SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
Pengaruh Kecenderungan Ekstraversi dengan Dimoderatori oleh Religiuisitas terhadap Psychological Well Being pada Remaja Winda Ayu Bestari Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Abstrak. Kasus kejadian stres sangat banyak terjadi pada remaja dan berdampak pada menurunnya tingkat psychlogical well being. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui pengaruh kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being dengan dimoderatori oleh religiusitas pada remaja. Penelitian ini melibatkan 105 orang remaja yang terdiri dari 39 remaja laki-laki dan 66 remaja perempuan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen Psychological Scale Of Well Being, Junior Eysenck personality questionnaire/JEPQR-S dan Intrinsic/Extrinsic Religious (I/E-R) Orientation Scale. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Quasi Moderated Regression Analysis (Quasi-MRA). Hasi penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas terhadap psychological well being (β = 0.252, p = 0.036). Kontribusi kecenderungan ekstraversi yang dimoderatori oleh religiusitas terhadap psychological well being yaitu sebesar 6,4%. Kata kunci: kecenderungan ekstraversi, religiusitas, psychological well being, remaja.
Pendahuluan Psychological well being (PWB) merupakan konsep kesejahteraan psikologis dari individu yang mampu menerima dirinya apa adanya, tidak memiliki gejala-gejala depresi dan selalu memiliki tujuan hidup yang dipengaruhi oleh fungsi psikologi positif yang berupa aktualisasi diri, penguasaan lingkungan sosial dan perkembangan pribadi (Ryff, 1989). Konsep ini berlaku untuk segala kalangan usia, status sosial, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, kepribadian, maupun status kesehatan fisik. Beberapa hal tersebut juga merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PWB pada seseorang (Ryff, Keyes & Shmotkin, 2002). PWB sangat penting untuk dimiliki oleh individu diberbagai rentang usia, tidak terkecuali pada remaja. Stenley Hall berpendapat bahwa usia remaja berada pada rentang 12 hingga 23 tahun (Santrock, 2003). Periode remaja merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Hal ini menjadikan periode remaja sebagai suatu periode khusus dan sulit dalam rentang kehidupan seseorang. Arnett (1999) mengemukakan bahwa masa remaja dianggap sebagai salah satu periode paling sulit dalam hidup, sehingga masa remaja dapat digambarkan sebagai masa badai dan stress Di Amerika Serikat, prevalensi kasus kejadian stress yang terjadi pada remaja dijelaskan pada sebuah studi epidemiologi yaitu pada remaja usia 12-18 tahun ditemukan 59,7% kasus stress. Dimana yang mengalami stress ringan yaitu 12%, stress sedang 37%, dan stress berat 49%. Sedangkan pada survei nasional yang telah dilakukan di Swedia, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan stres di kalangan remaja Swedia, dimana selama 20 tahun terakhir jumlah remaja yang melaporkan stress dan ketegangan psikologis terus meningkat tiap tahunnya (Socialstyrelsen, 2009). Fenomena stress marak terjadi dikalangan mahasiswa, khususnya pada mahasiswa kedokteran. Beratnya tuntutan tugas dan peran akademik merupakan hal yang berpotensi menjadi penyebab stress di kalangan mahasiswa kedokteran. Tingginya tingkat stres terjadi terutama pada mahasiswa baru yang masih melakukan adaptasi dari Sekolah menengah ke Perguruan tinggi (Tanaka, Fukuda, Mizuno, et al, 2002). Stres merupakan fenomena yang 499
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
