3
TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Sekolah Dasar Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas 2009). Jalur Pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, jenis pendidikan dasar di Indonesia adalah Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI). SD berada di bawah Departemen Pendidikan, terdiri dari SD negeri dan swasta, sedangkan MI berada di bawah Departemen Agama. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009), jam belajar SD lebih panjang dari Taman Kanak-Kanak (TK). Normalnya, siswa masuk kelas pukul 07.00 dan keluar pukul 12.00. Sebagian SD ada yang menambah jam belajarnya baik untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun kegiatan ekstrakurikuler, sehingga siswa pulang lebih lambat. Beberapa SD unggulan kadang memperpanjang jam belajarnya hingga sore hari atau biasa dikenal dengan full day school. Sarana dan prasarana yang memadai diperlukan dalam rangka menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Standar sarana dan prasarana untuk SD/ MI diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 24 tahun 2007. SD/MI sekurang-kurangnya memiliki ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, serta tempat bermain dan olahraga. Karakteristik Anak Usia Sekolah Menurut RSCM dan Persagi (1994), dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan, anak dikelompokkan menjadi usia prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun), dan remaja (13-18 tahun). Pada anak usia sekolah, gigi geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak
4
sudah mulai aktif memillih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar dari anak usia prasekolah karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas fisik, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak. Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih mudah menerima pelajaran. Keterbatasan waktu menyebabkan anak tidak sarapan pagi. Padahal menurut Khomsan (2005), tidak sarapan pagi menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makanan terakhir masuk ke tubuh adalah pada saat makan malam. Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik, sehingga menyediakan makanan dengan yang bervariasi sangat penting. Akan tetapi penggunaan zat pewarna sintetik yang berbahaya harus dihindari karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan anak (Marotz et al. 2005). Makanan Anak Usia Sekolah Moehji (1980) menyebutkan bahwa kebiasaan makan anak usia sekolah mulai berubah. Hal ini dikarenakan anak mulai berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya dan lingkungan baru dalam hidupnya. Menurut Hidayat (2007), anak sekolah kadang malas untuk makan dan lebih senang makan bersama dengan teman sekolahnya. Frekuensi makan yang sesuai untuk anak usia sekolah adalah lima kali waktu makan, yaitu tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Makan pagi adalah hal yang penting karena merupakan sumber energi untuk melakukan berbagai kegiatan sepanjang hari. Menurut Khomsan (2005), makanan sarapan pagi dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan energi. Menurut Jelliffe (1994), anak usia sekolah harus mendapatkan makanan untuk mengatasi rasa lapar, seperti makanan kecil yang disediakan oleh para orang tua maupun pihak sekolah. Menurut Khomsan (2005) makanan ringan dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi 400-500 Kalori. Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber zat gizi yang baik dan diperlukan oleh mereka. Makanan seperti gula kurang baik bagi
5
anak-anak, karena makanan ini miskin zat gizi kecuali energi. Selain itu, jika tertinggal dalam mulut cenderung mengundang tumbuhnya bakteri pada gigi dan akhirnya menyebabkan kerusakan gigi (Nasoetion & Riyadi 1995). Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, makanan untuk anak usia sekolah harus mengandung zat gizi yang lengkap. Penyelenggaraan Makananan Institusi Penyelenggaraan menyelenggarakan
makananan
makanan
bagi
institusi
merupakan
kelompok
individu
suatu yang
proses biasanya
diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah sakit,
akademi
keperawatan,
panti
jompo,
institusi
khusus
(lembaga
permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), childcare centre, dan akademi militer. Penyelenggaraan makananan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar dengan jumlah 50 porsi atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa penyelenggaraan makananan institusi atau masal minimal 1000 porsi sekali penyelenggaraan (Mukrie et.al 1990). Menurut Wirakusumah et. al (1989), tujuan umum penyelenggaraan makananan di sekolah adalah memperbaiki status gizi anak yang pergi ke sekolah tanpa sarapan dan tanpa membawa bekal, meningkatkan kehadiran, memperbaiki prestasi belajar, dan mendukung pendidikan gizi di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Mukrie (1990) menyebutkan institusi dituntut untuk dapat menyediakan makanan yang baik, memberikan pelayanan yang cepat dan menyenangkan, menyediakan menu seimbang dan bervariasi dengan harga layak dan sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta memiliki standar kebersihan yang baik. Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan di masing-masing negara berbeda-beda. Di Jepang, menu yang disajikan pada penyelenggaraan makanan berupa makanan lengkap dengan frekuensi pemberian makan minimal satu kali dalam
sehari
(Moehji
1980).
