I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
ISSN : 2442-8345
Pengaruh Intensitas Moral Terhadap Etika Pengambilan Keputusan Pengguna Sistem Informasi Fajar Prakosa, ST Universitas Budi Luhur Jl. Ciledug Raya, Petukangan Utara, Jakarta Selatan - 12260 e-mail:
[email protected]
Abstract: This research is aimed to analyze the influence of the moral intensity and personality toward to ethical decision-making of information systems users. Ethical decision-making variables measured by perceived ethical problem and behavioral intentions. The results of this study indicate that there is a relationship between moral intensity with ethical decision making that consists of perceived ethical problems and behavioral intention. The decision process is influenced by perceptions of individual circumstances, so as to provide evidence that supports the importance of the relationship between the intensity of moral and ethical decision making. Keyword: Moral Intensity, Perceived Ethical Problem, Behavioral Intention, Personality Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh intensitas moral dan kepribadian ke arah pembuatan keputusan etis pengguna sistem informasi. Etis pengambilan keputusan variabel diukur dengan masalah etika yang dirasakan dan niat perilaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara intensitas moral yang dengan pengambilan keputusan etis yang terdiri dari masalah etika yang dirasakan dan niat perilaku. Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh persepsi keadaan individu, sehingga dapat memberikan bukti yang mendukung pentingnya hubungan antara intensitas pembuatan moral dan etika keputusan. Kata Kunci: Intensitas Moral, Dirasakan Masalah Etika, Niat Perilaku, Kepribadian
10. PENDAHULUAN Perkembangan sistem informasi dan teknologi komputer memberikan manfaat antara lain bahwa informasi dapat diperoleh dengan cepat dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara akurat, tepat dan berkualitas. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi khususnya komputer dapat
Fajar Prakosa
menimbulkan pelanggaran etika penggunaannya, misalnya seseorang orang dapat mengakses data dan informasi dengan cara ilegal. Perkembangan jaringan komunikasi digital dunia yang secara luas tersedia untuk individu dan perusahaan menimbulkan banyak perhatian etika dan sosial. Seperti sebuah teknologi analisis data terbaru yang disebut non-
Page 29
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
obvious relationship awareness (NORA) telah memberikan lebih banyak kapasitas profiling bagi sektor swasta dan pemerintah. NORA dapat mengambil informasi tentang seseorang dari berbagai sumber yang terpisah, seperti aplikasi karyawan, catatan telepon, daftar pelanggan, dan daftar orang-orang yang dicari. Dan mengaitkan hubungan untuk memperoleh koneksi tersembunyi yang tidak jelas yang mungkin dapat membantu mengedintifikasi pelaku kejahatan. Dalam penggunaan sistem informasi dan teknologi, masalah etis merupakan masalah penting yang sering dihadapi penggunan sistem informasi. Saat ini banyak pelanggaran privasi maupun pelanggaran keamanan penggunaan sistem informasi. Antara lain banyaknya hacker bebas yang dapat merugikan secara pribadi maupun dalam perusahaan. Etika pengambilan keputusan dalam penggunaan sistem informasi mempelajari bagaimana masalah etika berhubungan dengan intensitas moral seseorang dalam kaitannya dengan sistem informasi. 11. LANDASAN TEORI Jones (1991) menyatakan bahwa moral intensity sering digunakan untuk memeriksa pengambilan keputusan etis dalam berbagai keadaan. Singhapakdi et al (1996) menyebutkan bahwa moral intensity merupakan teori yang mengangkat tentang masalah moral yang dapat dilihat dari segi yang karakteristik yang mempengaruhi tahapan proses pengambilan keputusan. Jones (1991) menyatkan bahwa moral intensity bersifat multidimensi, yang terdiri dari enam komponen, yaitu 1) magnitude of consequences, yaitu bahaya atau manfaat dari sebuah
Fajar Prakosa