ditemui hampir pada semua mahasiswa kedokteran di seluruh dunia (Nandi, Madhumita, Hazra, et al, 2012). Tingkat stres pada mahasiswa kedokteran juga dilaporkan berkisar 25% - 75% (Guthrie, Black, Shaw dan Hamilton, 1995). Kasus stress yang terjadi pada remaja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena stres juga berhubungan langsung dengan prestasi dan dapat membuat seorang remaja merasa tidak sanggup untuk belajar (Rice, 1993). PWB sangat penting untuk dimiliki oleh remaja, hal ini karena nilai positif dari kesehatan mental didalamnya membuat remaja dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam dirinya. Faktor psikologis merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam masa perkembangan remaja. Kepribadian menjadi salah satu faktor penting atas PWB pada remaja, karena menurut Compton & Hoffman (2013) kepribadian merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi PWB. Dimana ciri kepribadian dikonseptualisasikan sebagai karakteristik yang stabil dan berbeda pada diri setiap individu serta dapat menjelaskan kecenderungan individu tersebut dalam hal perilaku, kognisi dan emosi tertentu (Bidjerano & Yun Dai , 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardie & Tee (2007), melaporkan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan ekstraversi akan lebih mudah untuk membangun hubungan positif dengan orang lain yang merupakan salah satu dimensi dari PWB. Menurut mereka hal ini terjadi karena individu dengan kecenderungan ekstraversi memiliki sifat yang sosial sehingga lebih mudah untuk mendapatkan dukungan sosial yang lebih banyak. Hal tersebut dapat membantunya untuk membangun hubungan positif dengan orang lain dengan lebih baik. Selain kepribadian, religiusitas juga merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi PWB. Religiusitas mengacu pada aspek religi yang telah di hayati oleh seseorang didalam hati. Religi itu sendiri merupakan aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, dalam hal ini yaitu aturan dalam agama. Sehingga religiusitas merupakan keberagamaan yang artinya terdapat internalisasi dari agama ke dalam diri seseorang (Mangunwijaya, 1992). Mawani (2001) menguji hubungan antara kecenderungan ekstraversi, orientasi religius dalam konteks religiusitas dan kepuasan hidup. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi religiusitas dan yang telah menginternalisasikan agamanya pada dirinya sendiri serta mengharmonisasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari dikatakan lebih puas dalam hal kepuasan beragama. Temuan ini dikombinasikan dengan korelasi positif antara kepuasan religius dengan kepuasan hidup. Dalam penelitian ini Mawani menekankan pentingnya orientasi religiusitas dalam mencapai kepuasan hidup. Berkaitan dengan pembahasan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji serta menjelaskan perbedaan antara hasil penelitian yang menjelaskan tentang pengaruh kepribadian terhadap PWB. Pada beberapa penelitian dijelaskan bahwa kepribadian memiliki pengaruh pada PWB, namun pada penelitian lainnya dijelaskan bahwa kepribadian ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada kepuasan hidup yang merupakan salah satu tanda seseorang mencapai PWB. Selain itu, tingginya tingkat kasus kejadian stress yang dapat menurunkan PWB pada remaja tentu menjadi topik yang sangat penting untuk diperhatikan. Dengan demikian, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam serta memberikan gambaran tentang pengaruh religiusitas dan kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being pada remaja.
