PENGARUH IMPLEMENTASI INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING (ICFR) PADA PT. PR DENGAN PENCAPAIAN PERUSAHAAN DALAM FORTUNE GLOBAL 500 Maggie Prasetyo Rindang Widuri Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta 11530 (021) 53696969
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh apa yang diberikan atas pengimplementasian Internal Control over Financial Reporting (ICFR) pada PT. PR dengan pencapaian perusahaan masuk dalam daftar Fortune Global 500. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, studi literature dan data sekunder berupa annual report perusahaan tahun 2009-2014. Analisis data disajikan dalam bentuk narrative descriptive. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan ICFR didorong oleh keinginan perusahaan untuk menjadi National Energy Company (NEC) dan menerbitkan global bonds untuk mendapatkan pendanaan sehingga mengharuskan perusahaan untuk melakukan konvergensi IFRS dan penerapan ICFR. Selain itu diketahui juga bahwa penerapan ICFR tidak berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan yang dinilai dari rasio profitabilitas. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa penerapan ICFR secara umum telah sesuai dengan teori dan panduan. Selain itu, pengaruh yang ICFR berikan terhadap pencapaian Fortune Global 500 terdapat pada reabilitas laporan keuangan yang handal, dapat dipercaya dan sudah memenuhi standar internasional.(MP) Kata kunci : Internal Control over Financial Reporting, Pengendalian Internal, COSO Framework, Fortune Global 500
ABSTRACT The purpose of this research is to determine what influence was given upon the implementation of Internal Control over Financial Reporting (ICFR) at PT. PR towards its achievement on the Fortune Global 500 list. Methods used in this study were interviews, literature studies and secondary data such as company’s annual report in 2009-2014. Analysis of the data presented in narrative descriptive form. The study conclude that the implementation of ICFR was driven by the company’s desire to become a world class National Energy Company and issued global bonds to obtain funding, that requires company to do IFRS convergence and ICFR implementation. Noted also that the implementation of ICFR does not affect the company’s profitability. Results of the study also concluded that ICFR implementation has been generally in accordance with the theory and guidelines. In addition, impacts that ICFR has given the company towards Fortune Global 500 achievement are in the reliability of its financial statements, trustworthy, and meet the international standards.(MP) Keywords: Internal Control over Financial Reporting, Internal Control, COSO Framework, Fortune Global 500
PENDAHULUAN 1
Latar belakang Pada tahun 2001 lalu, dunia akuntansi dan audit dikejutkan oleh suatu kejadian yang berpengaruh secara signifikan dalam pelaporan keuangan. Kejadian tersebut berkaitan dengan pelaporan kebangkrutan ENRON, suatu perusahaan Amerika Serikat yang berbasis di Houston, Texas. Secara singkat, di balik kebangkrutan perusahaan terbesar ketujuh di AS pada masanya dengan penghasilan sebesar USD 101 miliar pada tahun 2000 itu, terdapat suatu tindak kecurangan akuntansi yang terencana dan terstruktur yang pada akhirnya terungkap melalui seorang whistleblower dari pihak manajemen. Kecurangan tersebut bukan hanya berasal dari internal manajemen tetapi juga adanya keterlibatan Kantor Akuntan Arthur Andersen di dalamnya. Sebelumnya, KAP Arthur Andersen termasuk dalam jajaran “Big Five” accounting firm (termasuk di dalamnya Pricewaterhouse Coopers, Deloitte, Ernst & Young, dan KPMG, yang saat ini dikenal dengan “Big Four”) tetapi harus dihentikan operasinya karena ketidakpercayaan publik akibat kasus ENRON. (Benston, 2003) Manajemen harus berperan aktif dalam menjalankan pengendalian internal dalam meminimalisir potensi terjadinya error dan fraud secara internal terutama untuk melindungi hak-hak pemegang saham. Oleh karena itu, atas dasar tujuan tersebut, regulator pasar modal Amerika Serikat, atau yang bisa dikenal dengan US SEC (United States Securities and Exchange Commission) menetapkan bahwa semua perusahaan publik yang listing di New York Stock Exchange (NYSE) diminta untuk memiliki suatu sistem/prosedur untuk memastikan bahwa laporan keuangan setiap perusahaan dapat diuji keandalannya. NYSE berasumsi mengandalkan auditor dan standar-standar audit yang ada tidaklah cukup untuk menjamin sebuah laporan keuangan terbebas dari salah saji yang material. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi pendorong dipublikasikannya suatu peraturan yang disebut dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX). SOX mewajibkan perusahaan yang listing di NYSE untuk merancang dan memiliki pengendalian untuk menjamin laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan sejak tahun 2002. Bukan hanya laporan keuangan perusahaan, laporan pengendalian atas laporan keuangan juga wajib diasersi dan diungkapkan oleh pihak manajemen yaitu oleh Direktur Utama dan Direktur Keuangan. Oleh karena itu, laporan keuangan harus dapat memberikan gambaran seutuhnya bagi kondisi keuangan perusahaan sehingga dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan. Adapun seperti yang dikutip dari hasil wawancara Mantan Komisaris Utama PT. PR yang di publish di website IAI global, setelah PT. PR berubah menjadi Persero, PT. PR harus memiliki neraca awal, sesuai dengan UU yang disahkan Menteri Keuangan setelah dilakukan appraisal dan diaudit penuh. Namun, karena terjadi konflik birokrasi, penunjukkan kantor akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan sebagai beginning balance terlambat 2-3 tahun. Ini menyebabkan laporan keuangan PT. PR terlambat selama tiga tahun, yakni tahun 2006,2007,dan 2008. Lalu sejak tahun 2010 PT. PR sudah mulai melakukan penyesuaian dengan IFRS dan pada tahun 2013 PT. PR sudah secara menyeluruh membuat laporan keuangan berbasis IFRS. Dengan pengimplementasian laporan keuangan yang berbasis global ini memungkinkan laporan keuangan PT. PR untuk dibaca oleh investor dari seluruh dunia. Selain itu penerapan Internal Control over Financial Reporting juga dilakukan sejak tahun 2011. Semua perubahan ini menghantarkan PT. PR menduduki peringkat 122 di daftar Fortune Global 500 pada tahun 2013. (Majalah Akuntan Indonesia, Juni 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana profitabilitas perusahaan mendorong inisiasi penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICFR), bagaimana pengendalian internal perusahaan sebelum diterapkannya ICFR, bagaimana implementasi ICFR di PT. PR, dampak implementasi ICFR terhadap profitabilitas perusahaan, dan pengaruh yang diberikan atas pencapaian perusahaan masuk dalam daftar Fortune Global 500. Berdasarkan hasil kajian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengimplementasian Internal Control over Financial Reporting pada PT. PR dengan judul penelitian “PENGARUH IMPLEMENTASI INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING (ICFR) PADA PT. PR DENGAN PENCAPAIAN PERUSAHAAN DALAM FORTUNE GLOBAL 500” Penelitian terdahulu terkait dengan Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan ditulis oleh Luki Prastyarianti (2012) yang membahas mengenai penyebab temuan eksternal auditor pada pengendalian atas pelaporan keuangan (ICFR) Telkom, terutama pada siklus pelaporan keuangan yang menyimpulkan Telkom mendapatkan hasil penilaian berupa significant deficiency. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode gap analysis antara Bisnis Proses Siklus Pelaporan Keuangan Telkom dengan hasil temuan eksternal auditor dari Laporan Management Assesment. Hasil menunjukkan
2
bahwa hal tersebut sebagian besar disebabkan oleh human error, karena sebagian sistem yang masih manual dan sumber daya manusia yang masih kurang. Penelitian selanjutnya ditulis oleh Arief Wibowo (2013) yang membahas mengenai evaluasi penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICFR) dalam meningkatkan pengendalian pada siklus aktiva tetap di perusahaan hulu migas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan dan studi literature yang menyimpulkan bahwa penerapan program ICFR secara umum telah sesuai dengan teori dan panduan yang berlaku umum, namun penerapan konsep tiga lini pertahanan dan proses pembentukan kesimpulan perlu ditingkatkan. Namun, dalam skripsi ini penulis meneliti mengenai proses pengendalian internal perusahaan sebelum dan sesudah pengimplementasian Internal Control over Financial Reporting (ICFR) dan apa pengaruh yang diberikannya atas pencapaian perusahaan masuk dalam list Fortune Global 500.
