PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP AGRESIVITAS REMAJA
Yulia Purnama Sari Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
[email protected]
ABSTRAK This research was conducted in order to determine empirically the effect of Emotional Intelligence and School Climate to Adolescent Aggressiveness . Aggressiveness is an act of bad form of hurt , curse deliberate by a person against another person. Research conducted on 180 subjects of research at SMPN 5 Samarinda using stratified random sampling by distributing a scale of Emotional Intelligence, School Climate and Aggressiveness in SMPN 5 Samarinda, East Kalimantan. Data analyses had been used doubled linear regression analyses technique and used SPSS Statistical 18 for Windows program. Result of the research are shows that there is a significant effect between Emotional Intelligence and School Climate To Aggressiveness in Students of SMPN 5 Samarinda with value of F = 20,344 and p = 0,000. The influence of Emotional Intelligence adn School Climate to Aggressiveness is 18,7% with value of (R2) 0,187. The single influence of Emotional Intelligence to Aggressiveness is 11% while the single influence of School Climate to Aggressiveness is 7,7% . There is a negative relationship between emotional intelligence to the aggressiveness with regression coefficient of -0.359, the lower the emotional intelligence, the higher aggressiveness. Similarly, there is a negative relationship between the School Climate Aggressiveness with regression coefficient of -0.310, the lower (negative) Climate School will be higher as well Aggressiveness.
Keywords: Emotional Intelligence, School Climate, Aggressiveness
1
fungsi
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan salah
tersebut
psikologis
membawa
terutama
yang
dampak berkaitan
satu periode dalam rentang kehidupan
dengan adanya
manusia. Selama periode ini, remaja
tekanan jiwa sehingga perilaku mereka
mengalami
lebih mudah menyimpang dari norma
banyak
tantangan
dan
masalah-masalah yang baru, yang dapat menimbulkan
kegelisahan
berperilaku.
Kegelisahan
menyebabkan
perilaku
remaja
menyimpang dari norma yang semakin hari
semakin
tawuran,
seksual.
meningkat.
Seperti
perkelahian,
menghina,
memukul Hal
ini
ketidakmampuan
mencaci,
dan
kekerasan
terjadi
mereka
sosial yang berlaku di masyarakat.
dalam ini
karena
mengatasi
gejolak emosi dan
Baron
&
Byrne
(2005)
mengatakan ketidakmampuan remaja dalam
mangantisipasi
menyebabkan
konflik
akan
gagal
yang
perasaan
mengarah pada frustasi. Bentuk reaksi yang terjadi akibat frustasi adalah perilaku kekerasan yang dilakukan untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain, yang sering disebut agresi.
sendiri masalahnya. Sehingga banyak remaja
yang
pada
akhirnya
Fenomena
lebih
memilih penyelesaian masalah dengan melakukan perilaku kekerasan yang berujung pada pelanggaran norma.
agresi
telah
berkembang dan menjadi masalah umum pada remaja. Hampir setiap hari media massa
menyajikan
berita
mengenai
perilaku agresi. Perbuatan tersebut tidak Monks (dalam Wahyudi, 2013) menjelaskan bahwa remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik
maupun
Ketidakmampuan
dalam
psikisnya. menguasai
hanya merugikan pelakunya tetapi juga merugikan orang lain (korban). Hal ini didukung dengan meningkatnya tindak kekerasan yang terjadi di Indonesia. Menurut data yang bersumber dari 2
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
kepala
(KPAI) sampai tahun 2014 tercatat ada
mendapatkan
299 kasus tawuran pelajar. Jumlah ini
karena
meningkat sekitar 44 persen dibanding
dendam lama yang terjadi dua bulan
tahun 2012 yang hanya 128 kasus. Dari
yang lalu berawal dari masalah sepele
299 kasus kekerasan antar pelajar SMP
yaitu saling ejek saat bermain sepak bola
dan SMA yang terjadi, tercatat ada 19
hal ini turut dipicu oleh alumni masing-
siswa yang meninggal dunia (Komisi
masing sekolah (Kaltim Tribata News,
Perlindungan Anak Indonesia, Desember
2015).
