i
PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh: Leo Tri Hartantyo NIM: 1110070000097
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2015
Leo Tri Hartantyo NIM: 1110070000097
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“MAN SHABARA ZHAFIRA” “SIAPA YANG SABAR AKAN BERUNTUNG” “MAN JADDA WA JADDA” “SIAPA YANG BERSUNGGUH-SUNGGUH AKAN BERHASIL”
-Ahmad Fuadi-
Karya ini dipersembahkan untuk kedua orang tuaku, keluarga besar serta orang-orang yang ku sayangi.
v
ABSTRAK
(A) (B) (C) (D)
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta April 2015 Leo Tri Hartantyo Pengaruh Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being terhadap Komitmen Organisasi.
(E) xvi + 91 halaman + lampiran (F) Dewasa ini perhatian terbesar psikologi industri dan organisasi sekarang ini ialah komitmen organisasi (Meyer dan Allen, 1990). Hal ini dikarenakan masih terdapat pegawai yang tidak komitmen dengan organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen rendah akan terus berpindah dari satu organisasi ke organisasi lain, kondisi ini dapat merugikan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh dari motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 200 orang karyawan PT. Kiriu Indonesia. Skala yang digunakan hasil adaptasi Allen dan Meyer (1991), McClelland dan Carol D. Ryff (1989). Uji validitas penelitian ini menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan program lisrel. Sedangkan analisis statistik untuyk menguji hipotesis menggunakan metode analisis berganda dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan hasil koefisien regresi menunjukkan 3 dimensi dari motivasi kerja dan psychological well-being yaitu need for affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery yang pengaruhnhya signifikan terhadap komitmen organisasi. Bahan bacaan: 40; 4 buku + 35 jurnal + 1 website
vi
ABSTRACT (A) (B) (C) (D) (E) (F)
Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University April 2015 Leo Tri Hartantyo Impact of Working Motivation and Psychological Well-Being to Organization Commitment xvi + 91 page + appendix Nowdays the biggest attention of industrial psychology and organisation is organization commitment (Meyer & Allen, 1990). Thus because there are several employee not commited to the organisation. Employee with lower commitment will keep move from one to another organisation, this condition can dissereve the organization. This research aim is to examine there any impact from working motivation and psychological well-being to organization commitment The research is using quantitative approach with double regretion analyst. Samples amount 200 employe of PT. Kiriu Indonesia. Using the scale adapted from Allen and Meyer (1991), McClelland dan Carol D.Ryff. validity testing from this research was using Confirmatory Factor Analysis (CFA) with support from lisrel program. Whereas statistic analysist to examine the hypothesis using double analysis method with support from spss program. The result of this research showed that there is a significant impact from working motivation and psychological well-being to organizational commitment. According to regretion co-efficient result showed three dimension from working motivation and psychological well-being such as need for affiliation, relationship with others, and environmental mastery that has significant impact to organizational commitment.
(G)
Reference: 40; 4 books + 35 journal + 1 website
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik yang berjudul “pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada: 1.
Bapak Prof. Abdul Mujib, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak mulia. Bapak Abdul Rahman Shaleh, Bapak Ikhwan Luthfi, Ibu Diana Muthiah selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
bimbingan
kepada
seluruh
mahasiswa
sehingga
atas
bimbingannya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2.
Bapak Akhmad Baidun, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsiatas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan serta atas motivasinya selama penulis mengerjakan skripsi dan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Seluruh Dosen
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis demi kesuksesan penulis dimasa yang akan datang.
viii
4.
Seluruh Staff bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran dikampus ini.
5.
Selanjutnya keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis Bapak H.Rachmadi Hadi Saputro dan Ibu Hj.Suharti untuk doa, kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, semangat dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini. Terima kasih karena tidak pernah bosan untuk mengingatkan, menasehati, membimbing, mendoakan karena berkat mereka penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan satu tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan kebahagiaan yang berlimpah untuk Ibu dan Bapak. Kakak pertama penulis Agus Joko Susilo dan kakak ipar penulis Khuroturrosyidah serta anaknya Ahmad Fachri Saputro dan Akhmad Zaki Mubarok yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis sehingga penulis semakin bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Kakak kedua Penulis yakni Dwi Setiawan dan kakak ipar Penulis Dwi Endarwati yang ikut serta mendukung dalam penulisan skripsi ini.
6.
Sahabat-sahabat penulis IPK 4,1 (Badai, Dwi, dan Ey). Selalu menemani penulis dalam keadaan sesulit apapun terima kasih selalu ada dan tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sahabat IPK 4,1 merupakan sahabat terbaik yang penulis miliki.
7.
Sahabat SMA yang selalu senantiasa meluangkan waktu berkumpul hanya untuk bersenda gurau dan menghabiskan segelas coklat dingin. Terima kasih Lia, Alvia, Arta, Anggita, Rossa, Septi dan Dara karena mereka juga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman IMB (Furqon, Sahit, Alfi, Jamal, Udin, Azhari) yang selalu menemani penulis, serta teman-teman kelas C (Ama, Anti, Ais, Aul, Devi, Dian, Dufia, Faiz, Fidia, Hana, Happy, Hegsa, Icha, Ipeh, Irfan, Isqi, Jejen, Lisa, Marley, Mayang, Mifti, Nadiya, Rachma, Reja, Turfa, Urfi, Vina) terima kasih atas segala kenangan yang tidak akan pernah penulis lupakan, kita sudah lewati banyak hal penuh makna bersama,
ix
semoga kelak kita dapat bertemu kembali dan telah menjadi sesuatu yang telah kita impikan selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa bersama kalian 8.
Teman-teman klub Basket (Dika, Umam, Jhon, Doreng, Awal) terima kasih atas kegembiraan selama ini, semoga nanti kita dapat berjumpa lagi dengan keadaan yang sudah lebih baik. Teman-teman Basket Psikologi UIN (Hendra. S, Hendra. K, Hadi, Bagja, Arafat, Bijak, Sukma, Ilham, Reno, Ey, Lingga) yang telah berlatih bersama selama beberapa tahun sehingga penulis memiliki keluarga baru. Teman-teman FORSA UIN (Ilham, Sukma, Reno, Roufan, Toro, Coro, Ey, Gilang, Ismo, Ferico, Garith, Reza, Reza. R, Ricky, kak Zul, kak Uple, kak Mamang, dan kak Acunk) terima kasih karena telah bersamasama membangun tim Basket UIN dan berjuang bersama di berbagai ajang turnamen tingkat DKI.
9.
Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan. Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut. Jakarta, 16 April 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... LEMBARPENGESAHAN...................................................................................... LEMBARPERNYATAAN....................................................................................... MOTTO DANPERSEMBAHAN............................................................................ ABSTRAK................................................................................................................ ABSTRACT .............................................................................................................. KATA PENGANTAR .............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR TABEL.................................................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii xi xiii xiv xv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................ 1.2.1 Pembatasan masalah ................................................................ 1.2.2 Perumusan masalah ................................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 1.3.1 Tujuan penelitian ..................................................................... 1.3.2 Manfaat penelitian ................................................................... 1.3.2.1 Manfaat teoritis…..................................................…. 1.3.2.2 Manfaat praktis…………………………................... 1.4 Sistematika Penulisan .........................................................................
1 1 7 7 8 9 9 9 10 10 10
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................ 2.1 Komitmen Organisasi ........................................................................ 2.1.1 Pengertian komitmen organisasi .............................................. 2.1.2 Dimensi komitmen organisasi .................................................. 2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi komitmen organisasi ............................................................... 2.1.4 Pengukuran komitmen organisasi ............................................ 2.2 Motivasi Kerja ................................................................................... 2.2.1 Definisi motivasi kerja ............................................................. 2.2.2 Dimensi motivasi kerja ............................................................ 2.2.3 Pengukuran motivasi kerja ........................................................ 2.3 Psychological well-being................................................................... 2.3.1 Definisi psychological well-being ............................................ 2.3.1.1 Perkembangan pemikiran psychological well-being ........ 2.3.2 Dimensi psychological well-being.........................................................
12 12 12 14
xi
15 17 18 18 20 22 23 23 24 26
2.3.3Pengukuran psychological well-being............................................. 2.4 Kerangka Berfikir............................................................................... 2.5 Hipotesis Penelitian............................................................................
29 29 35
BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................ 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.......................... 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................... 3.2.1 Variabel penelitian.................................................................... 3.2.2 Definisi operasional variabel……………………………........ 3.3 Instrumen Pengumpulan Data………………………………….... ... 3.4 Uji Validitas Konstruk…………………………………………….... 3.4.1 Uji validitas konstruk komitmen organisasi .............................. 3.4.2 Uji validitas konstruk motivasi kerja ......................................... 3.4.3 Uji validitas konstruk psychological well-being ....................... 3.5 Teknik Analisis Data…………………………………………….... ..
36 36 36 36 37 39 42 44 45 48 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif……………….……………………………........ 4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….…………….….......... 4.2 Hasil Analisis Deskriptif……………….…………………………. . 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……………….…………..... . 4.3.1 Kategorisasi komitmen organisasi ............................................. 4.3.2 Kategorisasi need of power ....................................................... 4.3.3 Kategorisasi need of achievement ............................................. 4.3.4 Kategorisasi need of affiliation .................................................. 4.3.5 Kategorisasi self-acceptance ..................................................... 4.3.6 Kategorisasi positive relation with others ................................. 4.3.7 Kategorisasi autonomy .............................................................. 4.3.8 Kategorisasi environmental mastery.......................................... 4.3.9 Kategorisasi purpose in life ....................................................... 4.3.10 Kategorisasi personal growth................................................... 4.4 Uji Hipotesis Penelitian……………….…………………………..... 4.5 Proporsi Varian……………….…………………………………......
59 59 60 61 62 62 63 63 64 65 65 66 66 67 68 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN…………………………....... . 5.1 Kesimpulan……………….……………………………………..... . 5.2 Diskusi……………….…………………………………………...... 5.3 Saran……………….……………………………………………..... 5.3.1 Saran metodologis……………….………………………... .... 5.3.2 Saran praktis……………….…………………………….... ....
76 76 76 81 81 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
84
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17
Blue Print Item Komitmen Organisasi ..................................... Blue Print Item Motivasi Kerja ................................................ Blue Print Item Psychological Well-Being ............................... Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi ............................. Muatan Faktor Item Need of Power ......................................... Muatan Faktor Item Need of Achievement ............................... Muatan Faktor Item Need for affiliation .................................. Muatan Faktor Item Self Acceptance ........................................ Muatan Faktor Item Positive Relation with Others .................. Muatan Faktor Item Autonomy ................................................. Muatan Faktor Item Environmental Mastery ............................ Muatan Faktor Item Purpose in Life ......................................... Muatan Faktor Item Personal Growth ...................................... Gambaran Umum Subjek Penelitian......................................... Statistik Deskriptif .................................................................... Pedoman Interpretasi Skor ........................................................ Kategorisasi Komitmen Organisasi ......................................... Kategorisasi Need of Power ..................................................... Kategorisasi Need of Achievement ............................................ Kategorisasi Need of Affiliation ................................................ Kategorisasi Self-Acceptance .................................................... Kategorisasi Positive Relation with Others .............................. Kategorisasi Autonomy ............................................................. Kategorisasi Environmental Mastery........................................ Kategorisasi Purpose in Life ..................................................... Kategorisasi Personal Growth .................................................. Model Summary Analisis Regresi ............................................. Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV .......... Koefisien Regresi ...................................................................... Proporsi Varians Untuk Setiap Independent Variable (IV) ......
xiii
45 46 47 50 51 52 53 55 56 57 58 59 60 64 65 66 67 67 68 68 69 70 70 71 71 72 73 74 75 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Motivasi .......................................................................
21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian ..................................................
37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D
Kuesioner Path Diagram Output CFA Variabel MTL Syntax Seluruh Variabel
xv
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasi merupakan salah satu kajian yang penting pada ranah psikologi industri. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Meyer dan Allen (1990) bahwa perhatian terbesar psikologi industri dan organisasi sekarang ini ialah komitmen organisasi. Dijelaskan pada artikel yang ditulis oleh Sersic (1999) bahwa komitmen organisasi telah menjadi fokus utama pada 2 dekade terakhir. Komitmen organisasi sudah menjadi penelitian intensif yang dikaitkan dengan kepuasaan kerja. Komitmen organisasi harus terus dikaji berdasarkan fenomena yang ada sekarang agar hasil dari kajian itu memberikan dampak positif pada organisasi. Penelitian mengenai komitmen organisasi terus tumbuh dan berkembang setiap tahunnya (Meyer & Allen, 1990). Dikutip dari Sinclair (2005), perkembangan yang terjadi pada komitmen organisasi saat ini akan memberikan dampak pada pegawai dan organisasi dimasa yang akan datang. Komitmen memiliki peran vital di dalam tubuh sebuah organisasi. Dikatakan oleh Suma (2013) bahwa individu yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan menjadikan organisasi itu kuat. Komitmen organisasi relatif kuat apabila individu memberikan keterlibatan yang konsisten pada sebuah organisasi
(Moway, Steers, & Porter, 1979). Oleh karena itu, komitmen pegawai amat menentukan arah organisasi. Komitmen organisasi pada umumnya mencerminkan ikatan psikologis antara karyawan dan organisasi (Allen & Meyer, 1990). Komitmen organisasi merupakan ukuran sejauh mana seorang karyawan memihak pada organisasi, serta cara sebuah organisasi memelihara pegawai agar tetap memiliki komitmen terhadap organisasi (Robbin, 1998). Jadi, jika seorang pegawai tidak merasa puas dengan organisasi yang menaunginya maka komitmen itu akan cenderung menurun dan komitmen pada organisasi pun akan rendah. Komitmen organisasi dianggap suatu ikatan atau hubungan antara individu dengan organisasi (Martin & Roodt, 2008). Artinya, individu saling terkait dan dapat memberikan kontribusi bagi organisasi. Komitmen melibatkan hubungan aktif dengan organisasi, sehingga individu bersedia mengerahkan tenaganya agar dapat berkontribusi bagi organisasi (Richard, Mowday, & Steers, 1979). Jadi, untuk mempertahankan komitmen dan menilai komitmen ialah dengan menjadi bagian dari organisasi dan memberikan kontribusi bagi organisasi. Menurut hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Januari 2015 pada salah satu perusahaan swasta di daerah Cikarang, terdapat cukup banyak pegawai yang berkerja dengan giat, serius, dan disiplin dalam melakukan tugasnya. Namun, terdapat pula pegawai yang tidak berkerja sungguh-sungguh di dalam perusahaan tersebut. Contohnya, terdapat pegawai yang merokok di kantin saat jam kerja atau hanya sekedar duduk santai di warung yang terletak di
2
lingkungan perusahaan. Perilaku kerja yang bertolak belakang tersebut menjadi sebuah masalah. Seringkali pegawai berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Perilaku ini mencerminkan betapa rendahnya komitmen yang dimiliki pegawai tersebut. Survei yang dilakukan oleh www.jobstreet.com terhadap 24.433 pegawai, 40,1% diantaranya mengatakan dengan berpindah kerja mereka bisa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak untuk pengembangan karir ke depannya. Dari jumlah karyawan yang sering berpindah tersebut diketahui 41,9% menyatakan pernah berkerja kurang dari 6 bulan pada 1 perusahaan. Alasan mereka pindah beragam tetapi yang paling dominan merupakan persoalan gaji, yaitu 42,9% mengatakan bahwa gaji yang didapatkan tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Selain masalah gaji, kepuasan kerja juga menjadi penyebab utama pegawai sering berpindah tempat kerja. Kepuasan kerja berkaitan erat dengan organisasi, terlebih lagi pada komitmen organisasi. Williams dan Hazer (dalam Suma & Lesha, 2013) menemukan hubungan langsung antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi, dimana kepuasan kerja merupakan anteseden komitmen organisasi. Proses berpikir ini mengasumsikan bahwa orientasi karyawan terhadap pekerjaan mendahului orientasinya ke seluruh organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen akan semakin kuat jika kepuasan kerja tercukupi. Meyer and Allen (dalam Suma & Lesha, 2013) menunjukan bahwa komitmen individu terhadap organisasinya karena berbagai alasan, yakni, nilai organisasi, konsekuensi yang diterima dan tanggung jawab kepada organisasi.