Landasan Teori Pengendalian internal, atau yang biasa disebut juga dengan internal control, memiliki arti yang luas. Bukan hanya terbatas pada teori yang ada, tetapi juga penerapannya secara teknis, bagaimana seharusnya pengendalian internal yang baik. Arens, Elder dan Beasley (2012, p. 341) menyebutkan secara umum definisi dari pengendalian internal: “Internal control is a process designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of management’s objective in the following categories: 1. Reliability of financial reporting. 2. Effectiveness and efficiency of operation, and 3. Compliance with applicable laws and regulations.” Sebuah langkah penting telah dilakukan oleh COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission) pada tahun 1992, yaitu berhasil membuat Control Integrated Framework yang berisi antara lain rumusan pengertian internal, yang kemudian diterima secara luas di dunia. COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai “ a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: 1) Effectiveness and efficiency of operation, 2)Reliability of financial reporting, 3)Compliance with applicable laws and regulation. Kemudian pada tahun 2004, COSO mengembangkan Internal Control Framework yang telah ada dengan memasukkan cakupan mengenai manajemen dan strategi resiko dan selanjutnya hal tersebut dikenal dengan pendekatan Enterprise Risk Management (ERM). Sesuai dengan kerangka pengendalian internal yang baru tersebut, pengendalian internal merupakan bagian integral dari manajemen resiko.Indonesia juga mendukung kerangka COSO mengenai pengendalian internal dengan Standar Auditnya (SPAP) yang dikeluarkan IAI dalam SPAP SA Seksi 319. (SPAP, 2007) Di dalamnya disebutkan bahwa pengendalian internal merupakan proses yang dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya dari suatu entitas untuk memberikan keyakinan yang memadai akan adanya efektivitas dan efisiensi usaha, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan akan peraturan yang berlaku. Sarbanes-Oxley Act yang biasa disebut dengan SOX merupakan sebuah peraturan yang ditandatangani oleh Presiden George W. Bush dan diberlakukan oleh United States Federal Law pada tahun 2002 untuk perusahaan publik dan kantor akuntan publik di Amerika Serikat, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan asing yang sahamnya diperdagangkan di NYSE. Nama SOX berasal dari nama anggota legislator yang mensponsorinya, yaitu US Senator Paul Sarbanes dari Maryland dan US Representative Michael G.Oxley dari Ohio. Secara umum SOX berisi peraturan mengenai profesi akuntan dan pelaku institusi keuangan serta pengendalian di dalam perusahaan. Seperti yang tercantum dalam SOX Act of 2002 tujuan diberlakukannya adalah, “to protect inventors by improving the accuracy and reliability of corporate disclosure made pursuant to the securities laws, and for other purposes,” yang berarti secara umum peraturan ini ditujukan untuk melindungi hak-hak pemegang saham dengan menjaga kualitas pengendalian internal terutama dalam hal akuntablitas dan transparasi tata kelola korporasi dalam penyusunan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, SOX juga dikenal dengan nama lain, yaitu Public Accounting Reform and Investor Protection Act dan Corporate and Auditing Accountability and Responsibility Act. Selain itu, SOX juga dibuat untuk merestorasi kepercayaan investor yang sebelumnya sempat meredup karena kasus kecurangan akuntansi yang dilakukan oleh pihak manajemen dan kantor akuntan publiknya. Salah satu seksi yang penting untuk dilakukan dalam SOX ini adalah Seksi 404 (SOX 404). Secara umum, seksi ini menjelaskan tentang peningkatan keterbukaan keuangan, secara 3
khusus menjelaskan tentang penilaian manajemen dan pengendalian internal. SOX 404 mengharuskan manajemen membuat pernyataan mengenai tanggung jawabnya terhadap pengendalian internal dan pelaporan keuangan (ICFR) yang dibuat oleh pelakunya. Diikuti dengan management assessment atas efektivitas pengendalian internal yang telah dilakukannya dengan membuat pengujian-pengujian. Selanjutnya adapula auditor eksternal yang diminta untuk melakukan atestasi atas management assessment tersebut untuk menjamin keefektifan pengendalian internalnya. Seksi ini secara terperinci diatur di dalam PCAOB Auditing Standard No. 5 yang berjudul An Audit of Internal Control over Financial Reporting That is Integrated with An Audit of Financial Statements.
