Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk ZA Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) Di Kawasan Hutan Produksi RPH Sumberklampok Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng.*) I NYOMAN DIBIA a), WIYANTI b) DAN I DEWA MADE ARTHAGAMA b) a) Dosen Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana,
[email protected], b) Dosen Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana *) Disampaikan dalam Kongres XI dan Seminar Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) di Universitas Brawijaya Malang Tanggal 28-31 Oktober 2015. RINGKASAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk ZA terhadap pertumbuhan tanaman kayu putih dalam rencana pengembangan tanaman kayu putih pada kawasan hutan produksi di RPH Sumberklampok kecamatan Grokgak, kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sederhana yang dilakukan pada 2 blok penelitian yaitu: (1) pada blok I (P1) diberikan perlakuan pupuk organik/pupuk kandang 2 ton/ha (1,25kg pupuk kandang per tanaman) + 80 kg ZA/ha (50 g ZA per tanaman) dan (2) pada blok II diberikan perlakuan pupuk organik/pupuk kandang 4 ton/ha (2,5 kg pupuk kandang per tanaman) + 80 kg ZA/ha (50 g ZA per tanaman). Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 2 m, sehingga dalam 1 hektar terdapat 1600 tanaman. Parameter yang diamati untuk mengukur pertumbuhan tanaman adalah tinggi tanaman dan diameter batang. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan digunakan uji T-tes (Steel and Torrie, 1960; Sujana, 1982). Hasil penelitian menunjukkan terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan P1dengan perlakuan P2. Terjadi peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang pada perlakuan P2. Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan P1 = 479 cm dan pada perlakuan P2 = 587 cm; sedangkan rata-rata diameter batang pada perlakuan P1 = 8,74 cm dan pada perlakuan P2 = 10,78 cm. LATARBELAKANG Pengelolaan hutan selama kurang lebih tiga dekade telah menimbulkan dampak pada luasnya hutan terdegradasi. Karena itu tekanan terhadap hutan alam harus segera dikurangi, dan untuk itu Departemen Kehutanan telah menetapkan orientasi kebijakan pembangunan kehutanan ke depan merupakan era rehabilitasi dan konservasi. Sebagai dampak dari adanya gejolak politik tahun 1997 di Provinsi Bali, terjadi penyerobotan kawasan hutan khususnya di wilayah Bali Barat. Untuk mengantisipasi semakin parahnya kerusakan hutan, maka pemerintah provinsi Bali mengadakan perjanjian kerjasama antara Kepala Dinas Kehutanan Provisi bali dengan Kepala Desa Pejarakan dan Bendesa Adat Pejarakan Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng, yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh kelompok tani Wana Bhakti, dengan lama perjanjian adalah 5 tahun sejak 1 Oktober 2002 sampai dengan tanggal 1 Oktober 2007, dengan luas kawasan hutan yang dikerjasamakan adalah seluas 560 Ha. Adapun jenis tanaman yang dikembamgkan adalah tanaman kayu putih seluas 360 Ha, dan tanaman kayu perpatungan seluas 200 Ha.