tindakan; 2) probabilityof effect, yaitu kemungkinan bahwa tindakan tersebut akan menyebabkan kerusakan atau manfaat; 3) temporal immediacy, yaitu waktu antara tindakan dan konsekuensi; 4) concentration of effect, yaitu jumlah orang yang dipengaruhi oleh tindakan; 5) proximity, yaitu jarak sosial antara pengambil keputusan dan mereka yang terkena dampak dari tindakan; 6) social consensus, yaitu tingkat kesepakatan sosial bahwa tindakan dianggap baik atau jahat. Menurut Goles et al., (2006) perceived ethical problem adalah suatu pandangan bagaimana seorang individu memandang dan menilai suatu situasi apakah termasuk masalah etis atau tidak. Malhotra & Galleta (2005) menjelaskan bahwa norma individu yang dilekatkan pada konsep pribadi individu yang didasarkan pada kepercayaan dan system nilai yang dianut. Pemahaman norma sosial membutuhkan penyesuaian nilai-nilai yang secara intrinsik menuntun perilaku dan menentukan jika perilaku memberikan pengaruh atau tidak. Dimensi moral intensity yang terkandung dalam sebuah situasi eti akan membentuk persepsi individu mengenai apakah sebuah situasi mengandung isu etis atau tidak, sehingga hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H1 : moral intensity memiliki pengaruh secara signifikan terhadap perceived ethical problem Ajzen (1991) menjelaskan bahwa behavioral intention merupakan suatu keinginan individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (keinginan untuk berperilaku etis atau tidak etis). Perceived ethical problem yang dimiliki olej individu merupakan hasil dari
Page 30
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
pemahaman norma-norma sosial. Setelah individu melakukan penilaian terhadap karakteritik dari isu moral dan memiliki persepsi terhadap situasi etis, maka akan mempengaruhi perilaku (Goles, et al., 2006), sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H2: perceived ethical problem memiliki pengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention Watley & May (2004) menjelaskan bahwa informasi personal mampu memberikan dampak pada behavioral intention melalui persepsi. Informasi personal dapat berupa perilaku dan pembuatan keputusan moral, sehingga hipotesis yang diajukan adalah: H3: moral intensity memiliki pengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention Personality merupakan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Personality (kepribadian) sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang (Robbins & Judge, 2013). Personality merupakan karakteristik psikologis yang paling dalam yang ada dalam jiwa seseorang dan merefleksikan bagaimana seseorang bereaksi terhadap lingkungannya (Schiffman and Kanuk 2010). Personality berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi respon individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten. Personality juga menggambarkan respons yang konsisten.
Fajar Prakosa
Big Five Personality disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Big five personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut: Neuroticism (N), Extraversion (E), Openness to New Experience (O), Agreeableness (A), Conscientiousness (C). Persepsi seseorang mengenai masalah etis dan perilakunya dapat berasal dari aspek psikologiss, antara lain personality (Dewi & Gudono, 2007), sehingga hipotesis dalam penelitian ini dituliskan: H4: moral intensity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap personality H5: personality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived ethical problem H6: personality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention 12. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma jalur. Menurut Sugiyono (2011), pendekatan kuantitatif adalah suatu metode pendekatan yang mengutamakan keterangan melalui angka-angka sehingga gejala dalam penelitian diukur dengan menggunakan skala. Sedangkan paradigma jalur merupakan teknik analisis statistik yang menggunakan path analysis (analisis jalur). Dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan Metode Survei, metode survey adalah metode (penelitian) yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data.
Page 31
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua guru yang mengajar di SMP dan SMK Al-Huda Kebon Jeruk Jakarta Barat yang berjumlah 40 orang. Sampel yang digunakan adalah sejumlah populasi yang ada.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan structural equation modeling dengan menggunakan program Partial Least Square (PLS). Tetapi sebelumnya data yang sudah terkumpul dilakukan pengujian reliabilitas dan validitas.