Tinjauan Pustaka Pengaruh Kecenderungan Ekstraversi dan Religiusitas terhadap Psychological well being Hasil penelitian sebelumnya, dikatakan bahwa kepribadian menjadi salah satu aspek yang dapat mempengaruhi psychological well being pada seseorang. Kecenderungan kepribadian ekstroversi menghasilkan hubungan positif hampir pada semua dimensi PWB. Ekstraversion dan keterbukaan dengan pikiran yang positif, berkaitan dengan kebahagiaan, seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi dan pertumbuhan pribadi. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan dapat dipertanggungjawabkan dengan positif oleh individu yang memiliki kecenderungan kecenderungan ekstraversi extrovert. Selain itu, keterbukaan pada individu ekstovert dengan adanya hubungan positif dan tanggung jawab didalamnya memiliki hubungan positif dengan penguasaan lingkungan dan tujuan hidup yang merupakan dimensi dalam PWB (Jose, Landa, Martos & Zafra, 2010). Selain kecenderungan ekstraversi, religiusitas juga dikatakan dapat membantu individu untuk mencapai PWBnya. Ketika individu menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya kedalam segala tindakan dan pandangan 500
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
hidup sehari-harinya, maka akan terciptalah makna. Religiusitas menurut Zeenat dan Soha (2012) mampu membantu individu untuk berdamai dengan kejadian yang tidak menyenangkan, sehingga hal tersebut dapat membantu individu untuk lebih bersyukur atas apa yang dimiliki dan lebih menghargai hidupnya, mengurangi penyesalan dalam hidup, mengurangi tingkat kebencian terhadap dirinya, membantunya untuk mencapai kepuasan hidup yang baik serta membantunya untuk mengurangi tekanan psikologis seperti stress dan kecemasan dalam dirinya. PWB merupakan konsep kesejahteraan psikologis individu yang mampu menerima dirinya apa adanya, tidak memiliki gejala-gejala depresi dan selalu memiliki tujuan hidup yang dipengaruhi oleh fungsi psikologi positif yang berupa aktualisasi diri, penguasaan lingkungan sosial dan perkembangan pribadi. Dengan demikian religiusitas dapat membantu individu untuk mencapai kepuasan hidup yang akan membantunya untuk mencapai PWB-nya (Mawani, 2001). Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: RELIGIUSITAS (X2)
KECENDERUNGAN EKSTRAVERSI (X1)
PSYCHOLOGICAL WELL BEING (Y)
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Bagan diatas memberikan gambaran tentang variabel kecenderungan ekstraversi sebagai aspek yang memiliki pengaruh pada PWB. Selain itu juga terdapat variabel religiusitas sebagai aspek yang memiliki pengaruh terhadap PWB. Bagan tersebut juga memberikan gambaran bahwa variabel religiusitas menjadi variabel moderator. Variabel religiusitas diduga dapat memperkuat maupun memperlemah hubungan antara variabel X1 (kecenderungan ekstraversi) dengan variabel Y (psychological well being). Dalam hal ini, tinggi rendahnya PWB berkorelasi dengan religiusitas. Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan melihat keterkaitan satu sama lain antar ketiga variabel tersebut diatas. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: Pertama, terdapat pengaruh positif antara kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being pada remaja. Kedua, terdapat pengaruh positif antara religiusitas terhadap psychological well being pada remaja. Ketiga, kecenderungan ekstraversi dapat mempengaruhi psychological well being yang dimoderatori oleh religiusitas pada remaja.
Metode Penelitian Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa fakultas Kedokteran di Universitas Brawijaya di kota Malang Jawa Timur. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja usia 17 – 23 tahun warga negara Indonesia dan beragama Islam. Adapun subjek dalam penelitian ini tidak dibatasi jenis kelaminnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 105 orang remaja yang diambil dari total populasi yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Instrumen Pengumpulan Data PWB dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Psychological well being. Instrumen PWB dalam penelitian ini telah diadaptasi dari Psychological Scale Of Well Being (Ryff, 1989). Selain itu, kecenderungan ekstraversi 501
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Junior Eysenck personality questionnaire/JEPQR-S (Roy, 2013). Selanjutnya, religiusitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Intrinsic/Extrinsic Religious (I/E-R) Orientation Scale (Darvyri, Galanakis, Avgoustidis, et al, 2014). Analisis Data Rancangan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi yang dianalisa dengan model Quasi Moderated Reggression Analysis (Quasi-MRA) yaitu aplikasi khusus regresi berganda linear yang mana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi perkalian dua atau lebih variabel independent (Ghozali, 2006). Analisis data digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung variabel moderator (religiusitas) terhadap variabel dependen (psychological well being).