Hanes
(1984)
menyebutkan
bentuk
penyelenggaraan makanan sekolah di Amerika Serikat adalah makan pagi (school breakfast), makan siang (school lunch), dan susu (school milk program). Pemberian susu untuk anak usia sekolah di Indonesia pernah dilakukan melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), namun dihentikan sejalan
dengan
pelaksanaan
otonomi
daerah
(Khomsan
2004).
Kini
penyelenggaraan makanan di sekolah kembali berkembang seiring dengan menjamurnya sekolah full day. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),
6
penambahan jam belajar pada sekolah full day menyebabkan anak harus membawa bekal ke sekolahnya agar tidak jajan sembarangan. Alternatif lain yang
dapat
dilakukan
adalah
dengan
mengikutsertakan
anak
pada
penyelenggaraan makananan di sekolah yang biasanya dikelola oleh katering. Katering Katering berasal dari kata to cater yang berarti menyiapkan dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum. Seseorang yang menyiapkan makanan dan minuman tersebut caterer (Fadiati 1988). Menurut Pramudji (1996), usaha katering adalah suatu usaha dalam bidang jasa boga yang memberikan jasa pelayanan terhadap pemesanan makanan dan minuman untuk jamuan makan. Terdapat dua jenis katering, yaitu inside katering dan outside katering. Inside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman di tempat makanan itu diolah, misalnya hotel, restoran, dan motel. Outside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman yang dibawa keluar dari tempat makanan itu diolah ke tempat pemesan, misalnya pelayanan rantangan, resepsi pernikahan, dan pesta ulang tahun. Menurut Fadiati (1988), ditinjau dari jenis tempat usaha katering dibedakan menjadi restoran hotel, restoran, katering transportasi, outside katering service, katering rumah sakit, school meal service, katering panti asuhan, katering panti jompo, dan katering lembaga permasyarakatan. Katering school meal service adalah pelayanan makanan yang menyajikan hidangan untuk anak-anak sekolah. . Prinsip Manajemen dalam Penyelenggaraan Makanan Manajemen dalam lingkungan pengelolaan makanan dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan dan pengetahuan yang sistematis berdasarkan prinsipprinsip umum dalam organisaisi (Uripi & Santoso 1995). Menurut Yuliati dan Santoso (1995) fungsi manajemen dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. a. Perencanaan Kegiatan
perencanaan
yang
dilakukan
manajer
pada
usaha
penyelenggaraan makananan dimulai dengan menentukan garis-garis besar untuk memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan perencanaan ini harus dapat merumuskan apa dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan (Yuliati & Santoso 1995).
