GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016
PENGARUH MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN KAYU PUTIH (Melaleuca Cajuputi) 1) 1)
Haulani Afifah, 2) Raden Sutriono, 3) Irwan Mahakam Lesmono Aji
Mahasiswa, 2) Dosen Pembimbing Utama, 3) Dosen Pembimbing Pendamping Program Studi Kehutanam Universitas Mataram e-mail : 1)
[email protected], 2)
[email protected],3)irwan
[email protected]
ABSTRACT The objectives of this research is to study the effects of media, watering frequency and the interraction between media and watering frequency on the growth of cajuputi seedlings. Research was done at the Agarwood Green House, Faculty of Agriculture, University of Mataram from May to July 2015. Complete Randomize Design (RAL) with 2 factorials: growth media are top soil (M0), sand+top soil (M1), compost+top soil (M2), and stable manure+top soil (M3); watering frequency (P1, P2, and P3) was used for this research with Anova 5% and followed by Duncan test at 5% for the data analysis. Result shows that the effect of media was significantly different on the growth of cajuputi seedlings, where stable manure+top soil (M1) have the highest value to all parameters (high of seedling, diameter, sum of leaf, strength value of seedling stem, and dry weight). Meanwhile, the effect of watering frequency was not significantly different on the growth of cajuputi seedlings and no interraction was found between media and watering frequency on the seedling of cajuputi. Keywords: Cajuputi, growth media, watering frequency.
PENDAHULUAN Melaleuca cajuputi atau yang lebih dikenal dengan nama kayu putih merupakan tumbuhan dari family Myrtaceae yang telah banyak dimanfaatkan, khususnya oleh industri minyak atsiri. Tanaman ini kaya akan minyak atsiri yang sangat penting untuk farmakologi karena mengandung senyawa pokok berupa 1,8 cineol yang tinggi (Doran et al., 1997 dalam Kartikawati et al., 2014). Selain itu, tanaman kayu putih cukup potensial untuk upaya rehabilitasi lahan marginal menjadi lahan produktif (Kartikawati et al. , 2014). Sampai saat ini, produksi minyak kayu putih di dalam negeri masih belum memenuhi kebutuhan akibat banyaknya permintaan. Hingga kini, luas lahan tanaman kayu putih di Indonesia telah mencapai lebih dari 248.756 ha, yang sebagian besar berada di wilayah Perum Perhutani di Jawa. Menurut data dari Balai Pengelolaan Hasil Hutan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Yogyakarta (2005, dalam Kartikawati et al., 2014), diketahui bahwa sejak tahun 2002 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta memasok ± 40.000 liter, atau setara dengan 36 ton minyak kayu putih setiap tahun dari luas lahan ± 4.000 ha. Selanjutnya Sunanto (2003) menyebutkan bahwa, produksi tahunan minyak kayu putih Perum Perhutani di Jawa sebesar 300 ton. Sementara itu, di Kepulauan Ambon, produksi tahunan minyak kayu putih mencapai 90 ton/tahun, dengan bahan baku yang berasal dari hutan alam (Gunn et al., 1997 dalam Kartikawati et al., 2014). Adapun menurut informasi dari industri pengepakan minyak kayu putih/industri farmasi, kebutuhan minyak kayu putih dalam negeri mencapai 1.500 ton/tahun, sementara suplai tahunannya hanya sebesar ≥ 400 ton/tahun. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhannya, industri farmasi mengimpor produk komplementer berupa minyak eucalyptus dari Negara Cina (Kartikawati dan Rimbawanto, 2014). Sementara itu, harga minyak kayu putih pada tahun 2014 mencapai Rp 211.000/liter. Jadi jika Indonesia mampu memproduksi minyak kayu putih sebesar 1.500 ton/tahun, maka potensi nilai produksi dari minyak kayu putih yang didapatkan mencapai ±Rp 351 milyar. Selain di Indonesia, minyak kayu putih juga diproduksi oleh negara Vietnam dengan jumlah produksi hanya 100 ton/tahun. Sedikitnya petani yang membudidayakan tanaman kayu putih mengakibatkan minimnya pasokan minyak kayu putih. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa hingga saat ini minyak kayu putih yang diproduksi belum dapat memenuhi kebutuhan. Maka dari itu, peluang untuk membudidayakan tanaman kayu putih masih sangat besar. Terlepas dari peluang tersebut, pembudidayaan tanaman kayu putih juga tidak semudah yang dibayangkan. Berbagai kendala teknis khususnya pada tahap persemaian banyak dialami petani. Dalam
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
107
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 melakukan kegiatan persemaian tanaman kayu putih, dibutuhkan kehati-hatian yang tinggi, mulai dari fase penyemaian, penyapihan, hingga pemindahan ke lapangan. Dari uraian di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh media tanam, pengaruh frekuensi penyiraman, dan jenis interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Adapun waktu penelitian yaitu pada bulan Mei - Juli 2015.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu alat tulis, tallysheet, kamera, penggaris, suntikan, ayakan (berukuran 2 mm), timbangan, dan oven. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih kayu putih, air, polibag, pasir, tanah, kompos, pupuk kandang, paranet, plastic transparan, dan bambu.
Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan uji faktorial yang terdiri atas dua faktor, yaitu faktor media (M) yang terdiri atas 4 aras yakni tanah (M0), tanah+pasir (M1), tanah+ kompos (M2), dan tanah+pupuk kandang (M3), dan faktor intensitas penyiraman (A) yang terdiri atas 3 aras yakni penyiraman 1 kali sehari pada pagi hari (P1), penyiraman 2 kali sehari pada pagi dan sore hari (P2), dan penyiraman 1 kali sehari pada sore hari (P3). Dari kedua faktor tersebut, diperoleh 12 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga total sampel penelitian berjumlah 36 pot percobaan.
Prosedur Kerja a. Persiapan 1. Penyemaian benih kayu putih. Benih kayu putih dicampur dengan pasir yang telah disterilkan terlebih dahulu (disangrai). Selanjutnya benih di tabur di atas pasir yang telah disterilkan dan telah diisi ke dalam bak tabur yang berukuran 20x30x5 cm. 2. Tanah yang digunakan terlebih dahulu dikering anginkan dan dibersihkan dari gulma. Selanjutnya diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm. 3. Pasir diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm, selanjutnya disangrai selama 30 menit. Pasir dan tanah dicampur dengan perbandingan 1:1. 4. Kompos dikering anginkan, selanjutnya diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm. kompos dan tanah dicampur dengan perbandingan 1:1. 5. Pupuk kandang diayak menggunakan ayakan berukuran 2 mm, selanjutnya pupuk kandang dan tanah dicampur dengan perbandingan 1:1. 6. Polibag yang digunakan berukuran 10x15 cm.
b. Pelaksanaan 1. Pemindahan semai ke polibag dilaksanakan setelah semai berusia 30 - 40 hari di bak tabur. 2. Penyiraman dilakukan dengan metode yang telah ditentukan, yaitu penyiraman menyeimbangkan evepotranspirasi. 3. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiangan.
dengan
Parameter Pengamatan a. Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran dilakukan dari pangkal batang hingga tititk tumbuh tertinggi dan diukur menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan tiap 1 pekan. b. Diameter Batang (mm) Pengukuran diameter batang dapat diukur menggunakan caliper. Pengukuran dilakukan tiap 1 pekan. c. Jumlah Daun (helai) Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun per tanaman tiap 1 pekan. d. Kekokohan Batang Perhitungan kekokohan batang dilakukan dengan menghitung perbandingan antara tinggi batang (cm) dan diameter batang (mm) (Yudohartono dan Fambayun, 2012).
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
108
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 e. Berat Berangkasan Kering (g) Pengukuran berat berangkasan kering dilakukan pada akhir penelitian. Tanaman ditimbang berat keringnya (setelah dioven selama 24 jam pada suhu 60°C).
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pertumbuhan Tanaman Hasil analisis sidik ragam pada taraf uji 5 % dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Pada Taraf Uji 5 % Parameter
No Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jumlah Daun Diameter Batang Kekokohan Batang Berat Kering
1 2 3 4 5
Media Tanam* Media Frekuensi Frekuensi Tanam Penyiraman Penyiraman s ns ns s ns ns s ns ns s ns ns s ns ns
Keterangan : s= signifikan, ns= non signifikan Tabel di atas menjelaskan bahwa media tanam memberikan pengaruh signifikan pada seluruh parameter pertumbuhan, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, kekokohan batang, dan berat berangkasan kering. Sedangkan, Frekuensi penyiraman memberikan pengaruh non signifikan terhadap seluruh parameter pertumbuhan. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan yang homogen, sehingga jumlah air yang hilang akibat evapotranspirasi tidak jauh berbeda pada semua tanaman kayu putih. Begitu pula halnya dengan kombinasi antara media tanam dan frekuensi penyiraman, dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada semua parameter pertumbuhan.