3
Literatur lain menyebutkan bahwa komitmen individu bukan hanya karena perilaku dan konsekuensi yang akan diterimanya, tetapi juga berdasarkan komponen afektif dan konatif yang terkait dengan kepuasaan kerja dan pikiran tidak ingin berpindah (Martin & Roodt, 2008). Oleh karena itu komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Levy (2009) mengungkapkan konstruk pendukung yang mempengaruhi komitmen organisasi memiliki 3 faktor besar, yaitu mekanisme organisasi, karakteristik individu, dan faktor sosial. Lain hal dengan Allen dan Meyer (1991) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi memiliki 3 komponen utama, yakni affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan teori dari Mayer dan Allen (1990) karena teori ini sudah seringkali dijadikan landasan teori utama oleh peneliti lain. Teori Meyer dan Allen telah menjadi teori yang dominan untuk studi komitmen pada dunia kerja (Jaros, 2007). Menurut Sinclair (2005) teori Meyer dan Allen selalu berkembang dan menjadi teori umum yang biasa digunakan. Oleh karena itu, digunakan teori Meyer dan Allen sebagai teori utama pada penelitian kali ini. Menurut Suma dan Lesha (2013) “Salah satu kontribusi terbesar terhadap literatur tentang komitmen organisasi adalah karya Meyer dan Allen (1990)” dimana dikatakan Meyer dan Allen sudah memperpanjang definisi konstruk dan mempelajarinya lebih mendalam. Eslami dan Gharakhani (2012) menganggap, bahwa dimensi yang telah dipaparkan oleh Meyer dan Allen dapat terus berkembang dan tidak berhenti di satu tempat. Penelitian mengenai komitmen
4
organisasi perlu terus dilanjutkan, sehingga memberikan masukan positif dan konstruksi bagi ranah psikologi industri dan orgasnisasi. Teori Allen dan Meyer merupakan teori yang secara jelas menjabarkan apa itu komitmen organisasi dan menjelaskan bagaimana teori komitmen organisasi dapat berimplikasi pada sebuah perusahaan maupun organisasi. Tiga model komponen komitmen yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (dalam Jaros, 2007) dapat dikatakan mendominasi penelitian komitmen organisasi yang ada pada saat ini. Motivasi dianggap sebagai salah satu penentu kinerja pegawai. Karena motivasi dapat meningkatkan kualitas kinerja pegawai terhadap organisasi. Motivasi memiliki 2 faktor utama yakni ekstrinsik dan intrinsik (Singh, 2013). Faktor ekstrinsik adalah motivasi berupa penghargaan yang terlihat, seperti gaji, hadiah, atau barang. Faktor intrinsik adalah pemberian motivasi dengan menghargai kinerja pegawai dengan memberikan dukungan berupa pujian. Penelitian yang telah dilakukan pun telah banyak dan cukup memadai untuk dijadikan alasan mengapa motivasi kerja menjadi salah satu faktor yang signifikan
memengaruhi
komitmen
organisasi.
Motjaba
et
al.,
(2012)
mengungkapkan bahwa pengaruh motivasi terhadap komitmen kerja sangat signifikan. Menurut Idris dan Fauziah (2012) pada artikel yang berjudul ”Does motivational factor influence organizational commitment and effectiveness? A review of literature” mengatakan motivasi kerja pada umumnya memengaruhi hampir semua kultur budaya organisasi, dan motivasi kerja juga berperan aktif dalam memengaruhi komitmen organisasi.
5
Penelitian sebelumnya juga telah menemukan hubungan positif antara motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Ketika pegawai sudah termotivasi, pegawai akan merasa puas dengan organisasi dan akan menambahkan komitmennya kepada organisasi (Meysam & Jamali, 2013). Menuurut Meyer dan Thomas (2004) komitmen merupakan salah satu komponen dari motivasi, dan dengan mengintegrasikan teori komitmen dan motivasi, kemudian dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik dari dua proses itu sendiri dan perilaku di tempat kerja. Berdasarkan penjelasan yang dituturkan oleh Meyer dan Thomas, motivasi dan komitmen organisasi merupakan satu kesatuan yang memiliki integrasi satu dengan yang lain. Penelitian Meyer dan Thomas (2004) telah mengungkapkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen. Lalu Meysam dan Jamali (2013) menerangkan dalam penelitiannya bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif terhadap komitmen kerja. Berdasarkan literatur penelitian, motivasi kerja merupakan variabel dominan yang mempengaruhi komitmen organisasi secara signifikan. Variabel ke 2 yang memengaruhi komitmen kerja psychological well being. Diteliti oleh peneliti sebelumnya yakni Meyer dan Maltin (2010) bahwa, ada pengaruh yang signifikan antara komitmen dengan psychological well-being. Adapun penelitian mengenai hubungan antara psychological well-being dan komitmen organisasi dilakukan oleh Gupta dkk. (2010). Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa psychological well-being memiliki hubungan yang
6
signifikan terhadap dimensi komitmen organisasi yaitu affective commitment dan normative commitment. Selanjutnya, Rathi (2011) menemukan hubungan yang positif antara psychological well-being dengan affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Selain itu ia juga menyebutkan bahwa psychological well-being juga dapat memprediksi ketiga komitmen tersebut dengan mengontrol variabel seperti usia, masa jabatan, dan latar belakang pendidikan. Harter, Schmidt dan Hayes (2002, dalam Robertson & Cooper, 2009) melaporkan bahwa well-being memiliki hubungan dengan absen kerja, kepuasan pelanggan, produktivitas dan turnover pegawai pada hampir 8000 unit bisnis yang terpisah pada 36 perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, mengkaji komitmen organisasi akan sangat penting bagi perkembangan psikologi industri dan organisasi untuk kedepannya, karena akan membantu menyelesaikan permasalah minimnya komitmen organisasi pada dewasa ini. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang tengah marak saat ini, maka dari itu peneliti tertarik melakukan riset mengenai “Pengaruh Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being terhadap Komitmen Organisasi”. 1.2. Pembatasan dan perumusan masalah 1.2.1. Pembatasan masalah Agar penelitian ini lebih terarah maka objek yang diteliti dibatasi hanya mengenai pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen
7
organisasi. Adapun mengenai batasan konstruk tentang masing-masing variabel penelitian, adalah sebagai berikut. 1. Komitmen organisasi adalah refleksi ikatan emosional terhadap organisasi, kesadararan terhadap biaya yang harus dibayar jika meninggalkan organisasi, dan tanggung jawab moral yang melekat. Ada pun dimensi dari komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer adalah affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. 2. Motivasi Kerja yaitu suatu stimulus yang diberikan oleh seorang kepada orang lain, entah berupa reward yang terlihat ataupun bentukya intangilbe atau peghargaan berupa ucapan-ucapan yang membuat seseorang merasa semangat. Ada pun dimensi yang Motivasi kerja menurut McClelland adalah need for achievement, need for power, dan need for affiliation 3. Psychological well-being adalah kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Ada pun dimensi psychological well-being menurut Ryff adalah self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. 1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini disusun sebagai berikut.
8
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja (need for power, need for achievement, dan need for affiliation) dan psychological well-being (self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth)
terhadap komitmen
organisasi? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja (need for power, need for achievement, dan need for affiliation) terhadap komitmen organisasi? 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan psychological well-being (selfacceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth) terhadap komitmen organisasi? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut di bawah ini. 1. Mengetahui pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi. 2. Penelitian ini ingin membuktikan variabel prediktor yang pengaruhnya paling dominan. 1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
9
1.3.2.1. Manfaat Teoritis 1.
Hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam bidang psikologi, khususnya dalam menganalisa hubungan antara motivasi, psychological well-being, dan komitmen organisasi para pegawai.
2.
Menambah koleksi dan bahan rujukan dalam penelitian psikologi, terutama dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
1.3.2.2. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang berharga bagi individu dan institusi pendidikan untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya komitmen organisasi dan memperkuat keinginan untuk lebih berkomitmen dengan organisasi. 2. Penelitian ini juga dapat memberikan pemahaman yang baik bagi atasan mengenai karakteristik individu yang ada pada setiap karyawan, khususnya mengenai aspek motivasi kerja dan psychological well-being. 1.4. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahakan pembahasan dan penulisan proposal penelitian ini, maka penulis menyusunnya dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I. Pendahuluan Bab I ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
10
BAB 2. Landasan Teoritis Bab 2 ini berisi deskripsi teoritik tentang komitmen organisasi, faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, dimensi komitmen organisasi, motivasi kerja dan psychological well-being, dimensi motivasi kerja, dan psychological well-being, pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.
BAB 3. Metode Penelitian Bab 3 ini berisi tentang metodologi penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, prosedur penelitian dan teknik analisis data.
BAB 4. Hasil Penelitian Bab 4 ini berisi tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi data dan uji hipotesis penelitian.
BAB 5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab 5 ini berisi tentang kesimpulan tentang keseluruhan hasil penelitian, diskusi dan saran untuk penelitian.
11
12
BAB 2 LANDASAN TEORITIS Bab ini terdiri dari 5 subbab, yaitu pembahasan tentang komitmen organisasi sebagai dependent variable. Selanjutnya pembahan motivasi kerja dan psychological well-being sebagai independent variable. Bab ini juga membahas mengenai instrumen data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas hipotesis penelitian. 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Pada sub bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai definisi dari komitmen organisasi yang disampaikan oleh para ahli. Kebanyakan para ahli mendefinisikan komitmen sebagai keterlibatan maupun loyal terhadap organisasi. Meyer dan Allen (1991) merumuskan definisi mengenai komitmen organisasi adalah sebagai konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Mowday et al., (dalam Meyer & Allen, 1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dan individu terlibat dengan kegiatan di dalam organisasi. Mathieu dan Zajac (dalam Suma & Lesha, 2013) menjelaskan bahwa komitmen organisasi adalah ikatan atau hubungan individu dengan organisasi. Jaros (dalam Suma & Lesha, 2013) mendefinisikan komitmen organisasi adalah terlibatnya pegawai dalam kegiatan organisasi kemudian memberikan kinerja terbaik yang dimiliki oleh pegawai. Mowday et al., (1979), mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai konsep multi dimensi yang merangkul keinginan karyawan untuk tetap dalam organisasi. Komitmen melibatkan hubungan aktif dengan organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari dirinya sendiri untuk berkontribusi pada kesejahteraan organisasi. 3 faktor internal yang terkait pada komitmen organisasi, yaitu: 1. Keyakinan kuat dan penerimaan atas tujuan dan nilai organisasi. 2. Bersedia mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk organisasi. 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi. Roodt (dalam Adam Martin & Gert Roodt, 2008) komitmen adalah kecenderungan kognitif terhadap fokus khusus, sejauh fokus ini memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan, menyadari nilai-nilai dan mencapai tujuan. Steven M Jex (2002) beranggapan bahwa, komitmen organisasi dapat dianggap sebagai sejauh mana karyawan berkontribusi untuk organisasi yang memberi pekerjaan dan bersedia untuk bekerja atas organisasi dan sampai kapan pegawai tersebut akan bertahan dan tidak keluar dari organisasi. Menurut Levy (2009) komitmen organisasi adalah kekuatan yang memperlihatkan sejauh mana pegawai akan terlibat dan berkontribusi dengan organisasi. Jadi komitmen organisasi adalah ikatan yang dimiliki oleh pegawai dengan organisasi dan pegawai bersedia mengerahkan seluruh kemampuannya, bersikap loyal terhadap organisasi, dan bertanggung jawab kepada organisasi.
