PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS
Oleh: Ratna Pambayun A34304028
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: Ratna Pambayun A34304028
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RATNA PAMBAYUN. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Produksi Beberapa Sayuran Indigenous. Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa sayuran indigenous (katuk, kenikir, dan kemangi). Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2007 – Juli 2008 di kebun percobaan SANREM, Nanggung – Bogor. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak tanam yaitu: 50 cm x 10 cm (populasi 200 000 tanaman/ha), 50 cm x 13.3 cm (populasi 150 000 tanaman/ha), 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha) dan 50 cm x 40 cm (populasi 50 000 tanaman/ha) dengan tiga kali ulangan. Pengamatan meliputi karakter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah tunas, bobot panen per tanaman serta bobot panen per petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam dapat meningkatkan
bobot
panen
katuk
per
petak.
Jarak
tanam
cenderung
mempengaruhi bobot panen kenikir per tanaman secara nyata, akan tetapi terhadap karakter kenikir yang lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Jarak tanam yang renggang dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan bobot panen per tanaman pada kemangi namun tidak meningkatkan bobot panen per petak. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat jarak tanam yang optimum pada tanaman katuk dan kenikir. Jarak tanam yang optimum pada tanaman katuk yaitu 50 cm x 12.5 cm (populasi 160 000 tanaman/ha dan kenikir 50 cm x 16 cm (populasi 126 667 tanaman/ha). Pada tanaman kemangi, respon bobot panen per petak pada populasi yang meningkat sampai dengan 200 000 tanaman/ha bersifat linier sehingga hasil yang optimum mungkin diperoleh pada jarak tanam yang lebih rapat atau populasinya lebih besar dari 200 000 tanaman/ha.
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS
Nama
: Ratna Pambayun
NRP
: A34304028
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc NIP : 131 404 220
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : ………………………..
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 28 September 1986. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sri Hartono dan Ibu Rachmi Astuti Yuwani. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Kenari IV pada tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke SDN Pati Kidul 04 Pati sampai tahun 1998. Pendidikan selanjutnya penulis tempuh di SMP Negeri 2 Pati sampai dengan tahun 2001, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Pati hingga lulus tahun 2004. Tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis aktif dalam Organisasi IKMP (Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati) sebagai Bendahara pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis berkesempatan mengikuti program magang liburan di PT Pesona Daun Mas Asri selama 1 bulan. Penulis juga pernah berkesempatan menjadi Asisten untuk mata kuliah Dasar Hortikultura pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang
berjudul ”PENGARUH
JARAK
TANAM
TERHADAP
PRODUKSI BEBERAPA SAYURAN INDIGENOUS ” tanpa hambatan yang berarti. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Program Sarjana pada Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan antara lain kepada: 1. Keluarga tercinta; Bapak, Ibu, Rurie dan Bagas yang tak henti-hentinya memberikan dukungan serta doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Bambang .S. Purwoko, MSc. selaku pembimbing skripsi penulis atas segala bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian. 3. Dr. Ir Winarso D. Widodo, MS dan Juang Gema Kartika, SP selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan masukan di bidang akademik. 5. SANREM yang telah mendanai penelitian ini serta untuk Site Manager kebun SANREM Nanggung, Tisna Prasetyo. Terima kasih untuk segala bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 6. Teman-teman seperjuangan, Mega dan Nia serta seluruh teman di Hortikultura 41. Terima kasih untuk kebersamaan dan semangatnya. 7. Semua pihak yang telah membantu penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, September 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN .................................................................... Latar Belakang ............................................................... Tujuan Percobaan ........................................................... Hipotesis ........................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
3
Definisi Sayuran Indigenous ........................................... Katuk (Sauropus androgynus L. Merrill) ........................ Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ................................ Kemangi (Ocimum americanum L.) ................................ Jarak Tanam ...................................................................
3 3 5 6 7
BAHAN DAN METODE .........................................................
9
Waktu dan Tempat ......................................................... Alat dan Bahan ............................................................... Metode Penelitian ........................................................... Pelaksanaan ................................................................... Pengamatan .................................................................... Pengolahan Data .............................................................
9 9 9 10 11 11
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
12
Kondisi Umum ............................................................... Hasil ............................................................................... Katuk (Sauropus androgynus L.Merrill) ............... Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ....................... Kemangi (Ocimum americanum L.) ...................... Pembahasan ...................................................................
12 13 13 17 21 24
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
28
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
29
LAMPIRAN .............................................................................
31
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Katuk ................................................................. 13
2.
Rata-rata Panjang Tunas Tanaman Katuk ......................................... 14
3.
Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Katuk ............................................ 14
4.
Rata-rata Jumlah Tunas Tanaman Katuk ........................................... 15
5.
Rata-rata Bobot Panen Katuk per Tanaman dan Bobot Panen Katuk per Petak ........................................................... 15
6.
Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Kenikir ............................................................... 17
7.
Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir ................................................... 18
8.
Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kenikir....................................... 18
9.
Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir ......................................... 19
10.
Rata-rata Bobot Panen Kenikir per Tanaman dan Bobot Panen Kenikir per Petak ......................................................... 20
11.
Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Kemangi ............................................................. 21
12.
Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi ................................................. 22
13.
Rata-rata Jumlah Cabang Kemangi ................................................... 23
14.
Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi ....................................... 23
15.
Rata-rata Bobot Panen Kemangi per Tanaman dan Bobot Panen Kemangi per Petak ...................................................... 23 Lampiran
1.
Data Klimatologi Daerah Leuwiliang Selama Percobaan ................... 32
2.
Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Katuk ...................................... 33
3.
Sidik Ragam Jumlah Tunas Tanaman Katuk ..................................... 34
4.
Sidik Ragam Panjang Tunas Tanaman Katuk ................................... 35
5.
Sidik Ragam Bobot Panen Katuk per Tanaman ................................ 35
6.
Sidik Ragam Bobot Panen Katuk per Petak ...................................... 36
7.
Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kenikir ................................... 37
8.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kenikir ............................................. 38
9.
Sidik Ragam Jumlah Cabang Kenikir ............................................... 39
10.
Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Tanaman .............................. 39
11.
Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Petak..................................... 39
12.
Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kemangi .............................. 40
13.
Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kemangi ................................. 41
14.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kemangi ........................................... 42
15.
Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Tanaman ............................ 42
16.
Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Petak .................................. 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1.
Hubungan antara Produksi Tanaman per Satuan Luas dengan Populasi Tanaman ...................................... 8
2.
Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Katuk per Petak .............. 16
3.
Keragaan Tanaman Kenikir Umur 5 MST di Lapang..........................19
4.
Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Kenikir per Petak ............................................................................. 20
5.
Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Kemangi per Petak ........................................................................... 24
6.
Tanaman Kemangi Umur 6 Minggu Setelah Tanam ......................... 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropika yang memiliki tingkat keanekaragaman sayuran cukup tinggi. Menurut William et al. (1993) lebih dari 100 jenis tanaman dapat dibudidayakan sebagai sayuran di daerah tropika dan masih ada 50 jenis tanaman sayur yang tumbuh liar, akan tetapi kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi sayur masih tergolong rendah. Berdasarkan data dari Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat konsumsi sayur masyarakat Indonesia adalah sebesar 37.94 kg/kapita/tahun sedangkan standar dari FAO adalah 65.75 kg/kapita/tahun (www.p3gizi.litbang.go). Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya daya beli dan pengetahuan masyarakat terhadap kebutuhan sayuran. Kebutuhan sayuran di Indonesia dapat dipenuhi dengan adanya peningkatan produksi sayuran komersial dan penambahan ragam sayuran (diversifikasi) dengan sayuran indigenous Indonesia. Katuk (Sauropus androgynus L. Merrill), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) dan kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan jenis sayuran indigenous Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai tanaman alternatif untuk memenuhi kebutuhan terhadap sayuran yang terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk di Indonesia. Sayuran ini umumnya cenderung dibudidayakan masyarakat dalam skala kecil dan bersifat lokal, akan tetapi tanaman tersebut mempunyai resistensi yang tinggi terhadap patogen serta mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti sayuran komersial dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi manusia (Chen, 1999). Oleh karena itu pengembangan sayuran indigenous untuk dibudidayakan secara intensif akan mendatangkan keuntungan. Seleksi varietas dan teknik budidaya yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi sayuran indigenous Indonesia. Teknik budidaya yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan hasil antara lain adalah dengan pengaturan jarak tanam atau populasi. Penggunaan jarak tanam yang tepat dapat mengurangi tingkat kompetisi tanaman dengan tanaman lain maupun dengan gulma dalam memperebutkan air, cahaya matahari dan hara.
