6239255728
2,98
3,87
7,59
8,26
7,22
11,55
11
11,96
13,65
14,62
13,64
13,45
11,96
13,73
14,42
17,39
18,89
21,1
20,52
18,89
18,38
22,29
13,38
8,03
22,29
318,78
66,76
1,82
100,61
0
100,61
1,1511E+10
4,4
7,18
8,4
7,99
7,28
10,41
15,03
13,64
14,55
16,91
18
16,56
16,11
14,92
16,45
18,89
20,81
21,84
22,14
20,95
20,1
20,38
11,66
7,76
22,14
352,35
71,67
1,86
101,63
0
101,63
1,457E+10 1,9907E+10
5,6
7,45
8,33
7,21
10,08
12,12
19,69
16,33
16,29
16,67
18,25
17,75
16,22
14,92
15,03
17,88
19,69
22,14
22,45
22,14
22,76
17,63
12,75
10,95
22,76
370,35
74,9
1,87
102,27
0,72
102,99
2,46
5,18
7,03
8,12
7,52
11
14,22
12,9
12,28
17,38
14,92
13,93
13,73
13,17
13,36
14,94
17,04
18,76
19,69
20,52
21,1
16,23
11,9
9,61
21,1
317,01
65,49
1,82
100,33
2,45
102,78
1,8978E+10
1,68
3,16
6,8
9,07
7,4
6,92
11,23
10,7
13,65
13,73
12,46
11,55
11,71
9,78
10,55
12,58
13,38
14,44
14,94
16,46
15,26
12,93
8,37
6,35
16,46
255,1
52,26
1,72
97,08
0,53
97,61
5762812215
2,86
2,82
4,02
6,57
6,66
7,24
8,63
10,93
10,89
11,71
11,08
9,71
10,12
9,06
8,94
10,37
11,5
11,98
12,4
12,4
11,34
9,81
6,09
4,11
12,4
211,25
42,23
1,63
94
0
94
2513225730
2,64
2,45
5,05
5,27
6,55
7,13
6,51
6,91
9,32
8,11
8,45
8,87
8,28
7,51
7,21
8,26
8,61
9,28
9,22
9,81
7,92
5,97
3,81
2,5
9,81
165,66
33,19
1,52
90,53
0,57
91,1
1287258371
2
2,11
4,68
3,79
4,36
6,92
7,02
6,33
7,38
7,94
6,45
6,45
7,26
6,41
6,59
7,29
7,6
8,2
8,43
8,61
7,04
5,06
3,16
2,1
8,61
143,18
28,8
1,46
88,48
0
88,48
704464685
1159,94
8,992E+10
Jumlah
PNLT Max
102,99
Koreksi Durasi
-6,45
EPNL
96,54
++++++++++++++++++++++++++++++++++ Jenis Pesawat : GARUDA Jenis Operasi : PK-GFJ / LANDING Titik Pengukuran : SURABAYA Waktu Pengukuran : 10-Apr-11 Tujuan Penerbangan : Jam 1026 ++++++++++++++++++++++++++++++++++ -------------------------------------------------------PENCACAH PNL CN PNLT -------------------------------------------------------1 91.30 0.85 92.15 2 94.65 0.79 95.44 3 94.81 1.27 96.08 4 97.64 0.43 98.07 5 100.61 0.68 101.29 6 101.63 0.53 102.16 7 101.98 0.72 102.70 8 100.33 0.49 100.82 9 97.08 0.53 97.61 10 94.00 0.24 94.25 11 90.36 0.67 91.03 12 88.48 0.97 89.45 -------------------------------------------------------PNLT Maksimum = 102.70PN dB Koreksi Durasi = -6.51PN dB EPNL = 96.19EPN dB
Perhitungan Faktor Kesalahan: 𝑑𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 − 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 96.54 − 96.19 = 𝑥 100 % = 0.36 % 96.19 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 Jadi nilai validasinya = 100 % − 0.36 % = 99.64 %
LAMPIRAN 3 A. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru Hari Jumat (18 Maret 2011) Batavia (737-300) Jam 09.38 WIB
Riau (737-500) Jam 09.47 WIB
Batavia (737-400) Jam 09.56 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.04 WIB
TNI (Hercules) Jam 10.18 WIB
Batavia (737-300) Jam 10.22 WIB
Riau (737-500) Jam 10.31 WIB
Lion (737-900) Jam 11.06 WIB
Sriwijaya (737-400) Jam 11.24 WIB
Lion (737-900) Jam 11.46 WIB
TNI (Hercules) Jam 12.10 WIB
Wings (72-212A) Jam 12.26 WIB
Riau (737-500) Jam 12.36 WIB
Charter (B1900D) Jam 14.41 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 15.13 WIB
Lion (737-900) Jam 15.18 WIB
Hari Sabtu (19 Maret 2011) Silk (A319-100) Jam 09.21 WIB
Riau (737-500) Jam 09.28 WIB
Lion (737-900) Jam 09.33 WIB
Batavia (A320-200) Jam 09.47 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.51 WIB
Firefly (72-212A) Jam 10.00 WIB
Batavia (737-400) Jam 10.09 WIB
Silk (A319-100) Jam 10.31 WIB
Lion (737-900) Jam 10.50 WIB
Lion (737-900) Jam 11.36 WIB
Lion (737-900) Jam 13.24 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.02 WIB
