Pengaruh Keseragaman Komoditas Street Market dalam Pembentukan Streetscape Muhammad Ridho Zul Ikhwan, Evawani Ellisa Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Fenomena street market telah terjadi di berbagai tempat di Jakarta. Pembentukan street market merupakan hasil dari intervensi masyarakat terhadap ruang publik yang tidak terkontrol. Pengolahan kembali ruang publik menyebabkan pergeseran makna yang kemudian akan membentuk identitas tempat. Pada beberapa tempat, street market menjadi unik karena komoditasnya yang serupa. Pengaturan visual yang dilakukan di sepanjang jalan akan membentuk karakter tempat yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi karakter streetscape. Kuatnya karakter streetscape akan dipengaruhi oleh pengaturan visual komoditas yang dijajakan.
Kata kunci: komoditas, street market, identitas, karakter, streetscape
Effect of Uniformity in Street Market's Commodities in Forming Streetscape Abstract The phenomenon of street markets has occurred in various places in Jakarta. Formation of street market is the result of public intervention against uncontrolled public spaces. Such treatment causes a shift in the public space meaning which would then form the place identity. In some places, street market is unique because of its similar commodities. Visual arrangements made by street market will form the place character which also indirectly affecting the streetscape. These visual arrangement will be affecting how strong the character of a streetscape. Key words: commodity, street market, identity, character, streetscape
Pendahuluan Komoditas adalah sesuatu barang atau produk yang dapat diperdagangkan (Kamus Besar dan Bahasa Indonesia). Sebagai sebuah kota, terlebih lagi salah satu kota besar di Indonesia, Jakarta mempunyai berbagai macam komoditas yang diperdagangkan. Komoditas-komoditas yang berada di Jakarta dapat ditemui di berbagai pelosok Jakarta, baik di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan, maupun tempat lainnya seperti di pinggir jalan. Komoditas-komoditas ini pun
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
diperdagangkan dengan berbagai macam cara, baik dengan cara dijual berkeliling, maupun menetap.
Di berbagai pinggiran jalan dan pusat perbelanjaan, banyak berbagai macam komoditas yang dapat ditemukan. Di beberapa tempat, khususnya pinggiran jalan, komoditas-komoditas yang diperdagangkan ini menjadi salah satu elemen di dalam terbentuknya sebuah streetscape. Streetscape, berdasarkan Environmental Planning and Assessment Act 1979, adalah sebuah karakter lokalitas yang dilihat dari sisi jalan dan didefinisikan berdasarkan pengaturan spasial dan tampak visual, baik yang buatan maupun yang bukan buatan. Di beberapa jalan di Jakarta, terdapat jalan-jalan yang memperdagangkan komoditas yang serupa atau mirip, sehingga komoditas-komoditas ini membentuk suatu keseragaman. Komoditas-komoditas ini menciptakan sebuah ruang kota yang cenderung seragam. Manusia merupakan makhluk yang banyak mengandalkan penglihatan untuk mempersepsikan ruang di sekitarnya (National Geographics).
Keseragaman yang diciptakan oleh komoditas-
komoditas membentuk sebuah proses timbal balik antara masyarakat sebagai pengamat dan tempat diperdagangkannya komoditas ini sebagai lingkungannya. Masyarakat sebagai pengamat, mengatur dan memilih apa yang dilihatnya (Lynch, 1960) dan sebuah image atau kesan terhadap tempat komoditas tersebut menjadi terbentuk.
Seiring dengan berjalannya waktu, kesan yang dibentuk oleh masyarakat membentuk suatu identitas dan karakter. Pembentukan identitas dan karakter pada suatu tempat tidak lepas dari latar secara fisik, aktivitas, dan arti tempat tersebut (Relph, 1976). Latar fisikal yang terbentuk juga tidak lepas dari faktor streetscape yang terbentuk oleh keseragaman komoditas yang dijual di pinggir jalan. Streetscape di sini merupakan pandangan jalan secara linear yang terbentuk oleh berbagai macam elemen di dalamnya. Dalam hal ini, aspek visual yang diberikan oleh keseragaman komoditas yang diperdagangkan di pinggiran jalan membuat pikiran manusia lebih gampang untuk mengingat apa yang dilihatnya.