Tinggi Tanaman
Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
6.00 4.00 2.00 0.00
4.50
5.64 4.17
3.49 2.67
Rata-rata tinggi
M0 M1 M2 M3 Media Tanam
Tinggi (cm)
Tinggi (cm)
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman kayu putih. sementara itu, frekuensi penyiraman tidak berpengaruh signifikan. Namun demikian, dapat dilihat nilai rata-rata tinggi tanaman kayu putih pada tiap perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman seperti yang tertera pada Gambar 1 dan 2 berikut:
4.00 3.50
4.17 3.82 P1
P2
4.39 Rata-rata Tinggi P3
Frekuensi penyiraman
Gambar 1. Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Gambar 2. Rata-Rata Pertumbuhan Tinggi Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Pada Gambar 1 terlihat bahwa media tanah + pupuk kandang (M3) memberikan nilai tertinggi terhadap rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, dikarenakan penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
109
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman. Agromedia (2010), menunjukkan kandungan hara pupuk kandang sapi yaitu: N (0,97%), P (0,69%), dan K (1,66%). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sriyanto, Astuti, dan Sujalu (2015), menyatakan bahwa, penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan tinggi tanaman terung, dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang. Hal ini dikarenakan, dengan bertambahnya umur suatu tanaman, maka kebutuhan terhadap hara, terutama nitrogen (N) tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tanah tempat tumbuhnya. Maka dari itu, perlu ditambahkan pupuk kandang untuk meningkatkan kandungan hara nitrogen (N) yang dibutuhkan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman seperti batang, akar, daun, dan cabang. Pada Gambar 2 terlihat bahwa besarnya nilai rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan frekuensi penyiraman pada sore hari diduga karena, air yang hilang akibat penguapan tidak terlalu besar. Pembukaan stomata lebih lama terjadi pada sore hari, akibat temperatur yang rendah serta kelembaban udara yang tinggi, sehingga tanaman dapat menyerap air lebih optimal. Sejalan dengan hal tersebut, Fatonah et al., (2013) menyatakan pembukaan stomata pada tanaman Piper hispidium dipengaruhi oleh perubahan kelembaban harian. Pada pagi hari pembukaan stomata paling besar terjadi pada pukul 09.00 dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Setelah itu, terjadi penurunan pembukaan stomata hingga pukul 13.00, kemudian pembukaan kembali meningkat pada sore hari. selanjutnya, Hopkins (2004 dalam Fatonah et al., 2013) menyatakan pembukaan stomata sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain intensitas cahaya matahari, temperatur, dan air. Faktor-faktor lingkungan tersebut mengalami perubahan harian seiring dengan bergantinya waktu pagi, siang dan sore hari. Pada pagi hari stomata mulai membuka lebar karena intensitas cahaya dan temperatur yang tidak terlalu tinggi, sehingga menyebabkan turgor sel penjaga yang mengapit stomata meningkat. Namun pada siang hari, stomata menutup karena tingginya intensitas cahaya dan temperatur, serta penguapan yang berlebihan. Harjadi (1979, dalam Sukarman et al., 2012) menyatakan, ketersediaan air sangat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman dan perkembangan jaringan meristem (jaringan yang aktif membelah).
Jumlah Daun Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun tanaman kayu putih. sementara itu, frekuensi penyiraman tidak berpengaruh signifikan. Namun demikian, dapat dilihat nilai rata-rata jumlah daun tanaman kayu putih pada tiap perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman seperti yang tertera pada Gambar 3 dan 4 berikut:
Rata-Rata Petumbuhan Daun PadaTiap Perlakuan Media Tanam
20.00 10.00
15.65 16.20
0.00 P1
Rata-rata Jumlah Daun
12.67 P2
P3
Frekuensi Penyiraman
Gambar 3. Rata-Rata Pertumbuhan Daun Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
jumlah Daun (helai)
Jumlah Daun (helai)
Rata-Rata Pertumbuhan Daun Pada Tiap Frekuensi Penyiraman
40.00 20.00 0.00
34.39 7.79
12.92
4.26 M0 M1 M2 M3
Rata-rata Jumlah Daun
Media Tanam
Gambar 4. Rata-Rata Pertumbuhan Daun Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Pada Gambar 3 tampak bahwa pertumbuhan jumlah daun tertinggi, diperoleh dari media tanah + pupuk kandang (M3). Hal ini dikerenakan hara dalam bahan organik seperti N, P, dan K tentunya akan bertambah setelah penambahan pupuk kandang pada media tanam. Dimana, hara tersebut sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Safir (1986, dalam Sriyanto, Astuti, dan Sujalu, 2015) yang meyatakan bahwa, hara nitrogen (N) sangat dibutuhkan tanaman untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti batang, akar, daun, dan cabang. Selanjutnya, Hardjowigeno (2007), menyebutkan bahwa, tanaman yang diusahakan (diambil) daunnya, memerlukan hara N yang lebih banyak, agar daun dapat berkembang dengan baik. Misalnya pada sayur-sayuran, teh, maupun tanaman kayu putih.
