1
PENGARUH LAY OUT BANGUNAN PADA PEREDUKSIAN BISING DALAM RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA Titi Ayu Pawestri1, Sri Nastiti N. Ekasiwi2, I Gusti Ngurah Antaryama2
Abstract - Ruang kelas sekolah dasar di Surabaya, kebanyakan tersusun dalam konfigurasi berbentuk U membelakangi jalan, L menghadap ke jalan, dan L membelakangi jalan. Konfigurasi lay out ini mempunyai pengaruh penting terhadap bising yang diterima dalam ruangan. Mengingat pelebaran jalan akibat perkembangan kota mengakibatkan jarak bangunan kelas terhadap sumber bising semakin dekat, sehingga tuntutan bukaan lebar untuk penghawaan alami ruang kelas sangat sulit dilakukan. Dalam penelitian ini, pengukuran Background Noise Level (BNL) pada ketiga obyek dilakukan untuk melihat pengaruh lay out bangunan terhadap pereduksian bising dalam kelas di ketiga bangunan. Hasilnya menunjukkan bahwa lay out berbentuk L membelakangi jalan menjadi bentuk yang paling ideal dalam mengurangi kebisingan jalan raya dibandingkan dengan lainnya. Nilai yang didapar sebesar 50,1 dBA (sudah memenuhi nilai yang disyaratkan pemeerintah yaitu 55dBA). Keywords : lay out bangunan, reduksi bising, Background Noise Level (BNL) kelas sekolah dasar 1. PENDAHULUAN Kemajuan dunia pendidikan di Surabaya saat ini telah memasuki masa-masa perubahan yang signifikan. Pemerintah secara serius telah memperhatikan sektor pendidikan, khususnya untuk pendidikan sekolah dasar sebagai wadah bagi calon generasi penerus bangsa di tingkat awal. Kelancaran dari proses pendidikan ini dapat ditunjang dengan lingkungan yang mendukung agar tercapai hasil yang optimal. Secara fisik, keadaan arsitektur yang menjadi wadah dalam kegiatannya haruslah mendukung serta tidak mengalami gangguan lingkungan seperti masalah akustik khususnya.
1. Mahasiswa Program Pascasarjana Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2. Dosen Program Pascasarjana Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Bangunan pendidikan yang berdekatan dengan jalan raya yang sangat rawan bising dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa di dalam ruang kelas. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat bising di ruang kelas, maka semakin rendah konsentrasi belajar siswa pada kelas tersebut dan sebaliknya semakin rendah tingkat kebisingan ruang kelas, maka akan semakin tinggi konsentrasi belajar siswa (Hananto, 2009). Menurut Peggy Nelson, dosen Universitas Minnesota, anggota kelompok kerja Acoustical Society of America (ASA) perancang standar nasional ANSI S12.60-2002 tentang kualitas akustik bangunan sekolah menyatakan, anakanak memerlukan kualitas akustik yang lebih ketat ketimbang orang dewasa. Usia 13 tahun adalah merupakan batas usia dimana anak-anak mulai bisa dengan mudah beradaptasi terhadap lingkungan akustik di sekitarnya untuk berkonsentrasi penuh dengan apa yang dia dengar. Berarti di bawah usia 13 tahun, usia saat anak-anak belajar di sekolah dasar, masih belum bisa dengan mudah mendengar dengan konsentrasi penuh. Sedangkan batasan dalam area pendidikan yang dianjurkan oleh pemerintah menurut Peraturan Menkes no. 718/MenKes/Per/XI/87 adalah sebesar 45 dB dan masih diperbolehkan sebesar 55 dB. Di sisi lain untuk memenuhi kebutuhan akan penghawaan dan pencahayaan alami, maka bangunan sekolah di Surabaya banyak yang mempunyai konfigurasi kelas yang berjajar dengan bentuk huruf U membelakangi jalan raya (U ke luar), L menghadap ke jalan raya (L ke luar), dan L yang membelakangi jalan raya (L ke dalam). Dengan menggunakan konfigurasi yang seperti itu diharapkan ruang kelas mendapatkan cahaya siang hari dari bukaan dua sisi, serta mendapatkan ventilasi silang secara maksimal. Akan tetapi konflik tuntutan akan terjadi karena penghawaan alam yang akan dipenuhi dengan cara tersedianya bukaan lebar akan berakibat buruk pada kebisingan dalam kelas, standar kebisingan yang ditunjukkan oleh persyaratan BNL 55 dBA perlu diteliti. Permasalahan akan semakin komplek saat penggunaan material yang tidak tepat dapat memperburuk performa akustik dalam kelas. Sehingga yang terjadi adalah kebisingan tidak dapat dikendalikan dan dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Terkait teori pemantulan bunyi yang dipengaruhi oleh bidang pemantul, bentuk bangunan merupakan obyek yang tersusun oleh bidang-bidang pemantul tersebut. “Geometrical or specular reflection can only be assummed when the reflecting surface is large compared to the wavelength of incident energy” (Lawrence,