Serangan hama penyakit juga dapat dicegah dengan pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang terlalu rapat dapat menyebabkan hama dan penyakit berpindah dengan cepat ke tanaman lain, dan sebaliknya jika jarak antar tanaman terlalu lebar menyebabkan gulma dapat tumbuh subur. Harjadi (1996) menyatakan bahwa pada umumnya populasi yang tinggi pada suatu lahan dapat meningkatkan produksi tanaman. Namun banyaknya jumlah tanaman dalam satu petak lahan dapat mempengaruhi kemampuan tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari sehingga kualitas tanaman menurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Moniruzzaman (2006) terhadap tanaman selada, diperoleh hasil bahwa dengan semakin lebar jarak tanam maka akan dihasilkan tanaman dengan tinggi tanaman tertinggi dan bobot panen per tanaman yang paling besar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat persaingan dalam memperoleh nutrisi, hara dan cahaya matahari pada masing-masing tanaman. Penelitian serupa terhadap tanaman bayam yang dilakukan oleh Mortley et al. (1991) menunjukkan bahwa bobot panen bayam per petak meningkat secara linier seiring dengan penggunaan jarak tanam yang semakin rapat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil pada sayuran indigenous katuk (Sauropus androgynus L. Merril), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) dan kemangi (Ocimum americanum L.). Hipotesis Terdapat jarak tanam (populasi) optimum pada tiap komoditi sayuran indigenous.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sayuran Indigenous Sayuran adalah tanaman sukulen yang dibudidayakan di pekarangan secara intensif atau bagian dari tanaman yang dikonsumsi bersama makanan utama lain (Grubben dan Piluek, 1994). Di Indonesia sayuran biasanya dikonsumsi bersama makanan pokok seperti nasi, namun kandungan aneka vitamin, karbohidrat (dalam bentuk serat), dan mineral yang dimiliki sayuran tidak dapat disubstitusi dengan makanan pokok (Nazarudin, 1995). Sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia terdiri atas dua golongan, yaitu sayuran komersial dan sayuran indigenous. Sayuran indigenous atau yang lebih dikenal dengan sayuran lokal/asli merupakan sejenis sayuran yang berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia namun sudah beradaptasi dan sudah dibudidayakan atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dulu sehingga sudah dianggap sebagai tanaman turun-temurun (Anonim, www.pustakadeptan.go.id). Sayuran indigenous biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman pekarangan yang pembudidayaannya terbatas pada skala rumah tangga saja. Sayuran indigenous juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah pemenuhan gizi pada keluarga pra sejahtera, karena cara budidayanya yang mudah dan biaya yang murah. Jenis sayuran indigenous yang terdapat di Indonesia cukup banyak, diantaranya yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah daun katuk (Sauropus androgynus L. Merrill), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) dan kemangi (Ocimum americanum L.) Katuk (Sauropus androgynus L. Merrill) Katuk atau star gooseberry termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Katuk mempunyai nama yang berbeda di setiap negara. Di Malaysia katuk dikenal dengan nama cekur manis, di Filipina dikenal dengan nama binahian, sedangkan di Thailand dikenal dengan nama phakwan-ban (Van den Bergh, 1994b).
Katuk merupakan salah satu jenis sayuran indigenous yang cukup dikenal di Indonesia. Karakteristik tanaman katuk antara lain berbentuk tanaman semak dengan tinggi 2 m – 3 m, memiliki batang berbentuk silinder dan tidak terlalu keras, batang muda berwarna hijau dan yang tua berwarna cokelat. Daun katuk berbentuk bulat telur dan tumbuh pada cabang dengan letak yang berselangseling. Warna daun permukaan atas hijau, kadang-kadang mempunyai bercak keputihan sedangkan daun permukaan bawah berwarna hijau muda dengan pertulangan daun tampak jelas. Bunga yang dimiliki oleh katuk bersifat berbentuk majemuk tandan, uniseksual, dan monoecious (terdapat dua macam bunga dalam satu tanaman yaitu bunga jantan dan bunga betina). Bunga katuk mempunyai daun pelindung kecil berselang-seling berwarna hijau muda dan tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang 1 - 1.5 cm (Van den Bergh, 1994b). Di Indonesia, tanaman katuk dapat tumbuh optimum di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1 300 m dpl (di atas permukaan laut). Katuk merupakan tanaman liar yang dapat tumbuh di pinggiran jalan hingga di daerah yang mengandung bebatuan. Pada tanah dengan kondisi drainase dan kesuburan yang baik, katuk dapat tumbuh secara maksimal. Katuk dapat diperbanyak menggunakan biji dan stek batang. Perbanyakan dengan biji jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama. Tanaman hasil stek dapat langsung ditanam di lapangan produksi atau terlebih dahulu ditanam di pembibitan selama satu bulan agar akarnya tumbuh. Tanaman ini jarang terserang hama dan penyakit sehingga tidak perlu dilakukan penyemprotan pestisida (Van den Bergh, 1994b). Katuk memiliki nutrisi tinggi, produktif dan mudah untuk dibudidayakan. Sayuran ini mengandung vitamin A sangat tinggi sehingga daun muda, bunga dan buahnya dikonsumsi sebagai pelengkap nutrisi, memperlancar ASI dan sebagai pakan ternak. Dalam 100 g bahan katuk mengandung air 79.8 g, protein 7.6 g, lemak 1.8 g, karbohidrat 6.9 g, serat 1.9 g, arang 2 g, vitamin A 10 000 IU, vitamin B1 0.23 mg, vitamin B2 0.15 g, vitamin C 136 mg, kalsium 234 mg, fosfor 64 mg, besi 3.1 mg (Van den Bergh, 1994b). Selain dimanfaatkan sebagai sayuran, di beberapa daerah daun katuk digunakan pula sebagai pewarna makanan. Daun dan akarnya juga dapat digunakan untuk bahan ramuan obat-obatan tradisional (Sastrapradja, 1979).
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis di Amerika yang kemudian dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina. Di Filipina kenikir dikenal dengan nama cosmos, sedangkan di Thailand kenikir disebut daoruang-phama (Van den Bergh, 1994a). Kenikir merupakan tanaman herba setahun yang tingginya dapat mencapai 3 m. Batangnya tegak, beralur dan mempunyai banyak cabang. Tanaman kenikir berdaun majemuk dan bergerigi pada bagian tepi. Bunganya tersusun seperti bunga matahari yang terletak di tepi berbentuk pita berjumlah delapan. Kenikir juga mempunyai buah berbentuk lonceng yang mengandung banyak biji berwarna hitam seperti jarum (Sastrapradja, 1979). Van den Bergh (1994a) mengungkapkan bahwa tanaman kenikir dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan sinar matahari penuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1 600 m dpl. Perbanyakan kenikir dapat dilakukan melalui biji di persemaian yang kemudian dapat dipindahkan ke lapangan setelah tiga minggu. Pengaturan
drainase dan irigasi yang baik dapat mendukung
pertumbuhan kenikir. Kondisi tanah yang terlalu lembab dapat memicu perkembangan cendawan yang mengganggu pertumbuhan tanaman kenikir. Pemanenan daun kenikir dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam minggu. Apabila
daun-daunnya dipetik,
tunas baru
akan
cepat
tumbuh
untuk
menggantikannya. Daun kenikir apabila diremas-remas akan mengeluarkan bau yang khas karena mengandung minyak esensial. Adanya minyak tersebut menimbulkan rasa yang agak sengau pada daun mentah, akan tetapi dengan pengukusan rasa tersebut akan hilang. Daun kenikir, setelah dikukus dapat dibuat urap atau pecel (Sastrapradja, 1979). Tanaman kenikir juga dapat digunakan sebagai tanaman penghias pekarangan karena bunganya yang berwarna cerah. Efek farmakologis yang dimiliki oleh kenikir antara lain adalah penambah nafsu makan dan penguat jantung. Daun kenikir juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menghentikan pendarahan dan untuk menguatkan tulang (Van den Bergh, 1994a).