2014).
kapolsekta hasil
sesama
samarinda tawuran
siswa
ulu terjadi
mempunyai
Berdasarkan data yang telah Perilaku agresi yang ditunjukkan
diuraikan sebelumnya,
kasus
agresi
remaja tidak hanya sebatas tawuran.
dalam berbagai bentuk seperti tawuran,
Berdasarkan data Polresta Depok sejak
perkelahian, bullying, kekerasan seksual,
Januari-September 2015 ada 105 kasus
penganiayaan dan pencurian dilakukan
tawuran, 28 kasus tindak pidana pelajar,
oleh remaja dengan rentang usia antara
dan 67 pelajar bermasalah dengan
13-18 tahun. Secara umum di Indonesia,
hukum. Ditambah lagi sebanyak 210
usia tersebut berada pada usia remaja
pelajar
terjerat
sekolah lanjutan pada jenjang SMP dan
berat,
pencurian
melakukan
kasus
penganiayaan
dengan
tindak
kekerasan,
asusila
dan
penyalahgunaan narkoba (Sindonews, September 2015). Perilaku tawuran juga terjadi di kota Samarinda dengan pelaku siswa SMPN 4 dan SMPN 5 Samarinda, dari hasil pertemuan kepala sekolah dan
SMA. Berkowitz (dalam Sarlito, 2015) mengatakan agresi merupakan tindakan melukai
yang
disengaja
oleh
seseorang/institusi terhadap orang atau institusi lain. Baron & Byrne (2005) mengatakan bahwa agresi adalah tingkah 3
laku yang diarahkan kepada tujuan
menentukan sejauh mana remaja tidak
menyakiti makhluk hidup lain yang
dipengaruhi oleh kekerasan.
ingin
menghindari
perlakuan
yang
menyakitkan. Agresi bukanlah perilaku yang mencul tanpa adanya suatu sebab. Secara umum sebab perilaku agresi dapat dikategorikan dalam dua bentuk yaitu sebab internal dan eksternal. Menurut penelitian Aprillia dan Indrijati (2014) mengenai hubungan kecerdasan emosi pada perilaku tawuran pelajar diperoleh hasil yang signifikan yaitu semakin
tinggi
kecerdasan
emosi
Menurut penelitian
hasil
yang
beberapa
mengkaji
tentang
persepsi siswa terhadap iklim sekolah dengan
perilaku
agresi
(bullying).
Diperoleh kesimpulan yang serupa yaitu semakin positif persepsi siswa terhadap iklim sekolah maka akan semakin rendah perilaku agresi (bullying) di sekolah tersebut, (Giovazolias, 2010; Marsh, 2014; Narpaduhita, 2014; Petrie, 2014; Magfirah, 2010).
seorang pelajar maka semakin rendah Meyer-Adams
perilaku tawuran pelajar.
(dalam
Giovazolias, 2010) menemukan bahwa Goleman bahwa
banyak
menyebabkan
(2016) faktor
mengatakan yang
terjadinya
dapat
perilaku
kenakalan remaja, misalnya tumbuh dalam
keluarga
yang
berantakan,
kemiskinan, lingkungan sosial. Namun terdapat peran penting yang dilakukan oleh kecerdasan emosi yang melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi, peran kecerdasan emosi sangat penting dalam
ada hubungan negatif antara iklim sekolah yang dirasakan oleh siswa dan keterlibatan mereka dalam kegiatan intimidasi,
baik
sebagai
korban,
pengganggu atau korban / pengganggu. Iklim
sekolah
yang
meningkatkan
kemungkinan
agresif
dapat
yang
negatif reaksi
menghasilkan
lingkaran setan agresi dan iklim sekolah yang negatif. Hal ini menunjukkan 4
bahwa iklim sekolah sebagai faktor
Indikator aspek fisik adalah: melukai,
eksternal merupakan faktor yang perlu
menyakiti orang lain secara fisik,
dikaji
misalnya
kembali,
terutama
dalam
Penelitian ini akan menggunakan Kecerdasan Emosi menjadi variabel independen (X1) dan Iklim Sekolah (X2). variabel
dependen
memukul,
menendang, atau membakar
kaitannya dengan agresivitas siswa.
Dan
menyerang,
adalah
2. Agresi Verbal, Komponen perilaku motorik seperti : menyakiti dan melukai orang lain melalui verbalis, misalnya
memaki,
mengejek,
membentak, berdebat, menunjukkan
Agresivitas (Y)
ketidaksesuaian atau ketidaksetujuan, KAJIAN PUSTAKA
menyebar
Dalam dunia psikologi tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang
gosip
dan
bersikap
sarkastik 3. Agresi
Kemarahan,
Emosi/afektif,
terhadap orang lain disebut Agresivitas.
perasaan tidak senang, sebagai reaksi
Menurut
(2005),
fisik atau cedera fisik maupun psikis
agresivitas adalah tingkah laku yang
yang diderita individu. Misalnya
diarahkan
kepada
kesal, hilang kesabaran, dan tidak
makhluk
hidup
Baron
&
Byrne
tujuan lain
menyakiti
yang
ingin
menghindari perlakuan semacam itu. Buss dan Perry (dalam Fauziah, 2014) berpendapat bahwa ada empat
mampu mengontrol rasa marah 4. Agresi Permusuhan, Sikap negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif. Menurut
aspek agresi yang biasa dilakukan oleh individu, yaitu : 1. Agresi Fisik, Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik.