2 1970:164). Bidang pemantul dapat digunakan untuk memperkuat bunyi disesuaikan dengan jarak bunyi terhadap penerima bunyi. Akan tetapi jika bunyi yang tidak dikehendaki (bising) diperkuat dengan bunyi pantulan, maka akan semakin mengganggu bagi penerimanya. Berdasarkan sifat bunyi yaitu sudut pantul tegak lurus dengan sudut datang, maka dalam lay out bangunan yang mempunyai sisi dinding yang berhadapan akan dapat memantulkan bunyi berulang-ulang. Lay out bangunan bentuk U seperti terlihat pada Gambar 1 yang menghadap ke arah sumber bunyi. Area tengah bangunan akan terjadi tingkat kebisingan yang tinggi akibat terpantulnya bunyi oleh permukaan dinding yang saling berhadapan dari kedua lengan tersebut (Mediastika, 2005:64).
Tabel 1. Kriteria Pemilihan Tiga Obyek Sampel
No.
Aspek
1.
Karakteris tik jalan penghasil bising lingkunga n luar
2.
3.
Posisi bangunan induk dari jalan
Tipologi bangunan sekolah dasar
Pilihan Obyek Studi Dekat - Di jalur jalan lurus tipe I - Tingkat kelas jalan kepadatan I lalu lintas jalan arteri paling tinggi
Kriteria Pemilihan
Jarak dari bangunan induk Posisi ruang kelas
Bentuk bangunan terhadap sumber bising
Jumlah yang didapat
15 sekolah
Kurang dari +10 m Dipilih bangunan induk yang mempunyai ruang kelas - L menghadap jalan - U menghadap jalan -L membelakangi jalan
8 sekolah
3 sekolah
Jumlah Populasi : 999 Sekolah Dasar di Surabaya
Gambar 1. Pantulan Bunyi pada Lay Out Bangunan Bentuk U
Dalam perkembangan kota untuk mengurai berbagai macam permasalahan lalu lintas, pemerintah kota Surabaya banyak merencanakan proyek pelebaran jalan yang akan semakin mendekatkan jarak terhadap sumber bising. Sehingga permasalahan akustik untuk ruang kelas sekolah dasar semakin bertambah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lay out bangunan terhadap pengurangan kebisingan jalan raya yang semakin tinggi akibat pertambahan jarak. Kemudian nilai background noise dalam kelas akan dibandingkan dengan nilai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Konfigurasi lay out bangunan bentuk huruf L dan U merupakan bentuk bangunan yang mampu memberikan cahaya siang hari dari bukaan dua sisi, serta mendapatkan ventilasi silang secara maksimal. Desain bangunan yang seperti inilah yang dianjurkan pada bangunan sekolah dasar di negara tropis, karena dengan memanfaatkan faktor lingkungan yang tersedia akan mampu menghemat energi bahan bakar fosil. Bangunan sekolah yang sesuai dengan kriteria tipologi ini adalah SDN Siwalankerto I (lay out L menghadap jalan), SDN Gading I (lay out U menghadap jalan) dan SDS Barunawati (lay out L membelakangi jalan) (Gambar 2). SDN Siwalankerto I jalan
SDN Gading I SDS Barunawati jalan
jalan
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pengukuran lapangan dengan cara melakukan pengukuran fisik ruang dan pengukuran akustik ruang. Penelitian ini ditekankan untuk mengetahui nilai Background Noise Level (BNL) di setiap ruang kelas yang akan diukur. 2.1. Sampel Penelitian Sampel penelitian dipilih dari 999 sekolah di Surabaya berdasarkan karakteristik jalan penghasil bising, kriteria jarak bangunan terhadap jalan dan tipologi bentuk bangunan (Tabel 1). Dari pemillihan ini ditetapkan tiga sekolah yang memenuhi sebagai sampel penelitian, yakni SDN Siwalankerto I yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani no. 247, SDN Gading I berlokasi di Jl. Kenjeran no.293 dan SDS Barunawati berlokasi di Jl. Perak Barat 197. Ketiganya akan diukur dengan metode pengukuran yang sama.
