PENGAR RUH KAR RAKTERIS STIK ORA ANGTUA DAN SEKOLAH TERHADAP P TINGKA AT KEPUA ASAN PE ELAYANA AN PENDID DIKAN DA ASAR
ATIKA RAHM MA
DEPA ARTEME EN ILMU KELUARG K GA DAN KONSUM MEN FAK KULTAS E EKOLOG GI MANUS SIA INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2010
ABSTRACT ATIKA RAHMA. The Effect of Parents and School Characteristics Toward Satisfaction Level of Basic Education School as a formal education institution has an important function to build human resources. To reach this goal, school should provide a good education services. The aim of this study is to analyze factors that influencing satisfaction level of basic education services. This study was used a cross sectional design and carried out at four Sub-District of Indramayu District that chosen purposively, they are Indramayu and Sindang Sub-District (town), also Kandanghaur and Karangampel Sub-District (out of town). Sample of this study were 126 students of elementary and secondary school. The result of observation show that the condition of school facility included a medium category. Parents in elementary and secondary school in town and out of town felt satisfy toward basic education services, but parents in secondary school and town have more satisfied than in elementary school and out of town. Based on Importance and Performance Analysis (IPA), the attributes of education services that must repaired are student toilets, chair and desk, library, BOS fund and BOS fund of books. The attribute that must repaired in particular at elementary school is information to parents about performance of their children, whereas attribute of blue uniform cost must repaired by secondary school. While special for secondary school in out of town that must repaired is maintenance of school building. Logistic regression analysis show factors that influence of parent satisfaction level (CSI indicator) are family size, father’s age, and school facility. While, family size, length of father education, valuation father toward education services, and CSI score influence parent satisfaction level (direct reported satisfaction). Key words: School Facility, Importance and Performance Analysis (IPA), Consumer Satisfaction Index (CSI), Satisfaction Level.
RINGKASAN ATIKA RAHMA. I24052192. Pengaruh Karakteristik Orangtua dan Sekolah Terhadap Tingkat Kepuasan Pelayanan Pendidikan Dasar. Dibimbing oleh HARTOYO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik orangtua dan sekolah terhadap tingkat kepuasan pelayanan pendidikan dasar. Tujuan khusus penelitian adalah (1) mengidentifikasi karakteristik orangtua dan sekolah, (2) menganalisis tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar dengan metode pertanyaan langsung (direct satisfaction reported) dan metode derived satisfaction yaitu menggunakan CSI (Consumer Satisfaction Index), (3) menganalisis kinerja atribut pelayanan pendidikan dasar dengan menggunakan IPA (Importance Performance Analysis), dan (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar. Penelitian ini menggunakan data dari penelitian Puspitawati et al. (2009) ”Survey Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah”. Disain yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di empat kecamatan Kabupaten Indramayu yang dipilih secara purposive yaitu Kecamatan Indramayu dan Kecamatan Sindang (kota), serta Kecamatan Karangampel dan Kecamatan Kandanghaur (luar kota). Dari 400 contoh yang digunakan pada penelitian Puspitawati et al. kemudian dipilih secara purposive dengan pertimbangan pengisian kuesioner dilakukan oleh ayah dan ibu, sehingga didapatkan sebanyak 126 contoh dengan 58 contoh SD dan 68 contoh SMP. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji deskriptif, IPA, CSI, korelasi Pearson, dan regresi logistik. Tempat tinggal responden menyebar hampir seimbang antara kota dan luar kota. Berdasarkan kelompok umur, responden ayah di kota dan luar kota berada pada kategori dewasa madya, sedangkan responden ibu baik di kota dan luar kota merupakan kategori dewasa awal. Tingkat pendidikan responden ayah adalah tidak tamat SD (kota) dan tamat SMA (luar kota), sedangkan ibu mayoritas tingkat pendiidkannya adalah tidak tamat SD. Pekerjaan ayah di kota dan luar kota adalah sebagai buruh, baik buruh nelayan maupun buruh tani. Sementara itu, responden ibu di kota dan luar kota mayoritas tidak memiliki pekerjaan. Jumlah anggota keluarga responden di kota maupun di luar kota termasuk ke dalam kategori keluarga sedang, yaitu 5 – 7 orang per keluarga. Pendapatan per kapita proporsi terbesar untuk responden kota dan di luar kota termasuk ke dalam kategori di bawah garis kemiskinan. Persepsi responden terhadap pendidikan dasar, baik responden di kota maupun di luar kota termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi. Hasil observasi menunjukkan bahwa sarana dan prasarana sekolah yang kualitasnya masih rendah adalah toilet dan tempat cuci tangan untuk laki-laki dan perempuan terpisah (kota dan luar kota), kamar ganti siswa laki-laki dan perempuan terpisah (kota dan luar kota), ruang bimbingan konseling (luar kota), pemajangan hasil karya siswa (kota dan luar kota), pengaturan ruangan bersifat tradisional (kota dan luar kota), pemajangan kondisi keuangan sekolah (kota dan luar kota), pemajangan profil sekolah (luar kota), pemajangan data siswa penerima beasiswa (kota dan luar kota), data guru dan tenaga administrasi terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota), data komite sekolah terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota), anggota komite sekolah 40 persen perempuan (kota
dan luar kota), data pelatihan guru terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota) dan ada wakil kepala sekolah (kota). Secara umum kondisi fasilitas di SD dan SMP, kota dan luar kota termasuk ke dalam kategori sedang. Tingkat kepuasan yang dilaporkan langsung (direct reported satisfaction) menunjukkan bahwa baik responden di SD maupun di SMP memilki tingkat kepuasan cukup puas dan puas terhadap sembilan atribut pelayanan pendidikan dasar. Bila dikelompokkan, baik ayah dan ibu di SD maupun di SMP termasuk ke dalam kategori puas, namun ayah dan ibu yang lebih banyak merasa puas terhadap pelayanan pendidikan berada pada kelompok contoh SMP. Sementara itu, berdasarkan lokasi tempat tinggal, responden di kota dan di luar kota memiliki tingkat kepuasan yang sama dalam menilai sembilan atribut pelayanan pendidikan, kecuali pada atribut kondisi fasilitas fisik, responden di kota termasuk kategori puas, sedangkan di luar kota cukup puas. Responden ayah dan ibu di kota dan luar kota termasuk ke dalam kategori puas dan yang lebih banyak yang merasa puas adalah responden ibu dan ayah di kota. Pengukuran tingkat kepuasan metode derived satisfaction dengan menggunakan CSI menghasilkan skor skor 0.709, artinya responden merasa puas terhadap pelayanan pendidikan dasar yang disediakan sekolah. Berdasarkan tingkat pendidikan contoh (SD dan SMP) dan lokasi tempat tinggal (kota dan luar kota) responden ayah dan ibu di termasuk ke dalam kategori puas terhadap pelayanan pendidikan. Bila diteliti kembali, tingkat kepuasan ayah dan ibu di kota lebih besar dibandingkan tingkat kepuasan ayah dan ibu di luar kota. Hasil Importance and Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa atribut yang perlu diperbaiki untuk tingkat SD dan SMP serta wilayah kota dan luar kota adalah keberadaan toilet untuk siswa, meja dan bangku sekolah yang baik, perpustakaan yang memadai dan pengadaan dana BOS serta BOS buku. Atribut pelayanan pemberian informasi mengenai perkembangan anak kepada orangtua perlu diperbaiki oleh sekolah khusus di tingkat SD, sedangkan atribut berkaitan dengan orangtua mengeluarkan biaya seragam putih biru perlu diperbaiki oleh sekolah khusus ditingkat SMP. Sementara itu, khusus untuk sekolah tingkat SMP di luar kota, atribut yang perlu diperbaiki adalah pemeliharaan bangunan dan halaman sekolah. Analsis regresi logistik menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kepuasan (indikator CSI) orangtua adalah jumlah anggota keluarga, umur ayah dan kondisi sekolah. Sementara itu faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kepuasan (direct reported satisfaction) adalah jumlah anggota keluarga, lama pendidikan ayah, penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar, dan skor CSI. Strategi yang perlu dilakukan sekolah dalam meningkatkan kepuasan orangtua terhadap pendidikan sekolah adalah perlunya perbaikan fasilitas sekolah (hasil analisis IPA), pemberian dana BOS dan BOS buku disesuaikan dengan karakteristik keluarga, seperti keluarga yang jumlah anggotanya lebih banyak dan pendapatan perkapitanya dibawah garis kemiskinan lebih diprioritaskan. Selain itu, perlu dilakukan pemasaran sosial untuk menyadarkan kepada orangtua bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap biaya pendidikan sekolah anaknya. Untuk penelitian selanjutnya, dalam mengukur kepuasan orangtua, lebih baik menggunakan metode derived satisfaction dan orangtua yang dijadikan responden adalah ayah. Batas skor CSI juga sebaiknya menggunakan skor baru yang telah disesuaikan berdasarkan lokasi yaitu 0.00 – 0.42 untuk kategori tidak puas di wilayah luar kota dan 0.00 – 0.41 untuk kategori tidak puas di wilayah kota.
PENGARUH KARAKTERISTIK ORANGTUA DAN SEKOLAH TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR
ATIKA RAHMA
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: PENGARUH SEKOLAH
KARAKTERISTIK TERHADAP
ORANGTUA
TINGKAT
PELAYANAN PENDIDIKAN DASAR Nama Mahasiswa
: ATIKA RAHMA
NRP
: I24052192
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr.Ir.Hartoyo. MSc NIP. 19630714 198703 1002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr.Ir.Hartoyo. MSc NIP. 19630714 198703 1002
Tanggal lulus :
DAN
KEPUASAN
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah dengan baik. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, nasehat, kesabaran, kesempatan, dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih Pak telah memberikan banyak pelajaran hidup, semangat rasa ingin tahu dan optimisme kepada saya untuk menyelesaikan skripsi.
2.
Dr. Ir Herien Puspitawati, M.Sc dan Irni Rahmayani Johan, SP., MM. atas kesediaanya dan waktunya untuk menjadi penguji penulis.
3.
Tin Herawati, SP, M.Si. atas dukungan, bantuannya dan ilmunya sehingga saya mendapatkan kemudahan dalam melakukan penelitian dan mengolah data.
4.
Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas bantuannya dalam bidang akademik.
5.
Megawati Simanjuntak, SP, MSi selaku dosen pemandu seminar atas waktu, masukan yang telah diberikan kepada penulis selama seminar.
6.
Bapa dan Mama tercinta yang selalu dan tak pernah putus memberikan doanya agar penulis diberikan kelancaran dalam menyelesaikan studinya. Penghargaan tertinggi atas kasih sayang dan pengorbanan mereka dalam mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis untuk menjadi orang yang bermanfaat. Terima kasih atas semuanya dan semoga Allah SWT memebrikan tempat terbaik untuk Mama.
7.
Kakak dan adeku tersayang: A Iwan dan Eneng yang telah memberikan keceriaan, dukungan materil, keprecayaan, semangat dan do’a agar penulis bisa melakukan hal yang terbaik.
8.
Tim Peneliti ”Survey Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah”, Bu Herien, Pak Hartoyo, Bu Tin, Pak Ma’mun dan Bu Melly atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk turut serta dalam pengambilan data dan menggunakan sebagian datanya.
9.
Teman-teman IKK’42: Astro, Dini, Sri, Ane, Eka, Bu Endah. Terima kasih atas waktunya menemaniku di kala senang dan susah.
10. Uwaku dan sepupu-sepupuku atas keceriaan dan semangat yang diberikan. 11. Teman-teman B09 dan TPB: Ino, Ntrie, Chika, Ayou dan Tia atas perhatiannya dan dukungannya. 12. Semua pihak yang telah berkenan berpartisipasi. Semoga Allah membalas kebaikan saudara dengan hal yang lebih baik. Amin. Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidaklah luput dari kesalahan. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperbaikinya. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2010
Atika Rahma
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 09 Oktober 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muchyi Anwar dan Zainatul Milah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Teluk Pucung Asri III pada tahun 1999. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 01 Bekasi dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 01 Bekasi. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis berhasil diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia dengan Minor Komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Pengantar Ilmu Keluarga tahun ajaran 2009/2010. Selain itu, penulis pernah menjadi 10 finalis dalam seleksi Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) bidang pendidikan Tahun 2008. Penulis merupakan ketua dari Klub Konsumen tahun 2006-2007 dan Sekretaris Divisi Hubungan Masyarakat dan Informasi (HUMASI) tahun 2007-2008 Himpunan Mahasiswa Ilmu (HIMAIKO).
Keluarga dan Konsumen
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Pendidikan Nasional ...................................................... Tiga Pilar Pendidikan .......................................................... Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) ............................. Standar Nasional Pendidikan .............................................. Pendidikan Dasar sebagai Bentuk Jasa ......................................... Teori Kepuasan Pelanggan ............................................................. Pengukuran Kepuasan Pelanggan ..................................... Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan ................ Strategi peningkatan kepuasan pelanggan .........................
6 8 11 11 14 16 19 23 25
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................
28
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu penelitian ............................................ Contoh dan Cara Penarikan Contoh................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................. Pengolahan dan Analisa Data ......................................................... Definisi Operasional.........................................................................
31 31 32 33 37
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian ..................................................... Karakteristik Contoh ........................................................................ Karakteristik Keluarga Contoh ......................................................... Kondisi Fasilitas Sekolah ................................................................. Kepuasan Orangtua ........................................................................ Kepuasan yang Dialporkan Langsung ................................ Derived Satisfaction ............................................................ Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja ........................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan .........................................................
39 41 42 48 57 57 61 63
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
80
LAMPIRAN ..................................................................................................
82
69
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jenis dan cara pengumpulannya .........................................................
32
2
Skor tingkat kepentingan dan tingkat kinerja .......................................
33
3
Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) ..........................................
36
4
Identifikasi jenis sekolah ......................................................................
40
5
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh ..............................
41
6
Sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggal ......................
42
7
Sebaran responden berdasarkan umur ...............................................
43
8
Sebaran responden berdasarkantingkat pendidikan ...........................
44
9
Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan ...............................
44
10 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ................
45
11 Sebaran responden berdasarkan garis kemiskinan ............................
46
12 Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap pendidikan dasar
47
13 Sebaran responden berdasarkan kategori persepsi terhadap pendidikan dasar ................................................................................. 14 Sebaran kondisi fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah......
48 49
15 Sebaran kategori fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah ....
50
16 Sebaran pembelajaran dan pengajaran di sekolah berdasarkan lokasi sekolah ......................................................................................
51
17 Sebaran kategori pembelajaran dan pengajaran di sekolah berdasarkan lokasi sekolah .................................................................
52
18 Sebaran kondisi manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah .....
54
19 Sebaran kategori manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah ...
56
20 Sebaran kondisi tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah .........
56
21 Sebaran kategori tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah .......
57
22 Sebaran kondisi fasilitas sekolah berdasarkan lokasi sekolah .............
57
23 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh .................................
58
24 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan lokasi sekolah ....................................................
59
25 Sebaran responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat kepuasan ......
60
26 Sebaran tingkat kepuasan responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat pendiidkan contoh ....................................................................
60
27 Sebaran tingkat kepuasan responden berdasarkan lokasi sekolah ....
61
28 Crosstab tingkat kepuasan ibu dengan kepuasan ayah ......................
61
29 Sebaran responden berdasarkan indeks kepuasan (CSI) ...................
61
30 Sebaran kepuasan responden (CSI) berdasarkan tingkat pendidikan contoh ..................................................................................................
62
31 Sebaran kepuasan responden (CSI) berdasarkan lokasi sekolah ......
62
32 Crosstab indeks kepuasan ibu dengan indeks kepuasan ayah ...........
63
33 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan orangtua (CSI dan Direct Reported Satisfaction) ........................................................
71
34 Evaluasi metode pengukuran kepuasan .............................................
78
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram proses kepuasan pelanggan .................................................
18
2
Diagram kesenjangan kualitas jasa .....................................................
21
3
Kerangka pemikiran .............................................................................
30
4
Kerangka pengambilan contoh ............................................................
32
5
Diagram kartesius (Importance and Performance Analisys) ...............
35
6
Analisis tingkat kepentingan dan kinerja di sekolah dasar ..................
65
7
Analisis tingkat kepentingan dan kinerja di sekolah menengah pertama 66
8
Analisis tingkat kepentingan dan kinerja sekolah di kota ....................
68
9
Analisis tingkat kepentingan dan kinerja sekolah di luar kota .............
69
10 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan orangtua ...........
74
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta lokasi penelitian ...........................................................................
83
2
Daftar nama sekolah dan lokasi sekolah .............................................
84
3
Hasil uji reliabilitas ...............................................................................
85
4
Kondisi fasilitas fisik sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh
86
5
Kategori fasilitas fisik sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh
87
6
Kondisi pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh ...............................................................................
88
Kategori pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh ...............................................................................
89
8
Kondisi manajemen sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh
90
9
Kategori manajemen sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh
91
7
10 Kondisi tata tertib sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh......
92
11 Kategori tata tertib sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh ...
93
12 Kondisi fasilitas sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh ........
94
13 Penghitungan skor CSI ........................................................................
95
14 Atribut pelayanan pendidikan dasar ....................................................
97
15 Uji korelasi Pearson .............................................................................
99
16 Uji regresi logistik ................................................................................
100
17 Penghitungan cut-off point skor CSI ....................................................
106
18 Foto hasil pengamatan sekolah ...........................................................
109
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Peningkatan kualitas pendidikan
merupakan
suatu
proses
yang
terintegrasi
dengan
proses
peningkatan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam Undang-undang Dasar 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan, pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang. Tanggung jawab dalam memberikan pendidikan tidak hanya melekat pada pemerintah, tetapi juga pada keluarga. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, disadari atau tidak merupakan institusi yang sangat strategis dalam menciptakan SDM yang berkualitas. Bila ditinjau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor
21
Tahun
1994
mengenai
penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, telah dirumuskan delapan fungsi keluarga sebagai jembatan menuju terbentuknya sumberdaya manusia yang handal. Salah satu fungsi keluarga yang berkaitan dengan pembentukan sumberdaya manusia adalah fungsi pendidikan dan sosialisasi. Fungsi pendidikan dapat dilakukan melalui sekolah dengan memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Komitmen tersebut tentunya perlu didukung oleh pemerintah (sebagai penyedia pelayanan pendidikan) dengan memberikan mutu yang terbaik kepada siswa dan orangtua sebagai pengguna jasa pendidikan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi (Pasal 11 Ayat 1). Salah satu kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah menjamin tersedianya dana guna
2
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7 – 15 tahun (Pasal 11 Ayat 2). Hal ini menyebabkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal hingga jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) tanpa dipungut biaya. Selain itu, pemerintah mengupayakan alokasi dana pendidikan tahun 2009 sebesar 20 persen sesuai ketentuan Pasal 49 Ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dana tersebut digunakan untuk pembiayaan dana BOS dan BOS buku dengan tujuan meringankan beban orangtua terutama yang ekomoni lemah, sehingga tidak ada hambatan lagi bagi mereka untuk mengakses pendidikan. Pelayanan pendidikan yang diberikan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan biaya, tetapi juga kualitas yang melekat pada sekolah, seperti fasilitas fisik (gedung sekolah, lapangan olahraga, dan toilet), kualitas tenaga kerja (guru dan tenaga administrasi) dan pelayanan yang berhubungan dengan tatap muka secara langsung. Dalam hal ini, peran pemerintah sebagai penyedia pelayanan diwakili oleh sekolah, karena sekolah merupakan objek yang berinteraksi secara langsung dengan orangtua dan siswa (sebagai pengguna pelayanan). Oleh karena itu, sekolah harus menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang diberikannya, karena apabila mutu pelayanan yang diterima oleh orangtua lebih baik atau sama dengan yang dibayangkan, mereka akan cenderung akan loyal terhadap sekolah tersebut. Loyalitas orangtua merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan orangtua dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak sekolah. Kepuasan itu sendiri muncul setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Kotler 1997). Kepuasan orangtua
terhadap
pelayanan
pendidikan
ditentukan
pula
oleh
tingkat
kepentingan sebelum menggunakan jasa pendidikan, dibandingkan dengan hasil persepsi orangtua setelah orangtua merasakan kinerja pelayanan pendidikan tersebut. Tingkat kepentingan orangtua merupakan keyakinan orangtua sebelum memilih dan merasakan jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja pelayanan pendidikan. Dalam mewujudkan pendidikan dasar yang berkualitas diperlukan evaluasi terhadap pelayanan pendidikan yang telah dirasakan berjalan hingga saat ini. Salah satu caranya adalah dengan mengetahui kepuasan masyarakat dalam hal ini orangtua, sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk
3
meningkatkan pelayanan pendidikan dan partisipasi masyarakat untuk lebih peduli dan berperan serta dalam menciptakan sumberdaya berkualitas.
Perumusan Masalah Lembaga pendidikan tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya industri jasa. Perhatian pada mutu layanan pendidikan bertujuan untuk menarik para calon siswa, melayani dan mempertahankan mereka. Peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya mutu layanan akademik dan mutu pengajaran merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan agar kepuasan siswa dan orangtua sebagai pelanggan lembaga pendidikan dapat diberikan secara optimal. Dalam mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan bidang pendidikan, perlu diketahui terlebih dahulu gambaran mengenai harapan orangtua terhadap pelayanan dan kinerja aktual pelayanan yang diterima. Idealnya orangtua merasakan kepuasan apabila ada kesesuaian persepsi antara harapan dan kenyataan. Memang dalam jangka pendek, seringkali tidak terlihat hubungan antara kepuasan pelanggan dengan tingkat keuntungan, karena kepuasan adalah strategi yang lebih bersifat defensive, maka kemampuannya untuk mempertahankan pelanggan itulah yang akhirnya mempengaruhi keuntungan dalam jangka panjang (Irawan 2003). Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik orangtua dan sekolah? 2. Bagaimana tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar yang disediakan oleh sekolah serta apakah terdapat perbedaan antara tingkat kepuasan ayah dan ibu? 3. Atribut apa saja yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik orangtua dan sekolah terhadap tingkat kepuasan pelayanan pendidikan dasar. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik orangtua dan sekolah,
4
2. Menganalisis tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar dengan pertanyaan langsung dan menggunakan CSI (Consumer Satisfaction Index), 3. Menganalisis kinerja
atribut pelayanan pendidikan dasar dengan
menggunakan analisis IPA (Importance Performance Analysis), 4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar.
Kegunaan Penelitian Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah yang meliputi: strategi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, strategi peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan strategi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pendidikan. Menjadi bahan evaluasi bagi penggunaan jasa pendidikan di masa yang akan datang dan pengulangan (replikasi) di kabupaten lain. Selain itu diharapkan juga dapat dijadikan sebagai diagnostik, akuntabilitas dan pada beberapa kasus dapat dijadikan sebagai “bench marking” untuk penilaian secara periodik dalam memperkuat peningkatan jasa pendidikan dasar dan mejadi alat pelengkap ketika dipergunakan sebagai bagian dari program nasional, regional dan lokal untuk memonitor perubahan dalam penigkatan akses dan kualitas jasa pendidikan dari berbagai periode. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah masyarakat untuk menyampaikan keinginan dan saran kepada pemerintah berkaitan dengan kebutuhan pendidikan yang mereka harapkan. Selain itu, dapat lebih meningkatkan peranserta masyarakat untuk lebih berpatisipasi dalam pendidikan baik sebagai pengguna maupun evaluator. Bagi Peneliti Penelitian ini menjadi bahan pembelajaran bagi peneliti mengenai faktorfaktor yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pelanggan. Selain itu, peneliti dapat mempelajari budaya suatu daerah dan seberapa kuat budaya tersebut
5
mempengaruhi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dalam hal ini menyekolahkan anaknya atau tidak.