Batavia (A320-200) Jam 14.20 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 14.35 WIB
Lion (737-900) Jam 14.56 WIB
Riau (737-500) Jam 15.03 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 15.18 WIB
Lion (737-900) Jam 15.52 WIB
Lion (737-900) Jam 15.58 WIB
Hari Minggu (20 Maret 2011) Pelita (F28-0100) Jam 08.56 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.32 WIB
Garuda (737-800) Jam 09.36 WIB
Pelita (F28-0100) Jam 09.49 WIB
Lion (737-900) Jam 09.56 WIB
Riau (737-500) Jam 10.18 WIB
Batavia (737-300) Jam 10.24 WIB
Noname (737-400) Jam 10.30 WIB
Lion (737-900) Jam 10.57 WIB
Lion (737-900) Jam 13.52 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.14 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 14.31 WIB
Lion (737-900) Jam 14.48 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 15.58 WIB
B. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Juanda Surabaya Hari Jumat (08 April 2011) Lion (737-900) Jam 09.43 WIB
Merpati (737-300) Jam 09.46 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.03 WIB
Lion (737-900) Jam 10.06 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.19 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.23 WIB
Lion (737-900) Jam 10.32 WIB
Lion (737-400) Jam 10.41 WIB
TNI (-) Jam 10.45 WIB
Lion (737-900) Jam 11.00 WIB
Batavia (737-400) Jam 11.06 WIB
Wings (MD-82) Jam 11.13 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 11.16 WIB
Wings (72-212A) Jam 11.18 WIB
Lion (737-900) Jam 11.22 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB
Lion (737-900) Jam 11.28 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 11.31 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.38 WIB
Lion (737-900) Jam 11.55 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 11.58 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 12.15 WIB
Lion (737-900) Jam 12.20 WIB
Garuda (737-800) Jam 12.25 WIB
Wings (72-212A) Jam 12.28 WIB
Wings (72-212A) Jam 13.15 WIB
Lion (-) Jam 13.21 WIB
Sriwijaya (737-400) Jam 13.26 WIB
Citilink (-) Jam 13.32 WIB
Lion (737-400) Jam 13.36 WIB
Lion (737-900) Jam 13.40 WIB
Garuda (737-800) Jam 13.43 WIB
Citilink (-) Jam 13.58 WIB
Batavia (737-400) Jam 14.02 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.11 WIB
Lion (737-900) Jam 14.18 WIB
Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 14.30 WIB
Lion (737-900) Jam 14.33 WIB
Jetstar (A320-200) Jam 14.45 WIB
Lion (737-900) Jam 15.02 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 15.06 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.13 WIB
Express (737-200) Jam 15.15 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 15.18 WIB
TNI (-) Jam 15.27 WIB
Lion (737-900) Jam 15.32 WIB
Trigana (-) Jam 15.35 WIB
Wings (72-212A) Jam 15.38 WIB
Hari Sabtu (09 April 2011) Garuda (737-800) Jam 09.12 WIB
Trigana (-) Jam 09.21 WIB
Lion (737-900) Jam 09.22 WIB
Garuda (-) Jam 09.27 WIB
Air Asia (-) Jam 09.39 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.41 WIB
Citilink (-) Jam 09.57 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 09.59 WIB
Silk (A320-200) Jam 10.05 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.10 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.14 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 10.28 WIB
Citilink (-) Jam 10.37 WIB
Lion (737-900) Jam 10.40 WIB
Sriwijaya (-) Jam 10.44 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.46 WIB
Lion (737-900) Jam 11.03 WIB
Wings (-) Jam 11.05 WIB
Lion (737-900) Jam 11.08 WIB
Citilink (-) Jam 11.10 WIB
Wings (72-212A) Jam 11.19 WIB
Batavia (737-300) Jam 11.21 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB
Lion (737-400) Jam 11.33 WIB
Lion (737-900) Jam 11.52 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 12.04 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 12.10 WIB
Batavia (737-300) Jam 12.16 WIB
Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 14.34 WIB
Batavia (737-400) Jam 14.37 WIB
Jetstar (A320-200) Jam 14.41 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 14.46 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.50 WIB
Lion (737-900) Jam 14.55 WIB
Express (737-200) Jam 15.03 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.07 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 15.17 WIB
Merpati (737-300) Jam 15.27 WIB
Batavia (737-400) Jam 15.34 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.46 WIB
Wings (72-212A) Jam 15.50 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 15.52 WIB
Batavia (A320-200) Jam 15.55 WIB
Wings (72-212A) Jam 16.01 WIB
Batavia (737-300) Jam 16.04 WIB
Lion (737-900) Jam 16.13 WIB
TNI (-) Jam 16.18 WIB
Merpati (737-300) Jam 16.21 WIB
TNI (-) Jam 16.26 WIB
Batavia (737-300) Jam 16.32 WIB
TNI (Hercules) Jam 16.35 WIB
Hari Minggu (10 April 2011) Silk (A319-100) Jam 08.52 WIB
Wings (72-212A) Jam 08.55 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 09.10 WIB
Garuda (737-800) Jam 09.15 WIB
Wings (72-212A) Jam 09.19 WIB
Citilink (-) Jam 09.24 WIB
Merpati (737-300) Jam 09.30 WIB
Lion (737-900) Jam 09.35 WIB
Lion (737-900) Jam 09.44 WIB
Lion (737-900) Jam 09.54 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 09.56 WIB
Citilink (-) Jam 10.10 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.16 WIB
Lion (737-400) Jam 10.21 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.26 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.30 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 10.34 WIB
Lion (737-900) Jam 10.57 WIB
Wings (MD-82) Jam 11.00 WIB
Lion (737-900) Jam 11.17 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 11.20 WIB
Lion (737-900) Jam 11.24 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.29 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.32 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 11.36 WIB
Lion (737-900) Jam 14.06 WIB
Noname (-) Jam 14.22 WIB
Batavia (-) Jam 14.25 WIB
Garuda (737-800) Jam 14.38 WIB
Citilink (-) Jam 14.50 WIB
Lion (737-900) Jam 14.54 WIB
Lion (737-400) Jam 14.58 WIB
Lion (737-900) Jam 15.01 WIB
Batavia (737-400) Jam 15.10 WIB
LAMPIRAN 4
Batavia (737-400) Jam 09.56 WIB
Batavia (737-300) Jam 10.22 WIB
A. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru Hari Jumat (18 Maret 2011) Batavia (737-300) Jam 09.38 WIB
Riau (737-500) Jam 10.31 WIB Wings (72-212A) Jam 10.04 WIB
Riau (737-500) Jam 09.47 WIB
Lion (737-900) Jam 11.06 WIB TNI (Hercules) Jam 10.18 WIB
Sriwijaya (737-400) Jam 11.24 WIB
Wings (72-212A) Jam 12.26 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 15.13 WIB
Lion (737-900) Jam 15.18 WIB
Lion (737-900) Jam 11.46 WIB Riau (737-500) Jam 12.36 WIB
Charter (B1900D) Jam 14.41 WIB
Hari Sabtu (19 Maret 2011) Silk (A319-100) Jam 09.21 WIB
TNI (Hercules) Jam 12.10 WIB
Riau (737-500) Jam 09.28 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.51 WIB Silk (A319-100) Jam 10.31 WIB
Firefly (72-212A) Jam 10.00 WIB Lion (737-900) Jam 09.33 WIB
Lion (737-900) Jam 10.50 WIB
Batavia (737-400) Jam 10.09 WIB Batavia (A320-200) Jam 09.47 WIB
Lion (737-900) Jam 11.36 WIB Batavia (A320-200) Jam 14.20 WIB
Riau (737-500) Jam 15.03 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 15.18 WIB Sriwijaya (737-200) Jam 14.35 WIB
Lion (737-900) Jam 13.24 WIB
