Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
PENGARUH METODE DAN UKURAN SAMPEL TERHADAP VARIANSI SKOR HASIL PENYETARAAN Tri Rijanto Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi perbedaan variansi skor hasil penyetaraan (equating) metode linear dan metode ekipersentil untuk ukuran sampel 200, 400, dan 800 pada Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Metode yang digunakan adalah simulasi dengan variabel metode penyetaraan dan banyaknya responden. Data penelitian berupa respons peserta UASBN SD/MI tahun pelajaran 2008/2009 mata pelajaran IPA di Jakarta Timur, yang ditentukan menggunakan teknik penarikan sampel acak dengan pengembalian. Hipotesis diuji menggunakan uji kesamaan variansi. Hasil penelitian dengan α = 0,05 menunjukkan: (1) variansi skor penyetaraan metode ekipersentil (σ2ekp200) tidak berbeda dengan variansi skor penyetaraan metode linear (σ2lin200) untuk ukuran sampel 200, (2) variansi skor penyetaraan metode ekipersentil (σ2ekp400) tidak berbeda dengan variansi skor penyetaraan metode linear (σ2lin400) untuk ukuran sampel 400, dan (3) variansi skor penyetaraan metode ekipersentil (σ2ekp800) berbeda dengan variansi skor penyetaraan metode linear (σ2lin800) untuk ukuran sampel 800. Kata kunci: variansi skor, equating, metode ekipersentil, metode linear
Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 365
Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
THE IMPACT OF METHODS AND SAMPLE SIZE TO THE SCORE VARIANCE OF EQUATING RESULT Tri Rijanto Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya
[email protected] Abstract This study was aimed to obtain information on the difference of score variance as a result of equating linear method and equipercentile method for the sample size of 200, 400, and 800 in the Final Examinition of National Standardized Schools. The method used was a simulation of variables equating method and the number of respondents. The population are examinees from the 2008/2009 elementary school final examination for science class in East Jakarta. Random sampling with replacement technique was used. The hypotheses were tested using similarity variance. The results with α = 0,05 showed that: (1) the equated score variance from equipercentile method (σ2ekp200) was not different from the equated score variance from linear method (σ2lin200) for the sample size of 200, (2) the equated score variance from equipercentile method (σ2ekp400) was not different from the equated score variance from linear method (σ2lin400) for the sample size of 400, and (3) the equated score variance from equipercentile method (σ2ekp800) was different from the equated score variance from linear method (σ2lin800) for the sample size of 800. Keywords: score variance, equating, equipercentile method, linear method
366 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Pendahuluan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 63 Ayat (1) menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional (UN). Ujian nasional untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/sekolah dasar luar biasa (SD/MI/SDLB) dilakukan pertama kali pada 2008. Ujian tersebut bernama Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 39 tahun 2007. Ujian ini bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) serta mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu (Depdiknas, 2007:6). Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional SD/MI/SDLB dilaksanakan secara terintegrasi dengan ujian sekolah/madrasah. Artinya setiap paket soal UASBN terdiri dari 25% soal yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan berlaku secara nasional, serta 75% soal yang ditetapkan oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan oleh BSNP. Dengan kata lain dalam paket soal terdiri dari 25% butir anchor items dan sisanya butir soal yang dibuat oleh masing-masing provinsi. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk ujian nasional (UN) menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun (Depdiknas, 2007:9). Keterbandingan skor antarsekolah, kabupaten/kota, provinsi, dan antartahun dapat diperoleh Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 367 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
