PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)
M. Arnas Firdiansyah R. I34051548
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
1
ABSTRACT This study investigates the relation between work motivation of women in informal sector with the division of labor and decision making process within family. The respondents of this research are 30 woman vegetable sellers and their family living in temporary migrants boarding houses in Bekasi. This study revealed that the majority of woman vegetable sellers are working for economic purposes. The women work motivation does not influence the division of labor in the family particularly in domestic works. Women, whether working for money or not, main task in the family is taking care of all domestic works. The division of labor in the family is not influence the decision making process in the family. Women are still entitled to make decision on domestic activities, while men are responsible to decide on non domestic activities. Keyword : work motivation, women in informal sector, division of labor and de-
cision making process
ii
RINGKASAN M. ARNAS FIRDIANSYAH R. Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi). Di bawah bimbingan EKAWATI S. WAHYUNI. Laki-laki dalam kapasitasnya sebagai suami dalam sebuah rumahtangga selalu diidentikkan dengan kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga. Berawal dari pemikiran tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja, karena istri lebih diwajibkan untuk mengurus keluarga. Hal seperti ini akan dapat dilihat dari sudut pandang lain ketika nafkah sang suami kurang cukup dalam menghidupi keluarganya. Kesempatan ini dapat digunakan istri untuk berperan dalam hal mencari nafkah. Berangkat dari keinginan istri untuk mencari nafkah tersebut, maka dilakukanlah penelitian ini. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi perempuan untuk bekerja, lalu dilihat pengaruh motivasi tersebut terhadap pembagian kerja yang diketahui lewat curahan waktu bekerjanya. Setelah itu, curahan waktu bekerja tadi akan dilihat kembali pengaruhnya terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarganya. Responden yang digunakan sebanyak 30 rumahtangga migran yang bekerja di sektor informal yang terdiri dari suami dan istri. Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dilandasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal para pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama sekali terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut. Pekerjaan suami adalah sebagai pedagang sayur keliling, kecuali satu responden suami yang bekerja sebagai tukang ojek. Pekerjaan istri adalah sebagai pedagang sayur keliling juga. Tujuan penelitian ini menggunakan responden pekerja di sektor informal adalah untuk melihat bahwa pola pembagian kerja pada rumahtangga responden cenderung fleksibel atau dapat dipertukarkan tugasnya antara tiap anggota keluarga. Informasi yang diperoleh dari lapangan adalah para responden istri sebanyak 20 orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Mereka bekerja hanya pada saat anak-anak mereka libur sekolah atau libur panjang lainnya. Hal ini berpengaruh pada pola pembagian kerja dan pengambilan keputusan mereka. Bila pada hari biasa suami mengerjakan semua kegiatan sendiri, ketika istri tinggal bersama suami untuk bekerja perubahan peran terjadi. Suami melakukan pekerjaan mencari nafkah (peran produktif), bermasyarakat (peran kemasyarakatan), bahkan mengurusi urusan rumahtangga (peran reproduktif) saat istri di kampung. Saat istri datang ke kota untuk bekerja, peran produktif dilakukan bersama antara suami istri, peran kemasyarakatan juga dilakukan bersama antara suami dan istri, serta peran reproduktif yang cenderung menjadi tanggung jawab istri secara penuh.
iii
Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekitar 9,93 jam perhari. Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami. Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat pengambilan keputusan sebelum istri bekerja cenderung rendah dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan pada semua kegiatan. Namun hal ini belum mengindikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh responden istri yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dari tigapuluh responden istri yang bekerja. Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara motivasi perempuan bekerja dengan curahan waktu bekerjanya. Motivasi ekonomi ternyata mempengaruhi curahan waktu bekerja mereka. Hal ini terjadi karena kebutuhan finansial yang secara umum belum mencukupi kebutuhan para responden. Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin. Hal lain yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ditemukan hubungan antara curahan waktu dengan tingkat pengambilan keputusan. Penjelasan mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun tanggungjawab terhadap rumahtangganya harus menjadi yang utama. Pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga dan istri memiliki tugas utama mengurus rumahtangga.
iv
PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)
Oleh : M. ARNAS FIRDIANSYAH R. I34051548
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI v
Nama
:
M. Arnas Firdiansyah R.
Judul
:
Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)
NRP
:
I34051548
Menyetujui , Dosen Pembimbing
Dr. Ekawati S. Wahyuni, MS. NIP. 19600827 198603 2 002
Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGARUH
MOTIVASI
BEKERJA
PEREMPUAN
DI
SEKTOR
INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (KASUS PEDAGANG SAYUR DI KAMPUNG BOJONG RAWA LELE, KELURAHAN JATIMAKMUR, KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI)” BELUM DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT SESUNGGUHNYA
DAN
SAYA
BERSEDIA
MEMPERTANGGUNG-
JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2009
M. Arnas Firdiansyah R. I34051548
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi 10 Mei 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan suami isteri R. Joppy Firdija dan Retno Isti Palupi. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SD Angkasa IX, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 81 Lubang Buaya dan SMAN 48 Pinang Ranti. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Sekarang menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Penulis aktif berorganisasi sejak SD mengikuti ekstrakulikuler Drum Band dan Pramuka. Ketika SLTP mengikuti ekstrakurikuler basket dan di SMA menjadi anggota di tim inti Paduan Suara SMAN 48. Ketika diterima menjadi mahasiswa di IPB, penulis ikut bergabung menjadi anggota Divisi Fotografi dan Cinematografi
HIMASIERA
(Himpunan
Mahasiswa
Peminat
Ilmu-Ilmu
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) tahun 2007-2008 dan anggota Divisi Informasi dan Komunikasi FORSIA (Forum Syiar Islam FEMA) tahun 20072008. Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai tahun 2009.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga”. Melalui skripsi ini penulis mencoba mengidentifikasi motivasi perempuan yang bekerja di sektor informal untuk bekerja, menganalisis hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya, serta menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam keluarga dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun materi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan ketabahan dan kekuatan kepada penulis selama proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Kepada Ibunda R. I. Palupi dan Ayahanda R. Joppy Firdija, Della, serta keluarga besar yang selalu memberi dukungan terbaiknya. 3. Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS selaku pembimbing skripsi dan studi pustaka atas kesabaran, dukungan, bimbingan dan waktu yang diluangkan di tengah-tengah kesibukan yang telah diberikan. 4. Teman-teman seperjuangan di Mata Kuliah Gender dan Pembangunan, terima kasih atas saling tukar informasinya.
ix
5. Rekan-Rekan di KPM 42 dan semua pihak yang tidak terucap tetapi telah secara langsung atau tidak langsung membantu penulisan Studi Pustaka ini. Terimakasih atas dukungan kalian semua. 6. Ibu Dra. Winati Wigna, MDs. sebagai dosen penguji utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan kritikan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam perilaku dan ucapan yang kurang berkenan. 7. Ibu Heru Purwandari, Sp, Msi. Sebagai dosen dari Komisi Pendidikan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kritik tentang penulisan skripsi ini. 8. Para responden pada penelitian ini, saya ucapkan terima kasih atas waktu yang diluangkan selama saya melakukan pengambilan data. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi dengan judul Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga apa yang telah penulis paparkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2009 Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......................................................................................................... i DAFTAR TABEL................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................4 1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................................4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender..................................................... 5 2.2. Konsep WID, WAD dan GAD........................................................................7 2.3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal.................... 9 2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal.......................................................................... 9 2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal..................................................................... 12 2.4. Motivasi Perempuan Bekerja........................................................................ 14 2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga........................ 16 2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga...................................... 19 2.7. Kerangka Pemikiran...................................................................................... 22 2.8. Hipotesa.........................................................................................................24 2.9. Definisi Operasional......................................................................................24 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian......................................................................................... 29 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................ 29 3.3. Metode Pemilihan Sampel............................................................................ 29 3.4. Metode Pengumpulan Data.......................................................................... 30 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.......................................................... 30 BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kelurahan Jatimakmur...................................................................................32 4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan................................................32 4.1.2. Data Kependudukan................................................................................... 33 4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi........................................................................... 34 4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat.................................................................... 34 4.1.3.2. Pendidikan............................................................................................ 34
i
4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden................................................... 35 4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden.......................................................... 35 4.2.2. Kondisi Demografi Responden................................................................ 36 4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang.......................................................... 38 BAB V. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING 5.1. Umur Responden............................................................................................. 42 5.2. Pendidikan Responden.................................................................................... 43 5.3. Pengalaman Bekerja........................................................................................ 43 5.4. Jumlah Tanggungan........................................................................................ 45 5.5. Pendapatan Suami dan Istri............................................................................. 47 5.6. Ikhtisar............................................................................................................. 49 BAB VI. MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR KELILING 6.1. Motivasi Ekonomi........................................................................................... 51 6.2. Motivasi Non-Ekonomi................................................................................... 52 6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional..................................................................... 52 6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri....................................................................... 53 6.3. Ikhtisar............................................................................................................. 54 BAB VII. PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING 7.1. Kegiatan Produktif.......................................................................................... 55 7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling............ 56 7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Produktif.................................................................................................... 59 7.2. Kegiatan Reproduktif...................................................................................... 63 7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling.........64 7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Reproduktif................................................................................................ 65 7.3. Kegiatan Kemasyarakatan............................................................................... 66 7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan.................................. 67 7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Kemasyarakatan.......................................................................................... 68 7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja........................................................................................................... 69 7.5. Ikhtisar........................................................................................................... 70
ii
BAB VIII. POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA 8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif.......................................73 8.2. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif...................................76 8.3. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan............................78 8.4. Hubungan Curahan Waktu Bekerja Perempuan dengan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga......................................................................79 8.5. Ikhtisar.............................................................................................................80 BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan..................................................................................................... 82 9.2. Saran................................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 86 LAMPIRAN…………………………………………………………………...… 89
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5.
Halaman Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008......................................... 32 Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun 2008....................................................................................................... 33 Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008........................................................ 34 Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008....................................................................................................... 35 Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................................................................... 42
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................................ 43 Tabel 7. Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................................ 44 Tabel 8. Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................................................................................................45 Tabel 9. Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 ....................................................................... 48 Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009......................... 50 Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009......................................................................................53 Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................54 Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................ 59 Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................................................................... 60 Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 61 Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009............................................ 64 Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................................................................... 66 Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009............................................ 68
iv
Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009..................................................................................... 69 Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................71 Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 73 Tabel 22. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 77 Tabel 23. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................79 Tabel 24. Hubungan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Setelah Istri Bekerja dengan Curahan Waktu Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................... 80
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis........................................................................23
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2008). Gender merupakan hal yang berbeda sama sekali dari jenis kelamin, karena pada dasarnya gender tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang pada suatu masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dan gender juga dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan gender adalah bukan suatu masalah apabila tidak melahirkan ketidakadilan gender (Fakih, 2008). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut. Penyeimbangan hak gender merupakan suatu upaya penyadaran gender atas ketidakadilan gender yang terjadi dan meliputi pemahaman perbedaan peran biologis serta peran gender sekaligus memahami bahwa peran gender yang ditentukan melalui konstruksi sosial dan budaya yang menyertainya dapat berubah dan diubah (Suradisastra dan Vitalaya dalam Hastuti, 2008). Kesadaran gender sendiri memiliki arti bahwa laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang saling memperkuat dan melengkapi.
1
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terdapat keterangan dari Hastuti (2008) bahwa laki-laki maupun perempuan dapat berperan sebagai pencari nafkah baik di bidang pertanian maupun non pertanian, pelaku kegiatan rumah tangga, maupun pelaku kegiatan masyarakat. Peran-peran tersebut dipengaruhi oleh berbagai nilai-nilai dan norma masyarakat, lingkungan fisik dan sosial, programprogram pembangunan, dan kondisi sosial ekonomi keluarga atau rumah tangga. Proses pembangunan di Indonesia ternyata berimplikasi pada masuknya perempuan pada sektor produktif atau publik. Hal ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik yaitu pada tahun 2008 di Indonesia terdapat 35,4 juta perempuan yang bekerja, dengan komposisi 9,1 juta bekerja pada sektor formal dan 26,3 juta pada sektor informal dari jenis pekerjaan yang dipilih para perempuan di sektor informal (Agnes, 2008). Sektor formal banyak dipilih oleh sebagian besar perempuan di perkotaan. Jenis pekerjaan yang dipilih di sektor formal antara lain buruh, petugas administrasi, mandor, dan petugas Tata Usaha. Sektor lain yaitu sektor informal lebih banyak dipilih oleh perempuan di daerah pedesaan dan disusul perempuan di daerah perkotaan. Pekerjaan di sektor informal yang digeluti antara lain bertani, berdagang dan berladang. Motivasi para perempuan untuk bekerja ternyata bervariasi, bagi perempuan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas aktualisasi diri merupakan alasan kuat mereka bekerja. Pada sisi sebaliknya, bagi perempuan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah alasan pemenuhan kebutuhan hidup merupakan alasan mendasar kenapa mereka sampai ikut bekerja di sektor publik. Bekerjanya perempuan di sektor publik ternyata tidak terlalu berpengaruh kepada proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Beberapa keluarga di
2
Indonesia memiliki pola pengambilan keputusan yang hampir sama yaitu suami memegang keputusan di sektor publik sedangkan istri memegang keputusan di sektor domestik. Hal ini merupakan manifestasi ketidakadilan gender berupa subordinasi, dimana posisi perempuan ditentukan dan dipimpin kaum laki-laki. Pola pengambilan keputusan seperti ini ternyata memiliki faktor yang dapat mempengaruhi, seperti keberadaan suami di rumah, perbedaan tingkat pendapatan antara suami dan istri serta tingkat pendidikan. Berdasarkan paparan di atas, sudah selayaknya antara suami dan istri membagi tanggung jawab dalam rumah tangganya dan tidak hanya melimpahkan tanggung jawab kepada salah satu pihak. Oleh karena itu, dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga sudah selayaknya wanita diberikan hak yang sama dalam pengambilan keputusan rumah tangga. 1. 2. Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba mengidentifikasi apa motivasi yang menyebabkan perempuan bekerja di sektor informal. Sektor informal dipilih untuk melihat pola pembagian kerja dan pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga yang cenderung tidak kaku dibandingkan dengan rumahtangga yang bekerja di sektor formal. Lebih lanjut, perumusan masalah akan disusun sebagai berikut : 1. Apa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor informal? 2. Bagaimana hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya? 3. Bagaimana hubungan antara curahan waktu bekerja dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya?
3
1. 3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi motivasi perempuan yang bekerja di sektor informal untuk bekerja. 2. Menganalisis hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya. 3. Menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam keluarga dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.
1. 4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur tentang motivasi perempuan bekerja di sektor informal yang berguna bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan mengenai studi tentang peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep ini sering tumpang tindih satu sama lain karena dianggap sebagai suatu hal yang sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas membedakan pengertian kata sex dan gender. Fakih (2008) menerangkan kedua konsep satu-persatu, pertama pengertian jenis kelamin adalah pembagian atau pemberian sifat dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis telah melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya, sehingga tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau merupakan kodrat dari Tuhan. Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta 5
berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008). Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan
gender dapat
diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami cenderung lebih besar.