7
Kegunaan dari perencanaan adalah : 1) Memberikan arah dan tujuan suatu organisasi. 2) Dapat dijadikan suatu standar kerja, karena suatu perencanaan yang baik menjelaskan apa yang akan dilakukan. 3) Memberikan
suatu
kerangka
pemersatu
dalam
pengambilan
keputusan dalam organisasi. 4) Memberikan peluang di masa depan. Menurut Sullivan dan Atlas (1998), fungsi perencanaan dibedakan menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan menu untuk waktu yang akan datang termasuk ke dalam perencanaan jangka pendek, sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi perencanaan untuk 10 tahun ke depan. Perencanaan Menu Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah tangga, menu diartikan sebagai susunan makanan atau hidangan tertentu (Arnawa & Astima 1995). Pada dasarnya karakter hidangan yang disajikan sangat berhubungan dengan waktu penghidangan makanan. Oleh karena itu, dikenal dengan adanya beberapa menu sesuai dengan waktu penyajiannya, yaitu hidangan makan pagi, hidangan makan siang, dan hidangan makan malam. Makan pagi biasanya disajikan antara pukul 06.00-10.00 pagi. Hidangan makan siang biasa disajikan pada pukul 12.00-15.00 siang, sedangkan hidangan makan malam biasa disajikan pada pukul 19.00-23.00 malam (Arnawa & Astima 1995). Jenis menu yang biasa disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah adalah makan siang dan selingan (snack). Marotz et al. (2005) menyebutkan dalam merencanakan menu harus diperhatikan berapa total sumbangan energi dan zat gizi lainnya dalam menu. Kecukupan vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan. Makanan baru dan bergizi penting untuk diperkenalkan pada anak, namun makanan yang disiapkan pun harus familiar bagi anak. Untuk dapat merencanakan menu dengan benar, seorang perencana menu sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai resep makanan yang disukai anak.
8
Marotz et al. (2005) juga menyebutkan kariteria lainnya yang harus diperhatikan selain kecukupan gizi adalah penampakan fisik menu yang disajikan. Menu harus disajikan semenarik mungkin untuk membangkitkan selera dan kesukaan anak. Agar terselenggara suatu hidangan yang memuaskan, maka penting untuk memperhatikan : 1) keterampilan dalam memasak, 2) kemudahan penyelenggaraannya, 3) tenaga kerja dan waktu yang tersedia, 4) peralatan yang tersedia, dan 5) waktu makan (Nasoetion & Riyadi 1995). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan menu untuk anak usia sekolah adalah sebagai berikut (Nasoetion & Riyadi 1995) : 1. Menentukan kebutuhan energi dan zat gizi anak usia sekolah. 2. Menentukan hidangan dengan memperhatikan variasi atau kombinasi bahan makanan yang digunakan, rasa, rupa dan warna, bentuk, dan konsistensi
dari
masing-masing
hidangan,
serta
kesukaan
atau
kegemaran anak. 3. Menentukan jenis serta jumlah bahan makanan yang akan dipilih untuk diolah dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), sehingga dapat diketahui kandungan energi dan zat gizi yang terdapat pada setiap jenis bahan makanan. 4. Pengolahan bahan makanan, meliputi persiapan, pemasakan, dan penyajian makanan. Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Siklus menu merupakan suatu paket menu yang digunakan untuk beberapa hari dan kemudian diulang kembali (Endres et al. 2004). Penetapan siklus menu ini
dilakukan
untuk
mencegah
kebosanan.
Siklus
menu
umumnya
direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari. Siklus menu tergantung dari ketersediaan bahan makanan (Yuliati & Santoso 1995). b. Pengorganisasian Setelah menetapkan rencana, maka kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan dengan jelas, pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing, serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan sehingga masing-masing akan mendapatkan wewenang dan beban kerja yang sesuai. Selain itu diperlukan pula penetapan koordinasi serta sistem
9
pengawasan untuk menjamin bahwa setiap orang menjalankan tugas secara serentak untuk mencapai tujuan organisasi (Yuliati & Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998). Rumit atau sederhananya proses pengorganisasian tergantung dari besar kecilnya pekerjaan yang harus dilakukan. Agar proses pengorganisasian dapat berjalan lancar, maka perlu dibuat suatu bagan organisasi. Menurut Fadiati (1988), organisasi personalia untuk pelayanan orang banyak pada dasarnya meliputi bagian persiapan dan pengolahan hidangan, bagian penyajian, dan bagian administrasi. c. Pelaksanaan Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan, yaitu pembelanjaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, penyajian, distribusi makanan, serta higiene dan sanitasi. Pelaksanaan penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan media pendidikan, maka perlu peran serta orang tua dalam membina kebiasaan makan yang baik dan dapat diterapkan di keluarganya (Yuliati & Santoso 1995). Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanan bahan makanan tersebut ditangani setelah dibeli. Marotz et al. (2005) menyebutkan, sebelum melakukan pembelian bahan makanan penting untuk mencatat nama produk, harga pasar, kemasan produk, prosedur pemeriksaan produk, satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standar resep sebaiknya dibuat untuk mencagah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian bahan makanan beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk mencegah terjadinya proses thawing selama perjalanan. Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Fadiati 1988). Kegiatan penyimpanan bahan makanan dimulai setelah barang pesanan diterima. Menurt Endres et al. (2005), dalam menyimpan bahan makanan penting untuk memeriksa dapur dan gudang untuk mencegah kehilangan bahan makanan. Bahan makanan harus segera disimpan di tempat yang sesuai dengan keadaannya bila tidak langsung diolah. Terdapat dua jenis
10
tempat penyimpanan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan tempat penyimpanan basah. Dapur sebaiknya tidak terlalu penuh dengan bahan makanan. Tujuan
pengolahan
pengolahan.