Kemangi (Ocimum americanum L.) Kemangi (Ocimum americanum L.) atau hoary basil termasuk dalam famili Labiatae yang dikenal dengan nama selaseh di Malaysia dan maenglak di Thailand. Di Indonesia kemangi dikenal dengan beberapa nama diantaranya kemangi, seraung (Sunda) dan selasih putih. Tanaman ini berasal dari Afrika dan Asia Tropik. Di India, tanaman kemangi merupakan tanaman yang disucikan untuk upacara keagamaan (Sunarto, 1994). Kemangi merupakan tanaman herba aromatik dengan tinggi 0.3 m - 1.0 m, batang dan cabang berbentuk segi empat, memiliki daun berbentuk lanset hingga lonjong, tepi daun rata dan pangkal daun runcing, serta mempunyai banyak percabangan berwarna hijau kekuningan. Tanaman kemangi akan berbunga ketika berumur 8-12 minggu (Sunarto, 1994). Perbanyakan kemangi menggunakan biji. Biji tersebut diperoleh dari buah kemangi yang masak di batang. Ciri biji yang sudah masak yaitu berwarna hitam dan kering. Kemangi sudah dapat dipanen ketika berumur 50 hari. Pemetikan dilakukan pada cabang yang terdiri atas daundaun muda (Nazarudin, 1995). Pada dasarnya tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah asam di daerah dengan ketinggian 500 - 2 000 m dpl. Kemangi juga toleran terhadap cuaca panas dan dingin. Perbedaan iklim hanya mengakibatkan perbedaan penampilan tanaman. Kemangi yang ditanam di daerah dingin daunnya akan lebih lebar dan lebih hijau, sedangkan kemangi yang ditanam di daerah panas umumnya mempunyai daun yang kecil, tipis dan berwama hijau pucat (Nazarudin, 1995). Daun kemangi lebih sering digunakan sebagai sayuran yang dimakan mentah bersama lauk (lalapan). Namun ada juga yang menggunakannya sebagai campuran masakan tertentu, seperti pepes ikan. Dalam 100 g daun kemangi mengandung 87 g air, 3.3 g protein, 2 g serat, 320 mg kalsium, 4.5 mg zat besi dan 27 mg vitamin C (Sunarto, 1994). Selain itu kemangi juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit kepala, demam, sakit telinga, ginjal, bahkan kanker (Firmansyah dan Adnyana, 2007). Kemangi mempunyai aroma yang harum sehingga minyak yang terkandung dalam daun kemangi dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun dan kosmetik.
Jarak tanam Produksi tanaman yang maksimum dapat diperoleh dengan penerapan beberapa teknik budidaya yang tepat. Jarak tanam merupakan salah satu teknik budidaya yang mengatur tata letak dan populasi tanaman dengan jarak yang pasti menurut dua arah tertentu dalam satu area (Zaubin, 1985). Melalui pemilihan jarak tanam yang tepat tingkat persaingan antar maupun intern tanaman dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu pemilihan jarak tanam juga dapat mengoptimumkan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis seperti cahaya matahari, air dan hara. Pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan tanaman menjadi terganggu (Harjadi, 1996). Tanaman yang mempunyai tajuk dengan daun lebih banyak akan memungkinkan terjadinya persaingan terhadap penerimaan radiasi matahari, sirkulasi CO2 dan penyerapan air sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Sebaliknya, tajuk yang mempunyai daun lebih sedikit memungkinkan radiasi matahari sampai ke seluruh permukaan daun. Selain itu, sirkulasi CO2 menjadi lebih lancar karena udara mengalir dengan baik (Wulandari, 2007). Pada awalnya peningkatan jumlah populasi tanaman per satuan luas akan meningkatkan hasil. Namun jika populasi terus ditingkatkan lama kelamaan hasilnya akan turun (Gambar 1). Hal ini diakibatkan adanya persaingan antar tanaman yang semakin ketat dalam memperebutkan air, zat hara serta cahaya matahari. Apabila jarak yang digunakan semakin lebar, maka jumlah populasi tanaman akan lebih sedikit namun kemungkinan produktivitas per tanaman akan lebih tinggi.
Hasil
Populasi tanaman Gambar 1. Hubungan antara Produksi Tanaman per Satuan Luas dengan Populasi Tanaman. Sumber: Zaubin (1985) Menurut Holiday dalam Zaubin (1985) hubungan antara hasil dan populasi dapat digambarkan dengan kurva asimtotik dan kurva parabolik. Pada hubungan asimtotik, semakin tinggi jumlah populasi tanaman per satuan luas maka akan meningkatkan produksi namun ketika populasi terus meningkat sampai pada titik tertentu maka tidak akan terjadi peningkatan produksi lagi (konstan). Hal ini dikarenakan pada awal pertumbuhan telah tercapai penggunaan cahaya secara maksimal akan tetapi pada akhirnya penampilan tanaman secara individu akan menurun karena adanya persaingan cahaya dan faktor tumbuh lainnya. Hubungan asimtotik biasanya terjadi pada tanaman yang dipanen bagian vegetatifnya seperti bayam, kangkung dan sayuran daun lainnya. Pada hubungan parabolik, dengan semakin tinggi populasi maka produksi akan meningkat namun ketika populasi terus meningkat sampai dengan titik tertentu maka akan terjadi penurunan produksi. Hubungan parabolik biasanya terjadi pada tanaman yang dipanen bagian generatifnya seperti apel, tomat dan cabai.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan SANREM (Sustainable Agriculture and Natural Resources Management: Vegetable Agroforestry) Project yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor dari bulan Desember 2007 hingga Juli 2008. Lokasi percobaan memiliki ketinggian 308 m dpl. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga jenis sayuran indigenous, yaitu benih kenikir (Aksesi Pandeglang), benih kemangi (Aksesi Cadasari) dan bibit katuk (Aksesi Ciampea) yang berasal dari stek batang. Media tanam yang digunakan saat pembibitan yaitu kompos dan tanah dengan perbandingan 1:1. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang berasal dari campuran kotoran ayam pedaging dan sekam dengan perbandingan 1:3, urea, KCl dan SP36. Peralatan yang digunakan meliputi penggaris, alat tulis, kored serta sarana pertanian lainnya. Metode Penelitian Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak tanam yaitu; P1: 50 cm x 10 cm (populasi 200 000 tanaman/ha) P2: 50 cm x 13.3 cm
(populasi 150 000 tanaman/ha)
P3: 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha) P4: 50 cm x 40 cm (populasi 50 000 tanaman/ha) Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Terdapat 12 satuan percobaan untuk masing-masing jenis tanaman yang digunakan (katuk, kenikir, dan kemangi).
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = µ +
i+
j
+
ij
Keterangan : Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ
= Nilai rataan umum i
= Pengaruh perlakuan ke-i, (i = 1,2,3,4)
j
= Pengaruh kelompok ke-j, (j = 1,2,3)
ij
= Galat percobaan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Tanaman yang digunakan berjumlah 600 pada masing-masing jenis tanaman,
sehingga jumlah total tanaman yang digunakan adalah 1 800 tanaman dari tiga jenis tanaman yang digunakan yaitu; katuk, kenikir dan kemangi. Pelaksanaan Benih kenikir dan kemangi disemai dalam tray yang berisi 128 lubang. Media yang digunakan yaitu kompos dan tanah dengan perbandingan 1:1. Pembibitan dilakukan selama 3 - 4 minggu sampai kondisi tanaman sudah siap dipindah ke lapangan. Khusus untuk kemangi, sebelum penanaman dilakukan pengapuran dengan dosis kapur 2 ton/ha atau 800 g per petak. Bibit tanaman kenikir, kemangi dan katuk ditanam pada bedengan yang berukuran 1 m x 4 m dengan pengaturan jarak tanam yang berbeda, yaitu 50 cm x 10 cm (200 000 tanaman/ha), 50 cm x 13.3 cm
(150 000 tanaman/ha), 50 cm x 20 cm (100 000
tanaman/ha), dan 50 cm x 40 cm (50 000 tanaman/ha). Pada awal penanaman diberikan pupuk kandang dan P2O5 dengan dosis berturut-turut 5 ton/ha dan 135 kg/ha. Kemudian tanaman diberi pupuk N (urea) dan K2O dengan dosis masing-masing 100 kg/ha dan 135 kg/ha yang aplikasinya dilakukan secara dua tahap, yaitu pada 3 MST dan 6 MST (Minggu Setelah Tanam). Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan terhadap gulma yang tumbuh di sekitar tanaman, dan pengendalian hama serta penyakit yang dilakukan secara mekanis. Panen dilakukan pada daun yang telah menampakkan ciri-ciri umum untuk dipanen. Pada tanaman katuk, panen dilakukan ketika panjang tunas telah mencapai ukuran 30 cm dengan cara memotong bagian tunas muda sepanjang 25
cm. Tanaman kemangi dipanen pada saat cabang yang terdiri atas daun-daun muda berukuran 20 cm dengan cara memotong cabang sepanjang 10 cm kemudian disatukan dalam satu ikatan yang terdiri atas 5-10 cabang (Laksana, 2007) sedangkan panen pada tanaman kenikir dilakukan ketika cabang muda telah mencapai ukuran 30 cm dengan cara memotong bagian cabang sepanjang 15 cm – 20 cm (Hermanto, 2008). Pengamatan Pengamatan dilakukan pada empat tanaman contoh pada masing-masing petak tanaman. Peubah-peubah yang diamati meliputi: •
Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh. Pengukuran dilakukan saat 2 - 7 MST. Pengukuran karakter tinggi tanaman hanya dilakukan pada tanaman kemangi dan kenikir.