2 Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada akhir tahun 2007, adanya tumpang sari di bawah tegakan tanaman kayu putih berdampak pada banyaknya tanaman yang mati sebagai akibat adanya pembersihan lahan sebelum tanam tanaman tumpangsari. Masyarakat sepertinya dengan sengaja membakar bekas gulma yang diletakkan pada pangkal batang tanaman pokok sehingga banyak tanaman yang mati. Dari hasil perhitungan persentase tumbuh tanaman kayu putih yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, persentase tumbuh tanaman kayu putih hanya mencapai 44,50% yang dikategorikan tidak berhasil (Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2007). Di samping faktor kesengajaan yang dilakukan oleh masyarakat, rendahnya persentase tumbuh tanaman tersebut disebabkan karena adanya beberapa kendala antara lain: 1) musim tanam yang kurang tepat/penanaman dilakukan pada akhir musim hujan sementara bulan kering daerah penelitian cukup panjang (6-7 bulan); 2) kurangnya perawatan tanaman seperti pemberian pupuk baik pupuk organik maupun pupuk anorganik. Upaya untuk mengeluarkan masyarakat yang sudah masuk ke dalam hutan nampaknya sangat sulit, sehingga Dinas Kehutanan Provinsi Bali menerapkan pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan pemanfaatan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Hal ini sejalan dengan rencana kegiatan jangka panjang Departemen Kehutanan dimana telah ditetapkan lima kebijakan prioritas yang meliputi: penertiban penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi lahan dan konservasi sumberdaya hutan serta penguatan desentralisasi kehutanan dengan payung ʺsocial forestryʺ. Sebagai prinsip dasar social forestry yaitu: 1) social forestry adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang mencakup aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, sehingga sebuah sistem pengelolaan hutan tidak hanya mementingkan aspek kayu semata, melainkan juga aspek non kayu; 2) social forestry ditujukan untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat; 3) social forestry harus ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup khususnya sumberdaya hutan; 4) mendorong proses kolaborasi multi pihak (Riyanto, 2005). Berkaitan dengan rencana Dinas Kehutanan Provinsi Bali untuk mendirikan satu unit pabrik penyulingan kayu putih yang berlokasi di hutan produksi wilayah Buleleng Barat (RPH Sumberklampok, RPH Sumberkima, dan RPH Gerokgak), maka telah dilakukan kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana untuk melakukan pengkajian mengenai potensi biofisik lahan maupun potensi luasan lahan untuk pengembangannya. Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan bersama Fakultas Pertanian Universitas Udayana, kawasan hutan produksi Bali Barat cukup potensial untuk pengembangan tanaman kayu putih. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan industri minyak kayu putih pada kawasan hutan produksi dimaksud, maka di samping peningkatan jumlah dan kualitas tanaman, perlu juga adanya perluasan areal tanam. Oleh karena itu target penanaman kayu putih seluas 2.000 ha yang direncanakan oleh Dinas Kehutanan harus terus diupayakan dengan melakukan kajian baik secara ilmiah maupun dalam teknis pengembangannya. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman kayu putih maka selanjutnya dilakukan penelitian pemberian pupuk organik/pupuk kandang dan pupuk ZA sebagai sumber N. Sebagai dasar pemberian bahan organik/pupuk kandang dan pupuk ZA sebagai sumber N adalah: meningkatkan daya pegang tanah terhadap air, meningkatkan ketersediaan hara tanah, mengendalikan pH tanah yang terlalu tinggi, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan data dari dokumen KPHP Provinsi Bali (2005) menunjukkan bahwa bahan organik berkisar dari rendah sampai sangat rendah (0,86-1,35%); pH tanah netral sampai agak alkalis (6,8-7,8), N-total tergolong rendah (0,1-0,2%).
3 METODOLOGI Penelitian dilakukan pada kawasan hutan produksi RPH Sumberkampok kecamatan Grokgak kabupaten Buleleng atas kerjasama Dinas Kehutanan Provinsi Bali dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pupuk ZA, pupuk organik/pupuk kandang sapi, dan bibit kayu putih. Sedangkan alat-alat yang diperlukan seperti alat tulis, cangkul, sabit, meteran, dan sebagainya. Perlakuan pemberian pupuk kandang dan pupuk ZA ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sederhana yang dilakukan pada 2 blok penelitian yaitu: (1) Pada blok I diberikan perlakuan pupuk organik/pupuk kandang 2 ton/ha = 1,25kg pupuk kandang per tanaman) + 80 kg ZA/ha = 50 g ZA per tanaman) dengan simbul P1. (2) Pada blok II diberikan perlakuan pupuk organik/pupuk kandang 4 ton/ha = 2,5 kg pupuk kandang per tanaman) + 80 kg ZA/ha =50 g ZA per tanaman) dengan simbul P2. Jarak tanam yang digunakan adalah 3 m x 2 m, sehingga dalam 1 hektar terdapat 1600 tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi dan diameter batang) dilakukan pada tahun ke 3 (mulai bulan Juli – Desember tahun 2010). Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah/pangkal batang sampai pada ujung tanaman yang tertinggi, sedangkan diameter batang diukur pada ketinggian 25 cm dari permukaan tanah. Untuk mengetahui pengaruh terhadap perlakuan yang diberikan digunakan uji T-tes (Steel and Torrie, 1960; Sujana, 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis statistik dengan uji t-Test menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk organik dan pupuk ZA menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang. a. Tinggi Tanaman Kayu Putih Grafik tinggi tanaman kayu putih pada perlakuan P1 dan P2 mulai pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-4 ditampilkan pada Gambar 1, dan hasil uji t-Tes ditunjukkan pada Tabel1.
