PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN JAHE E. Latifah dan Z. Arifin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Perbaikan struktur tanah diikuti dengan penambahan kandungan haranya merupakan kegiatan agronomis yang diperkirakan dapat meningkatkan produktivitas jahe. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui macam dan takaran pupuk organik yang dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil panen tanaman jahe. Kajian dilaksanakan di rumah kaca BPTP Karangploso Kabupaten Malang, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial, diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang dikaji adalah macam pupuk organik (Azolla, Guano dan kotoran sapi), masing-masing 10,20 dan 30 t/ha. Hasil kajian menujukkan bahwa Pemberian pupuk organik menambah N total tanah seta meningkatkan pertumbuhan dan hasil jahe. Pertumbuhan dan hasil ini meningkat dengan meningkatnya takaran pupuk organik sampai 30 ton/ha. Kata kunci: Jahe, kompos azolla, guano dan kotoran sapi, pertumbuhan tanaman PENDAHULUAN Harga jual rimpang jahe yang terus meningkat mendorong perlunya upaya meningkatkan produksi tanaman jahe. Di samping itu banyak petani gagal panen akibat kurangnya perbaikan tindakan agronomis yang menyebabkan harga jahe terus naik. Sampai saat ini petani belum banyak mendapatkandari usahatani jahe, karena hasil panennya masih rendah disebabkan karena petani belum menguasai teknologi budidaya yang dapat meningkatkan produksi usahataninya. Hal ini terlihat dari seringnya petani gagal panen yang disebabkan oleh tingginya serangan hama/penyakit terutama penyakit busuk bakteri, serta jenis dan takaran pupuk yang diberikan tidak tepat. Perbaikan struktur tanah baik sifat fisik, kimia, biologi tanah dan peningkatan kandungan hara tanah merupakan langkah penting dalam peningkatan produktivitas jahe karena rimpang jahe berkembang dalam tanah. Salah satu cara memperbaiki struktur tanah adalah dengan pemberian pupuk organik. Pupuk organik ini dapat berasal dari kotoran hewan (hewan ternak biasa atau hewan liar). Meskipun kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti permeabilitas, porositas, struktur daya menahan air dan kationkation tanah. Salah satu pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan liar adalah guano yang merupakan deposit/sedimen yang terdiri dari kotoran binatang terutama kotoran burung laut dan kelelawar yang telah mengalami pengaruh alam dalam waktu relatif lama dan telah mengalami perubahanperubahan, dan unsur hara yang terdapat di dalamnya adalah N,P, dan K. Kandungan hara yang paling tinggi adalah fosfor. Kajian ini bertujuan untuk 421
mengetahui macam dan takaran pupuk organik yang dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil panen tanaman jahe.
METODE PENELITIAN Kajian dilaksanakan di rumah kaca BPTP Jawa Timur, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial, masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang dikaji adalah macam pupuk organik (azolla, guano dan kotoran sapi), masing-masing 10,20 dan 30 t/ha. Alat yang digunakan dalam percobaan cetok, roll meter, alat semprot, area meter, polibag, gembor, oven electric. Bahan-bahan yang digunakan bibit jahe klon gajah, pupuk organik, KCL, SP 36, Urea, Pestisida. Media tanah yang telah diayak dan diinkubasikan selama empat minggu, diberi pupuk sesuai perlakuan, kemudian dimasukkan ke dalam polibag (10 kg/polibag). Bibit diambil dari tanaman sudah tua (berumur 9-12 bulan) dan tumbuh subur. Bibit ditunaskan dengan cara menyimpan rimpang di tempat teduh (kelembaban cukup) selama 34 minggu atau bibit bertunas. Bibit dipotong-potong berukuran ± 50 gr/bibit dengan satu mata tunas. Bibit yang telah bertunas sepanjang 2 cm ditanam sedalam 3 cm dari permukaan tanah, 1 bibit /polibag. Polibak diatur penempatannya sesuai perlakuan, jarak antar polibag 20 cm x 20 cm, sehingga jumlahnya 150 polibag. Disiapkan pupuk Urea 400 kg/ha, SP36 600 kg/ha, dan KCL 500 kg/ha. Pupuk SP36 dan KCL diberikan seluruhnya saat tanam, sedangkan urea diberikan secara bertahap pada 4 dan 12 minggu setelah tanam dan masingmasing setengah bagian. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pengairan, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan 1 dilakukan 2 minggu setelah tanam. Penyiangan berikutnya dilakukan jika gulma muncul lagi. Panen dilakukan umur 105 hst setelah tanam, menggunakan cethok, diusahakan agar hasil panen tidak lecet atau terpotong. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), jumlah tunas per rumpun, luas daun per rumpun, berat kering total tanaman (g), berat segar rimpang (g). Tanah yang telah diinkubasi selama 4 minggu dianalisis sifat-sifatnya meliputi distribusi ruang pori, berat volume, pH H2O, C Organik, C/N Ratio, N total, Ptersedia dan K tersedia. Data dianalisis secara statistik menggunakan uji DMRT 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sifat Kimia Tanah Betambahnya takaran bahan organik, menambah C organik dan N total dalam tanah (Tabel 1). Berdasarkan kriteria tanah dari Pusat Penelitian Tanah, tanah yang diberi berbagai macam pupuk organik dengan takaran yang berbeda, setelah diinkubasi 4 minggu mempunyai C organik yang rendah pada semua
422
takaran dan N total rendah pada takaran 10 t/ha, kemudian meningkat termasuk kategori sedang pada takaran 20 t/ha dan 30 t/ha. Nisbah C/N yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tanah yang diberi pupuk organik azolla dan guano termasuk dalam kategori rendah untuk semua takaran dibanding dengan kontrol dan tidak berbeda dengan tanah yang diberi azolla 10 t/ha. Nisbah C/N yang rendah ini menunjukkan tidak ada persaingan antara akar tumbuhan dan mikroba dalam penggunaan hara nitrogen dalam tanah tersebut. Masalah akan timbul bila kandungan nitrogen dalam bahan organik terurai sedikit, karena jasad renik mungkin menjadi kekurangan nitrogen dan bersaing dengan tumbuhan tingkat tinggi untuk memperoleh nitrrogen apa saja yang tersedia dalam tanah (Foth,1994). Sebaliknya nisbah C/N yang semakin tinggi menyebabkan dekomposisi semakin sulit karena terlalu banyak senyawa komplek. Dikatakan pula oleh Hakim et al. (1986) jika C/N ratio dari bahan organik tinggi maka nitrogen diimoblisasi, jika nitrifikasi baik maka C/N rendah, menyebabkan bahan organik cepat habis, sehingga untuk mempertahankan bahan organik dalam tanah harus disediakan nitrogen cukup, dekomposisi bahan organik yang terus berlanjut dicirikan oleh C/N yang rendah, sedangkan C/N yang tinggi menunjukkan dekomposisi belum berlangsung atau baru mulai. Menurut Sugito dan Maftuchah (1994) selama proses dekompisisi bahan organik berlangsung atau baru mulai, dan selama proses dekomposisi bahan organik berlangsung akan terjadi penurunan C/N bahan organik dan senyawa lain. Hal ini disebabkan oleh perubahan senyawa karbon yang komplek dalam bentuk senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana dalam bentuk anorganik, sehingga proses dekomposisi bahan organik ini akan menyediakan unsur nitrogen, fosfor, sulfur dan unsur hara lain yang lebih tersedia bagi tanaman, tergantung kepada penyusun bahan organik tanaman. Tabel 1. Sifat Kimia Tanah Macam takaran pupuk organik (t/ha) azolla 10 A 20 A 30 guano 10 G 20 G 30 sapi 10 S 20 S 30 Kontrol azolla guano sapi
Sifat kimia C organik (%) 1,74 1,23 1,30 1,27 2,72 4,08 1,14 0,84 1,41 1,45 75,0 25,0 18,84
N total (%)
C/N
P2O5 Bray 1 (ppm)
0,09 0,40 0,40 0,18 0,46 0,80 0,10 0,08 0,10 0,08 5,00 7,43 1,38
19,33 3,08 3,20 7,06 5,90 5,10 11,4 10,5 14,10 18,13 15,00 3,36 13,65
3,1 4,6 6,2 13,8 33,2 46,8 6,8 6,1 6,2 1,9 9,0 16,24 5,0