•
Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka sempurna. Pengukuran dilakukan terhadap tanaman katuk, kenikir dan kemangi.
•
Jumlah tunas, dihitung berdasarkan jumlah tunas yang tumbuh dari batang utama. Pengukuran hanya dilakukan pada tanaman katuk.
•
Jumlah cabang, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang bisa dipanen pada tanaman kenikir dan kemangi.
•
Bobot panen per tanaman, daun-daun yang dipanen pada masing-masing tanaman contoh ditimbang bobot segarnya. Pengukuran dilakukan terhadap tiga jenis tanaman (katuk, kenikir dan kemangi).
•
Bobot panen per petak, daun-daun yang dipanen pada masing-masing petak ditimbang bobot segarnya. Pengukuran dilakukan terhadap tiga jenis tanaman (katuk, kenikir dan kemangi). Pengolahan Data
Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SAS untuk uji F, jika signifikan maka dilanjutkan dengan analisis regresi dan Uji Beda Nyata Jujur (Tukey) taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi tanaman selama di lapangan secara umum tumbuh dengan baik. Pada komoditi kenikir dan kemangi tanaman tumbuh dengan baik dan seragam pada tiga ulangan, namun pada katuk tidak demikian. Kondisi tanaman katuk di ulangan 2 dan 3 pertumbuhannya cukup seragam sedangkan di ulangan 1 kurang seragam, hal ini dikarenakan pada blok ulangan 1 kondisi tanahnya berlumpur dan drainasenya buruk sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman katuk. Pengamatan pertumbuhan pada tanaman kenikir dan kemangi dilakukan ketika tanaman berumur 2 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai dengan 7 MST. Pada katuk pengamatan baru dimulai saat tanaman berumur 4 MST. Pada mingguminggu awal, kegiatan lebih difokuskan untuk menyulam tanaman katuk yang mati. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang terlalu lembab sehingga stek menjadi busuk dan mati. Pada awal penanaman, yaitu minggu pertama bulan Februari (Tabel Lampiran 1.) sering terjadi hujan dan tingkat kelembabannya tinggi. Pengamatan dilakukan setelah kondisi tanaman dipastikan hidup yaitu ditandai dengan munculnya akar dan tunas pada batang (pada 4 MST). Pada saat tanaman berumur 7 MST, kegiatan pengamatan diakhiri karena pada saat tersebut kondisi tanaman sudah siap panen. Selama penelitian berlangsung, dijumpai sedikit hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Hama yang menyerang tanaman di lapang antara lain adalah ulat jengkal, kumbang (Coccinelidae) dan belalang (Valanga sp.). Gejala serangan yang timbul yaitu ada beberapa daun yang berlubang. Serangan hama tersebut tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar karena populasinya masih di bawah 5%, sehingga pengendalian hanya dilakukan secara mekanis. Pada tanaman katuk dan kenikir ditemukan gejala serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Pengendalian dilakukan dengan tindakan mekanis, yaitu mencabut dan memusnahkan tanaman yang terserang agar tidak menyerang tanaman lain yang masih sehat.
Katuk (Sauropus androgynus L. Merrill) Hasil sidik ragam terhadap peubah - peubah yang diamati menunjukkan perbedaan yang nyata pada karakter bobot panen katuk per petak sedangkan pada karakter yang lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Tabel Lampiran 2 – 6). Keragaan seluruh karakter katuk yang diamati disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Katuk Karakter Panjang Tunas 4 MST Panjang Tunas 5 MST Panjang Tunas 6 MST Panjang Tunas 7 MST Jumlah Daun 4 MST Jumlah Daun 5 MST Jumlah Daun 6 MST Jumlah Daun 7 MST Jumlah Tunas 4 MST Jumlah Tunas 5 MST Jumlah Tunas 6 MST Jumlah Tunas 7 MST Bobot Panen per Tanaman Bobot Panen per Petak
F hitung 0.30tn 0.11 tn 0.69tn 1.62 tn 0.95 tn 1.95 tn 1.61 tn 1.38 tn 1.06 tn 1.19 tn 0.26 tn 0.31 tn 1.85 tn 4.58 *
KK (%) 18.57 8.00x 18.16 6.69x 12.14 17.44 16.69 8.30 14.15y 15.00y 13.64y 13.17y 9.67 6.36x
Keterangan :
* : berbeda nyata pada taraf 5 % tn : tidak berbeda nyata pada uji F 5% x : data telah ditransformasi dengan metode log (Y) y : data telah ditransformasi dengan metode log (Y+1)
Koefisien keragaman pada beberapa karakter katuk relatif besar. Hal ini dikarenakan kondisi drainase yang berbeda pada blok satu. Selain itu tingkat keragaman bahan tanam cukup tinggi karena berasal dari stek walaupun sudah diusahakan seseragam mungkin khususnya dalam ukuran diameter batang. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) tanaman mempunyai keragaman yang tinggi akibat faktor dari dalam tanaman dan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan sekalipun bahan tanam dan tempat percobaan sudah dibuat seseragam mungkin. Tunas pada tanaman katuk pertama kali muncul pada 1 MST akan tetapi pengamatan baru dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST. Hal ini
dikarenakan pada awal penanaman banyak tanaman katuk yang mati sehingga perlu dilakukan penyulaman terlebih dahulu. Panjang tunas katuk dari pengamatan awal, 4 MST sampai dengan 7 MST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan jarak tanam. Nilai rata-rata panjang tunas katuk dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Panjang Tunas Tanaman Katuk Jarak tanam (populasi tanaman/ha) 50 cm x 10 cm (200 000 tanaman/ha) 50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha) 50 cm x 20 cm (100 000 tanaman/ha) 50 cm x 40 cm (50 000 tanaman/ha) Respon
Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
MST (Minggu Setelah Tanam) 4 5 6 7 -------------------cm------------------13.74 18.68 22.04 27.48 13.98 18.98 21.70 27.04 15.64 18.49 21.99 25.24 14.50 16.89 18.27 19.38 tn tn tn tn
Daun katuk merupakan daun majemuk dan biasanya dalam satu cabang terdiri 11 - 27 helai anak daun. Daun yang berasal dari tunas baru biasanya akan muncul segera setelah pemanenan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah daun pada katuk tidak dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata. Nilai rata-rata jumlah daun katuk disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Katuk Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
MST (Minggu Setelah Tanam) 4
5
6
7
(200 000 tanaman/ha)
5.0
6.5
8.3
10.1
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
5.2
6.3
10.4
12.1
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
5.8
8.3
10.3
13.5
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
5.7
8.0
11.1
14.2
tn
tn
tn
tn
50 cm x 10 cm
Respon
Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Karakter jumlah tunas tanaman katuk yang diamati tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 4), dapat dilihat bahwa nilai rata-rata jumlah tunas katuk tidak memiliki perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada setiap minggu pengamatan. Tabel 4. Rata-rata Jumlah Tunas Tanaman Katuk Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
MST (Minggu Setelah Tanam) 4
5
6
7
(200 000 tanaman/ha)
1.7
2.1
2.3
2.7
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
1.8
1.8
2.3
2.3
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
1.8
2.3
2.3
2.4
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
2.3
2.6
2.6
2.8
tn
tn
tn
tn
50 cm x 10 cm
Respon
Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Panen tanaman katuk pada penelitian ini dilakukan pada saat tanaman berumur 7 MST. Panen berikutnya dilakukan pada 8 MST. Nilai rata-rata bobot panen per tanaman dan bobot panen per petak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Bobot Panen Katuk per Tanaman dan Bobot Panen Katuk per Petak Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
Bobot Panen per Tanaman (g)
Bobot Panen per Petak (g)
(200 000 tanaman/ha)
27.20
208.33a
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
35.45
229.33a
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
55.00
175.67ab
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
46.68
99.00b
50 cm x 10 cm
Respon
tn
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%. tn: Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Jarak tanam pada percobaan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot panen per tanaman akan tetapi jarak tanam secara nyata dapat meningkatkan bobot panen katuk per petak. Tanaman dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan bobot panen per petak yang nyata lebih tinggi dibanding jarak tanam yang renggang (Tabel 5). Berdasarkan grafik pada Gambar 2, diketahui bahwa respon membentuk hubungan kuadratik. Artinya dengan semakin besar populasi atau jarak tanam yang semakin rapat maka produksi daun katuk akan semakin besar sampai pada satu titik tertentu yang diduga dapat menghasilkan produksi paling besar. Namun jika populasi katuk ditingkatkan lagi maka produksi akan menurun. Dari persamaan regresi y = -10-8x2+0.0032x-39.417 (R2= 0.4673), diperoleh nilai x sebesar 160 000. Hal ini berarti titik produksi optimum pada tanaman katuk dicapai pada populasi 160 000 tanaman/ha. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat diduga jarak tanam optimum pada tanaman katuk adalah 50 cm x 12.5 cm.