Gambar 2. Letak Ruang Yang akan Dilakukan Pengukuran di Ketiga Lay Out Bangunan
a.
Pengukuran Fisik Ruang Pengukuran fisik ruang yang dilakukan meliputi panjang, lebar, kedalaman, luas dan volume ruang diperoleh dengan alat ukur manual seperti meteran dengan cara mendatangi lokasi secara langsung. Kondisi fisik dari material ruangan yang bersifat kualitatif, direkam dengan kamera untuk didokumentasikan melalui foto, misalnya kondisi permukaan lantai, dinding atau plafon. Untuk mendukung data-data kualitatif, metode wawancara para guru dan kepala sekolah juga digunakan dalam penelitian ini. Hasil pengukuran berupa dimensi dinding, lantai dan plafon serta jenis bahan dipergunakan untuk perhitungan dan analisa background noise level (BNL).
3 b.
Pengukuran Akustik Ruang Pengukuran akustik dengan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan pengukuran untuk mengetahui rata-rata nilai intensitas kebisingan yang dihasilkan oleh jalan raya dalam kurun waktu satu minggu. Tahap kedua merupakan pengukuran untuk mengetahui nilai reduksi bising jalan raya di setiap titik ukur ruang kelas. Pelaksanaan untuk pengukuran tahap pertama adalah dengan merekam kebisingan selama lima menit dalam satu hari dan diambil tiga hari efektif dalam satu minggu. Hari yang dipilih diutamakan pada jam sekolah anak-anak. Pengukuran tahap pertama untuk semua sampel sekolah dimulai pada pukul 08.00 WIB di depan gedung. Alat yang digunakan adalah satu buah perangkat SLM. Reduksi bising antara ruangan adalah dua konsep dasar untuk semua masalah isolasi bunyi (Egan, 1972:64) yang ditunjukkan dengan dBA. Teori ini melandasi metode pengukuran akustik untuk nilai reduksi bising jalan raya terhadap ruang kelas di sampel sekolah. Adapun rumus dari reduksi bising adalah sebagai berikut: NR = IL1 – IL2 NR = noise reduction/reduksi bising IL1 = intensitas bunyi pada sumber IL2 = intensitas bunyi pada penerima Sehingga untuk pengukuran akustik penelitian ini terfokus pada sumber bising (bising jalan raya) dan penerima bunyi (ruang kelas). Pengukuran pada ruang kelas dilakukan di enam titik. Agar nilai dari keduanya valid, pengukuran dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan dua alat SLM di kedua tempat yaitu dalam kelas dan jalan raya. Alat-alat yang digunakan sebagai pengukur akustik adalah sebagai berikut: - Sound Level Meter (SLM) merek 01 dB METRAVIB tipe Solo 11555 1 set - Sound Level Meter (SLM) merek Rion NL 20 1 set - Kabel interfacing SLM-PC 1 buah - Laptop
3. HASIL PENGUKURAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Pengukuran Background Noise Level (BNL) Ketiga obyek teliti terletak pada jalan raya dengan karakteristik bising yang berbeda. Bangunan SDN Siwalankerto I berdekatan dengan jalan raya yang mempunyai mobilitas tinggi. Lokasi sekolah ini masih dalam satu area dengan SDN Siwalankerto IV. Tepat di belakang SDN Siwalankerto IV terdapat jalur rel kereta api yang hanya berjarak kurang dari 2 meter. Ini berart bahwa kebisingan tidak hanya dari lingkungan luar, akan tetapi juga berasal dari aktivitas di kedua sekolah ini. Bangunan SDN Gading I mempunyai lokasi yang berdekatan dengan jalan raya penghubung Jembatan Suramadu serta berada di perempatan jalan yang padat kendaraan. Selain itu berbagai macam
aktivitas pasar tradisional yang terletak tidak jauh dari bangunan sekolah menambah intensitas kebisingan dalam sekolah. Berbeda dengan SDS Barunawati yang sama-sama terletak di dekat jalan raya penghubung Pelabuhan Perak, meski intensitas lalu lintas di lingkungan sekitar tinggi, sekolah ini mempunyai penghalang berupa pagar beton yang disusun berjajar. Selain itu penempatan ruang kelas yang berada di susunan belakang terhalang dengan konfigurasi susunan ruang kelas yang terletak di depannya (lay out L membelakangi jalan/L ke dalam), sehingga intensitas bising dapat diminimalisir. a.