METODE PENELITIAN Metode pengumpulan dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teknik interview dan data sekunder. Stainback (1988) dalam Sugiyono (2008, p412) mengemukakan bahwa : “ interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon than can be gained through observation alone.” Sehingga hasil wawancara dapat penulis gunakan sebagai dasar analisa dan perbandingan dengan pedoman-pedoman yang ada. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data dengan pendekatan narrative descriptive. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2008) penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah. Dan naratif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan bersifat narasi dan bersifat menguraikan. Karena itu metode ini merupakan pembahasan yang bersifat penjelasan terstruktur dan menceritakan peristiwa secara kronologis. Proses pengumpulan data terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu dengan cara : data coding, data display, pengujian reliability and validity dan conclusion. Coding adalah proses analisis dengan menggunakan data yang dihimpun yang telah di filter, disusun ulang dan diintegrasikan untuk mengasilkan sebuah teori (Sekaran, 2014). Data display melibatkan data yang sudah diolah lalu ditampilkan dalam bentuk yang terorganisir seperti tabel, diagram dan grafik. Dalam hal ini penulis menggunakan diagram dan tabel sebagai bentuk data display. Pengujian reliability & validity dilakukan dengan metode data triangulation. Sekaran (2014) menyebutkan bahwa data triagulation merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dari beberapa sumber dan atau pada periode yang berbeda. Dalam konteks ini Penulis melakukan pengumpulan dan pengujian data dari hasil wawancara, studi literatur dan Pedoman yang ada. Penulis menggunakan metode wawancara terstruktur dengan konsultan ICFR PT. PR
HASIL DAN BAHASAN Analisis Profitabilitas PT. PR Sebelum Pengimplementasian ICFR Pembahasan diawali penulis dengan mengetahui pengendalian internal yang diterapkan dalam perusahaan. Berdasarkan hasil interview, diketahui bahwa sebelum adanya penerapan ICFR, PT. PR menerapkan pengendalian internal yang mengacu pada COSO framework. Penerapan framework ini digunakan sebagai pedoman bagi perusahaan dalam melakukan perancangan bisnis proses. Selain itu penerapan COSO framework ini belum disusun dengan detail berdasarkan control activity, key risk dan control objective-nya. COSO framework yang digunakan sebagai pedoman mengacu pada framework tahun 1992 dan dinyatakan bahwa sudah menjadi pertimbangan saat merancang proses bisnis. Adapun persamaan atas framework tahun 1992 dan 2013 menurut publikasi yang diterbitkan oleh Protiviti dalam Updated COSO Internal Control Framework FAQs, Second Edition (2013) adalah definisi dasar atas pengendalian internal yang tidak berubah dan struktur cube yang masih familiar dengan cube tahun 1992. Adapun, COSO meng- update framework yang digunakan pada tahun 2013 dan mengeluarkan COSO Cube baru seperti pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 berikut:
4
Lebih lanjut, Pricewaterhouse Coopers (PwC), dalam websitenya yang membahas mengenai COSO 2013 Transition, menyebutkan bahwa “transition to 2013 framework should not result in significant change in the design of internal control”. Berdasarkan pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa perubahaan transisi tahun 2013 tidak menimbulkan perubahan signifikan sehingga penggunaan COSO framework pada tahun 1992 dianggap masih relevan. Selanjutnya penulis melakukan tinjuan terhadap kinerja laporan keuangan perusahaan dengan meneliti rasio profitabilitas perusahaan dengan periode tahun 2009-2014. Analisis profitabilitas ini terbagi dua, antara lain, tahun 2009-2011 yaitu periode belum diterapkan ICFR dan pada tahun 2012-2014 sudah diterapkan ICFR. Tabel 4.1 menyajikan perhitungan rasio profitabilitas tahun 2009-2011:
Tabel 4.1 Rasio Profitabilitas PT. PR
No. 1 2 3 4 5 6
Rasio Net Profit Margin Return on Assets Return on Equity Debt to Equity Earnings per share Comprehensive EPS
2009 2010 2011 4.44% 3.80% 3.56% 5.35% 6.02% 6.87% 14.92% 24.05% 29.04% 27.57% 45.74% 55.15% N/A $ 21.93 $ 29.06 N/A $ 22.22 $ 28.98