y = -1E-08x 2 + 0.0032x - 39.417 R2 = 0.4673
bobot panen per petak (gram )
350 300 250 200 150 100 50 0 0
50000
100000 150000 200000 250000
populasi (tanam an/hektar)
Gambar 2. Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Katuk per Petak
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) Berdasarkan hasil analisis ragam pada tanaman kenikir yang disarikan dari Tabel Lampiran 7 – 11, perlakuan jarak tanam cenderung nyata meningkatkan bobot panen per tanaman akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap peubah yang lain. Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman kenikir disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Kenikir Karakter Tinggi Tanaman 2 MST Tinggi Tanaman 3 MST Tinggi Tanaman 4 MST Tinggi Tanaman 5 MST Tinggi Tanaman 6 MST Tinggi Tanaman 7 MST Jumlah Cabang 4 MST Jumlah Cabang 5 MST Jumlah Cabang 6 MST Jumlah Daun 2 MST Jumlah Daun 3 MST Jumlah Daun 4 MST Jumlah Daun 5 MST Jumlah Daun 6 MST Jumlah Daun 7 MST Bobot Panen per Tanaman Bobot Panen per Petak
F Hitung 1.87tn 1.37 tn 0.52 tn 0.67 tn 0.54 tn 0.53 tn 1.52 tn 2.20 tn 1.48 tn 1.28 tn 0.21tn 0.08 tn 1.25 tn 1.25 tn 1.97 tn 3.62 + 0.15 tn
Keterangan : tn : tidak berbeda nyata pada uji F 5% + : cenderung nyata pada taraf 10 % x : data setelah ditransformasi dengan metode log (Y) y : data setelah ditransformasi dengan metode log (Y+1)
KK (%) 10.55 11.45 13.70 17.41 7.00x 19.15 12.16y 19.88 19.42 12.46 7.10 8.91 9.64 7.86 8.77 9.08 x 4.26x
Karakter tinggi tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Pada percobaan ini, perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman selama pengamatan. Nilai rata-rata tinggi tanaman dapat dillihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir MST (Minggu Setelah Tanam)
Jarak tanam
2
3
4
5
6
7
---------------------------cm----------------------------50 cm x 10 cm (populasi 200 000 tanaman/ha) 50 cm x 13.3 cm (populasi 150 000 tanaman/ha) 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha) 50 cm x 40 cm (populasi 50 000 tanaman/ha) Respon
6.37
9.67
14.96
26.01
43.78
67.41
5.90
8.94
16.26
28.69
48.57
79.66
6.85
10.42
16.32
30.68
54.02
79.25
7.14
10.63
17.19
31.33
53.99
80.20
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Cabang pada kenikir mulai muncul pada saat tanaman berumur 3 MST pada beberapa petak namun cabang muncul serempak ketika tanaman berumur 4 MST. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa karakter jumlah cabang pada tanaman kenikir tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. Tabel 8. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kenikir Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
MST (Minggu Setelah Tanam) 4
5
6
(200 000 tanaman/ha)
7.5
9.2
11.3
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
8.4
10.2
12.2
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
10.4
12.5
14.3
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
11.3
13.3
15.1
tn
tn
tn
50 cm x 10 cm
Respon Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun pada tanaman kenikir (Tabel 9). Jumlah daun tanaman kenikir antar perlakuan hampir sama pada setiap minggu. Pada akhir pengamatan, jumlah daun
kenikir berkisar antara 17 – 20. Nilai rata-rata jumlah daun kenikir disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir MST (Minggu Setelah Tanam) Jarak tanam 50 cm x 10 cm (populasi 200 000 tanaman/ha) 50 cm x 13.3 cm (populasi 150 000 tanaman/ha) 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha) 50 cm x 40 cm (populasi 50 000 tanaman/ha) Respon
Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
a.
2
3
4
5
6
7
6.0
8.7
10.5
13.3
15.5
17.3
5.7
8.3
10.8
13.8
16.2
17.5
6.4
8.7
10.7
15.0
16.5
18.2
6.8
8.5
10.8
15.2
17.5
20.2
tn
tn
tn
tn
tn
tn
b.
c.
d.
Gambar 3. Keragaan Tanaman Kenikir Umur 5 MST di Lapang; (a.) P1, 50 cm x 10 cm (b.) P2, 50 cm x 13.3 cm (c.) P3, 50 cm x 20 cm dan (d.) P4, 50 cm x 40 cm. Panen kenikir pertama kali dilakukan ketika tanaman berumur 6 MST. Panen berikutnya dilakukan dengan periode sekali dalam satu minggu. Frekuensi panen dalam penelitian ini sebanyak lima kali dalam tiga bulan, akan tetapi hasil yang optimum hanya diperoleh sampai dengan panen ketiga. Kualitas daun kenikir yang dipanen pada periode berikutnya akan menurun karena tanaman kenikir memiliki umur yang relatif pendek (Van den Bergh, 1994)a. Berdasarkan hasil sidik ragam, dapat diketahui bahwa jarak tanam tidak berpengaruh terhadap karakter bobot panen kenikir per petak akan tetapi
cenderung berpengaruh terhadap hasil panen daun kenikir per tanaman. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat suatu kecenderungan dengan semakin lebar jarak tanam maka bobot panen per tanaman akan semakin tinggi. Tanaman kenikir yang ditanam dengan jarak 50 cm x 40 cm cenderung menghasilkan bobot panen per tanaman yang paling besar yaitu sebesar 92.89 g. Tabel 10. Rata-rata Bobot Panen Kenikir per Tanaman dan Bobot Panen Kenikir per Petak Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
Bobot Panen per Tanaman (g)
Bobot Panen per Petak (g)
(200 000 tanaman/ha)
34.15
1318.30
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
46.03
1417.70
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
52.24
1528.70
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
92.89
1316.00
+
tn
50 cm x 10 cm
Respon
Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5% + : Cenderung nyata pada taraf 10%
Berdasarkan grafik pada Gambar 4, diperoleh persamaan regresi y = -3(10-8)x2 + 0.0076x + 1031.1 (R2 = 0.0613) sehingga dapat diduga nilai x atau populasi optimum sebesar 126 667 tanaman/ha. Dengan demikian diduga
bobot panen per petak (gram)
jarak tanam yang optimum pada tanaman kenikir adalah 50 cm x 16 cm. y = -3E-08x 2 + 0.0076x + 1031.2 R2 = 0.0613
2500 2000 1500 1000 500 0 0
50000
100000
150000
200000
250000
populasi (tanam an/hektar)
Gambar 4. Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Kenikir per Petak
Kemangi (Ocimum americanum L.) Berdasarkan analisis ragam pada karakter-karakter yang diamati, perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman kemangi pada umur 5 MST, jumlah daun umur 5 MST dan bobot panen per tanaman. Jarak tanam juga cenderung nyata mempengaruhi jumlah cabang kemangi pada taraf 10% sedangkan karakter-karakter yang lain tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel Lampiran 12 – 16). Hasil rekapitulasi sidik ragam dan koefisien keragaman tanaman kemangi disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rekapitulasi Uji-F dan Koefisien Keragaman Karakter Tanaman Kemangi Karakter Tinggi Tanaman 2 MST Tinggi Tanaman 3 MST Tinggi Tanaman 4 MST Tinggi Tanaman 5 MST Jumlah Cabang 3 MST Jumlah Cabang 4 MST Jumlah Cabang 5 MST Jumlah Daun 2 MST Jumlah Daun 3 MST Jumlah Daun 4 MST Jumlah Daun 5 MST Bobot Panen per Tanaman Bobot Panen per Petak
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata pada taraf 1 % * : berbeda nyata pada taraf 5 % + : cenderung nyata pada taraf 10 % tn : tidak berbeda nyata x : data setelah ditransformasi dengan metode log (Y)
F Hitung 2.1tn 2.39 tn 0.86 tn 12.99** 2.48 tn 1.38 tn 4.29 + 2.53 tn 0.38 tn 1.66 tn 9.10* 5.45* 0.17 tn
KK (%) 14.61 10.57 9.64 3.57 12.96 9.13 17.34 9.51 7.12 5.48 4.38 20.90 14.76x
Sidik ragam menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman pada tanaman kemangi sangat nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Pada saat tanaman berumur 5 MST perlakuan jarak tanam 50 cm x 40 cm menghasilkan tinggi tanaman tertinggi, yaitu 41.55 cm. Pada akhir pengamatan tinggi tanaman rata-rata berkisar antara 37.23 – 41.55 cm (Tabel 12).