4
700
Tinggi Tanaman (cm)
600
500 400
300
Blok I Blok II
200
100 0 1
2
3
4
Pengamatan ke
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman kayu putih pada perlakuan P1 (Blok I) dan P2 (Blok II). Rata-rata tinggi tanaman kayu putih mulai pengamatan pertama sampai pengamatan ke-4 pada perlakuan P1 berturut-turut adalah : 414 cm, 442 cm, 456 cm, dan 479 cm, sedangkan pada perlakuan P2 berturut-turut adalah : 514 cm, 548 cm, 565 cm dan 587 cm. Secara visual pertumbuhan tanaman kayu putih pada perlakuan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan perlakuan P2. Secara statsitik dengan menggunakan Uji T (t-Test) mulai pengamatan ke-1 sampai pengamatan ke-4 menunjukkan perbedan yang sangat nyata, (t hit > t tabel). Ini menunjukkan bahwa penambahan dosis pupuk kandang masih menampakkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kayu putih. Tabel 1. Hasil Perhitungan T- test Pada Pengamatan Tinggi Tanaman Uraian
Pengamatan ke 1
2
3
4
JK selisih perlakuan P1 dan P2
141040.6
172700.6
190139.7
208651.5
KT selisih perlakuan
7052.0275
8635.0286
9506.9831
10432.5735
SED
18.3251
20.278
21.277
22.289
Selisih rata-rata P1 dan P2
95.4286
100.8571
103.5714
103.2857
t hit
5.208 **
4.974 **
4.868 **
4.634 **
5
t tabel (0.05,20)
2.086
2.086
2.086
2.086
t tabel (0.01,20)
2.845
2.845
2.845
2.845
** = Sangat berbeda nyata b. Diameter Batang Tanaman Kayu Putih Grafik diameter batang tanaman kayu putih disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar tersebut tampak dengan jelas perbedaan diameter batang antara perlakuan P1 dengan P2. Rata-rata diameter batang mulai pengamatan pertama sampai pengamatan ke-4 pada perlakuan P1 berturut-turut : 7,32 cm, 7,95 cm, 8,27 cm dan 8,74 cm, dan rata-rata diameter batang pada perlakuan P2 berturut-turut : 9,30 cm, 9,99 cm, 10,33 cm dan 10,78 cm. Terjadi peningkatan diameter batang dari pengamatan 1 sampai pengamatan ke 4 baik pada perlakuan P1 maupun pada perlakuan P2. Berdasarkan hasil uji t-Test ditemukan perbedaan diameter batang yang sangat nyata antara perlakuan P1 dengan P2 (Tabel 2). 12
Diameter batang (cm)
10 8 6 Blok I Blok II
4 2 0 1
2 3 Pengamatan ke
4
Gambar 2. Grafik diameter batang tanaman kayu putih pada perlakuan P1 (Blok I) dan P2 (Blok II)
6 Tabel 2. Hasil perhitungan t-Test pada pengamatan diameter batang Uraian JK selisih perlakuan P1 dan P2
1
Pengamatan ke 2 3
4
77.37487
92.44572
100.5923
109.1462
KT selisih perlakuan
3.8687
4.6223
5.0296
5.4573
SED
0.4292
0.46916
0.48939
0.5098
Selisih rata-rata P1 dan P2
1.8852
1.9381
1.9646
1.9410
4.392 **
4.131 **
4.014 **
3.808 **
t tabel (0.05,20)
2.086
2.086
2.086
2.086
t tabel (0.01,20)
2.845
2.845
2.845
2.845
t hit
** = Sangat berbeda nyata Berdasarkan nilai t-hitung, pada pengamatan tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan P1 dengan P2 terhadap tinggi tanaman dan diameter batang (Tabel 1, Tabel 2). Perbedaan ini disebabkan karena adanya pemberian pupuk organik dan pupuk ZA dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di lapangan, penggunaan pupuk kimia (pupuk pabrik) yang dipadukan dengan penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau) dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, serta dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia baik pada lahan sawah maupun pada lahan kering (Hardjowigeno, 1987). Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat menunjukkan bahwa 95 % lahan-lahan pertanian di Indonesia mengandung bahan organik kurang dari 1%, padahal batas minimum bahan organik dianggap layak untuk lahan pertanian adalah 4-5% (Musnamar, 2006). Ketersediaan bahan organik dalam tanah mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting seperti: 1) dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah dan meningkatkan daya menahan air dari tanah sehingga tanah dapat menyediakan air lebih banyak khususnya di musim kering; 2) memperbaiki sifat kimia dan kesuburan tanah seperti meningkatkan kapasitas tukar kation, serta menyediakan unsur hara tanaman berupa unsur N, P, K, Ca, Mg, S, dan unsur-unsur mikro yang sangat dibutuhkan tanaman; 3) bahan organik dapat memperbaiki keadaan biologi tanah sehingga tanah tetap hidup, awet dan tetap tahan terhadap goncangan yang menyebabkan kerusakan tanah. Rosmarkam dan Yuwono (2006) menyebutkan bahwa bahan organik dapat berfungsi sebagai buffer pada tanah-tanah yang mempunyai pH agak tinggi sehingga pH tanah dapat diturunkan mendekati netral. Pada kondisi ini unsur hara menjadi lebih tersedia sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman. Selain berfungsi sebagai buffer untuk menetralkan pH tanah,
7 bahan organik juga berfungsi menambah unsur-unsur hara setelah terjadinya pelapukan bahan organik. Tanah dengan pH tanah agak tinggi (terutama tanah-tanah dengan bahan induk kapur/campuran kapur dengan curah hujan yang rendah dan masa kering yang panjang), pada suasana kering, unsur Fe umumnya terdapat dalam bentuk Fe3+ yang sangat sulit tersedia bagi tanaman. Sedangkan unsur Fe dapat tersedia bagi tanaman adalah dalam bentuk Fe2+. Oleh karena itu, untuk mengatasinya, pH tanah sedikit diturunkan sampai mendekati netral dengan penambahan bahan organik, unsur Fe secara langsung ataupun pemberian sulfur, baik lewat daun maupun lewat tanah. Adanya perlakuan pemberian pupuk ZA juga sangat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan tanaman kayu putih. Pupuk ZA dalam kemasannya mengandung unsur N dan S, dimana unsur N sangat berperan dalam: meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan hijau daun tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun, meningkatkan berkembangnya mikroorganisme dalam tanah yang penting dalam pelapukan bahan organik tanah (Suteja dan Karta Saputra, 2002). Sedangkan unsur S merupakan komponen penting dalam pembentukan protein, dan berpengaruh terhadap pembentukan khlorofil dan mempercepat perkembangan akar. KESIMPULAN Terjadi perbedaan yang nyata antara perlakuan P1(2 ton pupuk kandang + 80 kg Za/ha) dengan perlakuan P2 (4 ton pupuk kandang + 80 kg Za/ha). Terjadi peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman dan diameter batang pada perlakuan P2. Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan P1 = 479 cm dan pada perlakuan P2 = 587 cm; sedangkan rata-rata diameter batang pada perlakuan P1 = 8,74 cm dan perlakuan P2 = 10,78 cm. Ucapan Terima Kasih Terimakasih disampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali yang telah memfasilitasi tempat penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Budi Riyanto (2005). Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam. Penerbit Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan. Bogor 317 h. Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2005). Laporan KPHP Provinsi Bali. Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2007). Monitoring dan Evaluasi Rehabilitasi Hutan Kerja Sama dengan Kelompok Tani Desa Pejarakan Kabupaten Buleleng. Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2007). Buku Laporan Pilot Proyek Pengembangan Tanaman Kayu Putih di Hutan Produksi Sumberklampok Musnamar, E.I (2006). Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Seri Agro Tekno Penebar Swadaya, Cimanggis Bogor.
8
Rosmarkam, A. Dan N. W. Yuwono. (2006). Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit PT Kanisius Jakarta. 224 p. Sarwono Hardjowigeno (1987). Ilmu Tanah. PT Mediyatama sarana Perkasa, Jakarta. Steel, G.D.R & J.H. Torrie (1960). Principles and Prosedure of Statistics. Mc. Grow –Hill. Book Comp. Inc. New York – Taronto London Sujana (1982). Disain dan Analisis Eksperimen. Tarsito – Bandung Sutedjo, M.M, dan A. G. Kartasapoetra (2002). Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta Jakarta.