Sumber : Annual Report 2011, PT. PR, diolah
Dalam Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rasio-rasio keuangan perusahaan berfluktuatif dari tahun 20092011. Namun, rata-rata terjadi kenaikan dari setiap rasio. Kenaikan yang sangat signifikan dapat dilihat di rasio Return on Equity (ROE) dan Debt to Equity pada tahun 2010. Hal ini memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan mengalami perbaikan yang signifikan. Ada pun salah satu hal yang menarik perhatian adalah adanya perbedaan penyajian laporan keuangan antara tahun 2009-2010 dan tahun 2011. Hal ini terletak di dalam Laporan Laba Rugi perusahaan, dimana pada tahun 2011 PT. PR mulai memasukan jumlah pendapatan komperehensif yang sebelumnya tidak ditemukan di laporan keuangan tahun 2009-2010. Lebih lanjut, pada tahun 2011 dari informasi yang didapat melalui annual report, untuk pertama kalinya PT. PR menerbitkan global bond yang terbagi dalam dua tranche. Global bond I diterbitkan pada tanggal 23 Mei 2011 sejumlah US$ 1 miliar dengan kupon 5.25% bertenor 10 tahun dan global bond II pada tanggal 27 Mei 2011 sebesar US$ 500 juta dengan kupon 6.5% bertenor 30 tahun. Untuk kedua global Bond tersebut, PT.PR memperoleh peringkat BB+ positive outlook dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings dan Standard & Poor’s, serta Ba1 stable outlook dari Moody’s, atau setara dengan peringkat surat utang Pemerintah Indonesia (Indonesia Sovereign Rating). Salah satu alasan PT. PR untuk menerbitkan global bonds ini adalah sebagai salah satu sumber dana bagi perusahaan untuk menjalankan “high impact project” di tahun 2012. High impact project merupkan roadmap perusahaan untuk mencapai visinya menjadi National Energy Company kelas dunia. Penerbitan global bonds memberikan dua dampak signifikan bagi PT. PR, yaitu mendorong konvergensi IFRS dan pengimplementasian ICFR. Implementasi ICFR dan Analisis Profitabilitas Perusahaan Setelah Pengimplementasian ICFR 5
Untuk membahas research question di atas, pembahasan akan disajikan dalam duatahap yaitu bagaimana kinerja laporan keuangan PT. PR setelah pengimplementasian ICFR dan bagian kedua akan membahas mengenai implementasi ICFR di PT. PR. Analisis Profitabilitas PT. PR Setelah Pengimplementasian ICFR Penulis melakukan tinjuan terhadap kinerja laporan keuangan perusahaan pada tahun 2012-2014, periode setelah diimplementasikannya Internal Control over Financial Reporting (ICFR) yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Rasio Keuangan PT. PR
No. 1 2 3 4 5 6
Rasio Net Profit Margin Return on Assets Return on Equity Debt to Equity Earnings per share Comprehensive EPS
2012 2013 2014 3.87% 4.28% 2.12% 6.70% 6.16% 2.99% 30.01% 31.88% 16.22% 67.05% 89.30% 98.98% $ 33.22 $ 36.85 $ 18.11 $ 33.09 $ 34.87 $ 17.97
Sumber : Annual Report 2014, PT. PR, diolah
Pada rasio keuangan tahun 2012-2014 ini, penulis melihat adanya kejanggalan pada rasio keuangan tahun 2014, dimana semua rasio mengalami penurunan dan hanya Debt to Equity ratio yang mengalami kenaikan. Kenaikannya juga sangat signifikan, sebesar 9.68% dari tahun sebelumnya dan hampir menyentuh angka 100%. Menurut informasi dari annual report 2014, bahwa sebenarnya sasaran grup (manajemen) adalah untuk mencapai rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) sebesar 101.02%, sehingga jumlah total liabilitas PT. PR lebih rendah 2% dari yang direncanakan. Penurunan drastis pada rasio lain, seperti di sebutkan dalam annual report 2014 sebagai dampak dari kondisi perekonomian global dengan menurunnya harga minyak mentah lebih dari 50% dan melemahnya rupiah terhadap US$ ikut berkontribusi pada penurunan kinerja perusahaan. Dari hasil penelitian penulis mengenai kinerja laporan keuangan dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan dari sisi profitabilitas perusahaan dalam rentang waktu sebelum dan sesudah implementasian ICFR.Tetapi pengimplementasian ICFR memberikan dampak dalam hal efektifitas operasional perusahaan. Narasumber juga menyebutkan bahwa laporan keuangan PT. PR sudah mendapatkan opini audit unqualified sebelum adanya penerapan ICFR.
