PENGARUH LUASAN DAN JARAK DARI DAERAH INTI PADA AREA TERFRAGMENTASI TERHADAP KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA
FAITH FITRIAN
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Luasan dan Jarak dari Daerah Inti pada Area Terfragmentasi Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Faith Fitrian NIM E34080074
ABSTRAK FAITH FITRIAN. Pengaruh Luasan dan Jarak dari Daerah Inti pada Area Terfragmentasi Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan LILIK BUDI PRASETYO. Herpetofauna rentan terhadap perubahan habitat dan kerusakan hutan karena sebagian besar herpetofauna memiliki tipe habitat khusus dan spesifik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh luasan dan jarak dari daerah inti pada area terfragmentasi terhadap keanekaragaman dan kehidupan herpetofauna di habitat tersebut. Pengambilan data lapang dilakukan dengan waktu efektif pengamatan 14 hari (September – Oktober 2012) menggunakan metode VES (Visual Encounter Survey) pada patch habitat untuk inventarisasi terbatas pada mikro-habitat jenis tertentu. Hasil survei menemukan 36 jenis herpetofauna (22 jenis amfibi dan 14 jenis reptil),nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener amfibi (H’) pada seluruh tipe habitat berkisar antara 1,39 sampai 2,57 yang berarti sedang. Nilai keanekaragaman reptil pada seluruh tipe habitat berkisar antara 0,56 sampai 2,04, yang tergolong rendah hingga sedang. Daerah terfragmentasi terutama yang memiliki sumber air digunakan sebagai mikrohabitat yang dapat menunjang kehidupan herpetofauna. Terdapat hubungan antara luasan daerah fragmen, jarak fragmen dengan area inti dan karakteristik habitat dengan jumlah individu dan jenis herpetofauna. Semakin luas suatu area terfragmentasi maka semakin tinggi keanekaragaman jenis dan jumlah individu. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa jarak area terfragmentasi terhadap area inti mempengaruhi keanekaragaman herpetofauna. Kata kunci: area inti, fragmentasi habitat, herpetofauna, keanekaragaman.
ABSTRACT FAITH FITRIAN. The Influence of Space and Distance From The Core Area to Fragmented Area Toward The Diversity of Herpetofauna. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and LILIK BUDI PRASETYO. Herpetofauna are vulnerable to habitat changes and deforestation because most of the herpetofauna need specific habitat type. The purpose of this research is to assess the relationship between size and distance from core areas to fragmented area to diversity of herpetofauna. Survey was carried out for 14 days (September - October 2012) using VES method (Visual Encounter Surveys) combined with patch sampling for specific microhabitat. A total of 36 species of herpetofauna (22 species of amphibian and 14 reptiles) was found, in which index Shannon-Wiener for amphibians (H’) in all types of habitats ranged from 1.39 to 2.57, which is mean low diversity. Diversity index of reptiles in all types of habitats ranged from 0.56 to 2.04, it means low to moderate diversity. Fragmented area, especially those with water source are mainly used as microhabitat and able to support herpetofauna life. There is a relation between size of fragments, distance fragments to core area and habitat characteristics to number of individuals and species of herpetofauna. Higher size of fragmented area has richer diversity of species and higher number of individuals. In summary, distance of fragmented areas to core areas affects the diversity of herpetofauna. Keywords: core area, diversity, habitat fragmentation, herpetofauna.
PENGARUH LUASAN DAN JARAK DARI DAERAH INTI PADA AREA TERFRAGMENTASI TERHADAP KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA
FAITH FITRIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Luasan dan Jarak dari Daerah Inti pada Area Terfragmentasi Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna Nama : Faith Fitrian NIM : E34080074
Disetujui oleh
Dr Ir Mirza D. Kusrini, MSi Pembimbing I
Prof Dr Ir Lilik B.Prasetyo, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 sampai Oktober 2012 ini ialah keanekaragaman herpetofauna, dengan judul Pengaruh Luasan dan Jarak dari Daerah Inti pada Area Terfragmentasi Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Ervizal Amzu, MS selaku ketua siding dan Ibu Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi selaku penguji dalam ujian Komprehensif. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada PT Astra Agro Lestari Tbk atas ijin dan bantuan logistik selama penelitian serta IRATA atas bantuan pendanaan untuk transportasi menuju lokasi dan penulisan. Ucapan terimakasih setulusnya saya sampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, perhatian dan kasih sayangnya. Penulis mengungkapkan rasa terimaka kasih kepada Tirtayasa sebagai teman seperjuangan selama penelitian, bang Rhaco, bang Meidi, abang teteh Lab Katak (bang Too Cool, teh Uphi, teh Muthi, mba Inggar), KPH 45 (Rika, Peqi, Wawa, Nela, Asep, Mamat, Teko, Kamal), teman-teman Lab GIS (Juan, Intan, Adis, Ardhi, Malau, Nuga, Indra, Lintang) keluarga besar Edelweis 45, clan NSC (Meidi, Ojan, Ulqi, Uul, Ibad, Epul, Mundi, Uta, Pion), seorang yang spesial dan tidak dapat disebutkan namanya yang telah membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Faith Fitrian
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
2
Metode Pengumpulan Data
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
5 5
Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Area Terfragmentasi
5
Pengaruh Luasan dan Jarak dari Area Inti Terhadap Herpetofauna
8
Pembahasan
9
Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Area Terfragmentasi
9
Pengaruh Luasan dan Jarak dari Area Inti Terhadap Herpetofauna
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL 1. Rekapitulasi jumlah jenis dan individu pada berbagai tipe habitat 2. Hasil uji Chi kuadrat antara luas area terfragmentasi dengan jumlah individu, keanekaragaman amfibi dan reptil 3. Hasil uji Chi kuadrat antara jarak area terfragmentasi dari area inti (Euclidian distance) dengan keanekaragaman amfibi dan reptil
8 9 9
DAFTAR GAMBAR 1. Peta lokasi penelitian 2. Diagram alur pembuatan peta distribusi herpetofauna di area terfragmentasi 3. Indeks Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di STN 4. Peta sub-habitat 5. Dendogram Kesamaan jenis amfibi berdasar tipe habitat 6. Dendogram Kesamaan jenis reptil berdasar tipe habitat
3 5 6 6 7 7
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis dan jumlah amfibi yang ditemukan berdasarkan tipe habitat Jenis dan jumlah reptil yang ditemukan berdasarkan tipe habitat Perbandingan jenis amfibi yang ditemukan di areal PT STN Perbandingan jenis reptil yang ditemukan di areal PT STN Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan luasan area terfragmen Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan jarak dari area inti
15 16 17 18 19 21