Pada kenyataannya, streetscape terdiri dari berbagai macam elemen yang membentuknya. Secara visual, elemen-elemen yang dapat dilihat pada sebuah streetscape adalah ketinggian bangunan, massa dan bentuk bangunan, proporsi, fasad bangunan, penutup bangunan (atap), warna dan
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
material bangunan, pencahayaan eksterior, signage, tempat parkir kendaraan, dan vegetasi.. Hal ini juga membedakan karakter dari setiap streetscape yang ada.
Tinjauan Teoretis Beberapa streetscape atau kawasan mempunyai hawa yang berbeda karena pada tempat tersebut terkonsentrasi pada sebuah aktivitas tertentu. Konsentrasi pada sebuah kegiatan dalam sebuah lokalitas merupakan keunikan yang terdapat dalam ruang kota (Tugnutt & Robertson, 1987). Aktivitas merupakan salah satu elemen non-fisik yang membentuk karakter sebuah streetscape. Dalam hal ini, aktivitas yang terjadi pada perdagangan komoditas membantu mengolah karakter streetscape itu sendiri.
Gambar 1. Kesimpulan Teori. Sumber: Ilustrasi Pribadi.
Pasar merupakan tempat jual-beli yang biasanya berupa kawasan. Ketika menjadi sebuah streetfronts retails, maka penumpukan aktivitas akan terjadi secara linear. Terbentuknya pasar sebagai streetfront retails merupakan akibat dari adanya potensi ruang yang dapat diolah kembali oleh masyarakat. Ruang-ruang ini tercipta dari grid perkotaan yang menghubungkan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya, satu anchor dengan anchor lainnya. Penumpukan pergerakan manusia dalam sebuah grid perkotaan akan menciptakan ruang-ruang yang dianggap berpotensi
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
untuk dijadikan sebuah ruang sosial. Masyarakat pun mulai mengolah ruang-ruang ini yang menyebabkan kawasannya akan semakin berkembang, Perkembangan pasar sebagai streetfronts retails akan memicu terbentuknya commercial strip. Konsentrasi aktivitas pasar dalam sebuah commercial strip akan membentuk sense of place. Pembentukan sense of place ini diperkuat dengan pengaturan visual dan spasial komoditas yang diperdagangkan.
Pengaturan spasial dan visual komoditas yang dilakukan sebagai ruang representasi memperkuat karakter streetscape. Orang-orang yang melintas akan merasakan karakter yang ditimbulkan oleh komoditas yang diperdagangkan. Hal ini tentunya juga akan membuat orang tertarik untuk mengunjungi tempat komoditas yang diperdagangkan. Sehingga, seiring dengan berjalannya waktu, pasar sebagai sebuah streetfronts retails akan memberikan karakter secara bersamaan pada pasar itu sendiri dan streetscape di mana pasar tersebut berada.
Metode Penelitian Untuk lebih memahami secara mendalam, saya terlebih dahulu membaca sumber-sumber literature tentang fenomena yang terjadi. Sumber literatur yang dipelajari dapat berupa kajian teori maupun analisis preseden. Lalu dari sumber-sumber litaratur yang telah dipelajari, dilihat bagaimana fenomena tersebut terjadi di lapangan. Melalui observasi terhadap fenomena tersebut di lapangan kemudian dapat dikaitkan dengan teori-teori yang didapat dari sumber literatur. Perbandingan antara fenomena yang terjadi di lapangan dan teori-teori yang didapat lalu dapat dianalisis sehingga dapat memberikan sebuah kesimpulan tentang fenomena yang terjadi.