jika semua peserta tes mengerjakan soal-soal (paket tes) yang sama. Perbedaan skor antarmereka menunjukkan perbedaan tingkat kemampuannya. Dalam praktiknya, pengadministrasian soal-soal sama antartahun, merugikan peserta tes yang mengerjakan pada tahun-tahun pertama dan menguntungkan mereka yang ikut tes pada tahun-tahun terakhir. Juga, pengadministrasian soal-soal yang sama di setiap sekolah sangat beresiko terhadap kebocoran. Sebagai jalan keluar agar keadilan (fairness) dan kerahasiaan (test security) soal-soal ujian terjaga mengharuskan pengadministrasian paketpaket tes berbeda antartahun, daerah, dan tempat tes. Tetapi masalah lain muncul, dengan mengadministrasian paket-paket yang berbeda, perbedaan skor antarpeserta tes tidak dapat langsung disimpulkan adanya perbedaan kemampuan antarmereka, karena tingkat kesukaran paket yang digunakan mempengaruhi perbedaan tersebut. Untuk menanggulangi ketidakadilan tersebut dilakukan penyamaan atau penyetaraan matriks skor (equating). Penyetaraan matriks skor merupakan cara untuk memperoleh suatu konversi nilai dari skor mentah suatu paket, ke skor mentah paket yang lain. Jadi, melalui penyetaraan matriks skor dimungkinkan siswa menjawab benar 32 soal di Paket A, misalnya, mendapat nilai sama dengan siswa menjawab benar 30 soal di Paket B, karena Paket B lebih sukar dua soal dari Paket A. Akibat lebih serius dengan tidak adanya penyetaraan (equating) adalah ketidakadilan pada kelulusan. Batas lulus 5,5 misalnya, pada paket-paket sukar akan merugikan siswa-siswa yang mengerjakannya dan akan menguntungkan mereka yang mendapatkan paket-paket mudah. Oleh karena itu kemungkinan besar ada siswa yang seharusnya lulus tetapi karena mendapatkan paket sukar menjadi tidak lulus. Dengan demikian masalah penyetaraan menjadi penting untuk dikaji melalui penelitian yang komprehensif. Untuk dapat membandingkan atau menyetarakan skor ujian nasional diperlukan desain penyetaraan yang tepat. Hal ini sejalan dengan pendapat Marco, et al., (1983:148) bahwa karena penyetaraan merupakan prosedur empirik, maka dibutuhkan desain untuk mengumpulkan data dan suatu aturan untuk mentransformasikan skor dari suatu tes pada skor tes yang 368 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
lain. Menurut Hambleton dan Swaminathan (1985:198) ada tiga desain dasar penyetaraan, yaitu metode kelompok tunggal (single group method), metode kelompok ekivalen (equivalent group method), dan metode tes jangkar (anchor test design). Terdapat dua cara penyamaan skor pada teori klasik yaitu penyamaan metode linear dan metode ekipersentil. Menurut Hambleton, Swaminathan, dan Rogers (1991:124) asumsi penyetaraan metode linear adalah kedua skor tes distribusinya berbeda, distribusi tersebut terkait dengan rerata dan simpangan bakunya. Dengan demikian pada metode linear membutuhkan asumsi rerata dan simpangan baku atau variansinya berbeda. Pada teori klasik, terdapat jumlah butir tertentu serta jumlah peserta tertentu. Dalam waktu yang bersamaan, semua peserta menjawab semua butir ujian. Jawaban setiap peserta terhadap setiap butir ujian dapat berupa jawaban benar atau berupa jawaban salah. Jawaban benar dan salah menjadi skor pada ujian tersebut. Ada kalanya jawaban benar dan salah tersebut dikaitkan dengan sukar dan tidak sukarnya butir ujian tersebut dirasakan oleh peserta ujian. Akan tetapi sukar dan tidak sukarnya butir ujian sangat bergantung kepada para peserta ujian. Butir yang dirasakan tidak sukar oleh satu peserta mungkin saja dirasakan sukar oleh peserta lain. Dengan demikian dapat saja terjadi peserta tertentu merasa semua butir ujian adalah sukar sementara ada pula peserta lainnya yang merasa semua butir ujian adalah tidak sukar. Taraf sukar dan daya beda butir merupakan ciri butir pada ujian klasik. Taraf sukar butir pada tes yang menggunakan skor dikotomi, rerata skor butir yang diperoleh berkaitan dengan proporsi peserta tes yang menjawab benar butir tersebut. Proporsi ini untuk butir ke-i biasanya dinyatakan sebagai pi, pada analisis butir klasik pi disebut sebagai taraf sukar butir (item difficulty). Nilai optimum p tergantung pada tujuan penyelenggaraan tes. Misalnya, untuk tes yang diadakan untuk seleksi beasiswa atau tes penempatan, nilai optimum p rendah, tetapi tes yang dirancang untuk menyeleksi siswa yang perlu remidial nilai optimum relatif tinggi. Untuk menyeleksi siswa diperlukan rentangan kemampuan yang cukup besar maka nilai optimum p mendekati 0,50 (Croker dan Algina, 1986:69). Jika kemampuan peserta lebih dari indeks taraf sukar butir, maka Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 369 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