6
TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Pendidikan Nasional Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3). Untuk mewujudkan tujuan yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut,
Departemen
(Kementrian)
Pendidikan
Nasional menyusun
visi
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan berlandaskan visi tersebut, maka pendidikan nasional memiliki misi sebagai berikut: •
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
•
Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
•
Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
•
Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global;
•
Memberdayakan
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI. Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau pelayanan pendidikan, seperti masyarakat
7
miskin, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerahdaerah konflik ataupun masyarakat cacat (BPK 2006). Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (wajib belajar sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Pertama) dicanangkan pemerintah pada awal PELITA VI (1994/1995). Program yang perintisaannya dilaksanakan selama periode PELITA V tersebut pada prinsipnya merupakan pengembangan dan seklaigus kelanjutan dari program wajib belajar enam tahun yang telah dicanangkan pada PELITA III (2 Mei 1984) (Wahjoetomo 1993). Program wajib belajar pada hakikatnya merupakan upaya pemerintah yang secara sistematis menginginkan terjadinya peningkatan kualitas manusia Indonesia, sehingga dapat berpatisipasi aktif dalam keseluruhan pembangunan nasional serta adaptif dalam penyerapan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang muaranya adalah mendekatkan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, program wajib belajar merupakan salah satu upaya untuk perluasan dan pemerataan kesempatan belajar bagi setiap warga Negara. Kebijakan tersebut merupakan salah satu implementasi isi pasal 31 UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini sejalan dengan hasil Konferensi Pendidikan untuk Semua (Education for All) di Jomtien, Thailand, Maret 1990. Konferensi tersebut menegaskan bahwa “pendidikan merupakan hak bagi semua orang dan juga dapat membantu secara menyakinkan orang menjadi lebih aman, lebih sehat, lebih berhasil dan lebih berwawasan lingkungan” The World Bank Annual Report (1991) diacu dalam Wahjoetomo (1993). Secara kualitatif, program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun diharapkan
mampu
mengantarkan
kompetensi
pendidikan
dasar
manusia
sebagai
Indonesia
kompetensi
pada
minimal.
pemilikan Kompetensi
pendidikan dasar yang dimaksud, seperti ditegaskan pada Pasal 13 UU No. 2 Tahun 1989 adalah kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini juga relevan dengan unsur-unsur kompetensi pendidikan dasar yang diidentifikasi oleh International Development Research Center (1979) dalam Wahjoetomo (1993), antara lain: 1. Kemampuan berkomunikasi 2. Kemampuan dasar menghitung
8
3. Pengetahuan dasar tentang negara, budaya dan sejarah 4. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi, mengurus rumah tangga dan memperbaiki kondisi kerja 5. Kemampuan berpatisipas secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak, dan kewajibannya sebagai warga negara, bersikap, dan berpikir kritis serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan dan siaran radio (IDRC dalam Wahjoetomo 1993). Tiga Pilar Pendidikan Rencana pembangunan pendidikan nasional jangka menengah 20052009 (Depdiknas 2005) mencantumkan tiga pilar pendidikan sebagai panduan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar. Tiga pilar ini berkaitan dengan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu, dan akuntabilitas. 1. Pemerataan dan Perluasan Akses Pemerataan dan perluasan akses akan dilakukan dengan mengupayakan menarik semua anak usia sekolah yang sama sekali belum pernah sekolah, menarik kembali siswa putus sekolah dan lulusan yang tidak melanjutkan pendidikan. Program pemerataan dan perluasan akses dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: •
Pemberian bantuan biaya operasional. Bantuan biaya operasional pendidikan diberikan dalam rangka membantu sekolah mencapai proses pembelajaran secara optimal. Bantuan pembiayaan tidak membedakan sekolah negeri maupun swasta, madrasah maupun sekolah umum.
•
Penyediaan
perpustakaan,
buku
teks pelajaran
maupun
nonteks
pelajaran yang tidak membedakan sekolah negeri dan swata, sekolah umum dan madrasah. •
Rehabilitasi ruang kelas yang rusak, merupakan upaya melaksanakan penyediaan sarana penunjang pendidikan yang layak untuk pendidikan dasar (SD dan SMP).
•
Unit sekolah baru dan RKB. Penyediaan prasarana pendidikan termasuk pembangunan unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) diupayakan dalam rangka pemerataan dan perluasan di tingkat SMP/MTs, untuk menampung peningkatan jumlah lulusan SD/MI. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan di tingkat SD dilakukan dengan memanfaatkan layanan pendidikan yang sudah ada.
9
•
Perintisan pendidikan dasar sembilan tahun satu atap, merupakan langkah untuk mendirikan SD dan SMP satu atap atau SMP Khusus, yaitu penambahan tingkat kelas (extended classes) untuk penyelenggaraan pendidikan menengah pertama pada setiap SD negeri yang ada di daerah terpencil, serta berpenduduk jarang atau terpencar. Pada pendidikan luar biasa (PLB) upaya pemerataan dan perluasan akses dilakukan dengan pengembangan sekolah terpadu (SMP dan SMPLB) melalui pendidikan inklusif.
•
Penyelenggaraan kelas layanan khusus di sekolah dasar, merupakan layanan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) yang putus sekolah atau sama sekali belum pernah sekolah dasar sampai tamat. Layanan pendidikan dilaksanakan selama kurang satu tahun di luar kelas reguler pada sekolah dasar yang ada sebagai transisi untuk memasuki kelas reguler.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan dasar akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut: •
Pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan sistem penilaian. Pengembangan model kurikulum perlu memperhatikan potensi peserta didik, karakteristik daerah serta akar sosiokultural komunitas setempat, perkembangan IPTEK, dinamika perkembangan global, lapangan kerja, lingkungan budaya dan seni dan lain-lain. Pada jenjang pendidikan dasar muatan kecakapan dasar (basic learning contents) perlu ditekankan pada kecakapan berkomunikasi (membaca, menulis, mendengarkan dan menyampaikan pendapat dan sebagainya), kecakapan intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab dan sebagainya), kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama, mempengaruhi/mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan sebagainya). Dalam rangka perluasan pendidikan kecakapan hidup, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan dasar kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman dasar apreasi terhadap estika dan lingkungan hidup.
10
•
Kapasitas profesi pendidik juga akan ditingkatkan agar mereka mampu membawakan proses pembelajaran efektif, sesuai dengan standar kompetensi pendidik yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran efektif diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, dan mengasyikkan untuk mendorong peserta didik berpartisipasi aktif, berinisiatif, kreatif, dan mandiri, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan kematangan psikologis.
•
Pengembangan mutu dan keunggulan pendidikan dasar, juga disertai dengan program peningkatan kualitas jasmani dan pengembangan sekolah sehat. Dengan demikian, dapat tercipta siswa yang sehat dan bugar, serta sekolah yang memenuhi standar sekolah sehat.
•
Sarana dan bahan belajar seperti perpustakaan, media pembelajaran, laboratorium bahasa/ IPA/ matematika, alat peraga pendidikan, buku pelajaran dan buku nonteks pelajaran atau buku bacaan lain yang relevan perlu dikembangkan. Pemerintah akan melaksanakan pengembangan naskah buku pendidikan dan melakukan pengendalian mutu buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran/ bacaan lainnya yang relevan. Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pemanfaatan ICT dalam
berbagai
sektor
kehidupan,
pemerintah
akan
terus
mengembangkan pemanfaatan ICT untuk sistem informasi persekolahan dan pembelajaran termasuk pengembangan pembelajaran secara elektronik (e-learning). 3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik Pengembangan kapasitas dewan pendidikan (DP) dan komite sekolah (KS) serta komite PLS merupakan kegiatan yang akan terus dilakukan dalam rangka pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengelola pendidikan dasar. Berfungsinya kedua kelembagaan tersebut secara optimal akan memperkuat pelaksanaan prinsip good governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Pengembangan kapasitas juga akan terus dilakukan terhadap para pengurus sekolah atau satuan pendidikan nonformal lainnya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan leadership menuju otonomi pengelolaan. Kegiatan ini, bersama dengan penguatan DP/ KS/ komite PLS merupakan bagian dari upaya penerapan MBS dan manajemen berbasis masyarakat (MBM) secara maksimal. Pengembangan EMIS (education management
11
information systems) sebagai sistem pendukung manajemen akan dilakukan untuk menunjang keberhasilan upaya mengukur sejumlah indikator penting perluasan, mutu, dan efisiensi sesuai dengan standar nasional pendidikan dasar. Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Ekonomi menjadi faktor dominan penyebab seseorang tidak ikut serta dalam pendidikan, terutama pendidikan formal. Banyaknya beban biaya hidup menyebabkan seseorang membuat prioritas utama dalam mengalokasikan pengeluarannya. Langkah strategis yang dilakukan pemerintah dalam membantu mengurangi biaya pendidikan adalah melalui program pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi SD/ MI/ SDLB/ SMP/ MTs/ SMPLB negeri/ swasta dan Pesantren Salafiyah serta sekolah keagamaan non-Islam setara SD dan SMP yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan sembilan tahun, yang selanjutnya disebut sekolah. Program BOS bertujuan untuk membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Sasaran program BOS adalah semua sekolah baik negeri maupun swasta di seluruh kabupaten/ kota tidak termasuk program kejar paket A, B dan SMP Terbuka karena sudah dibiayai pemerintah sepenuhnya. Besar dana bantuan yang diterima sekolah penerima BOS dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan: a. SD/ MI/ SDLB/ Salafiyah/ sekolah keagamaan non-Islam setara SD Rp 117.500,00 per siswa untuk setiap semester atau Rp 235.000,00 per tahun. b. SMP/ MTs/ SMPLB/ Salafiyah/ sekolah keagaamaan non-Islam setara SMP Rp 162.250,00 per siswa untuk setiap semester atau Rp 324.500,00 per siswa per tahun. Standar Nasional Pendidikan Pelayanan pendidikan yang bermutu adalah pelayanan yang diberikan minimal sesuai dengan standar pelayanan mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah (Anonim 2005): •
Standar Isi Pasal 5 - (1) Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
12
tertentu. (2) Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan/ akademik. • Standar Proses Pasal 19 - (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. • Standar Kompetensi Lulusan Pasal 25 - (1) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. (2) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah. • Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Pasal 28 - (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik. (3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a.
Kompetensi pedagogik;
b.
Kompetensi kepribadian;
c.
Kompetensi profesional dan
d.
Kompetensi sosial.
• Standar Sarana dan Prasarana Pasal 42 - (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses
pembelajaran
yang
teratur
dan
berkelanjutan.
(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang
13
unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. • Standar Pengelolaan o
Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Pasal 49 - (1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. (2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi.
o
Standar Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah Pasal 59 - (1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program: a.
Wajib belajar;
b.
Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c.
Penuntasan pemberantasan buta aksara;
d.
Penjaminan
mutu
pada
satuan
pendidikan,
baik
yang
diselenggarakan oleh Pemerintah e.
Daerah maupun masyarakat;
f.
Peningkatan status guru sebagai profesi;
g.
Akreditasi pendidikan;
h.
Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat; dan
i. o
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
Standar Pengelolaan oleh Pemerintah Pasal 60 - Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program: a.
Wajib belajar;
b.
Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c.
Penuntasan pemberantasan buta aksara;
d.
Penjaminan
mutu
pada
satuan
pendidikan,
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;
baik
yang
14
e.
Peningkatan status guru sebagai profesi;
f.
Peningkatan mutu dosen;
g.
Standarisasi pendidikan;
h.
Akreditasi pendidikan;
i.
Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j.
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; dan penjaminan mutu pendidikan nasional.
• Standar Pembiayaan Pasal 62 - (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. (2) Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. (3) Biaya personal sebagaimana meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik. (4) Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: a.
Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
b.
Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c.
Biaya
operasi pendidikan
tak
langsung
berupa
daya,
air,
jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. • Standar Penilaian Pendidikan Pasal 63 - (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c.
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
(2) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Pendidikan Dasar Sebagai Bentuk Jasa Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan
15
bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik (Kotler 1997). Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan lebih sering terjadi dalam transaksi jasa dibandingkan dengan transaksi produk. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana
pelanggan
sebagai
individu
tidak
berinteraksi
langsung
dengan
perusahaan jasa, tetapi melalui pekerjanya. Lembaga pendidikan tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya industri jasa. Perhatian pada mutu layanan pendidikan bertujuan untuk menarik para calon siswa, melayani dan mempertahankan mereka. Peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya mutu layanan akademik dan mutu pengajaran merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan agar kepuasan siswa dan orangtua sebagai pelanggan lembaga pendidikan dapat diberikan secara optimal. Dalam mengevaluasi tingkat kepuasan terhadap kualitas jasa, Zeithaml et al. diacu dalam Rangkuti (2006) menggunakan lima dimensi besar, yaitu: 1. Kepercayaan (Reliability) Kemampuan karyawan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten. 2. Tanggung jawab (Responsiveness) Kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan pelanggan, misalnya penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat. 3. Kepastian (Assurance) Berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada pelanggan, misalnya janji dalam promosi. Hal ini mencakup : a. Competence, mengukur tingkat kepuasan pelanggan atas ketrampilan dan keahlian yang dimiliki penyedia jasa. b. Courtesy, mengukur kepuasan pelanggan terhadap sikap sopan santun dan keramahan penyedia jasa. c. Credibility,
mengukur
kepuasan
pelanggan
terhadap
kejujuran
perusahaan, apakah perusahaan dapat dipercaya atau tidak. d. Security, mengukur kepuasan pelanggan terhadap rasa aman yang meliputi secara fisik, secara finansial, dan rahasia yang dapat dijamin perusahaan.
16
4. Empati (Emphaty) Kesediaan karyawan dan pengelola untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada langganan, misalnya karyawan atau pengelola harus mencoba menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika pelanggan mengeluh, maka harus dicari solusi untuk mencapai persetujuan yang harmonis dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus. 5. Berwujud (Tangible) Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi, misalnya gedung dan kebersihan yang baik serta penataan ruangan yang rapi. Berdasarkan kriteria tersebut, maka pelayanan jasa pendidikan yang dapat berkualitas adalah ketika pelanggan tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi karena sekolah memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan kepada pelanggan, pelanggan dilayani dengan ramah dan sopan oleh pihak sekolah, keluhan pelanggan ditanggapi dengan cara pihak sekolah menerima saran pelanggan dan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya, serta kondisi fasilitas sekolah yang baik. Teori Kepuasan Pelanggan Rangkuti (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Tingkat kepentingan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Amalia 2005). Sementara itu, Engel et al. (1994) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
memberikan
hasil
sama
atau
melampaui
harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Harapan dibentuk melalui pengalaman masa lalu, komentar atau saran dari pengguna dan informasi dari pesaing. Ada tiga harapan mengenai suatu produk atau jasa yang diidentifikasi oleh beberapa peneliti yaitu : 1. Kinerja yang wajar 2. Kinerja yang ideal 3. Kinerja yang diharapkan
17
Kinerja yang diharapkan adalah yang paling sering digunakan dalam penelitian karena logis dalam proses evaluasi alternatif yang dibahas. Ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu jasa pelayanan karena tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa pelayanan tersebut (Engel 1994). Sumarwan (2003) menjelaskan proses pembentukkan kepuasan melalui the expectancy disconfirmation model, yaitu kepuasan yang terbentuk setelah membandingkan harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance expectation) dengan kinerja produk sesungguhnya (actual performance). Ketika pelanggan membeli suatu produk, harapan yang dimiliki pelanggan bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance) adalah sebagai berikut: 1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang disebut diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka pelanggan akan merasa puas. 2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, tetapi tidak mengecewakan pelanggan. Pelanggan akan memiliki perasaan netral. 3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang disebut diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan pelanggan akan menyebabkan kekecewaan sehingga pelanggan merasa tidak puas. Berdasarkan diagram proses kepuasan pelanggan (Gambar 1 ), terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan, yaitu adequate service dan desire service. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. Desire service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya. Sedangkan yang dimaksud dengan zone of tolerance adalah daerah diantara adequate service dan desire service, yaitu daerah dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan (Rangkuti 2002). Apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan di bawah adequate service, pelanggan akan
18
frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang diterima pelanggan melebihi desire service, pelanggan akan sangat puas dan terkejut (Amalia 2005). Sangat Puas Desire service Harapan pelanggan
Persepsi pelanggan
Zone of tolerance Adequate service
Sangat tidak puas
Perceive service
Gambar 1 Diagram proses kepuasan pelanggan (Rangkuti 2003).
Terdapat
kesamaan
diantara
beberapa
definisi
di
atas,
yaitu
menyangkutkan komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/ hasil) yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli (Tjiptono 2000). Mowen dan Minor (1998) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan tidak hanya berdasarkan model expectation disconfirmation, tetapi juga ada disebut dengan teori atribut (attribution theory) dan teori kesetaraan (equition theory). Attribution theory menyatakan bahwa kepuasan pelanggan terbentuk karena kualitas atribut produk. Atribut produk terdiri atas atribut internal dan atribut eksternal. Atribut internal berkitan dengan baik/ buruknya kualitas produk, sebagai contoh handphone, atribut yang melekat pada handphone adalah kualitas kamera, music, layar, memori, konektifitas dan modelnya. Sementara itu yang dimaksud dengan atribut eksternal adalah keramahan pegawai terhadap pelanggan, pelayanan purnajual dan adanya potongan harga. Equition theory menganalisis berdasarkan pertukaran input yang dikeluarkan pelanggan dan outcomes yang di dapatkan pelanggan. Input pelanggan terdiri pencarian informasi, usaha yang dilakukan, uang dan waktu yang dikorbankan untuk mendapatkan produk. Sementara itu, outcomes
19
pelanggan terdiri dari manfaat dan kerugian yang didapat setelah proses pertukaran berlangsung. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut: Outcomes A ≈ Outcomes B Inputs A
Inputs B
Ilustrasi dari persamaan diatas adalah pelanggan A dan B membeli jenis produk yang sama tetapi berbeda merek. Produk yang dibeli oleh pelanggan A lebih murah dan mudah di dapat sehingga waktu yang digunakan dan proses pencarian informasi yang dilakukan lebih sedikit (biaya korbanan kecil), sedangkan pelanggan B membeli produk lebih mahal dua kali lipat dibandingkan dengan pelanggan A dan waktu yang dibutuhkan lebih banyak karena produk tersebut hanya terdapat di toko-toko khusus (biaya korbanan banyak). Namun kualitas produk yang dibeli oleh pelanggan B jauh lebih baik dengan kualitas produk pelanggan A. Tingkat kepuasan yang didapat oleh pelanggan A dan pelanggan B akan setara (equaty), karena meskipun kualitas produk yang dibeli pelanggan A lebih rendah dibandingkan produk pelanggan B, namun biaya yang dikorbankan oleh pelanggan lebih sedikit dibandingkan dengan pelanggan B. Jadi, tingkat kepuasan dibentuk melalui perbandingan biaya yang dikeluarkan pelanggan dengan kualitas produk yang didapat. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Dalam mengukur kepuasan pelanggan dapat diformulasikan menjadi (Amalia 2005): 1. Jasa yang diterima lebih kecil dari harapan (perceive service < expected service),
maka
pelayanan
dapat
dikatakan
tidak
bermutu
atau
dipersepsikan buruk. 2. Jasa yang diterima sesuai dengan apa yang diharapkan (perceive service = expected service), maka pelayanan dapat dikatakan memiliki mutu yang ideal. 3. Jasa yang diterima lebih baik dari yang diharapkan (perceive service > expected service), maka pelayanan dapat dikatakan bermutu dan memuaskan. Permasalahan yang sering ditemui adalah para manajer yang salah memperkirakan tingkat harapan atau keinginan dari para pelanggan, sehingga jasa atau pelayanan yang diperkirakan manajer tersebut masih jauh di bawah harapan pelanggan. Hal inilah yang mengakibatkan tidak tercapainya harapan
20
mutu jasa atau pelayanan yang diinginkan pelanggan (Assauri 2003 dalam Amalia 2005). Berdasarkan hal tersebut, terdapat lima gaps (kesenjangan) yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada para pelanggannya (Gambar 3). Berikut ini adalah penjelasan dari kelima kesenjangan yang dimaksud (Zeithaml et al. diacu dalam Rangkuti 2002): 1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen perusahaan tentang apa yang diinginkan pelanggan (gap 1). Pada kenyataannya, pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk/ jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan oleh pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen perusahaan atas harapan pelanggan dengan spefikasi mutu jasa (gap 2). Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumberdaya dan karena adanya kelebihan permintaan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dengan cara penyampaian jasa tersebut kepada pelanggan (gap 3). Keberadaan kesenjangan tersebut lebih
diakibatkan
oleh
ketidakmampuan
sumberdaya
manusia
perusahaan untuk memenuhi standar mutu pelayanan yang telah ditetapkan. 4. Kesenjangan
antara
penyampaian
jasa
kepada
pelanggandengan
komunikasi eksternal (gap 4). Kesenjangan tersebut tercipta karena perusahaan
ternyata
tidak
mampu
memenuhi
janji-janjinya
yang
dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai bentuk promosi. 5. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan kenyataan pelayanan yang diterima (gap 5). Kesenjangan tersebut terjadi bila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Kelima bentuk kesenjangan tersebut dapat dibuat suatu diagram seperti disajikan dalam Gambar 2.
21
Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan perorangan
Pengalaman masa lalu
Jasa yang diharapkan gap 5 Jasa yang diterima Konsumen
Pemasar
Komunikasi eksternal
Penyerahan jasa gap 4
gap 1
ke konsumen
gap 3 Terjemahan atas persepsi ke dalam spesifikasi mutu/ kualitas jasa gap 2 Persepsi
manajemen
atas harapan konsumen
Gambar 2 Diagram kesenjangan kualitas jasa (Zeithaml et al. diacu dalam Rangkuti Menurut Gerson (2001), terdapat tujuh alasan utama mengapa perlu dilakukan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Mempelajari persepsi pelanggan. 2. Menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan. 3. Menutupi kesenjangan. 4. Memeriksa
apakah
peningkatan
mutu
pelayanan
dan
kepuasan
pelanggan sesuai harapan pelanggan atau tidak. 5. Peningkatan kinerja membawa peningkatan laba. 6. Mempelajari bagaimana sebenarnya kinerja perusahaan dan apa yang harus dilakukan perusahaan di masa depan. 7. Menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
22
Sementara itu, manfaat pengukuran kepuasan pelanggan menurut Gerson (2001) adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. 2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menujuu mutu yang semakin baik dan kepuasn pelanggan yang meningkat. 3. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberi pelayanan. 4. Pengukuran memberikan informasi kepada pihak penyedia jasa apa yang seharus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. 5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Pada prinsipnya kepuasan pelanggan itu dapat diukur dengan berbagai macam metode dan teknik, salah satu cara mengukur kepuasan pelanggan adalah melalui survey kepuasan pelanggan (Tjiptono 2000 diacu dalam Amalia 2005). Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan atau umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa
perusahaan
menaruh
perhatian
terhadap
para
pelanggannya.