Hasil Penelitian Jakarta mempunyai berbagai streetmarket unik yang didominasi oleh kios dengan komoditas sejenis. Beberapa yang akan saya angkat dalam studi kasus adalah Pasar Barang Antik Jalan Surabaya, Pasar Jalan Barito, dan Pasar Mainan Prumpung. Ketiga pasar ini terletak di konteks lingkungan yang berbeda-beda. Pasar Barang Antik Jalan Surabaya banyak dikelilingi oleh area hunian. Pasar Barito juga dikelilingi area hunian namun juga terdapat beberapa area komersial di dalamnya. Sedangkan, Pasar Mainan Prumpung terletak di kawasan yang komersial dan juga terletak di akses utama. Perbedaan konteks lingkungan akan menjadi contoh yang menarik untuk dianalisis dan dibandingkan.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Gambar 2. Jalan Surabaya dan sekitarnya. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Gambar 1-6: henriff.com, streetdirectory.com, rumah123.com, kuu.blogspot.com, thehoneycombers.com, tribunnews.com
Gambar 3. Mapping dan Foto Kios. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Foto 1-9: Dokumentasi Pribadi.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Kawasan di sekitar jalan Surabaya juga mempunyai hunian yang berbentuk apartemen, yaitu Apartemen Eksekutif Menteng (3). Walaupun banyak area hunian, namun terdapat juga beberapa tempat komersil seperti McDonalds (1), Carrefour (2), Restoran Madame Ching (4), dan restoran Cali Deli (5). Fasilitas umum seperti stasiun Cikini (6) juga terdapat di sekitar jalan Surabaya. Jalan Surabaya berbatasan dengan Jalan Diponegoro yang merupakan akses utama penghubung Menteng dengan Salemba. Sebagai jalan lokal, jalan Surabaya juga menghubungkan kawasan Menteng dengan Manggarai. Oleh karena itu, Jalan Surabaya semakin banyak diakses. Ruang kosong di pinggiran jalan Surabaya dilihat oleh banyak pedagang sebagai kesempatan ekonomi. Sehingga segera bertransformasi menjadi area komersial. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Lefebvre bahwa terjadi praktek spasial yang dilakukan oleh masyarakat pada ruang publik. Aktivitas yang dilakukan di pinggiran Jalan Surabaya ini akan menjadi pemicu terjadinya produksi dan reproduksi ruang oleh masyarakat. Munculnya tukang loak pada tahun 1960-an merupakan pengolahan ruang kembali oleh masyarakat. Dalam praktek sehari-hari, tukang loak ini menjadi semakin banyak dan mendorong proses transformasi bangunan dari non-permanen menjadi
semi permanen. Bangunan semi permanen hasil pengolahan ruang publik berubah
menjadi sebuah ruang sosial. Seiring dengan berjalannya waktu, praktek keseharian ini terus berlangsung sehingga mendorong timbulnya karakter dari sebuah tempat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Relph, bahwa pembentukan identitas dipengaruhi oleh aktivitas, latar fisik, dan makna tempat.