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Herpetofauna sangat rentan terhadap perubahan habitat dan kerusakan hutan karena sebagian besar herpetofauna memiliki tipe habitat khusus dan spesifik terutama pada kondisi air, suhu dan vegetasi. Menurut Mistar (2008), jenis amfibi dan reptil mempunyai habitat spesifik sangat bermanfaat untuk memberikan peringatan dini terjadinya perubahan kualitas lingkungan. Reptil tidak akan diam pada suatu kondisi lingkungan yang buruk, mereka akan cenderung bergerak menjauh untuk menghindari kondisi lingkungan tersebut (Edgar et al. 2010). Dalam penelitiannya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Sumatera Selatan, Endarwin (2006) menemukan pembuktian jenis-jenis reptil pada habitat terganggu dan tidak terganggu. Jenis reptil yang ditemukan pada habitat terganggu adalah reptil yang aktif pada siang hari (diurnal) karena pada daerah yang terbuka mereka lebih mudah mendapatkan mangsa, sedangkan reptil yang ditemukan pada habitat yang tidak terganggu merupakan reptil yang hidup di vegetasi (arboreal) karena memerlukan kelembaban yang tinggi dan tempat berlindung yang baik. Selanjutnya, pada penelitian Yanuarefa (2010) di lokasi yang sama menunjukkan distribusi spasial pada amfibi cenderung mengelompok pada daerah hutan dataran rendah (daerah inti) dari pada di daerah peralihan karena memiliki beragam mikro habitat, dekat dengan sumber air dan terlindung dari kekeringan. Hal ini menunjukan adanya pola penyebaran herpetofauna yang dipengaruhi oleh kondisi dan tipe habitat di sekitar mereka. Kawasan perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur (STN) yang merupakan anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk. yang terletak di Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur berusaha mempertahankan areal hutan di dalam kawasan perkebunan tetap menjadi habitat berbagai satwa liar. Usaha tersebut dilakukan dengan menerapkan status kawasan bernilai konservasi tinggi (NKT) atau high conservation value area (HCVA). Keberadaan HCVA ini terbukti mampu mendukung keanekaragaman hayati berbagai satwa (Kusrini et al. 2011). Keberadaan kebun sawit telah merubah lanskap hutan alami menjadi beberapa fragmen lanskap. Fragmentasi habitat adalah proses yang menyebabkan suatu daerah dengan habitat yang luas mengalami pengurangan area atau dibagi menjadi dua bagian atau lebih (Widhiastuti 2008). Daerah terfragmentasi pada lokasi penelitian terletak di dalam area kebun kelapa sawit namun termasuk kawasan HCVA. Pada suatu habitat yang terfragmentasi akan terbentuk suatu pecahan-pecahan habitat (patch habitat) yang lebih kecil dari habitat intinya. Menurut Schimiegelow dan Monkkonen (2002), fragmentasi mengarah ke berubahnya pacth besar ke patch lebih kecil yang lebih banyak dan menyebabkan hilangnya habitat hutan alami. Hal ini menyebabkan penurunan sumber daya dan daya tampung yang tersedia untuk satwa liar. Sih et al. (2000) menyatakan dengan membuka daerah inti, fragmentasi habitat terus-menerus mengakibatkan terbentuknya pecahan dan dapat juga terbentuk daerah peralihan. Kondisi daerah pecahan sangat memungkinkan terjadinya perbedaan iklim mikro dengan daerah intinya. Perbedaan kondisi habitat antara daerah inti dan daerah terfragmentasi menyebabkan perubahan ekologi satwa liar terutama di daerah fragmennya.
2 Menurut East et al. (1995), jika habitat pecahan hanya sesuai dengan individu dewasa dan dikelilingi oleh habitat yang sesuai untuk individu muda, hal ini memungkinkan adanya kepadatan lebih tinggi pada satu habitat yang dikelilingi habitat lain yang tidak cocok untuk jenis tersebut. Semakin terbatasnya ruang gerak dan sempitnya habitat suatu satwa menyebabkan pergerakan satwa berpindah ke lokasi lain baik secara sementara ataupun permanen. Pada umumnya dibutuhkan suatu penghubung (koridor) antar lokasi habitat yang memungkinkan satwa untuk berpindah, namun di daerah terfragmentasi terutama daerah pecahan terdapat pembatas yang menyulitkan satwa untuk berpindah. HCVA di PT STN sangat terfragmentasi, terdapat kantung-kantung habitat di dalam kebun yang diduga dapat berfungsi menjadi tempat perlintasan maupun refugia (lokasi bertahan hidup yang sifatnya sementara) bagi herpetofauna. Oleh karena itu penelitian di PT STN diharapkan akan mendapatkan informasi lebih dalam mengenai pengaruh luasan dan jarak dari daerah inti pada area terfragmentasi terhadap keanekaragaman dan kehidupan herpetofauna di habitat tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis : 1. Keanekaragaman herpetofauna di areal terfragmentasi di kawasan kebun sawit 2. Pengaruh jarak area terfragmentasi dari area inti terhadap keanekaragaman herpetofauna.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan antara tanggal 17 September sampai 31 Oktober 2012, dengan waktu efektif pengamatan 14 hari. Selanjutnya pengolahan dan analisis data dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2012. Lokasi pengambilan data dilaksanakan di kawasan perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur (STN), Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi tiga tipe habitat, yaitu hutan Karst, hutan Sekunder dan kebun kelapa sawit. Khusus tipe habitat kebun kelapa sawit digolongkan pada daerah terfragmentasi yang terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas umur tanam, yaitu kelas umur 9, 13 dan 17 tahun. Pemilihan ketiga kelas umur tersebut untuk mewakili kelas umur tanaman muda, menengah dan tua. Kawasan hutan Karst dan hutan Sekunder merupakan areal HCVA di dalam areal STN. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Secara geografis PT STN terdapat di 10 20” – 1025” LS dan 1160 25” – 1160 30” BT. Lokasi PT STN berbatasan di sebelah utara dan barat dengan kecamatan Waru, sebelah timur dengan kecamatan Babulu dan sebelah selatan dengan
3 kecamatan Labangka. Letak administratif PT STN terdapat di Desa Labangka, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur. Kondisi iklim di wilayah Kalimantan Timur adalah iklim tropis yang memiliki musim kemarau dan penghujan, musim kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Agustus dan musim penghujan terjadi pada bulan September hingga April (BMKG 2013). Berdasarkan data tahun 2005 – 2009, diketahui curah hujan ratarata sebesar 2.394,2 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rerata 130,8 hari/tahun. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data satwa yang digunakan adalah Visual Encounter Survey (VES) yaitu pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur pengamatan baik di daerah terestrial maupun akuatik (Heyer et al. 1994). Pengambilan data pada habitat hutan karst dan hutan sekunder dengan mencari herpetofauna pada transek sepanjang 400 m. Metode ini umum digunakan untuk menentukan kekayaan jenis suatu daerah, untuk menyusun suatu daftar jenis, serta untuk memperkirakan kelimpahan relatif jenis herpetofauna yang ditemukan. Menurut Heyer et al (1994), penggunaan metode VES melalui asumsi sebagai berikut: 1). Setiap individu dari semua spesies mempunyai kesempatan yang sama untuk diamati, 2). Setiap spesies menyukai tempat atau habitat yang sama, 3). Semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan, dan 4). Hasil survei merupakan hasil pengamatan lebih dari satu orang.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
