Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG Anuar(1), Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D(2), Sujantoko, ST.,MT(2) 1) Mahasiswa Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya 2) Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya
Abstrak
Breakwater adalah struktur yang dirancang untuk mengurangi gelombang di perairan pesisir. Gelombang tinggi dapat menyebabkan erosi pantai atau kerusakan pada pantai. Saat ini, banyak kemajuan dalam teknologi breakwater, misalnya floating breakwater. Floating breakwater lebih efisien dan fleksibel dibandingkan dengan fixed breakwater. Sistem breakwater yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari unit kubus yang terbuat dari high density polyethylene (HDPE) dirakit menjadi satu rangkaian sebagai struktur floating breakwater. Kemampuan floating breakwater yang terdiri dari unit berbentuk kubus HDPE dalam mengurangi gelombang belum diteliti . Dalam penelitian ini, koefisien refleksi (Kr) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dengan tinggi gelombang masuk (Hi), dan koefisien transmisi (Kt) yang merupakan rasio antara tinggi gelombang menular (Ht) untuk ketinggian gelombang masuk (Hi) akan dievaluasi. Jumlah dan susunan unit floating breakwater menghasilkan pengurangan gelombang paling efektif dievaluasi berdasarkan nilai Kr dan Kt. Model floating breakwater diuji dalam wave flume menggunakan gelombang irregular pada mereka berbagai ketinggian gelombang 6 sampai 15 cm dan periode 1,1 sampai 1,3 detik. Skala yang digunakan dalam model ini 1:10. Hasil uji fisik model menunjukkan bahwa semakin luas susunan unit HDPE, maka koefisien refleksi semakin besar sedangkan koefisien transmisi berkurang. Kata-kata kunci: Floating breakwater, Koefisien refleksi, Koefisien transmisi.
1.
Pendahuluan
Untuk melindungi pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh gelombang perairan dibutuhkan suatu bangunan pelindung pantai (breakwater). Apalagi kebanyakan dari pelabuhan dan pantai di Indonesia belum terlindungi dan seringkali diakibatkan oleh terlalu tingginya biaya pembangunan breakwater yang permanen, juga karena pertimbangan yang secara teknis terlalu kompleks jika membangun bangunan breakwater yang permanen, misalnya kedalaman air yang terlalu dalam atau penggunaan batu alam yang bisa merusak lingkungan. Floating breakwater menjadi solusi alternatif yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Keuntungan dari adanya floating breakwater antara lain dapat dibangun dalam waktu singkat, mudah dan dengan biaya yang cukup terjangkau, floating breakwater juga dapat meminimalisasi pengaruh akibat sirkulasi air, transpor sediment, dan migrasi ikan serta floating breakwater dapat dengan mudah dipindahkan dan dirakit kembali dengan layouts yang berbeda serta dapat dipindahkan ke lokasi yang berbeda (Hales, 1981), floating breakwater
selain dapat dipindah juga bisa diperpanjang ataupun diperpendek sesuai ukuran panjang dan konfigurasi susunan yang dibutuhkan (Fousert, 2006). Keuntungan berikutnya kondisi tanah yang buruk memungkinkan digunakannya floating breakwater dari pada fixed breakwater (McCartney, 1985), floating breakwater juga berefek minimal atau mendekati nihil (zero impact) terhadap lingkungan laut sekitarnya dan dapat berfungsi baik di laut dalam maupun dangkal. Untuk pemakaian dalam jangka waktu pendek, floating breakwater dapat digunakan sebagai pelindung bibit mangroove muda pada awal masa tancap. Floating breakwater dengan ukuran tertentu juga dapat berfungsi sebagai pelabuhan, parking deck atau promenade. Banyak penelitian terdahulu mempelajari tentang floating breakwater (Morey, 1998; Gunaydin, 2006, Dong, 2008; etc). Dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan McCartney (1985), secara garis besar terdapat empat tipe floating breakwater, yaitu: a) tipe pontoon; b) tipe modul apung; c) tipe rakit; d) tipe kotak (box). Pada penelitian ini, saya akan melakukan pengujian lebih lanjut tentang variasi jumlah dan bentuk susunan unit floating
1
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
breakwater yang mempunyai tipe rakit. Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui bentuk dan susunan unit yang optimum dalam meredam beban gelombang, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teknologi struktur pelindung pantai. 2.