13
2.1.2. Dimensi Komitmen Organisasi Teori untuk menjelaskan dimensi daripada komitmen organisasi ini ialah berasal dari teori Meyer dan Allen (1991) yang telah meneliti komitmen organisasi selama beberapa dekade ini. Berikut adalah dimensi dari komitmen organisasi yang dipaparkan Meyer dan Allen: 2.1.2.1. Affective Commitment Meyer dan Allen (1991) menyatakan bahwa karyawan organisasi yang berkomitmen kepada organisasi yang didasari oleh afektif, akan terus bekerja bagi organisasi karena individu memang menginginkan melakukan hal tersebut. Masih pada artikel yang sama, Meyer dan Allen menambahkan bahwa karyawan harus memiliki ikatan emosional dan adanya ikatan antara pegawai dan organisasi. Menurut Meyer dan Allen (1997) komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Menurut Levy (2009) komitmen afektif diartikan sebagai kedekatan emosi yang ditandai dengan adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi, kesediaan mengerahkan usaha atas nama organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi organisasi. 2.1.2.2. Continuance Commitment Meyer dan Allen (1991) menjelaskan bahwa continuance commitment mengacu pada biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi. Selain itu karyawan merasa rugi jika meninggalkan organisasi dan mendapat keuntungan jika tetap berada
di
dalam
organisasi.
Karyawan
yang
memilih
mengutamakan
organisasinya berdasarkan continuance commitment akan tetap tinggal karena
14
karyawan harus melakukan hal tersebut. Menurut Levy (2009) kedekatan terhadap organisasi sebagai fungsi dari apa yang telah karyawa dapat. 2.1.2.3. Normative Commitment Meyer dan Allen (1991) menjelaskan normative commitment sebagai sebuah perasaan yang mencerminkan sebuah kewajiban untuk melanjutkan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut lagi Meyer dan Allen menambahkan pegawai harus dapat bertanggung jawab terhadap organisasi dan mengikuti peraturan organisasi. Normative commitment yang dipaparkan oleh Levy hampir serupa dengan yang disampaikan oleh Meyer dan Allen yakni, kedekatan terhadap organisasi yang mencerminkan sebuah kewajiban untuk melanjutkan pekerjaan dengan organisasi. 2.1.3. Faktor-Faktor Komitmen Organisasi Dalam mengajukan konseptual dari komitmen organisasi, Meyer dan Allen (1991) memberikan penjelasan adanya variabel yang menjadi penyebab dari komitmen organisasi. Levy (2009) memaparkan faktor dari komitmen organisasi. Peneliti akan memaparkan teori yang telah disampaikan oleh Levy karena menurut peneliti, penelitian ini masih baru dibanding dengan teori Meyer dan Allen. Levy (2009) menjelaskan ada 3 ketegori utama yakni organizational mechanism, individual/personal characteristic, dan social factor. 1. Organizational Mechanisms Pernahkah anda melihat bagaimana sebuah organisasi melakukan seseuatu untuk membuat karyawannya komit dengan organisasi?. Levy (2009) menjelas kan bahwa beberapa struktur organisasi yang baik, yaitu dengan membuat sebuah sistem berupa hadiah yang diberikan kepada pegawai karena memiliki kinerja
15
positif. Hadiah yang dimaksud Levy ialah menyediakan sertifikat untuk pegawai terbaik bulan ini, membiayai pendidikan pegawai yang ingin melanjutkan sekolah, dan lainnya (Levy, 2009). Meyer dan Allen (1997) melihat bahwa struktur seperti mengarah pada komitmen afeksi, khususnya komunikasi yang mendukung mereka, perlakuan yang cukup, dan meningkatkan perasaan saling memntingkan dan kemampuan orang lain. 2. Individual/Personal Characteristic Berbicara masalah struktur organisasi belum lengkap rasanya tanpa membahas karakteristik individu. Setiap pegawai membawa banyak kualitas, sikap, kepercayaan, dan kemampuan yang biasa disebut individual differences atau keunikan individu dan perbedaan ini sering berkaitan dengan perilaku kerja seperti komitmen organisasi. Mathieu dan Zajac (dalam Levy, 2009) melihat adanya keterkaitan antara personal characteristic dengan komitmen afeksi dan komitmen berkelanjutan tetapi baik Mathieu maupun Zajac tidak melihat hal yang serupa pada komitmen normatif. Meskipun pengetahuan akan komitmen normatif terbatas dibanding dengan 2 komponen yang lain, beberapa anteseden muncul pada literatur lain. Singkatmya, meski pun tidak ada bukti yang mengarah pada komitmen normatif, ada beberapa bukti yang tidak langsung memperlihatkan bahwa pegawai yang menanamkan kepercayaan penuh pada tanggung jawab sama halnya dengan komitmen normatif kepada organisasi (Allen & Meyer, 1997). 3. Social Factor Sampailah kita pada teori terakhir mengenai anteseden komitmen organisasi yang dipaparkan oleh Levy (2009) yaitu faktor sosial. Salah satu komitmen organisasi
16
yang konsisten secara alami dan berkualitas ialah hubungan pegawai dan supervisor.
Maksudnya
adalah
sejauh
mana
bos
memperlakukan
dan
berkomunikasi secara terbuka dengan pegawai (Mathieu & Zajac dalam Levy, 2009). Peneliti menyimpulkan maka jika perlakuan sosial mendukung dan membuat nyaman pegawai maka dengan sendirinya pegawai akan berkomitmen dengan organisasi. 2.1.4. Pengukuran Komitmen Organisasi Pada sub bab ini peneliti masih mengacu pada teori daripada Meyer dan Allen (1997).
Pengukuran
komitmen
organisasi
menggunakan
organizational
commitment scale (OCS) yang dikembangkan dengan pengukuran komitmen organisasi berdasarkan konstruk model tiga dimensi (Meyer & Allen, 1997). Meyer dan Allen (1997) menyoroti bahwa skala tersebut dimaksudkan untuk mengukur tiga komponen dari komitmen organsiasi: affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Mowday et all., (1979) juga telah membuat alat ukur komitmen organisasi yang diberi nama organizational commitment questioner (OCQ). Sama halnya dengan OCS milik Meyer dan Allen, OCQ ini juga mengukur komitmen organisasi. Hanya saja disini peneliti akan memaparkan alat ukur yang telah dibuat oleh Meyer dan Allen yakni OCS untuk mengukur komitmen organisasi. OCS adalah kuesioner yang terdiri dari 24 pernyataan yang terstruktur atau item, seluruh tersebut mengukur tiga dimensi dari komitmen organisasi yaitu afektif, berkelanjutan dan normatif (Meyer & Allen, 1997).
17
2.2. Motivasi Kerja 2.2.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi menurut Robbins dan Judge (1988) pengerian motivasi kerja adalah “As the processes that account for an individual’s intensity, direction, and persistance of effort toward attaining goal”. Maksudnya bahwa motivasi kerja adalah proses yang menjelaskan individu baik dalam intensitas, arah, dan juga upaya untuk mencapai tujuannya. Lalu pada bukunya, Robbins dan Judge (1988) juga menambahkan, secara umum motivasi berfokus terhadap upaya dalam meraih tujuan individu, lalu dipersempit fokus itu ke dalam tujuan organisasi dan direfleksikan lewat hubungan kerja. Motivasi dapat didefinisikan sebagai keinginan yang berkembang pada diri seorang karyawan untuk melakukan tugas dengan menggunakan kemampuan terbesarnya nya berdasarkan inisiatif individu itu sendiri (Rudolf & Kleiner dalam Alhaji & Yusof, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan Ryan dan Deci (dalam Meyer et al., 2004), Motivasi adalah keadaan dimana seseorang yang diberi energi dianggap memiliki motivasi. Menurut Levy (2009) motivasi adalah sebuah paksaan yang mendorong seseorang agar perilakunya bersemangat, langsung, dan menopang dalam pekerjaan mereka. Motivasi adalah satu set kekuatan yang menyebabkan seseorang untuk mendekati tindakan tertentu dengan kemampuan maksimal. Prakteknya, motif termasuk kebutuhan, keinginan, hasrat dan kekuatan batin seseorang yang merangsang dia untuk melakukan aktivitas tertentu. Dan perilaku manusia terbentuk di bawah pengaruh motivasi untuk mencapai tujuan tertentu (Raesi et al., 2012).
18
Menurut Pinder (dalam Meyer et al., 2004) motivasi kerja adalah seperangkat kekuatan energik yang berasal baik dari dalam maupun dari luar individu, untuk membentuk perilaku yang terkait dengan pekerjaan, dan untuk menentukan bentuk, arah, durasi dan intensitas perilaku. Menurut Meyer et al., (2004) terdapat dua fitur penting dari definisi ini. Pertama, motivasi diidentifikasi sebagai kekuatan energi, artinya adalah apa yang menyebabkan karyawan bertindak atau berperilaku. Kedua, gaya ini memiliki implikasi kepada bentuk, arah, intensitas, dan durasi perilaku. Artinya, menjelaskan apa yang membuat karyawan termotivasi untuk mencapai tujuannya, bagaimana mereka akan berusaha untuk mencapainya, seberapa keras mereka akan bekerja untuk melakukannya, dan kapan mereka akan berhenti (Meyer et al., 2004). Motivasi adalah disposisi internal seseorang untuk peduli dengan pendekatan dan insentif positif dan menghindari insentif negatif (Alimohammadi & Neyshabor, 2013). Kemudian menurut Sarlito (2010) motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang merujuk kepada seluruh proses gerakan, termasuk dorongan yang timbul dari dalam individu, perilaku yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan merupakan sebuah tujuan atau akhir daripada tindakan atau perbuatan. Jadi motivasi kerja adalah munculnya keinginan atau dorongan yang didukung dengan mengerahkan usaha semaksimal mungkin karena individu ingin mencapai tujuan yang ingin diraihnya.
19
Gambar 2.1 Proses Motivasi
Proses Motivasi. Diambil dari “The Motivation to Work: What We Know” oleh E. A. Locke dalam Meyer et all., 2004. 2.2.2. Dimensi Motivasi McClelland memaparkan ada 3 kebutuhan penting dalam teori motivasi miliknya. Peneliti akan menjelaskan aspek-aspek need yang telah ditulis oleh McLelland. Berikut adalah 3 aspek yang dituturkan oleh McClelland (dalam Moore et all., 2010): 1.
Need for Power adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain (McClelland, 1961, dalam Moore et all., 2010). Moore juga menambahkan bahwa pada need of power adalah keinginan seseorang untuk memimpin orang lain. Lalu Daft (dalam Moore et all., 2010) mendefinisikan kebutuhan akan kekuasaan sebagai keinginan untuk mempengaruhi atau mengendalikan orang lain, bertanggung jawab untuk orang lain, dan memiliki kewenangan atas orang lain. Individu yang menunjukkan kebutuhan akan kekuasaan ini 20
memiliki keinginan untuk memiliki pengaruh dan ingin membuat dampak yang besar bagi organisasi.
Keinginan untuk memebuat seseorang berperilaku sesuai kehendaknya, memengaruhi orang lain, dan yang memiliki dampak bagi orang lain yang mana mereka dipengaruhi tidak dapat menolak. Orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, dan mereka berupaya untuk dapat memengaruhi orang lain. Penelitian mengungkapkan eksekutif manajer sebagian besar memiliki kebutuhan ini.
2.
Need for Achievement adalah kesuksean yang diraih melalui kompetisi yang mana pada kompetisi itu ada seseorang yang memiliki kemampuan dia atas rata-rata dan dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik di atas standar (McClelland et all., 1958, dalam Moore 2010). Artinya, tujuan beberapa individu dalam materi ini adalah untuk menjadi sukses dalam hal persaingan dengan beberapa standar keunggulan. Individu yang menunjukkan perlunya prestasi atau penghargaan berusaha untuk mencapai tujuan yang realistis tetapi menantang. Hasrat untuk mencapai, untuk mendapatkan hubungan yang terstandar dan keinginan untuk sukses. Need ini lebih ingin mendapatkan prestasi daripada hanya sekedar imbalan, pegawai akan bergairah dalam melakukan sesuatu lebih baik dan efisien. Lebih lanjut McLelland menemukan bahwa mereka bahwa mereka yang memiliki dorongan prestasi yang tinggi berbeda
21
dari orang lain dalam keinginan kuat mereka untuk mendapatkan yang lebih baik. Mereka juga yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan yang memiliki tanggung jawab. 3.
Need for Affiliation adalah membangun, memelihara, atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Hubungan ini paling memadai dijelaskan oleh kata persahabatan
keinginan untuk berteman dan menutup hubungan
interpersonal (McClelland, 1961 dalam Moore 2010). Dengan kata lain kebutuhan individu untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Kebutuhan ini kurang sekali mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Mereka yang memiliki kebutuhan ini ingin sekali disukai dan diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan emosi dan saling pengertian. Individu akan berusaha menghindari konflik. 2.2.3. Pengukuran Motivasi kerja Terdapat beberapa jenis alat ukur untuk mengukur motivasi. menurut Sprangler (1992) Alat ukur motivasi yang cukup sering digunakan oleh peneliti ialah Thematic Apperception Test (TAT). Selama 4 dekade McClelland, Atkinson dan lainnya telah mempelajari dasar motivasi perilaku manusia. Karya McClelland dan tokoh lainnya berkembang melalui laboratorium penelitian yang mengkaji kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan prestasi (Atkinson dan Litwin, 1960, McClelland, 1965, dalam Sprangler, 1992). Karya ini juga menuai banyak kritikan yang dialamatkaan kepada McLelland karena alat ukur ini dinilai hanya mengukur
22
satu dimensi saja (Sprangler, 1992). Tetapi meskipun begitu TAT tetap menjadi salah satu pilihan yang digunakan oleh banyak peneliti yang hendak mengukur motivasi kerja. Selain TAT ada skala yang didesain khusus untuk mengukur work motivasion, job satisfaction, and commitment (WMJSC) dikembangkan oleh Tella et all., (2007). Pada penelitian kali ini peneliti akan mengadaptasi alat ukur yang digunakan oleh Steers dan Braunstein (1976) yakni McClelland’s Needs Asasement, alat ukur ini terdiri dari 15 pertanyaan, dimana setiap 5 item mewakili salah satu dari dimensi McClelland. 2.3. Psychological Well-Being 2.3.1 Definisi Psychological Well-Being Pada sub bab ini akan memaparkan mengenai definisi dari psychological wellbeing yang telah dijelaskan oleh tokoh psychological well-being. Ryff (1989) memaparkan gagasan teorinya ialah karena berlandaskan pada teori positive functioning milik Gordon Allport, hierarchical of needs milik Abraham Maslow, dan fully functioning milik Carl Rogers. Ryff mendefinisikan psychological wellbeing sebagai kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff, 1989).