4 Metode VES yang digunakanpada habitat terfragmentasi merupakan modifikasi, yaitu Visual Encounter Survey pada Patch habitat. Patch habitat merupakan mikro-habitat jenis tertentu yang memiliki kondisi fisik, vegetasi dan karakteristik habitat yang berbeda dengan habitat intinya (Lambert 2011). Survei pendahuluan dilakukan dengan menganalisis peta areal kerja untuk mengetahui batas dan luasan setiap tipe habitat, kemudian dilakukan pengamatan langsung untuk menentukan lokasi pengambilan data. Survei pendahuluan dilakukan untuk mengambil data habitat dan dilakukan sebelum pengambilan data satwa. Penentuan habitat pecahan berdasarkan lokasi yang memiliki tipe vegetasi dan kondisi fisik yang berbeda dengan sekitarnya melalui analisis peta areal STN. Habitat terfragmentasi yang terdapat pada lokasi penelitian terbagi menjadi 6 lokasi pengamatan, yaitu tipe habitat Sawit KU 9 thn, 13 thn dan 17 tahun masing-masing memiliki 2 lokasi pengamatan. Pengumpulan data satwa dilakukan setelah penentuan areal fragmentasi yang akan diamati. Pengumpulan data satwa dilakukan pada siang hari bersamaan dengan survei lokasi dan malam hari pada lokasi yang sama. Pada siang hari pukul 08.00 sampai 10.00 WIB dilakukan pengamatan sekaligus pengambilan data habitat untuk mengetahui jenis herpetofauna yang beraktivitas pada siang hari. Pada malam hari pukul 19.00 sampai 21.00 WIB dilakukan pengamatan keberadaan herpetofauna pada patch habitat yang sudah dibuat sebelumnya. Pengumpulan data satwa dilakukan dengan menangkap dan mengumpulkan sampel sekaligus mencatat data jenis, posisi, substrat, aktivitas, panjang tubuh (SVL), dan massa tubuh. Identifikasi jenis dilakukan dengan bantuan buku identifikasi seperti A Field Guide To The Frog of Borneo (2005), A Field Guide to The Snakes of Borneo (1999), A Pocket Guide Lizards of Borneo (2004), jika terdapat jenis yang tidak dapat diidentifikasi di lapangan maka jenis tersebut akan diawetkan sebagai sempel untuk identifikasi di Laboratorium Herpetologi Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi- LIPI Cibinong, Bogor. Data habitat yang diambil berupa data kondisi lingkungan di lokasi, diantaranya suhu, kelembaban, pH air dan cuaca. Data ini diambil sebelum dan sesudah pengamatan malam hari, pada siang hari data ini diambil saat pembuatan jalur dengan data tambahan karakteristik habitat (vegetasi, penutupan tajuk, dan kondisi fisik lainnya). Peta daerah fragmen dan batas kawasan diperoleh dari proses delineasi lapangan dan pengolahan menggunakan perangkat ArcGis 9.3. Kondisi umum di lokasi penelitian diperoleh dari observasi langsung dan wawancara kepada pihak pengelola. Pengambilan data dilakukan oleh 3 orang, yaitu 2 orang peneliti dan 1 orang pemandu dengan jumlah waktu pencarian total 189 jam orang-pencarian. Analisis Data Data amfibi dan reptil yang diperoleh dianalisis menggunakan Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Shannon-Wiener (Brower & Zar 1997). Kemudian untuk mengetahui kesamaan jenis antar habitat dianalisis menggunakan Ward’s Linkage Clustering dalam program Minitab 15. Data habitat dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi habitat herpetofauna pada lokasi penelitian untuk dikaitkan dengan data satwa yang dikumpulkan. Untuk melihat hubungan antara luas lokasi dengan nilai indeks keanekaragaman jenis, maupun korelasi
5 jarak area fragmen ke kawasan inti baik untuk amfibi maupun reptil dilakukan uji Chi Kuadrat dengan tingkat signifikansi 5%. Walaupun habitat karst dan hutan sekunder dianggap sebagai patch namun untuk analisis hubungan antara jarak fragmen dengan daerah inti yang dimaksud dengan daerah inti adalah kawasan yang ditetapkan sebagai HCVA yaitu hutan Karst dan hutan Sekunder. Pembuatan peta areal terfragmentasi di lokasi penelitian dilakukan berdasarkan peta dasar dan delineasi digabungkan dengan hasil pengamatan (Gambar 2). Analisis jarak area terfragmentasi dari area inti menggunakan Euclidian distance dan mengklasifikasikan jarak menggunakan Reclassify dalam program ArcGis 9.3. Peta Dasar
Delineasi
lapang Peta Area Terfragmentasi
Penempatan Sampel Lokasi
Gambar 2 Diagram alur pembuatan peta distribusi herpetofauna di area terfragmentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Area Terfragmentasi Hasil pengamatan memperoleh 36 jenis herpetofauna yang terdiri dari 22 jenis amfibi dari 5 famili dan 14 jenis reptil dari 9 famili (Lampiran 1). Total spesimen yang diperoleh adalah 265 individu yang terdiri dari 241 individu amfibi dan 24 individu reptil. Nilai indeks keanekaragaman jenis amfibi (Gambar 3) dari keseluruhan lokasi paling tinggi terdapat pada lokasi hutan karst dengan nilai 2,57, kebun Sawit KU 13 tahun dengan nilai 1,94 dan terendah pada lokasi kebun Sawit KU 9 tahun dengan nilai 1,39. Total dari keseluruhan lokasi menunjukan nilai 2,30. Diantara ketiga lokasi kebun kelapa sawit, lokasi Sawit KU 13 tahun memiliki keanekaragaman jenis lebih tinggi dari Sawit KU 9 dan 17 tahun. Nilai keanekaragaman jenis reptil pada seluruh lokasi menunjukkan, lokasi hutan kast memiliki nilai terbesar yaitu 2,04, sedangkan lokasi lain memiliki nilai yang hampir sama, yaitu hutan sekunder dengan nilai sebesar 1,10, Sawit KU 9 tahun dengan nilai 1,04 dan Sawit KU 13 tahun dengan nilai 1,04. Nilai keanekaragaman reptil terendah terdapat pada lokasi sawit KU 17 tahun dengan nilai sebesar 0,56.
6
Nilai Indeks Keanekaragaman
3.000 2.500
Amfibi
2,57
Reptil
2,04
1,94
2.000 1,51
1.500
1,75
1,39 1,1
1,04
1,04
1.000
0,56
0.500 0.000 Hutan Karst
Hutan Sekunder
Sawit KU 9 thn
Sawit KU 13 thn
Sawit KU 17 thn
Lokasi sampel
Gambar 3 Indeks Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di STN Daerah terfragmentasi dari seluruh lokasi sampel terbagi menjadi beberapa tipe sub-habitat berdasar ketersediaan air, vegetasi dan tutupan tajuk (Gambar 4). Sub-habitat tersebut dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe akuatik dan terestrial. Tipe akuatik terdapat aliran sungai (aliran sungai, didominasi rumput dan paku-pakuan, tutupan tajuk 90% terbuka), kolam (kubangan air besar, didominasi tumbuhan paku dan semak belukar, tutupan tajuk 100% terbuka), dan rawa (rawa dengan aliran bercabang, didominasi oleh semak belukar dan perdu, tutupan tajuk 70% - 90% terbuka). Tipe habitat terestrial terdapat dua sub-habitat, yaitu lereng bukit (lereng dengan vegetasi dominan tingkat tiang dan pancang, tutupan tajuk 30% terbuka) dan padang rumput (padang rumput yang berbatasan dengan hutan karst, vegetasi dominan rumput dan semak belukar, tutupan tajuk 90% terbuka).
Gambar 4 Peta sub-habitat aliran sungai (a), kolam (b), rawa (c) dan d), lereng bukit (e) dan padang rumput (f)
7 Berdasarkan hasil analisis kesamaan jenis yang menunjukkan bahwa terdapat pengelompokan kesamaan jenis yang berbeda antara reptil dan amfibi. Pengelompokan jenis amfibi menunjukkan nilai presentase kesamaan jenis lebih dekat pada lokasi Sawit KU 13 thn dan 17 thn dengan nilai sebesar 87,42%. Kemudian bergabung dengan Sawit KU 9 thn dengan nilai sebesar 82,62%. Lokasi Hutan Sekunder bernilai 58,09% dan Hutan Karst sebesar 47,85% (Gambar 5).
Gambar 5 Dendogram kesamaan jenis amfibi berdasar tipe habitat Ket : HKR (Hutan Karst), HKS (Hutan Sekunder), S09 (Sawit Kelas Umur 9 tahun), S13 (Sawit Kelas Umur 13 tahun), dan S17 (Sawit Kelas Umur 17 tahun).
Berdasarkan hasil analisis pengelompokan kesamaan jenis reptil menunjukkan lokasi Sawit KU 13 thn dan 17 thn berdekatan dengan nilai sebesar 64,21%. Kemudian lokasi Hutan Karst memiliki kesamaan yang mendekati dengan nilai 47,05%. Pada lokasi Hutan Sekunder dan Sawit KU 9 thn memiliki nilai kesamaan jenis yang sama, yaitu 39,34% (Gambar 6).