Gambar 4 Jalan Barito dan Sekitarnya. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Foto 1-5: rspp.co.id, wikipedia.org, cekspot.com, kemdikbud.go.id, jakartakita.com
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Gambar 5. Mapping Kios di Jalan Barito. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Foto 1-11: Dokumentasi Pribadi
Jika dilihat dari konteks lingkungannya, Jalan Barito mirip dengan Jalan Surabaya. Jalan Barito juga banyak dikelilingi oleh area hunian kelas menengah ke atas dan mempunyai akses ke berbagai kawasan lainnya. Namun, Barito juga dekat dengan area komersil dan fasilitas umum seperti Rumah Sakit Pusat Pertamina (1), Pasar Mayestik (2), Rumah Sakit Gandaria (3), Sekolah Labschool (4), atau Taman Ayodya (5). Selain itu, terdapat juga beberapa tempat komersil kelas menengah ke atas lainnya.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Gambar 6. Kawasan Prumpung dan Sekitarnya. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Foto 1-3: wikimedia.org, panoramio.com, bp.blogspot.com
Gambar 7. Mapping Kios Prumpung. Sumber: Google Maps 2014 (telah diolah kembali); Foto 1-21: Dokumentasi Pribadi.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Prumpung mempunyai tingkat kepadatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan Menteng dan Kebayoran. Kawasan hunian di sekitarnya banyak ditempati oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Area komersial yang memadati jalan Basuki Rahmat juga banyak dipenuhi oleh ‘perpanjangan’ dari Pasar Prumpung. Banyak pedagang yang berjualan secara tidak permanen di sepanjang jalan Basuki Rahmat. Kepadatan area Prumpung juga dibentuk dari Jalan Tol Lingkar Dalam (1) yang terletak di persimpangan jalan Achmad Yani dan jalan Basuki Rahmat. Sehingga, area Prumpung tidak hanya dipadati oleh bangunan, namun juga dipadati dengan berbagai macam kendaraan. Dapat ditemukan juga Universitas Mpu Tantular (2) dan Pasar Cipinang Besar (3) di sekitar Prumpung.
Pembahasan Ketiga studi kasus menunjukkan bahwa pembentukan ruangnya dipengaruhi oleh akses dan lingkungan yang sering dilalui oleh banyak orang. Untuk mendukung praktek spasial yang dilakukan, pengolahan ruang selalu dilakukan sehingga mengubah makna dari ruang publik menjadi ruang sosial. Pengolahan ruang yang dilakukan di pinggir jalan atau trotoar juga menunjukkan ketidakberhasilan fungsi trotoar sebagai tempat pejalan kaki. Elemen waktu juga cukup berpengaruh dalam pembentukan representasi ruang yang akan membentuk identitas dari sebuah tempat.
Identitas suatu tempat terbentuk karena aktivitas yang terjadi. Hal ini ditunjukkan di pasar Prumpung yang mempunyai identitas hanya dikarenakan padatnya konsentrasi aktivitas. Selain itu, relokasi pedagang rangkaian bunga dan ikan hias dari seberang Rumah Sakit Pusat Pertamina oleh pemerintah menandakan adanya identitas yang telah terbentuk. Padahal, pada waktu itu hanya sedikit pedagang yang berjualan.
Pengolahan visual, walaupun ikut berperan dalam pembentukan identitas, namun lebih berperan terhadap pembentukan karakter jalan. Pengaturan visual yang baik akan menciptakan karakter jalan yang kuat juga. Hal ini seperti yang terjadi pada jalan Surabaya dan Barito. Besarnya rasa enclosure tidak membentuk karakter sebuah jalan, namun hanya memperkuat karakter yang sudah dimiliki oleh jalan.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Kesimpulan Akses merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya suatu tempat. Ketika ruang sering dilalui oleh banyak orang, maka ruang tersebut berpotensi untuk diintervensi sebagai ruang publik. Potensi ini akan semakin besar di bagian jalan yang fungsinya tidak terkontrol dengan baik. Contohnya, banyak trotoar yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai macam hal. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa timbulnya intervensi masyarakat akan dipengaruhi oleh grid kawasan. Akses yang menghubungkan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya dapat menimbulkan pertumbuhan street market.
Seiring dengan terjadinya praktek spasial , masyarakat melakukan pengolahan ruang kembali sehingga terjadi pergeseran makna awal dari ruang publik. Pengaruh rentang waktu terhadap berlangsungnya praktek spasial yang dilakukan secara terus menerus akan membentuk identitas tempat. Sehingga, dapat disimpulkan ketika kita ingin membuat identitas suatu tempat, maka unsur yang harus ditonjolkan adalah konsentrasi atau dominasi aktivitas dari tempat tersebut. Identitas yang telah terbentuk pada suatu tempat belum tentu berpengaruh secara signifikan terhadap pembentukan karakter lingkungan. Proses pembentukan identitas bisa berlangsung di suatu tempat tanpa memikirkan karakter dari tempat itu sendiri. Sehingga, mungkin saja ditemukan tempat yang identitasnya sudah kuat dalam konteks lingkungan yang tidak mempunyai karakter kuat.