23
2.3.1.1 Perkembangan Pemikiran Psychological Well-Being Penelitian well-being tampak sangat menonjol pada kajian psikologi empiris saat ini (Ryan dan Deci, 2001). Penelitian well-being mencerminkan peningkatan kesadaran well-being sebagai pengaruh positif yang menunjukan tidak adanya penyakit mental dan bukan sebagai pengaruh negatif (Cacioppo & Berntson dalam Ryan & Deci, 2001). Karya Bradburns yang muncul pada tahun 1969 yang berjudul “The Structure of Psychological Well-Being” dapat membedakan emosi negatif dan positif. Bradburn berfokus pada kebahagiaan sebagai variabel hasil dan menyatakan bahwa emosi negatif dan positif adalah dua hal yang berbeda, dan keseimbangan pada keduanya merupakan ciri dari kebahagiaan (Ryff, 1989). Ryff (1989) menerangkan bahwa kebahagiaan merupakan ciri dari keseimbangan antara perasaan positif dan negatif yang pada dasarnya adalah satu empiris. Artinya baik positif dan negatif memiliki fungsi yang sama yakni sebagai indeks dari kebahagiaan. Psychological well-being memiliki dua konsep yakni hedonic dan eudaimonic (Bowman, Brandenberger, Lapsley, Hill, & Quaranto, 2010; Henderson & Knight, 2012; Ryan & Deci, 2001; Ryff, Singer, & Love, 2004; Waterman, 1993 dalam Molix dan Nichols, 2013). Singkatnya, kesejahteraan hedonis mengacu merasa baik, sedangkan kesejahteraan eudaimonic mengacu pada hidup yang baik (misalnya, bermakna, berbudi luhur, atau otentik) kehidupan (Henderson & Knight dalam Molix dan Nichols, 2013). Terdapat 2 paradigma yang telah diterangkan oleh Molix dan Nichols (2013), saat ini peneliti akan memaparkan penjelasan hedonis dan eudaimonic satu per satu berdasarkan penjelasan dari para tokoh. Pertama, Filsuf mengadopsi
24
perspektif hedonis umumnya disamakan dengan keadaan emosi positif yang menyertai kepuasan dan juga keinginan, oleh karena itu pengalaman kesenangan, kepedulian, dan kenikmatan dianggap mencerminkan kesejahteraan (Diener dalam Henderson dan Knight, 2012). Filsuf hedonis percaya bahwa manusia pada dasarnya ingin memaksimalkan pengalaman senang dan meminimalkan rasa sakit. Kesenangan dan rasa sakit dipandang sebagai indikator kuat yang baik dan buruk dan
karenanya
memaksimalkan
kesenangan
dipandang
sebagai
cara
memaksimalkan baik dalam kehidupan seseorang (Henderson & Knight, 2012). Menurut Ryan dan Deci (2001) hedonic fokus pada pencapaian kepuasan dan menghindari rasa sakit. Kedua, eudaimonic berorientasi pada hidup yang memiliki makna dan keinginan seseorang dalam memuaskan dirinya sendiri. Hal ini mendefinisikan well-being sebagai tingkat tertentu dimana seseorang menjadi pribadi yang sepenuhnya berfungsi (Ryan & Deci, 2001). Eudaimonic sering kontras dan dianggap filosofis yang menentang, tradisi hedonis (Deci & Ryan dalam Henderson & Knight, 2012). Konsep eudaimonia pertama kali dijelaskan oleh Aristoteles, dan juga telah dikaitkan dengan filsuf kuno lainnya seperti Plato dan Zeno dari Citium (Grinde dalam Henderson dan Knight, 2012). Aristoteles menyatakan bahwa hidup kontemplasi dan kebajikan, sesuai dengan satu sifat yang melekat (yaitu hidup otentik, atau kebenaran seseorang 'daimon') adalah jalan menuju kesejahteraan (Norton dalam Henderson & Knight, 2012). Lebih lanjut lagi konsepsi Aristoteles tentang eudaimonia telah didominasi dan dianggap sebagai pendekatan obyektif, di mana kehidupan dinilai dari luar,
25
berdasarkan keunggulan dan kebajikan (McDowell dalam Henderson & Knight, 2012). Pendekatan ini merupakan kekhawatiran bahwa kebahagiaan dan kepuasan hedonis dapat dihasilkan dari perilaku tercela, dan oleh karena itu laporan subjektif kebahagiaan tidak harus dianggap sebagai indikasi yang baik, apakah kehidupan dijalani dengan baik. Sebagai kebahagiaan yang subjektif dapat dialami pada banyak konteks (misalnya melalui penggunaan obat-obatan terlarang), laporan subjektif positif tidak selalu mencerminkan kebaikan. Ini akan menunjukkan bahwa filsuf eudaimonic lebih peduli dengan hal apa yang membuat seseorang bahagia, daripada jika seseorang kebahagiaan (Henderson dan Knight, 2012). 2.3.2. Dimensi Psychological Well-being Ryff memaparkan bahwa ada 6 aspek psychological well-being yang terdapat pada teorinya. Enam dimensi ini tidak lepas dari penggabungan Ryff dari berbagai teori yang menjadi rumusan dasar dari psychological well-being (dalam Ryff, 1989). 1.
Self-acceptance. Penerimaan diri dikatakan sebagai fitur utama dari sehat mental sebagai karakteristik dari aktualisasi diri, fungsi diri yang optimal, dan kedewasaan. Memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri merupakan karakteristik dari positive psychological functioning (Ryff, 1989). Sikap positif ini adalah mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, baik yang positif maupun negatif, serta memiliki perasaan positif terhadap kehidupan masa lalunya. Orang yang memiliki nilai yang tinggi pada aspek ini mengindikasikan bahwa ia memiliki sikap yang positif, yang dapat
26
mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, termasuk hal-hal yang baik maupun yang buruk, dan dapat melihat pada masa lalu dengan perasaan yang positif (Ryff & Keyes, 1995). 2.
Positive relationship with others. Hubungan positif dengan orang lain. Banyak teori-teori sebelumnya menekankan pentingnya kehangatan, percaya, dan hubungan interpersonal. Manusia yang memiliki positive relation with others yang baik akan menjadi pribadi yang ramah pada setiap pegawai, percaya kepada orang lain, dan membuat orang lain senang. Orang yang beraktualisasi diri digambarkan memiliki rasa empati dan afeksi yang kuat terhadap manusia dan dapat memiliki cinta yang mendalam, persahabatan yang kuat, dan memiliki identifikasi yang sempurna terhadap yang lain. Teori tahapan perkembangan juga menekankan pada keberhasilan intimacy dan juga generativity. Inti dari konsep psychological well-being ini ialah hubungan positif dengan lingkungan sekitar.
3.
Autonomy. Individu yang sepenuhnya mandiri digambarkan memiliki locus of control yang baik, dimana orang tersebut tidak selalu membutuhkan pendapat dan persetujuan dari orang lain, namun mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar personal. Nilai yang tinggi pada aspek ini menunjukkan indivdidu yang berkemauan kuat dan independen, dapat menahan tekanan sosial dan bertindak dengan pandangan penilaian personal. Individu ini dicirikan dengan mengevaluasi diri dengan menggunakan standar personal (Ryff & Keyes, 1995).
27
4.
Environmental
mastery. Penguasaan lingkungan. Individu yang memiliki
karakteristik mental yang sehat ialah dengan memiliki kemampuan untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis nya. Menurut Ryff (1989), individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi untuk mengatur lingkungannya. Individu tersebut secara efektif dapat menggunakan peluang yang muncul dan dapat memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai personal mereka. 5.
Purpose in life. Tujuan hidup. Seseorang yang memiliki sifat mental yang sehat dikatakan memiliki perasaan untuk menyadari bahwa terdapat tujuan dan makna dalam hidup. Definisi dari kedewasaan sendiri juga menekankan tujuan hidup yang menyeluruh, memiliki arah (sense of directedness) dan juga tujuan (intentionality) (Ryff, 1989).
6.
Personal Growth. Dimensi ini melihat pentingnya kemampuan seseorang untuk menyadari potensi dan bakat untuk mengembangkan potensi yang lain. Kebutuhan terhadap aktualisasi diri dan menyadari potensi diri merupakan hal yang utama dalam perspektif klinis terhadap pengembangan diri. Terbuka terhadap pengalaman merupakan salah satu ciri dari fully functioning person. Teori perkembangan menambahkan pentingnya individu untuk terus berkembang guna menghadapi tantangan baru dalam setiap periode pada tahap perkembangannya (Ryff, 1989).
28
2.3.3. Pengukuran Psychological Well-Being Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Ryff, yaitu Psychological Well-Being Scales (PWBS). Skala pengukuran disesuaikan dengan teori milik Ryff mengenai psychological well-being dengan membaginya kedalam 6 dimensi, yaitu self-accpetance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth (Ryff, 1989). Skala pengukuran milik Ryff ini sendiri dibuat dengan format skala likert dengan 6 kemungkinan jawaban yang disediakan, mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. 2.4. Kerangka Berpikir Penelitian Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap organisasi harus memiliki skenario yang kuat untuk mempertahankan eksistensinya di dunia industri. Singh dan Gupta (2008) menerangkan bahwa dibutuhkan kedisiplinan sistem dan budaya organisasi yang kuat untuk mempertahankan keberadaan organisasi ditengah persaingan dunia industri pada zaman modern sekarang ini. Maka dari itu peran karyawan sangat penting untuk mempertahankan dan bersaing pada era globalisasi saat ini (Singh & Gupta, 2008). Untuk bertahan dari ketatnya persaingan industri, setiap perusahaan maupun organisasi harus memiliki cara agar mereka dapat bertahan dari persaingan yang setiap harinya semakin ketat. Singh dan Gupta (2008) menyebutkan agar sebuah organisasi dapat bertahan dari persaingan yang semakin ketat ialah dengan mengembangkan ikatan antara organisasi dan karyawan. Maksudnya adalah dengan mempererat hubungan antara pegawai dan juga
29
organisasi sehingga muncul rasa komitmen terhadap organisasi yang timbul di dalam hati pegawai. Simo (2010) menambahkan jika komitmen organisasi sudah tumbuh pada setiap pegawai maka akan timbul efisiensi dan produktivitas, dengan ke 2 hal itu perusahaan dapat bertahan dan bersaing
di tengah padatnya
persaingan industri. Komitmen organisasi pada individu dibangun oleh tiga faktor besar, yang pertama adalah mekanisme organisasi, kemudian karakteristik individu, dan yang terakhir adalah faktor sosial (Levy, 2009). Penelitian ini memiliki fokus pada karakteristik individu sebagai variabel yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi pada individu. Motivasi kerja dan psychological well-being merupakan variabel dari karakteristik individu yang disebutkan oleh Levy. Faktor pertama yang akan dibahas oleh peneliti ialah motivasi kerja, pada faktor ini peneliti mengacu pada statement Meyer et al., (2004) yang menurut mereka komitmen merupakan salah satu dari komponen dari motivasi dan akan lebih baik jika kedua teori itu saling dikaitkan. Terkait temuan Ryan dan Deci (dalam Meyer et al., 2004) memaparkan bahwa motivasi berkontribusi terhadap perilaku kerja, komitmen organisasi merupakan salah satunya. Menurut Ryan dan Deci dengan adanya motivasi arah perilaku kerja menjadi jelas, pegawai jadi memiliki alasan dan juga tujuan yang jelas, menurut kedua peneliti di atas hal tersebut sudah menjadi bentuk komitmen. Motivasi terbagi atas 3 dimensi yakni need for power, need for achievement, dan need for affiliation. Need for power ialah kebutuhan yang didasari keinginan untuk memerintah dan memiliki kekuasaan (McClelland, 1961
30
dalam Moore, 2010), merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin. Ketika seseorang sudah menjadi pemimpin atau menjadi yang paling dominan di organisasi maka tentu individu tersebut akan memiliki tanggung jawab. Karena tanggung jawab ini lah maka individu akan terikat dengan organisasi dan akan memberikan kontribusi bagi organisasi. Dimensi kedua dari teori motivasi yang digunakan peneliti merupakan need for achievement. Kebutuhan akan penghargaan ini didasari karena individu ingin menjadi sukses dan berhasil pada kompetisi (McClelland et al., 1958 dalam Moore et al., 2010). Kebutuhan untuk menjadi yang terbaik, menjadi bagian terpenting dari komitmen organisasi karena individu yang memiliki rasa kompetitif yang tinggi maka individu akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai prestasi tertinggi dan menjadi yang terdepan. Ketika prestasi itu sudah berhasil di raih tak pelak akan berimplikasi kepada organisasi, prestasi itulah yang menjadi komitmen individu bagi organisasi. Need for affiliation menjadi dimensi pelengkap daripada dimensi motivasi kerja. Menurut McClelland (dalam Moore et al., 2010) need for affiliation ini berarti memebangun afiliasi atau kerja sama dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Ini berarti ketika seseorang sudah dapat membangun hubungan dengan banyak orang maka kemungkinan individu itu menjadi nyaman sangat tinggi. Hal ini dikarenakan kebanyakan manusia membutuhkan teman untuk bicara dan di dunia ini manusia harus dapat bersosialisasi dengan baik jika ingin bertahan dari kerasnya persaingan organisasi. Individu akan menjadi sangat loyal dan berkomitmen tinggi karena kenyamanan yang didapatinya, oleh sebab
31
itulah kebutuhan afiliasi ini melengkapi 3 dimensi yang dipaparkan oleh McClelland. Faktor ke
dua
yang memengaruhi
komitmen organisasi adalah
psychological well-being, kerangka berpikir ini diperkuat dengan adanya beberapa artikel yang telah meneliti mengenai pengaruh psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Rathi (2011) menemukan hubungan yang positif antara psychological well-being dengan affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Psychological well-being terdiri dari 6 dimensi yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Dimensi pertama self-acceptance atau penerimaan diri, sebab ketika individu telah berhasil menerima diri apa adanya maka akan mudah baginya untuk terbuka. Dijelaskan oleh Ryff (1989) konsep penerimaan diri ini adalah fungsi utama dari kesehatan mental. Individu ketika sudah berhasil menerima dirinya dengan baik maka sikap yang akan ditunjukan pun akan positif, ketika individu sudah memiliki perasaan yang positif individu akan memiliki berproduktifitas dengan tinggi hal ini lah yang membuat individu dapat berkomitmen dengan organisasi yang menaunginya. Positif relation with others menjadi dimensi ke 2 pada teori Ryff (1989) yang akan dijelaskan peneliti di dalam sub bab kerangka penelitian kali ini. Hampir sama dengan kebutuhan untuk berafiliasi pada teori McClelland yang sudah dijelaskan di atas. dimensi ini menjelaskan bahwa individu harus memiliki hubungan positif dengan lingkungan sekitar agar perasaaannya menjadi nyaman
32
dan sejahtera. Hubungan positif ini yang membangun komitmen pada di individu sehingga individu dapat loyal dengan organisasi. Dimensi ke 3 yang tidak kalah penting ialah autonomy atau kemandirian. Mengacu kepada teori Ryff (1989) aspek ini dipusatkan kepada locus of control, yang artinya seorang pegawai dapat menahan tekanan sosial dan bertindak dengan pandangan penilaian personal. Pegawai yang memiliki autonomi yang bagus tidak akan goyah oleh godaan perusahaan lain yang mengajaknya bergabung, individu tersebut akan teguh pada organisasi yang sekarang. Environmental mastery merupakan dimensi ke 4 berdasarkan teori Ryff (1989) yang memengaruhi komitmen organisasi. Seseorang yang mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi dirinya tentu akan mudah untuk memberikan kontribusi kepada organisasi. Menurut Ryff individu yang dapat menguasai keadaan seperti ini tidak akan pernah melewatkan kesempatan sekecil apa pun. Individu yang memiliki kemampuan seperti ini tentulah akan mudah baginya untuk melibatkan diri dengan segala kegiatan organisasi dan itulah cara individu itu berkomitmen dengan organisasinya. Purpose in life tak kalah penting dari ke 4 dimensi di atas, aspek ini penting karena setiap orang harus memiliki tujuan hidup. Seseorang yang memiliki tujuan hidup tentunya akan memiliki arah dan juga pandangan yang cukup luas. Individu seperti ini tidak mudah untuk bimbang karena dia pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dan jika tujuan hidup ini di dukug oleh organisasi makan komitmen organisasi orang ini pun akan meningkat karena baik individu dan organisasi memiliki tujuan yang sama.