probabilitas menjawab benar akan lebih dari probabilitas menjawab salah sehingga p>0,50. Sebaliknya, jika kemampuan peserta tes kurang dari indeks taraf sukar butir, maka probabilitas jawaban benar akan kurang dari probabilitas jawaban salah sehingga p < 0,50. Ciri kedua dalam analisis butir klasik adalah daya beda butir untuk tes berbentuk dikotomi. Daya beda butir adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan peserta tes dari kelompok kemampuan tinggi dengan peserta tes kelompok kemampuan rendah. Daya beda butir dinyatakan dalam bentuk indeks daya beda (discrimination index) yang biasanya diberi lambang D. Jika D>0 berarti peserta kelompok kemampuan tinggi menjawab benar lebih banyak dibandingkan peserta kelompok kemampuan rendah. Sebaliknya jika harga D < 0 berarti peserta kelompok kemampuan rendah menjawab lebih banyak dari kelompok kemampuan tinggi. Daya beda butir sebenarnya diestimasi menggunakan metode korelasi butir total. Kaplan dan Saccuzzo (1982:147) menyebut metode ini sebagai point biserial method karena menggunakan korelasi biserial titik (point biserial correlation). Harga koefisien beserial titik antara -1 ≤ rpbis≤ 1. Indeks daya beda minimum 0,2 menurut Nunnaly (1970), Croker dan Algina (1986), Mehren dan Lehman (1991), dan Aiken (1994), (dalam Naga, 2008:89) dikatakan memadai dan indeks daya beda < 0,2 diangap tidak memadai. Indeks taraf sukar butir dan daya beda butir pada teori klasik sangat tergantung pada kelompok peserta tes. Artinya, harga kedua indeks akan berubah jika peserta tes juga berubah yang dikenal dengan istilah tidak invarian. Pengukuran dalam pendidikan mengenal dua macam kekeliruan, yaitu kekeliruan acak atau kekeliruan sampel (sampling error) dan kekeliruan sistematik (systematic error) (Naga, 1992:116). Kekeliruan sampel adalah perbedaan antara keadaan sebenarnya yang ada pada populasi (true score). Hal ini disebabkan oleh karena hasil ukuran pada sampel tersebut hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kemungkinan hasil pengukuran yang dapat dicuplik secara berulang-ulang dari suatu populasi. Kekeliruan sampel tetap saja muncul meskipun alat ukur yang dipakai, situasi dan kondisi pengukuran, maupun jenis kemampuan yang diukur tetap sama. Dengan demikian ukuran sampel berpengaruh terhadap hasil pengukuran. 370 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Sampel menurut Steel dan Torrie (1980:3) adalah bagian dari populasi, kadang-kadang mencakup seluruh populasi dan umumnya informasi dari sampel digunakan untuk penarikan kesimpulan tentang populasi itu. Pada sisi lain, dikenal juga pengertian sampel butir. Lord dan Novick (1968:235-236), secara eksplisit membedakan antara sampel butir (sample of items) yang ditarik secara acak dari suatu populasi butir dan sampel peserta tes (sampel of examinees) yang ditarik secara acak dari suatu populasi peserta tes. Sedangkan Thordike et al. (1991:197) menyebutkan pengertian butir sampel (sampel item) dan bukan sampel butir, mereka mendefinisikan butir sampel sebagai contoh-contoh yang serupa dengan apa yang akan muncul pada tes, terkait dengan (1) atribut stimulus untuk membatasi kompleksitas dari stimulus yang dihadapi peserta tes dan (2) atribut respons untuk menggambarkan dengan cepat bagaimana konstruk itu akan diukur. Naiman, Resenfeld, dan Zirkel (1993:156) menyatakan bahwa untuk sampel besar dengan ukuran sampel (sample size) >30 secara statistik akan menghasilkan suatu distribusi rerata cukup dekat pada distribusi normal, sehingga kalkulasi berdasarkan kurva normal masuk akal. Eid meneliti tentang pengaruh ukuran sampel (sample size) pada penyetaraan butir tes mengusulkan untuk menggunakan ukuran sampel 200, 400, dan 800. Setiadi (1997:7) dalam penelitiannya terhadap estimasi parameter butir menyatakan bahwa sampel yang relatif kecil berukutan 100 atau 200, sedangkan Livingston dan Feryok (1987:9-10) melakukan penelitian pada penyetaraan ekipersentil estimasi frekuensi