Dasar Teori
2.1 Refleksi Gelombang Refleksi gelombang terjadi ketika gelombang datang mengenai atau membentur suatu rintangan sehingga kemudian dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang sangat penting untuk diketahui dalam perencanaan bangunan pantai, sehingga akan didapatkan keadaan perairan yang relatif tenang pada pelabuhan atau pantai. Oleh karena itu bangunan pemecah gelombang yang baik adalah dapat menyerap energi gelombang secara optimal. Besar kemampuan suatu bangunan pemecah gelombang untuk memantulkan gelombang dapat diketahui melalui koefisien refleksi. Koefisien refleksi adalah perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dan tinggi gelombang datang (Hi). Jika suatu gelombang mengenai benda yang menghalangi laju gelombang tersebut, maka bisa dipastikan gelombang tersebut mengalami apa yang disebut refleksi dan transmisi. Demikian juga halnya pada gelombang yang mengenai suatu struktur pelindung pantai. Refleksi gelombang secara sederhana bisa diartikan sebagai besar gelombang yang terpantulkan oleh struktur pelindung dibandingkan dengan besar nilai gelombang datang. Sehingga, bila dirumuskan ke dalam bentuk matematis, koefisien refleksi menjadi: πΆπ =
π»π π»π
Dengan: Cr = Koefisien refleksi gelombang Hi = tinggi gelombang datang Hr = tinggi gelombang refleksi Pada uji coba di wave flume, hal yang patut jadi perhatian untuk selanjutnya menjadi acuan adalah karakteristik gelombang yang terjadi dan koefisien refleksi yang terjadi akibat adanya struktur. Goda dan Suzuki menemukan metode yang menggunakan teknik perubahan Fourier. Persamaan yang bisa menggambarkan kejadian refleksi gelombang yang terjadi di wave flume saat struktur sudah terpasang adalah : ππ = ππ cos ππ₯ β ππ‘ + ππ
ππ = ππ cos ππ₯ β ππ‘ + ππ Dengan subscript βIβ dan βRβ untuk menjelaskan kata Incident dan Reflected. Sumbu positif X diambil dari arah datang gelombang yang menuju struktur. Bila diasumsikan profil gelombang terekam di 2 tempat, yaitu pada : π₯1 = π₯ π₯2 = π₯1 + βπ Sehingga didapatkan persamaan baru yaitu sebagai berikut, π1 = ππ + ππ
π₯=π₯ 1
= π΄1 cos ππ‘ + π΅1 π ππ ππ‘
π2 = ππ + ππ
π₯=π₯ 2
= π΄2 cos ππ‘ + π΅2 π ππ ππ‘
Dengan: π΄1 = ππ πππ β
π + ππ πππ β
π π΅1 = ππ π ππβ
π + ππ π ππβ
π π΄2 = ππ πππ πβπ + β
π + ππ πππ πβπ + β
π π΅2 = ππ π ππ πβπ + β
π + ππ π ππ πβπ + β
π β
π = ππ₯1 +βπ β
π = ππ₯1 +βπ Dikarenakan harga ππ , ππ , β
π , β
π tidak diketahui, maka digunakan teknik eliminasi untuk keempat variable tersebut, sehingga didapat persamaan : ππ =
ππ =
πΎ12 +πΎ22 2 π ππ πβπ πΎ12 +πΎ22 2 π ππ πβπ
Dengan: πΎ1 = π΄2 β π΄1 πππ πβπ β π΅1 π πππβπ πΎ2 = π΅2 + π΄1 π πππβπ β π΅1 πππ πβπ πΎ3 = π΄2 β π΄1 πππ πβπ + π΅1 π πππβπ πΎ2 = π΅2 β π΄1 π πππβπ β π΅1 πππ πβπ 2.2 Transmisi Gelombang Transmisi adalah penerusan gelombang melalui suatu bangunan yang parameternya dinyatakan sebagai perbandingan antara tinggi gelombang yang ditansmisikan (Ht) dengan tinggi gelombang
2
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
datang (Hi) atau akar dari energi gelombang transmisi (Et) dengan energi gelombang datang (Ei). π π» πΎπ‘ = π‘ = π‘ ππ
π»π
akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada gambar di bawah ini : a.