33
Dimensi terakhir dari psychological well-being yang dikembangkan oleh Ryff (1989) ialah personal growth. Organisasi yang memberikan kesempatan bagi pegawai yang ingin berkembang pastilah akan sangat di hargai. Pegawai yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya pun akan membalas dengan cara berkomitmen penuh terhadap organisasi. Komitmen akan terus berlanjut jika pengembangan itu konsisten dilakukan. Motivasi Kerja Need for Power Need for Achievement Need for Affiliation
Komitmen Organisasi
Psychological well-being Self-Accepted Relationship with Other Autonomy Environmental Mastery Purpose in Life Personal Growth Gambar 2.2 Kerangka Berpikir 2.5. Hipotesis Penelitian Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being terhadap komitmen organisasi pada karyawan di organisasi?
34
Hipotesis Minor H1
: Ada pengaruh yang signifikan need for power terhadap komitmen organisasi.
H2
: Ada pengaruh yang signifikan need for achievement terhadap komitmen organisasi.
H3
: Ada pengaruh yang signifikan need for affiliation terhadap komitmen organisasi.
H4
: Ada pengaruh yang signifikan self-acceptance terhadap komitmen organisasi.
H5
: Ada pengaruh yang signifikan relationship with others terhadap komitmen organisasi.
H6
: Ada pengaruh yang signifikan autonomy terhadap komitmen organisasi.
H7
: Ada pengaruh yang signifikan environmental mastery terhadap komitmen organisasi.
H8
: Ada pengaruh yang signifikan purpose in life terhadap komitmen organisasi.
H9
: Ada pengaruh yang signifikan personal growth terhadap komitmen organisasi.
35
36
BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab 3 ini memaparkan tentang populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian serta definisi operasional. Selanjutnya, dibahas mengenai teknik dan instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan pengujian alat ukur yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Adapun yang dijadikan populasi oleh peneliti adalah karyawan pabrik PT Kiriu Indonesia yang berlokasi di daerah Cikarang Barat. Jumlah populasi dalam PT Kiriu berdasarkan data yang dimiliki HRD sebanyak 250 pegawai. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling yang berarti peluang anggota anggota populasi untuk dijadikan sampel tidak diketahui. Teknik nonprobability sampling yang peneliti gunakan adalah convenience sampling. Dengan
menggunakan
teknik
convenience
sampling,
partisipan
dipilih
berdasarkan kesediaan pegawai untuk merespon. Peneliti membagikan angket sebanyak 200 lembar kepada pegawai perusahaan tersebut. 3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Need of power Need of achievement Need of Affiliation Self-acceptance Relation with others Autonomy Environmental mastery Purpose in life Personal growth
Dependent variable penelitian ini yaitu organizational commitment yang terdiri dari affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen. 3.2.2. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut di bawah ini. 3.2.2.1. Komitmen organisasi Komitmen organisasi adalah kondisi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1991) 3.2.2.2. Motivasi kerja Motivasi kerja adalah adalah sebuah paksaan yang mendorong seseorang agar perilakunya bersemangat, langsung, dan menopang dalam pekerjaan (Levy, 2009).
37
1.
Need for Power
Need of power adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain (McClelland, 1961, dalam Moore et al, 2010). Indikator need of power yaitu, keinginan seseorang untuk memimpin orang lain.
2.
Need for Achievement
Need of Achievement adalah keinginan untuk berprestasi dan menjadi yang terbaik. Indikator need of achievement yaitu, melakukan pekerjaan yang lebih baik dari standar yang sudah ada. 3.
Need for Affilition
Need of affiliation adalah kebutuhan seseorang memiliki hubungan positif dengan orang lain dan juga lingkungan sekitar. Indikator need of affiliation yakni¸ menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. 3.2.2.3. Psychological Well-Being Ryff mendefinisikan psychological well-being sebagai kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff, 1989). 1.
Self-acceptance
Self-acceptance adalah individu yang dapat mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, termasuk hal yang baik maupun yang buruk. Self-acceptance
38
memiliki indikator yakni, membangun sikap positif yang membangun dirinya dan menerima setiap aspek baik dan buruk yang ada pada dirinya. 2.
Relationship with Others
Relationship with others yaitu menjalin hubungan positif dengan orang lain, memiliki persahabatn yang kuat, dan membina hubungan dengan masyarakat. Indikator relationship with other yaitu, ramah pada setiap pegawai, percaya kepada orang lain, dan membuat orang lain senang. 3.
Autonomy
Autonomy adalah Individu yang sepenuhnya mandiri digambarkan memiliki locus of control yang baik dimana seseorang dapat memecahkan masalahnya sendiri. Indikator autonomy yaitu, bersikap mandiri dan kesiapan menerima tekanan dari luar. 4.
Environmental Mastery
Environmental mastery adalah kemampuan menciptakan lingkungan menjadi sesuai dengan kondisi psikis dan keinginannya. Indikator environmental mastery yaitu,
pegawai
memiliki
kemampuan
mengatur
lingkungan
dan
dapat
memaksimalkan kesempatan yang ada. 5.
Purpose in Life
Purpose in life adalah individu yang sudah memiliki tujuan dan rencana untuk kehidupannya. Indikator purpose in life yaitu, kemampuan pegawai dalam memiliki tujuan hidup dan memahami arti dari kehidupan sekarang dan masa lalu.
39
6.
Personal growth
Personal growth kemampuan seseorang untuk melihat bakat yang ada pada dirinya lalu berusaha untuk mengembangkannya. Indikator personal
growth
yaitu, memiliki keinginan untuk terus berkembang dan kemampuan melihat diri sendiri sebagai individu yang akan terus berkembang. 3.3. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berbentuk skala likert. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alat ukur, yaitu alat ukur komitmen organisasi, alat ukur motivasi kerja, dan alat ukur psychological well-being. Setiap alat ukur akan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 4. Penilaian terhadap butir pernyataan unfavorable dinilai melalui Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 4 sampai Sangat Setuju (SS) dengan nilai 1. Alternatif jawaban netral seperti Ragu-Ragu ditiadakan untuk menghindari banyak respon yang memilih alternatif jawaban tersebut sehingga menunjukkan hasil yang tidak bervariasi. Adapun alat ukur tersebut, yaitu: 3.3.1. Komitmen Organisasi Untuk mengukur komitmen organisasi, peneliti mengadaptasi alat ukur organizational commitment scale (OCS) dari Meyer dan Allen (1990). Organizational commitment questionnaire berjumlah 24 item dari 3 dimensi, yaitu affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment (lihat tabel 3.1).
40
Tabel 3.1 Blue Print Komitmen Organisasi No
Dimensi Komitmen Organisasi
1
Affective Commitment (Ikatan emosional individu dengan organisasi.)
Indikator
-
Memiliki ikatan emosional Ada ikatan antara pegawai dan organisasi
Fav
1, 2, 3 4, 7
Unfav
6, 8
Jumlah
8
5 2
3
Continuance Commitment (Berkaitan dengan kelangsungan individu jika meninggalkan organisasi.)
-
Normative Commitment (Rasa tanggung jawab kepada organisasi.)
-
-
Kerugian yang dirasakan pegawai jika keluar dari organisasi. Karyawan mendapatkan keuntungan dari organisasi
10, 11, 12, 15
9
8
17, 24
8
13, 14, 16
-
Bertanggung jawab terhadap organisasi Mengkuti peraturan organisasi
19, 20, 23 21, 22
18 Jumlah
3.3.2
17
7
24
Motivasi Kerja
Untuk mengukur motivasi kerja, peneliti mengadaptasi alat ukur McClelland needs assessement dari McClelland (dalam Steers dan Braunstein, 1976). McClelland needs assessement berjumlah 15 item dari 3 dimensi Need for power, need for achievement, dan need for affiliation (lihat tabel 3.2).
41
Tabel 3.2 Blue Print Motivasi Kerja No
Dimensi Motivasi Kerja
Indikator
1
Need for Power (Keinginan untuk mengendalikan orang lain.) Need for Achievement (Keinginan untuk berprestasi) Need for Affiliation (Keinginan untuk bersosialisasi)
Memimpin orang lain.
1, 2, 4, 5
3
5
Melakukan lebih baik dan di atas standar.
6, 7, 8, 10
9
5
Menjalin hubungan dengan orang lain
11, 13, 14, 15
12
5
12
3
15
2
3
Favourable
Jumlah
3.3.3
Unfavourable
Jumlah
Psychological Well-Being
Instrumen untuk mengukur psychological well-being yang peneliti gunakan adalah adaptasi alat ukur Psychological Well-Being Scale (PWBS) dari Ryff (1989). Adapun format pada pengukuran ini menggunakan model skala Likert yang sudah dimodifikasi dengan rating empat pilihan dari "sangat tidak setuju" sampai dengan "sangat setuju". Psychological Well-Being Scale berjumlah 42 item tetapi peneliti melakukan modifikasi dan seleksi item yang ada pada PWB Ryff dan item tersebut hanya tersisa 30 dari 6 dimensi, yaitu Self-Acceptance, Positive Relations with others, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in Life dan Personal Growth (lihat tabel 3.3).
42
Tabel 3.3 Blue Print Psychological Well-being No
Dimensi Psychological WellBeing
1
Self-Acceptance (Individu mengenal dan menerima berbagai aspek pada pribadi.)
2
3
4
5
6
Positive Relations with others (Menjalin hubungan baik dengan orang terdekat.)
Indikator
-
Sikap positif yang membangun dirinya Menerima setiap aspek baik dan buruk yang ada pada dirinya
-
-
Ramah Percaya kepada orang lain Membuat orang lain senang
Favourable
Unfavourable
Jumlah
2
3
5
1, 4
5
9
5
8
6
7
10
Autonomy (Individu yang mampu memecahkan maalahnya sendiri.)
- Mandiri - Siap menerima tekanan dari orang lain
11, 12, 15 14
13
Environmental Mastery (Kemampuan menciptakan lingkungan seperti yang diinginkan.)
- Memiliki kemampuan mengatur lingkungan - Memaksimalkan kesempatan yang ada di sekeliling
17, 18
19
16
20
Purpose in Life (Individu memiliki tujuan hidup.)
Personal Growth (Kemampuan melihat potensi diri sendiri.)