Proses
mempertimbangkan
nilai
makanan
perlu
pengolahan gizi
diperhatikan
makanan
makanan,
dalam
proses
sebaiknya
dapat
memperbaiki
daya
cerna,
mengembangkan dan meningkatkan rasa, rupa, aroma dan tekstur, serta membebaskan makanan dari mikroorganisme yang membahayakan (Yuliati & Santoso 1995). Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi makanan serta mengontrol biaya produksi (Marotz et al. 2004). Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Tarwotjo (1998) juga melanjutkan waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan. Proses penyajian dilakuakan setelah proses pengolahan selesai. Porsi yang diberikan kepada anak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuah gizi dan jumlah yang biasa dikonsumsi di rumah (Marotz et al. 2004). Endres et al. (2005) membagi pelayanan makanan untuk anak ke dalam beberapa jenis, meliputi family style (prasmanan), modified family style, cafeteria style, buffet style, picnic style (out door), dan big lunch. Jenis big lunch menyediakan paket makanan dalam satu wadah dilengkapi dengan sendok dan garpu. Peralatan Dapur Peranan alat dapur sangat penting dalam proses pengolahan makanan. Tanpa adanya peralatan dapur yang lengkap, pengolahan makanan tidak dapat berjalan dengan baik (Widyati 2001). Berdasarkan fungsinya, peralatan dapur dapat dibagi menjadi alat persiapan dan alat pengolahan. Berdasarkan ukuran dan pengoperasiannya, alat dapur dibagi menjadi peralatan dapur besar, peralatan dapur kecil dan peralatan dapur bermesin. Fungsi utama alat persiapan adalah untuk membantu memudahkan menyiapkan bahan makanan yang akan diolah. Pengoperasian dapat secara manual atau menggunakan energi listrik. Adapun yang termasuk jenis alat persiapan adalah sebagai berikut :
11
1. Alat persiapan untuk daging, unggas, dan hasil laut. Contohnya meja kerja, talenan, mesin pemotong tulang, mesin pengiris daging (slicer), mesin penggiling daging (mincer), mesin pelunak daging (tendizer), pisau ikan, pisau daging, dan gunting ikan. 2. Alat persiapan untuk sayuran. Contohnya meja kerja, talenan, pengupas sayuran (vegetable peeler), dan pisau pemotong sayuran. 3. Alat persiapan untuk kue dan roti. Contohnya mixer, rolling pan, alat pemuas adonan roti (proof box), cetakan kue, loyang, pastry brush, spatula, dan pisau roti. 4. Alat persiapan untuk menghaluskan bumbu. Contohnya cobek dan blender. 5. Alat persiapan lain. Contohnya wadah, pengocok telur, ballon whisker, spiral whisker, ayakan (strainer), dan saringan untuk santan. Alat pengolahan adalah alat-alat dapur yang langsung digunakan untuk mengolah makanan, seperti kompor, oven, pengukus (steamer), dan pemanggang (griller). Macam-macam panci dan wajan, diantaranya stock pot, frying pan, omellete pan, souce pan, dan braise pan. Ukuran peralatan tersebut bermacam-macam tergantung kebutuhan. Bahan-bahan peralatan tersebut dapat terbuat dari stainless steel, alumunium, dan kaca tahan panas. Alat pengaduk dapat berupa sendok sayur, sendok pengambil nasi, sothil, spatula wood, iron spatula, dan serok yang terdapat dalam berbagai ukuran. Bahan dasar peralatan tersebut terbuat dari stainless steel, alumunium tebal dan kayu (Widyati 2001;Fadiati 1988). Menurut Tarwotjo (1998) alat penghidang makanan adalah semua alat yang digunakan untuk menghidangkan makanan di meja makan, sedangkan alat makan dan minum adalah seperangkat alat yang biasanya diatur di atas meja makan sebelum makanan dihidangkan. Alat makan terdiri dari alas piring, piring kecil, sendok dan garpu, mangkuk air untuk cuci tangan, dan serbet. Alat minum terdiri dari cangkir, sendok teh, dan gelas. d. Pengawasan Pengawasan adalah suatu teknik yang menentukan apakah perencanaan kegiatan dapat dilaksanakan. Seorang manejer harus mengetahui apa yang menjadi perencanaan, tujuan, dan standar. Pada dasarnya teknik-teknik pengawasan adalah sama untuk berbagai hal.