Model uji nomor 1.
Dengan : Kt = Koefisien transmisi gelombang ai = amplitudo gelombang datang at = amplitudo gelombang transmisi Hi = tinggi gelombang datang Ht = tinggi gelombang transmisi Berdasarkan pada energy konservasi, koefisien energi yang hilang dapat dikalkulasikan dalam hubungan berikut:
Gambar 3.1 Model uji nomor 1 tampak samping. b.
πΆπ2 + πΆπ‘2 + πΆπ2 = 1
Model uji nomor 2.
Dengan : Cl = koefisien energi yang hilang Persamaan tersebut mengidentifikasikan bahwa amplitudo gelombang transmisi (at) atau yang secara ekuivalen sama dengan tinggi gelombang transmisi (Ht) dapat terkurangi dengan meningkatnya gelombang refleksi. Selain dipengaruhi oleh nilai koefisien refleksi gelombang tersebut, nilai koefisien energi yang hilang turut pula mempengaruhi besar kecilnya nilai dari koefisien transmisi gelombang. 3.
Gambar 3.2 Model uji nomor 2 tampak samping. c.
Model uji nomor 3.
Metodologi Penelitian
3.1 Pembuatan model floating breakwater Untuk mendapatkan model yang memiliki keserupaan dengan prototype, maka penyekalaan prototipe harus sebaik mungkin dilakukan agar model benar-benar memiliki rasio semua dimensi linier yang sama. Dimensi linier yang dimaksud adalah panjang, lebar dan tinggi. Dengan rasio perbandingan.
Gambar 3.3 Model uji nomor 3 tampak samping. d.
Model uji nomor 4.
5 5 4 1 ο½ ο½ ο½ 50 50 40 10
Sehingga, diperoleh skala dimensi 1:10. Tabel 3.1 Skala model dari prototipe Prototipe (cm)
Skala
Model (cm)
Panjang
Dimensi
50
1:10
5
Lebar
50
1:10
5
Tinggi
40
1:10
4
3.2 Penyusunan Model Floating Breakwater
Gambar 3.4 Model uji nomor 4 tampak samping. e.
Model uji nomor 5.
Desain pemodelan fisik pada floating breakwater sangat penting agar peneliti menjadi mudah dalam melakukan percobaannnya. Adapun variasi jumlah dan bentuk susunan unit floating breakwater yang
3
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
Tabel 3.3 Kalibrasi percobaan model 1 probe 2 NOTE
Gambar 3.5 Model uji nomor 5 tampak samping.
U4 U3 U2 0 D2 D3 D4
RANGE PENGUKURAN (cm) 15 10 5 0 -5 -10 -15
AVERAGE PROBE 2 15.75980 10.60453 5.35599 0.16197 -5.37129 -10.80529 -16.14197
3.3 Pelaksanaan Percobaan 1. Kalibrasi wave probe Alat-alat yang perlu dikalibrasi adalah wave probe, wave probe merupakan alat pengukur tinggi gelombang, apabila alat tersebut kita celupkan ke dalam air maka elektroda tersebut mengukur konduktivitas volume air. Karena fungsi wave probe sangat mempengaruhi dari pengujian ini yaitu mencatat fluktuasi gelombang, maka proses kalibrasi terhadap wave probe harus dilakukan. Kalibrasi untuk wave probe harus dilakukan dengan sangat teliti karena alat inilah yang nantinya mengukur tinggi gelombang yang terjadi dan proses ini dilakukan setiap kali akan melakukan percobaan. Proses kalibrasi wave probe dilakukan dengan cara mencatat posisi zero point dari wave probe dan kemudian merekam kalibasinya dengan menaikan dan menurunkan wave probe sejauh masing-masing 5 cm , 10 cm, 15 cm masing-masing kearah atas dan bawah dari posisi zero point. Setelah proses pencatatan kalibrasi selesai, maka wave probe harus dikembalikan pada zero point position. Kalibrasi ini dilakukan untuk mencari hubungan antara perubahan electrode yang tercelup dalam air dengan perubahan voltase yang tercatat dalam recorder. Hasil kalibrasi wave probe tampak seperti tabel dan gambar berikut ini :
Gambar 3.6 Grafik kalibrasi percobaan model 1 2. Pengujian Model dan Pengambilan Data Setelah semua persiapan dilakukan dan model floating breakwater sudah ditempatkan didalam wave flume atau telah disusun sedemikian rupa, maka masing-masing susunan diuji dengan input tinggi dan periode gelombang sesuai rencana pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kalibrasi percobaan model 1 probe 1 NOTE U4 U3 U2 0 D2 D3 D4
RANGE PENGUKURAN (cm) 15 10 5 0 -5 -10 -15
AVERAGE PROBE 1 17.73104 12.52784 7.38131 2.43944 -2.75693 -8.13416 -13.25634
Gambar 3.7 Pengujian model 2 dengan Kode H5T11 Untuk setiap pengujian, dibangkitkan gelombang irreguler dengan spektrum JONSWAP. Lama setiap pengjian 1.5 menit dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali per skenario.