Moral intensity diukur dengan pertanyaan yang mengacu pada dimensi moral intensity yang dijelaskan Jones (1991), perceived ethical problem diukur dari pernyataan yang dikembangkan oleh Singhapakdi et al., (1999) mengenai pernyataan yang melibatkan masalah etis dalam kaitannya dengan sistem informasi, behavioral intention diukur dengan kuesioner yang dikembangkan Goles et al., (2006) mengenai apakah responden akan melakukan perilaku etis atau tidak etis yang terkait sistem informasi, sedangkan personality diukur dengan mengacu pada pertanyaan Zimprich et al., (2011). Semua variabel tersebut mengunakan skala likert 5 poin.
13. PEMBAHASAN 1.13.
Hasil Analisis Outer Model
Untuk menilai outer model ada tiga kriteria yang digunakan yaitu convergent validity, discriminant validity, dan composite reliability. Hasil analisis outer model penelitian ini dapat dilihat dari dua parameter yaitu factor loading dan nilai AVE. Nilai factor loading yang dianggap valid adalah jika lebih besar dari alpha 0,5 dan nilai AVE lebih besar dari 0,5, sementara composite reliability harus lebih besar dari 0,6 (Hair et al., 2010).
Tabel 1. Hasil Analisis Outer Model
Variabel
Moral Intensity
Perceived Ethical Problem
Fajar Prakosa
Item
Convergent Validity Factor Loading
MI1
0.634
MI2
0.748
MI3
0.636
MI4
0.682
MI5
0.611
MI6
0.590
PE1
0.577
PE2
0.829
PE3
0.726
PE4
0.714
PE5
0.722
PE6
0.666
BI1
0.786
Page 32
AVE
Composite Reliability
0.525
0.815
0.858
0.504
0.905
0.614
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
Behavioral Intention
Personality
BI2
0.705
BI3
0.842
BI4
0.792
BI5
0.779
BI6
0.793
P1
0.595
P2
0.587
P3
0.613
P4
0.800
P5
0.741
P6
0.781
P7
0.813
P8
0.764
P9
0.774
P10
0.727
0.912
0.514
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2016)
1.14.
Hasil Analisis Inner Model
Inner model dievaluasi dengan melihat prosentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya yang diperoleh melalui prosedur bootstrapping. Berikut digambarkan hasil uji hipotesis yang merupakan output dari bootstrapping PLS.
Gambar 1. Model Penelitian
Fajar Prakosa
Page 33
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
Hipotesis penelitian diterima apabila pengaruh antar variabel memiliki nilai t lebih besar dari 1,65 dengan tingkat signifikansi p
value yang lebih kecil dari 0,05 untuk pengujian hipotesis one-tailed (Malhotra, 2010) yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis
Hubungan Kausalitas
Koefisien Jalur
t-value
p-value
Kesimpulan
H1
Moral Intensity à Perceived Ethical Problem
0.316
2.722
0.007
Diterima
H2
Perceived Ethical Problem à Behavioral Intention
0.112
0.661
0.509
Ditolak
H3
Moral Intensity Behavioral Intention
à
0.317
2.430
0.015
Diterima
H4
Moral Intensity Personality
à
0.635
6.851
0.000
Diterima
H5
Personality à Perceived Ethical Problem
0.599
5.305
0.000
Diterima
H6
Personality à Behavioral Intention
0.516
2.742
0.006
Diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2016)
Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa moral intensity memiliki pengaruh secara signifikan terhadap perceived ethical problem. Hasil pengujian hipoteis menunjukkan bahwa hipotesis 1 diterima karena memiliki nilai ttabel sebesar 2.722 dengan tingkat signifikansi p-value sebesar 0.007. Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa perceived ethical problem memiliki pengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention. Hasil pengujian hipoteis menunjukkan bahwa hipotesis 2 ditolak karena memiliki nilai t-tabel sebesar 0.661 dengan tingkat signifikansi pvalue sebesar 0.509. Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa moral intensity memiliki pengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention. Hasil pengujian hipoteis menunjukkan bahwa hipotesis 3 diterima karena memiliki nilai t-tabel sebesar 2.430 dengan tingkat signifikansi p-value sebesar 0.015. Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa moral intensity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap personality. Hasil pengujian hipoteis Fajar Prakosa