Hasil dan Pembahasan Pengaruh Kecenderungan Ekstraversi, Religiusitas, dan Kecenderungan Ekstraversi dengan oleh Religiusitas terhadap Psychological well being
dimoderatori
Tabel 1. Hasil analisis Pengaruh
Koefisien terhadap PWB
Kontribusi terhadap PWB
t hitung
Kecenderungan Ekstraversi
0.464
11.9%
4.314***
Religiusitas
0.480
12.3%
5.104***
Moderasi
0.252
6.4%
2.130*
Keterangan: * p < 0.050 ** p < 0.010 *** p < 0.001 Tabel 4. Pengaruh Kecenderungan Ekstraversi, Religiusitas, dan Kecenderungan Ekstraversi dengan dimoderatori oleh Religiusitas terhadap Psychological well being Berdasarkan hasil penelitian ditemukan pengaruh positif dan signifikan antara kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being (β = 0.464, p = 0.000). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kecenderungan ekstraversi akan secara signifikan meningkatkan psychological well being, dan begitu pula sebaliknya bahwa menurunnya kecenderungan ekstraversi akan secara signifikan menurunkan psychological well being. Kontribusi kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being yaitu sebesar 11,9%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan 11,9% psychological well being disebabkan oleh perubahan kecenderungan ekstraversi. Selanjutnya, dari hasil penelitian didapatkan pula pengaruh positif dan signifikan antara religiusitas terhadap psychological well being (β = 0.480, p = 0.000). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya religiusitas akan secara signifikan meningkatkan psychological well being, dan begitu pula sebaliknya bahwa menurunnya religiusitas akan secara signifikan menurunkan psychological well being. Kontribusi religiusitas terhadap psychological well being adalah sebesar 12,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan 12,3% psychological well being disebabkan oleh perubahan religiusitas. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan pula pengaruh positif dan signifikan antara kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas terhadap psychological well being (β = 0.252, p = 0.036). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas akan secara signifikan meningkatkan psychological well being, dan begitu pula sebaliknya bahwa menurunnya kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas akan secara signifikan menurunkan psychological well being. Dengan demikian, hipotesis ke tiga dalam penelitian ini diterima. Adapun kontribusi kecenderungan ekstraversi yang dimoderatori oleh religiusitas terhadap psychological well being yaitu sebesar 6,4%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan 6,4% psychological well being pada remaja disebabkan oleh perubahan kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas.
502
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas terhadap psychological well being. Artinya bahwa ketika kecenderungan ekstraversi rendah, dengan dimoderatori oleh religiusitas yang tinggi maka akan secara signifikan dapat meningkatkan psychological well being. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kecenderungan ekstraversi terhadap psychological well being. Hal ini berarti bahwa tingginya kecenderungan ekstraversi akan secara signifikan meningkatkan psychological well being. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang membahas tentang hubungan kecenderungan ekstraversi dengan PWB. Salah satunya yaitu Jose et al (2010) yang menyatakan bahwa kecenderungan ekstraversi yang tinggi telah terbukti memiliki hubungan positif dan dapat memberi pengaruh terhadap PWB. Hal ini berbeda dengan individu dengan kecenderungan ekstraversi rendah. Individu dengan tipe ini akan cenderung mengalami kesulitan untuk mencapai PWB yang baik (Hardie & Tee, 2007). Namun individu dengan tingkat kecenderungan ekstraversi yang rendah akan terbantu untuk mencapai PWBnya dengan bantuan aspekaspek lain diluar rendahnya kecenderungan ekstraversi pada individu itu sendiri, salah satunya dengan memiliki tingkat religiusitas yang tinggi. Najati (2005) menjelaskan bahwa kehidupan seseorang yang religius dan sesuai dengan keagamaannya dapat membantu indiviu tersebut untuk menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan ketegangan dalam dirinya. Ellison menjelaskan bahwa antara religiusitas dengan psychological well being memiliki korelasi yang kuat, dengan tingkat religiusitas yang tinggi akan membantu individu untuk mencapai psychological well beingnya. Dengan demikian akan semakin sedikit dampak negatif yang dirasakan dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dalam hidup (Trankle, 2009). Secara tidak langsung religiusitas pada individu dapat memberikan pengaruh antara kecenderungan esktraversi terhadap psychological well being. Individu akan lebih mudah merasakan peningkatan psychological well being ketika memiliki tingkat religiusitas yang baik walaupun individu tersebut memiliki kecenderungan ekstraversi yang rendah.