Lion (737-900) Jam 14.56 WIB Wings (72-212A) Jam 14.02 WIB
Lion (737-900) Jam 15.52 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.32 WIB Lion (737-900) Jam 15.58 WIB
Pelita (F28-0100) Jam 09.49 WIB
Garuda (737-800) Jam 09.36 WIB
Hari Minggu (20 Maret 2011) Pelita (F28-0100) Jam 08.56 WIB
Lion (737-900) Jam 09.56 WIB
Riau (737-500) Jam 10.18 WIB
Noname (737-400) Jam 10.30 WIB
Lion (737-900) Jam 13.52 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.14 WIB
Batavia (737-300) Jam 10.24 WIB
Lion (737-900) Jam 10.57 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 14.31 WIB
Lion (737-900) Jam 14.48 WIB
Merpati (737-300) Jam 09.46 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.19 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 15.58 WIB Wings (72-212A) Jam 10.23 WIB Wings (72-212A) Jam 10.03 WIB
B. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara Juanda Surabaya Lion (737-900) Jam 10.32 WIB
Hari Jumat (08 April 2011) Lion (737-900) Jam 09.43 WIB
Lion (737-900) Jam 10.06 WIB
Lion (737-400) Jam 10.41 WIB
Batavia (737-400) Jam 11.06 WIB
TNI (-) Jam 10.45 WIB
Wings (MD-82) Jam 11.13 WIB
Wings (72-212A) Jam 11.18 WIB
Lion (737-900) Jam 11.22 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 11.16 WIB Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB
Lion (737-900) Jam 11.00 WIB
Lion (737-900) Jam 11.28 WIB Lion (737-900) Jam 11.55 WIB
Lion (737-900) Jam 12.20 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 11.58 WIB Air Asia (A320-200) Jam 11.31 WIB Garuda (737-800) Jam 12.25 WIB
Wings (72-212A) Jam 12.28 WIB Sriwijaya (737-200) Jam 12.15 WIB Garuda (737-800) Jam 11.38 WIB
Wings (72-212A) Jam 13.15 WIB
Citilink (-) Jam 13.32 WIB
Garuda (737-800) Jam 13.43 WIB
Citilink (-) Jam 13.58 WIB
Lion (-) Jam 13.21 WIB Lion (737-400) Jam 13.36 WIB
Lion (737-900) Jam 13.40 WIB Sriwijaya (737-400) Jam 13.26 WIB
Batavia (737-400) Jam 14.02 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.11 WIB Sriwijaya (737-300) Jam 14.30 WIB
Lion (737-900) Jam 15.02 WIB
Lion (737-900) Jam 14.33 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 15.06 WIB
Lion (737-900) Jam 14.18 WIB
Jetstar (A320-200) Jam 14.45 WIB Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB Garuda (737-800) Jam 15.13 WIB
Express (737-200) Jam 15.15 WIB Lion (737-900) Jam 15.32 WIB
Hari Sabtu (09 April 2011) Garuda (737-800) Jam 09.12 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 15.18 WIB
Trigana (-) Jam 15.35 WIB
Trigana (-) Jam 09.21 WIB
TNI (-) Jam 15.27 WIB Wings (72-212A) Jam 15.38 WIB
Lion (737-900) Jam 09.22 WIB
Garuda (-) Jam 09.27 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 09.59 WIB Batavia (737-300) Jam 09.41 WIB
Air Asia (-) Jam 09.39 WIB
Citilink (-) Jam 09.57 WIB
Silk (A320-200) Jam 10.05 WIB
Lion (737-900) Jam 10.40 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.10 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 10.28 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.14 WIB
Citilink (-) Jam 10.37 WIB
Sriwijaya (-) Jam 10.44 WIB
Lion (737-900) Jam 11.08 WIB
Wings (-) Jam 11.05 WIB Citilink (-) Jam 11.10 WIB Wings (72-212A) Jam 10.46 WIB
Lion (737-900) Jam 11.03 WIB
Wings (72-212A) Jam 11.19 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB
Lion (737-900) Jam 11.52 WIB
Batavia (737-300) Jam 11.21 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 12.04 WIB
Lion (737-400) Jam 11.33 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 12.10 WIB
Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB
Jetstar (A320-200) Jam 14.41 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 14.34 WIB Air Asia (A320-200) Jam 14.46 WIB