6
Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan. Konsep WID dan GAD yang akan menjawab permasalahan ini. 2.2. Konsep WID, WAD dan GAD Ideologi kapitalisme yang berasal dari negara-negara Eropa diperkenalkan kepada Negara Dunia Ketiga melalui program pembangunan. Pembangunan menjadi kata yang begitu populer dalam empat dasawarsa terakhir di negaranegara Dunia Ketiga. Kata „pembangunan‟ tersebut dapat diterjemahkan lebih mendalam lagi sehingga memberi makna positif, yaitu perubahan sosial. Kata perubahan sosial lebih dapat melihat perubahan peran perempuan yang cukup mendasar dalam pembangunan. Pembangunan telah membawa efek positif sekaligus negatif terhadap perempuan. Perempuan yang tidak tersentuh oleh keuntungan program pembangunan juga dirugikan oleh program-program tersebut. Kenyataan ini juga memberi asumsi
lain
yaitu perempuan hanyalah penerima pasif dari
pembangunan. Berawal dari hal tersebut dikembangkanlah berbagai program untuk pemberdayaan perempuan yang diperkenalkan dengan tema perempuan dalam pembangunan Women in Development yang disingkat WID. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan ikut
7
dalam pembangunan. Setelah program ini berjalan kurang lebih sepuluh tahun, banyak bermunculan kritik terhadap konsep WID. WID dianggap telah memberikan beban ganda (di sektor publik dan domestik) yang lebih berat di banding sebelumnya (Darahim, 2003). Pendekatan WID dinilai oleh Dr. Mansour Fakih sebagai pengekang perempuan di Negara Dunia Ketiga akhirnya digeser arah dan tujuan kebijakannya menjadi Women and Development yang disingkat dengan WAD dengan lebih memberdayakan kaum perempuan agar bisa berperan aktif seperti laki-laki. Pemikiran WAD memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam hal diperhatikannya isu-isu perempuan menjadi isu global dan mengembangkan organisasi-organisasi perempuan yang lebih mampu berjejaring baik secara nasional maupun internasional. Melalui konsep ini diharapkan dapat mengurangi dominasi laki-laki dalam ruang publik. Seiring berjalannya konsep WAD, kritikan kembali muncul. WAD dianggap semakin mempertajam batas antara peran lakilaki dan perempuan karena tidak didasari kerelaan dan kerjasama dari kaum lakilaki (Utari Dewi, 2008). Akhirnya, pada pertengahan tahun 1980-an teori ini diperbaiki dengan pemikiran Gender dan Pembangunan yang disebut dengan Gender and Development yang disingkat dengan GAD. Pendekatan GAD berusaha untuk mendobrak batasan antara perempuan dan laki-laki, meniadakan perbedaan peranan dalam berbagai struktur dalam masyarakat. Para pemikir pendekatan ini berusaha agar tidak ada lagi pembatasan dimana ranah laki-laki, dan dimana ranah perempuan. Masing-masing individu entah dia perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk peningkatan kapasitas sesuai dengan kemampuannya.
8
2. 3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal Hampir pada sebagian besar masyarakat terdapat kenyataan bahwa dengan adanya pembedaan dan penentuan peranan individu dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung menentukan perbedaan peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Di lain pihak, perempuan yang menopang penghasilan keluarga memiliki beban kerja yang sangat berat, karena di samping bekerja di sektor formal atau informal, perempuan masih harus menyelesaikan pekerjaan reproduktif atau yang biasa disebut dengan pekerjaan domestik yang biasanya dilakukan tanpa campur tangan laki-laki. Keterlibatan perempuan berperan pada sektor produktif sepertinya bukan hal baru untuk diperbincangkan. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan (Sudarta, 2008). Peran yang sering pula disebut dengan peran di sektor publik yang dilakukan perempuan bagi keluarganya dalam beberapa penelitian dapat dikatakan sangat membantu ekonomi rumahtangganya. Contoh peranan produktif perempuan adalah bekerja di sektor formal dan informal. 2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal Sektor formal adalah sektor dimana pekerjaan didasarkan atas kontrak kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih permanen. Pekerja sektor formal dapat digolongkan terampil dan berpendidikan
9
sedangkan sektor informal tidak terampil dan tidak berpendidikan. Berdasarkan ciri-cirinya, sektor formal memiliki ciri unit produksi yang digolongkan biasanya bermodal besar (sering kali asing), pemilikan usaha sering kali berupa korporasi (bukan hanya satu individu saja) bahkan juga konglomerat, berskala besar, berteknologi tinggi dan beroperasi di pasar internasional (Saptari dan Holzner, 1997). Pada masyarakat perkotaan, peran perempuan mengalami perubahan sebagai reaksi atas perubahan struktur perekonomian di perkotaan yang mengarah pada proses industrialisasi. Perempuan yang bekerja di sektor formal cenderung memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan, akses ke lembaga keuangan, produktivitas tenaga kerja serta tingkat upah yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor informal. Hal ini membuktikan bahwa tingkat intelektualitas perempuan di sektor formal dituntut lebih karena pada dasarnya pekerjaan di sektor formal menuntut para pekerjanya untuk taat pada peraturan yang biasanya tertulis, pemberian sanksi apabila terjadi pelanggaran aturan, ada cuti yang dapat diambil, jam kerja yang jelas serta upah yang cenderung stabil atau diperoleh secara berkala (perbulan). Beberapa perempuan yang bekerja di sektor formal dapat disebut juga dengan istilah perempuan karier karena istilah perempuan karier adalah perempuan yang berpendidikan tinggi dan mempunyai status tinggi dalam pekerjaannya yang berhasil dalam berkarya yang dikenal sebagai perempuan bekerja atau perempuan berkarya (Mudzhar dkk, 2001). Masalah gender yang timbul pada sektor formal adalah bahwa kebanyakan jabatan perempuan berada di lapisan bawah atau lebih rendah dibanding jabatan
10
laki-laki. Hal ini terkait dengan stereotipe yang terjadi di tempat kerja yang menganggap bahwa perempuan lebih memiliki tingkat emosional yang tinggi sehingga tidak cocok bila dipekerjakan sebagai pimpinan. Masalah rendahnya jabatan tadi berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan. Akar dari tingkat pendapatan sebenarnya adalah tingkat pendidikan (Kebayantini, 2008). Pada sisi lain terdapat kenyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang langka bagi kebanyakan perempuan di negara-negara berkembang (Boserup, 1984). Semua lapisan permasalahan tersebut menunjukkan adanya implikasi bahwa konsep pendekatan pembangunan yang dianut adalah sebatas WID. Terbukti bahwa terjadi subordinasi pada organisasi tempat perempuan bekerja yang masih berpendapat bahwa perempuan masih bertanggungjawab penuh pada rumahtangganya, sehingga dalam mendapatkan jabatan perempuan tidak perlu terlalu tinggi. Kenyataan ini membuat beban kerja pada tenaga kerja perempuan, di satu sisi mereka bisa bekerja di sektor produktif di sisi lain tanggung jawab pada rumahtangga tidak boleh begitu saja ditinggalkan. Kelebihan dan kekurangan sektor formal yang telah dipaparkan tadi tentu saja menuntut para pelakunya dengan etos kerja yang tinggi karena pada kenyataannya sektor formal merupakan sektor yang menjanjikan kenyamanan yang lebih dalam melakukan kegiatan ekonomi yang lebih baik daripada sektor informal. Hal yang harus diperhatikan bahwa kapasitas sektor formal dalam menampung tenaga kerja ternyata sangat terbatas, tidak banyak tenaga kerja yang dapat menembus pasar kerja sektor formal apalagi perempuan yang bersaing dengan para laki-laki yang merasa sangat bertanggungjawab terhadap nafkah keluarga. Ketidakmampuan sektor formal dalam menampung semua tenaga kerja
11
ini menimbulkan dampak yang nyata bahwa mereka yang tidak tertampung pada sektor formal akan terbuang pada sektor informal. 2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal Sektor informal adalah sektor dimana pekerjaan tidak didasarkan pada kontrak kerja yang jelas bahkan sering sekali si pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap dan tidak permanen. Sektor ini memiliki ciri unit produksi yang bermodal lokal atau dalam negeri yang relatif kecil, pemilikan oleh satu individu atau keluarga, padat karya dengan teknologi madya dan umumunya beroperasi di pasar lokal (Saptari, 1997). Para tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal tadi harus menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup. Para kaum miskin dan para pengangguran menyesalkan ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan peluang kerja dan untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja di sektor informal. Ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan sektor formal skala usaha besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, tatkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan tanpa membebani ekonomi yang sedang labil. Namun, kenyataan yang terjadi pada sektor informal adalah tingkat pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan ketrampilan rendah pula, sangat eksploitatif dengan gaji sangat rendah, jam kerja yang tak menentu dan panjang, serta tidak ada cuti dengan bayaran penuh.
12
Kenyataan terhadap sektor informal ini tidak menutup keinginan para perempuan untuk berkecimpung di sektor ini demi menghidupi perekonomian rumahtangga. Sektor informal begitu identik pada sektor perekonomian yang dijalankan oleh orang dengan tingkat ekonomi rendah sehingga pekerjaan perempuan yang banyak ditemukan di sektor ini banyak yang bertumpu pada sektor pertanian yang kemudian dikembangkan pada sektor lain seperti berdagang, bertani, berladang dan pekerjaan lain yang tetap berakar dari sektor pertanian. Pernyataan-pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Pujiwati1 dalam Widiarti dan Hiyama (2007) menjelaskan di daerah pedesaan Jawa semakin miskin rumahtangga maka akan semakin tergantung pada pendapatan perempuan. Kenyataan ini melahirkan kesimpulan terhadap peran perempuan pada peranan reproduktif yaitu para perempuan yang bergerak di sektor formal cenderung masih dapat mengandalkan pendapatan suami dan kontrol terhadap pekerjaan di luar rumah masih dipegang suami. Kenyataan lain didapat bahwa para perempuan yang bekerja pada sektor informal yang biasanya berasal dari keluarga miskin cenderung memperhitungkan pendapatan perempuan sebagai penopang pendapatan laki-laki. Hal ini terjadi karena biasanya usaha di sektor informal yang dilakukan antara suami dan istri bergerak pada jenis usaha yang sama atau dapat dibilang usaha keluarga. Kebutuhan mendasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dilakukan melalui kegiatan ekonomi. Lewat sektor informal inilah yang biasanya dapat mengenyampingkan aturan-aturan yang biasanya dianut tentang isu gender
1
Pudjiwati,1990 dalam Peranan Perempuan dalam Perhutanan Sosial: Suatu Studi Integrasi Perempuan dalam Pembangunan Kehutanan Menuju Era Tinggal Landas. IPB, Bogor.
13
dalam keluarga demi memenuhi kebutuhan dasar hidup. Pada kenyataannya sering ditemui pekerjaan perempuan di sektor publik lebih berat dari laki-laki. Kendati peran perempuan yang cukup mencolok pada sektor informal, namun pandangan kesetaraan gender pada ranah yang lebih besar dari keluarga yaitu masyarakat masih memandang laki-laki merupakan tumpuan ekonomi keluarga. Sehingga pekerjaan berat yang dilakukan perempuan masih belum diakui atau terkalahkan oleh pandangan masyarakat tentang kesetaraan gender. Tekad yang kuat dari kaum perempuan untuk bekerja di sektor produktif ternyata berangkat dari motivasi yang berbeda. Banyak hal yang mempengaruhi motivasi perempuan untuk bekerja di sektor produktif. Uraian selanjutnya akan berusaha menjawab beberapa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor publik berdasarkan tingkat ekonomi. 2. 4. Motivasi Perempuan Bekerja Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari sumber-sumber yang sama. Berakar dari hambatan dan kesulitan tersebut, banyak dari perempuan yang tetap bertekad untuk bekerja di ranah publik. Tekad perempuan tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan untuk bekerja di ranah produktif atau untuk mengembangkan kariernya dapat bersifat internal dan eksternal (Mudzhar, 2001). Pengertian faktor internal adalah dorongan yang timbul dalam diri pribadi perempuan sendiri. Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi perempuan bekerja di ranah publik. 14
Terdapat hal yang menegaskan bahwa motivasi pribadi yang mendorong seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja sehingga harus meninggalkan rumahtangga, yaitu meliputi (Mudzhar, 2001) : a. Untuk menambah penghasilan keluarga b. Untuk ekonomi yang tidak tergantung dari suami c. Menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu kosong d. Karena ketidakpuasan dalam pernikahan e. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan f. Untuk memperoleh status Pendapat lain tentang motivasi adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut (Sarwono, 2002). Dixon (1978) mengemukakan tiga faktor yang mendorong perempuan mencari pekerjaan di luar rumah, yaitu : 1. Kebutuhan Finansial/Uang Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dalam perekonomian rumahtangga. Kurangnya pemenuhan kebutuhan finansial keluarga seringkali membuat suami dan istri bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan mendasar sehari-hari dalam keluarga yang wajib dipenuhi merupakan dorongan utama untuk bekerja. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari
15
pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dengan cara bekerja di sektor publik. 2. Kebutuhan Sosial Relasional Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dengan bergaul dengan rekan-rekan di tempat kerja diharapkan adanya suatu identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya. 3. Kebutuhan Aktualisasi Diri Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan,
yang
salah satunya
mengungkapkan
bahwa
manusia
mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau pekerjaan, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para perempuan di jaman sekarang ini, terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karir yang tinggi. 2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga Sering dijumpai kasus mengenai pembagian kerja dalam rumahtangga apabila istri hanya sebagai ibu rumahtangga adalah istri hanya dapat berperan di sektor reproduktif dan suami berperan penuh dalam sektor produktif. Pembagian
16
kerja tersebut merupakan suatu hal yang lazim terjadi pada mayoritas keluarga di Indonesia. Peran tersebut dapat berubah apabila suami bukan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Hal ini berimplikasi kepada berubahnya peran istri yang sebelumnya hanya berperan di sektor domestik berganti atau mungkin menambah ke peran produktif atau sektor publik. Berubahnya peranan perempuan tersebut mengakibatkan bertambahnya tanggung jawab yaitu sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumahtangga. Berdasarkan hal tersebut, akhirnya dikenal istilah peran ganda perempuan. Peran ganda perempuan tidak semata-mata mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan menjadi lebih baik, kenyataan yang ada adalah perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Pada sisi lain, perempuan yang bekerja di sektor publik ternyata masih menyisakan tanggung jawab lain yaitu keluarganya. Perempuan ternyata masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan campur tangan laki-laki. Gambaran mengenai tanggung jawab seorang istri atau perempuan dalam keluarga dapat dilihat melalui perannya sebagai istri dalam rumahtangga. Peran menggambarkan orang yang dapat mengatur perilakunya sesuai dengan perilaku orang-orang disekitarnya (Meliala, 2006). Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, norma tersebut berasal dari kesepakatan berdasarkan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat. Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007) mengungkapkan peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender mencakup :
17
1. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan lakilaki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. 2. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. 3. Peranan pengelolaan masyarakat atau politik, dibagi menjadi : a. Peranan pengelolaan masyarakat atau kegiatan sosial adalah semua aktivitas
yang dilakukan pada tingkat
komunitas sebagai
kepanjangan peranan reproduktif (bersifat sukarela dan tanpa upah). b. Pengelolaan masyarakat politik atau kegiatan politik adalah peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik (biasanya dibayar dan dapat meningkatkan status). Mugiesyah dalam Meliala (2006) menjelaskan peranan gender dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, ekonomi, dan politik. Perubahan gender sering terjadi sebagai respon atas perubahan ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Soekanto dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa peranan merupakan hasil atau bentuk dari status yang dapat diukur dengan menghitung curahan waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan yang dilakukan
18
oleh
individu
rumahtangga
pada
sektor
produktif,
reproduktif
dan
kemasyarakatan. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan orang lain dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Berada dalam masyarakat, membuat individu memiliki peran dan status. Peran perempuan yang bekerja sangat berhubungan dengan bagaimana menjaga keseimbangan
antara
tugas
produktif,
reproduktif
dan
kemasyarakatan.