Gambar 6 Dendogram kesamaan jenis reptil berdasar tipe habitat Ket : HKR (Hutan Karst), HKS (Hutan Sekunder), S09 (Sawit Kelas Umur 9 tahun), S13 (Sawit Kelas Umur 13 tahun), dan S17 (Sawit Kelas Umur 17 tahun).
8 Pengaruh Luasan dan Jarak dari Area Inti Terhadap Herpetofauna Luasan area fragmen setiap lokasi terbagi menjadi dua kelompok (Tabel 1), yaitu luasan <0,5 Ha dan >1 Ha, sedangkan area terluas terdapat pada lokasi Sawit Bravo 26 dan tersempit pada lokasi Sawit Golf 7. Area fragmen tersebut juga memiliki jarak terhadap area inti dengan jarak terjauh pada lokasi Sawit Fanta 26 dan terpendek pada Bravo 26, Echo 5, dan Sawit Golf 7. Lokasi hutan karst dan hutan sekunder merupakan area inti HCVA, untuk data luasan diukur dengan menjumlah area-area besar dari seluruh lokasi HCVA. Tabel 1 Rekapitulasi jumlah jenis dan individu pada berbagai tipe habitat di Kebun Sawit PT STN N No 1 2 3 4 5 6
Lokasi
Sawit 1 Bravo 26 (KU 9 thn) Sawit 2 Fanta 26 (KU 9 thn) Sawit 3 Fanta 1 (KU 13 thn) 4 Sawit Echo 5 (KU 13 thn) Sawit 5 Bravo 10 (KU 17 thn) 6 Sawit Golf 7 (KU 17 thn)
Luasan (Ha)
Jarak dari area inti (m)
Jumlah Individu
Jumlah Jenis
Keterangan
1.8
0 - 200
Kolam
45
4
Terestrial dan akuatik
0.3
600 - 800
Lereng bukit
10
7
Terestrial
1.4
200 - 400
Rawa
64
12
1.2
0 - 200
Rawa
27
8
1.3
400 - 600
Padang rumput
8
5
Terestrial
0.2
0 - 200
Aliran sungai
16
6
Akuatik
54
26
Area inti
41
10
Area inti
Habitat
7
Hutan 7 Karst (Golf 3, Echo 6, Echo 17)
1774.3
-
Karst dan Aliran Sungai
8
Hut0 Sekunder (Delta 17, Delta 19)
532.5
-
Sungai
Terestrial dan akuatik Terestrial dan akuatik
Tabel 1 menunjukkan luasan daerah fragmen, jarak fragmen dengan kawasan hutan dan karakteristik habitat dengan jumlah individu dan jenis herpetofauna. Luasan daerah fragmen berkisar antara 0,2 Ha sampai 1,8 Ha yang keseluruhan lokasi dikelilingi oleh kebun kelapa sawit. Jarak antar daerah fragmen dengan daerah hutan berkisar 0-200 m, 200-400 m, dst. Berdasarkan Tabel 1, jumlah individu terbanyak terdapat pada lokasi Sawit Bravo 26 dan Fanta 1. Sedangkan lokasi dengan jumlah jenis paling sedikit terdapat pada lokasi sawit Bravo 10. Sedangkan lokasi pada area HCVA, lokasi Karst relatif memiliki jumlah idividu lebih banyak dari pada lokasi hutan Sekunder. Dari keseluruhan lokasi berdasar kelas umur, lokasi dengan kelas umur 13 tahun memiliki keanekaragaman jenis lebih tinggi dari pada kelas umur lain. Sedangkan pada lokasi area HCVA, lokasi habitat Karst memiliki keanekaragaman jenis lebih tinggi dibandingkan hutan Sekunder. Hasil analisis Chi kuadrat menunjukkan bahwa luas daerah terfragmen berpengaruh terhadap keanekaragaman amfibi dan reptil, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu herpetofauna (Tabel 2). Hasil analisis yang sama menunjukkan bahwa jarak daerah terfragmen dari area inti berpengaruh terhadap keanekaragaman amfibi dan reptil (Tabel 3).
9 Tabel 2 No 1 2 3
Hasil uji Chi kuadratantara luas area terfragmentasi dengan keanekaragaman amfibi dan reptil serta jumlah individu
Variabel Keanekaragaman Amfibi Keanekaragaman Reptil Jumlah Individu
X2 tabel 3,841
Hasil Hipotesis
Terima H0 = pertambahan luasan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi 0,225 3,841 Terima H0 = pertambahan luasan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil 0,534 3,841 Terima H0 = pertambahan luasan berpengaruh terhadap jumlah individu Ket: α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1
Tabel 3
Hasil uji Chi kuadrat antara jarak area terfragmentasi dari area inti (Euclidian distance) dengan keanekaragaman amfibi dan reptil
No
Variabel
1
Keanekaragaman Amfibi
2
X2 hitung 0,688
X2 hitung
X2 tabel
Hasil Hipotesis
Terima H0 = pertambahan jarak terhadap area inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi Terima H0 = pertambahan jarak terhadap area Keanekaragaman Reptil 0 3,841 inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil Ket: α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 1,2
3,841
Pembahasan Keanekaragaman Jenis Herpetofauna di Habitat Terfragmentasi Jika dibandingkan dengan survei yang dilakukan Kusrini et al. (2011), hasil yang ditemukan untuk amfibi masih lebih banyak, namun untuk reptil jauh lebih sedikit (Lampiran 3). Jenis amfibi yang ditemukan dibandingkan dengan survei sebelumnya terlihat lebih banyak dengan penambahan jenis sebanyak 5 jenis, yaitu Ingerophrynus asper, I. divergens, Phrynoidis juxtasper, Polypedates macrotis dan Rhacophorus appendiculatus. Sedangkan untuk jenis reptil yang ditemukan lebih sedikit, namun terdapat 5 penambahan jenis temuan baru, yaitu Crytodactylus consobrinus, C. Baluensis, Ptyas fusca, Notochelys platynota, dan Dogania subplana. Perbedaan hasil temuan ini, baik untuk amfibi maupun reptil disebabkan oleh perbedaan karakteristik topografi atau vegetasi, curah hujan, usaha pencarian dan cakupan lokasi. Sebagai pembanding, survey yang dilakukan Kusrini et all. (2011) dari sisi usaha jauh lebih besar yaitu 270 jam orangpencarian dengan jumlah pengamat 2 sampai 3 orang dan lokasi pengambilan data tersebar pada seluruh tipe habitat di PT STN, sedangkan penelitian ini terfokus ke area terfragmentasi. Pada penelitian ini pengambilan lokasi sampel terfokus kepada daerah terfragmentasi yang memiliki karakteristik habitat, terutama kondisi fisik yang beragam. Menurut Inger & Vorris 1993, perbedaan jenis amfibi pada suatu lokasi dipengaruhi oleh topografi, ketinggian, vegetasi, curah hujan dan aliran sungai. Perbedaan jenis reptil dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan kondisi habitat dan ketinggian tempat (Endarwin 2006). Pengambilan data dilakukan pada musim hujan, namun hujan hanya terjadi saat pertengahan waktu penelitian. Terjadi juga perubahan kondisi habitat, salah satu contohnya lokasi