12
Terdapat tiga proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan koreksi. Penentuan standar harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan evaluasi. Standar dapat dilakukan melalui ruang, waktu, berat barang atau lainnya. Standarisasi perlu ditentukan sebaik dan seketat mungkin. Setelah penentuan standar, dapat dilakukan pengukuran hasil kerja, dengan demikian dapat diketahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana. Jika diketahui ada penyimpangan, maka dengan cepat perlu dilakukan koreksi. Tindakan koreksi atas penyimpangan merupakan tahap akhir dari pengawasan (Uripi & Santoso 1995). Penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu tercapai, sumber daya sudah dilakukan secara efisien, dan menu tersebut menarik. Setiap makanan harus konsisten dengan pola menu yang ditetapkan termasuk kandungan gizi (Uripi & Santoso 1995). Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti hamil dan menyusui (Muhilal & Muhilal 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG) berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Almatsier (2004) menyebutkan bahwa angka kebutuhan gizi (requirement) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang (individu), agar terhindar dari munculnya gejala-gejala defisiensi. Nilai ini berbeda untuk setiap individu, sehingga ada yang tinggi dan ada yang rendah. Menurut Pudjiadi (1997), kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan dan kesehatannya. Komponen
utama
yang
menentukan
kebutuhan
energi
adalah
Angka
Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengen cara mengalikan AMB dengan PAL (physical activity level) dalam sehari. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), pada prinsipnya angka kebutuhan energi bagi remaja (10-18 tahun) adalah penjumlahan antara Energi Kegiatan (EK) dengan Energi Pertumbuhan (EP). Energi kegiatan dipertoleh dengan mengalikan AMB dengan PAL. Energi pertumbuhan untuk anak usia 10-19 tahun adalah 1.9 kali
13
berat badan (kg). Rumus yang digunakan untuk menghitung AMB anak usia sekolah usia 10-18 tahun adalah sebagai berikut : Pria : AMB (Kalori/hari) Wanita : AMB (Kalori/hari) Kebutuhan Energi
= 17.686 (berat badan) + 658.2 = 13.384 (berat badan) + 692.6 = (AMB X PAL rata-rata) + EP
Kebutuhan protein menurut Almatsier (2004) adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total, dan kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total. Tabel 1 menunjukkan angka kebutukan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) 2004. Tabel 1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia sekolah Golongan Berat Tinggi Vit A Vit B1 Vit C Umur Badan Badan (mg) (mg (gRE) (tahun) (kg) (cm) 4-6 18 110 450 0.6 45 7-9 25 120 500 0.9 45 Pria 10-12 35 138 600 1.1 50 Wanita 10-12 38 145 600 1.1 50 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI 2004
Ca (mg)
Fe (mg)
Posfor (mg)
500 600
8 10
400 400
1000
13
1000
1000
14
1000
Mahan dan Stump (2004) menyebutkan bahwa selain energi dan zat gizi makro (protein, lemak, karbohidrat), zat gizi mikro yang penting untuk pertumbuhan anak usia sekolah adalah zat besi dan kalsium. Selain untuk tumbuh kembang, zat gizi tersebut juga berperan dalam mencegah timbulnya penyakit akibat kekurangan gizi. Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia (Widyati dan Yuliarsih 2002). Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan dari penyakit yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi & Santoso 1995).