dengan penghalusan pada sampel berukuran 100 sampai dengan 3000 dan akurasi penyetaraan terjadi pada sampel berukuran 300. Dengan demikian penelitian ini menggunakan ukuran sampel 200, 400, dan 800. Tujuan penyetaraan skor adalah untuk mambandingkan skor yang diperoleh dari perangkat tes yang satu (X) dan perangkat tes lainnya (Y) yang dilakukan melalui proses penyetaraan skor pada kedua perangkat tersebut (Hambleton dan Swaminathan, 1990:199). Selanjutnya Croker dan Algina (1986:4) mengemukakan bahwa dua skor, hasil pengukuran yang menggunakan instrumen X dan instrumen Y dapat disetarakan skornya jika keduanya mengukur kemampuan atau trait yang sama. Kemudian Aiken (1997:82) juga mengemukakan bahwa skor hasil pengukuran dua perangkat Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 371 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
tes yang paralel dapat disetarakan untuk mengkonversi skor dari perangkat tes satu terhadap skor dari perangkat tes lainnya. Menurut Wiersma dan Jurs (1990:148) penyetaraan skor adalah suatu prosedur empiris yang diperlukan untuk mentransformasikan skor suatu tes ke skor tes yang lain. Karena merupakan prosedur empiris maka penyetaraan skor didasarkan pada data skor tes. Pendapat lain dikemukakan oleh Brown (1976:216) yang mengatakan bahwa skor dua tes dapat disetarakan jika kedua tes tersebut diperoleh dari populasi yang sama. Senada dengan Brown, Kolen menyatakan bahwa penyetaraan skor dapat dilakukan jika kelompok peserta setara, karena ketidaksetaraan yang ekstrim akan berpengaruh dalam perhitungan (Keeves, 1997:733). Penyetaraan skor di antara ujian yang berbeda dilakukan melalui rancangan tertentu. Menurut Hambleton (1990:199) ada tiga rancangan penyetaraan skor yang umum digunakan, yaitu rancangan kelompok tunggal (single group design), rancangan kelompok acak (random group design), dan rancangan butir bersama (anchor items design). Pada rancangan kelompok tunggal, secara acak, peserta dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok K1 dan kelompok K2. Dengan keacakan itu dimaksudkan agar K1 dan K2 adalah setara, yakni mereka memiliki kemampuan yang sama dengan variansi yang sama pula. Kemudian kelompok K1 mengerjakan tes X dan kelompok K2 mengerjakan tes Y. Dari kedua hasil tes tersebut kemudian dicari patokan konversinya. Rancangan kelompok acak, secara acak peserta dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok K1 dan kelompok K2. Cara acak ini dimaksudkan agar kedua kelompok peserta adalah setara. Selanjutnya kelompok K1 mengerjakan tes X dan kemudian tes Y, serta kelompok K2 mengerjakan tes Y dan kemudian tes X. Dengan demikian setiap kelompok mengerjakan dua tes dalam urutan yang terbalik dan selanjutnya dari hasil tes tersebut disetarakan. Pada rancangan butir bersama tidak perlu secara acak membagi dua kelompok peserta seperti halnya pada rancangan kelompok tunggal dan rancangan kelompok acak. Sudah cukup terdapat kelompok peserta K1 dan K2. Namun demikian, rancangan ini tidak menolak penggunaan kelompok yang setara, yaitu kelompok peserta seperti pada rancangan kelompok 372 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
tunggal dan rancangan kelompk acak. Selanjutnya, tes X ditambah dengan sejumlah butir sebagai tes Z serta tes Z yang sama ditambahkan juga ke tes Y. Jadi bersama tambahan tersebut terdapat perangkat tes (X+Z) dan perangkat tes (Y+Z). Butir ujian Z dikenal sebagai tes jangkar (anchor test). Selanjutnya kelompok K1 mengerjakan tes (X+Z) dan kelompok K2 mengerjakan tes (Y+Z). Dari kedua tes tersebut, khususnya tes Z yang dikerjakan oleh kedua kelompok kemudian dicari patokan konversinya. Dilihat dari penyiapan peserta tes, rancangan butir bersama adalah yang paling praktis karena tidak mensyaratkan kesetaraan di antara kelompok peserta. Oleh karena itu tulisan ini menggunakan rancangan butir bersama dan rancangan ini pula yang digunakan dalam UASBN. Panjang tes pada UASBN 2009 mata pelajaran IPA Paket 01 dan Paket 02 sebanyak 40 butir, yang terdiri dari 30 butir (75%) merupakan butir daerah dan 10 butir (25%) merupakan butir pusat atau butir bersama (anchor items). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yahya Umar (1987:105) bahwa dengan panjang tes 40 butir dibutuhkan minimal 10 butir (25%) anchor items agar diperoleh hasil yang baik. Demikian pula hasil penelitian Yetti Supriyati (2003) yang merekomendasikan proporsi minimal butir anchor items sebesar 20% dari butir total. Pada rancangan butir bersama kelompok peserta K1 mengerjakan tes X dan Z sedangkan kelompok peserta K2 mengerjakan tes Y dan Z. Dengan demikian, tes Z dikerjakan oleh kedua kelompok. Untuk membedakan digunakan notasi berbeda pada hasil tes tersebut. Tes Z yang dikerjakan oleh kelompok K1 menghasilkan skor Z1 dengan rerata skor µZ1 dan simpangan baku σZ1. Tes Z yang dikerjakan oleh kelompok peserta K2 menghasilkan skor Z2 dengan rerata skor µZ2 dan simpangan baku σZ2. Hasil gabungan ujian Z yang dikerjakan oleh kelompok peserta K1 dan K2 adalah skor Z dengan rerata µZ dan simpangan baku σZ. Tes X hanya dikerjakan oleh kelompok peserta K1 dan menghasilkan skor X dengan rerata µX dan simpangan baku σX, sedangkan tes Y hanya dikerjakan oleh kelompok K2 dan menghasilkan skor Y dengan rerata µY dan simpangan baku σY. Dari sini yang diperhatikan adalah regresi skor X terhadap Z yang dikerjakan oleh kelompok peserta K1, serta regresi skor Y
Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 373 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
terhadap skor Z yang dikerjakan oleh kelompok peserta K2. Kedua regresi tersebut masing-masing menghasilkan koefisien arah bXZ1 dan bYZ2. Selisih nilai X yang disebabkan oleh selisih µz dan µz1 adalah sebesar bXZ1(µz - µz1) sehingga rerata µx bergeser dengan nilai itu. Demikian pula, dengan jalan yang sama, selisih nilai Y yang ditimbulkan oleh selisih µz dan µz2 adalah sebesar bXZ2(µz - µz2) sehingga rerata µY juga bergeser dengan nilai itu. Hal ini juga terjadi pada simpangan baku. Penyetaraan ekipersentil menurut Braun & Holland (1982) dan Lord (1950) didasarkan pada definisi bahwa skala skor untuk kedua tes sebanding dan distribusi skor kedua tes identik (Linn, 1987:247). Sementara itu menurut Croker dan Algina (1986:346), secara umum diterima bahwa skor pada dua tes dianggap ekivalen jika skor-skor tersebut memiliki tara persentil (percentile rank) yang sepadan. Menurut Braun dan Holland (1982) dan Lord (1950) penyetaraan ekipersentil didasarkan pada definisi bahwa skala skor untuk kedua tes sebanding dan distribusi skor ke dua tes identik (Linn, 1987:247). Cook dan Petersen menyatakan penyetaraan ekipersentil tidak seperti metode penyetaraan lainnya, tidak membutuhkan asumsi-asumsi terhadap tes-tes yang akan disetarakan (Naga, 1992:226). Dengan demikian metode penyetaraan ekipersentil mengasumsikan bahwa skor pada tes X dan Y adalah identik atau ekivalen, bertujuan agar distribusi dari skor tes X yang diubah sama dengan distribusi skor tes Y, dan tidak membutuhkan asumsiasumsi seperti pada metode linear. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan variansi skor hasil penyetaraan antara metode menyetaraan linear dan metode penyetaraan ekipersentil untuk ukuran sampel 200, (2) perbedaan variansi skor hasil penyetaraan antara metode menyetaraan linear dan metode penyetaraan ekipersentil untuk ukuran sampel 400, dan (3) perbedaan variansi skor hasil penyetaraan antara metode menyetaraan linear dan metode penyetaraan ekipersentil untuk ukuran sampel 800.
374 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan simulasi dengan dua variabel yang diteliti mengggunakan pola jawaban peserta tes diperoleh melalui pelaksanaan UASBN SD/MI negeri dan swasta tahun pelajaran 2008/2009 mata pelajaran IPA. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode penyetaraan dan jumlah responden. Metode penyetaraan pada penelitian ini adalah metode penyetaraan linear dan metode penyetaraan ekipersentil, sedangkan variabel jumlah responden berturut-turut adalah 200, 400, dan 800. Variabel terikatnya adalah variansi skor hasil penyetaraan. Populasi peserta tes adalah peserta tes UASBN tahun pelajaran 2008/2009 mata pelajaran IPA se-Jakarta Timur. Populasi tersebut sebanyak 44.401 siswa yang terbagi menjadi dua bagian yaitu sebanyak 22.201 siswa yang mengerjakan Paket 01 dan sebanyak 22.200 siswa yang mengerjakan Paket 02. Pengambilan sampel menggunakan metode acak berulang dengan pengembalian (random sampling with replacement), yaitu cara pengambilan sampel secara acak dengan jumlah tertentu yang dikembalikan lagi menjadi populasi untuk mendapat peluang menjadi sampel berikutnya, sehingga sampel tersebut mempunyai peluang untuk dipilih kembali pada saat pengambilan sampel berikutnya. Data diperoleh melalui Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan Nasional. Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan variansi dengan analisis Uji F. Analisis data menggunakan bantuan perangkat lunak MINITAB, ITEMAN for Windows Version 3.50d, SPSS, dan Excel. Hipotesis statistik dalam penelitian ini terdiri dari tiga hipotesis nol dan tiga 2 hipotesis alternatif, yaitu (1) Ho: eks200 2 lin 200