10 hutan Sekunder yang digunakan sebagai lokasi survei Kusrini et al. (2011) telah dibuka oleh masyarakat. Kondisi tersebut diduga menyebabkan herpetofauna berpindah ke lokasi yang lebih sesuai. Menurut East et al. (1995), semakin terbatasnya ruang gerak dan sempitnya habitat suatu satwa memungkinkan untuk terjadinya pergerakan satwa untuk berpindah ke lokasi lain baik secara sementara ataupun permanen. Jenis amfibi yang ditemukan berjumlah 22 jenis yang tergolong ke dalam 5 famili. Terdapat penambahan jenis yang pada dua famili, yaitu Bufonidae dan Rhacoporidae yang merupakan jenis-jenis yang hidup di hutan. Namun terdapat jenis yang tidak ditemukan, yaitu Kaloula baleata, Chaperina fusca, dan Limnonectes laticeps. Jenis tersebut memiliki habitat hidup pada lantai hutan dan kolam pada hutan primer hingga sekunder. Namun untuk jenis Polypedates macrotis dan Rhacophorus pardalis yang memiliki karakteristik habitat hutan primer hingga sekunder juga ditemukan pada habitat kebun kelapa sawit (Lampiran Tabel 1). Hal ini menunjukkan adanya jenis-jenis amfibi terestrial seperti famili Bufonidae cenderung tidak mampu berpindah lokasi, sementara untuk famili Rhacophoridae terlihat beberapa jenis mampu bergerak di daerah terbuka seperti area kebun kelapa sawit yang memiliki fragmen habitat berupa semak. Dari penelitian terlihat bahwa famili Ranidae dan Dicroglosidae memiliki jenis-jenis yang mampu beradaptasi dengan kondisi terbuka sehingga ditemukan dalam jumlah yang relatif melimpah pada fragmen habitat alami pada kebun. Hal ini sesuai dengan Cushman (2006) yang menyatakan dampak jangka pendek dari fragmentasi dan hilangnya habitat amfibi adalah meningkatnya kemampuan menyebar/ berpindah. Pada jenis reptil ditemukan sebanyak 14 jenis dari 9 famili. Hasil ini jauh lebih sedikit dari hasil survei Kusrini et al. (2011), namun terdapat penambahan jenis dari 5 famili. Tiga jenis baru (Cyrtodactylus consobrinus, C. baluensis dan Ptyas fusca) ditemukan pada lokasi bertipe habitat hutan karst, sedangkan untuk jenis Notochlys platynota dan Dogonia subplana ditemukan pada lokasi hutan sekunder. Namun pada beberapa jenis yang banyak ditemukan (Xenocrophis trianguligera, Ahaetulla prasina, Eutropis rudis) di tipe habitat kebun kelapa sawit oleh Kusrini et al. (2011) justru tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan oleh kondisi cuaca yang berbeda pada saat pengambilan data. Sedangkan untuk jenis N. platynota dan Dogonia subplana ditemukan pada aliran sungai besar dengan lokasi yang lebih tinggi dari area sekitarnya dan vegetasi yang rapat. Menurut Buskirk (1997), N. platynota hidup pada habitat bervegetasi rapat dan menghindar dari suhu panas yang ekstrim. Pengelompokan jenis yang ditemukan pada ke tiga tipe habitat dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu jenis spesialis dan jenis generalis. Jenis spesialis merupakan jenis yang mampu hidup pada habitat spesifik tanpa gangguan dan perubahan kondisi habitatnya. Habitat hutan karst dan sekunder didominasi oleh jenis amfibi spesialis pada habitat bervegetasi rapat dengan kelembaban tinggi terutama untuk famili Rhacoporidae (Rhacophorus appendiculatus dan Nyctixalus pictus), kondisi lantai hutan berserasah tebal untuk famili Bufonidae (Ingerophrynus asper, I. divergens, Phrynoidis juxtasper dan Ansonia spinulifer), kondisi aliran sungai minim pecemaran untuk jenis Microhyla borneensis, Hylarana picturata, Limnonectes malesianus dan L. leporinus. Reptil yang tergolong pada jenis spesialis pada habitat bervegetasi rapat (hutan) dan
11 beberapa lokasi memiliki sumber air tetap, yaitu Cyrtodactylus consobrinus, Tropidophorus mocquardii, Dendrelaphis caudolineatus, Ptyas fusca, Naja sumatrana, Notochlys platynota dan Dogania subplana. Jenis kategori ini cenderung menghilang atau berpindah tempat jika terjadi perubahan atau gangguan terhadap habitat alaminya. Jenis yang mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan terutama di area inti baik karena fragmentasi ataupun deforestasi dikategorikan golongan generalis. Amfibi yang termasuk golongan generalis pada habitat yang dekat dengan sumber air, yaitu Hylarana chalconota, H. nicobariensis, Limnonectes paramacrodon, L. kuhlii, Fejervarya limnocharis, dan Rhacophorus pardalis. Reptil yang tergolong generalis memiliki karakteristik habitat vegetasi dominan rumput dan perdu dengan terdapat sumber air, Varanus salvator dan Eutropis multifasciata. Area terfragmentasi (terganggu) juga terdapat jenis spesialis yaitu Hylarana erythraea dan H. Glandulosa yang memiliki karakteristik habitat akuatik, Bronchocela cristatella, Takydromus sexlineatus dan Dendralaphis pictus yang memiliki karakteristik habitat semi-arboreal yang berdekatan sumber air. Jumlah jenis yang ditemukan pada seluruh lokasi memiliki kecenderungan mengumpul pada karakteristik habitat tertentu. Pada lokasi terfragmentasi terlihat herpetofauna mengumpul pada lokasi yang memiliki sumber air baik berupa kolam ataupun rawa. Hal ini disebabkan herpetofauna membutuhkan air untuk menunjang kehidupan satwa itu sendiri, media bereproduksi, shelter dan cover. Amfibi selalu berasosiasi dengan air dengan habitat yang bervariasi, jenis yang hidup di luar air biasanya datang mengunjungi air untuk beberapa periode (Iskandar 1998). Beberapa jenis reptil juga ditemukan pada lokasi area fragmen kebun kelapa sawit yang memiliki sumber air, yaitu Varanus salvator, Dendrelaphis pictus, dan Bronchocella cristatella. Menurut Mistar (2008) Varanus salvator memiliki habitat hutan primer hingga sekunder, bahkan di sekitar pemukiman yang tidak jauh dari sungai, danau, dan rawa. Nilai keanekaragaman amfibi (Gambar 3) pada seluruh tipe habitat berkisar antara 1,39 sampai 2,57, nilai tersebut tergolong sedang. Tipe habitat hutan karst menunjukkan keanekaragaman jauh lebih tinggi dari lokasi lainnya, hal ini dipengaruhi ketersediaan air, suhu dan kelembaban yang mendukung kehidupan amfibi. Nilai keanekaragaman pada hutan sekunder lebih rendah dari dua lokasi kebun kelapa sawit diduga karena perubahan lingkungan oleh aktifitas manusia dalam pembukaan lahan. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat pada tipe habitat hutan karst, hal ini disebabkan oleh kondisi vegetasi dan tutupan tajuk yang rapat. Tipe habitat hutan sekunder dan kebun sawit memiliki nilai keanekaragaman hampir sama, hal ini diduga adanya aktifitas manusia dan didominasi oleh ruang terbuka pada lokasi tersebut. Berdasarkan tipe habitat, jenis amfibi dan reptil yang paling banyak ditemukan pada tipe habitat hutan karst. Hal ini disebabkan kondisi habitat Hutan Karst yang medukung kehidupan herpetofauna, terutama faktor kondisi vegetasi, ketersediaan air dan suhu lingkungan. Jenis amfibi yang paling sering dijumpai dan memiliki kelimpahan relatif tinggi adalah Limnonectes paramacrodon dan Hylarana erythraea. Jenis Limnonectes paramacrodon merupakan jenis yang ditemukan di setiap tipe habitat karena jenis ini memiliki mampu beradaptasi pada perubahan kondisi lingkungan namun jenis ini hanya ditemukan di dekat sumber air. Sedangkan jenis Hylarana erythraea hanya ditemukan pada tipe habitat kebun