Goleman
(2016)
kecerdasan emosi adalah kemampuan yang
dimiliki
memotivasi
diri,
seseorang ketahanan
dalam dalam
5
menghadapi kegagalan, mengendalikan
Thapa (dalam Nasution, 2015)
emosi dan menunda kepuasan, serta
mengidentifikasi ada empat aspek dari
mengatur
iklim sekolah yakni:
keadaan
jiwa.
Dengan
kecerdasan emosi tersebut seseorang
1. Keamanan
dapat menempatkan emosinya pada
2. Proses Belajar Mengajar
porsi yang tepat, memilih kepuasan, dan
3. Hubungan Interpersonal
mengatur suasana hati.
4. Lingkungan Institusional
Menurut Goleman (2000), ada
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
lima aspek kecerdasan emosi, yaitu:
Ada Pengaruh Antara Kecerdasan Emosi
1. Pengenalan diri
dan Iklim Sekolah terhadap Agresivitas
2. Mengenali
emosi
diri
atau
pengendalian diri
METODE PENELITIAN
3. Memotivasi diri sendiri
Penelitian ini dilakukan dengan
4. Mengenali emosi orang lain atau empati 5. Membina
hubungan
atau
Pengumpulan data pada penelitian ini
didefinisikan
menggunakan skala perilaku agresivitas,
sebagai suasana yang dialami orang-
kecerdasan emosi dan iklim sekolah
orang yang ada di sekolah mengenai
yang disusun berdasarkan aspek-aspek
norma, tujuan, nilai-nilai, hubungan
dari Buss & Perry, Goleman dan Thapa.
interpersonal,
Skala berbentuk skala Likert yang telah
organisasional.
sekolah
random sampling stratified terhadap 180 orang siswa di SMPN 5 Samarinda.
Menurut Thapa (dalam Nasution, iklim
menggunakan teknik analisis regresi linear berganda, menggunakan teknik
keterampilan sosial
2015)
Remaja
serta
struktur
diuji validitas dan reliabilitasnya dengan rumus cronbanch alpha, didapatkan
6
reliabilitas alpha untuk skala perilaku
2. Skor
Kecerdasan
Emosi
(X2)
agresivitas sebesar 0,877; reliabilitas
diperoleh nilai p = 0,218 artinya (p
alpha untuk skala kecerdasan emosi
> 0,01) maka variabel Kecerdasan
sebesar 0,944 dan reliabilitas alpha
Emosi (X1) memenuhi persyaratan
untuk skala iklim sekolah sebesar 0,950.
uji normalitas.
Sebelum melakukan uji hipotesis dilakukan
uji
prasyarat
yaitu
3. Skor Iklim Sekolah (X2) diperoleh
uji
nilai p = 0,052 artinya (p > 0,01)
normalitas data, linaeritas data, dan
maka variabel Iklim Sekolah (X2)
multikolinearitas data.
memenuhi
uji
dilakukan
untuk
normalitas
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari Uji Prasyarat:
Uji Linearitas Uji
Uji Normalitas Data Menggunakan teknik
persyaratan
statistik
linearitas
non
mengetahui linearitas hubungan antara
parametrik one sample Kolmogorov-
variabel bebas dengan variabel terikat.
Smirnov test dengan taraf signifikansi
Adapun kaidah yang digunakan dalam uji
0,01. Suatu data dikatakan terdistribusi
linearitas hubungan adalah apabila nilai
secara normal apabila nilai Asymp. Sig
linearity p < 0,01 maka hubungan
(2-tailed) nya yaitu p > dari 0,01 level
dinyatakan linear.
of significant (a) sebaliknya jika p <
1. Hasil
uji
linearitas
antara
0,01 maka sebarannya tidak normal.
Kecerdasan Emosi (X1) dengan
1. Skor Agresivitas (Y) diperoleh nilai
Agresivitas (Y) mempunyai nilai p
p = 0,339 artinya (p > 0,01) maka
= 0,000 < 0,01 yang berarti
variabel Agresivitas (Y) memenuhi
hubungannya dinyatakan linear.
persyaratan uji normalitas
2. Hasil uji linearitas antara Iklim Sekolah (X2) dengan Agresivitas
7
(Y) mempunyai nilai p = 0,000 <
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
0,01 yang berarti hubungannya
tidak terjadi gejala multikolinearitas.
dinyatakan linear.