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: 1. Direct reported satisfaction (kepuasan yang dilaporkan langsung) Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan dengan jawaban menggunakan skala, seperti sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas dan sangat puas. 2. Derived satisfaction (kepuasan berdasarkan harapan dan kinerja produk) Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama. Yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. 3. Problem analysis (analisis masalah) Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan
23
dengan
penawaran
dari
perusahaan.
Kedua,
saran-saran
untuk
melakukan perbaikan. 4. Importance-performance analysis (analisis tingkat kepentingan dan kinerja) Dalam teknik ini, responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu, responden juga diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/ atribut tersebut. Metode pengukuran kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah direct reported satisfaction, derived satisfaction dan importanceperformance analysis. Direct reported satisfaction dilakukan dengan cara memberikan sembilan pertanyaan kepada responden berkaitan dengan atribut pelayanan pendidikan dasar dengan menggunakan skala Likert 1-5 (sangat puas hingga tidak puas). Metode derived satisfaction mengukur kepuasan dengan mengetahui harapan orangtua terhadap kinerja 40 atribut pendidikan dasar, kemudian dibandingkan dengan kinerja aktual saat ini. Metode ketiga digunakan untuk mengetahui artibut pelayanan pendidikan yang perlu diptioritaskan untuk diperbaiki karena dianggap orangtua kinerjanya masih di bawah standar. Melalui IPA dapat juga diketahui atribut pelayanan yang perlu (jika ada) dihilangkan karena keberadaannya tidak terlalu penting. Hal ini akan menghemat biaya yang dikeluarkan oleh pihak sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang melekat pada produk, karakteristik konsumen dan situasi pemeblian. Menurut Rangkuti (2002) ada delapan faktor yang memepengaruhi kepuasan, yaitu: 1. Nilai Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk yang dikonsumsinya. 2. Harapan Harapan
pelanggan
diyakini
mempunyai
peranan
besar
dalam
menentukan mutu produk (barang maupun jasa) dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungannya yang erat antara penentuan
24
mutu dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian harapan pelanggan yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi
pada
bisnis
yang
sama
dapat
dinilai
berbeda
oleh
pelanggannya (Tjiptono 2002 diacu dalam Riyanto 2005). Rangkuti (2002) berpendapat bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Hal ini yang akan dijadikan standar dalam menilai kinerja produk jasa tersebut. 3. Daya Saing Suatu produk jasa maupun barang harus memiliki daya saing tinggi, agar dapat
menarik
pelanggan.
Produk
mempunyai
daya
saing,
bila
keunggulan produk tersebut dibutuhkan pelanggan. Keunggulan suatu produk jasa terletak pada keunikan dan mutu pelayanan produk jasa tersebut kepada pelanggan, maka supaya bersaing harus mempunyai keunikan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. 4. Persepsi Pelanggan Persepsi
pelanggan
adalah
proses
dimana
individu
memilih,
mengorganisasikan, dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu bersangkutan. Proses persepsi terhadap suatu jasa tidak mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut terlebih dahulu. Persepsi merupakan bagaimana seorang pelanggan melihat di luar dirinya atau di dunia sekelilingnya. Dalam hal ini, pelanggan seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk atau jasa tersebut. 5. Harga Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa itu mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah berakibat persepsi pelanggan kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga tinggi menimbulkan persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa tersebut bermutu tinggi. Namun, harga yang terlalu tinggi berakibat pada hilangnya pelanggan.
25
6. Citra Citra buruk menimbulkan persepsi produk tidak bermutu, sehingga pelanggan
mudah
marah
apabila
terjadi
kesalahan
sedikitpun.
Sebaliknya, citra yang bagus terhadap suatu produk menimbulkan produk itu bermutu baik, sehingga pelanggan akan memaafkan jika terjadi kesalahan sedikit. 7. Tahap Pelayanan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan selama yang bersangkutan menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. 8. Situasi Pelayanan Situasi pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan, sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sementara itu, kinerja pelayanan ditentukan oleh pelayan, proses pelayanan, dan kondisi lingkungan fisik ketika pelayanan diberikan. Berdasarkan
hasil
penelitian
sebelumnya,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan adalah umur dan tingkat pendidikan (Ebtariani 2007), serta tingkat pendapatan (Ana 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anzola (2008) menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen terhadap tanggapan perusahaan pasca tindakan konplain melalui media massa Kompas, yaitu konsumen laki- laki lebih puas dibandingkan dengan konsumen perempuan. Penelitian Muthi (2009) dengan judul Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Layanan Purna Jual Handphone
menyatakan
bahwa
umur
berpengaruh
terhadap
kepuasan
konsumen yaitu semakin tua usia konsumen maka berpeluang sebesar 1.075 kali belih puas dibandingkan dengan konsumen yang lebih muda. Strategi Peningkatan Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan total bukan hal yang mudah untuk dicapai bagi tiap perusahaan. Berbagai upaya harus dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan para pelanggannya agar tidak berpindah ke pesaing lain dengan mengorbankan banyak biaya dan investasi. Menurut Tjiptono (2004) diacu dalam Buchori (2006) terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya, antara lain:
26
1. Relationship marketing (pemasaran melalui relasi) Hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan tidak berakhir setelah penjualan selesai, namun berupaya untuk menjalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus agar terjadi pembelian ulang. Penerapannya dapat dilakukan dengan cara dibentuknya database pelanggan yang tidak hanya sekedar berisi nama pelanggan, tetapi mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian. Penerapannya dapat dilakukan dengan cara membrikan potongan harga khusus dan memberikan jaminan reservasi bagi pelanggan yang menggunakan jasa dengan frekuensi tertentu. 2. Superior customer service (pelayanan untuk konsumen superior) Penerapan strategi ini memerlukan biaya besar, kemampuan SDM yang professional dan gigih, karena perusahaan berusaha menawarkan pelayanan lebih unggul daripada pesaingnya. Keunggulan pelayanan yang diberikan menuntu perusahaan untuk membebankan harga tinggi terhadap jasanya, namun akan terdapat pelanggan yang tidak keberatan denga
tingginya
harga
tersebut.
Perusahaan
yang
memberikan
pelayanan superior ini pada akhirnya akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang pesat dibandingkan pesaingnya. 3. Unconditional Guarantees (garansi tak terkondisi) Perusahaan memberikan garansi tertentu ataupun memberikan layanan purna jual yang baik yang mampu menyediakan media efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Intinya perusahaan memiliki komitmen memberikan kepuasan kepada pelanggan, yang pada akhirnya dapat menjadi sumber berguna untuk menyempurnakan mutu jasa dan kinerja perusahaan, serta akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. 4. Penanganan Keluhan Efektif Penanganan ini dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan menentukan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh. Masalah ini perlu diatasi, ditindaklanjuti dan diupayakan, agar di masa mendatang tidak timbul masalah yang sama. 5. Peningkatan Kinerja Perusahaan Pemberian
pendidikan
dan
pelatihan
mencakup
komunikasi,
salesmanship dan public relations (PR) kepada setiap manajemen dan
27
karyawan dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Alternatif lain yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya adalah membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin meningkat, yang
pada
aksirnya
dapat
meningkatkan
kemampuan
melayani
pelanggan. 6. Quality Function Deployment (QFD) QFD berupaya untuk menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan dan menjadi apa yang dihasilkan perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan produk dan jasa, maka perusahaan dapat memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses, sehingga tercapai efektifitas maksimum.
28
KERANGKA PEMIKIRAN Kepuasan merupakan penilaian seseorang terhadap produk atau jasa yang telah dikonsumsinya. Seorang pelanggan akan merasa puas apabila manfaat produk yang didapatnya melebihi harapan mereka yang timbul sebelum memutuskan untuk membeli produk tersebut. Mowen dan Minor (1998) menyebutkan bahwa dalam terciptanya kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh membandingkan antara biaya pengorbanan yang dia keluarkan dengan produk yang di dapatkan, dikenal dengan istilah equity theory. Pelanggan biasanya merasa puas bila biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil kinerja yang didapatnya. Dalam hal mendapatkan pendidikan dasar, orangtua akan lebih puas bila biaya pendidikan di sekolah anaknya lebih murah dengan biaya pendidikan di sekolah lain dan mungkin orangtua akan mentolelir kekurangan yang berada di sekolah anaknya tersebut. Kepuasan juga terbentuk atas dasar tingkat kinerja dari atribut-atribut produk atau pelayanan yang melekat pada produk. Pelanggan menilai kinerja dari atribut-atribut produk dan pelayanan yang ditawarkan oleh produsen. Jika hasilnya bagus, maka pelanggan akan merasa puas, dan sebaliknya jika kinerja yang diberikan produsen tersebut buruk, maka pelangan akan merasa tidak puas. Namun, perlu diketahui juga bahwa kepuasan bersifat relatif karena dipengaruhi juga oleh faktor internal pelanggan, yaitu karakteristik pelanggan (Jacobsen dalam Flowers et al. 2008) yang diukur melalui jenis kelamin, umur, lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga dan persepsinya. Dalam menilai kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar, karakteristik individu ini digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan. Jenis kelamin bertujuan untuk membedakan tingkat kepuasan ayah dengan ibu. Tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan diduga mempengaruhi harapan seseorang terhadap kinerja produk atau jasa. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka harapannya cenderung semakin tinggi. Pekerjaan seseorang akan menentukan pendapatan yang diperolehnya. Pilihan produk atau jasa sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang (Rangkuti 2002). Jumlah anggota keluarga mempengaruhi besarnya biaya yang perlu dikeluarkan oleh kepala keluarga untuk kelangsungan hidup anggotanya. Persepsi adalah unsur
29
psikologis membentuk citra/ pandangan seseorang terhadap suatu produk atau jasa. Lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kemudahan akses terhadap pendidikan. Orangtua yang tinggal di kota memiliki kemudahan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih baik, karena pada umumnya sekolah terbaik terletak diperkotaan. Sementara itu, orangtua yang bertempat tinggal di pedalaman, kesempatannya untuk mendapatkan sekolah bagus bagi anaknya agak terhambat, karena
adanya keterbatasan jarak. Hal ini tidak
menjadi masalah dikala keluarga tersebut memiliki sumberdaya yang memadai untuk menyekolahkan anaknya di kota. Masalah yang lain seperti misalnya keterbatasan sumberdaya manusia, belajar, dana fasilitas fisik lembaga dan fasilitas pendukung lainnya akan berpengaruh pada mutu kinerja sekolah (Surono 2005). Orangtua menilai apakah kuantitas fasilitas yang diberikan oleh sekolah sesuai dengan kuota murid, dan bagaimana kualitasnya. Pelayanan pendidikan (kuantitas dan kualitasnya) yang diberikan setiap sekolah kemungkinan akan berbeda satu sama lain, hal ini bergantung dengan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah tersebut. Jika pelayanan yang diberikan sekolah baik, maka yang akan tercipta adalah kepuasan, sedangkan jika pelayanan yang dirasakan masih rendah, maka orangtua akan merasa tidak puas. Kepuasan orangtua ini sangat penting diketahui agar sekolah dapat memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya.
30
Karakteristik Lingkungan Tempat Tinggal
Karakteristik Individu dan Keluarga: • • • • • • •
Jenis Kelamin Umur Lama Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besar Keluarga Persepsi Terhadap Pendidikan Dasar
Karakteristik Sekolah
Proses Pembentukkan Kepuasan
Kepentingan Pelayanan Pendidikan Dasar
Kinerja Pelayanan Pendidikan Dasar
Tingkat Kepuasan Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar
Kondisi Sekolah
Gambar 3 Kerangka pemikiran. 30
31
METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Data yang dipergunakan adalah data sekunder dari penelitian Puspitawati et al. (2009) ”Survey Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah”. Disain yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Penelitian dilakukan di empat kecamatan Kabupaten Indramayu yang dipilih secara purposive, yaitu Kecamatan Indramayu, Kecamatan Sindang, Kecamatan Karangampel, dan Kecamatan Kandanghaur. Pemilihan kecamatan dilakuakan dengan pertimbangan memiliki sekolah yang berlokasi dekat dan jauh dari Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Indaramayu. Penelitian dilaksanakan Februari hingga Mei 2009.
Contoh dan Cara Penarikan Contoh Contoh yang digunakan pada penelitian ”Survey Kepuasan Orangtua Terhadap
Pelayanan
Pendidikan
Dasar
yang
Disediakan
oleh
Sistem
Desentralisasi Sekolah” sebanyak 400 contoh. Contoh berasal dari 40 sekolah yang dipilih secara purposive, yaitu 10 contoh per sekolah. Contoh adalah siswa Kelas 6 pada Sekolah dasar dan Kelas 3 Sekolah Menengah Pertama. Sementara itu, yang menjadi responden adalah orangtua atau wali siswa. Untuk studi ini, dipilih contoh dengan kriteria orangtua lengkap, yaitu ketika pengisian kuesioner dilakukan oleh ayah dan ibu. Berdasarkan kriteria tersebut, maka contoh yang didapatkan adalah sebanyak 126 siswa dengan 58 siswa SD dan 68 siswa SMP dari 38 sekolah (SD dan SMP) yang bertempat tinggal di Kecamatan Indramayu (38 contoh), Sindang (23 contoh), Karangampel (37contoh) dan Kandanghaur (28 contoh) (Gambar 5). Untuk kepentingan analisis, contoh dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan contoh (SD dan SMP) dan lokasi tempat tinggal (kota dan luar kota).
32
Kab. Indramayu
Kec. Indramayu
Kec. Sindang
Kec. Karangampel
Kec. Kandanghaur
• 5 SD • 7 SMP
6 SMP
• 6 SD • 6 SMP
• 5 SD • 5 SMP
• 50 contoh SD • 70 contoh SMP
60 contoh SMP
• 60 contoh SD • 60 contoh SMP
• 50 contoh SD • 50 contoh SMP
• 15 contoh SD • 23 contoh SMP
23 contoh SMP
• 26 contoh SD • 11 contoh SMP
• 17 contoh SD • 11 contoh SMP
Gambar 4 Kerangka pengambilan contoh. Jenis dan Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang terdiri dari (1) karakteristik keluarga responden, meliputi status dalam keluarga, jenis kelamin, umur, lama sekolah, jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendapatan per bulan, (2) persepsi orangtua terhadap pendidikan dasar, (3) tingkat kepuasan orangtua (direct reported satisfaction) (4) tingkat kepentingan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar, (5) tingkat kenyataan pelayan pendidikan dasar dan (6) ketersediaan dan kondisi fasilitas fisik di sekolah contoh. Tabel 1 Jenis data dan cara pengumpulannya No 1
2
Variabel Karakteristik keluarga: Status dalam keluarga Jenis kelamin Umur Lama sekolah Pekerjaan Pendapatan per bulan Jumlah anggota keluarga Persepsi orangtua terhadap pendidikan dasar Tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar
Cara pengumpulan data
Wawancara
Wawancara
33
Lanjutan Tabel1. 3 4 5
Harapan/ tingkat kepentingan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar Tingkat kenyataan pelayanan pendidikan dasar Ketersediaan dan kondisi fasilitas fisik sekolah
Wawancara Wawancara Observasi
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows dan SPSS 15.0 for windows. Analisis yang dilakukan meliputi: (1) tabel analisis deskriptif dalam menganalisis hubungan antara dua variabel, (2) analisis korelasi (Pearson) dalam menganalisis dua atau lebih variabel, (3) analisis deskriptif dengan mempergunakan diagram (4 kuadran) dalam menganalisis kepuasan orangtua, (4) analisis perbandingan dengan mempergunakan uji beda t dan (5) analisis regresi untu mengetahui pengaruh karakteristik orangtua dan sekolah terhadap kepuasan pelayanan pendidikan dasar. Proses
penghitungan
kepuasan
orangtua
dilakukan
dengan
mempergunakan metode Important-Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode IPA merupakan suatu teknik penerapan atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja. Tingkat kepentingan diukur dari harapan
pelanggan,
sedangkan
tingkat
kinerja
diukur
dari
kenyataan
pelaksanaannya. Analisis tingkat kepentingan dan kinerja diukur dengan menggunakan skala Likert 1-5. Tingkat kepentingan dikategorikan sebagai (1) tidak penting, (2) kurang penting, (3) cukup penting, (4) penting dan (5) sangat penting. Sedangkan tingkat kinerja dikategorikan sebagai (1) jelek sekali, (2) kurang baik, (3) cukup baik, (4) baik dan (5) sangat baik. Skor yang digunakan disajikan pada tabel berikut: Tabel 2 Skor tingkat kepentingan dan tingkat kinerja Skor 1 2 3 4 5
Tingkat Kepentingan Tidak penting Kurang penting Cukup penting Penting Sangat penting
Skor 1 2 3 4 5
Tingkat Kinerja Jelek sekali Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
IPA merupakan diagram dengan menggunakan rataan skor tingkat kepentingan dan kinerja per atribut. Sebagai garis batas atau nilai tengah digunakan rataan skor tingkat kepentingan dan tingkat kinerja seluruh atribut.
34
Berikut ini adalah rumus cara mencari skor rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja.
x=
∑ x1
y=
∑ x1
n n
Keterangan: x
= rataan skor kinerja
y
= rataan skor kepentingan
n
= jumlah responden Sementara itu, untuk mencari nilai garis batas kepentingan dan kinerja
menggunakan rumus sebagai berikut: n
∑x
x=
i
k n
y=
∑x i
k
Keterangan: x
= batas sumbu x (tingkat kinerja)
y
= batas sumbu y (tingkat kepentingan)
k
= banyaknya atribut yang diteliti Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut dijabarkan dan dibagi menjadi
empat bagian Diagram Kartesius yang menunjukkkan bahwa Kuadran A adalah prioritas utama, Kuadran B adalah pertahankan/ prestasi, Kuadran C adalah prioritas rendah, Kuadran D adalah berlebihan. Keempat kuadran tersebut disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan diagram tersebut, strategi untuk meningkatkan kepuasan dapat ditetapkan untuk setiap kuadaran adalah sebagai berikut: 1. Kuadran A (Atributtes to Improve) Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan, sehingga mengecewakan/tidak puas.
35
2. Kuadran B (Maintenance Performance) Posisi ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan oleh pasar, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan memuaskan. 3. Kuadran C (Berlebihan) Posisi ini menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya. 4. Kuadran D (Atributtes to Maintain) Posisi ini menunjukkan beberapa atribut kualitas jasa yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan dan pelaksanaannya oleh pasar biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Peningkatan atributatribut ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Penting
Y
A Prioritas Utama
B Prioritas Prestasi
D Prioritas Rendah
C Berlebihan
Kepentingan
Y Kurang penting
X
X Kurang Baik
Kinerja
Baik
Gambar 5 Diagram kartesisus (Important-Performance Analysis)
Metode pengukuran kepuasan lain yang digunakan adalah Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari variable-variabel yang diukur. Penghitungan dilakukan beberapa tahap:
36
1. MIS adalah penilaian rata-rata contoh terhadap tingkat kepentingan dari setiap atribut.
( ∑ Yi ) MIS = n
i =1
n
Keterangan: n
= jumlah contoh
Yi = nilai kepentingan atribut ke-i 2. WF, bobot ini merupakan presentase nilai MIS per atribut terhadap nilai MIS, dimana ρ merupakan atribut kepentingan ke ρ dan i atribut ke i.
MISi
WF =
∑ i =1 MISi p
x100%
3. MSS adalah penilaian rata-rata contoh terhadap tingkat kinerja dari setiap atribut.
(∑ MSS =
n i =1
Xi
)
n
Keterangan: n
= jumlah contoh
Xi = nilai kinerja atribut ke-i 4. WS, hasil kali WF dengan MSS WSi = WFi x MSSi 5. CSI yaitu total WS dibagi dengan panjang selang. p
CSI =
∑WSi i =1
HS
Keterangan: ρ
= atribut kepentingan ke-p
Hs =skala maksimum yang digunakan Hasil penghitungan, kemudian diklasifikasikan menjadi: Tabel 3 Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) No 1 2 3 4 5
Skor 0,00 – 0.34 0.35 – 0.50 0.51 – 0.65 0.66 – 0.80 0.81 – 0.10
Kriteria Tidak puas Kurang puas Cukup puas Puas Sangat puas
37
Definisi Operasional Contoh adalah siswa kelas 6 SD dan kelas 3 SMP. Responden adalah orangtua siswa yang terdiri dari ayah dan ibu. Ayah dan ibu diwawancara secara terpisah untuk menjamin kekonsistenan jawaban. Umur adalah usia responden yang dinyatakan dalam tahun, dihitung sejak responden lahir sampai ke ulang tahun terdekat. Lama sekolah adalah jumlah tahun yang telah dilalui responden dalam pendidikan formal, seperti tamat SD maka lama sekolahnya adalah 6 tahun. Pekerjaan adalah sumber mencari nafkah utama yang ditekuni orangtua. Pendapatan adalah jumlah uang yang didapat oleh seluruh anggota keluarga yang digunakan untuk membiayai kebutuhan anggota keluarga tersebut. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang memiliki hubungan darah dan tinggal dalam satu atap Persepsi terhadap pendidikan dasar adalah pandangan responden dalam menilai penting atau tidaknya pendidikan. Persepsi ini dapat dipengaruhi oleh
budaya,
pengalaman
dan
kebutuhan
responden
terhadap
pendidikan. Pengukuran persepsi dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan skala Likert (1) tidak setuju, (2) kurang setuju, (3) netral, (4) setuju dan (5) setuju sekali. Kepentingan pelayanan pendidikan dasar adalah harapan seseorang terhadap atribut yang ingin dihasilkan dari suatu produk. Diukur dengan mneggunakan skala (1) tidak penting, (2) kurang penting, (3) cukup penting, (4) penting dan (5) sangat penting. Kinerja pelayanan pendidikan dasar adalah kondisi aktual atau kualitas dari atribut-atribut pelayanan pendidikan dasar yang telah diberikan sekolah. Kinerja ini dinilai oleh orangtua dengan menggunakan skala Likert (1) jelek sekali, (2) kurang baik, (3) cukup baik, (4) baik dan (5) sangat baik. Tingkat kepuasan terhadap pelayanan pendidikan dasar adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil yang diharapkan dengan kondisi aktual dilapangan. Pengukuran tingkat kepuasan dilakukan melalui 9 pertanyaan mengenai atribut pelayanan pendidikan dasar dengan menggunakan skala Likert yaitu (1) tidak puas, (2) kurang puas, (3) cukup puas, (4) puas dan (5) sangat puas.