12 kelapa sawit karena jenis ini menempati habitat terganggu yang memiliki sumber air. Sedangkan untuk reptil, jenis yang melimpah adalah Dendrelaphis pictus yang hanya ditemukan pada tipe habitat kebun kelapa sawit. Hal ini diduga kondisi cuaca dan usaha pencarian yang kurang. Pengaruh Luasan dan Jarak dari Area Inti Terhadap Herpetofauna Dari keseluruhan lokasi terlihat semakin luas daerah fragmen maka jumlah individu dan jenis herpetofauna semakin tinggi, terlihat pada lokasi Fanta 1 dengan luas 1,4 Ha terdapat 64 individu dan 12 jenis. Sedangkan pada lokasi Fanta 26 dan Golf 7 dengan luasan lebih sempit terdapat jumlah individu dan jenis yang sedikit. Berdasarkan hasil analisis Chi kuadrat, terdapat terdapat hubungan antara luasan area terfragmentasi terhadap keanekaragaman herpetofauna, dan jumlah individu. Begitu juga analisis jarak area terfragmentasi dari area inti, terdapat hubungan dengan keanekaragaman herpetofauna. Hal ini sesuai dengan teori biogeografi pulau menurut Mc Arthur (1972), yang mengemukakan semakin jauh jarak dengan sumber keanekaragaman berbanding terbalik dengan keanekaragaman. Terlihat pada lokasi Fanta 26 dengan jarak ke daerah hutan sejauh 600 - 800 m memiliki 10 individu dan 7 jenis. Namun pada lokasi Echo 5 dengan jarak 0 - 200 m memiliki 27 individu dan 8 jenis. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2012) yang melihat hubungan antara keanekaragaman amfibi dikebun kelapa sawit di Sumatera Barat. Hasil penelitian Pradana (2012) menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara keanekaragaman amfibi dengan jarak dari daerah inti dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada keanekaragaman jenis area koridor dengan area inti. Lokasi terfragmentasi menunjukkan adanya penggunaan mikrohabitat oleh herpetofauna baik sebagai habitat sementara ataupun tetap. Hal ini terlihat terutama pada lokasi yang memiliki sumber air. Pada lokasi Bravo 26, Fanta 1, Echo 5, dan Golf 7 memiliki jumlah jenis lebih melimpah dari lokasi lain. Sedangkan untuk jumlah jenis, tipe habitat akuatik rata-rata lebih tinggi dari terestrial. Namun pada lokasi Bravo 26 (tipe habitat akuatik) memiliki jumlah jenis lebih sedikit dari lokasi bertipe terestrial. Dari keseluruhan lokasi, lokasi dengan jumlah individu dan jenis tertinggi terdapat pada lokasi Fanta 1 yang memiliki karakteristik rawa. Bedasarkan kelas umur tanaman sawit yang digunakan sebagai dasar pembagian lokasi daerah terfragmentasi, terdapat perbedaan herpetofauna yang ditemukan (Lampiran 1). Terlihat pada sawit kelas umur 9 tahun terdapat 11 jenis dan 55 individu, pada sawit kelas umur 13 tahun terdapat 13 jenis dan 91 jenis dan pada kelas umur 17 tahun terdapat 9 jenis dan 24 individu. Pada daerah hutan yaitu hutan karst dan hutan sekunder diperoleh 26 jenis dan 54 individu pada hutan karst, sedangkan pada hutan sekunder terdapat 10 jenis dan 41 individu. Namun hal ini cenderung disebabkan oleh faktor perbedaan karakteristik habitat pada tiap lokasi. Penggunaan habitat terfragmentasi sebagai mikrohabitat herpetofauna terlihat pada lokasi yang memiliki sumber air tetap. Menurut Jarrett et al 2007 , pada habitat terfragmentasi amfibi melakukan migrasi untuk mencari makan dan kolam berbiak dengan jarak bisa mencapai 300 m. Kesesuaian lokasi terfragmentasi yang memenuhi kebutuhan makanan dan kolam berbiak,
13 memungkinkan lokasi tersebut digunakan sebagai habitat hidup amfibi meskipun memiliki luas yang relatif kecil. Terbukti dengan jumlah individu yang melimpah pada lokasi yang memiliki sumber air sehingga mampu mendukung kehidupan herpetofauna tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terdapat hubungan antara luasan daerah terfragmentasi, dengan keanekaragaman jenis dan jumlah individu herpetofauna. Semakin luas suatu area terfragmentasi maka semakin tinggi keanekaragaman jenis dan jumlah individu. Berdasarkan komposisi jenis dan nilai keanekaragaman diketahui bahwa sebagian besar jenis amfibi dan reptil hanya ditemukan pada habitat alami (hutan karst dan hutan sekunder) sementara jenis-jenis yang ditemukan di dalam area terfragmentasi umumnya merupakan jenis-jenis yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang relatif terbuka. Namun demikian, terlihat bahwa herpetofauna di daerah terfragmentasi kebun cenderung mengumpul pada lokasi yang memiliki sumber air. Hal ini dapat menujukkan daerah yang terfragmentasi memiliki kecenderungan digunakan sebagai daerah refugia oleh herpetofauna. 2. Jarak area terfragmentasi terhadap area inti berpengaruh terhadap keanekaragaman herpetofauna. Terdapat penggolongan jenis yang ditemukan pada area inti didominasi oleh jenis golongan spesialis yang memiliki karakteristik habitat hutan, sedangkan pada area terfragmentasi didominasi jenis yang lebih toleran terhadap gangguan habitat. Golongan generalis terutama pada area terfragmentasi memiliki karakteristik habitat yang memiliki sumber air. Saran 1. Pengambilan sampel lokasi pada penelitian ini hanya dikategorikan berdasarkan tipe habitat dan kelas umur pada area terfragmentasi. Sebaiknya dilakukan pengkatagorian lain seperti karakteristik habitat, ketersediaan air, luasan dan jarak terhadap daerah hutan. 2. Lokasi pengambilan data yang berupa HCVA PT. STN memiliki nilai keanekaragaman herpetofauna tinggi. Sehingga perlu adanya monitoring klasifikasi habitat dan satwa untuk menentukan titik-titik daerah konsentrasi satwa dan pembuatan koridor penghubung, terutama pada daerah terfragmentasi yang terpisah dari area HCVA besar. DAFTAR PUSTAKA BMKG. 2013. Prakiraan Musim Kemarau 2013 di Indonesia. Jakarta (ID) : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Bower JE, Zar JH. 1997. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Lowa (US): Brown.