5
- Memiliki tujuan hidup - Memahami arti dari kehidupan sekarang dan masa lalu
22, 23
21
24, 25
- Memiliki keinginan untuk terus berkembang - Melihat diri sendiri sebagai individu yang berkembang
26, 27
30
29
28
18
12
Jumlah
43
5
5
5
30
3.4
Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software Lisrel 8.70. Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan kriteria hasil CFA yang baik adalah (Umar, 2011): 1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (P>0,05) berarti semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika nilai Chi-Square signifikan (P<0,05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai dengan langkah kedua berikut ini. 2. Jika nilai Chi-Square signifikan (P<0,05), maka dilakukan modifikasi model pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item mengukur selain konstruk yang ingin diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu konstruk/multidimensional). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya. 3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai koefisien positif. Apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
44
faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favourable). 4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk mendapatkan faktor skornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan Adapun rumus T Score yaitu: Tscore = (10 x faktor skor) + 50 Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean. Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. 3.4.1. Uji Validitas Konstruk Komitmen Organisasi Pertama diteliti apakah 24 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur komitmen organisasi. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square=1256.87, df 252, P-value=0.00000, RMSEA=0.142. Oleh karena itu dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item, dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 97 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 186.76, df = 157, P-value = 0.05251, RMSEA = 0.031. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya
45
model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu komitmen organisasi. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Muatan Faktor item Komitmen Organisasi No. item Lamda Error
T-Value
Signifikan
1
0.40
0.07
5.50
V
2
-0.10
0.07
-1.35
X
3
0.33
0.07
4.68
V
4
-0.08
0.08
-1.06
X
5
0.62
0.07
9.03
V
6
0.37
0.08
4.77
V
7
0.59
0.07
8.77
V
8
0.44
0.07
6.05
V
9
0.25
0.08
3.25
V
10
0.20
0.08
2.55
V
11
0.29
0.07
4.00
V
12
-0.26
0.07
-3.52
X
13
0.45
0.07
6.18
V
14
0.40
0.07
5.45
V
15
0.02
0.08
0.23
X
46
16
0.41
0.07
5.59
V
17
0.39
0.08
4.98
V
18
0.26
0.08
3.27
V
19
0.46
0.07
6.11
V
20
0.62
0.07
8.92
V
21
0.32
0.08
3.97
V
22
0.64
0.07
9.47
V
23
0.40
0.07
5.48
V
24
0.40
0.08
-5.92
X
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.4 terdapat 5 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 2, 4, 12, 15, dan 24. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 2, 4, 12, 15, dan 24 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. 3.4.2
Uji Validitas Konstruk Motivasi Kerja
1. Need of Power Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur need of power. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan denagan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chisquare = 36.64, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.178. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item, dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 2 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 3.53, df = 3, P-value =
47
0.31716, RMSEA = 0.030. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu need of power. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Muatan Faktor item Need of Power No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.40
0.09
4.41
V
2
0.59
0.09
6.41
V
3
-0.16
0.09
-1.65
X
4
0.65
0.10
6.76
V
5
0.25
0.09
2.70
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.5 terdapat 1 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 3. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 3 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. 2. Need of Achievement Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur need of achievement. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan denagan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
48
chi-square = 8.61, df = 5, P-value = 0.12574, RMSEA = 0.060. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item, dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 1 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 4.89, df = 3, P-value = 0.29850, RMSEA = 0.033. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu komitmen organisasi. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Muatan Faktor item Need of Achievement No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.99
0.05
19.02
V
2
0.93
0.05
17.08
V
3
0.71
0.06
11.39
V
4
0.32
0.07
4.59
V
5
0.53
0.07
8.02
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.6, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan nilai koefisien t > 1,96.
49
3. Need of Affiliation Pertama-tama, dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur need of affiliation. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 25.53, df = 5, P-value = 0.00011, RMSEA = 0.144. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah hanya dilakukan 2 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 1.28, df = 3, Pvalue = 0.73270, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu need of achievemnet. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Muatan Faktor item Need of Affiliation No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.22
0.11
2.01
V
2
1.02
0.45
2.25
V
3
1.12
0.49
2.28
V
4
0.21
0.11
1.85
X
5
0.31
0.15
2.11
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
50
Dari tabel 3.7 terdapat 1 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 4. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan nilai koefisien t > 1,96. 3.4.3. Uji Validitas Konstruk Psychological Well-Being 1. Self Acceptance Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur self acceptance. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chisquare = 14.12, df = 5, P-value = 0.01484, RMSEA = 0.096. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah hanya dilakukan 2 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 2.91, df = 3, Pvalue = 0.40532, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu self acceptance. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8.
51
Tabel 3.8 Muatan Faktor item Self Acceptance No. Item Lamda Error
T-Value
Signifikan
1
0.34
0.09
3.64
V
2
0.36
0.09
4.12
V
3
0.42
0.12
3.42
V
4
0.71
0.13
5.32
V
5
0.53
0.11
4.99
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.8, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan nilai koefisien t > 1,96. 2. Positive Relation with Others Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur positive relation with others. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan denagan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 20.18, df = 5, P-value = 0.00115, RMSEA = 0.124. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 1 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 5.28, df = 4, Pvalue = 0.26013, RMSEA = 0.040. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu positive relation with others.
52
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9. Tabel 3.9 Muatan Faktor item Positive Relation with Others No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.27
0.09
3.07
V
2
0.45
0.09
5.15
V
3
0.63
0.10
6.59
V
4
0.07
0.09
0.82
X
5
0.65
0.10
6.68
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.9 terdapat 1 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 4. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 4 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. 3. Autonomy Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur positive relation with others. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 10.66, df = 5, P-value = 0.05866, RMSEA = 0.075. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 1 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 2.28, df = 4, P53
value = 0.68454, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu autonomy. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 Tabel 3.10 Muatan Faktor item Autonomy No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.34
0.10
3.35
V
2
0.45
0.12
3.86
V
3
0.14
0.09
1.52
X
4
0.75
0.17
4.47
V
5
0.09
0.9
0.92
X
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.10 terdapat 2 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 3 dan 5. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 3 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. 4. Environmental Mastery Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur environmental mastery. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan denagan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
54
chi-square = 51.87, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.217. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 1 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 6.08, df = 4, P-value = 0.19307, RMSEA = 0.051. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu environtental mastery. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11. Tabel 3.11 Muatan Faktor item Environmental Mastery No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.51
0.11
4.48
V
2
0.31
0.09
3.41
V
3
0.84
0.16
5.19
V
4
0.09
0.08
1.14
X
5
0.09
0.08
1.80
X
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.11 terdapat 2 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 4 dan 5. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) dan valid. Dengan demikian, bobot nilai pada item 4 dan 5 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. 55
5. Purpose in Life Tahap pertama dilakukan uji statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur purpose in life. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chisquare = 159.58, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.394. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 4 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 0.23, df = 1, P-value = 0.63007, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu purpose in life. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12. Tabel 3.12 Muatan Faktor item Purpose in Life No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.84
0.07
11.30
V
2
0.78
0.07
10.73
V
3
1.06
0.11
9.29
V
4
0.59
0.07
8.00
V
5
0.55
0.07
7.64
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
56
Dari tabel 3.12, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan nilai koefisien t > 1,96. 6. Personal growth Tahap pertama uji dilakukan statistik, apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur personal growth. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 122.67, df = 5, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.344. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 3 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 2.70, df = 2, P-value = 0.258.91, RMSEA = 0.042. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) di mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu personal growth. Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian dilakukan dengan melihat t-values bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13. Tabel 3.13 Muatan Faktor item Personal Growth No. Item
Lamda
Error
T-Value
Signifikan
1
0.85
0.08
10.07
V
2
0.73
0.08
9.66
V
3
0.39
0.07
5.34
V
57
4
0.45
0.07
6.13
V
5
0.76
0.09
8.67
V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan Dari tabel 3.13, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan nilai koefisien t > 1,96. 3.5. Teknik Analisis Data Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan Confirmatory Factor Analysis atau CFA, untuk melihat validitas konstruk tiap item serta menguji struktur faktor yang diturunkan secara teoritis. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah bahwa seluruh item bersifat mengukur satu hal yang sama (unidimensional) yaitu konstruk besar yang dimaksud untuk diukur. Analisis faktor adalah alat analisis statistik yang digunakan untuk mengurangi faktor yang mempengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set indikator saja tanpa mengurangi informasi yang berarti. Jika ada item yang tidak valid akan dibuang dan yang valid akan dihitung dan digunakan dalam penelitian.
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel motivasi kerja dan psychological wellbeing terhadap komitmen organisasi, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Berdasarkan hipotesis yang akan diukur, peneliti menggunakan teknik analisis regresi berganda. Teknik regresi berganda atau Multiple Regression adalah teknik 58
statistik yang membentuk model hubungan antara variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas. Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini yatu:
Y’ = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ b6X6+ b7X7+ b8X8+ b9X9+e Y’ =: a + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+ b5X5+ b6X6+ b7X7+ b8X8 Keterangan Y: Dependent Variable (DV) yang dalam hal ini adalah komitmen organisasi a : Konstanta intersep b : Koefisien regresi X1 : Need for Power X2 : Need for Achievement X3 : Need for Affiliation X4 : Self-Accepted X5 : Relation with Others X6 : Autonomy X7 : Environmental Mastery X8 : Purpose in Life X9 : Personal Growth e : Residu Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara komitmen organisasi dengan aspek motivasi kerja dan psychological well-being. Besarnya kemungkinan komitmen organisasi yang disebabkan faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R2 merupakan proporsi varian dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh motivasi kerja dan psychological well-being. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumusan sebagai berikut : Dari analisis Multiple Regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, di antaranya: R2 = SSREG / ∑Y2
59
1.
R2, yang menunjukkan proporsi varians (persentase varian) dari variabel komitmen organisasi yang bisa diterangkan oleh motivasi kerja dan psychological well-being.
2.
Uji hipotesis mengenai signifikansi masing-masing koefisien regresi. Koefisien regresi yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari motivasi kerja dan psychological well-being.
3.
Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang komitmen organisasi jika motivasi kerja dan psychological well-being diketahui. Kemudian untuk membuktikan apakah regresi komitmen organisasi pada
motivasi kerja dan psychological well-being signifikan, maka digunakan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan, dapat dilihat apakah motivasi kerja dan psychological well-being memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi dengan rumus sebagai berikut : F = R2/k (1-R2)/(N-k-1) Keterangan: k = jumlah IV N = jumlah sampel Selanjutnya, hipotesis minor dianalisa melalui penjelasan tentang apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada motivasi kerja dan psychological wellbeing terhadap komitmen organisasi. Caranya yaitu dengan dilakukan uji koefisien regresi dari tiap IV dan DV yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan motivasi kerja dan psychological
60
well-being signifikan terhadap komitmen organisasi secara dimensional atau parsial. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah sebuah IV memberikan kontribusi terhadap DV. Sebelum didapatkan nilai t dari tiap IV, harus didapat dulu nilai standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar Msres dibagi dengan SSx. Setelah didapatkan Sb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t akan dilakukan sebanyak sebelas kali sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan menggunakan rumusan sebagai berikut : T = b / Sb Di mana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan nantinya.
61
62
BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel, hasil pengujian hipotesis, pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varian. 4.1. Analisis Deskriptif 4.1.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel penelitian, maka pada bagian ini akan dijelaskan gambaran umum subjek penelitian berdasarkan tingkatan jenis kelamin dan usia. Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Frekuensi
Presentase
Laki-laki
185
92%
Perempuan
15
8%
Total
200
100%
20<
13
6.5%
20-30
89
44.5%
30-40
44
22%
40-50
35
17.5%
>50
19
9.5%
Jenis Kelamin
Usia
200
Total
100%
Berdasarkan data pada tabel 4.1 bahwa dapat diketahui jumlah sampel sebanyak 200 orang. Jumlah sampel laki-laki sebanyak 185 partisipan atau 92%. Jumlah partisipan perempuan hanya 15 orang atau 8%. Partisipan laki-laki lebih banyak karena penelitian ini dilakukan di PT yang memproduksi berbagai macam alat berat yang mayoritas pegawainya lelaki. Sedangkan untuk jumlah sampel berdasarkan usianya adalah usia dibawah 20 tahun sebanyak 13 orang atau 6.5%, usia 20-30 tahun sebanyak 89 orang atau 44.5%, usia 30-40 tahun sebanyak 44 orang atau 22%, usia 40-50 tahun sebanyak 35 orang atau 17.5%, usia diatas 50 tahun tahun sebanyak 19 orang atau 9.5%. 4.2. Hasil Analisis Deskriptif Pada tabel 4.1 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (DV), nilai maksimum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Komitmen Organisasi
200
20.68
73.51
50.0003
8.90869
Need of Power
200
26.99
68.16
50.0009
8.63852
Need of Achievement
200
10.20
63.53
49.9997
9.39877
Need of Affiliation
200
26.58
69.85
49.9996
7.31606
Self-Acceptance
200
27.40
68.24
49.9998
7.32385
Positive Relation with Others
200
23.98
65.24
50.0005
7.44576
Autonomy
200
22.38
69.71
49.9995
7.19246
63
Environmental Mastery
200
24.24
67.74
50.0005
8.49477
Purpose in Life
200
17.28
64.92
50.0020
9.20106
Personal Growth
200
11.56
64.69
50.0006
9.22528
Valid N (listwise)
200
Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas dapat diketahui pertama-tama bahwa nilai minimum variabel komitmen organisasi ialah sebesar 20.68 dengan nilai maksimum = 73.51, mean = 50.0003, dan SD = 8.90869. Kedua, need of power memiliki nilai minimum = 26.99, nilai maksimum = 68.16, mean = 50.0009, dan SD = 8.63852. Ketiga, need of achievement memiliki nilai minimum = 10.20, nilai maksimum = 63.53, mean = 49.9997, dan SD = 9.39877. Keempat, need of affiliation memiliki nilai minimum = 26.58, nilai maksimum = 69.85, mean = 49.9996, dan SD = 7.31606. Kelima, self-acceptance memiliki nilai minimum = 27.40, nilai maksimum = 68.24, mean = 49.9998, dan SD = 7.32385. Keenam, positive relation with others memiliki nilai minimum = 23.98, nilai maksimum = 65.24, mean = 50.0005, dan SD = 7.44576. Ketujuh, autonomy memiliki nilai minimum = 22.38, nilai maksimum = 69.71, mean = 49.9995, dan SD = 7.19246. Kedelapan, environmental mastery memiliki nilai minimum = 24.24, nilai maksimum = 67.74, mean = 50.0005, dan SD = 8.49477. Kesembilan, purpose in life memiliki nilai minimum = 17.28, nilai maksimum = 64.92, mean = 50.0020, dan SD = 9.20106. Kesepuluh, personal growth memiliki nilai minimum = 11.56, nilai maksimum = 64.69, mean = 50.0006, dan SD = 9.22528.
64
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut
yaitu dengan
menggunakan pedoman sebagai berikut : Tabel 4.3 Pedoman Intepretasi skor Norma
Rentang
Interpretasi
X ≥ Nilai Mean
>50
Tinggi
X< Nilai Mean
<50
Rendah
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentase kategori untuk variabel komitmen organisasi, need of power, need of achievement, need of affiliation, self-acceptance, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. 4.3.1. Kategorisasi komitmen Organisasi Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel komitmen organisasi yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Komitmen Organisasi
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Tinggi
94
47
47
47
Rendah
106
53
53
100.0
Total
200
100.0
100.0
65
Cumulative Percent
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui dari total sampel komitmen organisasi pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 47%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 53%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel komitmen organisasi yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.3.2. Kategorisasi Need of Power Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel need of power yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel Need of Power
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
127
63.5
63.5
63.5
Rendah
73
36.5
36.5
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.5, diketahui dari total sampel need of power pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 63.5%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 36.5%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel need of power yang paling dominan berada pada kategori tinggi. 4.3.3. Kategorisasi Need of Achievement Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel need of achievement yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah.