Penutup Berdasarkan hasil penelitian, uji hipotesis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa kecenderungan ekstraversi memiliki pengaruh yang signifikan psychological well being (β = 0.464, p = 0.000). Artinya, bahwa tingginya kecenderungan ekstraversi akan secara signifikan meningkatkan psychological well being. Sama halnya dengan religiusitas yang juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap psychological well being (β = 0.480, p = 0.000). Hal ini berarti bahwa tingginya religiusitas akan secara signifikan meningkatkan psychological well being. Selain itu, hasil penelitian juga menujukkan bahwa kecenderungan ekstraversi dengan dimoderatori oleh religiusitas yang tinggi akan secara signifikan meningkatkan psychological well being (β = 0.252, p = 0.036).
Daftar Pustaka Abdulghani, H. M. (2008). Stress and depression among medical students: A cross sectional study at a Medical College in Saudi Arabia. Pak Journal Medical Science, 24 (1): 12-17. Alwisol. (2004). Psokologi kepribadian. Ed. Revisi. Malang: UMM Pres. Ancok, J., Suroso, F., A. (1995). Psikologi Islam : Solusi islam atas problema-problema psikologi. Pustaka pelajar, Yogyakarta Ardelt, M. (2000) Wisdom, religiosity, purpose in life, and attitude toward death. International Conference on Searching for meaning in the New Millennium: 13-16, 2000, Vancouver, B.C. Canada. Argyle, M. (2001). The psychology of happiness (2nd ed.). New York: Routledge Arnett, J. J. (1999). Adolescent storm and stress, reconsidered. American Psychologist, 54 (5), 317-326. Baki, B. T. (2013). The adaptation of psychological well-being into turkish: a validity and reliability study. H. U. Journal of Education. Hacettepe Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi. 28(3), 374-384 503
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
Compton, W. C., & Hoffman, E. (2013). Positive psychology, the science of happiness and flourishing.2nd edition. Belmont: Cengage Learning. Darvyri, P., Galanakis, M., Adamantios G. A., et al, (2014). The revised intrinsic/extrinsic religious orientation scale in a sample of attica’s inhabitants. Psychology Journal, Scientific Research. 5, 1557-1567. Eysenck, H. J., & Eysenck, M. W. (1985). Personality and individual differences: a natural science approach. New York: Plenum Press. Eysenck, H. J., & Wilson, G. (1980). Mengenal diri pribadi. Jakarta: ANS. Ghozali, I. (2006). Analisis multivariate dengan program SPSS. Edisi ke 4. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang Given, L. M. (2008). The Sage encyclopedia of qualitative research methods. Thousand Oaks: Sage Guthrie, E. A., Black, D., Shaw, C. M., Hamilton, J., et all (1995) Embarking upon a medical career: psychological morbidity in first year medical students. Med educ :29:337-341. Hafeez., Rafique, A., & Rafique, R. (2013). Spirituality and religiosity as predictors of psychological well-being in residents of old homes. The Dialogue. Volume VIII Number 3. Institute of Applied Psychology, University of the Punjab. Hardie, E., & Tee, Y. M. (2007). Excessive internet use: The role of personality, loneliness and social support networks in internet addiction. Australian Journal of Emerging Technologies and Society Vol. 5, No. 1, 2007, pp: 34-47 Hartini, N. (2001). Deskripsi Kebutuhan Psikologi pada Anak Panti Asuhan. Insan, Media Psikologi. Vol.3, No.2. Hal. 109 -118. Hawari, D. (1997). Doa dan dzikir sebagai pelengkap terapi medis. Jakarta Hills, P., & Argyle, M. (2002). The Oxford Happiness Questionnaire: a compact scale for the measurement of psychological well-being. Personality and Individual Differences, 33, 1073–1082. Holdcroft, B. (2006). What is religiosity?. Catholic Education: A Journal of Inquiry and Practice, Vol. 10, No. 1, 89103. The University of Toledo, Lourdes College Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hutabarat, D. B. (2009). Perbedaan stres dan coping stres antara laki-laki dan perempuan dalam menghadapi kemacetan lalu lintas. Psibernetika Johnson, R. M., & Barth, R. P. (2000). From Placement to Prison: The Path to Adolescent Incarceration from Child Welfare Supervised Foster or Group Care. Children and Youth Services Review, 22, 493-516. Jose M., Landa, A., Martos, P. M., Zafra, L. A. (2010). Emotional intelligence and personality traits as predictors of psychological well-being in spanish undergraduates. Social Behavior And Personality Research, 38(6), 783-794. DOI 10.2224/sbp.2010.38.6.783 Khalifah, A. (1994). Religiosity in Islam as a protective mechanism againt criminal tempation. The American Journal of Islamic Social Sciences. 11, 1, 1-2. Mangunwijaya. Y. B. (1992). Sastra dan religiusitas. Sinar harapan, Jakarta Mawani, N. A. (2001). Personality type and religious orientation in the religious and life satisfaction of muslirns and christian. A Thesis Master of Atts. Department of Psychology. University of Manitoba, Winnipeg, Manitoba Canada Najati, U. 2005. Al’Quran dan Ilmu Jiwa. Jakarta : Aras Pustaka. 504
SEMINAR ASEAN 2nd PSYCHOLOGY & HUMANITY © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016
Nandi., Madhumita., Hazra., Avijit., Sarkar., Sumantra., et al. (2012) Stress and its risk factor in medical students: an observational study from a medical collage in India. Indian Journal of Medical Science :66:1-12. Pandya., Mohit, M., & Korat, R. N. (2015) personality traits and psychological well-being among youths of rajkot district, The International Journal of Indian Psychology. ISSN 2348-5396. Vol. 2, Issue. 2, Paper ID: B00303V2I22015. Papalia, D.E, Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2008). Human development. Boston: MC Graw Hill. Prabowo, A. (2011). Pengaruh group positive psychotherapy terhadap psychological well being mahasiswa. Thesis Master. Universitas Muhammadiyah Malang Rice, F. P. (1993) Adolecence: Development, Relationship, and Culture. USA: Allyn & Bacon Roy, A. (2013). The short-form of the revised junior Eysenck personality questionnaire: A Bengali edition. Industrial Psychiatry Journal. Vol. 21, Issue. 2, Page. 115-118. DOI: 10.4103/0972-6748.119600. West Bengal, India Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? explorasion on the meaning of psychological well being. Journal of Personality and Soial Psychology. 57(6), 1069-1081. Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of Personality and Social Psychology. 4,719-727 Ryff, C. D., Keyes, C. L. M., & Shmotkin, D. (2002). Optimizing well being: The empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82, 1007-1022. Santrok, J. W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan, Jakarta: Penerbit Erlangga Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta Swanson, J. L., & Byrd, K. R. (1998). Death Anxiety in Young Adults as A Function of Religious Orientation. Guilt, and Separation-Individuation Conflict. Death Studies, 22; 257-268. Tamir, M. (2009). Differential preferences for happiness: extraversion and trait-consistent emotion regulation. Journal of Personality. 77:2, DOI: 10.1111/j.1467-6494.2008.00554. Tanaka, M., Fukuda, S., Mizuno, L., Kuratsune, H., & Watanabe, Y. (2002) Stress and coping styles are asscociated with severe fatique in medical students. Behavioral Medicine Sunaryo. Taniredja, T.J., & Mustafidah, H. (2012). Penelitian kuantitatif. Bandung : Alfabeta. Trankle. (2009). Adolsance religiosity and psychological well being. Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. UMM Press, Cetakan keempat. Zeenat, I., & Soha, D. (2012). Religiousity and psychological well being. International Journal of Buisness and Social Science. Vol. 3 No. 11.
505