SDN Siwalankerto I
Pengukuran dilakukan tiga kali pada hari yang berbeda. Nilai yang diambil adalah nilai dari Leq pengukuran atau nilai rata-rata dBA per satu kali pengukuran. Nilai maksimum yang terekam SLM terjadi pada saat mobil ambulans dengan sirine yang keras melintas di depan alat ukur. Dari tiga hari pengukuran diperoleh nilai rata-rata kebisingan jalan Ahmad Yani sebesar 80,30 dB. Tabel 2. Pengukuran Kebisingan Jalan Ahmad Yani selama Tiga Hari no 1 2 3
nilai (dB) nilai maks. nilai min. nilai Leq 28/02/2010 103,40 73,2 79.8 22/02/2010 91,00 73,7 80 24/03/2010 89,8 75,4 81 rata-rata = 80.30 tanggal
Nilai background noise di seluruh kelas diratarata untuk mengetahui pengaruh lay out terhadap kinerja akustik, sehingga diperoleh nilai reduksi rata-rata 14,94 dB. Sehingga kebisingan jalan raya rata-rata di seluruh kelas SDN Siwalankerto I akan berkurang hingga 65,36 dBA. Nilai ini masih jauh dari standar bangunan pendidikan yang memberi batasan sebesar 55 dBA. Pengurangan bising luar pada lantai 1 mempunyai nilai reduksi rata-rata terendah di ruang A. Nilai pengurangannya rata-rata sebesar 14,44 dBA. Sehingga kebisingan jalan raya yang masuk ke dalam ruang A lebih banyak jika dibandingkan dengan nilai kebisingan yang masuk di ruang B. Artinya ruang A lebih bising daripada ruang B (Gambar 3). Posisi kelas A yang berada di pojok dengan salah satu sisi dinding berhubungan langsung dengan lingkungan luar ikut mempengaruhi pengurangan bunyi. Karena dinding samping yang berhubungan dengan lingkungan luar akan menerima bunyi dari sumber bunyi secara langsung tanpa adanya ruang penghalang.
4 14,93
15,67
14,73
14,44
kebisingan yang masuk di ruang B. Hal ini berarti bahwa ruang A lebih bising daripada ruang B. Sumber bunyi berbentuk garis, setiap kali jaraknya bertambah dua kali lipat dari sumber, maka kekuatannya akan turun sebesar 3 dB (Mediastika, 2005:5). Lalu lintas yang super sibuk termasuk dalam kategori sumber bunyi berbentuk garis. Maka rumus hukum invers kuadrat adalah sebagai berikut (Egan, 1972:5):
I1 d 2 I 2 d 1
Jalan raya Gambar 3. Rata-rata Reduksi Bunyi pada Titik-titik Pengukuran Background Noise
Sedangkan untuk pengurangan bising luar pada lantai 2 mempunyai nilai rata-rata terendah di ruang D. Pengurangannya rata-rata sebesar 14,93 dBA. Hal ini berart bahwa ruang D lebih bising daripada ruang C. Jika dibandingkan lantai 1 dan lantai 2, nilai rata-rata pengurangan bising di lantai 1 lebih rendah dibandingkan dengan lantai 2. Dapat disimpulkan bahwa lantai 1 mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi dibandingkan lantai 2. Hal ini dikarenakan lantai 2 mempunyai jarak yang lebih jauh (jarak diagonal) terhadap sumber bunyi daripada lantai 1. b.
2
I1 = intensitas bunyi pertama I2 = intensitas bunyi kedua d1 = jarak pertama d2 = jarak kedua Berdasarkan teori jarak, seharusnnya ruang kelas B yang letaknya lebih dekat dengan sumber suara mengalami kebisingan yang tinggi dibandingkan ruang kelas A, oleh karena lengan bangunan yang berada sisi kanan kiri halaman mempunyai bidang yang luas dan dapat memantulkan bunyi datang ke arah ruang kelas A, maka ruang kelas A mendapatkan bunyi langsung ditambahkan bunyi pantulan. Hal inilah yang menyebabkan ruang kelas A lebih bising daripada ruang kelas B. 11,55
9,52
11,36
14,71
SDN Gading I
Pada sekolah ini nilai maksimum yang terekam SLM terjadi pada saat melintas truk kontainer atau suara knalpot yang tinggi. Dari tiga hari pengukuran diperoleh nilai rata-rata kebisingan di jalan Kenjeran sebesar 79,64 dB. Nilai ini lebih rendah daripada nilai kebisingan di jalan Ahmad Yani.