menunjukkan bahwa hipotesis 4 diterima karena memiliki nilai t-tabel sebesar 6.851 dengan tingkat signifikansi p-value sebesar 0.000. Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa personality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perceived ethical problem. Hasil pengujian hipoteis menunjukkan bahwa hipotesis 5 diterima karena memiliki nilai ttabel sebesar 5.305 dengan tingkat signifikansi p-value sebesar 0.000. Hipotesis 6 yang menyatakan bahwa personality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention. Hasil pengujian hipoteis menunjukkan bahwa hipotesis 6 diterima karena memiliki nilai t-tabel sebesar 2.742 dengan tingkat signifikansi p-value sebesar 0.006. 14. PENUTUP Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara moral intensity dengan ethical decision making yang terdiri dari perceived ethical problem dan behavioral
Page 34
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
intention. Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh persepsi individu situasi tertentu, sehingga dapat memberikan bukti yang mendukung pentingnya hubungan antara moral intensity dan ethical decision making. Setiap orang memiliki penilaian yang berbedabeda mengenai masalah etika, khususnya etika dalam penggunaan sistem informasi. Etika seseorang dalam menggunakan sistem informasi sangat penting dalam menciptakan kenyamanan berteknologi informasi. Sebagai individu yang menggunakan teknologi dan sistem informasi, seseorang harus mengenali masalah moral penggunaan teknologi sebelum mereka melakukan tindakan yang berhubungan dengan masalah sistem informasi. Intensitas moral mampu memberikan kepercayaan dalam suatu kelompok sosial tertentu dalam sehingga mereka dapat mempertimbangkan masalah moral dalam tindakan yang berhubungan dengan sistem informasi Daftar Pustaka Ajzen, Icek. (1991). “The Theory of Planned Behavior”. Organizational Behavior And Human Decision Processes, No. 50, pp. 179-211 Dewi, Ni Wayan Kurnia & Godono. (2007). “Analisis Pengaruh Intensitas Moral Terhadap Intensi Keperilakukan: Peranan Masalah Etika Persepsian Dalam Pengambilan Keputusan Etis Yang Terkait Dengan Sistem Informasi”. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar Goles, T., Gregory B, Nocole B, Carloss A, Barbara, H. (2006). “Moral Intensity and Ethical Decision-Making: A Contextual Extension”. The DATA BASE for Advances in Information Systems - Spring-Summer Vol. 37, Nos. 2 & 3, pp. 86-95 Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., (2010). Multivariate Data Analysis,
Fajar Prakosa
seventh ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs Jones, Thomas M. (1991). “Ethical Decision Making by Individuals in Organizations: An Issue-Contingent Model”. The Academy of Management Review, Vol. 16, No. 2, pp. 366-395 Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation, 15 ed. Upper Saddle River: NJ: Prentice Hall. Malhotra, Yogesh, and Dennis Galletta. (2005). "A Multidimensional Commitment Model of Volitional Systems Adoption and Usage Behavior", Journal of Management Information Systems, 22, 117-151 Robbins, S.P. dan Judge, T.A. (2013). Organizational Behavior. Prentice Hall Schiffman, Leon G, and Kanuk, Leslie Lazar. (2010). Consumer Behaviour 10th (Global) Edition, Pearson Singhapakdi, A., Vitell, S., and Franklin, G.R. (1999). “Antecedents, Consequences, and Mediating Effects of Perceived Moral Intensity and Personal Moral Philosophies,” Journal of the Academy of Marketing Science, Vol.27, No.1, pp. 1936 Sugiyono.
(2011). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta, Bandung
Watley Loy D. & Douglas R. May. 2004. Enhancing moral intensity: The roles of personal and consequential information in ethical decision-making. Journal of Business Ethics 50 (2):105-126 Zimprich, D., Mahias A, Margie, E L. 2011. Factorial Structure and age-related Psychometrics of the MIDUS Personality Adjective Items Across the Life Span.
Page 35
Intensitas Moral
I-STATEMENT STIMIK ESQ | I-4 Volume 3 Nomor 1, Februari 2017
American Psycological Association, Vol. 24, No. 1, 173-186
Fajar Prakosa
Page 36
Intensitas Moral