Berbeda dengan identitas, tempat berkarakter pasti telah memiliki identitas.
Sebuah karakter
merupakan perkembangan dari identitas. Karakter sebuah tempat lebih dipengaruhi oleh pengaturan secara visual. Ketika tidak ada upaya pengaturan visual, maka karakter tempat akan lemah. Sebaliknya, bila terdapat pengaturan visual, maka akan terbentuk karakter tempat akan terbentuk. Ketika suatu tempat telah memiliki sebuah karakter, maka karakternya dapat diperkuat lagi oleh rasio tinggi dan lebar jalan yang sesuai dan rasa enclosure yang baik. Tempat yang telah memiliki karakter dapat diperkuat lagi karakternya melalui rasio tinggi dan lebar jalan dan rasa enclosure yang baik. Kuatnya karakter suatu tempat dapat membuat tempat tersebut dijadikan sebuah objek wisata.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Saran Jakarta merupakan kota yang minim tempat berkarakter. Ruang-ruang publik yang tidak terkontrol dengan baik dapat diolah kembali dengan pengaturan visual. Pengaturan visual ini tentunya dapat mendorong timbul karakter di ruang kota. Kemacetan Jakarta membuat masyarakatnya merasakan kepenaran ketika berkendara. Adanya ruang kota yang berkarakter dapat meningkatkan kenyamanan sehingga dapat mengurangi kepenatan yang dirasakan masyarakat. Selain itu, tempat-tempat berkarakter dapat mengundang banyak orang untuk datang sehingga juga dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Tempat wisata dengan karakter yang kuat akan mengundang berbagai turis, baik lokal maupun mancanegara sehingga secara tidak langsung juga dapat mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan ekonomi.
Daftar Referensi Altman, I., & Low, S. M. (1992). Introduction. In I. Artman, & S. M. Low, Place Attachment (hh. 1-12). New York: Plenum Press. Barang Antik Jalan Surabaya, Pasar. (n.d.). Diakses 2 Mei 2014, dari jakarta.go.id: http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/110/Barang-Antik-Jalan-Surabaya-Pasar Barnett, J. (2003). Redesigning Cities: Principles, Practices, Implementation. Chicago: Planners Press. Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental Psychology. Belmont: Wadsworth Press. Berlyne, D. E. (1974). Studies in the New Experimental Aesthetics: Steps Toward an Objective Psychology of Aesthetic Appreciation. Washington D.C.: Hemisphere Pub. Corp. Campbell, N. A., Reece, J. B., Taylor, M. R., Simon, E. J., & Dickey, J. L. (2009). Biology: Concepts & Connections. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings. Carmona, M., Heath, T., Tanner, O., & Tiesdell, S. (2003). Public Places Urban Spaces. Oxford: Architectural Press. Cross, J. E. (2001). What is Sense of Place? 12th Headwaters Conference (hh. 1-14). Colorado: Colorado State University. Damayanti, C. (14 Desember 2010). Pasar (Senggol) Gembrong/Prumpung: Konsep Pasar yang Tidak Sesuai Tata Kota (?). Diakses 26 Mei 2014, dari kompasiana.com: http://metro.kompasiana.com/2010/12/14/pasar-senggolgembrongprumpung-konsep-pasar-yang-tidak-sesuai-tata-kota-325197.html Davis, J. (2007). The Promise of Potential. Minneapolis: JD Coaching and Consulting. Dovey, K. (2010). Becoming Places. New York: Routledge. Ford, L. R. (1994). Cities and Buildings: Skyscrapers, Skid Rows, and Suburbs. London: The Johns Hopkins Press Ltd. Hillier, B. (1996). Cities as Movement Economies. Urban Design International 1, 41-60.