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
110
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 Pada Gambar 4 tampak bahwa Frekuensi penyiraman 1 kali sehari pada pagi hari menunjukkan nilai rata-rata tertinggi dikarenakan penyiraman pagi hari dapat memenuhi kebutuhan air dalam melakukan proses fotosintesis. Sebagaimana dinyatakan oleh Soemartono (1990, dalam Sukarman et al., 2012) menyatakan bahwa, air sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam semua proses fisiologis tanaman termasuk pembelahan sel dan proses pembentukan daun.
Diameter Batang
0.40
Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang pada Tiap Perlakuan Media Tanam
0.30
0.36
0.20 0.10
0.27 0.21
diameter batang
0.21
0.00 M0 Media M1 Tanam M2 M3
Gambar 5. Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Rata-Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Diameter Batang (mm)
Diameter Batang (mm)
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh signifikan terhadap diameter batang tanaman kayu putih. sementara itu, frekuensi penyiraman tidak berpengaruh signifikan. Namun demikian, dapat dilihat rata-rata pertumbuhan diameter batang tanaman kayu putih pada tiap perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman seperti yang tertera pada Gambar 5 dan 6 berikut:
0.030
0.28 0.025
0.26
0.24
Rata-rata Diameter
0.020 P1
P2
P3
Frekuensi Penyiraman
Gambar 6.Rata -Rata Pertumbuhan Diameter Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi
Pada Gambar 5, terlihat bahwa rendahnya nilai rata-rata yang diperoleh pada media tanah (M0) dan media tanah+pasir (M1), diduga karena kondisi tekstur tanah yang kurang baik. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tekstur yang didominasi oleh fraksi pasir. Begitu pula pada media M1, dimana persentase pasir menjadi lebih tinggi dikarenakan penambahan pasir pada media tersebut. Menurut Tambunan (2008), tanah yang bertekstur kasar memiliki kemampuan yang lebih kecil dalam menyimpan serta menyediakan hara dan air. Hardjowigeno (2007) menambahkan, dikarena butiran-butiran pasir berukuran lebih besar dibandingkan tanah yang bertekstur liat, maka tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang lebih kecil, sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan hara pun kecil. Selain itu, hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan unsur hara K sangat tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi rendahnya penyerapan unsur hara oleh tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Ma’shum (2005) yang menyatakan bahwa, kelebihan K di dalam tanah akan menghambat penyerapan kation-kation seperti Mg, yang dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Pada Gambar 4.6, menunjukkan nilai rata-rata tertinggi diperoleh dari penyiraman pada sore hari (P3) dengan nilai sebesar 0,28 mm. Hal ini diduga karena pada penyiraman sore hari, tanaman menyerap air lebih optimal, sehingga aktifitas jaringan meristem sekunder khususnya dalam pembesaran diameter batang dapat menjadi lebih baik. Pada pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi, diameter, perbanyakan daun, dan pertumbuhan akar (Kremer, 1969 dalam Sukarman et al., 2012).