H1:
2 ekp400 2 lin400
1 ; dan (3) Ho:
2 ekp800 2 lin800
1
2 2 ekp 400 200 H1: ekp ; (2) H : 1 o 1 2 2
lin200
lin400
2 800 1 H1: ekp 1. 2 lin800
Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 375 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis variansi skor hasil penyetaraan dilakukan terhadap masingmasing cuplikan dengan ukuran sampel 200, 400, dan 800 baik untuk Paket 01 maupun Paket 02, masing-masing sebanyak 41 kali cuplikan. Jadi, seluruhnya terdapat 246 analisis dan menghasilkan variansi skor hasil penyetaraan dengan metode linear dan metode ekipersentil seperti disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Cuplikan Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Variansi Skor Hasil Penyetaraan Metode Linear
Variansi Skor Cuplikan Ke s2lin200 s2lin400 s2lin800 25,064 28,625 25,983 22 25,237 26,277 24,257 23 21,936 27,998 27,538 24 24,242 24,417 25,349 25 20,485 25,177 23,256 26 23,112 28,163 24,750 27 26,317 23,150 23,665 28 24,373 27,485 26,838 29 25,285 24,518 25,575 30 24,644 28,006 25,055 31 27,669 24,281 23,592 32 25,250 24,867 24,373 33 28,172 24,663 25,480 34 22,533 22,732 25,685 35 26,620 29,690 26,312 36 27,942 23,645 23,761 37 24,316 23,972 23,763 38 21,786 22,707 23,286 39 22,232 24,167 24,185 40 24,573 25,782 25,393 41 24,322 22,560 25,268 Rerata Simpangan Baku
s2lin200 24,495 29,022 25,459 24,874 27,721 27,420 23,673 25,249 24,257 22,896 23,406 20,842 26,415 28,342 28,256 24,354 24,883 28,987 28,083 21,455 25,119 2,240
Variansi Skor s2lin400 25,035 23,641 23,062 25,579 26,519 22,658 22,169 25,525 24,460 23,741 26,971 22,833 21,903 28,106 25,483 21,502 23,815 24,498 23,828 24,977 24,855 2,042
376 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
s2lin800 27,130 25,383 23,032 23,420 25,128 25,284 24,004 22,833 25,386 25,969 25,015 25,364 24,816 24,988 26,331 25,544 26,394 25,297 24,764 23,709 24,986 1,139
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Tabel 2. Cuplikan Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Variansi Skor Hasil Penyetaraan Metode Ekipersentil s2ekp200 28,072 31,286 29,072 31,865 30,125 28,981 28,961 30,842 27,022 25,874 30,535 28,472 33,138 34,047 29,739 30,956 28,215 24,765 30,952 30,391 31,790
Variansi Skor s2ekp400 28,847 29,049 29,050 30,475 33,465 27,222 28,658 29,248 27,818 30,538 30,652 27,727 29,510 32,860 29,425 27,411 33,959 28,215 29,194 29,815 28,087
Cuplikan Ke s2ekp800 30,449 22 30,633 23 27,034 24 27,476 25 27,098 26 28,470 27 28,449 28 29,516 29 28,715 30 26,344 31 29,363 32 29,382 33 30,830 34 31,069 35 30,797 36 27,635 37 31,499 38 28,161 39 29,155 40 27,205 41 30,927 Rerata Simpangan Baku
s2ekp200 27,466 32,481 32,107 29,591 29,955 29,788 25,413 29,373 27,373 28,647 28,353 28,397 29,180 32,580 27,163 28,351 31,454 31,618 31,408 31,348 29,645 2,122
Variansi Skor s2ekp400 29,408 32,132 26,371 29,336 28,635 29,758 28,185 29,632 27,639 27,684 31,567 30,558 28,994 28,738 29,724 28,845 31,665 31,967 33,618 30,207 29,642 1,832
s2ekp800 30,367 27,923 26,819 29,125 28,883 29,276 29,439 31,484 30,363 31,088 29,976 26,645 26,152 29,924 30,557 31,057 31,261 27,015 29,165 27,336 29,168 1,601
Sebelum teknik analisis statistik uji kesamaan variansi digunakan, terlebih dahulu perlu diperiksa apakah data penelitian telah memenuhi persyaratan. Uji persyaratan analisis yang digunakan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, rangkuman hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dinyatakan bahwa keenam data variansi skor penyetaraan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan taraf signifikasi 5%.
Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 377 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Tabel 3.