Jalan raya
Jalan raya
Tabel 3. Pengukuran Kebisingan Jalan Kenjeran selama Tiga Hari
nilai (dBA) nilai maks. nilai min. nilai Leq 1 01/03/2010 71.2 93.3 79.7 2 04/03/2010 100.0 69.3 80.5 3 05/03/2010 88.3 70.8 78.5 rata-rata 79.64
no
tanggal
Selisih rata-rata di seluruh titik satu sekolah sebesar 15,22 dBA. Jika rata-rata penurunan di seluruh titik diperhitungkan terhadap nilai ratarata dari kebisingan jalan 79,64 dBA, maka nilai kebisingan hingga dalam kelas di satu sekolah mencapai rata-rata 64,42 dBA. Nilai ini masih tinggi jika dibandingkan dengan standar NC untuk bangunan pendidikan (55 dBA). Nilai pengurangan bising luar pada lantai 1 mempunyai nilai rata-rata terendah di ruang A. Nilai pengurangan rata-ratanya sebesar 9,52 dBA. Nilai kebisingan yang masuk ke dalam ruang A lebih banyak dibandingkan dengan nilai
Gambar 4. Rata-rata Reduksi Bunyi pada Titik-titik Pengukuran Background Noise Level
Seperti halnya yang terjadi pada ruang kelas A, ruang kelas C yang terletak di lantai 2 ini merupakan area tengah penerima bunyi pantulan dari kedua lengan bangunan. Hanya saja nilai pengurangannya lebih besar sehingga kebisingan dalam kelas tidak sebesar di lantai 1. Nilai pengurangan rata-rata untuk kelas C sebesar 11,55 dBA. Fenomena ini terjadi karena jarak ruang kelas C lebih jauh daripada kelas A, yang akan akan semakin melemahkan bising di ruang kekas C saat terjadi pertambahan jarak. Jika dibandingkan lantai 1 dan lantai 2, nilai rata-rata pengurangan bising di lantai 2 lebih besar dibandingkan dengan lantai 1. Lantai 1 mampu mengurangi bunyi rata-rata sebesar 10,54 dBA, sedangkan lantai 2 mampu mengurangi bunyi rata-rata hingga 13,41 dBA. Dapat disimpulkan bahwa lantai 1 mempunyai
5 tingkat kebisingan yang tinggi dibandingkan lantai 2. Kondisi ini sama halnya dengan kondisi pada SDN Siwalankerto 1. c.
SDS Barunawati
Pada sekolah ini nilai maksimum yang terekam SLM terjadi pada saat melintas truk kontainer atau suara knalpot yang tinggi. Dari tiga hari pengukuran diperoleh nilai rata-rata kebisingan jalan Perak Barat sebesar 78,86 dB. Nilai ini lebih rendah daripada nilai kebisingan di jalan Ahmad Yani dan Kenjeran.
Tabel 4. Pengukuran Kebisingan Jalan Perak barat selama Tiga Hari no 1 2 3
tanggal
nilai maks. 17/03/2010 87,0 17/03/2010 86,5 18/03/2010 88,3
nilai (dBA) nilai min. nilai Leq 70,6 78.6 70,3 78.4 69,5 79.5 78.86 rata-rata =
Selisih rata-rata di seluruh titik sebesar 24,64 dB. Jika rata-rata penurunan di seluruh titik diperhitungkan terhadap nilai rata-rata dari kebisingan jalan 78,86 dB, maka nilai kebisingan dalam kelas mencapai rata-rata 54,22 dB. Nilai ini sudah mencapai nilai standar untuk bangunan pendidikan. Faktor yang mempengaruhi adalah adanya barrier yang berada diantara sumber bising dengan bangunan penerima. Barrier berupa pagar beton dan deretan ruang yang memanjang horisontal sejajar dengan jalan raya. Nilai pengurangan bising luar pada titiktitik ukur SDS Barunawati mempunyai nilai ratarata tertinggi di kelas C. Pengurangan rata-rata sebesar 28,81 dBA. Hal ini berarti bahwa kebisingan yang masuk ke dalam kelas C lebih sedikit dibandingkan dengan nilai kebisingan yang masuk di kelas A dan B. Berdasarkan teori jarak, kelas C mempunyai jarak yang paling jauh daripada kelas-kelas yang lain sehingga bunyi yang diterima menjadi melemah. Artinya kelas C lebih tenang dibandingkan kelas A dan B. Selain itu penghalang berupa ruang-ruang di depannya membuat kebisingan dari jalan raya jauh berkurang dibandingkan kelas terdepan.