38
Kondisi Fasilitas fisik adalah penilaian terhadap kuantitas dan kualitas fasilitas fisik yang disediakan sekolah. Diukur dengan menggunakan skala (1) tidak ada/ tidak baik, (2) ada/ kurang baik dan (3) lengkap/ baik sekali. Kelompok contoh kota adalah contoh yang bertempat tinggal di Kecamatan Indramayu dan Kecamatan Sidang. Kelompok contoh luar kota adalah contoh yang bertempat tinggal di Kecamatan Karangampel dan Kandanghaur.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terletak di Utara Pantai Jawa dengan luas wilayah 2 040 110 Km2. Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Indramayu terletak pada 1070 52’ – 1080 36’ Bujur Timur dan 60 15’ – 60 40’ Lintang Selatan. Sementara itu, topografi Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0.0 - 2.0 persen. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi, maka daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas 204 011 Ha terdiri atas 110 877 Ha tanah sawah (54.35%) dan luas tanah kering 93 134 Ha (45.65%) (Anonim 2008). Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu (Desember 2007) sebesar 1 717 793 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0.51 persen dan kepadatan penduduk 838 jiwa/Km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Karangampel yaitu sebesar 1 898 jiwa/Km2, sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Cantigi (240 jiwa/Km2) (Anonim 2007). Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu Tahun 2007, jumlah sekolah dasar tercatat sebanyak 882, dengan 195 268 siswa dan 1 247 guru. Di tingkat SMP jumlah sekolah tercatat sebanyak 148, dengan 63 301 siswa dan 3 385 guru. Sementara itu, pada tingkat SMA, gedung sekolah yang tercatat sebanyak 52, dengan 16 528 siswa dan 1 378 guru. Sekolah menengah kejuruan tercatat memiliki 45 sekolah, 15 645 siawa dan 1 144 guru (Anonim 2007). Kabupaten Indramayu memiliki 31 kecamatan. Kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kecamatan Indramayu, Kecamatan Sindang, Kecamatan Karangampel dan Kecamatan Kandanghaur. Kecamatan Indramayu merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Indramayu, yaitu lokasi Kantor Bupati. Faktor kemudahan akses menjadi salah satu penyebab Kecamatan Indramayu
memiliki
jumlah
penduduk
terbanyak
dibandingkan
dengan
kecamatan lainnya, yaitu sebesar 102 216 jiwa. Sebagai pusat pemerintahan, Kecamatan Indramayu memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Dalam bidang pendidikan, Indramayu merupakan kecamatan
40
yang memiliki jumlah sekolah dasar (50) dan menengah pertama (9) terbanyak se-kabupaten. Kecamatan Sindang adalah kecamatan yang memiliki jarak terdekat (2 Km) dengan Kecamatan Indramayu, sehingga dapat disebut sebagai pusat pemerintahan kedua setelah Kecamatan Indramayu. Selain itu, di Kecamatan Sindang juga terdapat beberapa kantor pemerintahan, seperti Kantor Dinas Pendidikan, Kantor Koperasi Perindustrian dan Perdagangan serta Kantor Dinas Kesehatan. Jumlah siswa terbanyak berada pada tingkat sekolah dasar, yaitu sebanyak 5 447 siswa. Namun, jumlah guru terbanyak dimiliki oleh sekolah menengah pertama, yaitu sebanyak 264 guru (Tabel 4). Tabel 4 Indentifikasi karakteristik sekolah berdasarkan kecamatan MI
SD
MTS
SMP
Jumlah sekolah Jumlah siswa Jumlah guru Jumlah sekolah Jumlah siswa Jumlah guru Jumlah sekolah Jumlah siswa Jumlah guru Jumlah sekolah Jumlah siswa Jumlah guru
Kecamatan Indramayu
Kecamatan Sindang
Kecamatan Karangampel
Kecamatan Kandanghaur
5
2
3
2
728
759
614
467
44
41
30
33
50
24
32
38
11 736
5 447
7 677
10 088
136
65
58
37
4
1
2
5
689
372
1 578
1 321
87
36
84
130
9
8
8
6
2 616
5 112
3 151
2 620
173
264
182
134
Sumber: Indramayu dalam Angka Tahun 2007 Kecamatan Kandanghaur dan Karangampel merupakan wilayah yang berjauhan
dengan
pusat
pemerintah.
Jumlah
penduduk
Kecamatan
Kandanghaur (85 318 jiwa) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Karangampel (63 865 jiwa). Jumlah sekolah dasar di Kandanghaur (38) sedikit lebih banyak dibandingkan dengan di Karangampel (32). Namun untuk tingkat pendidikan SMP, Kecamatan Karangampel memiliki gedung
41
sekolah (8), jumlah siswa (3 151) dan guru (182) lebih besar dibandingkan Kecamatan Kandanghaur (Tabel 4).
Karakteristik Contoh Contoh adalah siswa kelas 6 sekolah dasar dan kelas 3 sekolah menengah pertama. Tingkat pendidikan contoh di kota lebih banyak SMP (75.4%), sedangkan contoh diluar kota mayoritas berasal dari SD (66.2%). Baik di kota (59.0%) maupun di luar kota (63.1%), contoh lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan kelompok umur, proporsi terbesar berada pada kelompok umur ≤ 12 tahun (42.9%) untuk luar kota dan ≥ 15 tahun (50.8%) untuk kota. Separuh contoh di kota (55.7%) dan luar kota (55.4%) merupakan anak urutan ke satu dan dua (Tabel 5). Contoh di kota yang pernah meraih prestasi akademik sebanyak 54.1 persen. Sementara itu, contoh di luar kota yang meraih prestasi akademik adalah sebanyak 49.2 persen. Prestasi akademik yang dimaksud adalah rangking sepuluh besar, juaran cepat tepat tingkat kabupaten, juara lomba karya tulis tingkat kabupaten, mendapatkan beasiswa dan rata-rata nilai rapor lebih dari delapan. Selain prestasi akademik, prestasi non-akademik yang pernah diraih contoh adalah lomba olahraga (lari, volly, basket, hyking rally, bulu tangkis dan renang) tingkat kecamatan dan kabupaten, lomba puisi tingkat kecamatan dan kabupaten, lomba kaligrafi tingkat kecamatan, paduan suara tingkat kabupaten dan provinsi, lomba pramuka tingkat provinsi, lomba membaca Al-Quran dan lomba berpidato. Sebanyak 39.3 persen contoh di kota pernah meraih prestasi non-akademik,
sedangkan
untuk
di luar
sekolah
contoh
yang
pernah
mendapatkan prestasi non-akademik adalah sebesar 29.2 persen. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh Karakteristik Contoh Tingkat pendidikan Jenis Kelamin
Umur
SD SMP Total Laki-laki Perempuan Total ≤ 12 13 – 14 ≥ 15 Total
Kota n 15 46 61 25 36 61 13 17 31 61
% 24.6 75.4 100.0 41.0 59.0 100.0 21.3 27.9 50.8 100.0
Luar kota n % 66.2 43 22 33.8 65 100.0 24 36.9 63.1 41 65 100.0 63.1 41 8 12.3 16 24.6 65 100.0
Total n 58 68 126 49 77 126 54 25 47 126
% 46.0 54.0 100.0 38.9 61.1 100.0 42.9 19.8 37.3 100.0
42
Lanjutan Tabel 5 Karakteristik Contoh
Urutan anak
≤2 3–5 6–8 ≥9 Total
Kota n 34 22 3 2 61
% 55.7 36.1 4.9 3.3 100.0
Luar Kota n % 36 55.4 20 30.8 4 6.2 5 7.7 65 100.0
Total n 70 42 7 7 126
% 55.6 33.3 5.6 5.6 100.0
Karakteristik Keluarga Contoh Lokasi Tempat Tinggal Berdasarkan lokasi tempat tinggal (Tabel 6), responden terbanyak berada di luar kota (51.6%). Responden luar kota terletak di Kecamatan Karangampel dan Kandanghaur. Sementara itu, di kota terdapat 48.4 persen. Responden di kota terletak di daerah Kecamatan Indramayu dan Kecamatan Sindang. Lokasi tempat tinggal mempengaruhi kemudahan responden dalam mengakses informasi dan fasilitas publik, termasuk pelayanan pendidikan. Reponden yang tinggal di kota lebih mudah mendapatkan barang dan jasa yang mereka butuhkan dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar kota (Sumarwan 2003). Lokasi juga menjadi faktor penentuan segmentasi pasar para produsen. Pada umumnya, responden di kota memiliki ekspetasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden di luar kota, begitu pula dalam segi pendidikan. Responden di kota mengaharpkan pelayanan yang lebih baik, hal ini tercermin dengan adanya sekolah-sekolah swasta yang fasilitas fisiknya cenderung lebih baik yaitu, SD dan SMP BPK Penabur dan SMP Al Irsyadi di lokasi kota. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggal Lokasi Kota Luar kota Total
n 61 65 126
% 48.4 51.6 100.0
Umur Hurlock (1980) membagi umur menjadi tiga kelompok,yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun) dan dewasa lanjut (>60 tahun). Responden ayah di kota (70.5%) dan di luar kota (66.2%) termasuk ke dalam kelompok dewasa madya (Tabel 7). Pada masa ini merupakan masa dimana individu telah berada pada posisi puncak karir dan ekonomi sehingga mereka mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial.
43
Sementara itu, 53.7 persen responden ibu di luar kota dan 47.5 persen responden ibu di kota merupakan kelompok umur dewasa awal (Tabel 7). Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/ istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas yang baru. Periode ini merupakan periode yang khusus dan sulit. Individu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock 1980). Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur Umur Ayah
≤ 40 41-60 > 60
Total Ibu
≤ 40 41-60 > 60
Total
Kota n 16 43 2 61 29 28 4 61
% 26.2 70.5 3.3 100.0 47.5 45.9 6.6 100.0
Luar Kota n % 20 30.8 66.2 43 2 3.1 65 100.0 53.8 35 30 46.2 0 0.0 65 100.0
Total n % 36 28.6 68.3 86 4 3.2 126 100.0 50.8 64 58 46.0 4 3.2 126 100.0
Tingkat Pendidikan Secara umum, tingkat pendidikan responden ayah adalah tidak tamat SD (27.0%). Tingkat pendidikan responden ayah di kota proporsi terbesar berada pada tidak tamat SD (29.5%), sedangkan pada ayah di luar kota tingkat pendidikannya adalah tamat SMA (27.7%) (Tabel 8). Namun, bila ditinjau kembali, responden ayah di kota (14.8%) yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi lebih banyak dibandingkan responden ayah di luar kota (4.6%). Sebagai kepala keluarga, ayah berperan dalam pencari nafkah utama. Tingkat pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan ayah. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pekerjaan yang dimiliki cenderung akan semakin baik. Sementara itu, sebanyak 21.3 persen responden ibu di kota dan 24.6 persen di luar kota tingkat pendidikannya adalah tidak tamat SD. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara berpikir seseorang, nilai yang yang dianutnya dan persepsinya (Sumarwan 2003). Responden yang memiliki pendidikan tinggi baik cenderung akan lebih sensitif terhadap pendidikan anaknya. Mereka akan memilih sekolah yang memberikan fasilitas yang lebih baik.
44
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan
Ayah
Ibu
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMP Tamat SMP Tidak tamat SMA Tamat SMA Perguruan Tinggi Total Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMP Tamat SMP Tidak tamat SMA Tamat SMA Perguruan Tinggi Total
Kota n 2 18 9 4 3 1 15 9 61 12 13 11 4 3 0 12 6 61
% 3.3 29.5 14.8 6.6 4.9 1.6 24.6 14.8 100.0 19.7 21.3 18.0 6.6 4.9 0.0 19.7 9.8 100.0
Luar Kota n % 6 9.2 16 24.6 16 24.6 1 1.5 4 6.2 1 1.5 18 27.7 3 4.6 65 100.0 14 21.5 24.6 16 14 21.5 2 3.1 8 12.3 1 1.5 7 10.8 3 4.6 65 100.0
Total n 8 34 25 5 7 2 33 12 126 26 29 25 6 11 1 19 9 126
% 6.3 27.0 19.8 4.0 5.6 1.6 26.2 9.5 100.0 20.6 23.0 19.8 4.8 8.7 0.8 15.1 7.1 100.0
Pekerjaan Kabupaten Indramayu merupakan wilayah pantai di Jawa Barat. Sebagian masyarakat sangat tergantung pada laut. Meskipun mayoritas nelayannya tidak memiliki perahu sendiri. Selain itu, wilayah selatan Kabupaten Indramayu merupakan kawasan persawahan, sehingga petani pun banyak terdapat di Indramayu. Mayoritas responden ayah di kota (24.6%) dan di luar kota (35.4%) bekerja sebagai buruh, baik buruh nelayan maupun buruh petani. Sementara itu, hanya 3.2 persen petani yang memiliki lahan sendiri dan 2.4 persen nelayan yang memiliki perahu pribadi. Proporsi terbesar responden ibu adalah tidak memiliki pekerjaan atau berstatus sebagai ibu rumahtangga (Tabel 9). Pekerjaan yang dimiliki ibu di kota (18.0%) dan di luar kota (23.1%) persentase terbanyaknya adalah sebagai pedagang . Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan
Ayah
Tidak bekerja Petani Nelayan Wiraswasta Pedagang PNS Buruh Karyawan
Kota n 1 2 3 8 5 8 15 4
% 1.6 3.3 4.9 13.1 8.2 13.1 24.6 6.6
Luar Kota n % 2 3.1 2 3.1 0 0.0 10 15.4 14 21.5 2 3.1 35.4 23 3 4.6
Total 4 4 3 18 19 10 38 7
3.2 3.2 2.4 14.3 15.1 7.9 30.2 5.6
45
Lanjutan Tabel 9 Kota
Jenis pekerjaan
Ibu
n 10 5 61 30 0 0 3 11 5 10 1 0 1 61
Jasa angkutan Lainnya Total Tidak bekerja Petani Nelayan Wiraswasta Pedagang PNS Buruh Karyawan Jasa angkutan Lainnya Total
% 16.4 8.2 100.0 49.2 0.0 0.0 4.9 18.0 8.2 16.4 1.6 0.0 1.6 100.0
Luar Kota n % 9 13.8 0 0.0 65 100.0 56.9 37 0 0.0 0 0.0 3 4.6 15 23.1 2 3.1 7 10.8 0 0.0 0 0.0 1 1.5 65 100.0
Total 19 4 126 67 0 0 6 26 7 17 1 0 2 126
15.1 3.2 100.0 53.2 0.0 0.0 4.8 20.6 5.6 13.5 0.8 0.0 1.6 100.0
Jumlah Anggota Keluarga NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) yang digalakkan oleh BKKBN sejak masa orde baru mencanangkan program dua anak cukup atau disebut sebagai keluarga kecil. Keluarga kecil idealnya terdapat empat orang dalam satu keluarga, yaitu ayah, ibu dan dua orang anak. Secara umum, responden di kota (44.3%) dan di luar kota (43.1%) termasuk ke dalam kelompok keluarga sedang, yaitu terdapat lima sampai tujuh orang dalam satu keluarga. Proporsi untuk besar keluarga kecil antara responden kota dan di desa juga seimbang (Tabel 10). Besarnya keluarga ini akan mempengaruhi pengeluaran dalam keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka beban pengeluaran keluarga tersebut akan semakin besar. Banyaknya jumlah anggota keluarga bagi masyarakat tradisional juga akan mempengaruhi besarnya pendapatan. Keluarga tradisional berpendapat bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka pemasukan bagi keluarga juga akan semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sumberdaya manusia (pekerja) yang akan memberi pemasukan bagi keluarga. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga ≤4 5-7 >7 Total
Kota n 25 27 9 61
% 41.0 44.3 14.8 100.0
Luar kota n % 26 40.0 43.1 28 11 16.9 65 100.0
Total n 51 55 20 126
% 40.5 43.7 15.9 100.0
46
Pendapatan Besarnya pendapatan menentukan kemampuan suatu keluarga untuk bertahan hidup. Responden di kota dan di luar kota termasuk ke dalam kategori di bawah garis kemiskinan, walaupun persentase di kota (63.9%) lebih kecil dibandingkan di luar kota (78.5%) (Tabel 11). Berdasarkan Tabel 11, responden di kota cenderung lebih sejahtera dari segi pendapatan dibandingkan dengan responden di luar kota. Jumlah respoden yang berada pada kategori menegah ke atas (≥ 2GK) lebih banyak berada di luar kota. Pendapatan merupakan salah satu identitas kelas sosial di masyarakat. Semakin tinggi pendapatan, kelas sosial individu tersebut akan semakin tinggi pula. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan garis kemiskinan Kota Luar Kota Total N % n % n % 63.9 78.5 71.4 ≤ GK 39 51 90 GK < x < 2GK 10 16.4 8 12.3 18 14.3 ≥ 2GK 12 19.7 6 9.2 18 14.3 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Rata-rata±SD 313 991.7±355 185.3 228 205.7±271985.6 269 737.0±316 675.9 Keterangan: Garis kemiskinan Indramayu adalah sebesar Rp 273 617/ kapita/ bulan (BPS 2008) Kategori
Persepsi Orangtua Terhadap Pendidikan Dasar Persepsi
merupakan
suatu
proses
dimana
pelanggan
memilih,
mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterimanya. Persepsi ini akan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan penilaian pelanggan terhadap tingkat kepentingan produk (Rangkuti 2006). Persepsi orangtua terhadap pentingnya pendidikan dapat menjadi salah satu indikator kepedulian orangtua terhadap pendidikan anaknya. Orangtua yang menilai bahwa pendidikan itu penting akan memprioritaskan alokasi dana untuk pendidikan cenderung lebih besar dibandingkan dengan orangtua yang memiliki menilai kurang pentingnya pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden (100.0%) setuju bahwa pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Hal ini berdampak pada persepsi orangtua bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menyekolahkan anaknya minimal hingga tingkat pendidikan dasar (94.4%). Dua pertiga responden tidak setuju bahwa tujuan pendidikan dasar adalah untuk mencari uang (63.5%). Orangtua menyadari bahwa jika anaknya hanya menempuh pendidikan dasar, maka pekerjaan yang diperoleh terbatas, seperti
47
buruh. Walaupun demikian, terdapat 26.2 persen responden menilai bahwa setelah anak menempuh pendidikan dasar maka tugas anak adalah mencari uang. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pendidikan anak menjadi faktor bagi tiga perempat orangtua berpendapat bahwa biaya pendidikan dasar seharusnya ditanggung pemerintah sepenuhnya (75.4%). Selain itu, lebih dari separuh (71.4%) repsonden berada pada kategori di bawah garis kemiskinan, jadi wajar jika mereka sangat mengharapkan bantuan pemerintah dalam meringankan biaya pendidikan (Tabel 12). Hanya seperlima responden (20.6%) menyadari bahwa biaya pendidikan adalah tanggung jawab orangtua, karena memberikan pendidikan merupakan kewajiban orangtua, oleh karena itu orangtua harus berkontribusi lebih banyak terhadap biaya pendidikan. Pendidikan dasar penting baik bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini didukung oleh pernyataan responden yang tidak setuju (64.3%) bahwa pendidikan dasar untuk laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan untuk anak perempuan. Hampir seluruh responden setuju (97.6%) bahwa pendidikan dasar merupakan kunci kemandirian sebagai manusia, oleh karena itu mejadi prioritas dalam hidup (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap pendidikan dasar No
Pernyataan
1
Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga Negara Indonesia Setiap orangtua wajib menyekolahkan anaknya, minimal pendidikan dasar Tujuan pendidikan dasar adalah untuk mencari uang Pendidikan dasar membutuhkan biaya besar, oleh karena itu menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya Pendidikan dasar untuk anak laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan untuk anak perempuan
2
3 4
5
Tidak setuju n %
n
%
n
%
n
%
0
0.0
0
0.0
126
100.0
126
100.0
6
4.8
1
0.8
119
94.4
126
100.0
80
63.5
13
10.3
33
26.2
126
100.0
26
20.6
5
4.0
95
75.4
126
100.0
81
64.3
15
11.9
30
23.8
126
100.0
Netral
Total
Setuju
48
Lanjutan Tabel 12. No
Pernyataan
6
Pendidikan dasar merupakan kunci kemandirian sebagai manusia, oleh karena itu harus menjadi prioritas dalam hidup
Tidak setuju n %
n
%
n
%
n
%
3
0
0.0
123
97.6
126
100.0
Netral
2.4
Total
Setuju
Bila dikategorikan, secara umum orangtua di kota dan di luar kota memiliki persepsi yang sama terhadap pendidikan dasar, yaitu pada kategori sedang (50.8%) dan baik (49.2%). Hal ini menunjukkan bahwa orangtua memilki kesadaran yang cukup baik terhadap kebutuhan pendidikan anaknya. Persepsi orangtua ini dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan terhadap pendidikan yang sifatnya sangat individual (Sumarwan 2003). Orangtua menyadari bahwa pendidikan sangat berkaitan erat dengan jenis pekerjaan (Sumarwan 2003), sehingga orangtua berharap dengan menyekolahkan anaknya, anaknya tersebut akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan kategori persepsi terhadap pendidikan dasar Kategori Skor Rendah (6-13) Sedang (14-21) Tinggi (22-30) Total
Kota n 0 31 30 61
% 0.0 50.8 49.2 100.0
Luar Kota n % 0 0.0 50.8 33 32 49.2 65 100.0
Total n 0 64 62 126
% 0.0 50.8 49.2 100.0
Kondisi Fasilitas Sekolah Fasilitas Fisik Fasilitas fisik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sarana prasarana
pendidikan.