K tersedia (mg/100g) 130,6 126,5 109,8 218,3 105,7 118,6 88,7 97,1 109,6 130,1 45,00 109,1 14,00
pH H2O 6,8 6,3 6,6 5,7 6,0 4,6 6,6 6,7 7,1 6,8 7,0 6,7 7,3
K tersedia untuk semua perlakuan termasuk dalam kategori yang sangat tinggi, sedangkan P2O5 tersedia untuk perlakuan kompos azolla dan kotoran sapi sangat rendah pada semua takaran dan pupuk organik guano dari takaran 10 423
t/ha sampai dengan 30 t/ha berada dari kategori rendah, sedang sampai tinggi. Kadar P tersedia yang semakin meningkat ini disebabkan karena cadangan fosfat mengalami fosfatasi (Partohardjono dan Syarifudin,1991). Menurut Sediyarso (1999) fosfat guano ini mudah larut oleh air hujan meskipun awalnya kandungan fosfat hanya 0,1 sampai 0,2 % P saja (0,25-0.49% P2O5) dan terus meningkat dengan berjalannya waktu. Sesuai kriteria Pusat Penelitian Tanah (cit Hardjowigeno, 1995), tanah pada perlakuan kompos azolla dan pukan memiliki pH netral. pH tanah ini mempengaruhi mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. pH yang berbeda ini disebabkan karena pemberian bahan organik dapat meningkatkan maupun menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organik (Sugito dan Maftuchah, 1994). Untuk menghasilkan rimpang yang gemuk berdaging, tanaman jahe sebaiknya ditanam di tanah yang banyak mengandung bahan organik/humus dan drainase yang baik. Jenis tanah yang cocok yaitu tanah Andosol dan Latosol merah coklat serta kemasaman tanah normal (pH 6-7) (Anonim, 2011). Pada pH rendah , hanya muatan permanen lempung, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation, dengan demikian kapasitas tukar kation relatif rendah (Hakim et al., 1983). Pupuk guano menyebabkan pH tanah agak masam. Sediyarso (1999) menyatakan bahwa mineral apatit dari batuan sedimen yang berasal dari guano, dapat membentuk ratusan ribu sampai jutaan ton batuan fosfat tidak larut dalam air kecuali dalam larutan asam, selama pelapukan, pH air berada dibawah netral (pH<7). Kemasaman tanah penting terhadap ketersediaan fosfat dan efisiensi pupuk fosfat yang diberikan dalam tanah. Fiksasi fosfor oleh besi dan alumunium tinggi pada pH rendah dan menurun bila tanah dikapur (Partohardjono dan syarifuddin, 1991). Bila pH 5,5-7,5, fosfor berubah dari H2PO=4 menjadi HPO=4, kedua bentuk ini tersedia untuk tanaman tingkat tinggi, disebabkan semakin jumlah kecil fosfor terikat dalam senyawa komplek mineral tanah yang umumnya tersedia sangat lambat (Buckman and Brady, 1982). 2. Jumlah Daun Pemberian pupuk organik tidak mempengaruhi jumlah daun pada tanaman berumur 35 hst. Hal ini disebabkan unsur-unsur hara yang terkandung di dalam pupuk organik yang diberikan di dalam tanah belum tersedia, dan cadangan makanan yang terdapat dalam rimpang jumlahnya kecil. Sebaliknya pemberian pupuk organik dapat meningkatkan jumlah daun pada tanaman berumur 49-105 hari. (Tabel 2). Pada umur 49 hst jumlah daun paling banyak ditunjukkan oleh tanaman yang diberi azolla dibandingkan dengan pemberian guano dan sapi. Pada umur 63 dan 77 hst jumlah daun pada tanaman yang diberik kompos azolla dan guano tidak berbeda dengan tanaman yang diberi kotoran sapi. Saat tanaman berumur 91 dan 105 hst, pemberian pupuk guano menghasilkan tanaman dengan jumlah daun paling banyak, sedangkan pemberian kotoran sapi menghasilkan jumlah daun paling sedikit. Hal ini disebabkan karena guano mengandung unsur hara 424
tersedia paling banyak akibat proses pelapukan yang cukup lama. Kandungan N,P,K tersedia yang tinggi dalam guano mendorong laju fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat, kemudian ditranslokasikan ke organ-organ tumbuhan di antaranya daun, berakibat jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak. Tabel 2. Jumlah daun pada perlakuan pupuk organik Tanaman umur (hari) Macam takaran pupuk organik (t/ha) 35 49 63 77 91 Azolla10 4,22 a 10,30 a 11,9 b 27,1 b 41,1 b 20 4,22 a 11,00 a 15,0 a 30,0 a 43,1 b 30 4,33 a 11,00 a 15,2 a 33,3 a 46,7 b Guano10 4,22 a 9,00 b 13,6 b 30,0 a 43,1 b 20 4,33 a 9,11 b 15,2 a 33,3 a 49,5 a 30 4,33 a 11,00 a 16,7 a 33,3 a 52,4 a Sapi10 3,89 a 7,22 a 11,9 b 23,8 b 40,6 c 20 4,22 a 7,78 c 13,6 b 27,1 b 41,1 b 30 4,22 a 9,00 b 13,6 b 30,0 a 49,5 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