Hasil Uji Hipotesis Untuk menguji
Hasil Uji Multikolinearitas Uji
Multikolinearitas
bertujuan
Kecerdasan
Emosi
pengaruh dari
(X1)
dan
Iklim
untuk menguji apakah dalam persamaan
Sekolah (X2) secara simultan atau secara
regresi ditemukan adanya korelasi antar
bersamaan
terhadap
Agresivitas
variabel bebas (independent). Model
pengujian
dilakukan
dengan
regresi yang baik seharusnya tidak
analisis Regresi liniear berganda. Adapun
terjadi korelasi di antara variabel bebas
hasil pengujian hipotesis tersebut terdapat
(tidak terjadi multikolinearitas). Uji
pada tabel di bawah ini:
multikolinearitas dilakukan dengan nilai
R Variabel
F
Squar
Berdasarkan
hasil
Kecerdasan uji
multikolinearitas menunjukkan nilai VIF =
0,957
untuk
semua
p
e (R2)
nilai Variance Inflation Factor (VIF) > 10,00 dan Tolerance < 0,10.
teknik
Hasil Uji Regresi Berganda
Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Multikolinearitas terjadi jika
(Y),
variabel
Emosi (X1) Iklim Sekolah 20.344
0,187
0,000
(X2)
independen yaitu kecerdasan emosi (X1)
Agresivitas
dan iklim sekolah (X2), nilai VIF
Remaja (Y)
sebesar 0,957 masih lebih kecil daripada 10,00 (VIF < 10,00) dan nilai tolerance 10,45 masih lebih besar dari 0,10 (tolerance
>
0,10).
Maka
dapat
Hasil
pengujian
menunjukkan
bahwa ada pengaruh Kecerdasan Emosi (X1) dan Iklim Sekolah (X2) terhadap 8
Agresivitas
(Y),
yakni
pada
Anova
adalah
sebesar
11%
sedangkan
diperoleh nilai F = 20,344 dengan p =
sumbangan efektif pengaruh variabel
0,000. Oleh karena p < 0,01 maka
Iklim Sekolah (X2) terhadap perilaku
terdapat
Kecerdasan
prokrastinasi (Y) adalah sebesar 7,7%.
Emosi (X1) dan Iklim Sekolah (X2)
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel
secara simultan terhadap Agresivitas (Y).
Kecerdasan Emosi berpengaruh lebih
Diketahui pula nilai koefisien determinasi
besar
(R2) sebesar 0,187. Arti dari nilai
dibandingkan
koefisien ini adalah, pengaruh yang
Sekolah (X2).
pengaruh antara
diberikan
oleh
Agresivitas
dengan
variabel
(Y) Iklim
variabel
Koefisien regresi bagi variabel
Iklim
Kecerdasan Emosi (X1) adalah sebesar
Sekolah (X2) terhadap Agresivitas (Y)
-0,308 atau bernilai negatif, sehingga
adalah sebesar 18,7%, sedangkan sisanya
dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
dipengaruhi oleh variabel lain.
yang negatif antara Kecerdasan Emosi
Kecerdasan
kombinasi
terhadap
Emosi
Selanjutnya
(X1)
untuk
dan
mengetahui
(X1) terhadap agresivitas (Y). Semakin
variabel manakah dari Kecerdasan Emosi
rendah kecerdasan emosi, maka akan
(X1) dan Iklim Sekolah (X2) yang
semakin tinggi agresivitas siswa di SMPN
berpengaruh
terhadap
5 Samarinda. Selanjutnya nilai koefisien
Agresivitas (Y), maka dapat kita ketahui
regresi bagi variabel Iklim Sekolah (X2)
dengan menghitung besarnya sumbangan
adalah
efektif masing-masing variabel bebas
negatif, sehingga dapat dikatakan terdapat
(independen).
hasil
hubungan yang negatif antara iklim
perhitungan, diketahui bahwa sumbangan
sekolah (X2) terhadap agresivitas (Y).
efektif pengaruh variabel Kecerdasan
Semakin rendah (negatif) iklim sekolah,
Emosi (X1) terhadap Agresivitas
maka akan semakin tinggi agresivitas
lebih
besar
Berdasarkan
(Y)
sebesar
-0,247
juga
bernilai
9
siswa di SMPN 5 Samarinda.