Pentingnya melihat peranan adalah karena peran mengatur perilaku seseorang (Meliala, 2006). Peranan membuat seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas tertentu. Individu yang memiliki suatu peran akan dapat menyesuaikan diri dengan individu lain dengan peran yang sama. Berdasarkan peranan-peranan individu dalam masyarakat inilah terjalin hubungan sosial.
2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam rumahtangga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam rumahtangga atau atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu. Hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak (Meliala, 2006). Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya bisa memperkaya dan bisa menambah pengalaman perempuan yang diperkirakan dapat 19
mengembangkan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal berupa pengalamannya bergaul dengan masyarakat luas menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam rumahtangga. Menurut Sajogyo (1983) terdapat dua tipe peranan yang dilakukan oleh perempuan, yaitu : a. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam pekerjaan memelihara kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya. b. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah. Dari dua tipe peranan tersebut yang akan dibahas lebih lanjut menyangkut masalah pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah pola peranan perempuan yang kedua karena pada pola peranan tersebut akan diketahui bagaimana pola pengambilan keputusan dalam keluarga jika istri berperan sebagai ibu rumahtangga sekaligus pencari nafkah bagi keluarga. Cromwell dan Olson dalam Syakti (1997) mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga, yaitu : dasar kekuasaan, proses kekuasaan dalam keluarga, dan hasil kekuasaan dalam keluarga. Berdasarkan ketiga bidang tersebut, pengambilan keputusan ada pada bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi
20
antara anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya (Syakti, 1997). Perempuan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari perannya dalam keluarga. Norma yang diakui menyatakan bahwa yang paling sering menentukan dalam pengambilan keputusan adalah suami (Syakti, 1997). Pada kenyataannya, terdapat banyak variasi tentang pengambilan keputusan dalam keluarga. Terkadang memang perempuan tidak diikutsertakan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut mengambil keputusan baik sendiri maupun bersama suami. Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (Syakti, 1997). Kekuasaan tersebut bisa sama nilainya atau mungkin berbeda antara suami dan istri. Menurut Sajogyo (1983) terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri, yaitu : 1. Pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri 2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri 4. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 5. Pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri Sajogyo (1983) mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peran perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu : a. Proses Sosialisasi b. Pendidikan
21
c. Latar Belakang Perkawinan d. Kedudukan dalam masyarakat e. Pengaruh luar lainnya Sajogyo (1983) menyimpulkan bahwa besarnya peranan perempuan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di sektor publik tidak selalu sejalan dengan besarnya pengaruh perempuan di dalam dan di luar rumahtangga. 2.7. Kerangka Pemikiran Motivasi perempuan pedagang sayur untuk bekerja diidentifikasi berdasarkan teori yang dikemukakan Dixon (1978), yaitu : kebutuhan finansial/uang, kebutuhan sosial relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri. Berawal dari pendapat tersebut, peneliti membagi motivasi mejadi dua bagian yaitu motivasi ekonomi berupa kebutuhan finansial dan non-ekonomi berupa kebutuhan sosial relasional serta kebutuhan aktualisasi diri untuk kepentingan peneliti sendiri. Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur di sektor publik selanjutnya akan dihubungkan dengan pembagian kerja dalam keluarga yang dihitung dengan curahan waktu. Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat pengaruh motivasi terhadap pembagian kerja, apakah perempuan masih bertanggung jawab terhadap rumahtangganya secara utuh atau sudah dapat dibagi bersama suami. Pembagian kerja akan dibagi menjadi tiga, yaitu : kerja produktif, reproduktif, dan sosial masyarakat. Berdasarkan pembagian kerja tersebut, selanjutnya akan dihubungkan kepada pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Menurut Sajogyo (1983) 22
terdapat lima pola pengambilan keputusan yaitu keputusan yang dilakukan istri sendiri, keputusan bersama yang dominan dilakukan istri, keputusan bersama antara suami dan istri, keputusan bersama yang dominan dilakukan suami, serta keputusan yang dilakukan suami sendiri. Kelima pola tersebut akan dilihat berdasarkan pola pengambilan keputusan di sektor publik, domestik serta sosial kemasyarakatan. Bagan kerangkan pemikiran akan merangkum pemikiran yang terdapat pada tinjauan pustaka dan teori yang digunakan seperti pada Gambar 1. Karakteristik perempuan pedagang sayur a. b. c. d. e.
Umur Tingkat pendidikan Pengalaman bekerja Jumlah tanggungan dalam keluarga Pendapatan suami dan istri
Motivasi Ekonomi Motivasi non-Ekonomi
Pembagian Kerja dalam Keluarga a. Kerja produktif b. Kerja reproduktif c. Kerja sosial kemasyarakatan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga a. b. c. d. e.
keterangan:
Istri sendiri Bersama dominan Istri Bersama Bersama dominan Suami Suami sendiri
mempengaruhi Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis
23
2.8. Hipotesa Hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Motivasi bekerja mempengaruhi curahan waktu bekerja. 2. Tingginya curahan waktu bekerja perempuan mempengaruhi pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.
2.9. Definisi Operasional 1. Karakteristik perempuan pedagang sayur adalah ciri-ciri yang membedakan satu individu dengan individu lain seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pendapatan suami dan istri, serta jumlah tanggungan dalam keluarga. Umur adalah usia responden (dalam jumlah tahun) pada saat diwawancarai. Umur digolongkan ke dalam : Kelompok umur muda adalah ≤ nilai tengah umur semua responden. Kelompok umur tua adalah > nilai tengah umur semua responden. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti dan diukur dalam tahun. Tingkat pendidikan akan dikategorikan sebagai berikut : Tingkat pendidikan rendah adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan ≤ SD/Sederajat. Tingkat pendidikan tinggi adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan > SD/Sederajat.
24
Pengalaman kerja adalah pengalaman yang dimiliki perempuan pedagang sayur dalam menjalankan usahanya yang ditunjukkan oleh lamanya waktu (tahun). Tingkat pengalaman kerja rendah adalah < nilai tengah pengalaman kerja semua responden. Tingkat pengalaman kerja tinggi adalah ≥ nilai tengah pengalaman kerja semua responden. Pendapatan suami dan istri adalah keuntungan yang didapat dari hasil berdagang yang diusahakan masing-masing oleh suami dan istri. Tingkat pendapatan rendah adalah < nilai tengah jumlah pendapatan semua responden. Tingkat pendapatan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah pendapatan semua responden. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anak yang hidupnya menjadi tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan rendah adalah < nilai tengah jumlah tanggungan semua responden. Jumlah tanggungan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah tanggungan semua responden. 2. Motivasi perempuan bekerja adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkannya tergerak melakukan sesuatu pekerjaan karena ingin mencapai suatu tujuan. Peneliti mengkategorikan motivasi kerja menjadi dua yaitu :
25
Motif ekonomi (kebutuhan finansial) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan finansial bagi kehidupan keluarganya dan yang tergolong dalam motif ekonomi adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami mereka belum mencukupi untuk kehidupan mereka. Motif non ekonomi (kebutuhan sosial relasional dan kebutuhan aktualisasi diri) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan mencari teman dan kebutuhan mengembangkan diri lewat pekerjaannya. Para responden yang tergolong dalam kebutuhan sosial relasional adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan mereka, mereka yang mementingkan untuk mendapatkan teman, dan jumlah teman seprofesi mereka ≥ nilai tengah jumlah teman seprofesi seluruh responden perempuan. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi sepenuhnya maka mereka tergolong memiliki kebutuhan ekonomi. Para responden yang tergolong dalam kebutuhan pengembangan diri adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa mereka bekerja untuk mendapat pengakuan bahwa mereka telah berhasil hidup dan bekerja di kota dari orang-orang di kampung. 3. Pembagian kerja dalam keluarga adalah pengelolaan tugas-tugas antara suami dan istri pada peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang diukur
26
melalui curahan waktu yang dilakukan antara suami dan istri pada tiap peran yang dilakukan. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan lakilaki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Peran produktif dapat diukur melalui curahan waktu bekerja. Tinggi rendahnya curahan waktu bekerja dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja produktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden serta curahan waktu kerja produktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan kegiatan rumahtangga berupa tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peran reproduktif dapat diukur melalui curahan waktu reproduktif. Tinggi rendahnya curahan waktu reproduktif dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden serta curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden.
27
Peranan kemasyarakatan adalah semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas atau masyarakat. Peran kemasyarakatan dapat diukur melalui curahan waktu kemasyarakatan. Tinggi rendahnya curahan waktu kemasyarakatan dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kemasyarakatan suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam untuk bermasyarakat
seluruh
responden
serta
curahan
waktu
kerja
kemasyarakatan suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah bermasyarakat seluruh responden. 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah siapa yang lebih dominan (antara suami dan istri) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan suatu kegiatan (Adriyani, 2000; Rahmawaty, 2000). Berdasarkan Sajogyo (1983) tingkat pengambilan keputusan diukur dari skor yang didapat dari lima variasi dalam pengambilan keputusan demi kepentingan peneliti, yaitu : 5 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri 4 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri 3 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri 2 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 1 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri Berdasarkan rata-rata nilai ditentukan nilai pengambilan keputusan yaitu : rendah bila jumlah nilai 11 sampai 33 dan tinggi bila jumlah nilai 34 sampai 55.
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung datadata kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dilandasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal para pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama sekali terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2009. 3.3. Metode Pemilihan Sampel Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan menggunakan sampel rumahtangga yang istrinya berkerja sebagai pedagang sayur. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling yaitu mengambil seluruh responden sebanyak 30 responden keluarga dengan ketentuan bahwa rumahtangga tersebut terdiri dari suami dan istri yang bekerja, dalam penelitian ini istri yang dijadikan sampel bekerja sebagai tukang sayur dan mereka tinggal di RT 02/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan
29
Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Unit analisa yang digunakan adalah rumahtangga dengan pasangan suami istri. Fokus analisan pada penelitian ini adalah para perempuan pedagang sayur keliling. 3.4. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan informasi pendukung. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau kelompok seperti hasil pengisian kuisioner dan atau hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti (Hariwijaya dan Triton, 2008). Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan wawancara mendalam dengan responden. Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang berisi pertanyaan seputar motivasi bekerja pedagang sayur keliling, pembagian kerja dan pola pengambilan keputusan dalam keluarga yang ditujukan kepada beberapa responden terpilih. Informasi tambahan yang digunakan berupa berbagai literatur yang digunakan untuk mempertajam analisis data yang diperoleh. Informasi ini berasal dari berbagai sumber seperti buku, artikel di internet, jurnal dan sebagainya. 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantiatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Data kualitatif digunakan untuk menjelaskan keadaan yang tidak dapat dijelaskan oleh data kuantitatif, atau dengan kata lain data kualitatif digunakan untuk mendukung atau memperkuat penjelasan data kuantitatif.
30
Data hasil penelitian yang diolah antara lain data mengenai motivasi perempuan bekerja di ranah produktif, pembagian kerja dalam rumahtangga, dan pola pengambilan keputusan dalam rumahtangganya. Data mengenai motivasi tersebut disilangkan dengan data mengenai curahan waktu istri dalam kapasitasnya sebagai ibu rumahtangga dan pedagang sayur. Data mengenai curahan waktu tersebut dilihat kembali pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan dalam keluarganya. Penyajian data tersebut dijelaskan oleh beberapa keterangan yang diberikan responden melalui wawancara mendalam. Data kualitatif disajikan secara naratif yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap beberapa responden informan yang mengetahui kondisi lapangan tempat responden berada.
31
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kelurahan Jatimakmur 4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Kelurahan Jatimakmur merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Luas wilayah Kelurahan Jatimakmur adalah 412 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kelurahan Jatiwaringin b. Sebelah Timur : Kelurahan Jatikramat c. Sebelah Barat : Kelurahan Jatiwaringin dan Kelurahan Jatirahayu d. Sebelah Selatan : Kelurahan Jatirahayu Kelurahan
Jatimakmur
memungkinkan
masyarakatnya
melakukan
mobilitas secara mudah karena di kelurahan ini banyak terdapat alat transportasi umum angkutan kota diantaranya K02 yang beroperasi 24 jam nonstop. Hal ini membuat masyarakat kelurahan ini tidak mengalami hambatan transportasi dalam melakukan aktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4.
Orbitrasi Jarak dengan pusat pemerintahan Kecamatan Jarak dengan pusat pemerintahan Kota Bekasi Jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi Jabar jarak dengan Ibukota negara
Jarak 2 Km 15 Km 139 Km 25 Km
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
32
Luas wilayah kelurahan sebesar 412 ha, sebagian besar luas wilayah ini digunakan untuk pemukiman penduduk sebesar 353,1 ha (85,7 persen). Selengkapnya pembagian fungsi lahan di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat di Tabel 2 : Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun 2008 No. Peruntukan Luas Presentase 1. Pemukiman 353,1 Ha 85,70 2. Pemakaman Umum 0,8 Ha 0,19 3. Taman 1,2 Ha 0,29 4. Perkantoran 1,1 Ha 0,26 5. Lain-lain 55,8 Ha 13,54 412 Ha 100 TOTAL Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
4.1.2. Data Kependudukan Jumlah penduduk Kelurahan Jatimakmur sampai dengan bulan Desember 2008 adalah sebesar 59.925 jiwa terdiri dari 30.619 jiwa dan perempuan 29.306 jiwa. Kelurahan ini terdiri dari 15.107 KK, 22 Rukun Warga (RW) dan 135 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Jatimakmur diperoleh informasi bahwa masyarakat Kelurahan Jatimakmur paling banyak bermukim di RW 9 sebanyak 6.818 jiwa, diikuti RW 8 sebanyak 6.735 jiwa. Pemukiman di Kelurahan Jatimakmur kebanyakan bukan merupakan komplek perumahan tapi merupakan pemukiman padat penduduk, RW 9 dan RW 8 termasuk ke dalam daerah pemukiman padat penduduk. RW 7 sendiri yang merupakan RW tempat para responden tinggal terdapat penduduk sebanyak 3.744 jiwa.