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014
Hummon, D. (1992). Community Attachment: Local Sentiment and Sense of Place. In I. Artman, & S. M. Low, Place Attachment (hh. 253-278). New York: Plenum Press. Imamoglu, Ç. (2000). Complexity, Liking and Familiarity: Architecture and Non Architecture Turkish Students' assessments of Traditional and Modern House Facades. Journal of Environmental Psychology, 5-16. Ittelson, W. H. (1978). Environmental Perception and Urban Experience. Environment and Behaviour, 193-213. Jackson, J. B. (1994). A Sense of Place, A Sense of Time. New Haven: Yale University Press. Knox, P. L. (1984). Styles, Symbolism, and Settings: the Built Environment and the Imperatives of Urbanised Capitalism. Architecture et Comportment, 107-122. Kropf, K. (1996). Urban Tissue and the Character of Towns. Urban Design International 1, 247-263. Lefebvre, H. (1991). The Production of Space. Oxford: Blackwell Publishing. Lynch, K. (1960). The Image of The City. Cambridge: MIT Press. Mora, R., Bosch, F., Rothmann, C., & Greene, M. (2013). The Spatial Logics of Street Markets: An Analysis of Santiago, Chile. Ninth International Space Syntax Symposium (hh. 115:1 - 115:10). Seoul: Sejong University Press. Mugi. (2 April 2014). Pasar Gembrong, Pusat Penjual Mainan di Ibukota. Diakses 25 Mei 2014, dari panduanwisata.com: http://jakarta.panduanwisata.com/jakarta-timur/pasar-gembrong-pusat-penjual-mainan-diibukota/ Pasar Barito, Riwayatmu Kini... (18 Januari 2008). Diakses 25 Mei 2014, dari Kompas: http://megapolitan.kompas.com/read/2008/01/18/06523472/.Pasar.Barito.Riwayatmu.Kini. Piotrowski, C. M., & Rogers, E. A. (1999). Designing Commercial Interiors. New York: John Wiley & Sons, Inc. Porteus, J. D. (1996). Environmental Aesthetics: Ideas, Politics, and Planning. London: Routledge. Purwata, T., & Rozaniwati. (2010). Membuka Usaha Eceran/Ritel. Jakarta: Erlangga. Relph, E. (1976). Place and Placelessness. London: Pion. Saad, R. (1 April 2005). Discovery, Development, and Current Applications of DNA Identity Testing. Diakses 15 Mei 2014, dari The Free Library: http://www.thefreelibrary.com/Discovery, development, and current applications of DNA identity...-a0161284790 Saputra, E. (14 Januari 2013). Nasib Pasar Antik Jalan Surabaya di Tengah Modernisasi. Diakses 2 Mei 2014, dari Jakartavenue.com: http://jakartavenue.com/2013/01/nasib-pasar-antik-jalan-surabaya-di-tengah-modernisasi/ Steele, F. (1981). The Sense of Place. Boston: CBI Publishing Company, Inc. Tuan, Y.-F. (1974). Topophilia: A Study of Environmental Perception, Attitudes, and Values. New York: Columbia University Press. Tugnutt, A., & Robertson, M. (1987). Making Townscape: a Contextual Approach to Building in an Urban Setting. London: Mitchell Publishing Co. Venturi, R., Scott, B. D., & Izenour, S. (1972). Learning from Las Vegas. Cambridge: MIT Press. Wahid, I. (18 Juni 2013). 2100, Populasi Manusia di Bumi 11 Miliar, Tempo.co. Diakses 27 April 2014, dari Situs Berita Online Indonesia, Tempo.co: http://www.tempo.co/read/news/2013/06/18/061489076/2100-PopulasiManusia-di-Bumi-11-Miliar
Pengaruh keseragaman..., Muhammad Ridho Zul Ikhwan, FT UI, 2014