Emosi (X1) dan Iklim Sekolah (X2)
KETERBATASAN PENELITIAN
terhadap Agresivitas (Y) sebesar
1. Subyek
penelitian
sebaiknya
tidak
(SMP/SMA)
yang
diambil
hanya
remaja
bahwa
variabel
Kecerdasan Emosi (X1) berpengaruh
menggunakan subyek dewasa agar
lebih besar terhadap Agresivitas (Y)
lingkup penelitian lebih lengkap dan
pada siswa SMPN 5 Samarinda
beragam
dengan
keterbukaan
dapat
2. Diketahui
juga
2. Kejujuran,
tetapi
18,7% dengan nilai R2 = 0,187.
didapatkan
sumbangan
keseriusan
dan
efektif sebesar 11%. Sedangkan
responden
dalam
sumbangan efektif pengaruh variabel
mengisi skala tidak dapat dihindari
Iklim
Sekolah
(X2)
terhadap
dari bias dan kesalahan manusiawi
Agresivitas (Y) adalah sebesar 7,7%. 3. Terdapat hubungan yang negatif
KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian adalah
antara Kecerdasan Emosi (X1) dan
sebagai berikut:
terhadap Agresivitas (Y) dengan
1. Terdapat
pengaruh
antara
nilai koefisien regresi sebesar -0,308
Kecerdasan Emosi (X1) dan Iklim
bernilai
Sekolah (X2) terhadap Agresivitas
dikatakan,
(Y), dengan nilai F = 20,344 dan p =
kecerdasan
0,000. Oleh karena p < 0,01 maka
semakin tinggi agresivitas siswa di
terdapat pengaruh antara Kecerdasan
SMPN
Emosi (X1) dan Iklim Sekolah (X2)
hubungan yang Negatif antara Iklim
secara simultan terhadap Agresivitas
Sekolah (X2) terhadap Agresivitas
(Y). Pengaruh yang diberikan oleh
(Y) dengan nilai koefisien regresi
kombinasi
sebesar
variabel
Kecerdasan
negatif
sehingga
semakin
5
emosi,
-0,310
rendah
maka
Samarinda.
bernilai
dapat
akan
Terdapat
negatif
10
sehingga dapat dikatakan, semakin rendah (negatif) iklim sekolah, maka akan
semakin
tinggi
agresivitas
siswa SMPN 5 Samarinda. SARAN 1. Bagi Siswa Siswa disarankan agar bisa mematuhi peraturan sekolah dan siswa dapat mengikuti
kegiatan-kegiatan
positif
seperti
ekstrakurikuler
yang
mengikuti dll.
Guna
menyalurkan emosi dalam diri 2. Bagi Pihak Sekolah Disarankan SMPN
kepada
5
seluruh
Samarinda
meningkatkan
staf
kedisiplinan,
dapat mendukung kreatifitas siswa, serta guru dapat memberi perhatian kepada siswa. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin agresivitas
DAFTAR PUSTAKA Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid 2. Jakarta : Erlangga. Fauziah, Syifa. (2014). Pengaruh trait kepribadian big-five dan konformitas teman sebaya terhadap agresivitas anak punk di jabodetabek. Jurnal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Giovazolias, T., Kourkoutas, E., Mitsopovlov, E., Georgiadi, M. (2010). The relationship between perceived school climate and the prevalence of bullying behavior in greek schools : implications for preventive inclusive strategies. Journal Of Social and Behavioral Sciences Goleman, D. (2016). Emotional Intelligence. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
untuk
meningkatkan fasilitas sekolah yang
meneliti
sampel yang berbeda.
disarankan
menggunakan variabel lain seperti peer group dan kecemasan serta menggunakan teknik analisa data dan
Magfirah, U., & Mira, A.R. (2010) Hubungan antara iklim sekolah dengan kecendrungan perilaku bullying. Jurnal Universitas Islam Indonesia Marsh, L., Mcgee, R., Sheila, W. (2014). School climate and aggression among new zealand high school students. New Zealand Journal Of Psychology, 43 Narpaduhita, P.D., & Dewi, R.S. (2014). Perbedaan perilaku cyberbullying ditinjau dari persepsi siswa terhadap iklim sekolah di SMK negeri 8 surabaya. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3, 3.
11
Nasution, A. M. N. (2015). Pengaruh iklim sekolah terhadap school connectedness siswa SMA harapan 1 Medan. Skripsi Universitas Sumatra Utara Petrie, Kevin. (2014). The relationship between school climate and student bullying. Teach Journal Of Christian Education, 8, 1 Sarlito, W.S., & Eko, A.M. (2015) Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika Wahyudi, R.A. (2013). Hubungan Inferiority Feeling dan agresivitas pada remaja delinkuen. Skripsi Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
12
13