Tabel 12. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
(MST) Minggu Setelah Tanam 2
3
4
5
--------------------cm------------------50 cm x 10 cm
(200 000 tanaman/ha)
8.34
16.99
24.51
37.23b
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
8.65
16.02
23.32
36.01b
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
7.23
15.95
23.48
35.34b
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
9.79
19.40
26.04
41.55a
tn
tn
tn
Respon
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%. tn: Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa jarak tanam cenderung berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah cabang tanaman kemangi. Jarak tanam paling lebar, 50 cm x 40 cm (populasi 50 000 tanaman/ha) cenderung menghasilkan cabang yang paling banyak, yaitu 28.5 cabang (Tabel 13). Tabel 13. Nilai Rata-rata Jumlah Cabang Kemangi Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
(MST) Minggu Setelah Tanam 3
4
5
(200 000 tanaman/ha)
10.0
14.8
18.8
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
9.3
13.0
19.1
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
9.8
13.5
21.3
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
12.1
14.7
28.5
tn
tn
+
50 cm x 10 cm
Respon
Keterangan: tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5% + : Cenderung nyata pada taraf 10%
Perlakuan jarak tanam mempengaruhi jumlah daun pada tanaman kemangi secara nyata. Pada jarak tanam yang lebih lebar, tanaman kemangi menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak (Tabel 14). Jumlah daun terbanyak dihasilkan pada P4, yaitu jarak tanam 50 cm x 40 cm dan berbeda nyata dengan P1 (jarak tanam 50 cm x 10 cm).
Tabel 14. Nilai Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
(MST) Minggu Setelah Tanam 2
3
4
5
(200 000 tanaman/ha)
10.8
15.6
18.8
23.6b
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
11.2
15.3
18.7
25.3ab
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
9.6
15.3
17.2
26.9a
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
11.8
16.2
18.5
28.2a
tn
tn
tn
50 cm x 10 cm
Respon
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%. tn : Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Tanaman kemangi dapat dipanen pada saat berumur lima minggu setelah ditanam. Karakter bobot panen kemangi per petak tidak dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata sedangkan bobot panen kemangi per tanaman secara nyata meningkat dengan jarak tanam yang semakin renggang. Perlakuan jarak tanam 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha) memiliki bobot panen daun kemangi yang terbesar, yaitu 40.08 g. Bobot panen kemangi per tanaman yang terendah dihasilkan pada jarak tanam 50 cm x 13.3 cm. Nilai rata-rata hasil panen kemangi per petak disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-rata Bobot Panen Kemangi per Tanaman dan Bobot Panen Kemangi per Petak Jarak tanam (populasi tanaman/ha)
Bobot Panen per Tanaman (g)
Bobot Panen per Petak (g)
(200 000 tanaman/ha)
27.08ab
1053.33
50 cm x 13.3 cm (150 000 tanaman/ha)
20.58b
1053.33
50 cm x 20 cm
(100 000 tanaman/ha)
40.08a
823.70
50 cm x 40 cm
(50 000 tanaman/ha)
35.42ab
606.70
50 cm x 10 cm
Respon
tn
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5%. tn: Tidak berbeda nyata pada uji F 5%
Populasi optimum pada tanaman kemangi tidak dapat diduga dengan tepat karena respon membentuk hubungan linier (Gambar 5.). Adanya hubungan linier antara populasi dan produksi daun kemangi menunjukkan bahwa dengan jarak tanam yang lebih rapat atau populasi yang lebih besar dari 200 000 tanaman/ha
bobot panen per petak (gram)
produksi daun kemangi diduga akan semakin besar. y = 0.0031x + 491.83 R2 = 0.4134
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
50000
100000
150000
200000
250000
populasi (tanam an/ha)
Gambar 5. Pengaruh Populasi terhadap Bobot Panen Kemangi per Petak
Pembahasan Daun merupakan karakter penting untuk diamati karena sebagai indikator pertumbuhan terkait dengan pembentukan biomassa tanaman. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh faktor genotipe dan lingkungan. Menurut Dewi (2004) jumlah daun akan mencapai maksimal dan kemudian tetap konstan sampai mulai terjadinya proses penuaan. Hasil analisis uji F secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada tanaman katuk dan kenikir. Hasil ini sejalan dengan pendapat Wulandari (2007) bahwa jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap karakter jumlah daun kedelai Pertumbuhan vegetatif tanaman kemangi seperti; tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang meningkat pada jarak tanam yang lebar (populasi rendah. Diduga pada populasi yang rendah menyebabkan kompetisi yang terjadi antar tanaman menjadi rendah sehingga masing-masing tanaman mempunyai ruang tumbuh yang lebih besar dan tajuk dapat berkembang dengan baik. Kondisi ini memungkinkan cahaya matahari dapat menyentuh sebagian besar permukaan
daun sehingga cahaya yang diterima oleh daun dapat mencukupi untuk kebutuhan fotosintesis. Laju fotosintesis berhubungan dengan ketersediaan bahan mentah, yaitu air, karbondioksida dan cahaya matahari. Ketersediaan bahan mentah yang cukup akan meningkatkan jumlah karbohidrat yang terbentuk dalam proses fotosintesis. Pada fase vegetatif, tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya diantaranya untuk proses pembelahan dan pemanjangan sel. Jika laju pembelahan dan pemanjangan sel berjalan cepat maka pertumbuhan batang, daun, dan akar pada tanaman juga akan berlangsung cepat (Harjadi, 1996). Pertumbuhan vegetatif yang baik umumnya akan diikuti dengan peningkatan komponen hasil (bobot panen per tanaman). Tanaman yang digunakan pada penelitian merupakan sayuran yang dipanen bagian vegetatifnya sehingga dengan semakin banyak daun dan cabang pada satu tanaman maka hasil per tanaman akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot panen per tanaman tertinggi dihasilkan pada jarak tanam yang lebih renggang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gardner et al. (1991), Davis (1993), Preece and Read (2005) dan (Moniruzzaman, 2006) yang menyatakan bahwa jarak tanam yang lebih lebar dapat meningkatkan bobot panen per tanaman. Bobot panen per petak pada tanaman kenikir dan kemangi tidak dipengaruhi oleh jarak tanam. Pada tanaman katuk perlakuan jarak tanam yang rapat secara nyata meningkatkan bobot panen per petak. Perlakuan jarak tanam 50 cm x 13.3 cm menghasilkan bobot panen per petak yang paling besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Moniruzzaman (2006) yang menyatakan bahwa bobot panen per petak pada tanaman selada (Lactuca sativa L.) meningkat pada jarak tanam yang rapat karena adanya peningkatan terhadap jumlah individu tanaman dalam satu area. Berdasarkan analisis regresi diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan kuadratik antara bobot panen per petak dengan jumlah populasi pada tanaman katuk sehingga apabila jumlah populasi terus ditingkatkan maka produksi akan menurun setelah melewati titik optimum. Seperti yang diungkapkan oleh Zaubin (1985) bahwa dengan semakin rapat jarak tanam maka populasi tanaman akan semakin besar sehingga dapat meningkatkan hasil per satuan luas secara linier,
tetapi apabila populasi tersebut terus ditingkatkan maka hasilnya akan menurun. Hal ini diduga bahwa pada populasi yang tinggi (jarak tanam terlalu rapat) tanaman akan saling menaungi sehingga bagian tanaman yang ternaungi akan cenderung mengalami etiolasi karena kekurangan cahaya. Cabang yang mengalami etiolasi akan menjadi kurus dan memanjang sehingga mempengaruhi produksi fotosintat (Harjadi, 1996). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa bobot panen kemangi per petak meningkat secara linier pada jarak tanam yang rapat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mortley et al. (1991) yang menyatakan bahwa produksi bayam per petak meningkat secara linier pada rentang populasi 40 000, 54 000, 80 000 dan 161 000 tanaman/ha. Tanaman kemangi diduga masih dapat menghasilkan produksi daun yang tinggi walaupun pada kondisi populasi yang tinggi (lebih besar dari 200 000 tanaman/ha). Kondisi ini dapat terjadi karena diduga daya adaptasi tanaman kemangi terhadap jarak tanam yang rapat lebih tinggi jika dibandingkan dengan katuk dan kenikir. Pada jarak tanam yang rapat tajuk kemangi akan tumbuh menyamping sehingga tanaman masih dapat tumbuh dengan baik (Gambar 6).