66
Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Variabel Need of Achievement
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
74
37
37
37
Rendah
126
63
63
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.6, diketahui dari total sampel need of achievement pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 37%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 63%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel need of achievement yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.3.4. Kategorisasi Need of Affiliation Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel need of affiliation yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Variabel Need of Affiliation
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Tinggi
101
50.5
50.5
50.5
Rendah
99
49.5
49.5
100.0
Total
200
100.0
100.0
67
Cumulative Percent
Berdasarkan tabel 4.7, diketahui dari total sampel need of affiliation pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 50.5%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 49.5%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel need of affiliation yang paling dominan berada pada kategori tinggi. 4.3.5. Kategorisasi Self-Acceptance Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel selfacceptance yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.8 Kategorisasi Skor Variabel Self-Acceptance
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
68
34
34
34
Rendah
132
66
66
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.8, diketahui dari total sampel self-acceptance pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 34%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 66%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel self-acceptance yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.3.6. Kategorisasi Positive Relation with Others Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel positive relation with others yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah.
68
Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Variabel Positive Relation with Others
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
70
35
35
35
Rendah
130
65
65
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.9, diketahui dari total sampel positive relation with others pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 35%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 65%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel positive relation with others yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.3.7. Kategorisasi Autonomy Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel autonomy yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.10 Kategorisasi Skor Variabel Autonomy
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
119
59.5
59.5
59.5
Rendah
81
40.5
40.5
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.10, diketahui dari total sampel autonomy pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 59.5%, sementara komitmen organisasi
69
pada kategori yang rendah sebesar 40.5%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel autonomy yang paling dominan berada pada kategori tinggi. 4.3.8. Kategorisasi Environmental Mastery Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel environmental mastery yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Variabel Environmental Mastery
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
142
71
71
71
Rendah
58
29
29
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.11, diketahui dari total sampel environmental mastery pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 71%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 29%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel enviromental mastery yang paling dominan berada pada kategori tinggi. 4.3.9. Kategorisasi Purpose in Life Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel purpose in life yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah.
70
Tabel 4.12 Kategorisasi Skor Variabel Purpose in life
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
78
39
39
39
Rendah
122
61
61
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.12, diketahui dari total sampel purpose in life pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 39%, sementara komitmen organisasi pada kategori yang rendah sebesar 61%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel purpose in life yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.3.10. Kategorisasi Personal Growth Di bagian ini akan ditampilkan tabel yang menunjukkan sebaran variabel personal growth yang dibagi menjadi dua kategori sebagaimana ditunjukkan oleh tabel sebelumnya, yaitu tinggi dan rendah. Tabel 4.13 Kategorisasi Skor Variabel Personal Growth
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
75
37.5
37.5
37.5
Rendah
125
62.5
62.5
100.0
Total
200
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4.13, diketahui dari total sampel personal growth pada kategorisasi tinggi memiliki skor sebesar 37.5%, sementara komitmen organisasi
71
pada kategori yang rendah sebesar 62.5%. Dapat disimpulkan bahwa dari variabel pesonal growth yang paling dominan berada pada kategori rendah. 4.4. Uji Hipotesis Penelitian Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh antara motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi dalam penelitian ini. Analisisnya dilakukan dengan teknik Multiple Regression. Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Alasan digunakannya faktor skor ini adalah untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varian komitmen organisasi yang dijelaskan oleh motivasi kerja dan psychological well-being, kedua apakah secara keseluruhan motivasi kerja dan psychological well-being berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen organisasi, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap motivasi kerja dan psychological well-being. Pengujian hipotesis dilakukan dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah pertama peneliti melihat besaran Rsquare untuk mengetahui berapa persen (%) varians komitmen organisasi yang dijelaskan oleh motivasi kerja dan psychological well-being. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.14.
72
Tabel 4.14 Model Summary Analisis Regresi
Model Summary Std. Error of the Model 1
R
R Square .867a
.752
Adjusted R Square
Estimate
.740
4.54406
a. Predictors: (Constant), Personalgrowth, Needofpower, Autonomy, Needofaffiliation, Self-acceptance, Environmentalmastery, Positiverelationwithothers, Needofachievement, Purposeinlife
Dari tabel 4.14, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.752 atau 75,2%. Artinya proporsi varians dari komitmen organisasi yang dapat dijelaskan oleh semua independent variable adalah sebesar 75.2%, sedangkan 24.8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Selanjutnya dianalisis signifikansi dari seluruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Adapun uji F dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15 Tabel ANOVA pengaruh keseluruhan IV terhadap DV ANOVAb Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 11870.390 9 1318.932 63.876 .000a Residual 3923.207 190 20.648 Total 15793.597 199 a. Predictors: (Constant), Personal growth, Need of power, Autonomy, Need of affiliation, Self-acceptance, Environmental mastery, Positive relation with others, Need of achievement, Purpose in life b. Dependent Variable: Komitmen organisasi
Jika melihat kolom ke enam dari kiri dapat diketahui bahwa jika tabel signifikan (p < 0.05), maka hipotesis nol ditolak. Oleh karena itu hipotesis alternatif yang menyatakan ada pengaruh signifikan seluruh independent variable
73
terhadap komitmen organisasi diterima. Artinya ada pengaruh signifikan dari need of power, need of achievement, need of affiliation, self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth terhadap komitmen organisasi. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable. Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku komitmen organisasi. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.16. Tabel 4.16 Koefisien Regresi Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Need of power Need of achievement Need of affiliation Self-acceptance Positive relation with others Autonomy Environmental mastery Purpose in life Personal growth
B -6.179 .024 -.082 -.133 -.008 .842 .015 .291 .114 .060
Std. Error 4.103 .040 .153 .054 .050 .056 .050 .047 .185 .168
Standardized Coefficients Beta .023 -.087 -.109 -.006 .704 .012 .278 .118 .062
T -1.506 .605 -.539 -2.486 -.153 15.091 .311 6.178 .618 .355
Sig. .134 .546 .591 .014 .878 .000 .756 .000 .538 .723
a. Dependent Variable: komitmen
Dari tabel 4.14, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, dengan melihat nilai sig pada kolom paling kanan (kolom ke-6), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap komitmen organisasi dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya 3 koefisien regresi yang signifikan, hanya need of affiliation, positive relation with others,
74
dan environmental mastery yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut : 1. Variabel Need of Power Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.023 dengan nilai signifikansi sebesar 0.546 (p > 0.05), yang artinya variabel need of power tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. 2. Variabel Need of Achievement Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.087 dengan nilai signifikansi sebesar 0.591 (p > 0.05), yang artinya variabel need of power tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. 3. Variabel Need of affiliation Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.109 dengan nilai signifikansi sebesar 0.014 (p < 0.05), variabel need of affiliation memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Artinya, semakin kecil nilai koefisien regresi maka semakin besar pengaruhnya terhadap komitmen organisasi. 4. Variabel Self-Acceptance Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.006 dengan nilai signifikansi sebesar 0.878 (p > 0.05), yang artinya variabel self-accepance tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. 5. Variabel Positive Relation with Others Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.704 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05), variabel positive relation with others memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Artinya, semakin kecil
75
nilai koefisien regresi maka semakin besar pengaruhnya terhadap komitmen organisasi. 6. Variabel Autonomy Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.012 dengan nilai signifikansi sebesar 0.756 (p > 0.05), yang artinya variabel autonomy tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. 7. Variabel Environmental Mastery Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.278 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05), variabel environmental mastery memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Artinya, semakin kecil nilai koefisien regresi maka semakin besar pengaruhnya terhadap komitmen organisasi. 8. Variabel Purpose in Life Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.118 dengan nilai signifikansi sebesar 0.538 (p > 0.05), yang artinya variabel purpose in life tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. 9. Variabel Personal Gowth Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.062 dengan nilai signifikansi sebesar 0.723 (p > 0.05), yang artinya variabel personal growth tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada komitmen organisasi yaitu:
76
Komitmen organisasi = -6.179 + 0.023*need of power + (–0.087)*need of achievement + (–0.109)*need of affiliation + (-0.006)*selfacceptance + 0.704*positive relation with
others
+
0.012*autonomy
+
0.278*environmental mastery + 0.118*purposein life + 0.062*personal growth 4.5. Proporsi Varian Selanjutnya, dianalisa juga bagaimana penambahan proporsi varians yang disumbangkan oleh masing-masing independent variable (IV) terhadap komitmen organisasi. Pada tabel 4.8 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan R2 yang dihasilkan setelah IV baru ditambahkan, kolom ketiga merupakan penambahan proporsi varians DV yang disumbangkan oleh IV yang baru dimasukkan dalam persamaan, kolom keempat adalah nilai F untuk menguji signifikan atau tidaknya pertambahan varians oleh setiap IV, kolom DF adalah derajat kebebasan IV untuk nilai F yang bersangkutan. Besarnya proporsi varians pada komitmen organisasi dapat dilihat pada tabel 4.17. Tabel 4.17 proporsi varians untuk setiap Independent Variable (IV) Model Summary Change Statistics R Adjusted R Std. Error of the Square Square Estimate
R Square Change
R
1
.089a
.008
.003
8.89544
.008
1.593
1
198
.208
2 3 4 5 6 7 8 9
.541b
.293 .293 .294 .694 .700 .750 .751 .752
.286 .282 .280 .686 .690 .741 .741 .740
7.52777 7.54626 7.55950 4.99081 4.95833 4.53480 4.53365 4.54406
.285 .000 .001 .400 .006 .050 .001 .000
79.482 .036 .314 253.382 3.550 38.734 1.097 .126
1 1 1 1 1 1 1 1
197 196 195 194 193 192 191 190
.000 .851 .576 .000 .061 .000 .296 .723
.542c .543d .833e .836f .866g .867h .867i
a. Predictors: (Constant), nop
77
F Change
df1
df2
Sig. F Change
Model
b. Predictors: (Constant), nop, noa c. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf d. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self e. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self, positive f. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self, positive, autonomy g. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self, positive, autonomy, ema h. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self, positive, autonomy, ema, pil i. Predictors: (Constant), nop, noa, noaf, self, positive, autonomy, ema, pil, personal
1.
Variabel need of power memberikan sumbangan sebesar 0.8% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 1.593, df1 = 1, dan df2 = 198 dengan sig. F Change = 0.208 (p > 0.05).
2.
Variabel need of achievement memberikan sumbangan sebesar 28.5% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 79.482, df1 = 1, dan df2 = 197 dengan sig. F Change = 0.000 (p < 0.05).
3.
Variabel need of affiliation memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 0.036, df1 = 1, dan df2 = 196 dengan sig. F Change = 0.851 (p > 0.05).
4.
Variabel self-acceptance memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 0.314, df1 = 1, dan df2 = 195 dengan sig. F Change = 0.576 (p > 0.05).
5.
Variabel positive relation with others memberikan sumbangan sebesar 40% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut signifikan dengan
78
F Change = 253.382, df1 = 1, dan df2 = 194 dengan sig. F Change = 0.000 (p < 0.05). 6.
Variabel autonomy memberikan sumbangan sebesar 0.6% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 3.550, df1 = 1, dan df2 = 193 dengan sig. F Change = 0.061 (p > 0.05).
7.
Variabel environmental mastery memberikan sumbangan sebesar 5% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F Change = 38.734, df1 = 1, dan df2 = 192 dengan sig. F Change = 0.000 (p < 0.05).
8.
Variabel purpose in life memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change = 1.097, df1 = 1, dan df2 = 191 dengan sig. F Change = 0.296 (p > 0.05).
9.
Variabel personal growth memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians komitmen organisasi. Sumbangan tersebut signifikansi dengan F Change = 0.126, df1 = 1, dan df2 = 190 dengan sig. F Change = 0.723 (p > 0.05). Dengan demikian, terdapat tiga dari sembilan IV, yaitu need of
achievement, positive relation with others, dan environmental mastery yang yang memberikan sumbangan secara signifikan terhadap komitmen organisasi berdasarkan R2 yang diperoleh.
79
80
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan. Bab ini terdiri atas kesimpulan, diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis, diperoleh kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada pengaruh yang signifikan dari need of power, need of achievement, need of affiliation,
self-acceptance,
positive
relation
with
others,
autonomy,
environmental mastery, purpose in life, dan personal growth terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan proporsi varian seluruhnya, komitmen organisasi dipengaruhi oleh independent variable (IV) sebesar 75.2%. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi setiap koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya ada tiga dari sembilan variabel koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi komitmen organisasi yaitu need of affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery terhadap komitmen organisasi. 5.2. Diskusi Variabel yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi cukup banyak, beberarapa diantaranya yaitu, individual values, achievement, kepuasan kerja, psychological capital, budaya organisasi¸ dan psychologcal attachment. Menurut Cohen dan Shamai (2010) menemukan ada hubungan positif antara achievement
dan komitmen organisasi. Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa psychological attachment memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi (O’Reilly dan Chatman, 1986). Tetapi pada penelitian ini hanya dikhususkan dua variabel yaitu motivasi kerja dan psychological well-being. Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis, dibuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan need for affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery terhadap komitmen organisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Lori L. Moore (2010) yang meneliti 3 dimensi motivasi kerja yang mempengaruhi komitmen organisasi diantaranya need for affiliation yaitu kebutuhan pegawai untuk menjalin berhubungan baik dengan lingkungan sekitar. Menurut Lori, melalui komunikasi yang baik dapat menambah teman baru, mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan kecekatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Raesi et.al. (2012), bahwa variabel need for affiliation sebagai bagian dari motivasi kerja memiliki peran penting terhadap komitmen organisasi kerja. Selanjutnya dikatakan bahwa, berkomunikasi dengan orang sekitar akan meningkatkan perasaan bahagia dan motivasi kerja. Penelitian ini menemukan tidak hanya need for affiliation sebagai faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi tetapi need for achievement juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi komitmen organisasi. Jadi, penelitian telah membuktikan bahwa need for achievement dan need for affiliation merupakan faktor penting untuk meningkatkan motivasi pegawai.