Implementasi Internal Control over Financial Reporting pada PT. PR Dalam sub bab ini penulis akan menganalisis penerapan, evaluasi dan efektifitas ICFR pada PT. PR. Pembahasan akan dibagi dalam beberapa sub bab yaitu: 1) Metodologi Top Down Risk Based, yang bertujuan untuk menganalisis apakah praktik dalam implementasi ICFR di PT. PR sudah mengacu pada metode Top Down Risk Based yang disarankan oleh PCAOB, 2) Kerangka Pengendalian Internal, yang bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kerangka pengendalian internal pada PT. PR dengan pedomannya, 3) Dokumentasi ICFR, bertujuan untuk memastikan bahwa semua kegiatan dokumentasi sudah berjalan efektif, 4) Pelaksanaan Tiga Lini Pertahanan, bertujuan untuk menganalisis implementasi konsep tiga lini pertahanan dalam ICFR, 5) Evaluasi ICFR, bertujuan menganalis proses evaluasi ICFR dan efektifitasnya, 6) Pernyataan efektifitas ICFR, bertujuan menganalisis efektifitas ICFR di PT. PR.
Metode Top Down- Risk Based Dalam rangka menentukan pengendalian ICFR, Perusahaan menerapkan metodologi penerapan pengendalian secara beruntun yang dimulai dari pengendalian di tingkat perusahaan, kemudian turun ke tingkat akun pada pelaporan keuangan dan ke dalam tingkat proses, transaksi atau aplikasi.
6
Gambar 4.3 Proses Perancangan ICFR,Sumber : Pedoman ICFR PT. PR Secara umum pengendalian ICFR dibagi menjadi dua tingkat, yaitu tingkat entitas (Entity Level Control) dan tingkat transaksi (Transaction Level Control). Pengendalian di tingkat entitas dirancang berbasis pada komponen yang terdapat di dalam COSO, dan pengendalian di tingkat transaksi dimulai dari penentuan materialitas sampai dengan penetuan pengendalian yang relevan. Keseluruhan pengendalian ini direncanakan dan didokumentasikan dalam Risk Control Matriks (RCM) yang selanjutnya akan diperbaharui melalui Control Self Assessment (CSA) secara berkala.
Kerangka Pengendalian Internal Berdasarkan Pedoman ICFR PT. PR menjelaskan komponen pengendalian perusahaan sebagai berikut: 1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment), 2) Penilaian Risiko (Risk Assessment), 3) Aktivitas Pengendalian (Control Activity), 4) Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), 5) Pengawasan (Monitoring). Dengan demikian PT. PR telah memberlakukan kerangka pengendalian intern yang mengacu pada COSO dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Menteri BUMN No.PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara sejak tahun 2011.
Dokumentasi ICFR Program ICFR mempersyaratkan setiap Business Process Owner (BPO) untuk memberikan pernyataan atas efektifitas pengendalian internal dan mengevaluasi pengendalian yang menjadi tanggung jawabnya. Proses ini memerlukan suatu database yang dinamis dan kegiatan evaluasi memiliki keamanan akses. Untuk itu PT. PR merancang sebuah sistem yang berbasis web based untuk menunjang kegiatan ICFR ini. Pernyataan yang dibuat oleh Business ProcessOwner ini disebut dengan sertifikasi. Sertifikasi merupakan salah satu bentuk pendokumentasian ICFR. Sertifikasi wajib dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam ICFR karena ini merupakan pernyataan independen yang dikeluarkan oleh penanggung jawab kontrol dan akan menjadi bahan evaluasi. Kegiatan sertifikasi ini diatur dalam SOX 302 mengenai Corporate Responsibility for Financial Reports, Section 13 (a) atau 15 (d) dari SEC juga mengatur mengenai ketentuan sertifikasi ini, disebutkan bahwa diperlukan sertifikasi secara kuartal yang dilakukan oleh manajemen. Saat BPO melakukan sertifikasi, BPO juga akan melampirkan bukti dokumentasi bahwa kegiatan kontrol berjalan dengan efektif. Dokumen ini dapat berupa keterangan manajemen dan bukti salah satu dokumen kontrol yang nanti akan di upload ke dalam sistem yang di desain untuk perusahaan. Setelah itu, hasil dokumentasi ini akan digunakan sebagai objek testing yang dilakukan oleh lini pertahanan kedua dan seterusnya. Metode ini disebut dengan Three Lines of Defense. Konsep mengenai Tiga Lini Pertahanan ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