4
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
4.
Hasil dan Pembahasan
pada gambar dari masing-masing model dibawah ini.
4.1 Analisa Dimensi Dalam pemodelan fisik, analisa dimensi dilakukan untuk memudahkan menganalisa data hasil percobaan dan selanjutnya dapat digunakan untuk desain yang diinginkan. Dari analisa dimensi akan diperoleh variabel tak berdimensi yang akan menjadi acuan dalam penggambaran atau pemaparan hasil dari percobaan, sehingga mempermudah pengolahan data. 1. Analisa dimensi untuk refleksi Secara umum koefisien refleksi dalam penelitian ini, tergantung pada parameter berikut: πΎπ =
π»π = π ππ , π»π , π»π , π, π, π΅, π, πΏ π»π
Gambar 4.1 Pengaruh kecuraman gelombang terhadap Kr dan Kt pada Model 1
Pada penelitian ini, metode analisa dimensi yang digunakan adalah metode Basic Echelon Matrix dan diperoleh bilangan tak berdimensi sebagai berikut: πΎπ =
π»π π»π π΅ =π , π»π ππ 2 πΏ
2. Analisa dimensi untuk Transmisi Secara umum koefisien transmisi dalam penelitian ini, tergantung pada parameter berikut: πΎπ‘ =
π»π‘ = π ππ , π»π , π»π‘ , π, π, π΅, π, πΏ π»π
Untuk transmisi, metode analisa dimensi yang digunakan sama yaitu metode Basic Echelon Matrix dan diperoleh bilangan tak berdimensi sebagai berikut: πΎπ‘ =
Gambar 4.2 Pengaruh kecuraman gelombang terhadap Kr dan Kt pada Model 2
π»π‘ π»π π΅ =π , π»π ππ 2 πΏ
4.2 Pengaruh Kecuraman Gelombang terhadap (wave steepness) Koefisien Refleksi (Kr) dan Transmisi (Kt) Dari hubungan antara wave steepness dengan koefisien refleksi dan koefisien transmisi dapat diketahui besarnya pengaruh dari periode dan tinggi gelombang pada peredam gelombang. Tinggi gelombang datang dan periode gelombang yang digunakan untuk merumuskan hubungan antara pengaruh kecuraman gelombang (H/gT2) terhadap koefisien refleksi (Kr) dan koefisien transmisi (Kt) dari masing-masing model dapat ditentukan dengan menggunakan parameter tinggi gelombang signifikan datang (Hs) dan periode rata-rata gelombang datang (Tavg). Seperti yang terlihat
Gambar 4.3 Pengaruh kecuraman gelombang terhadap Kr dan Kt pada Model 3
5
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
gelombang. Pada model 5 memiliki karakteristik paling bagus dengan nilai Kr antara 0.37-0.63 sedangkan niali Kt antara 0.61-0.96. 4.3 Pengaruh Lebar Model terhadap Koefisien Refleksi (Kr) dan Koefisien Transmisi (Kt)
Gambar 4.4 Pengaruh kecuraman gelombang terhadap Kr dan Kt pada Model 4
Gambar 4.5 Pengaruh kecuraman gelombang terhadap Kr dan Kt pada Model 5 Dari gambar pengaruh kecuraman gelombang (wave steepness) terhadap koefisien refleksi (Kr) dan koefisien transmisi (Kt) pada masing-masing model diatas menunjukkan penurunan wave steepness menyebabkan kemiringan/ketajaman gelombang yang semakin berkurang menuju peredam gelombang , hal tersebut menyebabkan gesekan gelombang datang akan semakin kecil sehingga penyerapan pantulan kurang baik dan menghasilkan pantulan gelombang yang lebih besar dengan begitu gelombang transmisinya menjadi kecil. Sedangkan kenaikan wave steepness menyebabkan semakin curam gelombang dan gesekan yang terjadi semakin besar sehingga pantulan semakin berkurang atau gelombang dengan wave steepness besar cenderung diteruskan yang menyebabkan pembentukan gelombang transmisi yang besar.