Hasil Uji Normalitas Varians Skor Penyetaraan
No
Varians
1 2 3 4 5 6
s2lin200 s2lin400 s2lin800 s2ekp200 s2ekp400 s2ekp800
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Statistik db Sgn. Sebutan 0,114 41 0,200 Normal 0,089 41 0,200 Normal 0,073 41 0,200 Normal 0,071 41 0,200 Normal 0,108 41 0,199 Normal 0,121 41 0,136 Normal
Ada tiga hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu hipotesis yang membandingkan variansi skor penyetaraan s2ekp200 dengan s2lin200, variansi skor penyetaraan s2ekp400 dengan s2lin400, dan variansi skor penyetaraan s2ekp800 dengan s2lin800. Setelah dilakukan analisis terhadap data variansi skor penyetaraan diperoleh hasil yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
Tabel 4. Statistik Variansi Skor Penyetaraan
No
Variansi
1 2 3 4 5 6
2 ekp200 2 lin200 2 ekp400 2 lin400 2 ekp800 2 lin800
s s s s s s
Rerata 29,645 25,119 29,642 24,855 29,168 24,986
Statistik SD 2,122 2,240 1,832 2,042 1,601 1,139
Variansi 4,460 5,218 3,281 4,065 2,582 1,305
Hipotesis pertama dinyatakan bahwa variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp200) lebih besar daripada metode 378 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
menyetaraan linear (s2lin200) untuk ukuran sampel 200. Hasil analisis yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata variansi skor hasil penyetaraan yang dihasilkan dari penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp200) adalah 4,460 dan metode linear (s2lin200) sebesar 5,218. Untuk memastikan apakah kedua variansi skor ini berbeda secara signifikan atau tidak, maka dilakukan analisis uji-F sebagai berikut: Fh1 = s2ekp200/ s2lin200 = 4,460/5,218= 0,855. Harga F tabel untuk taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan pembilang (n1 - 1) = 40 dan penyebut (n2 - 1) = 40 sebesar 1,684. Angka Fh1 yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan F tabel. Dengan demikian hipotesis nol diterima. Hal ini berarti bahwa variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp200) tidak berbeda secara signifikan dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (s2lin200) untuk ukuran sampel 200. Hipotesis kedua dinyatakan bahwa variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp400) lebih besar daripada metode menyetaraan linear (s2lin400) untuk ukuran sampel 400. Hasil analisis yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata variansi skor hasil penyetaraan yang dihasilkan dari penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp400) adalah 3,281 dan metode linear (s2lin400) sebesar 4,065. Untuk memastikan apakah kedua variansi skor ini berbeda secara signifikan atau tidak, maka dilakukan analisis uji-F sebagai berikut: Fh2 = s2ekp400/ s2lin400 = 3,281/4,065 = 0,807. Harga F tabel untuk taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan pembilang (n1 - 1) = 40 dan penyebut (n2 - 1) = 40 sebesar 1,684. Angka Fh2 yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan F tabel. Dengan demikian hipotesis nol diterima. Artinya, variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp400) tidak berbeda secara signifikan dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (s2lin400) untuk ukuran sampel 400. Hipotesis ketiga dinyatakan bahwa variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp800) lebih besar daripada metode menyetaraan linear (s2lin800) untuk ukuran sampel 800. Hasil analisis yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata variansi skor hasil Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 379 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
penyetaraan yang dihasilkan dari penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp800) adalah 2,582 dan metode linear (s2lin800) sebesar 1,305. Untuk memastikan apakah kedua variansi skor ini berbeda secara signifikan atau tidak, maka dilakukan analisis uji-F sebagai berikut: Fh3 = s2ekp800/ s2lin800 = 2,582/1,305 = 1,979. Harga F tabel untuk taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan pembilang (n1-1) = 40 dan penyebut (n2 - 1) = 40 sebesar 1,684. Angka Fh3 yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan F tabel. Jadi, hipotesis nol ditolak. Artinya, variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (s2ekp800) berbeda secara signifikan dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (s2lin800) untuk ukuran sampel 800. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama dan kedua di atas dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol diterima untuk ukuran sampel 200 dan 400. Artinya tidak ada perbedaan variansi antara metode linear dan ekipersentil dengan ukuran sampel 200 dan 400. Kenyataan data dalam menerima hipotesis nol dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, antara lain adalah asumsi penggunaan penyetaraan metode linear tidak terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hambleton dan Rogers bahwa asumsi penyetaraan dengan cara linear adalah kedua skor tes distribusinya berbeda, distribusi tersebut terkait dengan rerata dan simpangan bakunya. Jika terdapat kasus yang demikian skor kedua kelompok akan sama. Sebaliknya bila asumsi tersebut benar, maka penyetaraan linear menjadi penyetaraan ekipersentil (Hambleton, Swaminathan, dan Rogers, 1991:124-125). Dengan demikian distribusi skor kedua kelompok pada penelitian mempunyai distribusi yang tidak berbeda, sehingga penyetaraan linear sama dengan penyetaraan ekipersentil. Pengujian hipotesis ke tiga dengan ukuran sampel 800 menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu menolak hipotesis nol. Artinya ada perbedaan variansi antara metode linear dan ekipersentil dengan ukuran sampel 800. Ini dipengaruhi oleh variansi metode linear yang makin kecil untuk ukuran sampel 800. Makin kecilnya variansi metode linear dengan ukuran sampel yang makin besar sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hanson et. al. (1994) bahwa rerata kuadrat kesalahan penyetaraan (mean-squared equating