Batavia (737-300) Jam 12.16 WIB
Batavia (737-400) Jam 14.37 WIB Wings (72-212A) Jam 14.50 WIB
Lion (737-900) Jam 14.55 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.07 WIB
Merpati (737-300) Jam 15.27 WIB
Batavia (737-400) Jam 15.34 WIB
Express (737-200) Jam 15.03 WIB
Merpati (F28-0100) Jam 15.17 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.46 WIB
Wings (72-212A) Jam 15.50 WIB
Wings (72-212A) Jam 16.01 WIB TNI (-) Jam 16.18 WIB Sriwijaya (737-200) Jam 15.52 WIB
Batavia (737-300) Jam 16.04 WIB
Batavia (A320-200) Jam 15.55 WIB
Lion (737-900) Jam 16.13 WIB
Merpati (737-300) Jam 16.21 WIB
TNI (-) Jam 16.26 WIB
Silk (A319-100) Jam 08.52 WIB
Batavia (737-300) Jam 16.32 WIB Wings (72-212A) Jam 08.55 WIB
Wings (72-212A) Jam 09.19 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 09.10 WIB
Citilink (-) Jam 09.24 WIB
TNI (Hercules) Jam 16.35 WIB
Hari Minggu (10 April 2011)
Garuda (737-800) Jam 09.15 WIB
Merpati (737-300) Jam 09.30 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 09.56 WIB Lion (737-900) Jam 09.35 WIB
Lion (737-400) Jam 10.21 WIB
Garuda (737-800) Jam 10.26 WIB Lion (737-900) Jam 09.44 WIB
Citilink (-) Jam 10.10 WIB
Lion (737-900) Jam 09.54 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.16 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.30 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 10.34 WIB
Lion (737-900) Jam 11.17 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.29 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.32 WIB Lion (737-900) Jam 10.57 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 11.20 WIB
Wings (MD-82) Jam 11.00 WIB
Lion (737-900) Jam 11.24 WIB
Air Asia (A320-200) Jam 11.36 WIB
Lion (737-900) Jam 14.06 WIB
Batavia (-) Jam 14.25 WIB
Citilink (-) Jam 14.50 WIB
Noname (-) Jam 14.22 WIB
Garuda (737-800) Jam 14.38 WIB
Lion (737-900) Jam 14.54 WIB
Batavia (737-400) Jam 15.10 WIB Lion (737-400) Jam 14.58 WIB
Lion (737-900) Jam 15.01 WIB
LAMPIRAN 5 Tabel-t (Diproduksi oleh: Junaidi (http://junaidichaniago.wordpress.com), 2010. Diakses pada 20-09-2011 jam 14.33 WIB
LAMPIRAN 6 A. SHU Leq dan Lsm Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011
Pada Titik Ukur 1 (Kantor BPMP) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011
Pada Titik Ukur 2 (Musholla) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011
Pada Titik Ukur 3 (Rumah Warga) Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011 Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011
B. SHU Leq dan Lsm Bandara Juanda Surabaya
Pada Titik Ukur 1 (Perumahan Griya Karya) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011
Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011
Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011 Pada Titik Ukur 2 (RM Depot) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011
Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011
Pada Titik Ukur 3 (Kantor Desa) Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011 JAM PENGUKURAN
Leq dB(A)
JAM PENGUKURAN
Leq dB(A)
JAM PENGUKURAN
Leq dB(A)
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00
57.5 63.7
14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00
67.6 59.7 63.0 70.1 70.0 59.8 54.8 54.4
22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
54.9 60.4 46.3 44.4 46.3 45.7 66.2 53.0
Lsiang (Ls) Lmalam (Lm) Lsiang-malam (Ls-m) KETERANGAN :
65.4 66.0 64.7 73.8 69.2 66.7
67.0 58.7 66.2
dB(A) dB(A) dB(A)
Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011
Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011