14
Menurut Purnawijayanti (2001), sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, serta kesehatan pekerja. Secara lebih terperinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses. Sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor fisik, kimia, dan mikrobiologis (Widyati & Yuliarsih 2002). Faktor fisik adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik dapat dihindari dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Sanitasi Ruang Dapur Sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan konstruksi dapur. Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak. Alat dan obat pembersih lantai diperlukan untuk membersihkan lantai. Alat-alat tersebut antara lain sapu, sikat bertangkai, ember, kain pel yang menggunakan tangkai, pembersih air yang terbuat dari karet dan bertangkai, mesin penyikat lantai, dan mesin pengering lantai, disinfektan, detergen, serta amoniak. Cairan atau bahan makanan yang tumpah
hendaknya
segera
dibersihkan.
Pembersihan
lantai
secara
keseluruhan dilakukan setelah dapur selesai beroperasi, kecuali untuk dapur tertentu yang bekerja selama 24 jam. Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya dinding terbuat dari keramik. Alat pembersihnya ialah sikat bertangkai atau mesin penyikat bertangkai, mesin pengering bertangkai atau kain pel, ember, detergen, dan disinfektan. Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya. Cara membersihkannya adalah dengan sikat bulat bertangkai panjang. Pembersihannya dilakukan satu hari dalam sebulan, pada saat dapur tidak beroperasi.
15
Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah yang besar. Ventilasi yang baik ditandai dengan adanya jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap (exhauster hood) yang diletakkan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan. Jendela, pintu dan lubang angin sebaiknya dilapisi dengan kawat kassa untuk menghindari lalat dan binatang lainnya masuk ke dapur. Cahaya yang baik juga sangat penting dalam penyelenggaraan makananan. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dam cahaya buatan. Ruangan yang memiliki pencahayaan cukup umumnya tidak disukai oleh kecoa, tikus, dan insekta lainnya. Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair, serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar (Widyati & Yuliarsih 2002). 2. Sanitasi pembuangan sampah Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan. Umumnya bak sampah terbuat dari plastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong plastik sampah agar mudah diangkat, dibersihkan, dan bila sampah telah penuh diganti dengan yang baru. Sampah yang terbungkus plastik tidak terlalu banyak mengundang lalat dan bau dibanding dengan sampah dalam keadaan terbuka (Fadiati 1988). 3. Sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan Bahan makanan yang akan disimpan harus berada dalam keadaan bersih. Ruang penyimpanan sebaiknya dibersihkan secara rutin. Seandainya ada bahan makanan yang busuk pada saat disimpan, maka sebaiknya segera dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan disinfektan pada waktu-waktu tertentu (Fadiati 1988). 4. Sanitasi alat dapur Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat-alat dapur yang kotor. Oleh karena itu pencucian alat dapur juga harus diperhatikan. Pencucian perlengkapan dapur dapat dilakukan dalan dua cara, yaitu secara manual dan dengan menggunakan washing machine (Widyati & Yuliarsih 2002).
