Suplemen 3
Suplemen 3
RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi Kota Palembang. Penelitian tersebut bertujuan untuk : (i) mengetahui komoditas-komoditas penyumbang inflasi kota Palembang, dan (ii) mengetahui pola pembentukan harga-harga komoditas penyumbang inflasi. Penelitian melibatkan 57 responden yang meliputi produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran di Kota Palembang dan daerah sentra produksi beras. Berdasarkan
hasil
penelitian
Tabel 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Palembang Periode 2007
tersebut diketahui bahwa terdapat 20 besar komoditas yang memberikan sumbangan
terbesar
Perhitungan
pada
Tabel
sumbangan
1.
masing-
masing komoditas terhadap inflasi didasarkan pada nilai konsumsi per bulan
masing-masing
kemudian dilakukan
dari
Komoditi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Miny ak Goreng Daging Ay am Ras Mie Emas Perhiasan Roti Manis Empek-Empek Tarif SLTA Telur Ay am Ras Baw ang Merah Beras Rokok Kretek Filter Tahu Mentah Bay am Semen Ikan Gabus Tarip Air Minum Tepung Terigu Tempe Jeruk Rokok Kretek
terhadap
pembentukan inflasi kota Palembang sebagaimana
Perubahan Harga
No.
komoditas,
tabel
tersebut
judgement
untuk
menentukan tiga komoditas yang
(%)
Bobot Komoditas (%)
51.10 46.44 30.36 39.39 60.71 24.44 55.03 31.67 44.06 5.19 11.29 28.57 97.03 34.04 34.87 21.08 44.81 15.63 38.62 9.17
2.37 1.98 1.78 1.27 0.69 1.62 0.64 0.98 0.68 5.53 2.45 0.95 0.27 0.73 0.63 1.04 0.38 0.95 0.37 1.46
Sumbangan Inflasi (%)
1.21 0.92 0.54 0.50 0.42 0.40 0.35 0.31 0.30 0.29 0.28 0.27 0.26 0.25 0.22 0.22 0.17 0.15 0.14 0.13
perlu didalami proses pembentukan harganya.
Penentuan
tiga
komoditas
tersebut
juga
mempertimbangkan
karakteristik komoditas bagi Palembang. Hasil judgement menghasilkan tiga barang yakni beras, minyak goreng, dan tepung terigu. Kenapa beras atau minyak goreng dan tepung terigu? Selain berdasarkan bobot sumbangannya, dimasukkannya beras sebagai komoditas yang akan didalami proses pembentukan harganya adalah didasarkan pada sifat beras sebagai bahan makanan pokok yang tidak mempunyai substitusi. Pemilihan minyak goreng didasarkan pada pertimbangan bahwa komoditas tersebut juga merupakan kebutuhan pokok dan tidak ada barang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008
1
Suplemen 3
substitusi yang lebih murah. Pertimbangan serupa juga dilakukan pada tepung terigu. Selain tentunya sebagai barang kebutuhan pokok dan tidak ada barang substitusi, tepung terigu juga merupakan bahan baku dari berbagai makanan khas Palembang, antara lain, empek-empek, tekwan, model, serta bahan baku panganan lain, misalnya roti, mie instan, dan mie basah. Secara
Grafik 1 Perkembangan Harga Minyak Goreng Curah, 2007
setidaknya
dalam
setahun terakhir, khususnya harga minyak goreng
10.000
dan
tepung
terigu,
mengalami
peningkatan yang persisten dari waktu ke
9.500 9.000
8.808 8.598
8.500
8.650
8.592 8.500
Rp.
7.500
waktu.
Sebagaimana dideskripsikan pada
Grafik 1 terlihat bahwa
8.565 7.883
8.000
8.107
pada awal tahun
2007, harga minyak goreng curah sebesar
7.324
7.000
Rp6.490 per kg, kemudian terus mengalami
6.490 6.500 6.350 6.400
peningkatan dan pada akhir tahun telah mencapai Rp8.650 per kg.
6.000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Hal yang sama juga terjadi pada harga
Grafik 2 Perkembangan Harga Tepung Terigu Tahun 2007 6.000
tepung terigu merk Segitiga Biru (lihat Grafik
5.910
5.800
5.500 5.438
5.600
5.200
banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota
5.206
5.000 4.800
4.525
2). Pemilihan tepung terigu Segitiga Biru dengan pertimbangan bahwa merk tersebut merupakan merk tepung terigu yang paling
5.400
Rp.
empiris,
Palembang. Pada awal tahun 2007 harga
4.775
4.600 4.5004.500 4.5004.500 4.500 4.500
tepung terigu sebesar Rp4.500 per Kg,
4.400
sedangkan di akhir tahun sudah mencapai
4.200 4.000 12
Rp5.910 per Kg. Kenaikan harga tepung
Grafik 3 Perkembangan Harga Beras Tahun 2007
terigu juga tidak lepas dari perkembangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Bulan
6.000
yang sempat mengalami eskalasi pada tahun
5.800
5.629
5.600
5.471
5.400
5.356
lalu.