Hubungan lebar model (B) dengan panjang gelombang (L) terhadap koefisien refleksi (Kr) dan koefisien transmisi (Kt) dari tiap-tiap model. Dalam hal ini memperlihatkan seberapa besar pengaruh lebar struktur terhadap peredam gelombang. Hasil pengujian tiap-tiap model ditampilkan dalam bentuk bentuk grafik dan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.6 Hubungan antara lebar model dengan Kr dan Kt pada Model 1
Gambar 4.7 Hubungan antara lebar model dengan Kr dan Kt pada Model 2
Sebaran data nilai-nilai Kr untuk semua model secara umum menunjukan tren yang menurun seiring bertambahnya kecuraman gelombang datang. Sedangkan untuk data nilai-nilai Kt untuk semua model menunjukkan sebaliknya yaitu menaik seiring bertambahnya kecuraman
6
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
susunan 3 baris yaitu model 4 dan model 5, akan tetapi model 5 lebih baik dibandingkan dengan model 4 karena pada model 5 terdapat penambahan unit-unit pada bagian atasnya sehingga pantulan maupun gelombang tereduksi semakin besar.
Gambar 4.8 Hubungan antara lebar model dengan Kr dan Kt pada Model 3
Secara teori jika struktur floating breakwater bertambah lebar maka nilai koefisien transmisi (Kt) akan cenderung turun karena jarak tembuh gelombang yang lebih panjang sehingga reduksi gelombang yang dihasilkan semakin besar pula. Hal ini berbanding terbalik dengan koefisien refleksi (Kr) karena gelombang refleksi tidak menjalar melewati struktur sehingga lebar struktur tidak terlalu berpengaruh pada besar kecilnya koefisien refleksi (Kr). 4.4
Pembahasan
Perbandingan Hasil Pengujian Pengaruh Lebar Struktur terhadap Kt
Gambar 4.9 Hubungan antara lebar model dengan Kr dan Kt pada Model 4
Penelitian sebelumnya yang digunakan untuk membandingkan hasil pengujian adalah eksperimen Murali dan Mani (1997). Penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani (1997) yaitu meneliti floating breakwater yang didesain untuk melindungi pelabuhan, hanya saja tipe yang digunakan berbeda yaitu tipe pontoon trapezium. Murali dan Mani (1997) juga melakukan perbandingan lebar struktur dengan nilai koefisien transmisi serta membandingkan hasilnya yang mereka capai dengan beberapa peneliti sebelumnya. Pada penelitian ini dibandingkan hasil yang telah dicapai dengan hasil penelitian Murali dan Mani (1997) karena ada kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani (1997) dengan penelitian ini yaitu sama-sama menngunakan floating breakwater sebagai peredam gelombang. Dengan demikian penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Murali dan Mani (1997) dapat dibandingkan, yaitu membandingkan lebar floating breakwater terhadap koefisien transmisi.