Kekokohan Batang Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh signifikan terhadap kekokohan batang tanaman kayu putih. sementara itu, frekuensi penyiraman tidak berpengaruh signifikan. Namun demikian, dapat dilihat rata-rata kekokohan batang tanaman kayu putih pada tiap perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman seperti yang tertera pada Gambar 7 dan 8 berikut:
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
111
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
20.00 11.55 10.00 12.86 6.12 0.00 7.11 M0 M1 M2 M3
kekokohan batang
Media Tanam
Gambar 7. Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
Kekokohan Batang
Kekokohan batang
Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
10.00 9.00 8.00
9.90 9.32
9.01
P1 P2 P3
kekokohan batang
Frekuensi Penyiraman
Gambar 8 Rata-Rata Kekokohan Batang Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
Gambar 7 Menunjukkan bahwa nilai kekokohan batang kayu putih pada perlakuan media tanam menunjukkan rata-rata antara 6 - 12. Pada penelitian ini, media tanah + pasir (M1) dan media tanah (M0) menunjukkan nilai rata-rata kekokohan yang optimal, dengan nilai masing-masing sebesar 6,12 dan 7,11. Menurut Adinugraha (2012), bahwa nilai kekokohan yang tinggi menunjukkan kemampuan hidup yang rendah, dikarena tidak seimbangnya perbandingan antara tinggi batang dan diameternya. Nilai kekokohan yang baik/optimum adalah mendekati nilai 4 - 5. Namun demikian, SNI (1999, dalam Adinugraha, 2012), menyebutkan bahwa, berdasarkan standar mutu bibit pada beberapa jenis tanaman hutan yang lain, menunjukkan kisaran nilai kekokohan bibit 7 - 8, dimana nilai tersebut cukup optimal untuk menggambarkan pertumbuhan bibit yang baik. Gambar 8 di atas dapat dikatakan bahwa, semua nilai rata-rata yang diperoleh tidak masuk dalam kisaran kekokohan batang yang optimal, dimana nilai yang diperoleh lebih besar dari nilai optimalnya. Sesuai pendapt dari Adinugraha (2012) menyebutkan bahwa nilai kekokohan yang baik/optimum adalah mendekati nilai 4-5, dan menurut SNI (1999 dalam Adinugraha, 2012) yang menyatakan bahwa kisaran nilai kekokohan 7 - 8 merupakan nilai yang cukup optimal untuk menggambarkan pertumbuhan bibit yang baik, pada beberapa jenis tanaman hutan. Selanjutnya, Yudohartono dan Fambayun (2012) menyebutkan bahwa, kekokohan semai dapat diartikan sebagai ketahanan semai dalam menerima tekanan angin atau kemampuan semai dalam menahan biomassa bagian atas. Dermayanto (1994 dalam Yudohartono dan Fambayun, 2012) menambahkan, ukuran kekokohan semai yang baik adalah yang seimbang antara tinggi dengan diameternya. Nilai kekokohan semai yang kecil menunjukkan bahwa tanaman memiliki harapan yang lebih tinggi untuk bertahan hidup, terlebih pada terpaan angin dan lahan kering.
Berat Kering
6.00
Rata-Rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan Media Tanam
4.48
4.00 2.00 0.00
0.67
1.72
1.07 M0
M1
M2
Media Tanam
Rata-rata Berat Berangkasan Kering
M3
Gambar 9. Rata-rata Berat Kering Tanaman Pada Tiap perlakuan Media Tanam
Pengaruh Media Tanam …..
Berat Berangkasan Kering (g)
Berat Berangkasan Kering (g)
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa media tanam berpengaruh signifikan terhadap berat kering tanaman kayu putih. sementara itu, frekuensi penyiraman tidak berpengaruh signifikan. Namun demikian, dapat dilihat nilai rata-rata berat kering tanaman kayu putih pada tiap perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman seperti yang tertera pada Gambar 9 dan 10 berikut Rata-Rata Berat Berangkasan Kering Pada Tiap Perlakuan Frekuensi Penyiraman
6.00 4.00 2.00
4.47 1.94 2.26
0.00 P1
P2
P3
Rata-rat Berat Berangkasan Kering
Frekuensi Penyiraman
Gambar 10. Rata-rata Berat Kering Tanaman Pada Tiap perlakuan Frekwensi Penyiraman
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
112
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016
Gambar 9 menunjukkan bahwa besarnya nilai berat berangkasan kering yang diperoleh dari M3, tidak terlepas dari peran pupuk kandang yang sangat baik untuk memperbaiki struktur maupun tekstur tanah. Sehingga pertumbuhan akar tanaman kayu putih menjadi lebih baik. Pertumbuhan akar yang baik akan berdampak pada kemampuan tanaman menyerap air dan hara yang baik pula, dimana air dibutuhkan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Pangaribuan (2008, dalam Zulyana, 2011) menyatakan bahwa, berat kering tanaman akan meningkat jika fotosintesis meningkat, sehingga biomassa akan terserap seiring dengan berjalannya proses fotosintesis. Jumlah biomassa yang terserap akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya berat kering tanaman. Ma’shum (2005), menyebutkan bahwa, pertumbuhan dapat diartikan sebagai perkembangan yang progresif dari suatu mahluk hidup. Perkembangan suatu tanaman dapat ditunjukkan salah satunya melalui berat kering tanaman. Semakin besar nilai berat kering tanaman, maka pertumbuhan tanaman semakin baik. Sebaliknya, jika nilai berat kering tanaman rendah, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Sukarman et al. (2012) menyebutkan, berat kering tanaman menyatakan besarnya akumulasi bahan organik yang terkandung dalam tanaman tanpa kadar air. Apabila pertumbuhan relatifnya lebih cepat, maka hasil fotosintesis lebih baik, yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan berat kering tanaman. Gambar 10 menunjukkan bahwa, penyiraman yang dilakukan 1 kali pada pagi hari (P1) menunjukkan nilai rata-rata tertinggi. Hal ini diduga karena frekuensi penyiraman 1 kali mampu mencukupi kebutuhan air dalam proses fotosintesis. Apabila fotosintesi baik, maka pertumbuhan tanaman juga menjadi lebih cepat, yang akhirnya berpengaruh pada peningkatan berat kering tanaman. Dimana air sangat berpengaruh terhadap turgiditas sel yang mengendalikan membuka dan menutupnya stomata. Apabila kekurangan air, maka turgiditas sel akan menurun dan akan menyebabkan menutupnya stomata. Penutupan stomata akan menghambat penyerapan CO2 yang dibutuhkan untuk pembentukan karbohidrat (Laktan, 2011 dalam Sukarman et al., 2012).
SIMPULAN Dari penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan semai tanaman kayu putih, dimana media tanam M3 memeberikan nilai rata-rata tertinggi pada semua parameter pengamatan, meliputi tinggi tanaman (5,64 cm), jumlah daun (34 helai), diameter batang (0,36 mm), kekokohan batang (12,86), dan berat berangkasan kering (4,48 g). 2. Frekuensi penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan semai tanaman kayu putih. 3. Tidak terdapat interaksi anta media tanam dan frekuensi penyiraman yang memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan semai tanaman kayu putih.
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
113
GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA Adinugraha, H. A. 2012. Pengaruh Cara Penyiraman dan Pemupukan NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni Daun Lebar di Persemaian. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Diakses pada tanggal 3 September 2015. Dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ah UKEwim1avu2JHKAhVScI4KHeHwAjYQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.biotifor.or.id%2F2 013%2Flb.file%2Fgambar%2FFile%2FJurnal%25202012%2FJURNAL%2520Vol.6%2520No.1%2C% 2520Juli%25202012%2520Hamdan.pdf&usg=AFQjCNEFwlGNWB1OVf8Ia2BewD7pgVgkaw&sig2= 3PBcRCLWfY8k7iwk39GSfg&bvm=bv.110151844,d.c2E>. Agromedia. 2010. Petunjuk Pemupukan. Agromedia Pustaka. Jakarta Fatonah, S., Asih, D., Mulyanti, D. dan Iriani, D. 2013. Penentuan Waktu Pembukaan Stomata Pada Gulma Melastoma malabathricum L. di Perkebunan Gambir Kampar, Riau. Jurnal Biospecies Volume 6 Nomor 2 Halaman 16-17. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau dan Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Bandar Lampung. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta Kartikawati, N.K. dan Rimbawanto, A. 2014. Potensi Pengembangan Industri Minyak Kayu Putih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Departemen Kehutanan. Kartikawati, N.K., Rimbawanto, A., Susanto, M., Baskorowati, L., dan Prastyono. 2014. Budidaya dan Prospek Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). : IPB Press. Jakarta Ma’shum, M. 2005. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Mataram : Mataram University Press. Sriyanto, Astuti, dan Sujalu. 2015. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Terung Ungu Dan Terung Hijau (Solanum melongena L .). Jurnal Agrifor Volume XIV Nomor 1 Halaman 42. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Sukarman, J. Hi., Thomas, A., Kalangi, J. I., dan Lasut, M. T. 2012. Pengaruh Frekuensi Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.)). Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015. Dari
. Sunanto, H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu Putih. Kanisius. Yogyakarta Tambunan. 2008. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tanah Hubungannya Dengan Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) di Kebun Kelapa Sawit PTPN II. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Yudohartono, T.P dan Fambayun, R.A. 2012. Karakteristik Pertumbuhan Semai Binuang Asal Provenan Pamasan Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Tanaman Hutan Volume 6 Nomor 3, Halaman 153-154. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Zulyana, U. 2011. Respon Ketimun (Cucumis sativus) Terhadap Pemberian Kombinasi Dosis dan Macam Bentuk Pupuk Kotoran Sapi di Getasan. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Pengaruh Media Tanam …..
Haulani Afifah, Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji
114