Sedangkan untuk pengurangan bising luar pada kelas A mempunyai nilai rata-rata pengurangan bising yang lebih rendah dibandingkan di ruang B. Nilai penguranganya rata-rata sebesar 16,62 dBA. Sehingga ruang A mempunyai nilai bising yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua kelas lainnya. Pengurangan kebisingan yang tinggi ini disebabkan oleh jarak sumber suara dan ruang kelas jauh. Selain itu material pagar dengan nilai koefisien serap yang rendah ditempatkan mendekati sumber suara yaitu jalan raya. Akibatnya suara akan terhalang sebelum masuk ke dalam kelas dengan cara dipantulkan kembali ke luar atau dibuang ke jalan raya. Berbeda dengan penggunaan material teralis besi yang pemasangannya tidak rapat. Pagar beton ini mampu mereduksi kebisingan lebih efisien. Ditunjang dengan penggunaan material dinding luar yang dikonfigurasikan dengan bentuk lay out L ke dalam. Tidak ada sisi-sisi luar bangunan yang dapat memantulkan bunyi ke dalam.
3.2. Reduksi Bising pada Tiga Jenis Lay Out Sekolah Dari hasil pengukuran background noise level (BNL) di setiap kelas bangunan sekolah dasar maka diketahui nilai reduksi bising yang paling tinggi terletak pada ruang kelas C untuk bangunan lay out L ke dalam (membelakangi jalan raya).(lihat Tabel 5 dan Gambar 6) Tabel 5. Nilai BNL di Masing-Masing Kelas Sampel Nilai dBA Lay out L ke luar Lay out U ke luar 80.3 79.64 Kebisingan Jalan Nama Kelas A B C D A B C D Reduksi Bising 14.4 14.73 15.7 14.9 9.52 11.4 11.6 14.7 BNL 65.9 65.57 64.6 65.4 70.1 68.3 68.1 64.9
Lay out L ke dalam 78.86 A B C D 16.6 18.3 28.8 62.2 60.6 50.1 -
dB A
U menghadap jalan L menghadap jalan L membelakangi jalan
Nama Kelas
Gambar 6. Nilai Reduksi Bising di Ruang Kelas Ketiga Sekolah
Jalan raya
dB A
d
16,62
18,31 U menghadap jalan L menghadap jalan L membelakangi jalan
28,81 Nama Kelas
Nama
Gambar 5. Persebaran Nilai Pengurangan Bising Luar pada Titik-Titik Ukur SDS Barunawati
Gambar 7. Nilai Background Noise Level (BNL) Ruang Kelas Ketiga Sekolah
6 Letak ruang kelas C yang berada pada ujung belakang konfigurasi bangunan membuat jarak dari sumber bising relatif jauh, sehingga ruangan ini akan mendapatkan intensitas yang semakin melemah seperti yang tertuang pada hukum invers kuadrat. Hal ini bisa dilihat dari pengukuran di tiga titik yang bebeda pada masing-masing lay out sampel (Tabel 5). Intensitas bunyi dari jalan raya sampai ke dalam kelas mengalami penurunan secara siknifikan (Gambar 8). Tabel 5. Nilai BNL di Masing-Masing Kelas Sampel Nilai Kebisingan (dBA) Sekolah Bising Bising Bising Jalan Halaman Kelas SDN Siwalankerto 1 80.3 70.56 66.01 SDN Gading 1 79.64 70.97 69.27 SDS Barunawati 78.86 58.6 57.83
tinggi. Kelas yang menjadi area pengumpul suara adalah kelas A dan C. Akan tetapi sebagai posisi yang paling dekat dengan sumber suara, kelas B menjadi area yang bising. Bidang bukaan yang relatif luas akan menambah nilai background noise level (BNL) dalam ruang kelas. Karena bunyi dapat ditransmisikan dengan mudah ke dalam ruangan. Nilai kebisingan pada halaman sekolaha kemudian berlanjut pada ruang kelas menurun secara signifikan di SDS Barunawati. Hal ini dikarenakan faktor barrier yang berupa jajaran ruang kelas di depan konfigurasi bangunan, sehingga bunyi bising akan terhalang oleh ruang-ruang tersebut. Berbeda dengan dua sekolah yang lainnya yang mempunyai konfigurasi bangunan terbuka menghadap jalan. Kedua bangunan ini hanya mempunyai barrier pagar pembatas yang kerapatan massanya tidak terlalu tinggi.