a.
b.
c.
d.
Gambar 6. Tanaman Kemangi 6 Minggu Setelah Tanam: a. Jarak tanam 50 cm x 10 cm (P1), b. Jarak tanam 50 cm x 13.3 cm (P2), c. Jarak tanam 50 cm x 20 cm (P3), d. Jarak tanam 50 cm x 40 cm (P4)
Secara umum, terdapat keterkaitan antar peubah pada tanaman kemangi. Peningkatan tinggi tanaman sebanding dengan peningkatan jumlah cabang dan jumlah daun. Banyaknya jumlah cabang pada tanaman kemangi akan meningkatkan produksi daun kemangi per tanaman sehingga bobot panen per tanaman akan semakin tinggi. Akan tetapi bobot panen per tanaman yang tinggi pada populasi rendah tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah individu tanaman dalam satu petakan sehingga akan menurunkan bobot tanaman per petak.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Jarak tanam tidak berpengaruh secara nyata terhadap semua peubah yang diamati pada tanaman katuk kecuali pada karakter bobot panen per petak. Bobot panen katuk per petak meningkat pada jarak tanam yang semakin rapat dan akan menurun setelah mencapai titik populasi optimum. Jarak tanam yang optimum pada tanaman katuk adalah 50 cm x 12.5 cm (populasi 160 000 tanaman/ha). Jarak tanam cenderung dapat meningkatkan bobot panen kenikir per tanaman. Produksi kenikir yang optimum diduga dihasilkan pada jarak tanam 50 cm x 16 cm (populasi 126 667 tanaman/ha). Pada tanaman kemangi, jarak tanam yang renggang dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, dan bobot panen per tanaman. Populasi kemangi yang optimum tidak dapat diperoleh dari penelitian ini. Hal ini dikarenakan respon membentuk hubungan yang linier. Produksi kemangi yang optimum mungkin dapat diperoleh pada jarak tanam yang lebih rapat (populasi lebih dari 200 000 tanaman/ha). B. Saran Untuk mendapatkan hasil yang optimum pada tanaman katuk, maka disarankan untuk menggunakan jarak tanam 50 cm x 12.5 cm (populasi 160 000 tanaman/ha) dan pada tanaman kenikir menggunakan jarak tanam 50 cm x 16 cm (populasi 126 667 tanaman/ha). Perlu dilakukan percobaan lanjutan terhadap tanaman kemangi dengan menggunakan jarak tanam yang lebih rapat atau populasi lebih dari 200 000 tanaman/ha.
DAFTAR PUSTAKA Chen, N. 1999. Evaluating the potential of leafy vegetables, p 86-99. In: L.M Engle and N.C Altoveros (Eds). Collection, Conservation, and Utilization of Indigenous Vegetable. AVRDC. Taiwan. Davis, J.M. 1993. In-row plant spacing and yields of fresh-market basil. http://www.banglajol.info/index.php/JARD/article/viewarticle/776. [diakses tanggal 21 Juli 2008] Departemen Pertanian. 2006. Sayuran indigenous meningkatkan gizi dan pendapatan petani. http://www.pustaka-deptan.go.id/inovasi/kliping.php [diakses tanggal 12 November 2007] Dewi, K. 2004. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Firmansyah dan I.K Adnyana, 2007. Kemangi versus Selasih. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/012006/26/cakrawala/lainnya0 .htm. [diakses tanggal 12 November 2007] Grubben, G.J.H and K. Piluek. 1994. Introduction, p. 17-27. In: J.S Siemonsma and K.Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No.8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor. Gardner, F.P, R.B. Pearce, and R.L Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan ke-1. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. UI Press. Jakarta. 424 hal. Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal. Hermanto, D. 2008. Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Sayuran Indigenous. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal. Laksana, A. 2007. Koleksi dan Karakterisasi Lima Sayuran Indigenous Indonesia Asal Kabupaten Bogor dan Pandeglang. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 98 hal. Moniruzzaman, M. 2006. Effects of plant spacing and mulching on yield and profitability of lettuce (Lactuca sativa L.). Journal of Agriculture & Rural Development 4(1&2): 107-111.
