PENGARUH MULTI LEVEL MARKETING TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DAN JIWA KEWIRAUSAHAAN (Studi Kasus MLM Oriflame Komunitas Great One Club Oriflame Surabaya)
Jurnal Ilmiah
Disusun oleh :
Yenny Purnamasari 105020101111003
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
Pengaruh Multi Level Marketing Terhadap Peroduktivitas Kerja Dan Jiwa Kewirausahaan (Studi Kasus Komunitas Great One Club Oriflame Surabaya) Yenny Purnamasari
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multi level marketing terhadap produktivitas kerja dan jiwa kewirausahaan pada komunitas great one club oriflame surabaya. Populasi yang di ambil dalam penelitian ini adalah anggota Great One Club yang telah resmi terdaftar pada Oriflame Indonesia pada tahun 2013 dan minimal telah mempunyai omset penjualan kurang lebih Rp. 300,000,- atau dan telah memiliki downline. Populasi yang didapat berjumlah 33 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel jenuh, yaitu sampel sama dengan populasinya. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan data sekunder yang didapat dari kantor oriflame. Data dianalisis dengan analisis regresi sederhana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak dapat pengaruh multi level marketing dengan produktivitas kerja namun multi level marketing berpengaruh pada jiwa kewirausahaan. Kata kunci: multi level marketing, downline, jiwa kewirausahaan, produktivitas kerja. A. LATAR BELAKANG Entrepreneurship merupakan bidang ekonomi yang mampu memberikan kontribusi positif dalam mereduksi angka pengangguran dan kemiskinan di berbagai negara. Di Indonesia, pemerintah maupun pihak swasta mulai memberikan peluang bagi masyarakat agar dapat mengembangkan usaha mandiri. Hal ini diharapkan membantu pemerintah untuk menyediakan peluang kerja baru dengan bekerjasama langsung dengan masyarakat melalui kegiatan berbasis entrepreneurship. Oleh karena itu, dunia pendidikan juga ikut andil untuk meningkatkan kesadaran secara dini pada pelajar untuk meningkatkan inovasi dan kreativitas dalam membangun usaha mandiri, sehingga dapat membantu menyediakan lapangan pekerjaan baru. Ajang lomba entrepreneurship banyak dilakukan dari pihak pemerintah maupun swasta, namun tidak semua orang mempunyai kesempatan untuk dapat mengembangkan wirausaha. Kendala financial, soft skill, dan minimnya pengetahuan tentang entrepreneurship menyebabkan susahnya usaha mandiri dapat bertumbuh dengan cepat. Banyak program pemerintah untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship guna mencetak wirausaha baru terkadang tidak bertumbuh secara signifikan. Hanya beberapa saja yang berkompentensi dan memiliki mental kuat dapat eksis dalam dunia kewirausahaan. Di tengah masalah tersebut, datanglah sebuah sistem bisnis yang dapat menjanjikan keberhasilan financial dengan sistem pemasaran berjenjang yang dinilai dapat mendorong kemampuan seseorang di bidang marketing yang merupakan salah satu hal yang mendasari entrepreneurial yaitu, Multilevel Marketing (MLM). MLM bukan bisnis yang baru, menurut Santoso (2003) sudah sejak abad 19 bisnis ini muncul, tapi masih belum berdampak dan berkembang di Indonesia karena kondisi Indonesia yang belum memadai dan masih belum berkembangnya isu tentang entrepreneurship. Seiring berjalannya waktu, perjalanan bisnis MLM pun terus berkembang di Indonesia dengan memanfaatkan trend kewirausahaan yang ada. Pada dasarnya MLM atau Multilevel Marketing adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung (distributor). Harga barang yang ditawarkan pada konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. Sistem bisnis ini akhirnya mulai banyak dipilih oleh beberapa kalangan sebagai alternatif kegiatan bisnis termasuk mahasiswa/pelajar. Mahasiswa banyak memulai bisnis MLM sebagai pilihan untuk meningkatkan pendapatan mereka tanpa harus selalu meminta kepada orang tua dan tidak mengganggu aktivitas perkuliahan karena tidak ada jam kerja pada sistem bisnis MLM. Bisnis MLM juga diyakini dapat menumbuhkan jiwa entrepreneurship kepada mahasiswa secara tidak langsung. Alasan di atas merupakan dasar pemikiran penelitian dan mengambil studi kasus MLM Oriflame komunitas anak muda yang berkecimpung dalam MLM tersebut yaitu Great One Club wilayah Malang, Jawa Timur. Oriflame merupakan perusahaan MLM kecantikan yang berasal dari Swedia dan didirikan pada tahun 1967
di Stockholm. Oriflame masuk ke Indonesia dan terdaftar di APLI ( Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) pada tahun 1987. Penelitian ini menetapkan MLM Oriflame dikarenakan biaya pendaftaran di Oriflame cukup murah dan menjadikan peluang bagi mahasiswa untuk mengikuti MLM tersebut. Produk yang ditawarkan merupakan produk perawatan tubuh sehari-hari yang tidak terlalu sulit untuk dipahami oleh mahasiswa. Terciptanya komunitas anak muda yang menjalani bisnis Oriflame “Great One Club” membuktikan bahwa banyak mahasiswa yang berminat untuk mengikuti bisnis tersebut. Hal ini menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai bagaimana peran MLM dalam mengembangkan semangat entrepreneurship dan meningkatkan produktivitas kerja bagi anggota Oriflame. B. KERANGKA TEORITIS Definisi mengenai MLM yang lebih operasional diungkapkan oleh Santoso (2003:28) sebagai berikut: MLM adalah sebuah metode bisnis yang terkait dengan pemasaran dan distribusi. Fokus dalam MLM adalah menentukan cara terbaik dalam penjualan produk dengan menekankan inovasi pada bidang pemasaran dan distribusi. Dapat disimpulkan bahwa MLM merupakan sistem pemasaran yang mengandalkan penjualan langsung (direct selling) melalui jaringan distributor yang terbentuk secara berantai, setiap distributor yang merekrut dan direkrut akan ada kaitannya dengan perhitungan komisi dan bonus. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumsi adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. Penerapan sistem MLM ini bertujuan untuk menghemat biaya produksi dan biaya pemasaran dan dikonversikan sebagai bonus bagi distributor. Semua penjualan MLM dilakukan melalui penjualan langsung (direct selling) dimana calon pembeli tidak perlu susah payah datang ke toko atau supermarket untuk membeli sejumlah barang, tetapi hanya cukup di rumah saja, karena distributor MLM akan datang menawarkan produknya. Keuntungan konsumen adalah bisa lebih banyak tahu kualitas barang yang ditawarkan. Maraknya perkembangan MLM, membuat terciptalah suatu sistem bisnis yang menyamai bisnis MLM yang berbentuk Money Game (pyramid schemes). Skema piramida dapat dikatakan menyamar sebagai strategi bisnis MLM. Perbedaan antara skema piramida dan MLM yang benar adalah bahwa tidak ada produk nyata yang dijual dalam skema piramida, dan komisi hanya didasarkan pada jumlah individu baru yang direkrut ke dalam skema. Dalam kasus skema piramida, biaya yang dikenakan hanya untuk mendaftarkan orang lain ke dalam skema dan tidak ada produk yang nyata sebenarnya dijual (perputaran uang/investasi semu). Hanya beberapa orang (orang-orang yang terlibat dalam memulai skema) menghasilkan uang, dan ketika tidak ada orang yang baru bisa direkrut, skema akan putus/gagal dan sebagian besar promotor (kecuali yang atas yang biasa disebut upline) kehilangan uang mereka. Komisi yang mereka dapatkan hanya dari biaya pendaftaran sejumlah orang yang direkrut. APLI memberikan penjelasan bahwa MLM pada dasarnya adalah sistem pemasaran langsung yang menggunakan asas duplikasi dan multiplikasi. Setiap orang yang menjadi konsumen dalam sistem ini dituntut untuk menjadi produsen, mengajak orang lain berlaku seperti diri sendiri disebut duplikasi. Kalau satu orang bisa menduplikasi lebih dari satu, maka terjadi yang disebut multiplikasi. Tabel 1 Perbedaan MLM dengan Pyramid Schemes PERBEDAAN MLM DENGAN SKEMA MLM PRIRAMIDA Konsep Strategi Marketing Konsep Sistem mempromosikan produk mereka dengan melalui distributor , menawarkan berbagai tingkat kompensasi . Kompensasi Distributor akan mendapatkan kompensasi disesuaikan tingkat volume penjualan personal maupun team. Legitimasi Legal Sumber: http://www.diffen.com (data diolah)
PYRAMID SCHEMES skema penipuan tidak ada produk nyata yang dijual dalam skema piramida
skema piramida hanya didasarkan pada pendaftaran baru Ilegal
Banyak orang menganggap konsep kewirausahaan selalu berkaitan dengan konsep risiko. Hal ini didasari oleh tokoh wirausaha John Law pada abad 17. John Law merupakan banker dari perancis yang membuka perjanjian waralaba yang disebut dengan Mississippi Company yang mengalami kebangkrutan. Kegagalan John Law ini membuat Richard Cantillon (ekonom abad 18) mendefinikan entrepreneur adalah seseorang pengambil risiko (Sumarsono,2010:1). Hal ini dicontohkan pada beberapa pelaku usaha seperti petani, pengrajin, dan pedagang yang berani membeli bahan baku dan menjualnya dengan spekulasi profit dan harga jual yang belum pasti serta tergantung keadaan pasar. Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan para pengusaha merupakan golongan yang akan terusmenerus membuat pembaruan atau inovasi dalam ekonomi. Hal ini bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan perekonomian jika para pengusaha terus-menerus mengadakan inovasi dan mampu pengadakan kombinasi baru atas investasinya atau proses produksinya. Adapun jenis-jenis inovasi menurut , di antaranya dalam hal berikut. 1. Penggunaan teknik produksi 2. Penemuan bahan dasar 3. Pembukaan daerah pemasaran 4. Penggunaan manajemen 5. Penggunaan teknik pemasaran Schumpeter menekankan teori pertumbuhan ekonomi yang berkaitan dengan kewirausahaan. Schumpeter mempunyai pandangan bahwa entrepreneur adalah sebuah proses “destruktif yang kreatif”, dimana produk-produk atau metode produksi yang sudah ada dihancurkan dan diganti dengan produk dan metode yang baru (Winardi,2004:11). Oleh karena itu entrepreneuship berkaitan dengan inovasi. Inovasi berarti penciptaan nilai sebagai sumber keunggulan kompetitif. Tanpa inovasi cara/metode baru tidak akan pernah ditemukan. Melalui inovasi, para entrepreneur akan terus melakukan ekspansi memperluas daerah pemasaran,menambah jumlah pelanggan sehingga meningkatkan penjualan dan laba. Schumpeter berpendapat bahwa para entrepreneur tidak sama dengan para inventor. Menurut Schumpeter inventor hanya menciptakan sebuah produk sedangkan seorang entrepreneur menghimpun sumber dana, mengorganisasi bakat, dan menyediakan kepemimpinannya agar produk yang dihasilkan dapat mencapai keberhasilan komersial (Winardi, 2004:22). Seorang ekonom Austria yang bernama Carl Menger memberikan pendapat yang dinamakan “Perspektif Subjektivistik Ilmu Ekonomi” bahwa perubahan ekonomi muncul dari kesadaran dan pemahaman individu terhadap suatu keadaan. Entrepreneur merupakan individu yang menjadi pelaku perubahan (Change Agent) yang dapat mentrasformasi sumber daya menjadi barang dan jasa yang bermanfaat dan keadaan tersebut dapat menciptakan pertumbuhan industrial yang dapat berpengaruh secara makro (Winardi, 2004:12). Ahli ekonomi perancis Jean Baptise berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang memiliki seni dan keterampilan tertentu dalam menciptakan usaha ekonomi yang baru dengan mengkombinasikan sumber-sumber ekonomi dan faktor produksi yang ada (Sumarsono,2010:3). Teori Linear tahapan pertumbuhan ekonomi (Toeri Tahapan Pertumbuhan Rostow dan Model Pertumbuhan Harrod-Domar) menurut Todaro (2000), yang memandang proses pembangunan sebagai suatu tahap-tahap yang harus dialami oleh seluruh negara. Proses pembangunan sebagai suatu urutan tahap-tahap yang harus dilalui oleh seluruh negara. Industrialisasi merupakan salah satu kunci dari perkembangan. Dengan berkembangnya dunia usaha maka perkembangan industri semakin meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih berkembang cepat. Pada abad 18, Adam Smith menjelaskan bahwa seorang wirausaha sebagai individu yang menciptakan organisasi untuk tujuan komersial sehingga ada kaitannya peranan entrepreneur dengan peranan industrialis. Dari entrepreneur inilah akan muncul transformasi permintaan menjadi penawaran. Usaha atau bisnis adalah kegiatan dalam berusaha yang menyediakan barang dan jasa kepada pihak-pihak lain untuk mencapai laba dalam proses integrasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia (Nickles et al, 2009:4). Laba merupakan jumlah uang yang diperoleh sebuah bisnis. Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode (Total Revenues) lebih besar dari total biaya (Total Costs) pada periode yang sama. Laba merupakan daya tarik utama untuk melakukan kegiatan bisnis, sehingga melalui laba pelaku bisnis dapat mengembangkan skala usahanya untuk meningkatkan laba yang lebih besar. Kegiatan bisnis di
suatu daerah atau negara dapat meningkatkan standar hidup. Suatu bisnis dapat meningkatkan lapangan pekerjaan dan pajak yang sangat menguntungkan bagi pemerintah. Perusahaan yang dimiliki suatu negara merupakan bagian dari suatu sistem perekonomian yang memberi sumbangan positif pada standar dan kualitas kehidupan bagi setiap masyarakat di negara tersebut. Kegiatan usaha atau bisnis tidak dapat berjalan tanpa individu yang menjalankannya yang disebut pengusaha atau entrepreneur. Pengusaha ialah orang yang memberikan waktu, tenaga, dan uang untuk mengelola sebuah bisnis. Menurut Winardi (2010) seorang entrepreneur merupakan pelaku ekonomi yang dapat menciptakan bisnis baru, dan berani menghadapi risiko dan ketidakpastian (uncertainty) dan bertujuan untuk mencapai laba melalui identifikasi peluangpeluang dalam mengkombinasikan sumber daya untuk dimanfaatkan. Perilaku perusahaan / produsen pada setiap bisnis mempunyai kecenderungan yang sama. Produsen adalah orang atau suatu badan perusahaan yang berperan dalam menaikkan nilai guna suatu barang atau jasa sehingga dapat menghasilkan barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sedangkan produksi menurut Boediono (1999) adalah kegiatan mengubah suatu bahan baku atau sumber daya alam menjadi suatu barang yang dapat berguna bagi konsumen sehingga menaikkan nilai jual dan guna barang tersebut, atau sumber daya manusia yang dapat menjadi suatu jasa yang dapat berguna bagi konsumen sehingga menghasilkan nilai jual dan guna bagi jasa tersebut. Pada dasarnya semua produsen mencari keuntungan dengan menghasilkan barang atau jasa sebanyak-banyaknya dengan modal yang seminimum mungkin. Produsen memberikan diskon kepada pembeli atau konsumen yang membeli barang dalam jumlah yang banyak yang telah ditentukan produsen itu sendiri. Produsen juga mematok biaya produksi berdasarkan faktor input produksi tersebut, sehingga ketika harga salah satu faktor input naik, maka harga jual hasil produksi pun akan ikut naik. Selain produsen menghasilkan barang atau jasa sesuai kebutuhan konsumen, produsen juga menghasilkan barang atau jasa sesuai trend atau sesuatu yang sedang banyak diminati oleh masyarakat. Produsen juga mengadaptasi isu global atau keadaan sosial yang sedang terkenal saat itu untuk memasarkan barang atau jasa yang mereka jual. Produsen juga memberikan diskon besar-besaran untuk barang yang sudah lama disimpan di gudang atau biasa disebut cuci gudang. Hal ini terbukti bahwa Oriflame juga memiliki perilaku produsen yang sama. Konsep jaringan / Networking dinilai cara yang efektif untuk menekan biaya-biaya yang ada. Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979 dalam Fitriyanto,2012:11). Konsep produktivitas adalah mengacu pada konsep produktivitas sumber daya manusia. Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila: 1. Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama, 2.
Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya lebih kecil dan,
3.
Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif kecil
Konsep produktivitas kerja (dalam Fitriyanto 2012) dapat memiliki dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas. Kedua pengertian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu di karenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbedabeda. Secara umum produktivitas total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total masukan (input) persatuan waktu (Fitriyanto,2012:17). Dalam penghitungan
produktivitas total semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) tehadap total keluaran harus diperhitungkan. Produktivitas Total = Pada MLM produktivitas anggota dapat diindikasikan pada volume penjualan serta downline dalam menghasilkan pendapatan/bonus. Perusahaan MLM dapat meningkatkan pemasukan melalui omset penjualan dan laba dari tiap produk. Untuk meningkatkan pemasukannya maka MLM menggunakan strategi distribusi langsung dengan merekrut tenaga penjual dengan kompensasi bonus/pendapatan sesuai volume penjualan. Sehingga produktivitas tenaga penjual/distributor sangat tergantung berapa banyak volume penjualan barang atau jasa dengan model berjenjang atau merekrut tenaga penjual lainnya (Santoso,2003:36). Banyak orang melakukan kesalahan identifikasi pemasaran atau marketing berkaitan dengan kegiatan menjual, promosi, atau public relations. Hanya sedikit saja yang mengatakan bahwa marketing juga meliputi distribusi. Penjualan merupakan salah satu bagian atau fungsi dari proses pemasaran Menurut Kotler (1986:4) definisi formal pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan dan mendapatkan keuntungan. Definisi di atas menunjukan bahwa konsep yang mendasari pemasaran yaitu kebutuhan manusia yang dianalisis melalui keinginan dan permintaan konsumen sampai ke penawaran pasar (market offer). Kepuasan pelanggan menurut Kotler (1986) merupakan anggapan kinerja perusahaan dalam menghasilkan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli sedangkan nilai adalah nilai yang diterima pelanggan (customer delivered value) adalah selisih antara total customer value dengan total customer cost. Total customer value yaitu manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa yang diproduksi perusahaan. Total customer cost adalah tingkat pengorbanan yang diprediksi pelanggan dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa tersebut. Gambar 1. Model Sederhana Proses Pemasaran
Memahami pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan
Merancang strategi pemasaran yang digerakkan oleh pelanggan
Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasaan pelanggan
Membangun program pemasaran terintegrasi yang memberikan nilai yang unggul
Menangkap nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan
Sumber : Kotler, et al (2008)
C. Metode penelitian Pendekatan penelitian merupakan metode ilmiah yang menekankan pada penjelasan konsep konsep dasar dan dipergunakan sebagai sarana analisis (Prasetya et al, 2010:26). Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai suatu fenomena berdasarkan perhitungan nominal. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear sederhana yang bermodel cross section.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada komunitas Great One Club yang terdaftar di kantor cabang Oriflame Surabaya. Alasan penentuan tempat penelitian ini didasari oleh dua hal yaitu banyaknya mahasiswa yang terdaftar di komunitas Great One Club. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 1 Februari 2014 hingga 7 April 2014. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian MLM (X) merupakan strategi pemasaran/distribusi yang dijalankan oleh PT.Orindo Alam Ayu / Oriflame Indonesia dengan menggunakan sistem pemasaran berjenjang. Produktivitas kerja anggota (Y) merupakan hasil yang diperoleh anggota (distributor) setiap bulannya dari jaringan yang dibangun dan jumlah produk yang terjual pada Oriflame Indonesia di komunitas Great One club Malang. Jiwa Entrepreneurship (Z) merupakan nilai-nilai yang terkandung seperti adanya keinginan untuk melakukan mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif. TABEL 2 Defenisi Operasional Variabel, Indikator, dan Skala Pengukuran. Defenisi Operasional Variabel, Indikator dan Skala Pengukuran Variabel MLM (X)
Skala Pengukuran
Definisi
Indikator
Langkah dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan target perusahaan
1. Saluran distribusi 2. Brand image 3. Sistem Jaringan 4. Promosi
Skala Likert
Produktivitas (Y)
Sistem reward yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota
1. Down-Line (anggota yang direkrut atau disponsori oleh anggota lain) 2. volume penjualan
Dalam Angka
Jiwa Entrepreneurship (Z)
Nilai-nilai yang terkandung seperti adanya keinginan untuk melakukan mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif
1.Leadership 2.Self Confidence 3.Kreativitas dan inovasi
Skala Likert
Sumber : Ilustrasi Peneliti, 2014 Pada MLM Oriflame, terdapat strategi bisnis sistem jaringan yang di kemas dalam bentuk SARPIO ( Sales And Recruitment Process In Oriflame). SARPIO diperkenalkan oleh Kirk Rector seorang trainer dan konsultan bisnis. SARPIO merupakan sistem terpadu yang dikembangkan bersama para leader sukses dari lebih 50 negara yang mendefinisikan peran dan tanggung jawab berdasarkan level di Oriflame dan sistem kerja yang ada di Oriflame.
Pada bisnis Oriflame juga memfasilitasi member untuk mendapatkan materi-materi yang menunjang hard skil dan soft skill melalui training dan seminar yang sering disebut HOM ( Home Opportunity Meeting) atau OOM ( Oriflame Opportunity Meeting) yaitu pertemuan yang dibuat untuk memperkenalkan Oriflame kepada banyak orang, menekankan pada segi bisnis dan kecantikan, yang mana bisa dilakukan di rumah, cafe, restoran ataupun kantor. Dalam MLM ada beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah distributor yaitu upline dan downline. Upline yaitu rekan kerja yang telah mengajak seseorang untuk menekuni usaha MLM. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki, serta membimbing saat menjalankan bisnis ini, sedangkan downline adalah orang yang direkrut upline untuk dijadikan partner bisnis dalam membangun bisnis MLM mereka bersama-sama. Downline juga dapat dikatakan sebagai karyawan / labor dalam bisnis konvensional Pengertian brand image merupakan anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan dan menjadikan produk tersebut populer (Keller, 2009: 258). Indikator jiwa entrepreneurship dalam penelitian ini diambil tiga hal yang mendasari jiwa entrepreneurship yaitu: 1. Leadership, seorang wirausaha harus mempunyai kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan dalam mengambil keputusan bisnis. Seorang ahli manajemen yang juga sebagai perwira Angkatan Udara Amerika Serikat, William A. Cohen (dalam Hendro,2005:88), memberikan penjelasan tentang intisari kepemimpinan, yaitu dapat “memotivasi orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan dengan potensi maksimal mereka guna mencapai tujuan yang ditetapkan” 2. Self Confidence, merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Kepercayaan diri akan mempengaruhi gagasan, karsa, inisiatif, dan keberanian. Menurut Winardi (2010: 18) para entrepreneur harus merasa mereka kompeten, dan yakin pada keputusan-keputusan yang mereka ambil 3. Kreativitas dan inovasi. Hendro (2005: 89) mengatakan bahwa kewirausahaan adalah berfikir dan bertindak sesuatu yang baru atau berfikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Oleh karena beberapa indikator di atas tidak hanya diukur secara nominal, maka digunakan skala likert untuk mengukur data kualitatif menjadi data kuantitatif. Menurut Prasetyo et al (2010:110) skala likert berisi pernyataan sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap suatu fenomena sosial. Indeks dalam skala likert menunjukkan masing-masing jawaban memiliki intensitas yang sama dan diberi skor 1 hingga 5. Kategori dapat berbentuk “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju” Populasi dan Penentuan Sampel Populasi yang di ambil dalam penelitian ini adalah anggota Great One Club yang telah resmi terdaftar pada Oriflame Indonesia dan minimal telah mempunyai omset penjualan kurang lebih Rp. 300,000,- atau dan telah memiliki downline. Jumlah populasi yang didapat sebanyak 33 orang. Menurut Arikunto (dalam Setyaningrum,2012), apabila populasi penelitian berjumlah kurang dari 100 maka sampel yang diambil adalah semuanya. Sampel yang diambil merupakan anggota Great One Club yang telah mempunyai omset penjualan dan telah memiliki downline aktif.dengan total sebanyak 33 orang sesuai jumlah populasi. Sumber Data Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama). Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan nara sumber. Data primer dalam penelitian ini didapat melalui responden di Great One Club melaui angket/kuisioner. Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa absensi, gaji, laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari majalah, dan lain sebagainya. Data sekunder didapat dari data Oriflame yang diakses melaui website resmi atau kantor cabang terdekat.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian pengaruh MLM terhadap produktivitas kerja dan jiwa kewirausahaan dapat dilihat melalui tabel berikut. Tabel 3 Pengaruh MLM Terhadap Produktivitas dan Kewirausahaan Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Beta Pengaruh MLM terhadap Produktivitas (Constant) 285285.115 MLM (X) 19972.674 0.102 F-hitung
= 0.324
R Square (R2) 2
Sign-F = 0.574 Adjusted. R Pengaruh MLM terhadap Jiwa Kewirausahaan (Constant) 1.671 MLM (X) 0.621 F-hitung
= 27.720
R Square (R2) 2
Sign-F = 0.000 Adjusted. R Sumber : Ilustrasi Peneliti, 2014.
= 0.010
R
T
Sig.
2.193 0.569
0.036 0.574
= 0.102
= -0.022 3.614 4.972
0.666 = 0.444
R
0.001 0.000
= 0.666
= 0.426
Pengujian signifikansi simultan digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh MLM (X) dan konstanta secara bersama-sama terhadap produktivitas (Y) dan Jiwa Kewirausahaan (Z). Kriteria pengujian menyatakan jika probabilitas hitung < level of significance ( ) maka terdapat pengaruh signifikan secara simultan MLM (X) dan konstanta secara bersama-sama terhadap produktivitas (Y) dan Jiwa Kewirausahaan (Z). Pengujian signifikansi secara simultan hubungan MLM terhadap produktivitas menghasilkan nilai Fhitung = 0.324 dengan probabilitas 0.574. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung > level of significance ( =5%). Hal ini dapat diartikan tidak terdapat pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) MLM dan konstanta terhadap produktivitas kerja komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Selanjutnya pengujian signifikansi secara simultan hubungan MLM terhadap jiwa kewirausahaan menghasilkan nilai Fhitung = 27.720 dengan probabilitas 0.000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung < level of significance ( =5%). Hal ini dapat diartikan terdapat pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) MLM dan konstanta terhadap jiwa kewirausahaan komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Pengujian signifikansi parsial digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh MLM (X) dan konstanta secara parsial atau individu terhadap produktivitas (Y) dan jiwa kewirausahaan (Z). Kriteria pengujian menyatakan jika probabilitas hitung < level of significance ( ) maka terdapat pengaruh signifikan secara individu MLM (X) terhadap produktivitas (Y) dan jiwa kewirausahaan (Z) dan konstanta terhadap produktivitas (Y) dan jiwa kewirausahaan (Z). Pengujian signifikansi secara parsial (individu) MLM (X) terhadap produktivitas (Y) menghasilkan nilai t hitung = 0.569 dengan probabilitas 0.574. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung > level of significance ( =5%). Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan MLM terhadap produktivitas kerja komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Pengujian signifikansi secara parsial (individu) konstanta terhadap produktivitas (Y) menghasilkan nilai t hitung = 2.193 dengan probabilitas 0.036. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung < level of significance ( =5%). Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan konstanta terhadap produktivitas kerja komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Konsep produktivitas terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu ialah melihat produktivitas dari karakteristik kepribadian individu. Sementara itu ditinjau dari dimensi keorganisasian, konsep produktivitas secara agregat merupakan yang ditinjau darikualitas dan kuantitas suatu proses kegiatan berkenaan dengan bahasan ilmu ekonomi dalam kerangka hubungan teknis antara input dan output.
Hasil dari tidak berpengaruhnya MLM dengan produktivitas kerja dapat diketahui melalui kajian produktivitas dimensi individu. MLM Oriflame tidak langsung menekankan member untuk wajiib mengikuti sistem bisnis Oriflame. Ada tiga hal yang menjadi motif seseorang bergabung menjadi anggota Oriflame yaitu user, seller, dan leader (Starterkit Oriflame). User ialah member yang bergabung dengan tujuan menghemat 23% pembelian produk oriflame untuk dipakai sendiri. Tipe User tidak mempunyai fokus ke penjualan untuk mendapat keuntungan dari berjualan. Seller ialah anggota oriflame yang bergabung dengan oriflame untuk mendapatkan penghasilan tambahan keuntungan 23% dari penjualan setiap produk ke orang lain selain mereka memakai produknya. Tipe ini berfokus pada penjualan BP ( bonus point ) sehingga selain mendapat keuntungan 23% mereka juga mendapatkan hadiah produk gratis yang ditawarkan oriflame pada keuntungan Welcome Program atau Business Class. Welcome Program merupakan keuntungan yang ditawarkan oriflame bagi anggota baru dan berkesempatan mendapatkan produk gratis seharga Rp 375.000 apabila memiliki penjualan sebesar 100BP atau sekitar Rp. 600.000,(enam ratus tiga puluh ribu rupiah). Business Class adalah program berkelanjutan bagi seluruh konsultan Oriflame dengan memenuhi kualifikasi 150 Bp (bonus point), sehingga anggota mendapatkan tambahan keuntungan 50% atas satu produk. Leader adalah anggota yang memiliki tujuan menjadikan oriflame sebagai tempat berkarir dan mendapatkan penghasilan bulanan atau reward yang lebih besar yang ditawarkan oriflame sesuai pada jenjang karir yang ada (gambar 4.2). Tipe ini mengharuskan anggotanya merekut dan membina downline yang mereka rekrut untuk menghasilkan omset penjualan tertentu untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Keuntungan inilah yang mendorong anggotanya untuk mendapatkan omset lebih besar dengan bekerjasama dengan downline. Hal ini sesuai dengan peraturan perusahaan MLM yang benar menurut APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) yaitu distributor/anggota akan mendapatkan kompensasi disesuaikan tingkat volume penjualan personal maupun team. Inilah salah satu hal yang mendasari perbedaan sistem money game dan multi level marketing. Sistem money game hanya berdasarkan perputaran uang melalui komisi perekrutan saja. Omset penjualan di Oriflame dikonversikan melalui BP (Bonus Point). Nilai BP di pada tahun 2013 ± Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah). Sistem bonus point bertujuan untuk membuat omset penjualan dan penentuan level lebih sederhana. Berikut tabel tujuh jenjang karir awal yang ada di oriflame berdasarkan omset penjualan. Tabel 4 Omset Penjualan dan Penghasilan Rata-Rata Level Bonus Point
Penghasilan rata
Konsultan 3% 200 – 599 < Rp. 100.000,Konsultan 6% 600 – 1199 Rp. 150.000 – Rp. 300.000 Konsultan 9% 1200 – 2399 Rp. 300.000 – Rp.600.000 Manajer 12% 2400 – 3999 Rp. 700.000 – Rp. 1.300.000 Manajer 15% 4000 – 6599 Rp. 1.400.000 – Rp. 2.000.000 Manajer 18% 6600 – 9999 Rp. 2.200.000 – Rp. 3.400.000 Senior Manajer 21% > 10000 Rp. 3.500.000 – Rp. 5.000.000 Sumber : Sarpio Oriflame (data diolah) Sehingga dari data AR (activity report) terlihat bahwa tidak semua downline dari responden memiliki motif yang sama. Terdapat reponden aktivitas marketing tinggi dengan downline yang banyak dan terdapat responden aktivitas marketing tinggi dengan downline yang relatif sedikit). Downline yang ada pada responden hanya 10% saja yang tipe leader, 10% tipe seller, dan mayoritas 80% tipe user. Pengujian signifikansi secara parsial (individu) MLM (X) terhadap Jiwa Kewirausahaan (Z) menghasilkan nilai t hitung = 3.614 dengan probabilitas 0.001. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung < level of significance ( =5%). Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan MLM terhadap Jiwa Kewirausahaan komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Pengujian signifikansi secara parsial (individu) konstanta terhadap Jiwa Kewirausahaan (Z) menghasilkan nilai thitung = 4.972 dengan probabilitas 0.000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan
probabilitas hitung < level of significance ( =5%). Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan konstanta terhadap Jiwa Kewirausahaan komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Sistem bisnis MLM menitikberatkan pada metode pemasaran dan penjualan. Keadaan yang ada pada bisnis MLM memfokuskan pada kemampuan salesmanship. Kegiatan ini memiliki hubungan erat dengan kepercayaan diri dalam menawarkan produk dan kreatifitas seseorang dalam menarik konsumen dan calon downline. Pada bisnis oriflame seorang anggota dituntut untuk dapat mempromosikan produk oriflame untuk dapat keuntungan 23% dari penjualan, maka dari itu kemampuan seseorang berkomunikasi dan berinteraksi menjadi bagian yang sangat penting. Komunikasi dan interaksi tidak dapat berjalan apabila seseorang tidak memiliki kepercayaan diri dalam membuka pertemanan. Selain itu, tahap kedua yang menjadi penting dalam penjualan maupun promosi bisnis untuk mampu merekrut anggota baru menuntut anggota oriflame melakukan ekspansi dalam presentasi bisnis sehingga inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan cara-cara marketing dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja. Karakteristik leadership merupakan hal utama dalam MLM untuk dapat mengembangkan bisnisnya dan mendapatkan komisi atau level jabatan yang lebih tinggi. Para pelaku MLM dalam proses perencanaan, presentasi, pembinaan, pengembangan ide selalu meniru upline. Sistem komisi di oriflame juga medorong agar upline tidak pasif, karena downline dapat melebihi bonus upline apabila downline tersebut dapat membina secara aktif downline-downlinenya. Persamaan regresi linier dari hasil pengujian pengaruh MLM terhadap produktivitas adalah : Produktivitas = 285285.115 + 19972.674 MLM Persamaan ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1. Konstanta menyatakan bahwa laju perubahan produktivitas apabila variabel MLM bernilai konstan adalah sebesar 285285.115. 2. MLM (X) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan MLM oleh komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya maka cenderung dapat meningkatkan produktivitas kerja di komunitas tersebut. Selanjutnya persamaan regresi linier dari hasil pengujian pengaruh MLM terhadap jiwa kewirausahaan adalah : Entrepreneur = 1.671 + 0.621 MLM Persamaan ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1. Konstanta menyatakan bahwa laju perubahan produktivitas apabila variabel MLM bernilai konstan adalah sebesar 1.671. 2. MLM (X) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan MLM oleh komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya maka cenderung dapat meningkatkan jiwa kewirausahaan di komunitas tersebut. Uji asumsi normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu (residual) berdistribusi normal atau tidak. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat melalui probability plot. Residual dinyatakan normal apabila titik-titik residual mengikuti garis diagonalnya. Berikut ini adalah hasil pengujian asumsi normalitas melalui probability plot : Gambar 2 Probability Plot Asumsi Normalitas
Sumber : Ilustrasi Peneliti, 2014.
Hasil pengujian asumsi normalitas menunjukkan bahwa titik-titik residual cenderung mengikuti garis diagonal. Hal ini berarti residual yang dihasilkan dari model regresi hubungan MLM terhadap produktivitas kerja maupun jiwa kewirausahaan berdistribusi normal. Dengan demikian asumsi normalitas pada kedua model regresi terpenuhi. Asumsi heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah residual memiliki ragam yang homogen (konstan) atau tidak. Pengujian asumsi heteroskedastisitas diharapkan residual memiliki ragam yang homogen. Pengujian asumsi heterokedastisitas dapat dilihat melalui Scatter Plot. Kriteria pengujian menyatakan titik-titik residual menyebar secara acak (tidak membentuk pola tertentu) maka dinyatakan residual memiliki ragam yang homogeny. Berikut ini adalah hasil pengujian asumsi heterokedastisitas : Gambar 3 Scatter Plot Asumsi Heterokedastisitas
Sumber : Ilustrasi Peneliti, 2014.
Sumber: Ilustrasi Peneliti, 2014 Hasil pengujian asumsi heteroskedastisitas menggunakan scatter plot dapat diketahui bahwa titik-titik residual yang dihasilkan dari model regresi hubungan MLM terhadap produktivitas kerja maupun jiwa kewirausahaan menyebar secara acak. Dengan demikian asumsi heteroskedastisitas kedua model regresi terpenuhi. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Oriflame merupakan perusahaan MLM yang telah berdiri selama 47 tahun di Indonesia. Sistem pemasaran MLM yang dipilih oleh Oriflame bertujuan untuk meminimalisir biaya-biaya distribusi produk. Selain itu sistem ini secara tidak langsung diyakini mempunyai manfaat baik secara material maupun psikis pada anggotanya. Dari hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan MLM terhadap produktivitas kerja komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame. Hal ini dapat dikarenakan karena persebarab data yang tidak sama. Adanya kondisi dimana saat data MLM tinggi justru data produktivitas bisa rendah bisa tinggi. Oleh karena itu adanya indikasi motivasi downline yang tidak sama yang berkaitan dimensi individu pada teori produktivitas. Ada tiga motivasi anggota yang bergabung di oriflame, dan dari data downline responden dapat diketahui 10% memilih menjadi seller, 10% memilih menjadi leader, dan 80% memilih menjadi user. Pada hasil pembahasan pada bab sebelumnya pengujian signifikansi secara parsial (individu) MLM (X) terhadap Jiwa Kewirausahaan (Z) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan MLM terhadap Jiwa Kewirausahaan komunitas Great One Club Kantor Wilayah Oriflame Surabaya. Data memberikan gambaran bahwa MLM memiliki hubugan dalam self development setiap anggotanya. Tuntutan kerja yang ada pada bisnis oriflame menekankan pada kreatifitas seseorang dan kepercayaan diri dalam salesmanship. Skema upline dan downline yang dimilki oriflame memungkinkan untuk upline tidak dapat memiliki pendapatan apa-apa apabila downline tidak melakukan
3.
penjualan, sehingga upline berkewajiban untuk dapat membina dowlinenya agar produtivitas dalam omset penjualan meningkat. Dari tiga variabel jiwa kewirausahaan, variabel yang memiliki hubungan lebih dominan dengan MLM merupakan variabel leadership (Z1). Sehingga disimpulkan bahwa MLM berpengaruh lebih besar dalam menumbuhkan jiwa leadership atau kepemimpinan pada anggota MLM Oriflame komunitas Great One Club wilayah kantor cabang Surabaya. Konsep Networking lebih menekankan pada kepemimpinan karena pada MLM, upline adalah leader tiap downline yang bertugas mengatur downline untuk meningkatkan omset penjualan.
Saran Penelitain ini merupakan penelitian sederhana mengenai bisnsi MLM dan pengaruhnya pada produktivitas kerja dan jiwa kewirausahaan. Dalam upaya pengembangan penelitian ini maka terdapat beberapa saran berikut. 1. Bisnis MLM telah menjadi bisnis yang menjadi trend masa kini, hanya saja disayangkan bahwa bisnis MLM yang sukses di Indonesia dan terdaftar di APLI hampir 90% adalah MLM asing, terlebih lagi 10 perusahaan MLM terbaik menurut APLI 100% merupakan perusahaan asing (www.apli.co.id, 2012). Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Banyak sekali perusahaan asing mendirikan pabriknya di Indonesia dikarenakan bahan mentah sangat melimpah. Indonesia seharusnya dapat menciptakan industry MLM. Penduduk Indonesia yang besar merupakan kunci utama keberhasilan MLM. Indonesia dapat mengadopsi cara sistem pemasaran MLM untuk dapat membuat industri kreatif indonesia dapat berkembang secara global. Pemerintah juga sudah mendukung sistem MLM melalui pengesahan UU Perdagangan, yaitu pemerintah mengakui dan melindungi industri multilevel marketing/ direct selling melalui pasal-pasal multilevel marketing, sehingga bukan pihak asing yang memanfaatkan sumberdaya Indonesia dan menhindari rente ekonomi. Peningkatan produktivitas kerja merupakan hal yang penting bagi Negara agar kelangsungan ekonomi dalam suatu Negara. Peranan MLM dinilai dapat meningkatan produktivitas dengan sistem yang baik. Pelatihan sumber daya manusia dan sistem pembinaan soft skil maupun hard skill perlu dikembangkan dalam sistem MLM, sehingga character building meningkat dan dapat meningkatkan produktivitas tidak hanya dari segi dimensi organisasi melainkan dimensi individu juga. 2. Disarankan sistem MLM tidak mengikat membernya untuk selalu bergelut di MLM. Bisnis dengan sistem MLM dapat dimanfaatkan Indonesia menjadi kendaraan untuk pengembangan jiwa-jiwa kewirausahaan selain membantu memperoleh financial lebih baik. MLM dapat dijadikan sarana pembelajaran dari segi marketing dan para angotanya dapat merasakan langsung hasil praktek penerapan ilmu marketing dan kewirausahaannya melalui pendapatan yang didapat pada bisnis MLM.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. http://www.diffen.com. Perbedaaan MLM dengan Skema Piramida. diakses pada 24 November 2013
______. http://www.tribunnews.com, diakses pada 24 November 2013) APLI. 2013. Pengertian Direct Selling, diakses pada Tanggal 9 Desember 2013 www.apli.or.id _____. 2013. 8 Poin Penting Perusahaan Penjualan Langsung, diakses pada Tanggal 9 Desember 2013 dari www.apli.or.id Armstrong, G., Philip Kotler, dkk. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi Keduabelas. Jakarta: Erlangga Boediono.1999. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1 Ekonomi Mikro: Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Ekawati, N.L., Yuni et al. Kontribusi Minat Kewirausahaan, Motivasi Berprestasi, Dan Persepsi Karier Terhadap Prestasi Belajar Praktek Kerja Industri Ditinjau Dari Jenis Kelamin Pada Siswa Kelas Xi Smkn 3 Denpasar Tahun Pelajaran 2011/2012. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Sudi Administrasi Pendidikan (Volume 4 Tahun 2013) Fitriyanto, Nugroho (2012). Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Industri Kerajinan Topeng di Dusun Bobung Putat Patuk Kabupaten Gunungkidul. Thesis. Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Frans, P. Bayu.2010. Analisi strategi Pemasaran Multi Level Marketing (MLM) Terhadap Pendapatan Anggota Pada PT.K-LINK Cabang Medan. Skripsi. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga Hendro, Ir. 2005. How To Become A Smart Entrepreneur and To Start A New Business. Yogyakarta: ANDI Indriantoro dan Supomo, B. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajeman. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Keller, Kevin Lane dan G., Philip, Kotler. 2009. Manajemen Pemasaran Edisi Ketiga Belas. Jakarta: Erlangga Kotler, Philip. 1986. Principles of Marketing; third edition. New Jersey: Prentice Hall Kusuma, Suryadi Baagia. 2009. Penerapan Model MLM Pada Produk Nano Water Can (Penelitian Pada Member PT. Sarana Mitra Niaga). Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Nicklels, G. William; dkk.2009. Pengantar bisnis ed. 8. Jakarta: Salemba Empat Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Saiman, Leonardus. 2012. Kewirausahaan : Teori, Praktik, dan Kasus-Kasus. Jakarta : Salemba Empat Santoso, Benny. 2003, All About MLM – Memahami Lebih Jauh MLM dan Pernak-perniknya. Yogyakarta: ANDI Santoso, Singgih. 2010. Komputindo
Buku Latihan SPSS: Statistika Multivariat .Jakarta: Elex Media
Setyaningrum. 2012. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Jigsaw Dengan Permainan Puzzle Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa V SDN 4 Mendenrejo Kradenan Blora Semester 2 Tahuhn Ajaran 2011/2012. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Kristen Satya Wacana. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 2003, Metode Penelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Staterkit Oriflame. Oriflame Opportunity. Jakarta: PT. Orindo Alam Ayu Stevenson, H. Howard., Michael J Roberts, h. Irving Grousbeck, Amar V. Bhidie. New Business Ventures and the Entrepreneur. Singapore: Mcgraw-hill book co. Subyantoro, Arief dan Suwarto FX.2007. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta: ANDI Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D, Alfabeta. Bandung Sumarsono, Sonny.2010. Kewirausahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu Todaro, Michael P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Jakarta :Penerbit Erlangga. Winardi, Prof, Dr. 2004. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta: Prenada Media