KESIMPULAN
Gambar 8. Nilai Background Noise Level (BNL) di Tiga Titik yang Berbeda untuk Ketiga Sekolah
Nilai penurunan background noise level pada SDN Gading 1 lebih rendah daripada kedua sekolah lainnya. Hal ini dikarenakan pada SDN Gading 1 mempunyai bentuk lay out bangunan huruf U keluar, sehingga bunyi yang berasal dari kebisingan jalan raya memantul berulang-ulang di dalam area halaman sekolah, sehingga terjadi penguatan bunyi.
area bunyi terkumpul
jalan (Sumber bising)
Gambar 4. Pantulan Bunyi pada SDN Gading 1
Pada area tengah bangunan akan terjadi tingkat kebisingan yang tinggi akibat terpantulnya bunyi oleh permukaan dinding yang saling berhadapan dari kedua lengan tersebut (Mediastika, 2005:64). Bunyi akan memantul dan menjadi lebih kuat pada area halaman khususnya pada area belakang halaman. Akibat dari kondisi ini, kebisingan di dalam kelas akan bertambah dan
1. Lay out bangunan L membelakangi jalan (SDS Barunawati) merupakan bentuk lay out yang terbaik mereduksi bising dengan nilai BNL mencapai 57,83 dBA. 2. Letak kelas yang berada di belakang konfigurasi ruang lay out L membelakangi jalan adalah ruang kelas yang terbaik mereduksi bising mencapai 28,8 dBA dengan BNL 50,1 dBA. 3. Lay out bangunan U menghadap jalan menjadi bentuk lay out yang terburuk mereduksi bising dengan BNL 69,27 dBA. 4. Ruang kelas A pada lay out bangunan U menghadap jalan merupakan ruang kelas yang terburuk mereduksi bising mencapai 9,52 dBA dengan BNL 70,1 dBA. 5. Semakin jauh jarak sumber kebisingan dengan bangunan/ruang kelas, nilai kebisingan semakin rendah. Nilai ini akan semakin rendah lagi apabila susunan tata letak kelas terdepan yang berjajar sebagai barrier sehingga mampu menghalangi berkas bunyi yang masuk ke dalam ruang kelas. 6. Bentuk lay out U menghadap jalan menjadi area terbuka dalam menerima kebisingan jalan raya. Faktor pantulan bunyi di kedua lengan bangunan memperkuat kebisingan hingga ke dalam ruang kelas.
7 DAFTAR PUSTAKA Doelle, Leslie L. 1986. “Akustika Lingkungan”. Jakarta:Erlangga. Egan, M.David. 1972. “Concept in Architectural Acoustics”. United States of America. McGraw-Hill. Hananto, Sidik dan Busono, Tjahyani. 2009. “Pengaruh Kebisingan Lalu Lintas terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran”. TERAS Jurnal Ilmiah Arsitektur : Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Indrani, Hedy C. 2006. “Pengaruh Desain Interior pada Akustik Ruang Auditorium Multi-Fungsi. Tesis S-2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember”.Surabaya. Kristianto, Thomas Ari. 2008. “Penggunaan Elemen Interior untuk Optimasi Akustik Ruang Kantor Bersistem Terbuka. Tesis S-2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember”.Surabaya. Lawrence, Anita B. 1970. “Architectural Acoustics”. London:Applied Science Publishers Ltd. Mediastika, Christina .E. 2005. “Akustika Bangunan Prinsip-Prinsip dan Penerapannya di Indonesia”. Jakarta:Erlangga. Smith, BJ, dkk. 1995. “ Acoustics and Noise Control”.