Mortley, D.G, E.G Rhoden, and V.A. Khan. 1991. Plant spacing influences yield of vegetables amaranth. http://www.actahort.org/books/318/318_29.htm. [diakses tanggal 21 Juli 2008]. Nazarudin. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal. Preece, J.E and P.E. Read. 2005. The Biology of Horticulture. 2nd edition. John Wiley & Sons. USA. 514 p. Puslitbang Gizi. 2007. Konsumsi protein rakyat Indonesia sangat kurang. http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.idindex2.phpoption=com_content&d o_pdf=1&id=36 , [diakses tanggal 12 November 2007] Sastrapradja, S. 1979. Tanaman Pekarangan. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor. 97 hal. Sitompul, S. M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 367 hal. Sunarto, A.T. 1994. Ocimum americanum L., p 218-220. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor. Van den Bergh, M.H. 1994a. Cosmos caudatus Kunth, p. 152-153. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor. Van den Bergh, M.H. 1994b. Sauropus androgynus (L.) Merrill., p. 244-245. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor. William, C.N, J.O. Uzo, and W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Diterjemahkan oleh S. Ronoprawiro. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.374 hal. Wulandari, D. 2007. Pengaruh Jenis Pemupukan dan Populasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal. Zaubin, M. 1985. Pengaruh Tumpangsari Jagung, Kacang Panjang, dan Populasi Terhadap Produksi Bawang Putih (Allium sativum L.). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember. 74 hal.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Data Klimatologi Daerah Leuwiliang Selama Percobaan Temperatur
Kelembapan
Curah Hujan
Hari Hujan
( C)
(%)
(mm)
(hari)
Juni 07
25.6
83
149
13
Juli
25.6
81
30
3
Agustus
25.4
79
90
3
September
26
77
50
2
Oktober
26
81
142
11
November
25
81
116
12
Desember
25.3
89
211
19
Januari
25.7
84
241
10
Februari
24.4
90
201
15
Maret
25.1
87
281
18
April
25.5
83
257
16
Mei
25.8
82
175
14
Juni 08
25.6
83
94
8
Bulan
o
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Katuk Umur 4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
2.26
1.13
2.64
0.151
Perlakuan
3
1.22
0.41
0.95
0.473
Galat
6
2.57
0.43
KK (%)
12.13
Ulangan
2
15.28
7.64
4.78
0.057
Perlakuan
3
9.38
3.13
1.95
0.222
Galat
6
9.59
1.6
KK (%)
17.44
Ulangan
2
19.63
9.81
3.52
0.097
Perlakuan
3
13.42
4.47
1.61
0.284
Galat
6
16.71
2.79
KK (%)
16.69
Ulangan
2
0.059
0.029
3.44
0.101
Perlakuan
3
0.036
0.012
1.38
0.335
Galat
6
0.052
0.009
KK (%)
8.30
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Jumlah Tunas Tanaman Katuk Umur 4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.009
0.004
1.09
0.394
Perlakuan
3
0.013
0.004
1.06
0.434
Galat
6
0.025
0.004
KK (%)
14.15
Ulangan
2
0.002
0.001
0.19
0.832
Perlakuan
3
0.019
0.006
1.19
0.390
Galat
6
0.033
0.005
KK (%)
15
Ulangan
2
0.0015
0.0008
0.15
0.861
Perlakuan
3
0.0039
0.0013
0.26
0.855
Galat
6
0.0302
0.0050
KK (%)
13.64
Ulangan
2
0.0003
0.0001
0.03
0.974
Perlakuan
3
0.0048
0.0016
0.31
0.816
Galat
6
0.0308
0.0051
KK (%)
13.17
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Panjang Tunas Tanaman Katuk Umur
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
4 MST
Ulangan
2
9.13
4.56
0.63
0.563
Perlakuan
3
6.4
2.13
0.3
0.828
Galat
6
43.27
7.21
KK (%)
18.57
Ulangan
2
0.0073
0.0037
0.36
0.709
Perlakuan
3
0.0032
0.0011
0.11
0.953
Galat
6
0.0605
0.0101
KK (%)
8.00
Ulangan
2
15.52
7.76
0.53
0.612
Perlakuan
3
29.92
9.97
0.69
0.593
Galat
6
87.22
14.54
KK (%)
18.16
Ulangan
2
0.026
0.013
1.55
0.287
Perlakuan
3
0.041
0.014
1.62
0.282
Galat
6
0.051
0.008
KK (%)
6.69
5 MST
6 MST
7 MST
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Panen Katuk per Tanaman SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.084
0.042
1.81
0.242
Perlakuan
3
0.129
0.043
1.85
0.238
Galat
6
0.140
0.023
KK (%)
9.67
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Panen Katuk per Petak SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.118
0.059
2.98
0.126
Perlakuan
3
0.269
0.089
4.58
0.048
Galat
6
0.118
0.020
KK (%)
6.36
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kenikir Umur 2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
2.26
1.13
1.88
0.233
Perlakuan
3
2.31
0.77
1.28
0.364
Galat
6
3.61
0.60
KK (%)
12.46
Ulangan
2
0.79
0.39
1.08
0.399
Perlakuan
3
0.23
0.08
0.21
0.888
Galat
6
2.21
0.37
KK (%)
7.10
Ulangan
2
0.54
0.27
0.30
0.753
Perlakuan
3
0.23
0.08
0.08
0.966
Galat
6
5.46
0.91
KK (%)
8.91
Ulangan
2
2.54
1.27
0.67
0.548
Perlakuan
3
7.17
2.39
1.25
0.372
Galat
6
11.46
1.91
KK (%)
9.64
Ulangan
2
2.67
1.33
0.80
0.492
Perlakuan
3
6.25
2.08
1.25
0.372
Galat
6
10.00
1.67
KK (%)
7.86
Ulangan
2
2.04
1.02
0.40
0.689
Perlakuan
3
15.23
5.08
1.97
0.219
Galat
6
15.46
2.58
KK (%)
8.77
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kenikir Umur 2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.26
0.13
0.27
0.769
Perlakuan
3
2.69
0.89
1.87
0.236
Galat
6
2.88
0.48
KK (%)
10.55
Ulangan
2
0.28
0.14
0.11
0.898
Perlakuan
3
5.29
1.76
1.37
0.339
Galat
6
7.73
1.29
KK (%)
11.45
Ulangan
2
1.15
0.57
0.12
0.892
Perlakuan
3
7.62
2.54
0.52
0.686
Galat
6
29.52
4.92
KK (%)
13.71
Ulangan
2
56.58
28.29
1.10
0.393
Perlakuan
3
51.58
17.19
0.67
0.603
Galat
6
154.863
25.81
KK (%)
17.41
Ulangan
2
0.026
0.013
0.94
0.441
Perlakuan
3
0.022
0.007
0.54
0.674
Galat
6
0.084
0.014
KK (%)
6.99
Ulangan
2
336.35
168.18
0.78
0.499
Perlakuan
3
341.46
113.82
0.53
0.679
Galat
6
1291.81
215.30
KK (%)
19.15
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Jumlah Cabang Kenikir Umur 4 MST
5 MST
6 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.041
0.021
1.39
0.318
Perlakuan
3
0.067
0.022
1.52
0.303
Galat
6
0.089
KK (%)
12.15
Ulangan
2
16.70
8.35
1.66
0.266
Perlakuan
3
33.22
11.07
2.20
0.188
Galat
6
30.13
5.02
KK (%)
19.88
Ulangan
2
17.17
8.58
1.31
0.338
Perlakuan
3
29.10
9.70
1.48
0.313
Galat
6
39.46
6.58
KK (%)
19.41
Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Tanaman SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.003
0.002
0.06
0.940
Perlakuan
3
0.261
0.087
3.62
0.084
Galat
6
0.144
0.024
KK (%)
9.08
Tabel Lampiran 11. Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Petak SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.026
0.013
0.72
0.524
Perlakuan
3
0.008
0.003
0.15
0.926
Galat
6
0.107
0.018
KK (%)
4.26
Tabel Lampiran 12. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kemangi Umur 3 MST
4 MST
5 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
10.53
5.27
2.95
0.128
Perlakuan
3
13.27
4.42
2.48
0.159
Galat
6
10.72
1.79
KK (%)
12.96
Ulangan
2
1.38
0.693
0.42
0.672
Perlakuan
3
6.77
2.25
1.38
0.335
Galat
6
9.78
1.63
KK (%)
9.13
Ulangan
2
33.13
16.57
1.15
0.378
Perlakuan
3
185.52
61.84
4.29
0.061
Galat
6
86.53
14.42
KK (%)
17.34
Tabel Lampiran 13. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kemangi Umur 2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
8.01
4.00
3.78
0.087
Perlakuan
3
8.04
2.68
2.53
0.154
Galat
6
6.36
1.06
KK (%)
9.51
Ulangan
2
4.38
2.19
1.78
0.248
Perlakuan
3
1.39
0.46
0.38
0.774
Galat
6
7.41
1.23
KK (%)
7.12
Ulangan
2
0.95
0.47
0.47
0.645
Perlakuan
3
4.97
1.66
1.66
0.274
Galat
6
6.01
1.00
KK (%)
5.48
Ulangan
2
15.87
7.94
6.11
0.036
Perlakuan
3
35.46
11.82
9.10
0.012
Galat
6
7.79
KK (%)
4.38
Tabel Lampiran 14. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kemangi Umur 2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
15.06
7.53
4.87
0.055
Perlakuan
3
9.73
3.24
2.1
0.202
Galat
6
9.28
KK (%)
14.61
Ulangan
2
15.77
7.89
2.42
0.170
Perlakuan
3
23.44
7.81
2.39
0.167
Galat
6
19.59
3.26
KK (%)
10.57
Ulangan
2
9.00
4.50
0.82
0.485
Perlakuan
3
14.15
4.72
0.86
0.512
Galat
6
33.02
5.50
KK (%)
9.64
Ulangan
2
55.87
27.93
15.57
0.004
Perlakuan
3
69.95
23.32
12.99
0.005
Galat
6
10.77
1.79
KK (%)
3.57
Tabel Lampiran 15. Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Tanaman SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
836.07
418.04
10.09
0.012
Perlakuan
3
677.06
225.69
5.45
0.038
Galat
6
248.59
41.43
KK (%)
20.90
Tabel Lampiran 16. Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Petak SK
db
JK
KT
Fhit
Pr > F
Ulangan
2
0.026
0.013
0.72
0.524
Perlakuan
3
0.008
0.003
0.15
0.926
Galat
6
0.107
0.018
KK (%)
4.26