5.219
5.200 5.332
Rp.
harga tepung terigu di pasar internasional
5.185
5.169
5.000
Sementara itu, fluktuasi dari harga
4.953 4.9094.915 4.9184.896
4.800
beras di Palembang sangat dipengaruhi oleh
4.600 4.400
faktor musiman atau siklus produksi beras.
4.200 4.000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
2
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008
Suplemen 3
Pada penelitian ini, pembentukan harga beras dibagi menjadi tiga kerangka waktu yakni pada saat: (i) panen, (ii) normal, dan (iii) paceklik. Pada grafik 3 terlihat bahwa harga beras mengikuti tiga kerangka waktu dimaksud. Harga beras yang dihitung merupakan harga beras rata-rata dari berbagai merk yakni: (i) selancar, (ii) sepat siam, (iii) patin), (iv) dewi, (v) topi koki, (vi) arjuna, dan (vii) arjuna. Secara empiris, harga beras tertinggi terjadi berkisar pada triwulan I, kemudian menurun pada triwulan II dan III. Setelah itu, harga beras kembali meningkat pada triwulan IV sehubungan peningkatan permintaan sehubungan dengan bulan puasa dan hari besar keagamaan di samping terjadi musim kemarau. Pembentukan Harga Beras, Minyak Goreng, dan Tepung Terigu Penelitian menemukan bahwa terdapat 6 komponen pembentuk harga di komoditas beras masing-masing sebagai berikut: (i) modal untuk pembelian beras, (ii) transpor, (iii) tenaga kerja, (iv) kemasan, (v) biaya lain-lain, dan (vi) keuntungan. Selain dibedakan berdasarkan kerangka waktu, pembentukan harga juga dikelompokkan dalam tiga golongan yakni : (i) produsen, (ii) pedagang besar, dan (iii) pedagang eceran. Pada tingkat produsen, sebagian besar harga dibentuk oleh pengeluaran untuk bahan baku, yakni bibit, pupuk, dan saprodi lainnya yang secara persentase jumlahnya mencapai 86.78 persen untuk setiap kilogramnya. Angka tersebut merupakan angka rata-rata persentase di tiga periode (panen, normal, dan paceklik). Rata-rata margin keuntungan di tingkat produsen sebesar 9,03 persen. Sementara itu, komponen pembentuk harga lainnya (transpor, tenaga kerja, kemasan, biaya lain-lain) relatif rendah yakni berkisar 0,65 persen sd. 1,74 persen (lihat Tabel 2). Di tingkat produsen, besaran persentase komponen harga tidak jauh berbeda, dimana rata-rata komposisi modal untuk pembelian komoditi juga merupakan yang terbesar (90,87 persen). Besarnya margin keuntungan rata-rata 5,33 persen. Di tingkat pedagang eceran pun tidak jauh berbeda, hanya komponen pembelian komoditi yang terbesar, sedangkan keuntungan hanya 6,39 persen. Komponen pembentukan harga pada waktu paceklik, bahan baku dan modal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar, baik di sisi produsen,
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008
3
Suplemen 3
pedagang besar, serta pedagang eceran. Selain itu, margin keuntungan pun terendah di saat musim paceklik bagi pedagang eceran dan pedagang besar. Pembentukan
harga
Tabel 2 Pola Pembentukan Harga Beras Pada Tingkat Produsen di Propinsi Sumatera Selatan (dalam % per Kg) Periode Musim Variabel Pembentuk RataHarga Rata Panen Normal Paceklik (1) (2) (3) (4) (5)
minyak goreng curah dikelompokkan pada tiga
Bahan Baku
golongan yakni: (i) pedagang
84,81
88,14
87,39
86,78
eceran, (ii) pedagang besar,
Transport
0,88
0,80
0,69
0,79
dan (iii) produsen (lihat Tabel
Tenaga Kerja
1,47
1,82
1,92
1,74
Kemasan
0,68
0,66
0,62
0,65
Biaya lain-lain
1,13
1,08
0,81
1,01
11,03
7,50
8,57
9,03
masing-masing kategori pelaku
100,00
100,00
100,00
100,00
usaha merupakan komponen
Keuntungan JUMLAH
Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 Tabel 3 Pola Pembentukan Harga Minyak Goreng Curah di Kota Palembang (dalam % per Kg) Kategori Variabel Pembentuk Pedagang Pedagang Harga Produsen Eceran Besar (1)
(2)
(3)
(4)
92,17
93,65
91,25
Transport
0,03
1,98
2,24
Tenaga Kerja
0,69
0,20
0,49
Kemasan
0,56
0,04
**
Biaya lain-lain
0,25
1,41
5,52
Keuntungan
6,32
2,74
0,51
100,00
100,00
100,00
Modal Pembelian Komoditi*
3).