14 Buskirk J. 1997. The Malayan flat-shelled turtle (Notochelys platynota). The Vivarium.9(1): 6- 9, 15. Cushman SA. 2006. Effect of habitat loss and fragmentation on amphibians: a review and prospectus. Biol. Cons. 28 (1): 231- 240. East KT, East MR, Daugherty CH. 1995. Ecological restoration and habitat relationships of reptiles on Stephens Island, New Zealand. New Zealand J. of Zoo. 22: 249-261. Edgar P, Foster J, Baker J. 2010. Reptile Habitat Management Handbook. Bournemouth (GB): Amphibian and Reptile Conservation. Endarwin W. 2006. Keanekaragaman jenis reptil dan biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung–Bengkulu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayer LC, Foster MS. 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington (US): Smithsonian Institution Press. Inger RF, Voris HK. 1993. A comparison of amphibian communities through time and from place to place in Bornean Forests. Trop.Ecol.9: 409-433. Jarrett RJ, Jason HK, Raymond DS. 2007. Sex and seasonal differences in the spatial terrestrial distribution of gray treefrog (Hyla versicolor) populations. Bio.Cons.40(1): 250–258. Kusrini MD, Mulyani YA, Kartono AP. 2011. Keanekaragaman Hidupan Liar di Areal Perkebunan Kelapa Sawit PT Sukses Tani Nusasubur di Kalimantan Timur. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lambert MRK. 2011. Amphibians and reptiles. [Internet]. [diunduh 2012 Juli 7]; 2(1): Greenwich (GB): Natural Resources Institute. Tersedia pada: http://www.nri.org/publications/ecological_methods/h_chapter11_en.pdf. Mac Arthur RH. 1972. Geographical Ecology: Pattern In The Distribution of Species. New Jersey(US): Princeton University Press. Mistar. 2008. Panduan Lapang Amfibi & Reptil di Areal Mawas Propinsi Kalimantan Tengah. Palangkaraya (ID): The Borneo Orangutan Survival Foundation. Pradana EW. 2012. keanekaragaman dan dispersal amphibia pada elemen lanskap perkebunan kelapa sawit: Studi kasus kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia, Kabupaten Solok Selatan, sumatra barat. [tesis]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor. Schimielgelow FKA, Monkkonen. 2002. Habitat loss and the fragmentation in dynamic landscapes: avian perspective from the boreal forest. Ecological Applications.12 (2): 375-389. Sih A, Jonsson BG, Luikart G. 2000. Do edge effect occure over large spatial scale. TREE. 15(4): 63-71. Tajali, A. 2011. Keanekaragaman jenis reptil Di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widhiastuti R. 2008. Keanekaragaman dan Konservasi Vegetasi Hutan Gunung Sinabung Untuk Pembangunan Berkelanjutan. [Pidato Pengukuhan]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Yanuarefa MF. 2010. Pengaruh daerah peralihan terhadap distribusi herpetofauna di Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, TN Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Jenis dan jumlah amfibi yang ditemukan berdasar tipe habitat Tipe habitat
No
Famili
Nama Jenis
Hutan Karst
Hutan Sekunder
Kebun Kelapa Sawit Sawit KU 9 thn
Sawit KU 13 thn
Jumlah total Sawit KU 17 thn
Ingerophrynus asper
Spesialis (inti)
1
1
2
Ingerophrynus divergens
Spesialis (inti)
1
1
3
Phrynoidis juxtasper
Spesialis (inti)
1
1
4
Ansonia spinulifer
Spesialis (inti)
1
Microhyla borneensis
Spesialis (inti)
1
1
Kalophrynus pleurostigma
Generalis
4
1
Hylarana chalconota
Generalis
5
10
Generalis Spesialis (fragmen) Spesialis (inti) Spesialis (fragmen) Generalis
7
6
10
Generalis
2
13
1
1
5
Bufonidae
Kategori Jenis
Microhylidae
6 7
Ranidae
Hylarana nicobariensis
8
Hylarana erythraea
9
Hylarana picturata
10
Hylarana glandulosa
11 12
Dicroglosidae
Limnonectes paramacrodon
13 14
Limnonectes malesianus
Spesialis (inti)
15
Limnonectes leporinus
Spesialis (inti)
16
Fejervarya limnocharis
Generalis
17
Fejervarya cancrivora
Spesialis (inti)
Rhacophorus pardalis
Generalis
7
Spesialis (inti)
1
18
1
11
2
6
25
19
6 1
2
13
3
18
15
21
5
57
11
2
28 1 1
4
1
1
2
2
2
20
Polypedates leucomystax
Generalis
1
21
Polypedates macrotis
Generalis
1
22
Rhacophorus appendiculatus
Spesialis (inti)
2 45
50 2
1
Nyctixalus pictus
28 15
6
1
19
Jumlah individu
2 1
2
Limnonectes kuhlii
Rhacoporidae
1
8 2 10 1
2
1
1
38
51
4 2 2
87
20
241
15
16
Lampiran 2
Jenis dan jumlah reptil yang ditemukan berdasar tipe habitat Tipe habitat
No
Famili
1
Agamidae
2
Gekkonidae
3
Nama Jenis
Bronchocela cristatella Cyrtodactylus consobrinus Cyrtodactylus baluensis
4
Lacertidae
Takydromus sexlineatus
5
Scincidae
Eutropis multifasciata
6
Eutropis indeprensa
7
Tropidophorus mocquardii
8
Varanidae
Varanus salvator
9
Colubridae
Dendrelaphis pictus
Kategori Jenis Spesialis (fragmen) Spesialis (inti)
Hutan Karst
Generalis Spesialis (fragmen) Spesialis (inti) Spesialis (fragmen) Spesialis (inti)
1
1
1
Naja sumatrana
Spesialis (inti)
1
Notochlys platynota
Spesialis (inti)
Dogania subplana
Spesialis (inti)
Trionychidae
Jumlah Individu
2 1
1
Spesialis (inti)
14
2
2
1
Ptyas fusca Elapidae
1
1
Dendrelaphis caudolineatus
Geoemydidae
2
2
11
Jumlah total
2
2
10
13
Kebun Kelapa Sawit Sawit KU 9 Sawit KU 13 Sawit KU 17 thn thn thn 2
Generalis Spesialis (fragmen) Spesialis (inti)
12
Hutan Sekunder
1
1
2 1
2 1
3
4
1 1 1
1
1 9
1 3
4
4
4
24
17 Lampiran 3 No
1
Perbandingan jenis amfibi yang ditemukan di areal PT STN
Famili
Bufonidae
Nama jenis
Ingerophrynus divergens
3
Phyrynoidis juxtasper
4
Ansonia spinulifer Microhylidae
Kalophrynus pleurostigma
7
Kaloula baleata Ranidae
Hylarana nicobariensis
10
Hylarana erythraea
11
Hylarana picturata
12
Hylarana glandulosa
13
Chaperina fusca Dicroglosidae
Limnonectes malesianus
16
Limnonectes kuhlii
17
Limnonectes laticeps
18
Limnonectes leporinus
19
Fejervarya cancrivora
20
Fejervarya limnocharis Rhacoporidae
√
LC
-
-
√
LC
-
-
√
LC
-
√
√
NT
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
-
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
-
LC
-
√
√
NT
-
√
√
NT
-
√
√
LC
-
√
-
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
LC
-
√
√
NT
-
-
√
LC
-
-
√
LC
-
Limnonectes paramacrodon
15
21
CITES
Hylarana chalconota
9
14
-
IUCN (Ver 3.1 2013 )
Microhyla borneensis
6
8
Fitrian (2013)
Ingerophrynus asper
2
5
Status Konservasi
Kusrini et al. (2011)
Rhacophorus pardalis
22
Rhacophorus appendiculatus
23
Nyctixalus pictus
24
Polypedates leucomystax
25
Polypedates macrotis
18 Lampiran 4 No
1
Famili
Agamidae
2 3
Perbandingan jenis reptil yang ditemukan di areal PT STN Nama Jenis
Bronchocela cristatella Gonocephalus borneensis
Gekkonidae
Cyrtodactylus malayanus
4
Cyrtodactylus consobrinus
5
Cyrtodactylus baluensis
6
Cyrtodactylus sp1
7
Cyrtodactylus sp2
8
Cyrtodactylus sp3
9
Hemidactylus frenatus
10
Lacertidae
Takydromus sexlineatus
11
Scincidae
Eutropis multifasciata
12
Eutropis indeprensa
13
Eutropis rudis
14
Tropidophorus mocquardii
15
Spenomorphus cyanolaemus
16
Varanidae
17 18
Varanus salvator Varanus sp.