105 61,9 b 64,9 b 74,2 a 61,9 b 74,2 a 78,3 a 61,1 c 61,9 b 64,9 b tidak berbeda
3. Tinggi Tanaman Tanaman yang dipupuk dengan kompos azolla tumbuh paling tinggi, sebaliknya tanaman yang dipupuk kotoran sapi tumbuh paling rendah (Tabel 3). Tanaman azolla yang tumbuh baik, mengandung 3-5% nitrogen, sehingga 2237% mengandung protein pada bahan keringnya. Dengan demikian kandungan nitrogen yang tinggi menyebabkan azolla digunakan sebagai pupuk organik dan tidak menyebabkan keracunan (Khan,1981). Tabel 3. Tinggi tanaman pada perlakuan pupuk organik Macam takaran Tanaman umur (hari) pupuk organik (t/ha) 35 49 63 77 91 Azolla10 24,6 b 34,1 b 41,0 b 46,0 c 50,3 c 20 27,7 a 41,4 a 40,0 b 47,7 c 54,0 bc 30 29,0 a 41,4 a 59,0 a 72,7 a 83,0 a Guano10 20,8 c 33,7 b 41,0 b 48,7 c 55,7 bc 20 23,1 b 34,1 b 41,0 b 48,3 c 55,3 bc 30 23,6 b 41,4 a 56,3 a 61,3 b 67,3 b Sapi10 20,8 c 29,7 c 36,7 b 45,3 c 52,3 c 20 24,6 b 33,7 b 37,7 b 49,3 c 56,0 bc 30 24,6 b 34,1 b 44,0 b 53,3 bc 61,3 bc Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.
105 57,0 c 61,7 bc 88,3 a 58,0 c 62,7 bc 74,7 b 59,0 c 68,3 bc 69,3 bc sama
Penambahan takaran pupuk organik meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kebutuhan pupuk termasuk pupuk organik pada tanaman jahe cukup tinggi, karena jahe dikenal sebagai tanaman yang banyak menguras hara terutama N dan K (Bautista dan Aycardo, 1979) 4. Berat Segar Rimpang Pemberian pupuk organik meningkatkan berat segar rimpang, dan berat rimpang bertambah dengan bertambahnya takaran pupuk organik sampai dengan 30 ton/ha (Tabel 4). Tanaman jahe yang dipupuk dengan guano takaran 10-30 t/ha menghasilkan rimpang paling berat, sedangkan kotoran sapi 425
menghasilkan rimpang paling ringan. Kandungan N total dalam kotoran sapi paling rendah, diduga sebagai penyebab rendahnya berat rimpang yang dihasilkan oleh tanaman yang dipupuk kotoran sapi. Tabel 4. Berat segar rimpang pada perlakuan pupuk organik Macam pupuk organik Azolla 10 20 30 Guano 10 20 30 Sapi 10 20 30
Berat segar rimpang (gram) 93,6 ef 98,4 d 100,4 cd 101,4 c 121,1 b 145,2 a 92,0 f 95,7 e 100,6 cd
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%
KESIMPULAN Pemberian pupuk organik menambah N total tanah seta meningkatkan pertumbuhan dan hasil jahe. Pertumbuhan dan hasil ini meningkat dengan meningkatnya takaran pupuk organik sampai 30 ton/ha. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Budidaya Tanaman Jahe. www.disbun.jabarprov.go.id/assets/.../Budidaya%20Tan.%20jahe.do. Diakses tanggal 22 November 2011. Buckman, H and Brady, N . 1982. Ilmu Tanah. PT. Bharata Karya Aksara. Jakarta (Terjemahan dari The Nature and Properties of Soils). Foth. 1994. Dasar –Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hardjowigeno. S. 1995. Ilmu Tanah . Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Hakim N, Nyakpa Y Lubis, Nugroho S, Rusdi S, Amin, Go Ban dan Bailey H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Partohardjono. S. I dan Syarifuddin. K. 1991. Fosfor Peranan dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Kerjasama PT Petrokimia Gresik (Persero) dengan Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Sugito, Y. dan Maftuchah. 1994. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan KCL Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Jahe Muda (Zingiber Officinale Rose), Tropika Faperta UN Malang, III(5) : 27-41. Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. 426