81
Penelitian David (1991) membuktikan bahwa kekuatan atau power motivation pengaruhnya lebih signifikan dibanding need for achievement dan need for affiliation. Sama halnya dengan need for power, power motivation adalah keinginan pegawai untuk memimpin dan mengatur sesuai dengan kehendaknya. Pada penelitian ini need for affiliation yang mempengaruhi komitmen organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh David. Penelitian yang dilakukan oleh Tella et.al. (2007) tidak sejalan dengan penelitian ini. Tella et.al. (2007) mengungkapkan terdapat hubungan negatif antara motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Hubungan negatif antara motivasi kerja terhadap komitmen organsisasi dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor yakni kurangnya nilai-nilai perusahaan pada pegawai dan ketidakpercayaan pegawai dengan perusahaan. Selain variabel motivasi kerja, yang mempengaruhi komitmen organisasi yakni
psychological
well-being.
Psychological
well-being
memberikan
sumbangan yang cukup signifikan kepada komitmen organisasi. Terdapat dua dimensi yang nilainya signifikan dalam mempengaruhi komitmen organisasi yaitu positive relation with other dan environmental mastery. Sejauh ini peneliti belum menemukan artikel yang dapat di dukung oleh penelitian ini, dikarenakan pada umumnya peneliti terdahulu menjadikan psychological well-being secara utuh dan tidak mengukur setiap dimensinya dalam melihat sejauh mana psychological wellbeing mempengaruhi komitmen organisasi.
82
Penelitian mengenai hubungan antara psychological well-being dan organizational commitment sebelumnya dilakukan oleh Rathi (2011), namun dalam penelitiannya, Rathi tidak melihat hubungan per dimensi seperti yang peneliti lakukan. Rathi menemukan pengaruh yang positif antara psychological well-being yang mengontrol efek dari variabel usia, lama bekerja, dan tingkat pendidikan terhadap affective commitment dan normative commitment. Dikatakan bahwa alasan mengapa psychological well-being (PWB) dapat mempengaruhi komitmen
organisasi
adalah
karena
psychological
well-being
dapat
mempengaruhi persepsi individu, mengingat kembali informasi mengenai pekerjaan, dan pengalaman mereka dalam organisasi. Hal ini memungkinkan individu yang memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi melihat lingkungan pekerjaan mereka lebih positif dibandingkan individu yang memiliki psychological well-being yang rendah. Pada penelitian Cohen dan Shamai (2009) yang meneliti hubungan antara psychological well-being (PWB) terhadap komitmen organisasi juga tidak menjelaskan seberapa jauh independent variable mempengaruhi dependent variable. Penelitiannya menerangkan bahwa ada hubungan negatif antara PWB terhadap komitmen organisasi. Pengaruh negatif yang diberikan PWB terhadap komitmen organisasi disebabkan beberapa faktor yaitu, nilai-nilai organisasi dan lingkungannya, aturan organisasi dan pekerjaan organisasi. Menurut Cohen dan Shamai pada faktor yang disebutkan tadi terkadang tidak ada harmonisasi atau pun keselarasan.
83
Penelitian yang dilakukan Gholam R. Sadrabadi et.al. (2014) tidak menjelaskan pengaruh setiap dimensi melainkan hanya PWB saja. Gholam menjelaskan bahwa penelitiannya menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara PWB terhadap ketiga dimensi komitmen organisasi. Disebutkan pada penelitiannya, karyawan berkomitmen pada organisasi karena karyawan memiliki kepercayaan dan menerima tujuan perusahaan itu yang kemudian berusaha untuk mencapai tujuan bersama-sama. Hal ini mengakibatkan adanya keterikatan secara emosional dengan organisasi, sehingga membuat karyawan ingin tetap berkerja di satu tempat yang sama dalam jangka waktu yang lama. Jika dilihat pada tabel kategorisasi komitmen organisasi, karyawan yang memiliki skor tinggi lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki skor rendah pada perilaku komitmen organisasi, yaitu sebesar 53% untuk perilaku komitmen rendah dan untuk skor tinggi didapat 47%. Artinya masih ada karyawan yang memiliki perilaku komitmen organisasi yang tergolong rendah. Hal itu terjadi bisa dikarenakan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi perilaku komitmen organisasi di PT. Kiriu Indonesia. Secara keseluruhan pada penelitian ini, pengaruh keseluruhan IV (need of power, need of achievement, need of affiliation, self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth) terhadap DV (komitmen organisasi) sebesar 75.2%, sedangkan 24.8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
84
5.3. Saran Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain, kuisioner dibagikan saat jam makan siang jadi ada kecendrungan subjek penelitian tidak fokus dalam mengerjakan kuisioner. Kuisioner dititipkan oleh staf HRD dan dikembalikan lebih lama dibandingkan dengan kuisioner yang dibagikan langsung. Masih ada beberapa item kuisioner yang tidak dimengerti oleh subjek penelitian. 5.3.1. Saran Metodologis 1.
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan yaitu karyawan PT. Kiriu Indonesia. Dengan hasil bahwa variabel yang mempengaruhi komitmen organisasi yaitu need for affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery sedangkan variabel need for power, need for achievement, self acceptance, autonomy, purpose in life, dan personal growth pengaruhnya kecil terhadap komitmen organisasi. Hal ini dimungkinkan karena faktor populasi dan sampel. Untuk itu pada penelitian selanjutnya, populasi dan sampel diperluas, dengan harapan hasilnya dapat lebih baik.
2.
Subjek pada penelitian ini yaitu buruh pabrik, disarankan penelitian selanjutnya subjek peneitian dapat diperluas dengan melibatkan pegawai kantor sehingga dimungkinkan akan diperoleh hasil yang lebih maksimal.
85
3.
Gambaran subjek dalam penelitian ini hanya melihat jenis kelamin, tidak memasukan unsur seperti usia dan lama berkerja. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perbandingan jumlah sampel dipertimbangkan agar seimbang dari segi jenis kelamin, usia dan lama berkerja agar gambaran yang diperoleh dapat lebih akurat. Serta memasukan elemen lain seperti jabatan pegawai pada PT atau perusahaan yang menaunginya.
4.
Variabel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja dan psychological
well-being.
Untuk
Penelitian
selanjutnya
diusahakan
menambahkan variabel lain, karena perilaku komitmen organisasi memiliki faktor lain yang mempengaruhi seperti kepuasan kerja, iklim kerja, psychological attachmet, dan psychology capital. Mungkin bisa juga ditambahkan variabel islam pada penelitian selanjutnya. 5.
Literatur dalam penelitian ini cukup terbatas, terlebih lagi artikel mengenai psychological well-being. Disarankan untuk menemukan dan menggunakan artikel psychological well-being lebih banyak lagi agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
5.3.2. Saran Praktis 1.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh dari variabel need of affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya agar dipertimbangkan kepada PT atau perusahaan
manapun
dalam
menumbuhkan
memperhatikan aspek tersebut diatas.
86
komitmen
organisasi
2.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa need of affilition signifikan mempengaruhi komitmen organisasi. Diharapkan kedepannya kepada perusahaan agar lebih membuat karyawan lebih dekat satu sama lain dengan mempertimbangkan dibuatnya kelompok kecil untuk menjalankan pekerjaan secara bersama-sama.
3.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa positive relation with others dan environmental
mastery
secara
signifikan
mempengaruhi
komitmen
organisasi. Maka disarankan agar perusahaan dapat membuat hubungan yang positif dengan karyawan dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
87
DAFTAR PUSTAKA
Alhaji, I.A., & Fauziah, W. (2012). Does motivational factor influence organizational commitment and effectiveness? a review of literature. Journal of Business Management and Economics. 3(1), 001-009. Alimohammadi, M., & Neyshabor, A.J. (2013). Work motivation and organizational commitment among iranian police. International journal of research in organizational behavior and human resource management. 1(3), 1-12. Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of occupational psychology. 63(1), 1-18. Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1991). Three component conseptualization of organizational commitment. Human resource management review. 1(1), 61-89. Cohen, A., & Shamai, O. (2009). The relationship between individual values, psychological well-being, and organizational commitment among Israeli police officers. International journal of police strategies and management. 33(1), 30-51. DOI 10.1108/13639511011020584 Eslami, J., & Gharakhani. (2012). Organizational commitment and job satisfaction. ARPN journal of science and technology. 2(2), 85-91. Gagne, M., & Deci, E.L. (2005). Self-determination theory and work motivation. Journal of organization behavior. 26(1), 331-362. Gupta, M.A., Vohra, N., & Bhatnagar. (2010). Perceived organizational support and organizational commitment: the mediational influence of psychological well-being. Journal of business and management. 16(2), 105-124. Henderson, L.W., & Knight, T. (2012). Integrating the hedonic and eudaimonic perspectives to more comprehensively understand wellbeing and pathways to wellbeing. International Journal of Wellbeing. 2(3), 196221. DOI: 10.5502/ijw.v2i3.3 Jaros, S. (2007). Meyer and Allen model of organizational commitment: measurement issues. The lcfai journal of organizational behavior. 6(4), 7-26.
88
Jex, S.M. (2002). Organizational psychology: a scientist-practitioner approach. New York. Jhon Wiley & Sons inc. Levy, Paul E. (2006). Industrial and organizational psychology understanding the workplace, second edition. Boston. Houghton Mifflin Company. Lunenburg, C.F. (2011). Expectancy theory of motivation: motivating by altering expectations. International journal of management, business, and administration. 15(1), 1-6. DOI: 10.1177/095207670602100105 Martin, A., & Roodt, G. (2008). Perception of organisational commitment, job satisfaction and turnover intention in a post-merger South African tertiary institution. SA journal of industrial psychology. 34(1), 23-31. Meyer, J.P., & Maltin, E.R. (2010). Employee commitment and well-being: a critical review, theoretical framework and research agenda. Journal of vocational behavior. 77, 323-337. DOI :10.1016/j.jvb.2010.04.007 Meyer, J.P., Stanley, D.J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). of affective, continuance and normative commitment to the organization: a meta-analysis of antecedents, and consequences. Journal of vocational behavior. 61(1), 20-52. DOI:10.1006/jvbe.2001.1842 Meyer, J.P., Vandenberghe, C., & Becker, T.E. (2004). Employee commitment and motivation: a conceptual analysis and integrative model. Journal of applied psychology. 89(6), 991-1007. DOI: 10.1037/0021-9010.89.6.991 Molix, L.A., & Nichols, C.P. (2013). Satisfaction of basic psychological needs as a mediator of the relationship between community esteem and wellbeing. International journal of wellbeing. 3(1), 20-34. DOI:10.5502/ijw.v3i1.2 Moore, L.L. (2010). Using achievement motivation theory to explain student participation in a residential leadership learning community. Journal of leadership education. 9(2), 22-34. Mowday, R.T., & Steers, R.M. (1979). The measurement of organizational commitment. Journal of vocational behavior. 14(1), 224-247. DOI: OOOI-8791/79/020224-24$02 O’Reilly, C., & Chatman, J. (1986). Organizational commitment and psychological attachment: the effects of compliance, identification, and internalization on prosocial behavior . American Psychological Association. 71(3), 492-499. DOI: 0021-9010/86/$00.75
89
Raesi, M., Hadadi, N., Faraji, R., & Salehian, M.H. (2012). McClelland’s motivational needs: A case study of physical education teachers in West Azarbaijan. European Journal of Experimental Biology.2(4), 1231-1234. Rathi, N. (2011). Psychological well-being and organizational commitment: exploration of the relationship. Working paper of Amrita schoolof business. Robertson, I.T., & Cooper, C.L. (2009). Full engagement: the integration of employee engagement and psychological well-being. Leadership & Organization development journal. 31(4), 324-336. DOI 10.1108/01437731011043348 Ryan, R.M., & Deci, E.L. (2001). on happiness and human potentials: a review of research on hedonic and eudaimonicwell-being. Annual review of psychology. 52(1), 141-166. DOI: 0066-4308/01/0201-0141$14.00 Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology. 57(6), 1069-1081. DOI: 0022-3514/89/SOO. 75 Ryff, C.D., & Keyes, C.L. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of personality and social psychology. 69(4), 719-727. DOI: 0022-3514/95/ SOO. 35 Sadrabadi, G.R.S., Daryabor, A., Eghbali, L., & Allameh, S.M. (2014). Investigating the role of organizational commitment and religius attitudes in psychological well-being of shiraz municipal employee. Journal of social issues and humanities. 2(4), 63-67. Sarwono, S.W. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta. PT RajaGrafindo persada. Sersic, D.M. (1999). An empirical test of Meyer and Allen’s three-component model of organizational commitment in a Croatian context. Review of psychology. 6(1-2), 17-24. Simo, P., Enache, M., Leyes, J.M.S., & Alarcon, V.R. (2010). Analysis of the relation between subjective career success, organizational commitment and the intention to leave the organization. Transylvanian Review of Administrative Sciences. 29(1), 144-158. Sinclair, R.R., Tucker, J.S., Cullen, J.C., & Wright, C. (2005). Performance Differences Among Four Organizational Commitment Profiles. Journal
90
of applied psychology. 9010.90.6.1280
90(6),
1280-1287.
DOI:
10.1037/0021-
Singh, B., & Gupta, P.K. (2008). Organisational commitment: revisted. Journal of the Indian academy of applied psychology. 34(1), 57-68. Singh, P. (2012). Increasing productivity with motivation in the workplace. Journal of researching commerce and management. 2(6), 27-32. Spangler, W.D. (1992). Validity of questionerand TAT measure of need for achievement two meta-analyse. Psychological bulletin. 112(1), 140-154. DOI: 0033-2909/92/S3.00
Suma, S., & Lesha, J. (2013). Job satisfaction and organizational commitment: the case of shkodra municipality. European scientific journal.19(17), 41-51. Tella, A., Ayeni, C.O., & Popoola, S.O. (2007). Work motivation , job satisfaction, and organisational commitment of library personnel in academic and research libries in Oyo State, Nigeria. Library philosophy and practice. 1-17. Winter, D.G. (1991). A motivational model of leadership: predicting long-term management succses from TAT measure of power motivation and responsibility. Leadership quarterly. 2(2), 67-80. http://industri.bisnis.com/read/20130711/12/150146/inilah-alasan-karyawantidak-betah-kerja-lama-di-satu-perusahaan
91