Pelaksanaan Tiga Lini Pertahanan Dalam praktik bisnis saat ini, bukan hal yang tidak umum untuk menemukan tim yang terdiri dari internal auditor, spesialis manajemen risiko perusahaan, compliance officers, spesialis pengendalian internal, inspektur kualitas, fraud investigators, dan para ahli dan profesional di bidang control and risk. Kewajiban yang berhubungan dengan manajemen risiko dan kontrol meningkat dan menyebar ke beberapa departemen maka tanggungjawab harus dikoordinasikan dengan benar dan hati-hati untuk memastikan proses kontrol dan risiko berjalan dengan sewajarnya. Tanggungjawab yang jelas harus didelegasikan agar para profesional memahami batasan tanggungjawabnya dan bagaimana peran mereka dapat memitigasi risiko dalam perusahaan. Dalam hal ini, Institute of Internal Auditors (IIA) telah mengembangkan best practice yang dapat membantu organisasi mendelegasi dan mengkoordinasikan risiko manajemen dengan pendekatan yang sistematis. Three Lines of Defense model memberikan cara yang sederhana dan efektif untuk memudahkan komunikasi dalam manajemen risiko dengan mengklarifikasi peran dan tanggungjawab personel terkait. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 4.6 menyajikan kerangka dari Three Lines of Defense yang diterapkan oleh PT. PR.
7
Gambar 4.6 Three Lines of Defense Model, Sumber: www.iia.no Walaupun tidak disebutkan secara langsung dalam SOX 302, 404, AS 5 dan SEC, namun pengadopsian tiga lini pertahanan ini dirasakan perlu untuk melengkapi pelaksanaan pengujian atas efektifitas Internal Control over Financial Reporting (ICFR). Dalam PT. PR, three lines of defense dimulai dari Business Process Owner (BPO) yang menjalankan implementasi pada siklus yang terkait ICFR ini dan melakukan sertifikasi.
Evaluasi ICFR Dalam pedoman ICFR disebutkan bahwa fungsi ICFR mewakili manajemen melakukan pengujian pengendalian internal melibatkan serangkaian aktifitas yang bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh proses bisnis beserta risiko terkait telah diidentifikasi dan dilaksanakan secara memadai. Pengujian menyeluruh atas level entitas bertujuan untuk meyakinkan bahwa manajemen telah menetapkan mekanisme pengendalian yang memadai dan melaksanakannya secara efektif. Berdasarkan hasil interview dan data sekunder diketahui bahwa dalam melakukan pengujian tingkat entitas, fungsi ICFR mengikuti tahapan pengujian sebagai berikut: 1) Observasi, 2) Survey, 3) Wawancara dan diskusi, 4) Analisis dan Pengambilan keputusan. Pengujian TLC melibatkan serangkaian aktifitas yang memastikan bahwa seluruh akun signifikan beserta risiko dan pengendalian terkait telah diidentifikasi, dilaksanakan dan diuji secara memadai sehingga efektifitasnya dapat terukur. Pengujian TLC dilakukan pada awal tahun dan pada tiap triwulan yang kesimpulannya akan diambil di akhir tahun. Kedua pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa proses-proses pengendalian telah dilakukan dengan benar.
Pernyataan Efektifitas ICFR Perusahaan telah menyiapkan prosedur untuk membangun kesimpulan atas hasil evaluasi efektifitas ICFR melalui metode Three Lines of Defense. Melalui wawancara dengan narasumber, penulis mendapatkan keterangan mengenai efektifitas ICFR bahwa pernyataan atas efektifitas ICFR ini sudah berjalan sejak tahun 2013 dan dilaporkan secara internal. Hasil pelaporan ini juga tidak dipublikasi dan belum dijadikan objek audit eksternal. Adapun salah satu alasan perusahaan tidak mempublikasikan laporan ini karena ICFR belum terintegrasi secara menyeluruh di anak perusahaan dengan berbagai kendala.