Penilaian
kondisi
fasilitas
ini
dilakukan
melalui
pengamatan sekolah. Penilaian fasilitas fisik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rendah artinya sekolah tidak memiliki sarana tersebut atau sarana tersebut ada namun kondisinya tidak layak pakai. Kategori ke dua adalah sedang, mengindikasikan kondisi sarana tersebut cukup baik atau jumlah sarana tersebut belum sesuai dengan kebutuhan. Kategori tinggi menunjukkan bahwa sarana tersebut dalam kondisi sangat baik dan jumlahnya sudah mencukupi kebutuhan. Lingkungan sekolah terlihat bersih dan terpelihara termasuk kategori baik (47.4%). Namun, persentase kategori buruk lebih banyak berada di sekolah kota
49
(17.6%) dibandingkan dengan sekolah di luar kota (9.5%). Sekolah di kota kurang dapat menjaga kebersihan lingkungannya dibandingkan dengan sekolah di luar kota. Fasilitas toilet dan air untuk cuci tangan berada pada kategori sedang (42.1%). Kondisi fasilitas ini di kota (35.3%) cenderung lebih baik dibandingkan dengan di luar kota (28.6%). Sementara itu, berkaitan dengan fasilitas toilet dan air cuci tangan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan masih termasuk ke dalam kategori buruk (55.3%). Fasilitas ini kurang diperhatikan di tingkat sekolah dasar, karena bagi sekolah yang terpenting adalah keberadaannya. Gedung sekolah di kota mayoritas berada pada kategori baik (47.1%), sedangkan untuk di luar kota berada pada kategori sedang (61.9%). Tabel 14 Sebaran kondisi fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah Fasilitas Fisik
1 %
Kota (n=17) 2 3 % %
Lingkungan sekolah terlihat bersih dan 17.6 35.3 47.1 terpelihara Fasilitas toilet dan air untuk cuci 23.5 41.2 35.3 tangan Fasilitas toilet dan tempat cuci tangan 52.9 17.6 29.4 untuk anak laki-laki dan perempuan secara terpisah Fasilitas gedung 11.8 41.2 47.1 sekolah Jumlah meja dan kursi yang memadai 11.8 35.3 52.9 sesuai jumlah siswa Perpustakaan 5.9 41.2 52.9 sekolah Komputer 17.6 29.4 52.9 Kamar ganti siswa laki-laki dan 94.1 0.0 5.9 perempuan terpisah Ruang UKS 17.6 35.3 47.1 Ruang bimbingan 29.4 23.5 47.1 dan konseling siswa Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
Luar Kota (n=21) 1 2 3 % % %
1 %
Total (n=38) 2 3 % %
9.5
42.9
47.6
13.2
39.5
47.4
28.6
42.9
28.6
26.3
42.1
31.6
57.1
23.8
19.0
55.3
21.1
23.7
14.3
61.9
23.8
13.2
52.6
34.2
9.5
42.9
47.6
10.5
39.5
50.0
23.8
52.4
23.8
15.8
47.4
36.8
33.3
38.1
28.6
26.3
34.2
39.5
90.5
4.8
4.8
92.1
2.6
5.3
38.1
42.9
19.0
28.9
39.5
31.6
71.4
14.4
14.3
52.6
18.4
28.9
Sebanyak separuh sekolah (50.0%) berada pada kategori baik berkaitan dengan rasio meja dan kursi dengan jumlah siswa. Mayoritas sekolah di kota (52.9%) dan di luar kota (47.6%) juga memiliki kategori sama, yaitu baik dalam aspek ini. Keberadaan perpustakaan di kota (52.9%) lebih baik dibandingkan
50
dengan di luar kota, bahkan masih ada 23.8 persen sekolah di luar kota yang tidak memiliki perpustakaan. Perbedaan terlihat pada fasilitas komputer, yaitu di kota berada pada kategori baik (52.9%) dan di luar kota berada pada kategori buruk (33.3%), walaupun secara umum fasilitas ini termasuk baik (39.5%). Kamar ganti siswa terpisah antara laki-laki dan perempuan hampir seluruh sekolah berada pada kategori buruk (92.1%). Sekolah baik di kota maupun di luar kota mungkin menganggap fasilitas ini dinilai kurang penting dan fungsinya dapat diakomodir oleh toilet siswa. Sebanyak 39.5 persen sekolah berkategori sedang dalam hal tersedianya ruang UKS. Ruang UKS di sekolah kota lebih baik (47.1%) dibandingkan dengan di luar kota (19.0%). Fasilitas ini keberadaannya dinilai kurang penting karena tidak digunakan setiap hari. Ruang bimbingan konseling secara umum berada pada kategori buruk (52.6%). Kategori buruk lebih banyak dimiliki oleh sekolah di luar kota (71.4%) dibandingkan dengan di sekolah kota (29.4%). Hal ini diduga karena dalam bimbingan konseling dapat dilakukan di ruang guru, sehingga keberadaan ruang ini tidak diutamakan oleh sekolah, terutama sekolah di luar kota. Secara umum, kondisi fasilitas fisik termasuk kategori sedang (52.6%) (Tabel 15). Kondisi fasilitas yang buruk lebih banyak terdapat pada sekolah di luar kota (28.6%) dan di tingkat SMP (26.1%), sedangkan kondisi yang baik lebih banyak di sekolah kota (35.3%) pada tingkat SMP pula (34.8%) (Lampiran 5). Kondisi fasilitas fisik pada tingkat SMP cenderung berbeda antara kota dan luar kota. Hal ini disebabkan SMP di kota merupakan SMP swasta unggulan dan SMP negeri favorit. Sekolah swasta cenderung lebih baik dalam hal fasilitas, karena sekolah tersebut memiliki dana tambahan baik dari yayasan dan orangtua. Orangtua mau memberikan dana karena pelayanan yang ditawarkan oleh SMP swasta cenderung lebih baik. SMP negeri di kota yang termasuk ke dalam SMP favorit cenderung lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena pada umumnya generasi unggul berasal dari sekolah favorit. Sesuai dengan tujuan pendidikan,
yaitu
mencetak
sumberdaya
berkualitas,
maka
pemerintah
memberikan fasilitas yang lebih baik pada sekolah favorit. Tabel 15 Sebaran kategori fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Buruk Sedang Baik
Kota (n=17) % 17.6 47.1 35.3
Luar kota (n=21) % 28.6 57.1 14.3
Total (n=38) % 23.7 52.6 23.7
51
Pembelajaran dan Pengajaran Proses pembelajaran dan pengajaran di sekolah merupakan kegiatan interaksi antara guru dan siswa, adanya komunikasi timbal balik sehingga tujuan belajar tercapai. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Penanganan siswa bermasalah dilakukan dengan menjalin komunikasi yang intensif selain kepada siswa bersangkutan, juga kepada orangtua siswa. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan melakukan home visit/ kunjungan ke rumah. Home visit atau kunjungan ke rumah siswa bermasalah yang dilakukan BP sebagai wakil sekolah termasuk ke dalam kategori sedang (31.6%) (Tabel 16). Persentase kategori buruk lebih banyak berada pada sekolah di kota (11.8%) dibandingkan di luar kota (4.8%). Ketidakpedulian sekolah terhadap siswa bermasalah dapat memicu bertambahnya siswa DO (drop out), karena alasan siswa DO bukan hanya karena ekonomi, tetapi juga non ekonomi seperti malas datang ke sekolah dan takut kepada guru (Puspitawati 2009). . Tabel 16 Sebaran pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan lokasi sekolah Pembelajaran dan pengajaran
1 %
Kota (n=17) 2 3 % %
Home Visit/ kunjungan oleh BP 11.8 52.9 35.3 ke pihak keluarga siswa yang bermasalah Hasil kerja/karya siswa dipajang di 41.2 29.4 29.4 sekolah Pengaturan ruangan tidak bersifat tradisional, 52.9 17.6 29.4 dapat berubahaubah sesuai dengan keperluan Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
Luar Kota (n=21) 1 2 3 % % %
1 %
Total (n=38) 2 3 % %
4.8
71.4
23.8
42.1
31.6
26.3
42.9
33.3
23.8
47.4
26.3
26.3
42.9
33.3
23.8
7.9
63.2
28.9
Penghargaan terhadap karya siswa termasuk ke dalam kategori rendah, yaitu 47.4 persen (Tabel 16). Kebiasan ini lebih baik dilakukan oleh sekolah di kota (29.4%) dibandingkan sekolah di luar kota (23.8%). Bentuk penghargaan yang dimaksud adalah dengan memajang hasil kerja/ karya siswa di sekolah. Siswa akan merasa bangga dan lebih percaya diri karena apa yang dilakukannya dihargai dan diakui oleh orang lain. Pengaturan ruangan sekolah di lokasi
52
penelitian yang dapat berubah sesuai kebutuhan berada pada kategori sedang (63.2%) (Tabel 16). Sekolah di kota (52.9%) dan pada tingkat SD (53.3%) kondisi pengaturan ruang kelas lebih rendah dibandingkan dengan sekolah di kota (42.9%) dan tingkat SMP (43.5%) (Lampiran 6). Pada tingkat sekolah dasar, hal ini dirasakan sekolah kurang perlu dilakukan, karena proses pembelajaran dan pengajarannya lebih sederhana dibandingkan di tingkat SMP. Rotasi pengaturan ruangan sebenarnya diperlukan karena dapat meningkatkan semangat siswa dan mengurangi rasa bosan ketika belajar yang pada akhirnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Institusi pendidikan harus memberi pelajar kesempatan untuk mencontoh pembelajaran dalam variasi model berbeda (Sallis 2008). Selain itu, siswa juga dapat diikut sertakan dalam pengaturan ruangan sehingga merangsang daya kreatif siswa. Proses pembelajaran dan pengajaran sekolah termasuk pada kategori sedang (60.5%) (Tabel 17). Sekolah di kota lebih banyak berada pada kondisi buruk (23.5%) dibandingkan sekolah di luar kota (14.3%). Kondisi buruk tersebut lebih banyak dimiliki pada tingkat SD dibandingkan SMP (Lampiran 7). Semakin tinggi tingkatan sekolah, maka pembelajaran dan pengajaran yang dilakukan akan semakin rumit pula, oleh karena itu, wajar bila pembelajaran dan pengajaran di SMP lebih baik dibandingkan di SD. Tabel 17 Sebaran kategori pembelajaran dan pengajaran di sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Buruk Sedang Baik
Kota (n=17) % 23.5 52.9 23.5
Luar kota (n=21) % 14.3 66.7 19.0
Total (n=38) % 18.4 60.5 21.1
Manajemen sekolah Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendidikan dengan memberikan kewenangan pengambilan keputusan kepada sekolah. Sekolah berhak menyelenggakan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, orangtua dan murid atas proses pendidikan di sekolah mereka. Melalui keterlibatan guru, orangtua, dan anggota masyarakat MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Perencanaan sekolah tahunan berada pada kategori baik (71.1%) (Tabel 18). Baik sekolah di kota maupun di luar kota memiliki perencanaan yang baik
53
ketika sekolah menghadapi akhir tahun maupun awal tahun belajar. Transparansi berkaitan dengan keuangan sekolah berada pada kategori buruk (92.1%). Bila dibandingkan, sekolah di luar kota lebih buruk (95.2%) daripada sekolah di kota (88.2%). Manajemen keuangan dinilai merupakan masalah interen sekolah, jadi orangtua dinilai tidak perlu mengetahuinya. Dengan adanya subsidi dari pemerintah (BOS dan BOS buku), pemajangan manajemen keuangan diperlukan karena orangtua perlu mengetahui arus penggunaan dana tersebut. Hal ini juga memberikan kemudahan kepada sekolah ketika sekolah mengalami kekurangan dana dan membutuhkan bantuan dari orangtua. Pemajangan profil sekolah berada pada kategori buruk (36.8%) dan sedang (36.8%). Kondisi baik lebih banyak berada pada sekolah di luar kota (28.6%) dibadingkan di kota (35.1%). Profil sekolah lebih banyak dipanjang pada ruang guru dan staf, bukan di halaman depan. Sementara itu, separuh (50.0%) sekolah termasuk kategori baik dalam pemajangan visi dan misi sekolah. Namun, sekolah di kota lebih baik (70.6%) dibandingkan dengan sekolah di luar kota (33.%). Ada beberapa sekolah di kota yang termasuk ke dalam sekolah unggulan. Persaingan dalam menarik minat siswa dan orangtua dilakukan dengan cara menunjukkan keunggulan sekolahnya dibandingkan sekolah lain. Salah satu caranya yaitu melalui pemajangan visi dan misi di bagian depan sekolah. Pemajangan daftar penerimaan beasiswa berada pada kategori buruk (81.6%). Kondisi sekolah di kota (19.0%) lebih baik dibandingkan dengan sekolah di luar kota (5.9%). Beasiswa berkaitan dengan masalah ekonomi. Di daerah luar kota, keluarga yang pendapatan per kapitanya di bawah garis kemiskinan sangat dominan (Tabel 11). Oleh karena itu, apabila penerima beasiswa dipajang dikhawatirkan adanya kecemburuan sosial, karena beasiswa hanya diberikan kepada siswa-siswa tertentu. Manajemen data siswa termasuk baik (73.7%). Bahkan sekolah di kota tidak ada yang termasuk ke dalam kondisi buruk. Manajemen data siswa yang terpilah berdasarkan jenis kelamin juga berkategori baik (63.2%).
54
Tabel 18 Sebaran kondisi manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah Manajemen sekolah
1 %
Kota (n=17) 2 3 % %
Perencanaan 5.9 23.5 70.6 sekolah tahunan Keuangan sekolah dipajang di tempat 88.2 5.9 5.9 strategis Profil sekolah dipajang di tempat 35.3 41.2 23.5 strategis Visi dan misi sekolah dipajang di 11.8 17.6 70.6 tempat strategis Daftar penerima 82.4 11.8 beasiswa anak 5.9 miskin dipajang Data siswa 0.0 29.4 70.6 Data siswa terpilah 64.7 29.4 5.9 jenis kelamin Data guru dan tenaga kerja 23.5 17.6 58.8 administrasi Data guru dan tenaga kerja 52.9 11.8 35.3 administrasi terpilah jenis kelamin Data komite sekolah 11.8 47.1 41.2 Data komite sekolah 76.5 terpilah jenis 0.0 23.5 kelamin Anggota komite 76.5 17.6 5.9 sekolah 40 persen perempuan Data pelatihan guru 17.6 52.9 29.4 Data pelatihan guru terpilah jenis 70.6 11.8 17.6 kelamin Struktur organisasi sekolah dipajang di 17.6 29.4 52.9 sekolah Ada wakil kepala 47.1 11.8 41.2 sekolah Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
Luar Kota (n=21) 1 2 3 % % %
1 %
Total (n=38) 2 3 % %
4.8
23.8
71.4
5.3
23.7
71.1
95.2
0.0
4.8
92.1
2.6
5.3
38.1
33.3
28.6
36.8
36.8
26.3
33.3
33.3
33.3
23.7
26.3
50.0
81.0
0.0
19.0
81.6
5.3
13.2
4.8
19.0
76.2
2.6
23.7
73.7
23.8
14.3
61.9
26.3
10.5
63.2
14.3
23.8
61.9
18.4
21.1
60.5
47.6
14.3
38.1
50.0
13.2
36.8
19.0
19.0
61.9
15.8
31.6
52.6
76.2
4.8
19.0
76.3
2.6
21.1
71.4
19.0
9.5
73.7
18.4
7.9
28.6
23.8
47.6
23.7
36.8
39.5
76.2
14.3
9.5
73.7
13.2
13.2
23.8
38.1
38.1
21.1
34.2
44.7
38.1
14.3
47.6
42.1
13.2
44.7
Kategori manajemen data guru dan tenaga kerja administrasi adalah baik (60.5%) (Tabel 18). Kondisi yang lebih baik berada pada sekolah di luar kota (61.9%) dibandingkan sekolah di kota (58.8%). Keadaan serupa juga terlihat pada aspek manajemen data guru dan tenaga kerja administrasi yang terpilah jenis kelamin, yaitu sekolah di luar kota (38.1%) lebih baik daripada sekolah di kota (35.3%). Walaupun secara umum, aspek ini separuhnya berada pada
55
kategori buruk (50.0%). Data komite sekolah berada pada kategori baik (52.6%), namun jika data tersebut terpilah jenis kelamin termasuk kategori buruk (76.3%). Buruknya pemilahan data komite sekolah berdasarkan jenis kelamin karena jumlah anggota komite sekolah masih didominasi laki-laki, hal ini tercermin pada pernyataan jumlah anggota komite sekolah 40.0 persen adalah wanita secara umum pada kategori buruk (73.7%). Namun, partisipasi perempuan menjadi anggota komite sekolah di luar kota (9.5%) lebih baik daripada di kota (5.9%). Hal ini diduga karena ibu di sekolah luar kota lebih banyak tidak bekerja dibandingkan ibu di sekolah kota (Tabel 9), sehingga waktu ibu di sekolah luar kota lebih fleksibel untuk melakukan pertemuan rutin anggota komite. Proporsi terbanyak berkaitan dengan manajemen data pelatihan guru adalah pada kategori baik (39.5%). Namun bila dilihat berdasarkan lokasi, kondisi di sekolah luar kota lebih baik (47.6%) dibandingkan di sekolah kota (29.4%). Manajemen data pelatihan guru yang terpilah jenis kelamin sebanyak 73.7 persen termasuk kategori buruk dan kondisi di kota (17.6%) lebih baik daripada di luar kota (9.5%). Sementara itu, berkaitan dengan pemajangan struktur oarganisasi, hampir separuhnya (44.7%) berada pada kategori baik, dan kondisi lebih baik berada di sekolah kota (52.9%). Kepala sekolah idealnya dibantu oleh wakil kepala dalam mejalankan tugas. Pada aspek ini, sebanyak 44.7 persen sekolah termasuk ke dalam kategori baik. Keradaan wakil kepala sekolah di luar kota (47.6%) lebih baik dibandingkan di kota (41.2%) dan sekolah dasar lah yang lebih banyak tidak memiliki wakil sekolah (80.0%). Dalam menjalankan tugasnya, kepala sekolah berdiri sendiri, bahkan ada di beberapa sekolah, terutama sekolah SD kepala sekolah merangkap sebagai petugas administrasi dan kebersihan (Lampiran 8). Kondisi manajemen sekolah secara umum termasuk kategori sedang (84.2%) (Tabel 19). Sekolah di kota (11.8%) persentase kategori buruk lebih besar dibandingkan dengan sekolah di luar kota (9.5%). Hal ini disebabkan oleh manajemen data sekolah di kota yang kurang baik. Sementara itu, untuk kategori baik, persentase sekolah di kota (5.9%) juga lebih besar dibandingkan dengan di luar kota (4.8%). Kondisi ini disebabkan sekolah di kota lebih transparan dalam memberikan informasi kepada siswa, orangtua dan masyarakat. Hal yang menarik adalah tidak ada sekolah SD yang termasuk ke dalam kategori baik (Lampiran 9). Mayoritas SD contoh termasuk pada kategori sedang (93.3%). Sementara itu, untuk tingkat SMP, walaupun persentase kategori buruk (13.0%)
56
lebih besar dibandingkan SD (6.7%), masih ada sekolah yang termasuk ke dalam kategori baik (8.7%) (Lampiran 9). Tabel 19 Sebaran kategori manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kota (n=17) % 11.8 82.4 5.9
Kategori Buruk Sedang Baik
Luar kota (n=21) % 9.5 85.7 4.8
Total (n=38) % 10.5 84.2 5.3
Tata tertib Tata tertib berkaitan dengan peraturan yang berlaku di setiap sekolah. Berdasarkan hasil pengamatan, pemajangan tata tertib di tempat yang strategis 39.5 persen termasuk kategori baik (Tabel 20). Persentase kategori baik untuk di kota (47.1%) lebih banyak dibandingkan di luar kota (33.3%). Pemajangan tata tertib bisa menjadi salah satu cara efektif dalam mensosialisasikan peraturan kepada siswa, guru, dan tenaga kerja sekolah. Tata tertib yang dipajang tidak bernuansakan hukuman fisik berada pada kategori baik. Namun, masih ada sekolah di kota, yaitu 5.9 persen yang memberlakukan hukuman fisik, yaitu sekolah di SMP (Lampiran 10). Ketika pengamatan berlangsung, tidak satupun sekolah contoh (0.0%) yang memperlihatkan nuansa kekerasan. Tabel 20 Sebaran kondisi tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah Tata tertib
1 %
Kota (n=17) 2 3 % %
Tata tertib di 47.1 pajang di tempat 23.5 29.4 stategis Tata tertib tidak 94.1 berupa berupa 5.9 0.0 hukuman fisik Tidak ada nuansa 100.0 0.0 0.0 kekerasan Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
Luar Kota (n=21) 1 2 3 % % %
1 %
Total (n=38) 2 3 % %
28.6
38.1
33.3
26.3
34.2
39.5
0.0
4.8
95.2
2.6
2.6
94.7
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
100.0
Berdasarkan Tabel 21, sekolah contoh berada pada kategori baik dalam hal tata tertib dan tidak ada satupun yang termasuk kategori buruk. Kategori baik persentase untuk sekolah di kota (70.6%) lebih kecil dibandingkan sekolah di luar kota (71.4%), karena masih ada sekolah di kota yang menerapkan hukuman fisik sebagai sangsi kesalahan yang dilakukan siswa.
57
Tabel 21 Sebaran kategori tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Buruk Sedang Baik
Kota (n=17) % 0.0 29.4 70.6
Luar kota (n=21) % 0.0 28.6 71.4
Total (n=38) % 0.0 28.9 71.1
Secara umum, hasil pengamatan kepada kondisi sekolah, yaitu fasilitas fisik, pembelajaran dan pengajaran, manajemen sekolah dan tata tertib menunjukkan sekolah penelitian termasuk pada kategori sedang (62.7%) (Tabel 22). Fasilitas sekolah di kota (29.5%) lebih baik dibandingkan sekolah di luar kota (12.3%). Sementara itu fasilitas di SMP (33.8%) persentase kategori baik lebih besar dibandingkan di SD (5.2%) (Lampiran 12). Sekolah SMP di kota memiliki fasiltas yang lebih baik dibandingkan sekolah lainnya. Hal ini disebabkan karena sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan tidak hanya di kecamatan, tetapi juga di kabupaten. Sekolah unggulan pada umumnya mendapatkan perhatian dan fasilitas lebih dari pemerintah dan lebih diutamakan dibandingkan sekolah lainnya dalam hal penyediaan sarana prasarana. Tabel 22 Sebaran kondisi fasilitas sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Buruk Sedang Baik
Kota (n=17) % 14.8 55.7 29.5
Luar kota (n=21) % 18.5 69.2 12.3
Total (n=38) % 16.7 62.7 20.6
Kepuasan Orangtua Kepuasan yang Dilaporkan Langsung (Direct Reported Satisfaction) Direct reported satisfaction yaitu kepuasan yang diukur dengan menanyakan secara langsung tingkat kepuasan kepada orangtua berkaitan dengan sembilan atribut pelayanan pendidikan dasar. Berdasarkan Tabel 23, orangtua di SD merasa puas terhadap pelayanan pendidikan di sekolah berkaitan dengan proses pembelajaran (60.3%), kualitas pengajaran (55.2%) dan hasil dari proses pembelajaran (53.4%). Atribut pelayanan yang dirasakan cukup puas oleh orangtua adalah atribut kondisi sekolah yang nyaman (48.3%), sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya (48.3%), sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua (43.1%), kualitas fisik sekolah (43.1%), kesiapan alih tahun pelajaran (56.9%) dan ketersediaan biaya pendidikan
58
(51.7%) yaitu orangtua, harus menyiapkan dana pendidikan, seragam, sepatu, alat tulis, dan sebagainya yang berkaitan dengan keperluan pribadi. Sementara itu, di tingkat SMP terdapat enam atribut yang dinilai puas oleh orangtua, yaitu atribut proses pembelajaran (55.9%), kualitas pengajaran (58.8%), hasil dari proses pembelajaran (51.5%), sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya (55.9%), sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua (60.3%) dan kualitas fisik sekolah (42.6%). Sementara itu, atribut pelayanan yang dinilai cukup puas oleh orangtua adalah kondisi sekolah yang nyaman (48.5%), kesiapan alih tahun pelajaran (51.5%) dan ketersediaan biaya pendidikan (45.6%). Bila dilihat secara umum, persentase tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan di SMP lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan orangtua di SD. Lokasi SMP yang lebih banyak di kota menyebabkan sekolah SMP cenderung mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Tabel 23 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Atribut Proses pembelajaran Kualitas pengajaran Hasil dari proses pembelajaran Kondisi sekolah yang nyaman Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan di lingkungannya Sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua Kualitas fasilitas fisik Kesiapan alih tahun pelajaran Ketersediaan biaya sekolah
Tidak Puas % 5.2 8.6
SD (n=58) Cukup Puas % 34.5 36.2
13.8
SMP (n=68) Cukup Puas Puas % % 55.9 39.7 58.8 36.8
% 60.3 55.2
Tidak Puas % 4.4 4.4
32.8
53.4
7.4
41.2
51.5
5.2
48.3
46.6
11.8
48.5
39.7
5.2
48.3
46.6
8.8
35.3
55.9
15.5
43.1
41.4
5.9
33.8
60.3
22.4
43.1
34.5
19.1
38.2
42.6
5.2
56.9
37.9
4.4
51.5
44.1
27.6
51.7
20.7
30.9
45.6
23.5
Puas
Tabel 24 menunjukkan bahwa orangtua di kota cenderung lebih puas dibandingkan dengan orangtua di luar kota. Hal ini sejalan dengan hasil pada Tabel 19. Atribut proses pembelajaran dinilai puas oleh orangtua di kota (47.5%) dan luar kota (67.7%), Kualitas pengajaran juga dinilai puas oleh orangtua di kota (57.4%) dan luar kota (56.9%). Orangtua merasa puas terhadap cara pengajaran yang dipakai oleh sekolah. Dalam memberikan pengajaran yang berkualitas
59
perlu didukung oleh pengajar yang berkompeten, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut berdampak positif terhadap perkembangan anak. Kepuasan terhadap kualitas pengajaran berdampak kepada kepuasan terhadap hasil dari proses pembelajaran, 47.5 persen untuk orangtua di kota dan 56.9 persen untuk orangtua di luar kota. Tabel 24 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan lokasi sekolah Atribut Proses pembelajaran Kualitas pengajaran Hasil proses pembelajaran Kondisi sekolah yang nyaman Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya Sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua Kualitas fasilitas fisik Kesiapan alih tahun pelajaran Ketersediaan biaya sekolah
Tidak Puas % 6.6 9.8 4.9
Kota (n=61) Cukup Puas % 45.9 32.8 47.5
4.9
50.8
44.3
12.3
46.2
41.5
1.6
45.9
52.5
12.3
36.9
50.8
6.6
41.0
52.5
13.8
35.4
50.8
13.1
37.7
49.2
27.7
43.1
29.2
4.9
54.1
41.0
4.6
53.8
41.5
24.6
50.8
24.6
33.8
46.2
20.0
Puas % 47.5 57.4 47.5
Luar Kota (n=65) Tidak Cukup Puas Puas Puas % % % 3.1 29.2 67.7 56.9 3.1 40.0 56.9 15.4 27.7
Atribut kondisi sekolah yang nyaman dirasakan cukup puas oleh orangtua, baik di kota (50.8%) maupun di luar kota (46.2%). Keamanan sekolah bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah, tetapi juga masyarakat, oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan masyarakat serta menjadikan sekolah adalah “milik bersama”. Kemampuan sekolah dalam menjaga disiplin dan keamanan sekolah dinilai puas dengan persentase 52.5 persen untuk kota dan 50.8 persen untuk luar kota. Selain itu, orangtua sebagai pengguna pelayanan pendidikan setelah anak perlu diberikan informasi berkaitan dengan perkembangan anaknya. Pemberian informasi ini tidak hanya dilakukan melalui RAPORT, tetapi juga pertemuan rutin antara pihak sekolah dan orangtua murid. Dalam hal ini orangtua di kota (52.5%) dan luar kota (50.8%) sudah merasa puas. Kualitas fisik sekolah dinilai puas oleh orangtua di kota (49.2%) dan cukup puas oleh orangtua di luar kota (43.1%). Kesiapan alih tahun dan ketersediaan biaya sekolah dinilai cukup puas oleh orangtua di kota (50.8%) dan di luar kota (46.2%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24.