16
5. Sanitasi wilayah steward Lemari dan rak penyimpanan alat-alat masak dalam gudang (stewarding store room) perlu diawasi sehingga kemungkinan adanya kerusakan karena berkarat dapat dihindari. Tempat cuci tangan sebaiknya berada di dekat kamar mandi dilengkapi dengan sabun, serbet kertas, atau hand dryer (Widyati & Yuliarsih 2002). Selain faktor fisik, faktor kimia dan mikrobiologis pun berpengaruh terhadap sanitasi. Faktor kimia yang mempengaruhi sanitasi dapat disebabkan karena adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau adanya partikel-partikel yang beracun, obat penyemprot hama pada bahan makanan, zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, zat pewarna, dan penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Faktor mikrobiologis dapat disebabkan oleh pencemaran bakteri, virus, jamur, dan parasit (Fadiati 1988). Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan Higiene petugas penyelenggara makanan adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan agar makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas. Higiene personal terdiri dari pemeriksaan kesehatan, kebersihan tangan dan jari tangan, kebersihan rambut, kebersihan hidung, kebersihan mulut dan gigi, serta kebersihan telinga. Higiene perlengkapan karyawan terdiri dari pakaian karyawan dan sepatu (Fadiati 1988). Sebelum seseorang diterima menjadi karyawan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk menghindari adanya penyakit menular yang dapat mengkontaminasi makanan. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya pakaian khusus dan diganti setiap hari, karena pakaian merupakan salah satu sumber bakteri. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya dipilih dari bahan yang berwarna terang, mudah menyerap keringat, tidak panas, dan tidak ketat, sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. Sepatu yang digunakan sebaiknya memiliki hak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Dengan standar higiene personal yang tinggi seorang petugas dapat menyadari bahwa yang dilakukannya adalah menyangkut kesehatan orang banyak dan mencegah terjadinya keracunan makanan (Widyati & Yuliarsih 2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang cara pengolahan makanan menyebutkan bahwa semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak
17
langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan : 1) Sarung tangan plastik sekali pakai 2) Penjepit makanan 3) Sendok garpu Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan : 1) Celemek 2) Penutup rambut 3) Sepatu dapur Perilaku karyawan selama bekerja : 1) Tidak merokok 2) Tidak makan atau mengunyah 3) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos). 4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya 5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil 6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar 7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga Penilaian Ketersediaan Pangan Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang penilain konsumsi pangan. Pertama, penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dalam makanan (ketersediaan), dan kedua membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok dengan angka kebutuhan gizi. Lebih lanjut Hardinsyah dan Briawan (1994) menambahkan bahwa dalam menghitung kandungan energi dan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi tentang bentuk olahan pangan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin dan mineral, terutama vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan Data
aktual
tentang
jumlah
makanan
diperoleh
dengan
cara
penimbangan menggunakan timbangan makanan. Timbangan yang digunakan adalah timbangan yang mempunyai kapasitas 1 kg dan 4 kg (Kusharto & Sa’diyyah 2007). Penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dari beragam pangan merupakan penjumlahan masing-masing energi dan zat gizi pangan komponennya (Hardinsyah & Briawan 1994).
18
Daya Terima Makanan Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul dari makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa, bahkan pendengar (Nasoetion 1980). Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa jauh daya tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Nasoetion 1980). Daya terima anak usia sekolah terhadap makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang dihabiskan. Selain itu daya terima dapat juga dilihat dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terkait dengan penilaian sensori. Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang terhadap menu makanan. Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu pola menu, warna dan penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz 2005). Marotz
(2005)
menyebutkan
bahwa
kualitas
sensori
sangat
mempengaruhi pilihan makanan pada anak. Warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh. Lebih lanjut Marotz menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru pada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Faktor-faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi penilaian seseorang terhadap makanan diantaranya suku bangsa, lingkungan hidup, kebudayaan, agama, serta faktor fisiologis dan psikologis (Nasoetion 1980).