33
4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi 4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga, kebanyakan penduduk Kelurahan Jatimakmur tergolong Keluarga Sejahtera III, diikuti Keluarga Sejahtera II, dan Keluarga Sejahtera I. Secara rinci penggolongan kesejahteraan keluarga di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008 Indikator Jumlah Pra KS 90 KS-I 2527 KS-II 3152 KS-III 3427 KS-III Plus 1205
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
Tabel tersebut menginformasikan bahwa warga Kelurahan Jatimakmur dapat dikatakan cukup sejahtera namun, pada kenyataannya di lapangan secara langsung terlihat beberapa rumahtangga yang dapat digolongkan Pra Keluarga Sejahtera. Keluarga-keluarga tersebut sebagian besar adalah keluarga migran atau berasal dari luar Kelurahan Jatimakmur yang mungkin belum tercatat dalam pencatatan penduduk Kelurahan Jatimakmur. 4.1.3.2. Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Jatimakmur sudah cukup baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya masyarakat yang buta aksara. Mayoritas tingkat pendidikan masyarakat di kelurahan ini adalah tamat SMA/sederajat sebanyak 15.018 (43.31 persen), diikuti oleh tamat tamat S-1 sebanyak 7.676 (22.13 persen) dan tamat S-2 sebanyak 4.806 (13.86 persen). Data
34
pada Tabel 4 menunjukkan distribusi penduduk Kelurahan Jatimakmur menurut tingkat pendidikannya. Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Indikator Buta Huruf Tidak tamat SD Tamat SD / sederajat Tamat SMP / sederajat Tamat SMA / sederajat Tamat D-1 Tamat D-2 Tamat D-3 Tamat S-1 Tamat S-2 Tamat S-3 TOTAL
Jumlah 98 2.725 3.186 15.018 199 290 670 7.676 4.806 7 34.675
Presentase 0.28 7.85 9.18 43.31 0.57 0.83 1.93 22.13 13.86 0.02 100
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden 4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden Kampung Bojong Rawa Lele merupakan daerah yang cukup banyak ditempati oleh para pendatang. Kampung ini merupakan daerah padat penduduk. Secara kasat mata di lingkungan kampung ini terlihat beberapa rumah kontrakan yang diperuntukkan mayoritas bagi pendatang. Luas RT 02 dan 03/RW 07 di kampung ini kurang lebih 0,5 hektar. Pada awalnya, kampung ini merupakan kampung yang jarang penduduk. Sekitar tahun 1981 beberapa pendatang mulai berdatangan ke kampung ini untuk bekerja di kota. Sejak tahun 1981 sampai sekarang terdapat kecenderungan yang sama di kampung ini, yaitu mayoritas para pendatang berasal dari Pekalongan dan mayoritas mata pencaharian mereka adalah sebagai pedagang sayur keliling.
35
Letak kampung ini cukup strategis bagi para pendatang yang bekerja di sektor informal untuk menjual dagangannya. Kampung ini dikelilingi oleh perumahan-perumahan besar ditambah letaknya yang tidak jauh dari pasar. Para pedagang sayur keliling ini berbelanja kebutuhan dagangan di pasar Pondok Gede. Jarak antara kampung ini dengan pasar Pondok Gede adalah satu kilometer. Sarana angkutan umum yang terdapat dari Kampung Bojong Rawa Lele antara lain alat transportasi umum sebanyak tiga trayek, yaitu K02, K02-A, dan S02. Angkutan umum lain yaitu ojek dan becak yang sebagian besar beroperasi di daerah Pondok Gede. 4.2.2. Kondisi Demografi Responden Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah mayoritas berasal dari RT 02/RW 07. Mayoritas pendatang yang bermukim di Kampung Bojong Rawa Lele memiliki pengalaman yang sama sewaktu tinggal di wilayah ini, yaitu suami terlebih dahulu yang bermukim selama beberapa tahun di kampung ini. Mereka bekerja serta melakukan kegiatan rumahtangga sendiri, seperti mencuci, membersihkan rumah, dan beberapa dari mereka ada yang memasak sendiri. Responden suami dalam penelitian ini terdiri dari 30 orang, 29 orang bekerja sebagai pedagang sayur keliling dan satu orang sebagai tukang ojek. Setelah tahun 1998, tepatnya saat kerusuhan terjadi dimana-mana dan krisis ekonomi mulai muncul, para istri dari suami tersebut mulai berdatangan untuk bekerja sebagai pedagang sayur. Kedatangan para istri tersebut untuk bekerja ternyata tidak membuat mereka menetap di wilayah ini. Mayoritas para istri yang memiliki anak kecil atau masih usia sekolah datang untuk bekerja saat
36
liburan sekolah atau libur nasional, selebihnya para istri berada di kampung untuk mengurus anak dan keluarga di kampung. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebanyak 10 perempuan yang merupakan pedagang tetap, selebihnya 20 orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Beberapa perempuan pedagang sayur yang merupakan pedagang sayur keliling tetap ternyata memiliki anak yang telah bekerja atau dapat dikatakan anak mereka bukan lagi menjadi tanggungan mereka, sehingga mereka dapat bekerja terus tanpa harus kembali ke kampung untuk mengurus anak. Saat istri tinggal bersama suami di Kampung Bojong Rawa Lele untuk bekerja, mereka melakukan pekerjaan produktif sekaligus reproduktif. Pekerjaan reproduktif yang biasa dilakukan suami saat istri di kampung, dapat dialihkan bebannya kepada istri saat istri datang ke kota untuk bekerja. Setelah liburan sekolah dan libur panjang tersebut para suami kembali bekerja sendiri dan melakukan segala hal sendiri. Secara umum, hubungan para pendatang dengan warga asli di Kampung Bojong Rawa Lele kurang terjalin dengan baik. Hubungan antara pendatang dengan warga asli hanya terlihat antara pendatang dengan pemilik kontrakan saja. Sangat sedikit pendatang yang dekat atau bahkan memiliki teman warga asli. Hal ini dapat dilihat bahwa aktivitas kemasyarakatan para pendatang di kampung ini sangat terbatas, antara lain menghadiri selamatan dan menghadiri pertemuan paguyuban. Kegiatan kemasyarakatan lain seperti rapat RT, gotong-royong, arisan, dan pengajian tidak pernah dilakukan oleh para pendatang karena mereka beralasan bahwa mereka tidak diundang oleh warga asli ataupun RT sekitar.
37
Selamatan merupakan aktivitas kemasyarakatan yang paling sering dihadiri oleh para pendatang di kampung ini. Berdasarkan keterangan para responden, mereka menghadiri selamatan hanya pada orang yang mereka anggap dekat dan kenal di kampung ini, seperti contoh pemilik kontrakan tempat mereka tinggal. Pertemuan paguyuban merupakan pertemuan bagi anggota paguyuban Mitra Sejahtera yang akan dijelaskan selanjutnya. 4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang Paguyuban Mitra Sejahtera adalah sebuah paguyuban atau perkumpulan yang pertama kali didirikan dengan tujuan memperlancar modal usaha dagang para pedagang sayur dari Pekalongan di wilayah Kampung Bojong Rawa Lele RT 02/RW 07. Berdirinya paguyuban ini juga menghindari peminjaman uang antar individu di daerah tersebut. Berdasarkan keterangan yang didapat, para tukang sayur di daerah ini sering meminjam uang kepada tukang sayur lain untuk modal usaha atau hal lain yang menyangkut keuangan keluarga. Pengalaman yang telah terjadi sebelumnya adalah ketika si peminjam uang dalam keadaan keuangan yang sulit, maka secara otomatis si peminjam tidak dapat mengembalikan uang pinjamannya. Keadaan ini juga akhirnya mempersulit si penagih ketika si penagih sedang membutuhkan uang. Pada keadaan yang sama seperti ini akhirnya kedua tukang sayur tersebut mengalami kerugian. Berdasarkan pengalaman tersebut didirikanlah paguyuban ini untuk membangun rasa tanggung jawab apabila seseorang melakukan peminjaman yang biasanya hanya diketahui dua pihak (si peminjam dan yang meminjamkan) maka dalam
paguyuban
ini
harus
diketahui
semua
anggota,
sehingga
rasa
tanggungjawab secara otomatis akan terbangun berdasarkan kesadaran bahwa 38
uang tersebut adalah uang milik anggota, bukan perorangan. Awalnya paguyuban ini didirikan atas usulan Edi pada sekitar tahun 1994 yang berdiri dengan nama Paguyuban Club Putra. Secara lebih rinci paguyuban ini hampir menyerupai bentuk koperasi, hanya saja belum dilegalkan secara hukum. Struktur paguyuban ini awalnya memiliki ketua, wakil ketua, bendahara 1 dan bendahara 2, sekertaris, humas, dan penasihat. Setelah Edi sang pendiri dan pernah menjadi penasihat pada beberapa kepengurusan pindah dari daerah ini, maka perlahan-lahan struktur paguyuban berubah dan nama paguyuban pun berubah. Pada tahun 2006 sampai sekarang Paguyuban Club Putra berganti nama menjadi Paguyuban Mitra Sejahtera atas persetujuan anggota. Struktur paguyuban ini menjadi seorang ketua, seorang bendahara, seorang sekretaris, dan dua orang humas. Seiring berjalannya waktu, seluruh anggota paguyuban ini belajar bagaimana membuat organisasi yang didirikan atas dasar kepercayaan dan persaudaraan ini semakin baik pengelolaan keuangannya, maka dibuatlah peraturan-peraturan pokok yang wajib diketahui semua anggota, peraturan tersebut antara lain : 1. Pergantian pengurus diagendakan satu tahun sekali. 2. Setiap bulan Agustus diadakan pertemuan di sekretariat paguyuban Mitra Sejahtera untuk rapat anggota dan penutupan aliran kas pada tahun itu. 3. Setiap anggota baru wajib membayar Rp. 500.000 setelah melunasi, diperbolehkan meminjam uang dari paguyuban ini. 4. Ketentuan meminjam adalah sebagai berikut :
39
Peminjaman minimal Rp. 500.000 dikembalikan sejumlah Rp. 600.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
Peminjaman minimal Rp. 1.000.000 dikembalikan sejumlah Rp. 1.200.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
Peminjaman minimal Rp. 1.500.000 dikembalikan sejumlah Rp. 1.800.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
5. Masa tenggang pengembalian pinjaman diupayakan tidak lebih dari 10 hari. 6. Denda yang ditetapkan atas keterlambatan disesuaikan dengan tanggung jawab si peminjam (tidak ditentukan berapa rupiah). Sebagian besar anggota paguyuban ini adalah para tukang sayur di daerah Kampung Bojong Rawa Lele. Tercatat hanya dua orang anggota yang bukan tukang sayur yaitu : Kartubi seorang penjual daging dan Sapi‟i seorang satpam sekaligus ketua RT 02/RW 07. Paguyuban ini berkembang dari mulut ke mulut sehingga pada kepengurusan sekarang tercatat 64 anggota yang bergabung dalam paguyuban ini. Para anggota merasa terbantu atas kehadiran paguyuban ini, terutama ketika para pedagang sayur kembali dari kampung tanpa membawa cukup uang mereka dapat meminjam dari paguyuban ini. Kekurangan dari paguyuban ini antara lain karena bukan badan hukum yang resmi sehingga apabila ada keterlambatan pengembalian uang, sulit dikenakan sangsi yang tegas, semua berdasarkan kekeluargaan dan hati nurani para anggota karena pada dasarnya paguyuban ini didirikan atas dasar kekeluargaan dan kebersamaan.
40
Keberadaan paguyuban ini secara tidak langsung merekatkan hubungan antara pendatang yang tinggal di Kampung Bojong Rawa Lele. Beberapa tahun yang lalu pernah diadakan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia antara anggota paguyuban ini. Segala sesuatunya seperti hadiah dan biaya untuk lomba dianggarkan dari sisa kas para anggota paguyuban ini. Berdasarkan gambaran tentang kondisi lingkungan dan responden di Kampung Bojong Rawa Lele tersebut bahwa para mayoritas responden suami lebih dulu datang ke wilayah ini untuk bekerja, namun ada beberapa responden keluarga yang menyatakan bahwa saat datang ke wilayah ini suami dan istri datang bersama untuk bekerja. Mereka yang datang bersama adalah pasangan suami istri yang sudah tidak memiliki tanggungan anak di kampungnya atau dengan kata lain anak-anak mereka telah dewasa atau bahkan telah bekerja. Para responden suami yang datang lebih dahulu ke wilayah ini melakukan segala sesuatu seperti kegiatan rumahtangga dan kemasyarakatan sendiri. Setelah tahun 1998, para mayoritas responden istri mulai datang ke wilayah ini untuk bekerja musiman. Saat liburan sekolah atau mungkin liburan lain yang cukup lama mereka datang untuk bekerja. Para suami yang sebelumnya melakukan kegiatan rumahtangga sendiri, karena kehadiran istrinya mereka dapat melimpahkan tugas tersebut kepada istri. Pada saat seperti ini istri melakukan beban ganda yaitu bekerja mencari nafkah serta mengurus rumahtangga. Setelah liburan selesai, para istri kembali ke kampung untuk mengurus anak-anak mereka yang masih sekolah.
41
BAB V KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING Bab ini akan mencoba mengklasifikasikan perempuan pedagang sayur berdasarkan karakteristik masing-masing individu yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, jumlah tanggungan, serta pendapatan suami dan istri. 5.1. Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian di Kampung Bojong Rawa Lele, dari 30 rumahtangga responden diperoleh data karakteristik responden berdasarkan umur seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5.
Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Responden Umur (tahun) Suami Istri Jumlah muda tua Jumlah
0 30 30
Persen
Jumlah 0 100 100
Persen 9 21 30
30 70 100
Pada data usia responden didapat bahwa kisaran usia responden suami antara 40 sampai 48 tahun dan kisaran usia responden istri antara 29 sampai 47 tahun, sehingga didapatkan nilai tengah seluruh responden suami dan istri adalah 37 tahun. Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden suami berada pada umur tua. Responden suami tidak ada yang berusia dibawah 37 tahun. Pada responden istri secara umum usia mereka cenderung lebih muda
42
dibanding usia responen suami. Terlihat pada pada Tabel 5 ada 30 persen responden istri yang berusia muda, sisanya berusia tua sebanyak 70 persen.
5.2. Pendidikan Responden Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa presentase terbesar responden ada di tingkat tamat SD, data pada Tabel 6 akan memperlihatkan hasil tersebut. Tabel 6.
Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Responden Kategori Pendidikan Suami Istri Jumlah Persen Jumlah Persen rendah 30 100 28 93.33 tinggi 0 0 2 6.67 Jumlah 30 100 30 100 Data mengenai pendidikan responden suami dan istri hanya berkisar antara
tidak tamat SD, tamat SD, dan tamat SMP, sehingga tamat SD menjadi nilai tengah kategori pendidikan para responden. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa responden istri dapat menikmati pendidikan lebih tinggi daripada responden suami. Hal ini terlihat bahwa pada kategori pendidikan tinggi terdapat 6,67 persen atau dua orang responden istri sedangkan responden suami tidak ada. Pada sisi sebaliknya, seluruh responden suami yang berpendidikan rendah. 5.3. Pengalaman Bekerja Pengalaman yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari lamanya seseorang menekuni pekerjaan sebagai pedagang sayur keliling. Pada umumnya perempuan pedagang sayur baru bekerja sebagai tukang sayur setelah suami atau temannya
43
berdagang sayur lebih dulu, sehingga secara langsung atau tidak langsung para perempuan pedagang sayur terpengaruh oleh orang-orang terdekat mereka untuk bekerja. Tabel 7 akan memperlihatkan perbandingan pengalaman bekerja antara responden suami dan istri. Tabel 7.
Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Responden
Pengalaman Bekerja rendah tinggi Jumlah
Suami Jumlah Persen 5 16.67 25 83.33 30 100
Istri Jumlah 22 8 30
Persen 73.33 26.66 100
Pada data usia responden didapat bahwa kisaran pengalaman kerja suami antara 10 sampai 20 tahun dan kisaran pengalaman kerja responden istri antara 4 bulan sampai 19 tahun, sehingga didapatkan nilai tengah pengalaman kerja seluruh responden suami dan istri adalah 10 tahun. Berdasarkan data dari Tabel 7 diperoleh informasi bahwa responden istri sebanyak 73,33 persen memiliki pengalaman kerja sebagai tukang sayur yang tergolong rendah. Pada responden suami diperoleh informasi bahwa sebanyak 83,33 persen responden suami memiliki pengalaman kerja tergolong tinggi. Sebagian besar keluarga yang menjadi responden menyatakan bahwa suami ternyata lebih dulu bekerja, terutama sebagai tukang sayur setelah beberapa tahun bekerja sang istri dapat bekerja. Informasi ini didapat dari keluarga yang masih memiliki anak yang berusia sekolah sehingga selagi sang suami bekerja di perantauan, sang istri mengurus anak sampai cukup dewasa untuk ditinggal orang tua mereka bekerja. Informasi lain yang didapat adalah ada beberapa keluarga
44
yang setelah menikah dan memiliki anak, suami dan istri bersama-sama bekerja di kota. 5.4. Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan dalam sebuah keluarga mempengaruhi keputusan sang istri untuk bekerja di kota. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa tanggungan para responden merupakan anak mereka sendiri, tidak termasuk sanak saudara dan orang lain yang menjadi tanggungan keluarga tersebut. Secara lebih jauh diperoleh informasi bahwa responden istri merasa bertanggung jawab atas urusan rumahtangga di kampung terutama jika memiliki anak yang masih bersekolah, sehingga jika sebuah keluarga reponden masih memiliki anak berusia sekolah yang tinggal di kampung secara otomatis responden istri kembali ke kampung untuk mengurus keseharian anak mereka. Tabel 8 memperlihatkan jumlah anak dan yang masih menjadi tanggungan keluarga para responden. Tabel 8.
Jumlah Anak
1 2 3 TOTAL
Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Jumlah Anak dari Seluruh Keluarga Bukan Tanggungan Tanggungan Orangtua Keseluruhan Jumlah Orangtua Anak Keluarga Balita / Menikah dan Masih Belum Sudah Belum Tidak Sekolah Bekerja Bekerja Sekolah Bekerja 1 1 1 26 2 6 3 11 48 24 6 3 2 4 15 5 32 2 10 5 15 64 30
Tabel 8 menggambarkan jumlah keseluruhan anak berdasarkan kategori masih berada dalam tanggungan orang tua, yaitu pada kelompok anak masih
45
sekolah, balita, dan belum bekerja. Kategori lain yaitu bukan lagi tanggungan orang tua yang terdapat pada kelompok anak yang sudah menikah dan tidak bekerja serta sudah bekerja. Kelompok-kelompok anak pada tabel di atas juga dapat dibagi berdasarkan tempat tinggal. Pada kelompok anak masih sekolah, balita dan belum bekerja bertempat tinggal di kampung halaman mereka di Pekalongan. Keberadaan mereka sangat tergantung pada hadirnya ibu, begitu pula sebaliknya. Apabila libur sekolah tiba, maka para ibu datang ke kota bersama anak-anaknya. Pada kelompok anak menikah dan tidak bekerja berisi anak perempuan yang telah menikah dan mereka tinggal di kampung halaman mereka. Kelompok terakhir yaitu anak yang sudah bekerja memiliki variasi dalam hal tempat tinggal, sebagian dari mereka ada yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, Bekasi, Malang, dan kota besar lainnya. Sebagian lain dari mereka masih ada yang bekerja di kampung halaman mereka yaitu di Pekalongan. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh informasi bahwa sebanyak 24 responden keluarga memiliki dua anak, 5 responden keluarga memiliki tiga anak, dan 1 responden keluarga memiliki satu anak. Dari 24 responden keluarga yang memilki dua anak tersebut didapat keterangan bahwa sebanyak 26 anak dari 48 jumlah anak ternyata masih sekolah, selain itu terdapat 2 anak dari 48 jumlah anak masih balita. Hal ini menunjukkan bahwa para ibu yang menanggung hidup 26 anak tersebut merupakan pekerja musiman, karena mereka harus mengutamakan anak mereka yang masih menjadi tanggungan mereka. Dari 24 responden keluarga yang memiliki dua anak tersebut terdapat 7 perempuan pedagang sayur yang bukan pekerja musiman atau dengan kata lain mereka adalah pedagang sayur keliling tetap. Data hasil penelitian menunjukkan
46
bahwa para perempuan pedagang sayur keliling tetap ini mayoritas memiliki anak yang telah bekerja. Tercatat 7 anak telah bekerja, 5 anak belum bekerja, 1 anak yang telah menikah dan tidak bekerja, serta 1 anak yang masih usia sekolah yang akan menamatkan sekolahnya tahun ini. Berdasarkan keterangan tersebut, para pedagang sayur tetap ini secara umum tidak lagi sering kembali ke kampung untuk mengurus anak mereka. 5.5. Pendapatan Suami dan Istri Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pendapatan tukang sayur tidak tetap, tergantung keadaan saat hari berjualan. Seperti yang dituturkan oleh salah satu responden istri (DNH, 40 tahun) : “Wah... kalau pendapatan perhari ngga bisa ditentuin mas, jadi tukang sayur tuh ya begini ini... kadang sehari ngga dapet sama sekali, kadang kalo lagi untung ya bisa dapet sampe 50 ribu sehari...” Setelah bertanya kepada para responden suami dan istri, seluruh responden menyatakan bahwa diperoleh rata-rata pendapatan per hari sebanyak Rp. 20.000,00. Secara umum tidak ada perbedaan yang berarti mengenai masalah pendapatan suami dan istri karena pada dasarnya seluruh responden suami maupun istri tidak dapat memastikan nilai pendapatan yang didapat tiap hari. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa pendapatan tukang sayur keliling dapat ditentukan dari pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja berkaitan dengan semakin lama pengalaman tukang sayur bekerja, maka tukang sayur tersebut bisa mendapat pelanggan yang cukup banyak bahkan memiliki kecenderungan memiliki pelanggan tetap. Hal lain yang didapat dari pengalaman bekerja adalah seorang tukang sayur keliling cenderung memutuskan
47
untuk berjualan di suatu tempat setelah memiliki pengalaman dalam berjualan di beberapa tempat sebelumnya. Kesulitan untuk memperoleh data penghasilan para responden dapat ditanggulangi dengan melihat jumlah pengeluaran perbulan yang ditanyakan kepada para responden keluarga pada Tabel 9. Informasi mengenai jumlah pengeluaran ini dapat menjadi gambaran pada pendapatan para responden, karena sewajarnya pendapatan mereka harus lebih besar dari pengeluaran. Tabel 9.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Jumlah Pengeluaran perbulan Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.099.000 Rp. 2.100.000 sampai Rp. 2.599.000 Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000 Rp. 3.100.000 sampai Rp. 3.599.000 Rp. 3.600.000 sampai Rp. 4.000.000 TOTAL
Jumlah Responden Keluarga 2 9 15 3 1 30
Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas responden keluarga memiliki pengeluaran perbulan sekitar Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000. Biaya yang dikeluarkan seluruh responden keluarga cukup bervariatif. Jumlah pengeluaran yang paling bervariatif nilainya adalah biaya pengiriman uang ke kampung. Menurut beberapa responden yang telah diwawancara, biaya pengiriman uang ke kampung terdiri dari biaya pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari anggota keluarga di kampung. Semakin kecil pengeluaran mengindikasikan bahwa jumlah tanggungan responden keluarga tersebut lebih sedikit. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa hanya
48
dua responden keluarga yang memiliki pengeluaran perbulan sekitar 1.500.000 sampai Rp. 2.099.000. Kedua responden keluarga tersebut tidak lagi memiliki tanggungan anak sehingga pengeluaran lebih kecil dari keluarga lain. 5.6. Ikhtisar Karakteristik keluarga responden menggambarkan keadaan suami dan istri mengenai status dan perannya dalam keluarganya. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal usia, usia suami lebih tua daripada usia istri. Pada karakteristik tingkat pendidikan diperoleh bahwa tingkat pendidikan istri lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dibuktikan dari seluruh responden suami tergolong berpendidikan rendah, sedangkan pada responden istri terdapat 6,67 persen atau dua orang yang berpendidikan tinggi. Karakteristik lain seperti jumlah anak secara umum menjelaskan bahwa jumlah seluruh anak responden keluarga sebanyak 64 anak, terdapat 44 anak yang masih menjadi tanggungan orangtuanya, selebihnya 20 anak sudah tidak lagi menjadi tanggungan orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan rata-rata responden keluarga cukup banyak. Pada hal pendapatan, diperoleh pengakuan dari responden suami dan istri bahwa pendapatan mereka tidak menentu sehingga sulit diperoleh jumlah pendapatan rata-rata perbulan.
49
BAB VI MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR KELILING Motivasi perempuan pedagang sayur keliling untuk bekerja tidak terlepas dari faktor luar yang berasal dari luar diri (di luar keinginan) perempuan tersebut yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhinya, seperti pengaruh melihat teman atau ajakan saudara untuk bekerja di kota, pendapatan yang diberikan suami belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan hal-hal lain yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja. Berdasarkan data penelitian di lapangan, empat responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh saudara, duabelas responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh suami, sisanya empatbelas responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh teman. Tabel 10 menyajikan data pengaruh perempuan pedagang sayur untuk bekerja sebagai berikut. Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Pengaruh teman suami saudara TOTAL
Perempuan Pedagang Sayur keliling Jumlah Responden Persentase 14 46,67 12 40 4 13,33 30 100
Pada dasarnya seluruh keluarga responden menyatakan bahwa seorang istri yang bekerja adalah semata-mata sebagai penyokong pendapatan suami, bukan sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarga. Pada sebagian responden
50
keluarga ketika ditanya mengenai pengaruh bagi pendapatan ekonomi keluarga jika istri tidak bekerja, maka respoden keluarga tersebut menjawab tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi keluarga. Beberapa responden keluarga lain menanggapi hal tersebut dengan pernyataan bahwa jika istri tidak bekerja maka penyokong pendapatan suami tidak ada, karena pada dasarnya pendapatan pedagang sayur keliling tidak menentu tiap hari, jadi jika suami hari ini tidak mendapatkan pendapatan yang cukup maka pendapatan dari istri dapat menutupinya, begitu pula sebaliknya. 6.1. Motivasi Ekonomi Berdasarkan data di lapangan didapat informasi bahwa sebanyak 12 responden istri dari total 30 responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja karena merasa pendapatan suami belum mencukupi kehidupan rumahtangga. Para responden ini menyatakan bahwa jika mereka tidak bekerja maka tidak ada penyokong pendapatan suami ditambah kenyataan bahwa pendapatan sebagai pedagang sayur keliling tidak tetap, keadaan ini yang mendesak mereka untuk bekerja. Beberapa responden istri lain yaitu sebanyak 18 responden menyatakan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka, alasan mereka bekerja ternyata tidak semuanya sama dua dari 18 responden yang menyatakan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka memberikan alasan mereka bekerja adalah untuk membantu pendapatan suami merasa bahwa mereka bekerja seperti ini sudah lama. Selebihnya, 16 reponden menyatakan alasan mereka bekerja adalah untuk mengisi waktu luang daripada hanya sekedar di kampung tidak bekerja dan tidak menghasilkan uang. 51
Berdasarkan informasi dari para responden istri, peneliti mencoba memilah motivasi para responden dan akhirnya didapatkan jumlah responden yang memiliki kebutuhan ekonomi untuk bekerja adalah sebanyak 28 orang. Para 28 orang tersebut adalah mereka yang tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan lainnya yaitu kebutuhan sosial relasional dan aktualisasi diri. 6.2. Motivasi Non-Ekonomi 6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional Bagi beberapa responden mendapatkan teman untuk mengembangkan pekerjaan adalah suatu hal yang penting. Mereka berpendapat bahwa dengan mendapatkan teman maka secara otomatis akan datang kemudahan dalam mendapat penghasilan, seperti yang diungkapkan salah satu responden istri (KSR, 40 tahun): “...Yah kalau saya lebih penting teman daripada penghasilan, karena kalau sillaturrahim terjalin bagus maka rejeki datangnya Insya Allah gampang...” Pernyataan ini didukung oleh empat responden istri lain, jadi lima responden dari tigapuluh total responden istri lebih memilih untuk mendapatkan teman terlebih dahulu dari penghasilan. Responden lain sebanyak 25 orang menyatakan bahwa mereka lebih memilih penghasilan lebih dahulu daripada mendapatkan teman. Data dari penelitian di lapangan menunjukkan bahwa jumlah teman seprofesi yang didapatkan para responden istri tidak lebih dari 15 orang. Para responden istri juga menyampaikan bahwa dari seluruh teman seprofesi yang didapat dari pekerjaan ini jumlah teman yang mereka anggap dekat tidak lebih
52
dari lima orang dan teman dekat mereka adalah teman sekampung dan cenderung telah kenal lama. Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Jumlah Teman Seprofesi 1 - 6 teman 7 - 15 teman TOTAL
Perempuan Pedagang Sayur Keliling Jumlah Responden Persentase 9 30 21 70 30 100
Berdasarkan data tersebut terdapat 70 persen responden istri yang memiliki teman seprofesi sebanyak 7 sampai 15 orang. Berdasarkan data-data tersebut didapat kesimpulan bahwa responden yang memiliki kebutuhan sosial relasional sebanyak dua orang. 6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri Seluruh responden istri ketika ditanya mengenai kebutuhan untuk mengembangkan diri mereka dalam pekerjaan, mereka menjelaskan bahwa kapasitas mereka sebagai perempuan pedagang sayur keliling membuatnya sulit mengembangkan diri lebih jauh, mereka cenderung menerima keadaan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pendidikan yang mereka jalani mayoritas tidak lebih dari tamat SD dan beberapa yang hanya tamat SMP. Kedatangan mereka ke daerah perantauan semata-mata bukan kebutuhan aktualisasi diri, melainkan untuk memperbaiki taraf hidup. Keterampilanketerampilan yang mereka dapatkan sebatas pengalaman kerja atau bahkan pengalaman pekerjaan lain sebelum menjadi pedagang sayur keliling. Pekerjaan
53
sebagai pedagang sayur keliling tidak memiliki jenjang karir karena pekerjaan ini tergolong sektor informal sehingga yang dilakukan para pedagang sayur adalah bekerja tanpa batas waktu tertentu. 6.3. Ikhtisar Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh kesimpulan mengenai motivasi perempuan bekerja yang akan dijelaskan oleh Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Kebutuhan finansial sosial relasional aktualisasi diri TOTAL
Jumlah Responden 28 2 0 30
Persentase 93,33 6,67 0 100
Pada Tabel 12 terlihat bahwa responden yang memiliki motivasi ekonomi sebanyak 93,33 persen. Responden yang memiliki motivasi lain yaitu nonekonomi terbagi atas dua kebutuhan yaitu sosial relasional sebanyak 6,67 persen dan aktualisasi diri nol persen. Tabel tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan utama mayoritas para responden istri untuk bekerja adalah kebutuhan finansial. Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin.
54
BAB VII PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING Pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur keliling sangat tergantung pada kehadiran istri. Apabila istri dan suami tidak tinggal bersama, maka suami harus melakukan kerja produktif sekaligus reproduktif sendiri. Apabila istri tinggal bersama suami pada waktu tertentu, maka pekerjaan rumahtangga yang sebelumnya dilakukan suami sendiri dapat dialihkan untuk kemudian dikerjakan oleh istri. Berikut ini penjelasan mengenai variasi pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur tersebut di bidang produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan. 7.1. Kegiatan Produktif Kegiatan produktif respoden pedagang sayur keliling adalah kegiatankegiatan dalam usaha perdagangan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para pedagang sayur keliling dapat juga disebut sebagai distributor bahan makanan sehari-hari dari pasar menuju ke konsumennya. Mereka membeli barang dagangan di Pasar Tradisional Pondok Gede yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele. Kegiatan belanja barang dagangan ini dilakukan para responden pada sekitar pukul 02.00 WIB, pada waktu itu akan terlihat keramaian di Pasar Pondok Gede. Proses belanja tersebut memakan waktu bagi para responden sekitar dua jam bahkan lebih.
Setelah belanja selesai, para pedagang sayur kembali ke kediaman masingmasing untuk mempersiapkan bahan-bahan yang dibeli tadi. Persiapan yang
55
dilakukan antara lain mengecer bahan yang dibeli dalam jumlah besar atau banyak menjadi ukuran kecil dan telah dibungkus. Sebagai contoh seorang pedagang sayur keliling membeli cabai merah satu kilogram di Pasar Pondok Gede, maka seusai belanja mereka membungkus cabai menjadi beberapa bungkus kecil dan dihargai sesuai ukuran atau keinginan pedagang sayur tersebut. Setelah melakukan persiapan barang dagangan, maka para pedagang sayur keliling tersebut siap menjualnya kepada para konsumen di perumahan atau tempat tinggal sesuai tempat yang biasa digunakan sebagai tempat berjualan.
7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling Saat istri tidak bekerja, suami melakukan kegiatan produktif sendiri. Ketika istri bekerja, pada umumnya tidak ada pembagian kerja yang begitu berbeda antara suami dan istri yang bekerja sebagai pedagang sayur keliling. Hal ini dapat diketahui dari tahap pembelian barang sampai penjualan semua dilakukan tiap pedagang sayur keliling baik laki-laki maupun perempuan. Ada hal yang membedakan antara tugas suami dan istri pada kerja produktif antara lain mayoritas para suami berbelanja menuju Pasar Pondok Gede menggunakan gerobaknya sendiri, sedangkan sang istri berbelanja menuju Pasar Pondok Gede dengan menggunakan angkutan umum. Hal seperti ini memiliki alasan tersendiri, seperti pengungkapan salah satu responden suami sebagai berikut (KSM, 42 tahun) : “ ...Kalau ibu ngga bisa belanja pake gerobak, soalnya nanti bawa barangnya susah, jadi cuma Bapak yang bawa gerobak...”
56
Responden suami lain menambahkan (SMH, 43 tahun) : “... Belanja ya pake gerobak, biar ngga keluar ongkos banyak. Kalo ibu naik ojek kalo ngga ya naik becak karena belanjanya kan malem ntar bisa kenapanapa, trus ibu juga ngga kuat nanjak di tanjakan Roda Kencana... ” Tahapan kerja produktif para pedagang sayur keliling secara rinci yaitu pertama belanja barang dagangan. Tahap ini suami dan istri berpisah karena istri menggunakan alat transportasi umum seperti ojek, angkutan umum atau becak, sedangkan suami membawa gerobaknya. Tujuan keduanya sama yaitu Pasar Pondok Gede. Pada tahap ini suami dan istri cenderung sibuk dengan barang dagangan masing-masing, karena mereka sering mendapat pesanan barang dari konsumennya. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika suatu waktu sang istri menitipkan barang yang hendak dibeli kepada suaminya ataupun sebaliknya. Setelah selesai berbelanja, suami dan istri membawa barang dagangannya masingmasing menuju rumah kontrakannya.
Tahap selanjutnya adalah membungkus dan merapihkan barang dagangan. Pada tahap ini suami istri saling membantu mengecer, membungkus dan merapihkan barang dagangannya, tahap ini harus dilakukan setidaknya dua jam sebelum kemudian dijual kepada konsumen. Setelah selesai membungkus dan merapihkan barang dagangan, maka para pedagang sayur siap berangkat menuju tempatnya berjualan. Pada tahap ini suami dan istri berada pada urusan berjualannya masing-masing karena tempat mereka berdagang berbeda.
Berdasarkan data dari para responden yang diperoleh di lapangan didapat bahwa dua responden keluarga tidak melakukan hal yang sama seperti tahapan kerja produktif yang dilakukan responden keluarga lain. Responden tersebut 57
adalah pasangan suami istri Pak STR (48 tahun) dan Ibu KSM (40 tahun) beserta pasangan suami istri Pak WHD (43 tahun) dan Ibu WYR (38 tahun). Pasangan pertama adalah pasangan yang berbeda mata pencaharian. Pencaharian Pak STR adalah sebagai tukang ojek dan Ibu KSM adalah sebagai pedagang sayur keliling. Perbedaan mata pencaharian ini membuat perbedaan pada kerja produktif di keluarganya. Apabila responden keluarga lain terpisah antara suami istri pada tahap belanja kebutuhan dagangan di pasar, maka pasangan Pak STR dan Ibu KSM sebaliknya, sebagai suami Pak STR mengantar istrinya berbelanja ke Pasar Pondok Gede menggunakan motor miliknya. Sewaktu menjualnya juga demikian, Pak STR yang membawa gerobak sayur istrinya, sedangkan istrinya mengikutinya dari belakang, setelah sampai di tujuan Pak STR kembali ke kontrakan dan Ibu KSM berjualan sayur.
Hal ini dilakukan Pak STR karena jarak tempat berjualan Ibu KSM di perumahan Jati Kramat dari rumah kontrakannya di Kampung Bojong Rawa Lele sejauh kurang lebih dua kilometer. Alasan lain yang dikemukakan Pak STR adalah jam kerja Pak STR menarik ojek adalah malam hari, jadi pagi hari dilakukan untuk membantu istri berbelanja dan membawakan gerobak untuk berjualan. Siang hari setelah berjualan, pada pukul 14.00 WIB Pak STR menunggu di depan perumahan Jati Kramat dan setelah bertemu Ibu KSM pulang dengan angkutan umum dan Pak STR membawa gerobak sayur sampai rumah kontrakannya. Hal ini dilakukan pasangan ini setiap hari. Pak STR sendiri mulai menarik ojek setelah pukul 19.00 WIB.
58
Responden lain yaitu Pak WHD memiliki perbedaan dalam cara berbelanja, Pak WHD dan Ibu WYR berbelanja di Pasar Pondok Gede secara bersama-sama dengan menggunakan angkutan umum. Hal ini dilakukan mereka dengan alasan Ibu WYR baru bekerja beberapa bulan sehingga masih membutuhkan panduan atau pertolongan untuk memilih dan membawa barangbarang dagangannya. Pada tahap pembungkusan dan penjualan pasangan ini sama seperti responden keluarga lain.
7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Produktif Curahan waktu antara responden keluarga dan antara responden suami serta istri dalam kegiatan produktif terdapat sedikit perbedaan. Curahan waktu yang diukur yaitu curahan waktu responden dalam melakukan tahapan kegiatan dalam berdagang sayur. Pada Tabel 13 disajikan curahan waktu kerja produktif total responden suami dan istri. Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Responden suami Responden istri Aktivitas dalam Satu Hari Jam/hari Persen Jam/hari Persen Belanja 1,8 17,59 1,67 16,81 Membungkus Barang 1,73 16,91 1,73 17,42 Dagangan Berjualan 6,7 65,49 6,53 65,76 TOTAL 10,23 100 9,93 100 Pada Tabel 13
terlihat
bahwa responden suami
lebih
banyak
menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau mencari nafkah. Rata-rata responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per hari untuk mencari nafkah, sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93 jam per hari untuk mencari nafkah. Faktor yang mempengaruhi perbedaan waktu dalam kegiatan produktif ini
59
dapat dilihat dari tahap belanja barang dagangan. Responden suami lebih banyak menghabiskan waktu berbelanja karena mereka membawa gerobaknya menuju pasar, perjalanan membawa gerobak ke Pasar Pondok Gede dari Kampung Bojong Rawa Lele memakan waktu sekitar 20 sampai 30 menit. Responden istri yang menggunakan sarana angkutan umum kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit dengan ojek, 15 menit dengan angkutan umum, dan 20 sampai 30 menit dengan menggunakan becak.
Kegiatan berbelanja ke Pasar Pondok Gede dilakukan para responden keluarga antara pukul 04.00 sampai 05.00 WIB. Variasi waktu belanja antara responden keluarga ini antara satu, satu setengah sampai dua jam. Tabel 14 memperlihatkan perincian curahan waktu belanja antara responden suami dan istri.
Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Curahan Waktu Belanja 1 jam 1,5 jam 2 jam TOTAL
Responden suami Jumlah Persen 2 6,67 8 26,67 20 66,67 30 100
Responden istri Jumlah Persen 5 16,67 10 33,33 15 50 30 100
Mayoritas responden suami dan istri menghabiskan waktu berbelanja selama dua jam. Berdasarkan informasi dari lapangan diperoleh bahwa semakin sedikit waktu berbelanja menjelaskan bahwa pedagang sayur tersebut telah memesan beberapa barang dagangan dengan beberapa penjual atau pemasok para pedagang sayur sehari sebelum barang tersebut di jual kepada konsumen.
60
Pemesanan dilakukan di rumah kontrakan penjual, karena rumah kontrakan para penjual atau pemasok tidak begitu jauh dari Kampung Bojong Rawa Lele. Setelah pemesanan dan pembayaran barang dagangan pada malam hari selesai, besok harinya para tukang sayur hanya mengambil barang yang dipesannya tanpa harus melakukan tawar-menawar atau mencari lagi barang yang akan dibeli.
Faktor kedua yang mempengaruhi kegiatan produktif responden suami lebih lama dari responden istri adalah waktu berjualan yang digunakan responden suami lebih lama dari responden istri. Hal ini dipengaruhi antara lain dengan rute responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden istri. Hal lain yang mempengaruhi adalah besarnya perumahan tempat berjualan pedagang sayur membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup lama. Tabel 15 menunjukkan curahan waktu berjualan antara responden suami dan istri. Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Curahan Waktu Berjualan 4 - 4,5 jam 5 - 5,5 jam 6 - 6,5 jam 7 - 7,5 jam 8 - 8,5 jam TOTAL
Responden Suami Jumlah Persentase 2 6,67 5 16,67 4 13,33 13 43,33 6 20 30 100
Responden Istri Jumlah Persentase 0 0 6 20 8 26,67 14 46,67 2 6,67 30 100
Mayoritas responden suami bekerja 7 sampai 7,5 jam perhari, begitu pula responde istri. Curahan waktu berjualan kedua terbesar pada responden suami adalah bekerja selama 8 sampai 8,5 jam perhari. Pada reponden suami terdapat dua orang yang mencurahkan waktu berjualan 4 sampai 4,5 jam perhari, para 61
responden ini masing-masing adalah Pak STR (48 tahun) dan Pak JNO (41 tahun). Pekerjaan Pak STR adalah seorang tukang ojek, beliau bekerja dari pukul 19.00 WIB sampai 23.00 WIB. Pak Sastro biasa menarik ojek di sekitar Pasar Pondok Gede. Alasan beliau bekerja malam hari adalah pada pagi hari Pak STR lebih memilih untuk membantu istri berdagang. Responden lain yaitu Pak JNO adalah seorang tukang sayur keliling yang berjualan di pemukiman penduduk yang dinamakan Sahabat. Jarak Kampung Bojong Rawa Lele menuju Sahabat hanya 300 meter, selain itu pemukiman tersebut merupakan pemukiman padat penduduk. Pak Jono hanya perlu menunggu pembeli di suatu tempat. Tempat tersebut biasa digunakannya untuk berjualan, sehingga Pak JNO tidak perlu berkeliling lebih jauh untuk mendapatkan pembeli. Pak JNO juga menambahkan bila ia merasa pendapatannya masih kurang pada hari itu, maka ia akan berkeliling lebih jauh untuk menjual barang dagangannya. Mayoritas responden istri berjualan memakan waktu 7 sampai 7,5 jam. Curahan waktu berjualan terbesar kedua pada responden istri adalah bekerja selama 6 sampai 6,5 jam perhari. Pada responden istri terdapat dua responden yang bekerja 8 sampai 8,5 jam perhari. Responden tersebut masing-masing adalah Ibu DNH (40 tahun) dan Ibu SR (40 tahun). Ibu DNH berjualan selama 8,5 jam perhari. Hal ini dilakukan Ibu DNH semata-mata untuk mendapatkan keuntungan yang banyak, karena pada dasarnya Ibu DNH adalah pedagang sayur keliling musiman. Ibu DNH hanya bekerja sebagai tukang sayur ketika dua dari ketiga anaknya libur sekolah, selebihnya Ibu DNH hanya mengurus kedua anaknya di kampung.
62
Responden lain yaitu Ibu SR berjualan selama 8 jam perhari. Ibu SR berjualan bersama suaminya Pak SNR (42 tahun) di perumahan Bukit Kencana, perumahan ini berjarak kira-kira satu kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele. Perumahan Bukit Kencana merupakan perumahan yang besar, sehingga Ibu SR bersama suaminya Pak SNR berkeliling cukup jauh untuk berdagang sayur di perumahan tersebut. Pada pembagian kerja produktif diperoleh kesimpulan bahwa responden suami lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau mencari nafkah. Rata-rata responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per hari untuk mencari nafkah, sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93 jam per hari untuk mencari nafkah. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain waktu belanja responden suami yang lebih lama karena mereka membawa gerobaknya sendiri ke Pasar Pondok Gede, sedangkan responden istri menggunakan angkutan umum untuk berbelanja. Faktor lain yang mempengaruhi curahan waktu produktif suami lebih lama dibandingkan istri adalah rute responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden istri serta pengaruh besarnya perumahan tempat berjualan pedagang sayur membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup lama. 7.2. Kegiatan Reproduktif Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh responden pedagang sayur keliling meliputi memasak, mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Beberapa rumahtangga masih ada kegiatan mengasuh anak, namun tidak seluruh responden keluarga membawa anak mereka saat pengambilan data dilakukan.
