Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
PENGARUH INTENSITAS KUNJUNGAN KE PERPUSTAKAAN TERHADAP KETERAMPILAN MENGARANG PESERTA DIDIK SMA MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA Oleh : Ichyatul Afrom * Abstrak Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks dan harus dimiliki oleh peserta didik sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Menulis memerlukan keterampilan membaca untuk melihat apa yang yang sudah tertulis, menulis juga memerlukan kemampuan pemahaman tentang apa isi yang ditulis. Terkadang orang dapat berbicara tetapi tidak dapat menulis kembali apa yang dibicarakan. Sebaliknya, ada orang yang pandai menulis, tetapi tidak dapat membicarakan tulisannya. Namun, ada juga orang yang pandai berbicara dan menulis. Pengaruh yang didapatkan peserta didik dari sering atau intensnya peserta didik mengunjungi perpustakaan salah satunya adalah terampil dalam mengarang. Selain terampil mengarang peserta didik juga memperoleh wawasan, kecakapan berbahasa, serta informasi yang diperoleh dari buku. Pengaruh positif intensitas kunjungan ke perpustakaan peserta didik terdiri dari beberapa faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi diantaranya keinginan untuk menambah wawasan, kemampuan berbahasa, pribadi cakap dan berilmu, serta karena rasa senang yang muncul sebagai motivasi dari dalam diri ketika mengunjungi perpustakaan. Selain dari seringnya peserta didik mengunjungi perpustakaan, kumpulan koleksi buku di rumah memiliki sebagian peran dalam menambah wawasan serta kecakapan anak dalam membuat sebuah karangan. Adanya buku bacaan di rumah maka akan menambah kesempatan peserta didik untuk selalu membaca selain di perpustakaan yang disediakan di sekolah. Faktor tersebut diperoleh berdasarkan angket yang disebarkan untuk mengumpulkan data penunjang dalam memperkuat hiopesis yang diterima dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara intensitas kunjungan ke perpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik. Semakin Sering peserta didik berkunjung ke perpustakaan semakin baik dan terampil dalam mengarang. Dengan dibuktikan pengujian hipotesis yaitu Y= 44,47 + 0,38X. Selain nilai (b) positif nilai b juga lebih besar dar r tabel pada sampel sebanyak 100 orang yaitu 0,195. Nilai b hitung 0,38 > r tabel 0,195, berarti terdapat pengaruh positif intensitas kunjungan ke perpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik.
Kata kunci : menulis, mengarang, perpustakaan PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan zaman dan berkembangnya ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini, ilmu bahasa Indonesia menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang juga mengalami perkembangan secara cepat. Sesuai dengan fungsinya, bahasa Indonesia merupakan ilmu yang digunakan dalam pemersatu bangsa Indonesia, yaitu
dengan digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Negara Indonesia. Perkembangan pesat terjadi pada bahasa Indonesia, hal tersebut ditandai oleh rasa kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia. Penguasaan keterampilanketerampilan bahasa Indonesia diharapkan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Namun, sebagian besar
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
54
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
peserta didik berpendapat penguasaan keterampilan dalam bahasa Indonesia memerlukan usaha dan kemauan yang kuat dalam diri peserta didik. banyak yang hal yang harus di pelajari untuk menguasai keterampilan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia memiliki berbagai keterampilan yang harus dimiliki seperti keterampilan membaca, menulis, menyimak, serta mendengarkan. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks dan harus dimiliki oleh peserta didik sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Menulis memerlukan keterampilan membaca untuk melihat apa yang yang sudah tertulis, menulis juga memerlukan kemampuan pemahaman tentang apa isi yang ditulis. Terkadang orang dapat berbicara tetapi tidak dapat menulis kembali apa yang dibicarakan. Sebaliknya, ada orang yang pandai menulis, tetapi tidak dapat membicarakan tulisannya. Namun, ada juga orang yang pandai berbicara dan menulis. Menurut Subarti Akhadiah, (1998:1.16) Menulis adalah: Kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, dan informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Sebagai salah satu bentuk komunikasi verbal, menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau medium tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. Sehingga menulis tidak dianggap mudah dalam penerapannya khusunya peserta didik yang belum banyak mempelajari tentang materi menulis. Perpustakaan merupakan bukti nyata perkembangan keterampilan berbahasa
khususnya menulis. Menurut Pawit M. Yusuf dan Yaya Suhendar (2007) Perpustakaan Mempunyai arti sebagai suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengolahan, dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik yang tercetak, maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku, majalah, surat kabar, film, kaset, tape recorder, video computer, dan lain-lain. Berbagai karya berupa tulisan sering kali dipublikasikan diberbagai tempat dan salah satunya adalah di perpustakaan. Sehingga seringnya peserta didik mengunjungi perpustakaan secara tidak langsung mengetahui perkembangan menulis. Berdasarkan penelitian pendahuluan atau observasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa fenomena yang tergambar SMA Muhammadiyah Palangkaraya. Perpustakaan sekolah tersebut memiliki berbagai reverensi baik buku bacaan atau buku cerita, buku pelajaran, buku penunjang berupa buku umum, serta beberapa media pembelajaran. yang tersusun rapi dalam sebuah ruangan. Pada saat istirahat berlangsung, dapat terlihat aktivitas peserta didik mengunjungi perpustakaan baik untuk mengembalikan buku maupun meminjam buku-buku yang berada di perpustakaan. Peserta didik yang mengunjungi perpustakaan memiliki berbagai ragam aktivitas yang dilakukan mulai dari membaca, mengembalikan atau meminjam buku, hingga sekedar mengikuti teman. Minat membaca yang cukup besar akan menciptakan wawasan yang luas sehingga memiliki berbagai keteranpilan berbahasa salah satunya adalah menulis. Meskipun demikian, kesulitan peserta
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
55
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
didik dalam menulis telihat dengan kurangnya kemampuan peserta didik dalam mengembangkan imajinasi dalam bentuk karangan. Berdasarkan observasi yang dilakukan, pembelajaran bahasa Indonesia sering memberikan fokus kegiatan di perpustakaan baik dalam kegiatan menulis, membaca maupun menyimak yang disesuaikan dengan topik yang dipelajari peserta didik. Maka dari itu, peneliti ingin melihat apakah intensitas kunjungan ke perpustakan berpengaruh terhadap keterampilan mengarang peserta didik. Perlu diketahui yang dimaksud dengan intensitas kunjungan ke perpustakaan dalam penelitian ini adalah mengunjungi sekaligus memanfaatkan buku-buku di perpustakaan sebagai suber belajar. Menurut The Liang Gie (2002), “Karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat”. Lebih spesifik karangan pada hakikatnya adalah akumulasi dari berbagai paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren, memiliki kesatuan, ada bagian utama pengantar, isi dan penutup (Djago Tarigan, 2009:40). Menurut Nursito (2005), karangan terbagi dalam beberapa jenis yaitu; 1) Narasi Karangan narasi dapat bersumber dari fakta atau sekedar fiksi, berupa rangkaian peristiwa dan bersifat mencaeritakan. Hal ini sesuai dengan konsep karangan narasi menurut Nursito yaitu; ”Karangan yang berupa rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Karangan yang tergolong dalam jenis narasi adalah cerpen, novel, dan semua karya prosa imajinatif” (Nursito, 2005: 39). Hal ini
seperndapat dengan pengertian wacana narasi menurut Suherli (2007:6); Wacana narasi disebut juga wacana kisahan. Wacana jenis ini menyajikan suatu peristiwa atau kisah kronologis dengan penataan jalan cerita (alur) secara menarik. Peristiwa atau kisah yang disajikan dengan wacana narasidapat meningkatkan pemahaman pembaca terhadap peristiwa yang disajikan dalam tulisan. Pengertian lain tentang karangan narasi adalah : Suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat dirumuskan dengan cara lain, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelasjelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Gorys Keraf 2007: 135). Deskripsi tentang karangan narasi menurut Aipin “Narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur narasi dapat berisi fakta atau fiksi”. Karangan jenis narasi merupakan “Karangan atau ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya suatu peristiwa” (Subarti Akhadiah 1998:1.14). Paragraf narasi dalam penyampaiannya memiliki tujuan yaitu menyajikan peristiwa atau mengisahkan apa yang telah terjadi dan bagaimana suatu peristiwa terjadi. Kejadiannya
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
56
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
boleh berupa sesuatu yang dikhayalkan oleh peneliti dan dihidupkan dalam alam fantasi yang sama sekali jauh dari realita kehidupan (Nursito; 2005: 39). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan secara sederhana, karangan narasi merupakan karangan berbentuk cerita. Pada karangan narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Pada saat kejadian tersebut terdapat pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. 2) Deskripsi Paragraf deskripsi secara umum adalah sebuah paragraf yang menyajikan atau memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca. Pembaca atau pendengar seakan-akan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung apa yang terjadi pada objek tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherli (2007:10), mengenai paragraf deskripsi yaitu: Wacana deskripsi disebut juga wacana lukisan. Wacana jenis ini menyajikan suatu peristiwa atau objek hasil penginderaan dengan cara melukiskan, menggambarkan, atau memerikan sehingga pembaca seperti menyaksikan, mengindra, atau mengalami sendiri secara langsung. Peneliti yang ingin menyampaikan materi secara detail melalui penggambaran atau pemerian dapat memilih jenis wacana ini. Peneliti akan memberikan gambaran apa adanya tentang apa yang diceritakan serta dilukiskan dengan sehiduphidupnya dalam sebuah karangan deskripsi. Sebuah karangan deskripsi
tidak mencantumkan sebuah pertimbangan ataupun sebuah pendapat. Hal ini sesuai dengan pengertian: Deskripsi (perian) adalah karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, merasakan, dan mencium) apa yang dilukiskan sesuai dengan citra penelitinya (Nursito, 2005:40). Senada dengan pendapat di atas, menurut Aipin “Karangan deskriptif berisi gambaran mengenai suatu hal keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut” Berdasarkan beberapa pendapat di atas secara sederhana mengungkapkan bahwa karangan diskripsi merupakan sebuah karangan yang menggambarkan apa adanya dilukiskan semaksimal mungkin untuk dapat dirasakan oleh pembaca serta tidak adanya sebuah pendapat atau pertimbangan. Tanpa adanya sebuah pertimbangan memberikan usaha semaksimal mungkin membawa dunia pembaca pada diri seorang pengarang yang merasakan secara langsung. 3) Eksposisi Karangan eksposisi memiliki beberapa informasi yang disajikan dalam tulisan dengan menjelaskan pertanyaan apa, siapa,kapan, di mana, dan bagaimana. Pengertian karangan Eksposisi (paparan) adalah: Karangan yang menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat memperluas wawasan atau pengetahuan pembaca.
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
57
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
Melalui eksposisi, peneliti berusaha menjelaskan suatu idea tau gagasan, menganalisa sesuatu, membatasi penertian sebuah istilah, memberikan perintah, dan sebagainya (Nursito, 2005: 41). Jenis karangan ini disajikan faktafakta sebagai informasi yang harus diketahui oleh pembaca. Menurut Suherli (2007), eksposisi ”disebut juga wacana bahasan. Wacana ini menyajikan sesuatu peristiwa atau objek dengan cara menjelaskan, menerangkan, memberitahukan agar orang lain mengetahuinya”. Menurut Aipin Karangan eksposisi berisi: Uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Eksposisi merupakan sebuah karangan yang berisikan sebuah penjelasan atau informasi beserta contoh, fakta, atau gambar-gambar yang pada bagian akhir karangan terdapat kalimat penegasan. Penulisan karangan ini dimaksudkan untuk memberitahukan sesuatu, tidak mempengaruhi atau menggerakkan pembaca. Apakah informasi yang disampaikan penulis akan dipercaya dan diterima atau tidak, terserah pembaca. Sebuah karangan eksposisi dapat disimpulkan secara umum disajikan dengan tujuan menjelaskan, menerangkan, memberitahukan sesuatu atau peristiwa agar orang lain mengetahui apa yang sedang terjadi. Selain itu berisi penjelasan atau informasi dengan menggunakan fakta, contoh ataupun angka-angka.
4) Argumentasi Karangan argumentasi bermaksud menyampaikan pendapat atau idenya dengan menyertakan alasan yang kuat sehingga pembaca memahami gagasan yang disajikan. Sejalan dengan pengertian secara umum tersebut paragraf argumentasi menurut Subarti Akhadiah (1998:8.35), dimaksudkan untuk “Mempengaruhi pikiran, pendapat, atau sikap pembaca sehingga dia mempercayai dan mengikuti apa yang disampaikan peneliti”. Pendapat lain tentang paragraf argumentasi adalah: Karangan yang berusaha memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan yang didalam sebuah argumen dikuatkan dengan bukti dan alasan yang dapat meyakinkan orang lain bahwa pendapat kita memang benar (Nursito,2001:43). Menurut Suherli (2007), Wacana Argumentasi disebut juga wacana alasan. Wacana jenis ini menyajikan suatu pendapat, gagasan, atau ide tentang sesuatu yang disertai dengan alasanalasan untuk memperkuatnya”. Sependapat dengan pendapat Suherli karangan Argumentasi menurut Gorys Keraf (2007), “Sebuah tulisan yang ingin mengubah sikap, bertolak dari dasardasar tertentu, menuju sasaran yang hendak dicapai disertai dengan logika sebagai alat bantu utama”. Pendapat di atas diperkuat dengan penegasan tentang paragraf argumentasi yang menurut Nursito (2007) memiliki sebuah tujuan; mengubah atau mempengaruhi pikiran serta sikap orang
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
58
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
lainsehingga mereka menyetujui pendapat dan keyakinan kita. Hal itu dapat tercapai apabila peneliti mampu membuktikan dan memberikan alasan bahwa apa yang tertulis itu benar adanya. Secara sederhana paragraf argumentasi adalah sebuah paragraf yang berusaha meyakinkan orang lain dengan argumen-argumen serta dikuatkan oleh bukti-bukti. Tujuan paragraf tersebut adalah untuk mempengaruhi pikiran seseorang terhadap suatu permasalahan dan berusaha untuk meyakinkannya. 5) Persuasi Karangan persuasi disajikan berupa ajakan kepada pembaca untuk melakukan sesuatu sesuai dengan harapan peneliti. Ajakan didasarkan pada alasan yang jelas atau pada hasil kajian. Persuasi atau himbauan adalah jenis karangan yang di samping mengandung alsan-alasan dan bukti atau fakta, juga mengandung ajakan atau himbauan agar pembaca mau menerima dan mengikuti pendapat dan kemauan peneliti (Nursito, 2005:45). Menurut Subarti Akhadiah (1988;8.31), “Bentuk karangan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Paragraf persuasi, hasil proses berfikir diarahkan untuk mendapatkan kesepakatan dari pembaca mengenai isu atau persoaaln yang dikemukakan”. Paragraf persuasi dibuat pada dasarnya bertujuan untuk: Mempengaruhi dan mengubah sikap atau menghimbau pembaca agar dengan sukarela melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak peneliti yang kemudian disertai kesadaran dan dilandasi oleh pengertian. Untuk mempengaruhi sikap seseorang (pembaca),
diperlukan alasan dan bukti nyata sehingga pembaca mempercayai peneliti (Nursito, 2005:45). Berdasarkan beberapa pendapat tentang karangan persuasi di atas secara umum mengemukakan bahwasannya paragraf persuasi merupakan sebuah paragraf yang tidak berbeda jauh dengan paragraf argumentasi. Paragraf argumentasi berisi sebuah pendapat atau argumen yang berupa alasan dan bukti, selain itu terdapat unsur imbauan atau ajakan, serta tidak memiliki konflik atau pertantangan dalam paragraf tersebut. a. Ciri-ciri Karangan yang Baik Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengarang, untuk mewujudkan sebuah karangan yang baik. Menurut Nursito (2005:4), “Sebuah karangan selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu bentuk dan isi. Bentuk berkenaan dengan bahasa, sedangkan isi berkaitan dengan materi yang terkandung dalam karangannya”. Sependapat dengan pendapat Nusito Karangan yang baik untuk mewujudkannya menurut Akmal (2007) “Perlu menggunakan kata-kata yang mudah difahami atau menggunakan katakata yang dapat dimengerti dalam sekali membaca”. Pembentukan sebuah pragraf, secara tidak langsung dihadapkan pada seperangkat syarat-syarat paragraf yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar paragraf termasuk kategori baik adalah: 1) Isi paragraf. 2) Relevansi isi paragraf. 3) Koherensi dan kesatuan. 4) Pengembangan kalimat topik. 5) Variasi paragraf.
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
59
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
6) Bahasa paragraf. Djago tarigan (2009:33-37). Menciptakan sebuah karangan yang baik memerlukan usaha untuk berlatih dan selalu menuangkan ide-ide yang dimiliki dalam sebuah karangan. Sikap gigih berlatih dengan tekun secara tidak langsung memberikan koreksi dari apa yang kita lakukan sebelumnya dalam menulis. Sependapat dengan hal di atas untuk menciptakan karangan yang baik memerlukan sebuah rambu-rambu yang perlu diprhatikan. Karangan yang baik dalam tiap paragraf mempertimbangkan faktor kebahasaan berupa; 1) Kalimat efektif, Kalimat dapat dikatakan efektif apabila kalimat tersebut dapat memaparkan ide persis seperti yang dimaksud pengarang. 2) Makna ganda, Keefektifan dipandang dari segi pengarang, makna ganda dipandang dari sudut pembaca. Makna ganda terjadi karena pemakaian struktur kalimat atau kata-kata yang bersayap, artinya dapat ditafsirkan bermacammacam. 3) Kesederhanaan, Kalimat sederhana adalah kalimat yang memenuhi semua persyaratan kalimat, baik dalm struktur, pilihan dan penempatan kata maupun intonasinya. Kalimat yang sederhana pasti lebih mudah ditangkap isinya bila dibandingkan dengan kalimat yang berlebih-lebihan. 4) Kesopanan, Kalimat-kalimat paragraf harus terhindar dari kata-kata yang dianggap kurang sopan atau kasar. 5) Menarik
Untuk mengurangi kejemuan pembaca, pengarang harus membuat bahasa atau kalimat yang bervariasi, baik dalam susunan kalimat, pilihan kata, bunga-bunga kata, gaya bahasa, maupun susunan kalimat dan intonasinya.. (Djago Tarigan, 2009; 38-39). Syarat yang harus dipenuhi mencerminkan adanya sebuah karangan yang baik ketika hal tersebut terpenuhi. Aturan yang tersedia akan memberikan jalan untuk menjadi sebuah karangan yang baik. Adapun karangan yang baik memiliki beberpa kriteria diantaranya: 1) Berisi hal-hal yang bermanfaat. 2) Pengungkapan jelas. 3) Penciptaan kesatuan dan pengorganisasian. 4) Efektif dan efisien. 5) Ketepatan dalam menggunakan bahasa. 6) Ada variasi kalimat. 7) Vitalitas. 8) Cermat. 9) Objektif (Nursito, 2005:47-50) b. Mengarang dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Salah satu unsur mengarang adalah bahasa tulis. Bahasa merupakan wahana yang membawa dan memindahkan gagasan pengarang untuk sampai pada pembaca. Menurut The Liang Gie (2002:39) bahasa tulis mencakup sejumlah unsur-unsur bahasa, yaitu: Macam-macam huruf (dari huruf kecil, huruf besar sampai huruf miring dalam cetakan), berbagai kata (dari kata dasar, kata turunan, dan gabungan kata sampai kata singkatan dan akronim), dan aneka
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
60
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
tanda baca (dari titik sampai tanda penyingkat). Keterampilan berbahasa tentang penulisan unsur-unsur bahasa diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975. Keputusan tersebut meresmikan berlakunya “Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Mengarang yang baik pada dasarnya harus memiliki naskah yang baik pula. Menurut Naning Pranoto (2005:70), naskah yang baik adalah: 1) Ditulis dengan bahasa yang baik atau mudah dipahami dan santun. 2) Kalimat tidak bertele-tele 3) Tulisan dalam kondisi mulus (tidak salah cetak/salah tulis) 4) Isi tidak menggurui atau berisi fitnah. 5) Isi tulisan dianggap bermanfaat oleh pembacanya. 6) Bukan hasil jiplakan (menyontek) atau meniru karya orang lain. Naskah yang baik tidak terlepas dari bahasa yang digunakan dalam pembuatan karangan. Menurut Naning Pranoto (2005:47), membuat kalimat yang baik terdiri dari beberapa syarat diantaranya: 1) Kalimat yang baik terdiri dari S-PO+Keterangan. 2) Untuk bacaan anak, perkalimat paling banyak terdiri dari 15 kata. 3) Huruf awal kalimat huruf besar atau huruf kapital. 4) Nama orang, nama kota, nama tempat, nama sungai, dan nama gunung huruf awalnya ditulis dengan huruf besar atau huruf capital. 5) Gunakan tanda baca sesuai dengan keperluan.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa unsur bentuk maupun isi sama pentingnya dalam karangan. Oleh karena itu, materi atau isi tulisan yang baikpun harus didukung oleh penggunaan bahasa yang memadai. Bahasa sebagai alat pengungkapan isi sangat berpengaruh pada baik buruknya suatu karangan. Kecermatan pengungkapan isi sebuah karangan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh penggunaan bahasa. Menurut Rohanda kamus “ The Oxford English Dictionary”, kata “library” atau perpustakaan mulai digunakan dalam bahasa Inggris tahun 1374, yang berarti sebagai “Suatu tempat buku-buku diatur untuk dibaca, dipelajari atau dipakai sebagai bahan rujukan” (Http://www.ipi.or.id/Rohanda.doc;30 jan 2010). Paradigma lama perpustakaan sering diartikan sebagai “Sebuah gedung atau ruangan tempat menyimpan bukubuku” (Ranchman Hermawan & Zulfikar Zen, 2006:6). Sedangkan, berdasarkan SK Menpan No. 132 tahun 2003 (Ranchman Hermawan & Zulfikar Zen, 2006:11) perpustakaan adalah unit kerja yang memiliki sumber daya manusia, ruangan khusus dan koleksi bahan pustaka sekurang-kurangnya terdiri dari 1000 judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis perpustakaan yang bersangkutan dan dikelola menurut sistem tertentu. Secara sederhana perpustakaan memiliki arti cukup menjaga dan menyelengarakan peminjaman bukubuku dan bahan-bahan tersebut sebaikbaiknya agar tidak ada yang hilang. Ungkapan sederhana tersebut ternyata sesuai dengan gambaran tentang perpustakaan. Gambaran spontan yang
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
61
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
muncul dalam pikiran kita perpustakaan adalah sebuah gedung tempat menyimpan buku, yang dipenuhi dengan rak-rak berisi buku. “Gambaran semacam ini tidak dapat dikatakan salah, karena dalam bahasa Indonesia kata pustaka memang berarti buku” (Rahayuningsih: 2007:1). Definisi tentang perpustakaan, Menurut Pawit M. Yusuf dan Yaya Suhendar (2007) mempunyai arti sebagai suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengolahan, dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik yang tercetak, maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku, majalah, surat kabar, film, kaset, tape recorder, video computer, dan lain-lain. Menurut Laksmi (2006:2), Pada hakikatnya “Perpustakaan adalah melayani masyarakat. Konsep melayani tersebut tidak hanya mencari dan menyediakan informasi yang dibutuhkan pengguna, namun juga melibatkan kognisi, emosi, dan proses interaksi” Perkembangan dunia perpustakaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang menyebabkan perubahan sistem kerja dari mekanis ke organis. Sifat organis yang dimaksud dalam konteks kepustakawanan ini adalah bahwa pekerjaan perpustakaan lebih fleksibel dan berorientasi pada pengguna perpustakaan.
kemampuan mengarang peserta didik yang dijadikan sampel dalam penelitian. Jenis penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. (Sugiyono, 14:2007). Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angkaangka dan analisis menggunakan statistik. Menurut Sugiyono (2007:14) “Penelitian kuantitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang diambil secara random, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Mengarang Peserta Didik SMA Muhammadiyah Palangkaraya Keterampilan mengarang peserta didik yang bervariasi dapat digolongkan dalam beberapa kriteria yaitu rendah, cukup, baik, sangat baik. Berikut ini adalah persentase hasil karangan peserta didik yang dikategorikan dalam beberapa kriteria tersebut:
METODE Metode yang digunakan adalah diskriptif kuantitatif, dalam hal ini peneliti mendiskripsikan, menggambarkan, melukiskan secara lebih detail, mengenai pengaruh intesitas kujunjungan ke perpustakaan serta
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
62
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
Tabel 12. Persentase nilai hasil karangan peserta didik No.
Pencapaian Indikator
Nilai
Frekuensi
Kategori
Persentase
1 2 3 4 5
1 Indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5 indikator
0-55 56-65 66-75 76-85 86-95
11 25 44 17 3
Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat baik
11% 25% 44% 17% 3%
Berdasarkan persentase hasil karangan yang telah dimasukkan dalam kriteria, skor rata-rata yaitu 73,1 berada dalam kriteria cukup. Artinya, kemampuan peserta didik dalam
mengarang di SMA Muhammadiyah adalah cukup. Hasil persentase tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagai berikut:
Gambar 1 Diagram Batang Keterampilan Mengarang Peserta Didik
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
63
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
2.
Intensitas Kunjungan Ke perpustakaan Peserta Didik SMA Muhammadiyah Palangkaraya Data yang dikumpulkan tentang intensitas kunjungan ke perpustakaan ini, merupakan data sekunder dari buku kunjungan peserta didik ke perpustakaan semenjak peserta didik duduk di kelas III hingga sekarang berada di kelas V. Berdasarkan data yang diperoleh skor intensitas terendah peserta didik
mengunjungi perpustakaan adalah sebesar 35. Sedangkan skor tertinggi yang ada adalah sebesar 98. Berdasarkan jumlah peserta didik yang diteliti sebesar 100 peserta didik diperoleh rata-rata kunjungan peserta didik keperpustakaan adalah ∑fxi: n = 6754:100= 67,54. Frekuensi kunjungan peserta didik sejak kelas III hingga kelas V ke perpustakaan dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 11.
Tabel 13. Tabel Distribusi Frekuensi Kunjungan Peserta didik ke Perpustakaan Titik No. Interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif Tengah 1 35-42 5 5 38,5
Fxi
Fxi2
192,5
37056,25
2 3 4 5
43-50 51-58 59-66 67-74
6 18 18 21
11 29 47 68
46,5 54,5 62,5 70,5
279 77841 981 962361 1125 1265625 1480,5 2191880,25
6
75-82
17
85
78,5
1334,5 1780890,25
7
83-90
7
92
86,5
605,5
366630,25
8 100
100 100
94,5
756 6754
571536 7253820
8 91-98 Jumlah (∑)
Berdasarkan tabel perhitungan di atas, intensitas kunjungan peserta didik ke perpustakaan di dapatkan rata-rata sebesar 67,54 Sedangkan Standar Deviasi atau simpangan baku = 14,58 (perhitungan lebih lengkap berada di lampiran). Intensitas kunjungan peserta
didik ke perpustakaan peneliti golongkan menjadi rendah, cukup, tinggi, sangat tinggi. Hasil perhitungan yang menunjukan kategori intensitas kunjungan ke perpustakaan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
64
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
Tabel 14. Persentase kunjungan ke perpustakaan peserta didik kelas V. No.
Intensitas kunjungan
Frekuensi
Kategori
Persentase
1.
12-36
1
Rendah
1%
2.
37-72
61
Cukup
61%
3.
73-109
38
Tinggi
38%
4.
110-136
0
Sangat Tinggi
0%
Berdasarkan persentase hasil kunjungan ke perpustakaan yang telah dimasukkan dalam kriteria, skor rata-rata yaitu 67,54 berada dalam kriteria tinggi. Artinya, intensitasnya kunjungan ke
perpustakaan peserta didik di MIN Model Pahandut adalah baik. Hasil persentase tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang sebagai berikut :
Gambar 2. Diagram Batang Intensitas Kunjungan Peserta Didik ke Perpustakaan
Hasil pengujian hipotesis penelitian yang telah diuraikan di atas adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara
intensitas kunjungan ke perpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik. Ha diterima karena nilai b
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
65
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
positif serta nilai (b) lebih besar dari r tabel dengan jumlah peserta didik 100. Hasil analisi regresi linear sederhana adalah sebagai berikut: Y= 44,47 + 0,38X. Pengaruh yang didapatkan peserta didik dari sering atau intensnya peserta didik mengunjungi perpustakaan salah satunya adalah terampil dalam mengarang. Selain terampil mengarang peserta didik juga memperoleh wawasan, kecakapan berbahasa, serta informasi yang diperoleh dari buku. Pengaruh positif intensitas kunjungan ke perpustakaan peserta didik terdiri dari beberapa faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi diantaranya keinginan untuk menambah wawasan, kemampuan berbahasa, pribadi cakap dan berilmu, serta karena rasa senang yang muncul sebagai motivasi dari dalam diri ketika mengunjungi perpustakaan. Selain dari seringnya peserta didik mengunjungi perpustakaan, kumpulan koleksi buku di rumah memiliki sebagian peran dalam menambah wawasan serta kecakapan anak dalam membuat sebuah karangan. Adanya buku bacaan di rumah maka akan menambah kesempatan peserta didik untuk selalu membaca selain di perpustakaan yang disediakan di sekolah. Faktor tersebut diperoleh berdasarkan angket yang disebarkan untuk mengumpulkan data penunjang dalam memperkuat hiopesis yang diterima dalam penelitian ini. PENUTUP Berdasakan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunkan rumus regresi linear sederhana diperoleh kesimpulan, terdapat pengaruh positif antara intensitas
kunjungan ke perpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik kelas di SMA Muhammadiyah Palangkaraya. Rata-rata intensitas kunjungan peserta didik ke perpustakaan sejak peserta didik adalah 67,54 yang masuk dalam kategori Sedang. Sedangkan nilai rata-rata keterampilan mengarang yang dimiliki peserta didik adalah sebesar 73,1 masuk dalam kategori cukup. Cukupnya keterampilan mengarang yang dimiliki karena berdasarkan hasil analisis dari 5 indikator peserta didik rata-rata menguasai 3 indikator. Indikator yang belum dikuasai peserta didk adalah kesulitan peserta didik mengembangkan kalimat dalam mengarang, serta keamampuan kurangnya kemampuan mengidentifikasi gambar dengan baik. Hasil analisa dengan menggunakan rumus regresi linear sederhana didapatkan persamaan regresi Y= 44,47 + 0,38X. Nilai (a) dan (b) positif, selain dari pada nilai (b) 0,38 lebih besar dari r tabel dengan jumlah sampel penelitian berjumlah 100 yaitu 0,195. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif intensitas kunjungan ke perpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh intensitas kunjungan keperpustakaan terhadap keterampilan mengarang peserta didik SMA Muhammadiyah Palangkaraya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi peserta didik, dengan dukungan fasilitas belajar berupa perpustakaan yang telah diberikan oleh pihak sekolah, peserta didik
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
66
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( 54 – 67 )
bisa memanfaatkannya sebaik sebagai penunjang dalam mungkin untuk meningkatkan mengembangkan keterampilan keterampilan berbahasa serta berbahasa Indonesia khususnya wawasan keilmuan peserta didik dalam hal mengarang. khususnya tentang mengarang 3. Bagi kepala sekolah, agar kepala khususnya pengembangan wawasan sekolah bisa lebih memperhatikan tentang pembuatan kalimat serta pemanfaatan fasilitas belajar berupa meningkatkan kemampuan perpustakaan yang ada di sekolah mengidentifikasi gambar dalam tersebut terhadap kemampuan sebuah cerita. berbahasa peserta didik. Selain dari 2. Bagi pendidik, agar pendidik lebih pada itu, agar terjadi keseimbangan memperhatikan kembali intensitas antara pemanfaatan secara maksimal peserta didik dalam menggunakan fasilitas belajar berupa perpustakaan serta memanfaatkan fasilitasdengan keterampilan mengarang fasilitas belajar khususnya peserta didik yang masih dalam perpustakaan yang ada di sekolah kategori cukup. DAFTAR PUSTAKA Aipin, jenis-jenis Karangan. http://iaibcommunity.wordpress.com/2008/04/23/jenisjenis-karangan/. (20 Januari 2010, pukul 15.00. WIB) Chaedar Alwasilah & Senny suzanna Alwasilah, 2008, Pokoknya Menulis, Cara Baru! Dengan Metode Kolaborasi, Bandung; Kiblat Buku Utama. Depdikbud,1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia; Jakarta: Djago Tarigan, 2009, Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya, Bandung: Angkasa Bandung F. Rahayuningsih, 2007, Pengelolaan Perpustakaan, Yogyakarta; Graha Ilmu.
Gorys Keraf, 2007, Argumentasi dan Narasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia. Kosam Rimbarawa dan Supriyanto., 2006, Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan, Jakarta;PD-IPI DKI Jakarta. Laksmi, 2006, Tinjauan Cultural Terhadap Kepustakawanan Inspirasi Dari Sebuah Karya Umberto Eco, Jakarta: Sagung Seto. Pawit M. yusuf dan yaya suhendar, 2007, Pedoman Penyelengaraan Perpustakaan Sekolah; Jakarta: Kencana. Ranchman Hermawan dan Zulfikar Zen, 2006, Etika Kepustakawanan; Jakarta: Sagung Seto. Randy, Manfaat Perpustakaan Sekolah: http://perpusroendy.blogspot.com/2009/02/manfaat-perpustakaan-sekolah.html (29 Maret 2010) Riduwan & Sunarto, 2007, Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,Sosial, Ekonomi Komunikasi, dan Bisnis, Bandung: ALFABETA. Rohanda,, fungsi dan Peranan Perpustakaan Sekolah: Http://www.ipi.or.id/Rohanda.doc, (10 januari 2010, pukul 15.00 WIB) Sabarti Akhadiah, dkk 1988, Menulis 1, Jakarta: Universitas Terbuka.
*Ichyatul Afrom, M.Pd Dosen FKIP Universitas Palangkaraya
67