Colubridae
Dendrelaphis pictus
19
Dendrelaphis caudolineatus
20
Xenocrophis trianguligera
21
Ahaetulla prasina
22
Pareas nuchalis
23
Boiga dendrophila
24
Oligodon purpurascens
25
Enhydris doriae
26
Ptyas fusca
27
Elapidae
28 29
Naja sumatrana Ophiophagus Hannah
Pythonidae
30
Python reticulatus Python curtus
31
Typhlopidae
Ramphotyphlops braminus
32
Geoemydidae
Notochlys platynota
Trionychidae
Kura-kura Dogania subplana
33 34
Kusrini et al. (2011)
Fitrian (2012)
√
Status konservasi IUCN (Ver 3.1 2013 )
CITES
√
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
√
LC
-
√
√
-
-
√
√
-
-
√
-
-
-
√
√
-
-
√
-
-
-
√
√
LC
-
√
-
-
-
√
√
-
-
√
√
-
-
√
-
-
-
√
-
LC
-
√
-
LC
-
√
-
-
-
√
-
LC
-
√
-
LC
-
-
√
LC
-
√
√
LC
APP II
√
-
VU
APP II
√
-
-
APP II
√
-
-
APP II
√
-
-
-
-
√
-
APP II
√
-
-
-
-
√
LC
-
19 Lampiran 5
Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan luasan area terfragmentasi
Luasan
Keanekaragaman Amfibi Rendah Sedang 0 3 1 4 1 7
<1 Ha >1 Ha Jumlah
Jumlah 3 5 8
Hipotesis: H0 = Luasan area berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi H1 = Luasan area tidak berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi Nilai Observasi (O) dan Nilai Ekspetasi (E): 3∗1 O1 = 0,E1 = 8 = 0,375 O2 = 3, E2 = O3 = 1, E3 = O4 = 4, E4 =
3∗7 8 5∗1 8 5∗7 8
= 2,625 = 0,625 = 4,375
Rumus: (0−0,375)2 (3−2,625)2 (1−0,625)2 (4−4,375)2 X2 = 0,375 + 2,625 + 0,625 + 4,375 0,141
0,141
0,141
0,141
X2 = 0,375 + 2,625 + 0,625 + 4,375
X2 = 0,376 + 0,054 + 0,226 + 0,032 X2 hitung = 0,688 X2 tabel = 3,841 Dengan α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 0,688 < 3,841, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pertambahan luasan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi. Luasan
Keanekaragaman Reptil Rendah Sedang 2 1 4 1 6 2
<1 Ha >1 Ha Jumlah
Jumlah
Hipotesis: H0 = Luasan area berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil H1 = Luasan area tidak berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil Nilai Observasi (O) dan Nilai Ekspetasi (E): 3∗6 O1 = 2,E1 = 8 = 2,25 O2 = 1, E2 = O3 = 4, E3 = O4 = 1, E4 =
3∗2 8 5∗6 8 5∗2 8
= 0,75 = 3,75 = 1,25
3 5 8
20 Lampiran 5
Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan luasan area terfragmentasi (lanjutan)
Rumus: (2−2,25)2 (1−0,75)2 (4−3,75)2 (1−1,25)2 X2 = 2,25 + 0,75 + 3,75 + 1,25 X2 =
0,063 2,25
0,063
+
0,75
+
0,063 3,75
+
0,063 1,25
X2 = 0,028 + 0,084 + 0,017 + 0,05 X2 hitung = 0,225 X2 tabel = 3,841 Dengan α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 0,225 < 3,841, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pertambahan luasan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil.
Luasan
Jumlah individu < rataan 2 2 4
Jumlah > rataan 1 3 4
<1 Ha >1 Ha Jumlah Hipotesis: H0 = Luasan area berpengaruh terhadap jumlah individu H1 = Luasan area tidak berpengaruh terhadap jumlah individu
3 5 8
Nilai Observasi (O) dan Nilai Ekspetasi (E): 3∗4 O1 = 2,E1 = 8 = 1,5 O2 = 1, E2 = O3 = 2, E3 = O4 = 3, E4 =
3∗4 8 5∗4 8 5∗4 8
= 1,5 = 2,5 = 2,5
Rumus: (2−1,5)2 (1−1,5)2 (2−2,5)2 (3−2,5)2 X2 = 1,5 + 1,5 + 2,5 + 2,5 X2 =
0,25 1,5
+
0,25 1,5
+
0,25 2,5
+
0,25 2,5
X2 = 0,167 + 0,167 + 0,1 + 0,1 X2 hitung = 0,534 X2 tabel = 3,841 Dengan α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 0,688 < 3,841, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pertambahan luasan area berpengaruh terhadap nilai jumlah individu.
21 Lampiran 6
Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan jarak dari area inti
Jarak
Keanekaragaman Amfibi Rendah Sedang 1 2 0 3 1 5
Jumlah
<200 m 3 >200 m 3 Jumlah 6 Hipotesis: H0= Jarak terhadap area inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi H1= Jarak terhadap area inti tidak berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi Nilai Observasi (O) dan Nilai Ekspetasi (E): 3∗1 O1 = 1,E1 = = 0,5 O2 = 2, E2 = O3 = 0, E3 = O4 = 3, E4 =
6 3∗5 6 3∗1 6 3∗5 6
= 2,5 = 0,5 = 2,5
Rumus: (1−0,5)2 (2−2,5)2 (0−0,5)2 (3−2,5)2 X2 = 0,5 + 2,5 + 0,5 + 2,5 X2 =
0,25 0,5
+
0,25 2,5
+
0,25 0,5
+
0,25 2,5
X2 = 0,5 + 0,1 + 0,5 + 0,1 X2 hitung = 1,2 X2 tabel = 3,841 Dengan α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,2 < 3,841, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pertambahan jarak terhadap area inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman amfibi. Jarak
Keanekaragaman Reptil Rendah Sedang 3 0 3 0 6 0
Jumlah
<200 m 3 >200 m 3 Jumlah 6 Hipotesis: H0 = Jarak terhadap area inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil H1 = Jarak terhadap area inti tidak berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil Nilai Observasi (O) dan Nilai Ekspetasi (E): 3∗6 O1 = 3,E1 = 6 = 3 O2 = 0, E2 =
3∗0 6
=0
22 Lampiran 6
O3 = 3, E3 = O4 = 0, E4 =
Perhitungan analisis Chi kuadrat berdasarkan jarak dari area inti (lanjutan) 3∗6 6 3∗0 6
=3 =0
Rumus: (3−3)2 (0−0)2 (3−3)2 (0−0)2 X2 = 3 + 0 + 3 + 0 X2 hitung = 0 X2 tabel = 3,841 Dengan α= 0,05 dan nilai df = (2-1)*(2-1) = 1 Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 0 < 3,841, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pertambahan jarak terhadap area inti berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman reptil.
23 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 9 September 1990, anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Aziz Achmad dan Yani Hermaningsih. Penulis menempuh pendidikan SD Muhammadiyah 1 (1996-2002), pendidikan SMPN 1 Wanayasa, Banjarnegara (2002-2005), pendidikan SMAN 1 Bawang, Banjarnegara (2005-2008), hingga akhirnya diterima di IPB melalui jalur USMI pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) pada tahun 2008. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) Himakova periode 2010-2011. Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat (2010), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Gunung Papandayan – Sancang (2010), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (2010), Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2011), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (2011), dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat (2012). Untuk menyelesaikan tugas sebagai syarat meraih gelar sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Luasan dan Jarak dari Daerah Inti pada Area Terfragmentasi Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna” dibawah bimbingan Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc.