PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS DI SMA NEGERI 29 JAKARTA Yogi Ginanjar 1. Sekolah Menengah Atas Negeri 29, Jakarta. 2. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 29 Jakarta, di kelas X (sepuluh) pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. Kata kunci :hasil belajar fisika, Learning Cycle. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah aspek universal yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Tanpa ada pendidikan, kehidupan manusia tentu akan mengarah kepada kehidupan statis, tanpa ada kemajuan, bahkan bisa jadi akan mengalami kemunduran dan kepunahan. Karena itu menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dihadapi siswa di masa yang akan datang. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa. Hal ini nampak dari
rerata hasil belajar fisika siswa yang masih sangat rendah berdasarkan hasil pengamatan ulangan harian yang dilakukan oleh peneliti di salah satu sekolah menengah atas di Jakarta. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA yang diberikan pada siswa sekolah menengah, baik sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas. Mata pelajaran fisika menyajikan gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam ruang dan waktu. Mempelajari gejala alam merupakan suatu hal yang menarik bagi siswa. Namun, pada umumnya pelajaran fisika dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Selain itu proses pembelajaran di kelas masih berfokus pada guru yang mengakibatkan pembelajaran fisika kurang menarik bagi siswa. Belajar fisika selama ini masih kurang diminati oleh para siswa, bahkan belajar fisika seakan menakutkan bagi siswa. Hal ini terjadi karena pembelajaran
fisika selama ini hanya cenderung berupa kegiatan menghafal dan menerapkan rumus-rumus, yang seolah–olah tidak ada makna dan kaitannya dengan peningkatan kemampuan berpikir untuk memecahkan berbagai persoalan. Sehingga banyak di antara siswa yang mengeluhkan pembelajaran fisika tidak menarik dan kurang menyenangkan sehingga membosankan, hal ini bisa mengakibatkan motivasi belajar siswa menjadi rendah dan pada akhirnya berakibat pada rendahnya hasil belajar fisika siswa. Ini memberikan indikasi bahwa proses pembelajaran fisika belum dilaksanakan secara optimal. Selain kemampuan berpikir, hal lain yang merupakan faktor dari dalam diri siswa yang ikut mempengaruhi hasil belajar fisika siswa adalah motivasi belajar yang rendah, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, kemandirian, ketekunan dan kedisiplinan dalam belajar. Sedangkan faktor yang mempengaruhi hasil belajar fisika siswa yang berasal dari luar diri siswa antara lain, guru, teman sebaya, keluarga, masyarakat dan lingkungan belajar. Namun demikian, rendahnya hasil belajar fisika siswa tidak hanya bergantung pada faktor yang ada dalam diri siswa saja. Artinya ada faktor lain di luar diri siswa yang dapat menentukan dan mempengaruhi hasil belajar yang dikehendakinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tersebut adalah guru. Guru merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar. Oleh karena itu guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang akan diajarkan. Salah satu tugas pendidik atau guru adalah menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Suasana pembelajaran yang demikian akan berdampak positif dalam
pencapaian hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu guru sebaiknya memiliki kemampuan dalam memilih model pembelajaran yang tepat. Ketidaktepatan dalam memilih model pembelajaran akan menimbulkan kejenuhan bagi siswa dalam menerima materi yang disampaikan sehingga materi kurang dapat dipahami yang akan mengakibatkan siswa menjadi apatis dan tidak dapat berkembang. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar fisika siswa, perlu adanya upaya menumbuhkembangkan kecintaan peserta didik terhadap fisika melalui inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran agar lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang bervariasi dan mengoptimalkan penggunaan metode pengajaran yang relevan. Alternatif model pembelajaran yang efektif, menarik, dan dapat meningkatkan kualitas proses serta hasil belajar fisika siswa adalah dengan menggunakan model Siklus Belajar (Learning Cycle). Melalui model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) siswa dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga selain siswa dapat mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, motivasi belajar siswa pun juga akan meningkat. Atas dasar pemikiran tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang menyebabkan pelajaran fisika dirasakan sulit oleh sebagian siswa? 2. Apakah yang menyebabkan rendahnya hasil belajar fisika siswa? 3. Apakah rendahnya motivasi belajar siswa akan berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa? 4. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dapat mempengaruhi hasil belajar fisika siswa? 5. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar fisika antara siswa yang diberikan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan siswa yang tidak diberikan model pembelajaran siklus belajar/ diberikan model pembelajaran konvensional?
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
2. KAJIAN TEORI 2.1. Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Slameto berpendapat bahwa “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Herman Hudojo dalam buku Asep Jihad dan Abdul Haris “belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang.” Pengetahun keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang
2.3. Hakikat Model Pembelajaran Joyce dalam buku Trianto menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya bukubuku, film, komputer, kurikulum dan lainlain. Adapun Soekamto dan kawan-kawan dalam Nurulwati, seperti dikutip dalam buku Trianto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “ Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
2.2. Hakikat Pembelajaran Jika belajar bersifat internal, maka pembelajaran bersifat eksternal, karena adanya penataan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Pembelajaran menurut Corey seperti dikutip dalam buku Syaiful Sagala adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.
2.4. Teori Model Pembelajaran Learning Cycle (Siklus Belajar) Dalam bahasa Indonesia Learning Cycle disebut sebagai siklus belajar. Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Dengan kata lain pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Model Learning Cycle yang dikembangkan oleh Robert Karplus yang semula tiga tahap, saat ini telah dikembangkan menjadi 5 tahap seperti yang dikemukakan oleh Anthony W. Lorsbach dari Illinois State University. Dalam artikelnya yang berjudul The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, Anthony W. Lorsbach mengemukakan bahwa “model Learning Cycle terbagi ke dalam lima tahap, yaitu tahap engage (mengajak), explore (menggali), explain (menjelaskan), elaborate (elaborasi) dan evaluate (menilai). Tahap-tahap tersebur sering disebut dengan 5E. 2.5. Hakikat Hasil Belajar Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Di samping tinjauan dari segi proses, keberhasilan dalam belajar dapat dilihat dari segi hasil. Proses belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan bagian dari pengalaman yang melekat pada siswa dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap yang tidak dapat diamati secar fisik, tetapi dapat diukur. Hasil belajar juga dapat diartikan
sebagai penguasaan terhadap materi pelajaran tertentu yang diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor. 2.6. Hakikat Fisika Fisika merupakan salah satu cabang ilmu alam atau sains yang mempelajari gejala-gejala alam. Menurut Paul A. Tipler, fisika sebagai sains atau ilmu pengetahuan paling fundamental karena merupakan dasar dari semua bidang sains yang lain. Fisika sebagai dasar sains merupakan ilmu pengetahuan alam yang menjadi tulang punggung berbagai ilmu terapan seperti agroindustri dan teknologi. Tanpa penguasaan fisika yang memadai, sumber daya manusia suatu bangsa akan kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
2.7. Teori Pembelajaran Fisika Listrik Dinamis Listrik merupakan salah satu bentuk dasar energi yang berhubungan dengan muatan listrik, yaitu sifat suatu partikel dasar seperti elektron dan proton. Muatanmuatan listrik dapat berupa muatan yang diam atau muatan yang bergerak. Kajian tentang listrik yang berhubungan dengan muatan-muatan listrik yang diam disebut listrik statis, sedangkan kajian tentang listrik yang berhubungan dengan muatanmuatan listrik yang bergerak disebut listrik dinamis. 2.7.1. Arus dan Gerak Muatan
Arus listrik didefinisikan sebagai laju aliran muatan listrik yang melalui suatu luasan penampang lintang. Gambar 1 memperlihatkan segmen kawat pembawa arus di mana pembawa-pembawa bergerak dengan kecepatan rata-rata kecil. Jika ∆Q adalah muatan yang mengalir melalui penampang lintang A dalam Gambar 1 Segmen dari sebuah kawat penghantar arus
waktu ∆t, arus adalah I=
∆ொ
∆௧
…(1)
Satuan SI untuk arus adalah ampere (A). 2.7.2. Amperemeter, Ohmmeter
Voltmeter,
dan
Kini kita mengalihkan perhatian kepada pengukuran besaran-besaran listrik dalam rangkaian DC. Alat-alat yang mengukur arus, beda potensial dan resistansi disebut amperemeter, voltmeter, dan ohmmeter. Umumnya, ketiga alat ini sudah menyatu dalam sebuah “multimeter” yang dapat dipilih kegunaannya dari satu ke lainnya. Anda bisa menggunakan voltmeter untuk mengukur tegangan terminal baterai mobil Anda dan ohmmeter untuk mengukur resistansi antara dua titik dalam peralatan listrik di rumah (seperti pemanggang roti) dimana Anda menduga terjadi hubungan singkat atau kabel putus. Oleh karena itu, pengetahuan tentang operasi dasar peralatan ini bisa berguna. 2.7.3. Resistansi dan Hukum Ohm
Arus didalam konduktor dihasilkan oleh medan listrik didalam konduktor ketika mendesakkan gaya pada muatanmuatan bebas. Karena medan E searah dengan gaya pada muatan positif, dan karena arah arus merupakan arah aliran muatan positif, maka arah arus searah dengan medan listrik. Gambar 2 memperlihatkan suatu segmen kawan dengan panjang ∆L dan penampang Gambar 2 lintang A yang Suatu segmen kawat yang membawa arus I. membawa arus I. Karena arah medan listrik dari daerah potensial lebih tinggi ke daerah potensial lebih rendah, potensial pada titik a lebih besar dari pada titik b. Asumsikan bahwa ∆L cukup kecil sehingga kita bisa
menganggap medan listrik yang melintasi segmen adalah konstan, beda potensial V antara titik a dan b adalah V = Va – Vb = E ∆L …(2) Untuk kebanyakan material, Arus dalam suatu segmen kawat sebanding dengan beda potensial yang melintasi segmen. Hasil eksperimental ini dikenal sebagai hukum Ohm. Konstanta kesebandingannya ditulis 1/R, dimana R disebut resistansi : ଵ
atau
…(4)
I = ቀ ቁV ோ
R=
ூ
…(3)
Resistansi suatu material bergantung pada panjang, luas penampang lintang, tipe material, dan temperatur. Gambar 3 menunjukkan beda potensial V terhadap arus Gambar 3 I untuk material Ohmik Plot V terhadap I untuk material ohmik dan nonohmik dan non Ohmik. Untuk material Ohmik (kurva bawah), hubungannya linier, sehingga R = V/I tidak bergantung pada I ; tapi untuk material non Ohmik (kurva atas) hubungannya tidak linier, dan R = V/I bergantung pada I. Hukum Ohm bukan hukum fundamental alam seperti hukum Newton atau hukum Thermodinamika tapi merupakan deskripsi empirik dari sifat yang dimiliki banyak material. Resistansi kawat penghantar diketahui sebanding dengan pajang kawat dan berbanding terbalik dengan luas penampang lintang : R=ρ
dimana konstanta kesebandingan ρ disebut resistivitas material penghantar. Satuan resistivitas adalah Ohm meter (Ω.m). 2.7.4. Kombinasi Resistor
1). Resistor seri Dua atau lebih resistor yang dihubungkan sedemikian rupa sehingga muatan yang sama harus mengalir melalui
keduanya dikatakan bahwa resistor itu terhubungkan secara seri. Resistor R1 dan R2 pada gambar 4a merupakan contoh resistor yang dihubungkan seri. Kita sering menyederhanakan analisa rangkaian dari resistor yang tersusun secara seri dengan menggantikan resistor tersebut dengan resistor tunggal ekivalen Req yang memberikan tegangan jauh V yang sama ketika membawa arus I yang sama (lihat gambar 4b).
Jadi, resistansi ekivalen untuk resistor yang tersusun seri adalah penjumlahan resistansi awal. Ketika terdapat lebih dari dua resistor yang disusun secara seri, resistansi ekivalennya adalah Req = R1 + R2 + R3 + … …(5) 2). Resistor paralel Dua resistor yang dihubungakan seperti pada gambar 5a sedemikian rupa sehingga memiliki beda potensial yang sama antara keduanya yang dikatakan bahwa mereka dihubungkan secara paralel. Catat bahwa resistor-resistor dihubungkan pada kedua ujungnya dengan sebuah kawat.
Resistansi ekivalen untuk dua resistor paralel dengan demikian dapat ditulis menjadi ଵ
ோ
=
ଵ
ோభ
+
ଵ
ோమ
…(6)
2.7.5. Hukum Kirchhoff Ada dua hukum yang berlaku bagi rangkaian yang memiliki arus tetap (tunak), kedua hukum ini dinamakan hukum Kirchhoff, yaitu : 1. Pada setiap titik percabangan jumlah arus yang masuk melalui titik tersebut sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik tersebut. 2. Pada setiap rangkaian tertutup, jumlah aljabar dari beda potensial harus sama dengan nol. Hukum pertama Kirchhoff, dikenal dengan hukum percabangan, karena hukum ini memenuhi kekekalan muatan. Hukum ini diperlukan untuk rangkaian multisimpal yang mengandung titik-titik percabangan ketika arus mulai terbagi. Pada keadaan tunak, tidak ada akumulasi muatan listrik pada setiap titik dalam rangkaian, dengan demikian jumlah muatan yang masuk di dalam setiap titik akan meninggalkan titik tersebut dengan jumlah yang sama. I1 = I2 + I3 …(7) Hukum kedua Kirchhoff juga bisa disebut hukum simpal, karena pada kenyataannya beda potensial di antara dua titik dalam satu rangkaian pada keadaan tunak selalu konstan. Pada keadaan tunak, medan listrik pada setiap titik (di luar sumber ggl) dalam rangkaian terjadi karena menumpuknya muatan pada permukaan baterai, resistor, kawat maupun elemen lain pada rangkaian tersebut. Karena medan listrik merupakan medan konservatif, dengan demikian fungsi potensialnya akan berlaku di setiap titik pada ruang. Saat kita bergerak melintasi suatu simpal rangkaian, beda potensial dapat berkurang atau bertambah jika kita melewati resistor atau baterai, namun jika simpal tersebut telah
dilewati sepenuhnya dan kita sampai kembali ke titik ‘awal’ lintasan, perubahan potensialnya akan sama dengan nol. Σ ߝ+ Σ = ܴܫ0 …(8)
3. Kerangka Berfikir Dalam proses belajar mengajar penggunaan model pembelajaran bagi seorang pengajar dirasa sangat penting dan akan sangat bermanfaat. Karena menggunakan berbagai model diharapkan dapat menemukan salah satu model yang cocok dan tepat digunakan dalam proses pembelajaran dengan tidak membuat para peserta didik merasa bosan dan jenuh dengan model-model pembelajaran konvensional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Salah satu model pembelajaran yang mungkin dapat diterapkan pada proses pembelajaran saat ini ialah model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) yang berlandaskan pada teori konstruktivisme. Dalam pandangan konstruktivisme, peserta belajar sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Peserta belajar membawa pengertian yang lama dalam situasi belajar yang baru. Peserta belajar sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajari dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahui serta menyelesaikan ketidaksesuaian antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru. Model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran agar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran. Dengan
kata lain pembelajaran dengan menggunakan model siklus belajar (Learning Cycle) berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Untuk itu peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. Jadi, dalam penelitian ini penulis melakukan eksperimen tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) untuk melihat hasil keefektifan penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat menunjukan bahwa untuk belajar fisika pada pokok bahasan listrik dinamis dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) siswa mampu menyelesaikan permasalahan dan memahami konsep-konsep fisika yang didapatinya dalam proses pembelajaran didalam kelas maupun di luar kelas. Gambaran (secara teoritis ) ini menyajikan suatu pandangan instruktif tentang apa yang ditumbuhkan secara terpisah oleh masing-masing dimensi ini terhadap karakterisitik siswa, sekaligus mempunyai persepsi terhadap pentingnya belajar dengan keberadaan guru pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Oleh karena itu, peran serta dan kekreatifan guru dalam proses belajar-mengajar di sekolah sangat penting dan menjadi faktor yang sangat signifikan atas keberhasilan belajar peserta didik. 4. HIPOTESIS 4.1. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa: “ Terdapat pengaruh model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa.”
Adapun hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: (H0) : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. (H1) : Terdapat pengaruh model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. 5. METODOLOGI PENELITIAN 5.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 29 Jakarta Jl. Kramat No.6 Kebayoran Lama Utara Jakarta Selatan. Di mulai pada bulan maret sampai dengan April pada peserta didik kelas X semester genap tahun ajaran 2011/2012. 5.2. Teknik Pengambilan Sample Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah teknik simple random sampling dengan: 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini populasi targetnya adalah siswa kelas X SMAN 29 Jakarta yang terdaftar pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 sebanyak 6 kelas. Kemudian ditetapkan kelas X-4 dan X-5 sebagai populasi terjangkau. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak dua kelas yang berasal dari populasi terjangkau yang mana kedua kelas tersebut mempunyai kondisi awal yang relarif sama dan homogen. Dari dua kelas tersebut kemudian ditentukan secara acak untuk menentukan kelas mana yang akan menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol.
5.3. Pengukuran 5.3.1. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas digunakan rumus korelasi Point Biserial, yaitu teknik yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara dua variabel, yang satu berbentuk variabel kontinu, sedang yang lain variabel diskrit murni. Misalnya skor hasil tes dengan benar atau salahnya responden menjawab butirbutir soal tes. Adapun rumus korelasi point biserial adalah sebagai berikut. Mp Mt p rpbi = St q Keterangan : ݎpbis : koefisien korelasi biserial Mp : rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt : rerata dari skor total. St : standar deviasi dari skor total. p : proporsi siswa yang menjawab ௬ ௪ benar ቀ = ௬௬௨௦௦௪ ቁ ௦௨௨ ௦௦௪ q : proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 - p) 5.3.2. Reliabilitas Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabiltas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Uji Reliabiltas instrumen seluruh tes digunakan rumus Kurder Richardson (KR20), yaitu :
k Vt pq r11 Vt k 1 Keterangan: r11 : realibilitas instrumen k : banyaknya butir pertanyaan Vt : varians total P : proporsi subjek yang mendapat skor 1 q : proporsi subjek yang mendapat skor 0 ∑pq : jumlah dari hasil perkalian antara p dan q
5.3.2. Taraf Kesukaran Soal Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal dapat digunakan rumus. ܤ ܲ= ܵܬ Dimana: P = Indeks kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes 5.3.4. Daya Pembeda Soal Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemapuan rendah. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada siswa yang mampu hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi dan bila diberikan kepada siswa yang lemah hasilnya rendah. Daya pembeda suatu soal test dapat dihitung dengan menggunakan rumus: ܤ ܤ = ܲܦ − = ܲ − ܲ ܬ ܬ BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok Bawah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar DP = Daya Pembeda 5.4. Teknik Analisis Data 5.4.1. Uji Prasyarat Analisis 5.4.1.1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Lilliefors pada taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis statistik uji normalitas ini adalah : H0 = Data berdistribusi normal H1 = Data tidak berdistribusi normal Untuk pengujian tersebut dilakukan dengan prosedur – prosedur sebagai berikut : 1) Pengamatan X1, X2, . . . , Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, . . . , Zn dengan mengunakan rumus :
=ݖ
ܺ − ܺത ܵ
Keterangan: Xi : data tunggal ܺത : rata-rata data tunggal S : simpangan baku sampel 2) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z≤Zi). 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, . . . , Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), ௬௬ ௭భ,௭మ,…,௭ ௬ஸ௭ maka ܵ(ݖ) = ி
atau ܵ(ݖ) = 4) Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga – harga mutlak selisih tersebut. Harga mutlak inilah yang disebut Lhitung yang kemudian dibandingkan dengan Ltabel. Tolak H0 apabila Lhitung > Ltabel artinya data tidak berdistribusi normal. Sebaliknya
terima H0 apabila Lhitung < Ltabel artinya data berdistribusi normal.
5.4.1.2. Uji Homogenitas Apabila setelah uji normalitas memberikan indikasi data hasil penelitian berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas dari sampel penelitian ini. Teknik yang digunakan adalah uji Fisher. Perhitungan Uji Homogenitas menggunakan rumus: S2 F 12 S2 Keterangan: S12 = Variansi terbesar dari kedua kelompok data S22 = Variansi terkecil dari kedua kelompok data 5.4.2. Pengujian Hipotesis Setiap hipotesis memiliki dua kemungkinan, oleh karena itu diperlukan adanya penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak. Langkah maupun prosedurnya dinamakan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan regresi linier sederhana. Sebelum menguji hipotesis, maka ditentukan terlebih dahulu persamaan regresi liniernya. Adapun persamaan regresi liniernya adalah: y = a + bx Dimana: ∑ ݔଶ ∑ ݕ− ∑ ݕݔ ∑ݔ ܽ= ݊ ∑ ݔଶ − (∑ )ݔଶ ݊ ∑ ݕݔ− ∑ ݕ ∑ݔ ܾ= ݊ ∑ ݔଶ − (∑ )ݔଶ Setelah mendapatkan nilai dari persamaan regresi linier tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Untuk itu hipotesis statistik yang diajukan adalah: H0 : β = 0 H1 : β > 0
Untuk menguji hipotesis, statistik yang digunakan adalah:
t=
ିఉబ
ఋ/ඥఋೣೣ
6. Hasil Penelitian 6.1. Analisis Instrumen Penelitian 6.1.1. Analisis Validitas Instrumen Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu instrumen diuji validitasnya untuk mengetahui berapa jumlah nilai instrumen yang dianggap valid. Dari 40 soal yang diujikan, terdapat 10 soal yang tidak valid dan 30 soal yang valid. 6.1.2. Analisis Reliabilitas Instrumen Setelah mendapatkan instrumen yang valid selanjutnya menghitung reliabilitas dari instrumen yang valid tersebut. Dari perhitungan reliabilitas, didapat rhitung = 0,836 > 0,349 = rtabel, maka instrumen tesebut dinyatakan reliabel. 6.1.3. Analisis Taraf Kesukaran Dari 30 butir soal yang valid, kemudian dihitung taraf kesukarannya untuk setiap butir soal dan selanjutnya dibandingkan dengan kriteria indeks kesukaran untuk mengetahui apakah soal yang diuji termasuk kedalam soal kategori sukar, sedang, atau mudah. Dari hasil perhitungan diperoleh soal kategori sukar sebanyak 7 soal, kategori sedang 14 soal dan kategori mudah sebanyak 9 soal. 6.1.4. Analisis Daya Pembeda Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau rendah prestasinya. Dari hasil perhitungan uji daya pembeda butir soal yang selanjutnya dianalisis kedalam klasifikasi daya pembeda butir soal, maka didapat untuk klasifikasi soal
jelek sebanyak 6 soal, cukup 18 soal, dan baik 6 soal. 6.2. Pengujian Prasyarat Analisis 6.2.1. Uji Normalitas a. Kelas Eksperimen Dari hasil perhitungan diperoleh Harga Lhitung = 0,115 < 0,162 = Ltabel dengan n = 30 dan taraf signifikansi α = 0,05. Karena Lhitung < Ltabel atau 0,115 < 0,162, maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen berdistribusi normal. b. Kelas Kontrol Dari hasil perhitungan diperoleh Harga Lhitung = 0,122 < 0,162 = Ltabel dengan n = 30 dan taraf signifikansi α = 0,05. Karena Lhitung < Ltabel atau 0,122 < 0,162 maka dapat disimpulkan bahwa kelas kontrol berdistribusi normal. 6.2.2. Uji Homogenitas Uji homogenitas kedua kelas dilakukan dengan uji Fisher. Dari hasil perhitungan kelas eksperimen diperoleh harga Fhitung = 1,457. Berdasarkan tabel nilai persentil untuk distribusi F, dk pembilang = 4 dan dk penyebut = 24 dan taraf signifikansi α = 0,05 maka didapat Ftabel = 2,780. Karena Fhitung = 1,457 < 2,780 = Ftabel, maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel pada kelas eksperimen mempunyai kondisi yang homogen. Sedangkan dari hasil perhitungan kelas kontrol diperoleh harga Fhitung = 1,591. Berdasarkan tabel nilai persentil untuk distribusi F, dk pembilang = 9 dan dk penyebut = 19 dan taraf signifikansi α = 0,05 maka didapat Ftabel = 2,430. Karena Fhitung = 1,591 < 2,430 = Ftabel, maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel pada kelas kontrol juga mempunyai kondisi yang homogen.
6.3. Pengujian Hipotesis Dari hasil pengujian persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas diketahui bahwa kedua kelas berada pada kondisi normal dan homogen, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis penelitian dengan uji t. Pada pengujian hipotesis digunakan rumus uji-t regresi linier sederhana. Dari hasil pengujian diperoleh harga thitung = 2,087, sedangkan pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = 29 diperoleh harga ttabel = 1,700. Karena thitung = 2,087 > 1,700 = ttabel berarti hipotesis penelitian (H0) ditolak dan hipotesis (H1) diterima. Dengan demikian menyatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) terhadap hasil belajar fisika siswa. 7. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 7.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil belajar fisika siswa kelas X-4 SMA Negeri 29 Jakarta sebagai kelas eksperimen pada pembelajaran fisika pokok bahasan listrik dinamis memiliki rata-rata nilai tengah (post test dikurangi pre test) sebesar 49,000. Sedangkan kriteria ketuntasan hasil belajarnya sebesar 83,3 %. 2. Hasil belajar fisika siswa kelas X-5 SMA Negeri 29 Jakarta sebagai kelas kontrol pada pembelajaran fisika pokok bahasan listrik dinamis memiliki ratarata nilai tengah (post test dikurangi pre test) sebesar 43,933. Sedangkan kriteria ketuntasan hasil belajarnya sebesar 67,7 %. 3. Terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa antara yang diberikan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) dengan yang tidak diberikan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle)/diberikan model
pembelajarn konvensional. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. 4. Penggunaan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar fisika siswa terutama pada pokok bahasan listrik dinamis. Hal ini terlihat berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dengan diperoleh thitung = 2,087 > 1,700 = ttabel. 7.2. IMPLIKASI Dari hasil kesimpulan pada penelitian ini, model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) memberikan manfaat bagi peningkatan hasil belajar fisika siswa, khususnya pada siswa di SMA Negeri 29 Jakarta. Oleh karena itu penggunaan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) dapat diterapkan pada saat proses pembelajaran dikelas. Akan tetapi, tentu saja dalam penerapannya harus dengan mempertimbangkan faktor kesesuaian dan ketepatan antara teknik pelaksanaan, materi dan kondisi siswa. Selain itu, faktor kemampuan guru memotivasi siswa, menguasai materi, mengelola kelas serta memahami tahapan demi tahapan atau langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam menerapkan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) juga sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dan memahami konsep. Sehingga proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA [1]
Budi Prasodjo. 2006. Teori dan Aplikasi Fisika SMP Kelas VIII. Bogor: Yudhistira.
[2]
Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
[3]
Herbert Druxes, dkk. Kopendium Didaktik Bandung: Remadja Karya.
1986. Fisika.
[4] http://repository.upi.edu/operator/u pload/s_d025_060076_chapter2.pdf. (di unduh tanggal 21 November 2011 jam 18.40). [5] http://www.mansaba.sch.id/web_sa ba/artikel-guru/195-hakikat-pelajaran fisika.html. (di unduh tanggal 9 Januari 2012 jam 20.15). [6]
Jihad, Asep. Haris, Abdul. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
[7]
Ketut Budayasa. Catatan Statistik. Palu, Sulawesi tengah.
[8]
Marthen Kanginan. 2006. Fisika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
[9]
M.Subana dan Sudrajat. 2005. Dasardasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.
[10] Nana Sudjana. 2009. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[11] Paul A. Tipler. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. [12]
. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
[13] Slameto. 2003. Belajar dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. [14] Sudjana. 1996. Metode Bandung: Tarsito.
Statistik.
[15] Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. [16] . 2012. Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta.
untuk
[18]
[19] Sunardi. Indra Irawan, Etsa. 2007. Fisika Bilingual. Bandung: Yrama Widya. [20] Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. [21] Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. [22] Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. [23]
[17] Suharsimi Arikunto. 2006. Dasardasar Evalusi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.