60
Bila dibandingkan antara responden ayah dan ibu, tingkat kepuasan keduanya berada pada kategori puas, dengan 88.1 persen untuk ayah dan 91.3 persen untuk ibu (Tabel 25). Ibu cenderung lebih merasa puas dibandingkan ayah. Hal ini diduga karena metode pengukuran kepuasan bersifat subjektif sangat dipengaruhi oleh emosi seseorang. Ibu dalam menilai kepuasan subjektif, dirasakan lebih dipengaruhi oleh perasaannya dibandingkan (Troelstrup 1957). Tabel 25 Sebaran responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat kepuasan Ayah
Tingkat kepuasan
Ibu
n 15 111
Tidak Puas Puas
% 11.9 88.1
n 11 115
% 8.7 91.3
Tingkat kepuasan orangtua berdasarkan tingkat pendidikan contoh menunjukkan bahwa ayah (84.5%) dan ibu (86.2%) di SD termasuk kategori puas. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh responden ayah (91.2%) dan ibu (95.6%) ditingkat SMP. Secara umum, responden ayah dan ibu di SMP lebih merasa puas dibandingkan dengan responden ayah dan ibu di SD (Tabel 26). Hal ini diduga karena pelayanan yang diberikan oleh SMP lebih baik dibandingkan dengan di SD. Bahkan ada sekolah SMP yang memberikan seragam olahraga gratis kepada siswanya. Tabel 26 Sebaran tingkat kepuasan responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat pendidikan contoh SD Tingkat Kepuasan Tidak Puas Puas
SMP
Ayah n 9 49
% 15.5 84.5
Ibu n 8 50
Ayah % 13.8 86.2
n 6 62
% 8.8 91.2
Ibu n 3 65
% 4.4 95.6
Berdasarkan lokasi sekolah, tingkat kepuasan responden ayah (93.4%) dan ibu (91.8%) di kota berada pada kategori puas (Tabel 27). Sementara itu, sekolah di luar kota baik responden ayah (83.1%) dan ibu (90.8%) juga berada pada kategori puas mayoritas berada pada kategori puas. Responden ayah dan ibu yang merasa tidak puas lebih banyak berada pada responden di luar kota. Hal ini sangat wajar karena harapan orangtua terhadap pendidikan anaknya tidak dapat dipenuhi oleh sekolah yang berada diluar kota. Selain itu, secara umum pelayanan di kota juga lebih baik dibandingkan di luar kota.
61
Tabel 27 Sebaran tingkat kepuasan responden berdasarkan lokasi sekolah Kota Tingkat Kepuasan
n 4 57
Tidak Puas Puas
Luar Kota
Ayah
Ibu
% 6.6 93.4
n 5 56
Ayah % 8.2 91.8
n 11 54
Ibu
% 16.9 83.1
n 6 59
% 9.2 90.8
Hasil crosstab terhadap kepuasan ayah dan ibu menunjukkan bahwa terdapat 82.5 persen responden ayah dan ibu yang tingkat kepuasaannya samasama termasuk ke dalam kategori puas dan 3.2 persen yang sama-sama termasuk kategori tidak puas (Tabel 28). Sementara itu terdapat 8.7 persen responden ibu yang kepuasannya lebih tinggi dibandingkan ayah dan 5.6 persen ayah yang kepuasannya lebih tinggi dibandingkan ibu. Tabel 28 Crosstab tingkat kepuasan ibu dengan kepuasan ayah Ibu Tingkat kepuasan Ayah
Tidak Puas n % 4 3.2 7 5.6
Tidak Puas Puas
Puas n 11 104
% 8.7 82.5
Derived Satisfaction Metode kedua yang digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar adalah derived satisfaction. Derived satisfaction mengukur melalui besar harapan orangtua terhadap atribut pelayanan pendidikan dasar dan besarnya kinerya yang mereka rasakan. Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus CSI (Costumer Satisfaction Index). Skor hasil penghitungan diklasifikasikan menjadi tidak puas (0.00 – 0.34), kurang puas (0.35 – 0.50), cukup puas (0.51 – 0.65), puas (0.66 – 0.80) dan sangat puas (0.81 – 0.10). Penilaian yang telah dilakukan terhadap 40 atribut pelayanan pendidikan dasar oleh orangtua menghasilkan skor 0.709. Hal ini berarti orangtua merasa puas terhadap pelayanan pendidikan dasar yang disediakan sekolah (Lampiran 13). Bila dilihat per individu, hampir tiga perempat responden ayah (71.4%) dan ibu (73.0%) merasa puas (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan indeks kepuasan (CSI) Tingkat Kepuasan Tidak Puas Cukup Puas Puas
Ayah n 0 36 90
Ibu % 0.0 28.6 71.4
n 2 32 92
% 1.6 25.4 73.0
62
Secara umum, responden ayah dan ibu baik di SD dan SMP termasuk ke dalam kategori puas (Tabel 30). Hasil penghitungan tingkat kepuasan ayah dan ibu di SD menunjukkan nilai yang sama, yaitu ibu dan ayah yang merasa cukup puas sebanyak 25.9 persen dan puas 74.1 persen. Sementara itu, di SMP ibu lebih banyak berada pada kategori puas (72.1%) dibandingkan ayah (69.1%). Tabel 30 Sebaran kepuasan responden (CSI) berdasarkan tingkat pendidikan contoh SD Tingkat Kepuasan Tidak Puas Cukup Puas Puas
SMP
Ayah n 0 15 43
Ibu
% 0.0 25.9 74.1
n 0 15 43
Ayah % 0.0 25.9 74.1
n 0 21 47
Ibu
% 0.0 30.9 69.1
n 2 17 49
% 2.9 25.0 72.1
Berdasarkan lokasi sekolah, responden ayah dan ibu di kota maupun di luar kota berada pada kategori puas (Tabel 31). Tingkat kepuasan ayah (73.8%) dan ibu (75.4%) di kota lebih banyak dibandingkan dengan tingkat kepuasan ayah (69.2%) dan ibu (70.8%) di luar kota. Hal ini diduga karena kinerja pelayanan sekolah di kota lebih baik dibandingkan dengan fasilitas yang ada di sekolah luar kota. Tabel 31 Sebaran kepuasan respoden (CSI) berdasarkan lokasi sekolah Kota Tingkat Kepuasan Tidak Puas Cukup Puas Puas
Luar Kota
Ayah n 0 16 45
% 0.0 26.2 73.8
Ibu n 1 14 46
Ayah % 1.6 23.0 75.4
n 0 20 45
% 0.0 30.8 69.2
Ibu n 1 18 46
% 1.5 27.7 70.8
Sementara itu, bila crosstab antara indeks kepuasan ayah dan ibu secara umum menunjukkan kekonsistenan diantara keduanya. Ayah dan ibu yang sama-sama puas terhadap pelayanan pendiidkan dasar adalah sebesar (61.1%). Sementara itu, ayah dan ibu yang sama-sama termasuk ke dalam kategori cukup puas adalah sebanyak 15.1 persen (Tabel 32). Persentase ini lebih baik jika dibandingkan dengan hasil crosstab pada kepuasan yang dilaporkan langsung (Tabel 28).
63
Tabel 32 Crosstab indeks kepuasan ibu dengan indeks kepuasan ayah Tingkat Kepuasan Ayah
Tidak Puas Cukup Puas Puas
Tidak Puas n % 0 0.0 2 1.6 0 0.0
Ibu Cukup Puas n % 0 0.0 15.1 19 13 10.3
Puas n 0 15 77
% 0.0 11.9 61.1
Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja (Importance and Performance Analysis) IPA (Importance Performance Analysis) atau analisis kepentingan dan kinerja adalah alat yang digunakan untuk mengukur seberapa baik kinerja atribut dan seberapa penting atribut tersebut bagi responden. Kuadran A merupakan atribut yang diprioritaskan oleh orangtua, namun pada kenyataannya kinerjanya masih dibawah standar, sehingga perlu segera untuk diperbaiki. Kuadran B adalah atribut yang diprioritaskan oleh orangtua dan kinerjanya sudah baik, dalam hal ini sekolah perlu mempertahankannya untuk menjaga kualitas pelayanan. Atribut pada Kuadran C merupakan atribut yang dinilai kurang penting keberadaannya, namun pada kenyataannya kinerja atribut tersebut baik. Oleh karena itu, atribut pada Kuadran C sebaiknya dikurangi atau bahkan dihilangkan untuk efesiensi dan efektifitas kinerja. Sementara itu, Kuadran D menunjukkan atribut yang kinerjanya rendah, namun tidak menjadi prioritas untuk ditingkatkan atau diperbaiki karena orangtua menganggap atribut yang ada di Kuadran D tidak terlalu penting. Analisis kepentingan dan kinerja atribut sekolah dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan tingkat pendidikan (SD dan SMP) dan berdasarkan lokasi sekolah (kota dan luar kota). Tujuannya adalah untuk mengetahui adakah perbedaan tingkat kepentingan dan kinerja bila antara SD dan SMP serta kota dan luar kota, sehingga berdampak pada kebijakan berdasarkan tiga pilar pendidikan.
Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Garis batas kepentingan yang digunakan adalah 4.531 (SD) dan 4.514 (SMP). Garis batas kepentingan diketahui dengan cara mencari rata-rata dari seluruh atribut kepentingan yang diukur. Sementara itu, untuk kinerja garis batas yang digunakan adalah 3.547 (SD) dan 3.552 (SMP). Garis batas kinerja juga diketahui berdasarkan rata-rata seluruh atribut kinerja yang diukur.
64
1.
Kuadran A Atribut pelayanan di SD dan SMP yang perlu diperbaiki adalah ketersediaan toilet siswa, kondisi meja serta bangku sekolah, keberadaan dan kondisi perpustakaan, kontribusi dana BOS dan BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga dapat mengurangi beban orangtua (Gambar 7 dan 8). Di sekolah dasar, kinerja berkaitan dengan pemberian informasi mengenai perkembangan anak kepada orangtua juga perlu diperbaiki. Sementara itu, di tingkat SMP, orangtua berharap sekolah dapat meningkatkan kinerjanya dalam memelihara bangunan dan halaman sekolah.
2.
Kuadran B Atribut pelayanan di SD dan SMP yang menurut orangtua di kinerjanya sudah baik berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang menarik, pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan umum siswa, guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi, guru memberikan pertolongan dan dukungan kepada siswa, guru berpendidikan S1, pengajaran berdampak pada meningkatnya kemampuan dasar siswa, sekolah memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal, berkembangnya karakter siswa yang baik, anak selalu senang datang ke sekolah, anak dijaga dan diperlakukan sama, talenta anak berkembang secara optimal, sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin, semua siswa diperlakuakn secara fair, guru tidak memukul siswa, guru bertindak cepat jika ada masalah muncul, orangtua merasa diterima di sekolah, orangtua diberikan informasi berguna saat pertemuan orangtua-guru, ruang kelas yang rapi dan kesiapan siswa belajar pada tahun ajaran baru. Perbedaan kinerja terdapat pada atribut orangtua selalu diinformasikan mengenai perkembangan anak (SMP sudah baik) dan pemeliharaan bangunan dan halaman sekolah (SD sudah baik).
65
5.0
Kuadran A 4.8
Kuadran B
22
6
24
30
33
4 23
25 7 21 2 12120 5
8
Kepentingan
4.6 27
35
26
32
4.4
34
36
3
9
2815
14 16 18 11
10 19 17
13 31
4.2
39 38 40
4.0
29
Kuadran D
3.8 2.8
37
3.0
3.2
Kuadran C 3.4
3.6
3.8
4.0
4.2
Kinerja
Gambar 6 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja di sekolah dasar. 3.
Kuadran C Baik di SD maupun SMP tidak ada atribut yang dinilai kurang penting oleh orangtua namun kinerjanya berlebihan.
4.
Kuadran D Atribut pelayanan di SD dan SMP yang termasuk dalam Kuadran D adalah pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah, ketersediaan peralatan olahraga, tersedianya lapangan olahraga, besarnya biaya yang ditanggung oleh orangtua, orangtua mengeluarkan biaya transport, orangtua mengeluarkan biaya buku-buku, biaya Lembar Kerja Siswa (LKS), orangtua mengeluarkan biaya peralatan sekolah, orangtua mengeluarkan biaya seragam dan uang saku. Atribut Kuadran D mayoritas berkaitan dengan permasalahan biaya pendidikan. Orangtua memiliki persepsi bahwa biaya pendidikan seluruhnya merupakan tanggung jawab pemerintah (Tabel 12), baik biaya yang berkaitan dengan operasional sekolah maupun biaya pribadi. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran orangtua akan tanggung jawabnya untuk mengeluarkan biaya pendidikan pribadi (peralatan sekolah, uang saku) masih kurang. UndangUndang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
66
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun (pendidikan dasar) (pasal 11 ayat 2). Sementara itu, Peraturan Pemerintah RI No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 47 menyatakan bahwa peserta didik, orangtua dan atau wali peserta didik bertanggung jawab atas biaya pribadi peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa beban biaya pendidikan bukan hanya tanggung
jawab
pemerintah,
tetapi
masyarakat
(orangtua)
harus
berkontribusi terhadap biaya pendidikan pribadi. 5.0
Kuadran A
4.8
Kuadran B
22 33
Kepentingan
4.6
9 15 6
24
30
23 21 36
32
35
4.4
34
25 125 13 27
11 3 14 20 1816 10 28 2 1 17 8 7 19
26
31 40 38 37
4.2
Kuadran C
Kuadran D
4.0 29
3.8 2.8
3.0
3.2
3.4
3.6
3.8
4.0
4.2
Kinerja Gambar 7 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja di sekolah menengah. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Berdasarkan Lokasi Sekolah Garis batas kepentingan yang digunakan adalah 4.562 (kota) dan 4.448 (luar kota). Garis batas kepentingan untuk sekolah di kota lebih besar dibandingkan dengan luar kota. Secara umum menunjukkan bahwa ekspektasi orangtua terhadap pendidikan di kota lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua yang tinggal di luar kota. Sementara itu, untuk kinerja garis batas yang digunakan adalah 3.612 (kota) dan 3.492 (luar kota). Kualitas fasilitas di kota cenderung lebih baik dibandingkan dengan di luar kota. Hal ini sangat wajar karena sekolah yang ada di kota cenderung mendapatkan perhatian lebih
67
dibandingkan dengan sekolah yang di luar kota. Sekolah di kota juga lebih mudah mendapatkan akses dalam meningkatkan fasilitas pendidikan, seperti kemudahan mendapatkan media pembelajaran (komputer, alat lab, dan lain-lain). 1.
Kuadran A Sekolah di kota dan di luar kota menurut orangtua yang perlu diperbaiki berkaitan dengan ketersediaan toilet siswa, kondisi meja serta bangku sekolah, keberadaan dan kondisi perpustakaan, kontribusi dana BOS dan BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga dapat mengurangi beban orangtua. Bila dibandingkan, atribut ini konsisten dengan atribut yang berada di Kuadran A berdasarkan tingkat sekolah, artinya secara keseluruhan orangtua menilai bahwa fasilitas tersebut mendesak untuk diperbaiki. Karena jika tidak, hal ini kemungkinan akan menurunkan kepuasan orangtua terhadap sekolah contoh. Sementara itu, bangunan dan halaman di sekolah luar kota dinilai juga perlu diperbaiki.
2.
Kuadran B Atribut pelayanan di SD dan SMP yang menurut orangtua di kinerjanya sudah baik berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang menarik, pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan umum siswa, guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi, guru memberikan pertolongan dan dukungan kepada siswa, guru berpendidikan S1, pengajaran berdampak pada meningkatnya kemampuan dasar siswa, sekolah memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal, berkembangnya karakter siswa yang baik, anak selalu senang datang ke sekolah, anak dijaga dan diperlakukan sama, talenta anak berkembang secara optimal, sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin, semua siswa diperlakukan secara fair, guru bertindak cepat, jika ada masalah muncul, orangtua merasa diterima di sekolah, orangtua diberikan informasi berguna saat pertemuan orangtuaguru, ruang kelas yang rapi dan kesiapan siswa belajar pada tahun ajaran baru. Orangtua di kota menilai bahwa dalam menerapkan hukuman, guru tidak memukul siswa. Hal ini berbeda dengan orangtua di luar kota.
3.
Kuadran C Atribut yang teradapat di Kuadran C hanya satu dan itu berada pada sekolah di luar kota. Atribut yang dimaksud adalah guru tidak memukul siswa. Orangtua di luar kota menilai bahwa sekolah di luar kota dalam menghukum
68
siswa suka menggunakan hukuman fisik. Padahal orangtua berpendapat bahwa dalam memberikan sangsi kepada anak tidak perlu dilakukan dengan hukumna fisik, kerena kurang mendidik. Oleh karena itu, orangtua berharap kebiasaan guru memukul siswa untuk dihilangkan. 5.0
Kuadran A
Kuadran B 22
4.8
24
33
21 128
30
4.6
Kepentingan
6
23
26
9 25 1 27 5
153 20 16 17 18 28 11
14 10
19
35 13 27 36
32
4.4
31
34
39 40
4.2
Kuadran D
38 37
Kuadran C
4.0 29
3.8 2.8
3.0
3.2
3.4
3.6
3.8
4.0
4.2
Kinerja Gambar 8 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja sekolah di kota. 4.
Kuadran D Atribut pelayanan pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah, ketersediaan peralatan olahraga, tersedianya lapangan olahraga, besarnya biaya yang ditanggung oleh orangtua, orangtua mengeluarkan biaya transport, orangtua mengeluarkan biaya buku-buku, Lembar Kerja Siswa (LKS), orangtua mengeluarkan biaya peralatan sekolah, orangtua mengeluarkan biaya seragam dan uang saku. Atribut-atribut ini sama seperti atribut di Kuadran D berdasarkan tingkat pendidikan. Baik orangtua di kota maupun diluar kota berpendapat bahwa semua biaya pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah, walaupun jika dilihat dari segi pendapatan orangtua di kota lebih baik dibandingkan dengan orangtua di luar kota.