63
7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling Pada kerja reproduktif, hampir seluruh responden keluarga membebankan kepada responden istri. Tabel 16 menunjukkan pembagian kerja reproduktif tersebut. Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Aktivitas Reproduksi Memasak Mencuci Membersihkan Rumah
Responden Suami (%) 3,33 0 16,67
Responden Istri (%) 100 100 100
Responden suami dan respoden istri menyatakan bahwa mencuci adalah pekerjaan rumahtangga yang dominan dilakukan istri. Pada pekerjaan lain seperti membersihkan rumah diperoleh bahwa beberapa responden suami melakukan hal tersebut, pada data tercatat bahwa lima responden suami (16,67 persen) membersihkan rumah. Pekerjaan tersebut bagi suami sebenarnya bukan merupakan pekerjaan setiap hari yang dilakukan suami, melainkan pekerjaan yang dapat dipertukarkan dengan istri. Pekerjaan rumahtangga lain yaitu memasak hanya dilakukan oleh satu responden saja, responden tersebut adalah Pak STR (48 tahun) yang bekerja sebagai tukang ojek. Pak STR memasak pada pagi hari, namun hal ini juga tidak dilakukan setiap hari, seperti penuturannya sebagai berikut : “...habis Saya nganter ibu jualan Saya pulang, kalo lagi ngga males ya Saya masak untuk siang atau kalo lagi lapar ya saya makan pagi. Tapi kalo lagi males ya Saya beli makan di warung aja...”
64
Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa seluruh responden istri masih mendominasi pekerjaan rumahtangga. Tidak ada hal yang mempengaruhi kerjasama antara suami istri terutama dalam menangani masalah pekerjaan rumahtangga seperti asal daerah responden keluarga. Seluruh responden keluarga pada penelitian ini berasal dari daerah yang sama yaitu Pekalongan. 7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Reproduktif Berdasarkan peninjauan peneliti di lapangan juga diperoleh informasi bahwa waktu luang yang dimiliki para responden adalah dari sekitar pukul 16.30 WIB sore sampai 21.00 WIB. Pada rentang waktu empat setengah jam tersebut para responden menggunakan waktu antara lain untuk berkumpul bersama keluarga, berkumpul bersama teman, waktu santai dan mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Dari berbagai aktivitas yang dilakukan di waktu luang para responden, diperoleh data bahwa untuk melakukan aktivitas rumahtangga seperti mencuci, memasak, dan membersihkan rumah membutuhkan rata-rata curahan waktu responden istri adalah kurang lebih sebanyak satu setengah jam. Tiga aktivitas rumahtangga tersebut merupakan aktivitas yang lazim dilakukan tiap responden keluarga diantara berbagai aktivitas rumahtangga lainnya. Tabel 17 menunjukkan informasi rata-rata curahan waktu responden keluarga dalam melakukan aktivitas rumahtangga.
65
Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Aktivitas dalam Satu Hari Memasak Mencuci Membersihkan Rumah TOTAL
Responden suami Jam/hari Persen 0,016 16,67 0 0 0,08 83,33 0,096 100
Responden istri Jam/hari Persen 0,5 33,33 0,5 33,33 0,5 33,33 1,5 100
Pada pekerjaan rumahtangga responden suami hanya mengandalkan kehadiran istri. Satu dari tigapuluh respoden suami yang meluangkan waktu untuk memasak, waktu yang dicurahkan untuk memasak kurang lebih selama tigapuluh menit. Pada pekerjaan membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel, para responden mengaku menghabiskan waktu masing-masing pekerjaan selama limabelas menit sehingga jumlah waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan rumah adalah selama tigapuluh menit. Responden suami pada pekerjaan ini meluangkan waktu sekitar tigapuluh menit dan responden suami yang melakukan pekerjaan ini tercatat hanya lima responden. Responden
istri
tetap
bertanggungjawab
penuh
pada
pekerjaan
rumahtangga. Keterlibatan suami pada pekerjaan rumahtangga hanya sebagai pengganti jika istri tidak melakukan pekerjaan seperti membersihkan rumah. Pada data tercatat pekerjaan rumahtangga yang dapat dikerjakan suami adalah memasak dan membersihkan rumah. 7.3. Kegiatan Kemasyarakatan Kegiatan kemasyarakatan di Kampung Bojong Rawa Lele sebenarnya cukup banyak, namun kegiatan tersebut hanya diperuntukkan bagi warga asli
66
Kampung Bojong Rawa Lele saja. Kegiatan yang dilakukan di Kampung ini seperti layaknya daerah lain seperti Posyandu, Rapat RT, Pengajian, dan Arisan. Beberapa responden sendiri bercerita tentang perbedaan yang dirasakan bagi warga pendatang yang tinggal di daerah Kampung Bojong Rawa Lele. Para responden menjelaskan bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam kegiatan kemasayarakatan di wilayah tersebut, namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena mereka cenderung sulit membagi waktu antara kegiatan kemasyarakatan dengan waktu istirahat mereka. Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan antara lain hadir pada selamatan di lingkungan sekitar. Para responden menjelaskan bahwa kadang-kadang mereka sering diundang pada acara selamatan para tetangganya. Mereka juga mengaku bahwa mereka tidak pernah melakukan selamatan di lingkungan Kampung Bojong Rawa Lele, mereka melakukan selamatan di kampung mereka sendiri. Kegiatan kemasyarakatan lain yang dilakukan beberapa responden adalah melakukan pertemuan dengan pengurus dan anggota lain yang tergabung dalam Paguyuban Mitra Sejahtera. Paguyuban ini merupakan perkumpulan sejenis koperasi namun bukan badan yang sah secara hukum, hanya perkumpulan untuk saling membantu memperlancar modal dagang para anggota. Anggota paguyuban ini mayoritas adalah para pendatang yang berprofesi sebagai tukang sayur. Pertemuan para anggota dan pengurus sendiri dilakukan pada setiap bulan Agustus. 7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh seluruh responden adalah menghadiri selamatan. Tidak ada perbedaan peran dalam menghadiri selamatan
67
ini, suami dan istri menghadiri bersama-sama. Tabel 18 memperlihatkan pembagian kerja responden keluarga dalam kegiatan kemasyarakatan. Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Aktivitas Responden Suami (%) Responden Istri (%) Kemasyarakatan Menghadiri Selamatan 100 100 Perkumpulan Paguyuban 50 0 Pada kegiatan selamatan, responden suami dan istri sama-sama menghadiri selamatan. Pada kegiatan perkumpulan paguyuban, tercatat dari tigapuluh responden keluarga yang mengikuti Paguyuban Mitra Sejahtera yang menjadi anggotanya sebanyak duapuluh orang. Berdasarkan keterangan dari duapuluh orang tersebut yang sering mengikuti perkumpulan setahun sekali pada bulan Agustus tersebut hanya limabelas orang. Acara ini hanya dihadiri oleh para kepala keluarga. 7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Kemasyarakatan Mayoritas responden menyatakan tidak terlalu menghabiskan waktu dalam kegiatan kemasyarakatan, mereka lebih memilih berkumpul bersama keluarga di rumah kontrakan mereka sendiri. Pada responden istri dan suami menghadiri selamatan paling lama hanya satu jam. Responden suami yang melakukan perkumpulan paguyuban yang dihitung pada rata-rata tersebut adalah berjumlah limabelas orang, mereka melakukan perkumpulan rata-rata dua jam untuk membahas laporan kas terakhir tahun tersebut. Perkumpulan ini sendiri dilakukan satu tahun sekali pada bulan Agustus menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
68
Pembagian kerja keluarga pedagang sayur keliling terlihat cukup fleksibel atau dapat dialihkan tugasnya. Seperti contoh bagi para responden istri yang merupakan pedagang sayur musiman, saat istri berada di kampung untuk mengurus anak mereka suami yang tinggal di kota untuk bekerja melakukan segala
sesuatunya
sendiri.
Kegiatan produktif,
kemasyarakatan,
bahkan
reproduktif dilakukan suami sendiri sekalipun aktivitas tertentu seperti makan dapat dialihkan kepada orang lain (diluar peran suami dan istri) karena mereka tidak memasak sendiri. Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Bila sebelum istri datang ke kota, suami melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan, namun saat istri datang ke kota beberapa peran tersebut dapat dialihkan kepada istri. Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja dan si sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif. 7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi perempuan bekerja, diperoleh bahwa motivasi ekonomi mempengaruhi tingginya curahan waktu bekerja. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 19 di bawah ini. Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Motivasi Bekerja Curahan Waktu Bekerja Ekonomi Non-Ekonomi Tinggi 20 2 Rendah 8 0 Total Responden 28 2 69
Bagi perempuan yang memiliki motivasi ekonomi, kurangnya kebutuhan keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja. Saat istri bekerja, mereka hanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari hasil berjualan pada hari itu. Hal ini yang membuat mereka mencurahkan waktu dalam bekerja yang tinggi, yaitu 9,93 jam perhari. Bagi perempuan yang memiliki motivasi non-ekonomi, pendapatan suami yang telah mencukupi mereka tidak membuat curahan waktu bekerja mereka rendah. Tabel 19 memperlihatkan bahwa perempuan yang memiliki motivasi nonekonomi juga memiliki curahan waktu bekerja yang tinggi. 7.5. Ikhtisar Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Peran suami yang sebelumnya melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan dapat dialihkan beberapa perannya kepada istri. Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja dan di sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif. Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekitar 9,93 jam perhari.
70
Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami. Tabel 20 memperlihatkan total kegiatan yang dilakukan responden suami dan istri serta durasi dari kegiatan yang dilakukan setiap hari. Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Responden suami Responden istri Aktivitas Produktif Jam/hari Persen Jam/hari Persen Belanja 1,8 7,5 1,67 6,9 Membungkus Barang Dagangan 1,73 7,2 1,73 7,2 Berjualan 6,7 27,91 6,53 27,2 Aktivitas Reproduktif Memasak 0,016 0,06 0,5 2,08 Mencuci 0 0 0,5 2,08 Membersihkan Rumah 0,08 0,33 0,5 2,08 Aktivitas Pribadi Tidur (siang dan malam) 7 29,16 7 29,16 Waktu luang 5,184 21,6 4,08 17 Lain-lain (mandi, ibadah, dll) 1,49 6,19 1,49 6,19 TOTAL kegiatan perhari 24 100 24 100
Tabel 20 memperlihatkan aktivitas produktif dan reproduktif yang dilakukan sehari-hari oleh responden suami dan istri. Terlihat pada Tabel 18 bahwa rata-rata responden istri meluangkan 11,43 jam perhari untuk bekerja di
71
luar rumah dan di rumah, sedangkan responden suami hanya menghabiskan waktu 10,32 jam perhari untuk bekerja di rumah dan di luar rumah. Hal ini menjelaskan bahwa beban kerja istri sangat terlihat jelas dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Bekerjanya istri tidak bisa membuatnya melepaskan tanggung jawab terhadap aktivitas rumahtangga, sebaliknya bekerjanya istri yang semula ingin membantu perekonomian keluarga ternyata menjadi beban kerja untuk mereka sendiri. Motivasi ekonomi mempengaruhi curahan kerja bekerja perempuan. Kurangnya kebutuhan keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja keras untuk mendapat penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
72
BAB VIII POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA Bab ini mencoba melihat posisi perempuan sebagai pengambil keputusan dalam pekerjaan, rumahtangga, dan masyarakat. Pada proses pengambilan keputusan dalam keluarga, akan dilihat proses pengambilan keputusan sewaktu istri belum bekerja dan sewaktu istri bekerja. Hal ini dilakukan untuk menganalisis apakah terjadi proses perubahan distribusi kekuasaan antara suami dan istri saat istri belum bekerja atau sudah bekerja. 8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif responden keluarga perempuan pedagang sayur keliling mencakup : pengelolaan penghasilan keluarga, waktu bekerja, dan pembelian gerobak sayur. Tabel 21 menjelaskan jumlah pola pengambilan keputusan kegiatan produktif responden istri. Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Bidang Keputusan Pengelolaan penghasilan keluarga Waktu bekerja Pembelian gerobak sayur Keterangan : IS ID SI SD SS
Pola Pengambilan Keputusan Sesudah Istri Bekerja Sebelum Istri Bekerja (n=30) (n=30) IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS -
-
5
-
25
-
-
-
5
-
25 29
-
-
1
5 -
25
-
-
30 -
-
28
2
: Istri Sendiri : Istri Dominan : Suami Istri : Suami Dominan : Suami Sendiri
73
Keputusan istri untuk terlibat dalam kegiatan mencari nafkah dianggap penting karena keputusan tersebut akan mempengaruhi peran istri dalam melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka terlebih dahulu ditanyakan kepada responden istri atas inisiatif siapa mereka bekerja. Artinya, siapa yang menjadi penentu terakhir bahwa perempuan tersebut terlibat dalam bidang nafkah sekalipun mereka terpengaruh oleh keadaan atau orang-orang disekitar mereka. Data yang diperoleh adalah seluruh responden menyatakan bahwa inisiatif untuk bekerja berasal dari mereka sendiri sekalipun tercatat pada data suami, saudara dan teman mereka mempengaruhi mereka untuk bekerja secara tidak langsung. Pada Tabel 21 terlihat pemisahan pola pengambilan keputusan dalam keluarga berdasarkan waktu saat istri belum bekerja dan setelah bekerja. Pada data tercatat lima responden keluarga menyatakan bahwa setelah menikah mereka berdua datang merantau untuk mengadu nasib di Bekasi. Sehingga pada tabel tersebut kelima responden keluarga tersebut berada pada tabel bagian sebelum dan setelah istri bekerja. Duapuluh lima responden keluarga lain meyatakan bahwa suami lebih dulu merantau setelah menikah, beberapa tahun setelah anak mereka telah berusia sekolah maka istri mereka mulai bekerja bersama suaminya. Hal terpenting dalam keluarga jika suami dan istri sama-sama bekerja adalah pengelolaan penghasilan yang didapat oleh suami dan istri. Pada tabel 19 terdapat informasi bahwa sewaktu suami masih bekerja sendiri dan terpisah dari istrinya di kampung, 25 responden keluarga mengaku suami yang mengelola penghasilan yang didapat. Hanya lima responden keluarga yang menyatakan
74
bahwa suami dan istri mengelola penghasilan itu bersama-sama. Mereka adalah pasangan yang bekerja bersama setelah menikah, sehingga secara otomatis mereka dapat mengelola pendapatan bersama, tanpa ada pihak yang merasa lebih berhak mengelola keuangan karena ia telah bekerja. Setelah istri bekerja, ternyata posisi atau kedudukan istri yang sebelumnya hanya
menerima
pendapatan dari suami tanpa
mengetahui
bagaimana
pengelolaannya akhirnya dapat bekerjasama dengan suami untuk mengelola pendapatan mereka bersama. Duapuluh lima responden keluarga menyatakan bahwa mereka bekerjasama dalam mengelola pendapatan yang diperolehnya. Lima responden keluarga lainnya ternyata berbeda, suami lebih mempercayai pendapatan mereka dan pendapatan istri dikelola oleh istri mereka sendiri. Keputusan lain yang ada dalam kegiatan produktif adalah penentuan waktu berjualan. Sebelum istri bekerja, istri tidak bisa menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan suami untuk berjualan. Setelah istri bekerja barulah terjadi kesepakatan diantara mereka dalam hal waktu berjualan. Para responden menyatakan bahwa sebenarnya yang terpenting adalah bukan berapa lama waktu berjualan yang terpenting adalah mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya. Kesimpulannya, waktu berjualan hanya menunjukkan berdayanya para perempuan dalam memutuskan berbagai hal dalam pekerjaan mereka sendiri. Keputusan untuk membeli gerobak sayur adalah keputusan mayoritas yang dilakukan suami. Tercatat sebelum istri bekerja, 29 responden keluarga menyatakan bahwa suami yang memutuskan mereka membuat gerobak seperti apa. Hanya satu responden keluarga yang menyatakan bahwa istri dapat
75
mengemukakan pendapatnya dalam hal pembelian gerobak, responden keluarga tersebut adalah salah satu dari lima responden keluarga yang bersama-sama bekerja setelah menikah. Pada dasarnya, dalam pembelian gerobak memiliki cara tersendiri. Para pedagang sayur keliling membuat gerobaknya bukan dengan cara memesan, namun membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat gerobaknya sendiri. Dari bahan-bahan tersebut suatu keputusan menjadi penting. Keputusan tersebut adalah bahan apa yang digunakan, apakah kayu atau besi, berapa banyak bahan yang dibutuhkan dan model gerobak seperti apa yang diinginkan. Hal-hal tersebut yang menjadi pertimbangan pedagang sayur membuat gerobaknya karena menyangkut berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuatnya. Setelah semua bahan dibeli, barulah pedagang sayur menyerahkan kepada pembuat gerobak. Setelah istri bekerja, suami masih memegang kendali dalam hal pembuatan gerobak. Hanya dua responden istri yang dapat mengemukakan pendapat bagaimana gerobak yang diinginkannya, namun pengambil keputusa utama masih ada di tangan suami. Hal ini dilakukan karena suami lebih mengetahui bentuk gerobak yang sesuai dengan istrinya untuk berjualan. 8.2. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif responden keluarga perempuan pedagang sayur keliling mencakup : pembelian dan penentuan menu makanan sehari-hari, pembelian alat rumahhtangga, biaya pendidikan anak, perbaikan rumah, penentuan pendidikan anak, dan penentuan dalam hal waktu kembali ke kampung. Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat jumlah
76
pola pengambilan keputusan kegiatan reproduktif responden pedagang sayur keliling. Tabel 22. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Pola Pengambilan Keputusan Sebelum Istri Bekerja Sesudah Istri Bekerja (n=30) (n=30) IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS
Bidang Keputusan Pembelian dan Penentuan Menu Makanan Pembelian Alat Rumahtangga Biaya Pendidikan Anak Penyewaan Rumah Perbaikan Rumah Pendidikan Anak Mudik Keterangan : IS ID SI SD SS
3 1 -
2
-
19 8 - 10 - 17 7
-
25
21
9
-
-
-
1 14 4 13 -
1 6 26 30 23
9 -
20 3 7 -
1 18 9 29 30
-
2 2 23 -
7 12 7 1 -
: Istri Sendiri : Istri Dominan : Suami Istri : Suami Dominan : Suami Sendiri
Pada Tabel 22 terlihat terdapat keragaman dalam keputusan di bidang rumahtangga. Keputusan pertama yaitu pembelian dan penentuan menu makanan adalah menggambarkan keputusan yang diambil mengenai menu makanan apa yang akan dipilih sewaktu makan di rumah. Sebelum istri bekerja, duapuluh lima responden keluarga menyatakan itu adalah keputusan suami karena istri tidak berada bersama suami. Lima responden yang menyatakan bahwa istri dominan dan memutuskan sendiri menu makanan adalah para responden keluarga yang bekerja bersama setelah menikah. Setelah istri bekerja, istri memegang kendali dalam hal memasak dan menu makanan apa yang akan disediakan di rumah.