Gambar 4.10 Hubungan antara lebar model dengan Kr dan Kt pada Model 5 Dari gambar hubungan antara lebar model dengan koefisien refleksi dan koefisien transmisi diatas diketahui bahwa peredam gelombang yang paling besar terjadi pada floating breakwater dengan
Gambar 4.16 Perbandingan pengaruh lebar floating breakwater terhadap koefisien transmisi pengujian dengan eksperimen Murali dan Mani (1997).
7
Jurnal - Tugas Akhir , Teknik Kelautan (2012) Anuar (4307100051)
Dari grafik pada gambar 4.12 dapat dilihat lebar struktur floating breakwater mempengaruhi koefisien transmisi, dimana grafik tersebut membandingkan antara penelitian ini dengan eksperimen Murali dan Mani (1997). Penelitian Murali dan Mani (1997) membandingkan lebar struktur terhadap koefisien transmisi dengan memvariasikan lebar struktur (B) dan tinggi gelombang (H). Sebaran data hasil penelitian Murali dan Mani (1997) menunjukkan bahwa koefisien transmisi berbanding terbalik dengan lebar struktur. Hasil yang sama didapat pada penelitian ini bahwa semakin lebar struktur maka koefisien yang terjadi akan semakin kecil. Struktur floating breakwater bertambah lebar maka nilai Kt akan cenderung turun karena jarak tempuh gelombang yang lebih panjang sehingga transmisi gelombang yang dihasilkan semakin turun. 5. Penutup 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa data hasil pengujian dan perhitungan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1.
2.
3.
Pada pengujian diperolah nilai Kr untuk model 1 (0.20-0.52), model 2 didapatkan nilai Kr (0.28-0.56), model 3 didapatkan nilai Kr (0.300.53), model 4 didapatkan nilai Kr (0.31-0.59) dan model 5 didapatkan nilai Kr (0.37-0.63). Pada pengujian diperoleh nilai Kt untuk model 1 (0.76-0.98), model 2 didapatkan nilai Kt (0.64-0.99), model 3 didapatkan nilai Kt (0.670.99), model 4 didapatkan nilai Kt (0.66-0.97), model 5 didapatkan nilai Kt (0.61-0.96). Variasi jumlah, bentuk susunan unit floating breakwater, tinggi dan periode gelombang memiliki nilai rata-rata secara berturut-turut yaitu untuk model 1 nilai Kr=0.31 dan Kt=0.93; model 2 nilai Kr=0.39 dan Kt=0.89; model 3 nilai Kr=0.40 dan Kt=0.88; model 4 nilai Kr=0.43 dan Kt=0.87; model 5 niali Kr=0.50 dan Kt=0.79. Sehingga, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien refleksi dan koefisien transmisi paling optimum pada model 5.
DAFTAR PUSTAKA Bhattacharyya, 1972, Dynamic of Marine Vehicles, a Wiley IntersciencePublication, John Wiley&Sons, New York. Dong, G. H et al. Experiments on wave transmission coefficients of floating breakwaters, Ocean Engineering 35 (2008) 931β938, 2008. China. Fousert, M. W. 2006. βFloating Breakwater Theoretical Study of Dynamic Wave Attenuating Systemβ, Final Report Of The Master Thesis, Delft University of Technology, Faculty of Civil Engineering and Geoscience, Delft. Gunaydin, K., 2006, Investigation of P-type Breakwaters Performance Under Regular and Irregular Waves, Ocean Engineering 34 (2007) 1028β1043, 2006 McCartney, Bruce, L.,1995, Floating Breakwater Design, Journal of Waterway, Port, Coastal and Ocean Engineering, Vol. 111, No. 2, March, 1985. Morey, J.B., 1998, Floating Breakwaters Predicting Their Performance, Faculty of Engineering and Applied Science, Memorial University of Newfoundland, Canada.
5.2 Saran Terdapat beberapa saran untuk penelitian lanjutan berdasarkan hasil analisa dari Tugas Akhir ini : 1. Menambah kekuatan agar elastisitas dari model floating breakwater ini dapat tereduksi sehingga refleksi dan transmisi yang dihasilkan akan lebih baik. 2. Menambah variasi bentuk dan susunan unit model sehingga dapat lebih banyak perbandingan bentuk dan susunan yang bisa dibandingkan.
8