69
5.0
Kuadran A
4.8
Kuadran B
22
Kepentingan
4.6
2321
36
32
35
34
27
4.4
30
24
33
6 12 2 8
25 5
3
9
4 14 1 7 20 28 15
16 18
13
11
10
19 17
26 31
38 39
4.2 29
4.0
40
37
Kuadran D
Kuadran C
3.8 2.8
3.0
3.2
3.4
3.6
3.8
4.0
Kinerja Gambar 9 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja sekolah di luar kota.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar Kepuasan atau ketidakpuasan merupakan hasil evaluasi orangtua terhadap jasa pelayanan pendidikan yang dirasakan baik secara langsung dan tidak langsung. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan secara langsung oleh orangtua berkaitan dengan kondisi fasilitas fisik dan sekolah memberikan informasi mengenai perkembangan anak. Secara tidak langsung, orangtua dapat merasakan puas atau tidak puas dengan mengevaluasi hasil pembelajaran di sekolah terhadap perkembangan kemampuan anaknya. Kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon emosional dan selama proses pembentukkan dipengaruhi oleh karakteristik produk, faktor promosi, karakteristik pelanggan, faktor lainnya dan faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kinerja produk (Mowen dan Minor 1998). Pada penelitian ini, karakteristik responden dan karakteristik produk. Karakteristik responden terdiri
4.2
70
dari lokasi tempat tinggal, umur ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan (dalam juta) dan persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar. Sementara itu, karakteristik produk berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah. Uji korelasi Pearson (Lampiran 15) menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara umur ayah dan umur ibu, lama pendidikan ayah dan ibu serta penilaian kinerja pelayanan pendidikan ayah dan ibu (multikolinierity), sehingga dipilih umur ayah, lama pendidikan ayah dan penilaian kinerja pelayanan pendidikan ayah sebagai variabel yang akan digunakan pada uji regresi logistik (Lampiran 16). Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan ayah sebagai kepala keluarga memiliki peran sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga. Begitu pula dalam hal memilih pendidikan, ayah lebih dominan menentukan pemilihan sekolah bagi anggota keluarganya. Analisis regresi logistik terhadap kepuasan orangtua dilakukan berdasarkan indikator CSI dan direct reported satisfaction. Variabel lokasi tempat tinggal (X1), jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), lama pendidikan ayah (X4), pendapatan (X5), persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6) dan kondisi sekolah (X7) menjelaskan sebesar 20.3 persen kepuasan orangtua (indikator CSI) terhadap pelayanan pendidikan dasar
(Tabel 33). Jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata
terhadap nilai CSI. Semakin kecil jumlah anggota keluarga, maka orangtua berpeluang 0.802 kali lebih puas dibandingkan dengan orangtua yang jumlah keluarganya semakin besar. Hasil penelitian Mason dan Himes diacu dalam Warland et al. (1972) menunjukkan bahwa pelanggan yang merasa tidak puas terhadap pembelian peralatan adalah keluarga yang jumlah anggotanya banyak (Iager households), karena besarnya keluarga berhubungan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka beban pengeluarannya cenderung semakin besar. Umur ayah berpengaruh terhadap kepuasan orangtua. Semakin tua umur ayah, maka orangtua berpeluang 1.050 kali lebih puas dibandingkan dengan umur ayah yang lebih muda (Tabel 33). Ayah yang usianya lebih muda memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap kinerja produk dibandingkan ayah yang usianya tua. Selain itu, umur yang lebih muda lebih berpikir kritis terhadap suatu hal (Barksdale dan Darden diacu dalam Warland et al 1972). Penelitian Liefeld et al. diacu dalam Warland et al. (1972) menunjukkan bahwa pelanggan Kanada
71
yang menyampaikan ketidakpuasannya melalui surat berasal dari kelompok usia dewasa madya. Tabel 33 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan orangtua (CSI dan Direct reported satisfaction) CSI (Y1)
Variabel B Konstanta Lokasi tempat tinggal (X1) Jumlah anggota keluarga (X2) Umur ayah (X3) Lama pendidikan ayah (X4) Pendapatan (X5) Persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6) Kondisi sekolah (X7) Penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar (X8) Skor CSI (Y1) R2 Ket: * p<0.1 ** p<0.05
Exp(B) -3.112
Direct reported satisfaction (Y2) B Exp(B) -22.361
Direct reported satisfaction (Y2) B Exp(B) -19.265
-0.004
0.996
0.364
1.439
0.210
1.234
-0.220**
0.802
0.622*
1.863
0.472
1.603
0.049*
1.050
0.120
1.127
0.102
1.109
0.001
1.001
0.527**
1.694
0.446**
1.552
0.441
1.554
0.442
1.555
0.635
1.887
-0.193
0.825
-0.023
0.977
0.005
1.005
0.060**
1.062
0.001
1.001
0.008
1.008
-
-
0.099**
1.104
-
-
-
-
-
20.3
44.9
0.171** 1.186 44.1
Karakteristik produk yang diwakili oleh variabel kondisi fasilitas fisik sekolah berpengaruh terhadap kepuasan orangtua. Semakin baik kondisi fasilitas fisiknya maka orangtua berpeluang lebih puas 1.062 kali dibandingkan dengan semakin buruknya fasilitas fisik sekolah (Tabel 33). Pada dasarnya, setiap orangtua menginginkan sekolah memiliki fasilitas yang baik sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar. Pendidikan ayah tidak berpengruh secara nyata terhadap kepuasan orangtua, namun terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi pendidikan ayah maka orangtua akan semakin tidak puas. Pendidikan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu (Sumarwan 2003). Walapun tidak berpengaruh nyata terhadap kepuasan, orangtua yang memiliki persepsi tinggi terhadap pendidikan maka cenderung lebih tidak puas dibandingkan dengan orangtua yang persepsinya rendah terhadap pentingnya pendidikan.
72
Pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua. Namun ada kecendrungan dimana orangtua semakin tinggi pendapatannya maka akan semakin puas. Hal ini sesuai dengan penelitian Pattinasary (2008) berkaitan dengan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan, yaitu responden yang lebih kaya akan merasa lebih puas terhadap pelayanan pendidikan.
Pengadaan dana BOS dan BOS buku oleh pemerintah
bertujuan untuk mengurangi beban keluarga, terutama yang berasal dari keluarga menengah ke bawah, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat mengurangi beban orangtua, karena pada dasarnya beban terbesar biaya pendidikan bukan terletak pada iuran sekolah/ buku, melainkan pada besarnya uang saku dan transport yang harus dikeluarkan orangtua setiap hari yaitu sebesar 62.75 persen dari total pengeluaran pendidikan per tahun (Puspitawati et al. 2009). Sementara itu, pengeluaran pendidikan untuk biaya sekolah (biaya unag pangkal, iuran komita, dan biaya lainnya) hanya sebesar 7.45 persen dari total pengeluaran pendidikan per tahun. Dalam memprediksi tingkat kepuasan orangtua, model regresi pertama ini memiliki ketepatan sebesar 77.8 persen (Lampiran 16). Analisis regresi logistik kedua menunjukkan bahwa variabel lokasi tempat tinggal (X1), jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), lama pendidikan ayah (X4), pendapatan (X5), persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6), kondisi sekolah (X7) dan penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar (X8) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan subjektif orangtua atau direct reported satisfaction (Y2) sebesar 44.9 persen (Tabel 33). Sama halnya dengan analisis regresi pertama, jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap tingkat
kepuasan orangtua. Selain itu,
lama pendidikan ayah juga berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua, semakin tinggi pendidikan ayah maka orangtua berpeluang 1.694 kali lebih puas dibandingkan semakin rendahnya pendidikan ayah. Loudon dan Bitte (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan konsumen, maka konsumen akan cenderung lebih memperhatikan dan peduli terhadap kualitas, pengemasan dan, iklan produk yang akan dibelinya. Ayah yang berpendidikan tinggi akan berpikir lebih teliti sebelum memutuskan sekolah yang akan dipilih untuk anaknya. Kinerja pelayanan pendidikan yang dinilai oleh responden ayah merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua. Semakin baik ayah menilai kinerja pelayanan pendidikan di sekolah, maka
73
orangtua berpeluang 1.104 kali lebih puas (Tabel 33). Analisis regresi kedua memiliki ketepatan dalam mempredisikan tingkat kepuasan orangtua sebesar 96.0 persen. Pada analisis ketiga, variabel lokasi tempat tinggal (X1), jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), lama pendidikan ayah (X4), pendapatan (X5), persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6), kondisi sekolah (X7) dan skor CSI (X9 mempengaruhi direct reported satisfaction (Y2) sebesar 44.1 persen (Tabel 33) dan memiliki ketepatan sebesar 96.0 persen dalam memprediksi tingkat kepuasan orangtua. Variabel yang berpeluang berpengaruh terhadap kepuasan orangtua adalah lama pendidikan ayah dan skor CSI. Semakin tinggi pendidikan ayah, maka orangtua akan lebih puas 1.552 kali dibandingkan
dengan
semakin
rendahnya
pendidikan
ayah.
Skor
CSI
berpengaruh nyata terhadap kepuasan yang dilaporkan langsung. Semakin meningkatnya skor CSI, maka orangtua berpeluang 1.186 kali lebih puas secara subjektif dibandingkan dengan skor CSI yang semakin menurun. Jadi, orangtua yang merasa puas (melalui penilaian subjektif) akan menilai tinggi terhadap kepentingan dan kinerja pelayanan pendidikan di sekolah anaknya. Berdasarkan analisis regresi kedua dan ketiga diketahui bahwa kepuasan orangtua sangat ditentukan oleh penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dan lama pendidikan ayah. Ayah dalam melakukan proses penilaian terhadap pelayanan sekolah sangat dipengaruhi oleh karakteristik orangtua dan sekolah, yaitu jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), dan kondisi fasilitas sekolah (X7). Pengaruh ketiga variabel tersebut diwakili oleh skor CSI sehingga pengaruhnya tidak seluruhnya terlihat kembali sewaktu diuji pada metode ke tiga. Keterkaitan antar variabel penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
74
0.210
Lokasi tempat tinggal -0.004* Jumlah anggota keluarga
0.472 -0.220** 0.103
Umur ayah 0.049*
0.446**
Lama pendidikan ayah
-0.001 CSI 0.441
Pendapatan
0.171**
Kepuasan Orangtua
0.635
-0.193 0.005
Persepsi terhadap pendidikan dasar 0.060** Kondisi sekolah
0.099**
Gambar 10 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan orangtua.
74
Penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar
0.008
75
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan karakteristik keluarga, lokasi tempat tinggal responden menyebar hampir seimbang antara kota dan luar kota. Umur responden ayah di kota dan luar kota berada pada kategori dewasa madya, sedangkan ibu merupakan kelompok dewasa awal. Responden ayah dan ibu (di kota dan luar kota) mayoritas tingkat pendidikannya tidak tamat SD. Sementara itu, dari segi pekerjaan, responden ayah di kota dan di luar kota bekerja sebagai buruh, baik buruh nelayan maupun buruh tani, sedangkan responden ibu mayoritas tidak memiliki pekerjaan. Jumlah anggota keluarga responden di kota dan di luar kota termasuk ke dalam kategori keluarga sedang, yaitu terdiri dari 5 – 7 orang per keluarga. Pendapatan per kapita responden di kota dan di luar kota termasuk ke dalam kategori di bawah garis kemiskinan, namun persentase terbanyak pada responden di luar kota. Secara umum, persepsi responden baik responden di kota mapun di luar kota termasuk ke dalam kategori sedang dan tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan sarana dan prasarana di sekolah yang masih rendah adalah toilet dan tempat cuci tangan untuk laki-laki dan perempuan terpisah (kota dan luar kota), kamar ganti siswa laki-laki dan perempuan terpisah (kota dan luar kota), ruang bimbingan konseling (luar kota), pemajangan hasil karya siswa (kota dan luar kota), pengaturan ruangan yang masih bersifat tradisional (kota dan luar kota), pemajangan keuangan sekolah (kota dan luar kota), pemajangan profil sekolah (luar kota), pemajangan data siswa penerima beasiswa (kota dan luar kota), data guru dan tenaga administrasi terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota), data komite sekolah terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota), anggota komite sekolah 40 persen perempuan (kota dan luar kota), data pelatihan guru terpilah jenis kelamin (kota dan luar kota) dan ada wakil kepala sekolah (kota). Secara umum kondisi fasilitas di SD dan SMP, kota dan luar kota termasuk ke dalam kategori sedang. Namun, kondisi fasilitas yang baik lebih banyak dimiliki oleh SMP dan sekolah yang berada di kota. Tingkat kepuasan yang dilaporkan langsung (direct reported satisfaction) menunjukkan bahwa baik responden di SD maupun di SMP memilki tingkat kepuasan cukup puas dan puas terhadap sembilan atribut pelayanan pendidikan dasar. Atribut pelayanan di SD dan SMP yang tingkat kepuasannya tinggi adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, kualitas pengajaran, hasil dari proses
76
pembelajaran. Sementara itu, ada tiga atribut di SMP yang kepuasannya lebih tinggi dibandingkan di SD, atribut tersebut adalah sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan di lingkungannya, sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua dan kualitas fisik sekolah. Bila dikelompokkan, baik ayah dan ibu di SD maupun di SMP termasuk ke dalam kategori cukup puas, namun ayah dan ibu yang lebih banyak merasa puas terhadap pelayanan pendidikan berada pada kelompok contoh SMP. Berdasarkan lokasi tempat tinggal, responden di kota dan di luar kota dalam menilai sembilan atribut pelayanan memiliki tingkat kepuasan yang sama, yaitu antara puas dan cukup puas, kecuali pada atribut kondisi fasilitas fisik, responden di kota termasuk kategori puas, sedangkan di luar kota cukup puas. Responden ayah dan ibu di kota dan luar kota termasuk ke dalam kategori cukup puas dan yang lebih banyak yang merasa puas adalah responden ibu dan ayah di kota. Skor CSI terhadap pelayanan pendidikan dasar sebesar 70.9, artinya responden merasa puas terhadap pelayanan pendidikan dasar yang disediakan sekolah. Berdasarkan tingkat pendidikan contoh, baik ayah dan ibu di SD maupun di SMP termasuk ke dalam kategori puas, namun, responden yang lebih banyak merasa puas berada pada tingkat SD. Sementara itu, hasil serupa jika tingkat kepuasan dilihat berdasarkan lokasi tempat tinggal, ayah dan ibu di kota maupun di luar kota termasuk ke dalam kelompok puas terhadap pelayanan pendidikan. Tingkat kepuasan ayah dan ibu di kota lebih besar dibandingkan tingkat kepuasan ayah dan ibu di luar kota. Berdasarkan analisis IPA, atribut yang termasuk ke dalam Kuadran A (perlu diperbaiki) di tingkat SD dan SMP serta kota danluar kota adalah sekolah memiliki toilet untuk siswa, meja dan bangku sekolah yang baik, perpustakaan yang memadai, dan kontribusi dana BOS serta BOS buku terhadap total biaya pendidikan. Atribut lain yang termasuk ke dalam Kuadran A adalah pemeliharaan bangunan dan halaman sekolah (SMP dan luar kota), orangtua selalu diinformasikan mengenai perkembangan anak (SD) dan orangtua mengeluarkan biaya seragam putih biru (SMP). Faktor-faktor yang berpeluang mempengaruhi tingkat kepuasan (indikator CSI) orangtua adalah jumlah anggota keluarga, umur ayah dan kondisi sekolah. Sementara itu faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kepuasan (direct reported satisfaction) adalah lama pendidikan ayah, penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar dan skor CSI.
77
Saran Berdasarkan hasil penelitian, untuk meningkatkan kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar maka diperlukan: 1.
Perbaikan manajemen sekolah dalam hal pengaturan ruangan yang tidak bersifat monoton, adanya rotasi dan perubahan, sesuai dengan Pilar Pendidikan ke-2 dalam rangka menciptakan proses pembelajaran yang efektif, transparansi berkaitan dengan keuangan sekolah dan daftar siswa penerima beasiswa, hal ini dapat dilakukan dengan memajang data tersebut di daerah yang mudah terlihat (Pilar ke-3), perlengkapan manajemen data sekolah (data siswa terpilah jenis kelamin, data guru terpilah jenis kelamin dan data komite sekolah), pengembangan kapasitas dewan pendidikan dan komite sekolah sesuai dengan PIlar ke-3, oleh karena perempuan perlu dilibatkan untuk menjadi anggota komite sekolah, walaupun kuotanya belum dapat mencapai 40 persen, dan pertemuan rutin antara orangtua dan pihak sekolah dalam rangka memberikan informasi kepada orangtua mengenai perkembangan anaknya (khusus di SD).
2.
Perbaikan fasilitas sekolah seperti bangku, kursi, kamar ganti untuk siswa, toilet siswa dan perpustakaan. Hal ini sesuai dengan Pilar Pendidikan ke-1 berkaitan dengan pemerataan dan perluasan akses dan PIlar ke-2 mengenai pengembangan sekolah sehat.
3.
Pemberian dana BOS dan BOS buku (Pilar ke-1) sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik keluarga, seperti siswa keluarga yang jumlah anggota besar dan kondisi ekonominya sulit mendapatkan bagian lebih besar dan peninjauan ulang terhadap pengadaan seragam sekolah tambahan seperti batik dan muslim, karena orangtua menilai hal itu kurang penting dan hanya menambah beban.
4.
Pemasaran sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran kepada orangtua bahwa mereka memiliki tanggung jawab dalam mengeluarkan biaya pribadi untuk sekolah anaknya, seperti uang saku dan peralatan sekolah.
5.
Evaluasi
terhadap
menunjukkan:
metode
pengukuran
kepuasan
yang
digunakan
78
Tabel 34 Evaluasi metode pengukuran kepuasan Metode Direct reported satisfaction
Derived satisfaction
Kelebihan • Menghemat waktu • Mengetahui secara langsung tingkat kepuasan, tanpa perlu melakukan olahan lanjut
• Lebih detail, peneliti tidak hanya dapat mengukur tingkat kepuasan • Peneliti mengetahui atribut apa saja yang dinilai sudah puas dan yang perlu diperbaiki ataupun dihilangkan
Kekurangan • Sangat dipengaruhi oleh persepsi, emosi dan nilai seseorang • Hanya mengukur kepuasan secara keseluruhan
• Memakan waktu lebih banyak, karena responden harus menilai kinerja setiap atribut
Berdasarkan Tabel 34, maka peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan metode derived satisfaction. Atribut yang digunakan dalam mengukur kepuasan melalui metode derived satisfaction adalah sebanyak 40. Untuk menghemat waktu, jumlah atribut yang diteliti dapat dikurangi menjadi 36. Sementara itu, responden yang dipilih adalah ayah, karena penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan yang diberikan sekolah lebih objektif dibandingkan penilaian ibu. 6.
Kepuasan sangat dipengaruhi oleh karakteristik demografi responden. Karakteristik responden di setiap wilayah juga memiliki kekhasan masingmasing. Oleh karena itu, diperlukan penghitungan skor CSI yang dibedakan lokasi tempat tinggal, yaitu kota dan luar kota. Penghitungan cut-off point skor CSI ini menggunakan hasil analisis regresi logistik pada Tabel 33 model 3. Berdasarkan hasil penghitungan (Lampiran 17), cut-off point indeks kepuasan konsumen di luar kota untuk kategori tidak puas berada pada skor 0.00 – 0.44 dan 0.45 – 1.00 untuk kategori puas, sedangkan pada pengkategorian awal berada pada skor 0.00 – 0.34 untuk kategori tidak puas (untuk semua wiayah). Sementara itu, cut-off point indeks kepuasan konsumen di kota untuk kategori tidak puas berada pada skor 0.00 – 0.43 dan 0.44 – 0.10 untuk kategori puas. Cut-off point skor CSI di kota lebih kecil dibandingkan dengan skor CSI luar kota, karena masyarakat di kota cenderung memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap sesuatu. Untuk
79
penelitian selanjutnya sebaiknya menggunaka indeks kepuasan ini karena secaga geografis lebih spesifik.