77
Hanya sembilan responden suami yang menyatakan bahwa mereka kadang meminta suatu menu untuk dimasakkan istrinya, selebihnya responden suami menyerahkan kepada istri masalah makanan yang akan dimasak. Pada pembelian alat rumahtangga tidak terjadi begitu perbedaan antara sebelum dan sesudah istri bekerja. Dalam hal ini, istri dominan untuk membeli alat-alat rumahtangga yang dibutuhkan rumahtangganya. Dalam hal penentuan pendidikan anak, sebelum istri bekerja suami cukup medominasi hal tersebut. Setelah istri bekerja, hal tersebut dapat dilakukan bersama antara suami dan istri, walaupun ada beberapa responden keluarga yang menyatakan hal tersebut masih didominasi suami. Dalam hal penentuan rumah sewaan dan perbaikan rumah suami masih mendominasi kedua keputusan tersebut. Para responden menyatakan bahwa sudah menjadi tanggung jawab suami untuk menentukan hal-hal yang menyangkut dengan tempat tinggal mereka. Penentuan pendidikan anak menjelaskan bahwa pendidikan seperti apa yang terbaik untuk anak mereka. Pada jenis keputusan ini terlihat kerjasama suami dan istri antara sebelum dan sesudah istri bekerja. Keputusan untuk pulang ke kampung halaman ternyata terjadi pergeseran antara sebelum dan sesudah istri bekerja. Sebelum istri bekerja, Suami memutuskan sendiri kapan ia akan pulang. Setelah istri bekerja, terlihat terjadi kesepakatan dalam memutuskan hal tersebut. 8.3. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan kemasyarakatan responden keluarga perempuan pedagang sayur keliling hanya mencakup menghadiri 78
selamatan. Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat jumlah pola pengambilan keputusan kegiatan kemasyarakatan responden pedagang sayur keliling. Tabel 23. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Bidang Keputusan Menghadiri Selamatan Keterangan : IS ID SI SD SS
Pola Pengambilan Keputusan Sebelum Istri Bekerja Sesudah Istri Bekerja (n=30) (n=30) IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS 5
25
30
: Istri Sendiri : Istri Dominan : Suami Istri : Suami Dominan : Suami Sendiri
Berdasarkan Tabel 23 tersebut dapat dijelaskan mengenai peran suami dan istri dalam kegiatan kemasyarakatan tidak terlalu berpengaruh. Hal yang terjadi di sini adalah pada waktu sebelum istri bekerja secara otomatis suami hanya sendiri di tempat perantauannya sehingga dalam menghadiri acara kemasyarakatan suami hanya datang sendiri. Sewaktu istri sudah bekerja suami dan istri dapat menghadiri acara kemasyarakatan bersama karena istri berada bersama suami. 8.4. Hubungan Curahan Waktu Bekerja Perempuan dengan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Hubungan antara curahan waktu dengan pengambilan keputusan dilihat saat istri sudah bekerja dapat dilihat pada Tabel 24.
79
Tabel 24. Hubungan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Setelah Istri Bekerja dengan Curahan Waktu Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 Pengambilan Keputusan Tinggi (34 - 55) Rendah (11 - 33) Total Responden
Curahan Waktu Bekerja Tinggi Rendah 7 0 15 8 22
8
Pada Tabel 24 terlihat bahwa responden istri yang memiliki curahan waktu bekerja tinggi, belum tentu memiliki pengambilan keputusan yang tinggi pula. Tercatat tujuh responden istri yang memiliki curahan waktu bekerja yang tinggi ternyata juga memiliki tingkat pengambilan keputusan yang tinggi, namun terdapat responden yang memiliki curahan waktu tinggi sebanyak duapuluh dua responden ternyata memiliki tingkat pengambilan keputusan yang rendah. Bagi responden yang memiliki curahan waktu bekerja rendah, terlihat bahwa seluruh responden tersebut memiliki tingkat pengambilan keputusan yang rendah. Berdasarkan data dari Tabel 24 tersebut dapat disimpulkan bahwa curahan waktu bekerja tidak berpengaruh kepada tingkat pengambilan keputusan istri dalam rumahtangganya. Penjelasan mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan melupakan rumahtangganya, karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga. 8.5. Ikhtisar Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat pengambilan keputusan sebelum istri sebelum bekerja cenderung rendah dalam
80
kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan pada semua kegiatan. Namun hal ini belum mengindikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh responden istri yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dari tigapuluh responden istri yang bekerja. Hubungan antara curahan waktu dengan pengambilan keputusan dilihat saat istri sudah bekerja adalah bahwa curahan waktu bekerja tidak berpengaruh kepada tingkat pengambilan keputusan istri dalam rumahtangganya. Penjelasan mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan melupakan rumahtangganya, karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga.
81
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur keliling di Kampung Bojong Rawa Lele adalah motivasi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari tujuan mereka untuk bekerja adalah untuk mendapatkan tambahan penghasilan bagi keluarga. Saat mereka bekerja jumlah teman yang diperoleh tidak mengindikasikan bahwa mereka bekerja untuk mendapatkan relasi atau teman yang banyak, selain itu mereka bekerja bukan untuk mengaktualisasikan diri mereka. Keterampilan dan kemampuan yang terbatas membuat mereka hanya bisa bekerja di sektor informal. Terdapat pengaruh pada kehadiran istri saat istri di kota untuk bekerja dan saat istri di kampung untuk mengurus anak. Pengaruh tersebut dapat terlihat dalam hal pembagian kerja dan pengambilan keputusan dalam keluarga. Pembagian kerja keluarga pedagang sayur keliling terlihat cukup fleksibel atau dapat
dialihkan tugasnya. Seperti contoh bagi para responden istri yang
merupakan pedagang sayur musiman, saat istri berada di kampung untuk mengurus anak mereka suami yang tinggal di kota untuk bekerja melakukan segala
sesuatunya
sendiri.
Kegiatan produktif,
kemasyarakatan,
bahkan
reproduktif dilakukan suami sendiri sekalipun aktivitas tertentu seperti makan dapat dialihkan kepada orang lain (diluar peran suami dan istri) karena mereka tidak memasak sendiri.
Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Peran suami yang sebelumnya melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif, 82
reproduktif, dan kemasyarakatan dapat dialihkan beberapa perannya kepada istri. Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja dan si sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif. Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekitar 9,93 jam perhari. Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami. Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat pengambilan keputusan sebelum istri sebelum bekerja cenderung rendah dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri
83
mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan pada semua kegiatan. Namun hal ini belum mengindikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh responden istri yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dari tigapuluh responden istri yang bekerja. Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara motivasi perempuan bekerja dengan curahan waktu bekerjanya.
Motivasi ekonomi ternyata
mempengaruhi curahan waktu bekerja mereka. Hal ini terjadi karena kebutuhan finansial yang secara umum belum mencukupi kebutuhan para responden. Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin. Hal lain yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ditemukan hubungan antara curahan waktu dengan tingkat pengambilan keputusan. Penjelasan mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan melupakan rumahtangganya, karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga. 9.2. Saran 1. Penelitian ini kurang melihat variasi pekerjaan suami, untuk penelitian selanjutnya diharapkan pekerjaan suami yang beragam diperhitungkan untuk jelas dalam melihat variasi pembagian kerja tiap rumahtangga.
84
2. Kegiatan kemasyarakatan pada penelitian ini masih kurang, karena keadaan masyarakat asli Kampung Bojong Rawa Lele yang kurang kooperatif terhadap para pendatang. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat beberapa kegiatan kemasyarakatan respondennya agar terlihat variasi pembagian kerja pada peran kemasyarakatan.
85
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, Yeni. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumahtangga Nelayan (Kasus Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Agnes. 2008. Hak Perempuan Pekerja Masih Sering Diabaikan. http://www.koalisi.org/detail.php?m=7&sm=14&id=919 (diakses tanggal 7 Mei 2009 jam 12:30 WIB). Boserup, Ester. 1984. Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi, penerjemah : Mien Joebhaar dan Sunarto. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Darahim, Andarus. 2003. Kendala Upaya Pemberdayaan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender. http://72.14.235.132/search?q=cache:y0vMzaf9qMcJ:www.menegpp.go.id/m enegpp.php%3Fcat%3Ddetail%26id%3Dkesetaraan%26dat%3D8+Konsep+ WID,+WAD,+dan+GAD&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&client=firefox-a (diakses tanggal 2 Februari 2009 jam 19.19 WIB). Dewi, Utari. 2008. Jalan Panjang Menuju Gender dan Pembangunan di Indonesia. http://72.14.235.132/search?q=cache:DLd_LcUQLowJ:utaridewi.wordpress.c om/2008/08/02/jalanpanjangmenujugenderdanpembangunandiindonesia/+Ko nsep+WID,+WAD,+dan+GAD&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&client=firefoa (diakses tanggal 2 Februari 2009 jam 19.19 WIB). Dixon, Ruth B. 1978. Rural Women at Work. United States of America : The Johns Hopkins University Press. Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : INSIST Press. Hariwijaya dan Triton P.B. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi. Yogyakarta : Tugu Publisher. Hastuti, Endang Lestari. 2008. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan Gender Di Indonesia. http://72.14.235.132/search?q=cache:fuftwSO1PmMJ:ejournal.unud.ac.id/abs trak/(8)%2520socaendanghambatan%2520sosbud(1).pdf+HAMBATAN+SO SIAL+BUDAYA+DALAM+PENGARUSUTAMAANGENDER+DI+INDO NESIA&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&client=firefox-a (diakses tanggal 3 Januari jam 13:32 WIB).
86
Kebayantini, Ni Luh Nyoman. 2008. Profil Pekerja Wanita Pada Pabrik Tempat Lilin di Tabanan. http://ejournal.unud.ac.id/index.php? movdule=detailpenelitian&idf=&idj=&idv=&idi=1&idr=624(diakses tanggal 1 Februari 2009, pukul 1:18 WIB). Meliala, Annekhe Dahnita Sembiring. 2006. Pembagian Kerja Gender dalam Rumahtangga Petani Pedagang Tanaman Hias (Kasus Sentra Bunga Dukuh Nglurah, Kecamatan Tawangmangu, Kelurahan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mudzhar, H. M. Atho, Sajida A. Alvi, dan Saparinah Sadli. 2001. Wanita di dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press. Mugniesyah, Siti Sugiah M. 2007. Ekologi Manusia, editor : Soeryo Adiwibowo. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia. Rahmawaty, Neni. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita terhadap Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Kasus Wanita Pekerja Industri Kecil Manisan Pala di Desa Dramaga, Bogor). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Safitri, Astri Sundari. 2006. Gender, Industri dan Pengaruhnya Terhadap Otonomi Wantia dalam Pendidikan Anak (Kasus Buruh Wanita pada Industri Garment, di Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sajogyo, Pudjiwati. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta : C.V. Rajawali. Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta : Yayasan Kalyanamitra. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka. Sudarta, Wayan. 2008. Peranan Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender.http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=14&idj=13 &idv=112&idi=105&idr=626. (diakses tanggal 24 April 2009, pukul 14:10 WIB).
87
Syakti, Fitria Sarah. 1997. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Terhadap Perannya pada Pengambilan Keputusan dalam Keluarga. Tidak Diterbitkan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widiarti, Asmanah dan Chiharu Hiyama. 2007. Prospek Pelibatan Perempuan dalam Rehabilitasi Hutan. Jakarta : SUBUR Printing.
88
LAMPIRAN Lampiran 1. Sketsa Letak Kampung Bojong Rawa Lele dan Beberapa Perumahan Tempat Pedagang Sayur Keliling Berjualan di Kelurahan Jatimakmur
Keterangan : 1. Kampung Bojong Rawa Lele 2. Pasar Tradisional Pondok Gede 3. Perumahan Roda Kencana 4. Perumahan Pondok Gede Housing 5. Perumahan DDN 6. Perumahan Jatimakmur Permai 7. Sahabat
9. Perumahan Rafflesia 10. Perumahan Sigma 11. Perumahan Duta Indah 12. Perumahan TMII 13. Perumahan Intan Lestari 14. Kantor Kelurahan Jatimakmur 15. Perumahan Wisma Ratu 16. POM Bensin 17. C-62
8. Perumahan Bukit Kencana 89
90