Modal
pembelian
komoditas dan bahan baku di
terbesar dalam pembentukan harga.
Alokasi
untuk
keuntungan secara rata-rata di bawah 10 persen, 0,51 persen untuk produsen, 2,74 persen untuk pedagang besar, dan 6,32 persen untuk pedagang eceran. Sementara itu, untuk komponen-komponen lainnya relatif rendah. Pola
pembentukan
harga untuk komoditas tepung JUMLAH
Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 * Modal Pembelian Komoditi = Bahan Baku (untuk tingkat Produsen) ** termasuk dalam biaya lain-lain
terigu di Kota Palembang juga tidak
berbeda
komoditas pelaku
dengan
lainnya.
usaha
yang
dua
Namun terkait
hanya meliputi dua yakni: (i) pedagang eceran dan (ii) pedagang besar. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya produsen tepung terigu di Sumatera Selatan. Modal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga terigu atau berada dalam kisaran 91,02 sd. 93,42 persen, sedangkan untuk keuntungan masing-masing mencapai 3,86 persen untuk pedagang besar dan 6,61
4
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008
Suplemen 3
Tabel 4 Pola Pembentukan Harga Tepung Segitiga Biru di Kota Palembang (dalam %) Kategori Variabel Pembentuk Harga Pedagang Pedagang Eceran Besar (1) (2) (3) Modal Pembelian 91,02 93,42 Komoditi
persen
Transport
0,04
0,95
sewa
Tenaga Kerja
0,24
1,55
retribusi, dan termasuk pungutan-
Kemasan
1,45
0,00
pengutan tidak resmi lainnya.
Biaya lain-lain
0,66
0,23
Keuntungan
6,61
3,86
100,00
100,00
JUMLAH
Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008
pedagang
eceran.
Komponen-komponen
pembentuk
harga lainnya berada di bawah 2 persen. Untuk ketiga komoditas, biaya-biaya lain antara lain meliputi gudang,
Implikasi
dan
jasa
keamanan,
Rekomendasi
Kebijakan Hasil penelitian tersebut setidaknya
telah menjadi langkah untuk kita membedah proses pembentukan harga komoditas yang mempunyai sumbangan strategis terhadap inflasi kota Palembang. Stabilisasi harga beras pada level yang wajar, sebagai contoh, perlu dilakukan melalui upaya peningkatan produksi dan mekanisme tata niaga yang efektif. Saat ini biaya produksi petani masih cukup tinggi, hal tersebut dapat menjadi obyek kajian bagaimana petani-petani di Sumsel mendapatkan bibit, pupuk, BBM, dan saprodi lainnya. Berdasarkan survei-survei terpisah, para petani padi di Sumsel saat ini tengah menghadapi masalah kenaikan harga pupuk, BBM untuk traktor, kenaikan biaya tenaga kerja, kenaikan harga saprodi. Selain itu, di beberapa sentra produksi terdapat pula permasalahan serangan hama (tikus dan tungro), demikian pula kasus pupuk oplosan dan bibit palsu. Saat ini mekanisme tata niaga belum sepenuhnya berjalan optimal, berdasarkan informasi dari para petani di sentra produksi, sebagian besar petani sudah terjerat oleh ijon dan hasil panen petani sebagian besar di jual kepada pedagang beras dari luar Sumsel. Hal tersebut menyebabkan pasokan beras untuk Sumsel berkurang. Kekurangan pasokan tentunya berpotensi meningkatkan harga. Dalam hal ini kebijakan stok pangan di Sumsel dalam memenuhi kebutuhan perlu ditinjau kembali. Untuk komoditas tepung terigu dan minyak goreng, kebijakan yang dapat diambil adalah pengkajian kembali kebijakan operasi pasar. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemberantasan pungutan liar di sepanjang titik distribusi. Selanjutnya, sebagai tahapan pendalaman, tentunya diperlukan penelitian lanjutan ke depan yang bertujuan untuk mengetahui interregional inflation untuk melihat lebih detail sumber tekanan inflasi. Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2008
5