80
DAFTAR PUSTAKA Ardhika, IM. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Jalan Tol Jagotawi pada PT Jasa Marga (PERSERO). [skripsi] Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Amalia, N. 2005. Analisis Tingkat Kepuasan pelanggan Terhadap mutu Layanan Jasa Lembaga Kursus bahasa Inggris International Language Programe (ILP). [skripsi] Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ana, Gustia. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Jamu gendong di Kota Sukabumi. [skripsi] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2002. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.Indonesia MDG_BI_Goal2. [08 Maret 2009]. Anonim. 2003. Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Instansi Pemerintah: Studi Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Pendidikan. http//www.bpkp.go.id. [08 Maret 2009]. Anonim. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan – 2005. www.depdiknas.go.id. [16 April 2009]. Anonim. 2005. Visi Misi Pendidikan Nasional. http//www.depdiknas.go.id. [20 Januari 2010]. Anonim. 2007. Indramayu dalam Angka Tahun 2007. Kerjasama Badan Perencanaan Daerah dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu Anonim. 2008. Kabupaten Indramayu Jawa Barat. www.indramayukab.go.id. [25 November 2009]. Anzola. Y. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Tanggapan Perusahaan Pasca Tindakan Komplain Melalui Media Massa Kompas. [skripsi] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Buchori, A. 2006. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Mutu Pelayanan Pada Hotel Holiday Inn Bandung [skripsi] Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ebtariani, Nina M. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas merek Terhadap Produk Susu untuk Anak usia 2 – 5 Tahun. [skripsi] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Engel, B. & Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta: Binarupa Aksara. Erfiana, D. 2004. Tingkat Kepuasan Konsumen Restoran di Jakarta dan Hubungannya dengan Keinginan Berkunjung Kembali. [skripsi] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Flowers et al. 2008. African American Students’ Satisfaction with Distance Education Course. www.sage-journal .com. Diakses pada tanggal 08 Maret 2009. Gerson, R. F. 2001. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PPM
81
Guhardja S., Puspitawati H., Hartoyo dan Hastuti, D. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hurlock, EB. 1980.Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sepanjang rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Irawan. 2003. Indonesian Costumer Satisfaction – Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Meret Pemenang ICSA. Jakarta: Elex Media Komputindo. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat. Lovelock, C. dan Wright, L. 2002. Principles of Service Marketing and Management. New Jersey: Pearson education, Inc. Mowen & Minor. 1998. Consumer Behavior 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall. Mowen, JC dn Minor, M. 1998. Consumer Behavior Fifth Edition. New Jersey: Prentice-Hall Rangkuti. 2002. Measuring Customer satisfaction. Jakarta: Gramedia Pustaka. _______. 2006. Measuring Consumer Satisfaction. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Pattinasarany, D. 2008. Governance and Decentralization Survey (GDS). Workshop for Concept Development of Delivery Improvement and Local Governance (DIALOG) Program. Bogor, 06 Februari 2008. Puspitawati et al. 2009. Parent satisfaction Survey of Basic Education Sericws Provided by The Decentralised School System. [Laporan Penelitian]. LPPM-IPB dan BAPPENAS-PRMAP. Riyanto, A. 2005. Analisis Kepuasan Pelanggan Jasa Transportasi PO. LORENA Kelas Eksekutif. [skripsi] Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sallis, E. 2008. Total Quality Management in Education. Yogyakarta: IRCiSoD. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tjiptono, F. 2000. Strrategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi. Troelstrup, AW. 1957. Consumer Problems and Personal Finance. Newyork: McGraw-Hill Book Company, Inc Wahjoetomo. 1993. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun: Problematika dan Alternatif Solusinya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Walker, O.C., Harper W.B. dan Jean-CleaudeL. 1992. Marketing Strategy: Planning and Implementation. Boston: Richard D. Irwing. Warland et al.. 1972. Dissatisfied Consumers: Who gets Upset and Who Takes Action. The Journal of Consumers Affairs: 149-163
82
83
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
83
84
Lampiran 2 Daftar nama sekolah dan lokasi sekolah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Nama sekolah SMP NU Karangampel SMP PGRI Karangampel SMPN 2 Karangampel SMPN 1 Karangampel SDN Benda SDN Tanjungpura SDN Dukuh Tengah SDN Tanjungsari SMP Muhammadiyah Karangampel SD Muhammadiyah SDN Eretan Wetan SDN Eretan Kulon SDN Bulak 1 SMPN 1 Kandanghaur SMP Misayamina SMPN II Kandanghaur SMP LPPMRI SMP Muhammadiyah Kandanghaur SDN Karangampel kidul SDN Kertawinangun SMP Al Mustofa SDN Pabean Udik SMP Muhammadiyah Indramayu SMP Irsyadi SMP Santo Mikail SD BPK Penabur SMP BPK Penabur SMPN 2 Indramayu SDN Karanganyar 3 SDN Margadadi 3 SMPN 1 Indramayu SMPN 2 Sindang SMPN PGRI Sindang SMPN 4 Sindang SMPN 1 Sindang SMPN 3 Sindang SMPN Unggulan sindang SDN Karanganyar 1
Lokasi Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Karangampel Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Kandanghaur Kec. Karangampel Kec. Kandanghaur Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Kandanghaur Kec. Indramayu Kec. Indramayu Kec. Sindang Kec. Sindang Kec. Sindang Kec. Sindang Kec. Sindang Kec. Sindang Kec. Indramayu
85
Lampiran 3 Hasil uji reliabilitas Variabel Persepsi terhadap pendidikan dasar Observasi kondisi lingkungan sekolah Tingkat kepuasan ayah terhadap pelayanan pendidikan dasar Tingkat kepuasan ibu terhadap pelayanan pendidikan dasar Penilaian ayah terhadap tingkat kepentingan pelayanan pendidikan dasar Penilaian ibu terhadap tingkat kepentingan pelayanan pendidikan dasar Penilaian ayah terhadap tingkat kinerja pelayanan pendidikan dasar Penilaian ibu terhadap tingkat kinerja pelayanan pendidikan dasar
Jumlah item
Cronbach alpa
6
0.3012
31
0.9051
9
0.7623
9
0.7577
40
0.9536
40
0.9494
40
0.9228
40
0.9292
86
Lampiran 4 Kondisi fasilitas fisik sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Fasilitas Fisik
1 %
SD (N=15) 2 3 % %
Lingkungan sekolah terlihat bersih dan 6.7 20.0 73.3 terpelihara Fasilitas toilet dan air untuk cuci 46.7 40.0 13.3 tangan Fasilitas toilet dan tempat cuci tangan 80.0 untuk anak laki-laki 6.7 13.3 dan perempuan secara terpisah Fasilitas gedung 13.3 53.3 33.3 sekolah Jumlah meja dan 46.7 40.0 kursi yang memadai 13.3 sesuai jumlah siswa Perpustakaan 53.3 33.3 13.3 sekolah Komputer 33.3 33.3 33.3 Kamar ganti siswa laki-laki dan 100.0 0.0 0.0 perempuan terpisah Ruang UKS 53.3 26.7 20.0 Ruang bimbingan 80.0 20.0 0.0 dan konseling siswa Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
1 %
SMP (N=23) 2 3 % %
1 %
Total (N=38) 2 3 % %
17.4
52.2
30.4
13.2
39.5
47.4
34.8
39.1
26.1
26.3
42.1
31.6
39.1
30.4
30.4
55.3
21.1
23.7
13.0
52.2
34.8
13.2
52.6
34.2
8.7
34.8
56.5
10.5
39.5
50.0
17.4
43.5
39.1
15.8
47.4
36.8
21.7
34.8
43.5
26.3
34.2
39.5
87.0
4.3
8.7
92.1
2.6
5.3
34.8
30.4
34.8
28.9
39.5
31.6
34.8
17.4
47.8
52.6
18.4
28.9
87
Lampiran 5 Kategori fasilitas fisik sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Kategori Buruk Sedang Baik
SD (N=15) % 20.0 73.3 6.7
SMP (N=23) % 26.1 39.1 34.8
Total (N=38) % 23.7 52.6 23.7
88
Lampiran 6 Kondisi pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Pembelajaran dan pengajaran
1 %
SD (N=15) 2 3 % %
Home Visit/ kunjungan oleh BP 13.3 66.7 20.0 ke pihak keluarga siswa yang bermasalah Hasil kerja/karya siswa dipajang di 40.0 26.7 33.3 sekolah Pengaturan ruangan tidak bersifat tradisional, 53.3 20.0 26.7 dapat berubahaubah sesuai dengan keperluan Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
1 %
SMP (N=23) 2 3 % %
1 %
Total (N=38) 2 3 % %
4.3
60.9
34.8
42.1
31.6
26.3
43.5
34.8
21.7
47.4
26.3
26.3
43.5
30.4
26.1
7.9
63.2
28.9
89
Lampiran 7 Kategori pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Kategori Buruk Sedang Baik
SD (N=15) % 20.0 66.7 13.3
SMP (N=23) % 17.4 56.5 26.1
Total (N=38) % 18.4 60.5 21.1
90
Lampiran 8 Kondisi manajemen sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Manajemen sekolah
1 %
SD (N=15) 2 3 % %
Perencanaan 6.7 13.3 80.0 sekolah tahunan Keuangan sekolah dipajang di tempat 100.0 0.0 0.0 strategis Profil sekolah 46.7 dipajang di tempat 26.7 26.7 strategis Visi dan misi 46.7 33.3 sekolah dipajang di 20.0 tempat strategis Daftar penerima beasiswa anak 80.0 0.0 20.0 miskin dipajang di tempat strategis 93.3 Data siswa 0.0 6.7 Data siswa terpilah 73.3 20.0 6.7 jenis kelamin Data guru dan tenaga kerja 73.3 20.0 6.7 administrasi Data guru dan tenaga kerja 46.7 0.0 53.3 administrasi terpilah jenis kelamin Data komite 13.3 20.0 66.7 sekolah Data komite 66.7 sekolah terpilah 6.7 26.7 jenis kelamin Anggota komite 73.3 sekolah 40 persen 13.3 13.3 perempuan Data pelatihan guru 40.0 26.7 33.3 Data pelatihan guru 60.0 terpilah jenis 20.0 20.0 kelamin Struktur organisasi sekolah dipajang di 26.7 20.0 53.3 sekolah Ada wakil kepala 80.0 0.0 20.0 sekolah Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
1 %
SMP (N=23) 2 3 % %
1 %
Total (N=38) 2 3 % %
4.3
30.4
65.2
5.3
23.7
71.1
87.0
4.3
8.7
92.1
2.6
5.3
30.4
43.5
26.1
36.8
36.8
26.3
26.1
13.0
60.9
23.7
26.3
50.0
82.6
8.7
8.7
81.6
5.3
13.2
4.3
34.8
60.9
2.6
23.7
73.7
30.4
13.0
56.5
26.3
10.5
63.2
17.4
30.4
52.2
18.4
21.1
60.5
52.2
21.7
26.1
50.0
13.2
36.8
17.4
39.1
43.5
15.8
31.6
52.6
82.6
0.0
17.4
76.3
2.6
21.1
73.9
21.7
4.3
73.7
18.4
7.9
13.0
43.5
43.5
23.7
36.8
39.5
82.6
8.7
8.7
73.7
13.2
13.2
17.4
43.5
39.1
21.1
34.2
44.7
17.4
21.7
60.9
42.1
13.2
44.7
91
Lampiran 9 Kategori manajemen sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Kategori Buruk Sedang Baik
SD (N=15) % 6.7 93.3 0.0
SMP (N=23) % 13.0 78.3 8.7
Total (N=38) % 10.5 84.2 5.3
92
Lampiran 10 Kondisi tata tertib sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Tata tertib
1 %
SD (N=15) 2 3 % %
Tata tertib di pajang di tempat 20.0 53.3 26.7 stategis Tata tertib tidak berupa hukuman 0.0 0.0 100.0 fisik Tidak ada nuansa 0.0 0.0 100.0 kekerasan Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik
1 %
SMP (N=23) 2 3 % %
1 %
Total (N=38) 2 3 % %
30.4
21.7
47.8
26.3
34.2
39.5
4.3
4.3
91.3
2.6
2.6
94.7
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
100.0
93
Lampiran 11 Kategori tata tertib sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Kategori Buruk Sedang Baik
SD (N=15) % 0.0 20.0 80.0
SMP (N=23) % 0.0 34.8 65.2
Total (N=38) % 0.0 28.9 71.1
94
Lampiran 12 Kondisi fasilitas sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh Kategori Buruk Sedang Baik
SD (N=15) % 10.3 84.5 5.2
SMP (N=23) % 22.1 44.1 33.8
Total (N=38) % 16.7 62.7 20.6
95
Lampiran 13 Penghitungan skor CSI Attributes Proses pembelajaran di sekolah yang bermutu Aktivitas pembelajaran yang menarik Pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa secara umum Kualitas pengajaran di sekolah Guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi Guru memberikan pertolongan dan dukungan pada siswa Guru berpendidikan D3-S1 Hasil dari prosess pembelajaran yang berdampak pada kualitas SDM anak Sekolah selalu memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal Berkembangnya karakter anak yang baik (tanggung jawab, jujur, menghormati, kasih sayang, disiplin, empati, dll) Kondisi sekolah yang nyaman bagi anak Anak selalu senang datang ke sekolah Anak dijaga dan diperlakukan sama Talenta anak berkembang secara optimal Pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya Sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar Siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin Guru tidak memukul siswa Guru bertindak dengan cepat dan tepat apabila ada masalah muncul Sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua Orangtua merasa diterima di sekolah Orangtua diberikan informasi yang berguna pada saat pertemuan orangtua-guru Kualitas fasilitas fisik di sekolah yang baik Bangunan sekolah dan halaman dipelihara dengan baik dan menarik Sekolah mempunyai toilet untuk siswa Meja dan bangku sekolah yang baik Perpustakaan yang memadai Ruangan kelas yang rapi Peralatan olah raga yang memadai Tersedia lapangan olah raga Kesiapan alih tahun pelajaran Pada akhir tahun, siswa siap untuk belajar kembali pada tahun depan Ketersediaan biaya sekolah anak Besarnya biaya pendidikan yang ditanggung oleh orangtua
MIS
WF
MSS
WS
4.60
0.03
3.73
0.09
4.60
0.03
3.69
0.09
4.72
0.03
3.86
0.10
4.68 4.57
0.03 0.03
3.75 3.66
0.10 0.09
4.69
0.03
3.62
0.09
4.59
0.03
3.75
0.09
4.59 4.70 4.65
0.03 0.03 0.03
3.63 3.73 4.05
0.09 0.10 0.10
4.65
0.03
3.90
0.10
4.59
0.03
3.61
0.09
4.49 4.67
0.02 0.03
3.48 3.91
0.09 0.10
4.64
0.03
3.79
0.10
4.66
0.03
3.89
0.10
4.58
0.03
3.98
0.10
4.64 4.56 4.62 4.60 4.72 4.63 4.67
0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
3.84 4.06 3.78 3.53 3.20 3.46 3.31
0.10 0.10 0.10 0.09 0.08 0.09 0.09
4.61
0.03
3.61
0.09
4.43
0.02
3.20
0.08
96
Lanjutan Lampiran 13. Attributes Kontribusi dana BOS terhadap total biaya pendidikan sehingga mengurangi beban ekonomi orangtua Orangtua mengeluarkan biaya transport Orangtua mengeluarkan biaya buku-buku Kontribusi dana BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga mengurangi beban ekonomi orangtua Orangtua mengeluarkan biaya lembar kerja siswa (LKS) atau lembar kerja latihan siswa Orangtua mengeluarkan biaya alat-alat sekolah Orangtua mengeluarkan biaya seragammerah hati/biru Orangtua mengeluarkan biaya seragambatik Orangtua mengeluarkan biaya seragammuslim Orangtua mengeluarkan biaya seragampramuka Orangtua mengeluarkan biaya uang saku Total CSI = 3.51 : 5 = 0.709
MIS
WF
MSS
WS
4.47 4.59 3.93
0.02 0.03 0.02
3.21 3.79 3.05
0.08 0.10 0.07
4.62
0.03
3.26
0.08
4.33
0.02
3.43
0.08
4.45
0.02
3.11
0.08
4.61
0.03
2.97
0.08
4.36
0.02
3.26
0.08
4.49
0.02
3.41
0.08
4.48 4.07
0.02 0.02
3.35 3.25
0.08 0.07 3.51
97
Lampiran 14 Atribut pelayanan pendidikan dasar Kuadran No
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18
19 20
21 22 23 24 25 26
Attributes Proses pembelajaran di sekolah yang bermutu Aktivitas pembelajaran yang menarik Pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa secara umum Kualitas pengajaran di sekolah Guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi Guru memberikan pertolongan dan dukungan pada siswa Guru berpendidikan D3-S1 Hasil dari proses pembelajaran yang berdampak pada kualitas SDM anak Orangtua selalu diinformasikan tentang performance pendidikan anak Pengajaran di sekolah berdampak meningkatnya kemampuan dasar siswa Sekolah selalu memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal Berkembangnya karakter anak yang baik (tanggung jawab, jujur, menghormati, kasih sayang, disiplin, empati, dll) Kondisi Sekolah yang Nyaman bagi Anak Anak selalu senang datang ke sekolah Anak dijaga dan diperlakukan sama Talenta anak berkembang secara optimal Pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan di lingkungannya Sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar Siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin Semua siswa diperlakukan dengan fair Guru tidak memukul siswa Guru bertindak dengan cepat dan tepat apabila ada masalah muncul Sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua Orangtua merasa diterima di sekolah Orangtua diberikan informasi yang berguna pada saat pertemuan orangtua-guru Kualitas Fasilitas Fisik di Sekolah yang baik Bangunan sekolah dan halaman dipelihara dengan baik dan menarik Sekolah mempunyai toilet untuk siswa Meja dan bangku sekolah yang baik Perpustakaan yang memadai Ruangan kelas yang rapi Peralatan olah raga yang memadai
SD
SMP
Kota
Luar Kota
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
A
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B B B
B B B
B B B
B B B
D
D
D
D
B
B
B
B
B
B
B
B
B B
B B
B B
B C
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
A
A
A
A
A A A B D
A A A B D
A A A B D
A A A B D
98
Lanjutan Lampiran 14. Kuadran No
Attributes
27
Tersedia lapangan olah raga Kesiapan alih tahun pelajaran yang baik Pada akhir tahun, siswa siap untuk belajar kembali pada tahun depan Ketersediaan Biaya Sekolah Anak Besarnya biaya pendidikan yang ditanggung oleh orangtua Kontribusi dana BOS terhadap total biaya pendidikan sehingga mengurangi beban ekonomi orangtua Orangtua mengeluarkan biaya transport Orangtua mengeluarkan biaya buku-buku Kontribusi dana BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga mengurangi beban ekonomi orangtua Orangtua mengeluarkan biaya lembar kerja siswa (LKS) atau lembar kerja latihan siswa Orangtua mengeluarkan biaya alat-alat sekolah Orangtua mengeluarkan biaya seragam-merah hati/biru Orangtua mengeluarkan biaya seragam-batik Orangtua mengeluarkan biaya seragammuslim Orangtua mengeluarkan biaya seragampramuka Orangtua mengeluarkan biaya uang saku
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
SD
SMP
Kota
D
D
D
Luar Kota D
B
B
B
B
B
B
B
B
D
D
D
D
A
A
A
A
D D
D D
D D
D D
A
A
A
A
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
99
Lampiran 15 Uji Korelasi Pearson Correlations Lokasi Lokasi JAK Umur ibu Umur ayah Pddkn ibu Pddkn ayah Pendapatan Persepsi Kepuasan ayah Kepuasan ibu Kinerja ibu Kinerja ayah CSI ayah CSI ibu Kondisi skul
Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation
Umur ibu
JAK
Umur ayah
Pddkn ibu
Pddkn ayah
Pendapatan
Persepsi
Kepuasan ayah
Kepuasan ibu
Kinerja ibu
Kinerja ayah
CSI ayah
CSI ibu
Kondisi skul
1 -.075
1
.160
.084
1
.068
.170
.602 **
1
.089
-.334**
-.292 **
-.287 **
1
.118
-.383 **
-.264 **
-.339 **
.756 **
1
.096
-.190 *
-.167
-.163
.543 **
.559 **
1
.078
-.012
.003
.030
-.253 **
-.218 *
-.232 **
1
.104
-.061
-.086
-.018
.029
.115
.070
.056
1
.107
.014
.080
.195 *
-.018
.092
.066
.028
.391 **
1
.143
-.168
-.049
.076
.191 *
.174
.252 **
-.012
.307 **
.487 **
1
.144
-.239 **
.006
.021
.097
.110
.179 *
.020
.516 **
.305 **
.701 **
1
.121
-.235 **
.013
.033
.085
.114
.160
.003
.521 **
.320 **
.701 **
.995 **
1
.122
-.154
-.080
.081
.185 *
.164
.233 **
-.015
.290 **
.484 **
.993 **
.687 **
.690 **
1
.163
-.205 *
-.020
-.166
.227 *
.236 **
.148
-.163
.235 **
.150
.090
.203 *
.186 *
.061
1
** Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed . * Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed .
99
100
Lampiran 16 Uji Regresi Logistik
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
126 0 126 0 126
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value 0 1
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted
Step 0
Observed REGCSIGA
0 0 1
REGCSIGA 1 0 31 0 95
Overall Percentage
Percentage Correct .0 100.0 75.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B 1.120
S.E. .207
Wald 29.313
df 1
Sig. .000
Exp(B) 3.065
101
Variables not in the Equation Step 0
Variables
Score .691 7.117 .402 3.007 4.144 .003 7.001 16.734
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND
Overall Statistics
df
Sig. .406 .008 .526 .083 .042 .956 .008 .019
1 1 1 1 1 1 1 7
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 18.523 18.523 18.523
df 7 7 7
Sig. .010 .010 .010
Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 122.077
Cox & Snell R Square .137
Nagelkerke R Square .203 Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed REGCSIGA
0 0 1
REGCSIGA 1 5 26 2 93
Overall Percentage
Percentage Correct 16.1 97.9 77.8
a. The cut value is .500
Variables in the Equation Step a 1
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND Constant
B -.004 -.220 .049 .001 .441 -.193 .060 -3.112
S.E. .458 .112 .029 .064 .298 .264 .026 2.526
Wald .000 3.874 2.798 .000 2.190 .531 5.332 1.518
df 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .993 .049 .094 .989 .139 .466 .021 .218
Exp(B) .996 .802 1.050 1.001 1.554 .825 1.062 .045
a. Variable(s) entered on step 1: KODLOKAS, JAK, UMYAH, LAMSKULY, PDPTJUT, V502, SKORKOND.
102
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
126 0 126 0 126
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value 0 1
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted
Step 0
Observed REGPUAST
REGPUAST 0 1 0 7 0 119
0 1
Overall Percentage
Percentage Correct .0 100.0 94.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B 2.833
S.E. .389
Wald 53.068
df 1
Sig. .000
1 1 1 1 1 1 1 1 8
Sig. .280 .744 .343 .020 .208 .603 .357 .018 .038
Variables not in the Equation Step 0
Variables
Overall Statistics
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND TOTREALY
Score 1.168 .107 .901 5.394 1.587 .270 .848 5.555 16.307
df
Exp(B) 17.000
103
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 21.486 21.486 21.486
df 8 8 8
Sig. .006 .006 .006
Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 32.583
Cox & Snell R Square .157
Nagelkerke R Square .449 Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed REGPUAST
REGPUAST 0 1 2 5 0 119
0 1
Overall Percentage
Percentage Correct 28.6 100.0 96.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation Step a 1
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND TOTREALY Constant
B .364 .622 .120 .527 .442 -.023 .001 .099 -22.361
S.E. 1.137 .355 .074 .207 1.114 .601 .060 .043 9.245
Wald .102 3.073 2.634 6.461 .157 .001 .000 5.317 5.850
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .749 .080 .105 .011 .692 .969 .987 .021 .016
Exp(B) 1.439 1.863 1.127 1.694 1.555 .977 1.001 1.104 .000
a. Variable(s) entered on step 1: KODLOKAS, JAK, UMYAH, LAMSKULY, PDPTJUT, V502, SKORKOND, TOTREALY.
104
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
126 0 126 0 126
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value 0 1
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted
Step 0
Observed REGPUAST
REGPUAST 0 1 0 7 0 119
0 1
Overall Percentage
Percentage Correct .0 100.0 94.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B 2.833
S.E. .389
Wald 53.068
df 1
Sig. .000
1 1 1 1 1 1 1 1 8
Sig. .280 .744 .343 .020 .208 .603 .357 .004 .021
Variables not in the Equation Step 0
Variables
Overall Statistics
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND CSI100
Score 1.168 .107 .901 5.394 1.587 .270 .848 8.376 17.980
df
Exp(B) 17.000
105
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 21.045 21.045 21.045
df 8 8 8
Sig. .007 .007 .007
Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 33.024
Cox & Snell R Square .154
Nagelkerke R Square .441 Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed REGPUAST
REGPUAST 0 1 2 5 0 119
0 1
Overall Percentage
Percentage Correct 28.6 100.0 96.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation Step a 1
KODLOKAS JAK UMYAH LAMSKULY PDPTJUT V502 SKORKOND CSI100 Constant
B .210 .472 .102 .446 .635 .005 .008 .171 -19.265
S.E. 1.115 .335 .069 .189 1.199 .612 .060 .072 8.318
Wald .036 1.981 2.163 5.581 .281 .000 .018 5.715 5.364
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .851 .159 .141 .018 .596 .993 .892 .017 .021
Exp(B) 1.234 1.603 1.107 1.562 1.887 1.005 1.008 1.186 .000
a. Variable(s) entered on step 1: KODLOKAS, JAK, UMYAH, LAMSKULY, PDPTJUT, V502, SKORKOND, CSI100.
106
Lampiran 17 Penghitungan Cut-off Point Skor CSI Diketahui: Variabel Jumlah anggota keluarga (X2) Umur ayah (X3) Lama sekolah ayah (X4) Pendapatan keluarga (X5) Tingkat kepentingan pendidikan dasar (X6) Kondisi sekolah (X7)
Rata-rata Kota Luar kota 5.38 5.69 46.69 45.54 8.30 7.18 1.4074 1.1412 4.41 4.48 63.67
60.75
Persamaan Regresi Logistik P (Y3│X1,X2,X3,X4,X4,X5,X6,X7,Y1)
= ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9Y1___ 1 + ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9Y1
Skor CSI untuk wilayah luar kota (X1=0) P (Y3│X1,X2,X3,X4,X4,X5,X6,X7,Y1)
= ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9Y1___ 1 + ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9XY1
P (Y3│X1,X2,X3,X4,X4,X5,X6,X7,Y1)
= ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1___ 1 + ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
106
107
Ù
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1___ 1 + ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
=
Ù
2 ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 1
Ù
2 ℮-19.667+0.171X1+0.480X2+0.103X3+0.444X4+0.658X5+0.023X6+0.013X7+0.170X9-℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1 = 1
Ù
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 1
Ù
ln ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= ln 1
Ù
-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 0
Ù
-19.265+0.210 (0)+0.472 (5.69)+0.102 (4.48)+0.008 (60.75)+0.171Y1
= 0
Ù
-19.667+0+2.68568+4.64508+3.20228+0.724662+0.0224+0.4860+0.171Y1
= 0
Ù
-7.49835+0.171Y1
= 0
Ù
0.171Y1
= 7.49835
Ù
Y1
= 43.85
(45.54)+0.446
1_ 2
+
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+
0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
(7.18)+0.635
(1.1412)+0.005
Skor CSI Æ 43.85 : 100% = 0.4385
107
108
Skor CSI untuk wilayah kota (X1=1) P (Y3│X1,X2,X3,X4,X4,X5,X6,X7,Y1)
= ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9Y1___ 1 + ℮α+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β9XY1
P (Y3│X1,X2,X3,X4,X4,X5,X6,X7,Y1)
= ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1___ 1 + ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
Ù
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1___ 1 + ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
=
Ù
2 ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 1
Ù
2 ℮-19.667+0.171X1+0.480X2+0.103X3+0.444X4+0.658X5+0.023X6+0.013X7+0.170X9-℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1 = 1
Ù
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 1
Ù
ln ℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= ln 1
Ù
-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
= 0
Ù
-19.265+0.210 (1)+0.472 (5.69)+0.102 (4.48)+0.008 (60.75)+0.171Y1
= 0
Ù
-19.667+0.210+2.68568+4.64508+3.20228+0.724662+0.0224+0.4860+0.171Y1
= 0
Ù
-7.28835+0.171Y1
= 0
Ù
0.171Y1
= 7.28835
Ù
Y1
= 42.62
(45.54)+0.446
1_ 2
+
℮-19.265+0.210X1+0.472X2+0.102X3+0.446X4+
0.635X5+0.005X6+0.008X7+0.171Y1
(7.18)+0.635
(1.1412)+0.005
Skor CSI Æ42.62 : 100 = 0.4262
108
109
Lampiran 18 Foto hasil pengamatan sekolah
Kondisi bangunan sekolah SD Benda 1
Manajemen data SD Muhamadiyah
Perpustakaan SD Unggulan
110
Ruang UKS SMP Karangampel
111
Gedung sekolah SD Benda
Gedung Sekolah SD Unggulan
Kondisi toilet di SD Eretan Kulon 1