380 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
error) makin kecil untuk ukuran sampel yang makin besar (Kolen dan Brennan, 1995:102). Simpulan Sesuai dengan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: (1) variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (σ2lin200) terbukti memiliki variansi yang sama dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (σ2ekp200) dengan ukuran sampel 200. Artinya, tidak ada perbedaan variansi skor penyetaraan menggunakan metode linear maupun metode ekipersentil untuk ukuran sampel 200, (2) variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (σ2lin400) terbukti memiliki variansi yang sama dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (σ2ekp400) dengan ukuran sampel 400. Artinya, tidak ada perbedaan variansi skor penyetaraan menggunakan metode linear maupun metode ekipersentil untuk ukuran sampel 400, dan (3) variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode linear (σ2lin800) terbukti memiliki variansi yang berbeda dengan variansi skor hasil penyetaraan menggunakan metode ekipersentil (σ2ekp800) dengan ukuran sampel 800. Dengan demikian terdapat perbedaan variansi skor penyetaraan menggunakan metode linear dan metode ekipersentil untuk ukuran sampel 800. Daftar Pustaka Aiken, Lewis R. 1997. Psychological Testing and Assemesment. Boston: Allyn & Bacon. Brown, Frederick G. 1976. Principles of Educational and Psychologycal Testing. New York: Holt, Rinehart and Wiston. Croker, Linda dan James Algina. 1986. Introduction to Classical & Modern Test Theory. New York: Rinehart and Winston Inc. Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 381 Tri Rijanto
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
_____. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. _____. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2007 tentang Ujian Akhir sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Luar Biasa (SD/MI/SDLB) tahun Pelajaran 2007/2008. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Eid, Ghada K. “Effects of Sample Size in the Equating of Test Items” http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3673/is_200510/ai_n1564 1924 (diakses tanggal 12 Oktober 2008). Hambleton, Ronald K. dan Hariharan Swaminathan. 1985. Item Response Theory: Principles and Application. Boston: Kluwer. _____. 1990. Item Respon Theory Principles and Applications. Boston: Kluwer Nijhoff Publishing. Hambleton, Ronald K., Hariharan Swaminathan, dan H. Jane Rogers. 1991. Fundamentals of Item Respons Theory. California: SAGE Publications, Inc. Kaplan, Robert M. dan Dennis P. Saccuzzu. 1982. Psychological Testing, Principle, Application and Issues. California: Wadsworth, Inc. Keeves, John (ed). 1997. An International Hand Book of Measurement. Oxford: Pergamon. Kolen, Michael J. dan Robert L. Brennan. 1995. Test Equating Methods and Practices. New York: Springer. Linn, Robert L. 1987. Educational Measurement. New York: Macmillan Publishing Company. Livingston, S. A. dan N. J. Feryok. 1987. “Univariate Versus Bivariate Smooting in Frewuency Evuating” Laporan Riset No. 87-36. New Jersey: Educational Testing Service. 382 − Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Tahun 16, Nomor 1, 2012
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Lord, Frederick M. dan Melvin R. Novick. 1968. Statistical Theories of Mental Test Scores. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Marco, Gory L. et al. 1983. A Test of The Adequacy of Curvilinear Score Equating Models (New Horizon in Testing). Weiss David J. New York: Academic Press. Naga, Dali S. 1992. Pengantar Teori Sekor. Jakarta: Besbats. _____. 2008. Probabilitas dan Sekor pada Hipotesis Statistika. Jakarta: Universitas Tarumanegara. Naiman, Arnold, Robert Rosenfeld, dan Gene Zirkel. 1993. Understanding Statistic. Singapore: McGraw-Hill. Setiadi, Hari. 1997. Small Sample IRT Item Parameter Estimates. Disertasi tidak dipublikasikan. Steel, Robert G. D. dan James H. Torrie. 1980. Principles and Procedur of Statistic. Singapore: Mc.Graw-Hill. Thordike, Robert M. et al. 1991. Measurement and Evaluation in Psychology and Education. New York: Macmillan Publishing Company. Wiersma, William dan Stephen G. Jurs. 1990. Educational Measurement and Testing. Boston: Allyn and Bacon. _____. 2005. Research Methods in Education. New York: Pearson Education Inc. Yahya Umar. 1987. Robusness of the Simple Linking Procedure i Item Banking Using the Rasch Model, Dissertation, University of California, p. 105. Yetti Supriati. 2003. Pengaruh Proporsi Anchor Items terhadap Kestabilan Koefisien Penyetaraan Sekor pada Evaluasi Belajar. Disertasi tidak dipublikasikan. Jakarta: Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Pengaruh Metode dan Ukuran Sampel terhadap Variansi Skor Hasil Penyetaraan − 383 Tri Rijanto