Pengaruh Implementasi ICFR atas Pencapaian Fortune Global 500 Dalam sub bab ini penulis akan membahas dan menjawab research question ketiga, yaitu pengaruh apa yang diberikan atas implementasi ICFR terhadap pencapaian Perusahaan masuk dalam daftar Fortune Global 500. Penjelasan mengenai hal ini dapat disimak dalam ilustrasi berikut:
8
Gambar 4.7 Ilustrasi Penerapan ICFR dan Pencapaian Fortune Global 500, Sumber:olahan penulis Berdasarkan Gambar 4.7, dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam annual report PT. PR dijelaskan bahwa perusahaan ingin menjadi National EnergyCompany berkelas dunia, dan mencanangkan “High Impact Project” yang membutuhkan pendanaan besar. Manajemen perusahaan memutuskan untuk menerbitkan global bonds sebagai salah satu cara mendapatkan pendanaan. Sebagai salah satu syarat penerbitan global bonds adalah harus terlebih dahulu menerapkan konvergensi IFRS dan implementasi ICFR. Konvergensi IFRS ini bertujuan agar laporan keuangan perusahaan memenuhi standar internasional dan dapat diakses para investor asing. Adapun tujuan pengimplementasian ICFR bertujuan untuk meningkatkan reliabilitas laporan keuangan perusahaan dengan menyatakan bahwa semua kegiatan operasional telah di kontrol dan didokumentasikan dengan baik. Pada tahun 2013, PT. PR berhasil masuk dalam daftar Fortune Global 500 dan menempati peringkat 122. Pada saat itu, PT. PR merupakan satu-satunya perusahaan pertama di Indonesia yang berhasil masuk dalam daftar prestisius tersebut. Pada tahun 2012, direktur utama PT. PR memaparkan aspirasi perusahaan “Energizing Asia 2025” dan menyampaikan target perusahaan pada 2025 menjadi “Asean Energy Champion” dan masuk daftar Fortune 100. Setelah setahun berselang PT. PR sudah berhasil menembus urutan 122. Hal ini didukung dengan pelaporan keuangan PT. PR yang handal, karena perusahaan disyaratkan telah mempublikasikan laporan keuangannya. Lebih lanjut lagi, PT. PR melakukan inisiasi global bonds yang ditunjang dengan pengimplementasian ICFR, sehingga global bonds PT. PR diterima dengan baik di kalangan investor bahkan mengalami oversubscribe. Hal ini sejalan dengan salah satu kriteria Fortune 500, yaitu “strong ideas over financial capital” yang mengedepankan tata kelola perusahaan dalam mendapatkan pendanaan dan pengelolaannya.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisa data dan diskusi yang disajikan pada bab-bab sebelumnya berikut ini dijelaskan simpulan sebagai berikut: 1. Kinerja laporan keuangan PT. PR pada tahun 2009-2011 atau sebelum pengimplementasian ICFR menunjukkan profitabilitas yang baik. Hal ini didukung oleh rasio profitabilitas perusahaan yang terus meningkat. Peningkatan juga terjadi pada rasio debt to equity tahun 2011 yang disebabkan oleh penerbitan global bonds pada tanggal 23 Mei dan 27 Mei 2011. Pengendalian internal dalam PT. PR sudah menerapkan COSO Internal Control Framework yang mengacu pada framework tahun 1992. Dalam hal ini, COSO digunakan sebagai panduan pengendalian internal dalam hal sebagai dasar dalam perancangan proses bisnis. Namun belum di definisikan secara terpisah menjadi control activity, key risk dan control objective-nya. Selain itu, pengendalian internal yang sudah berjalan belum didukung dengan pendokumentasian yang lengkap. 2. Kinerja laporan keuangan PT. PR pada tahun 2012-2014 atau sesudah pengimplementasian ICFR juga menunjukkan profitabilitas yang baik. Namun pada tahun 2014 terjadi penurunan pada rasio net profit margin, return on asset dan return on equity tetapi terjadi kenaikan pada rasio debt to equity. Penurunan pada rasio di atas disebabkan dampak perekonomian global karena menurunnya harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah yang melemah. Kenaikan pada debt to equity rasio masih dikarenakan PT. PR menerbitkan global bond pada tahun 2012-2014. Dari analisis kedua rasio ini menyimpulkan bahwa kondisi/ kinerja perusahaan sudah baik dari tahun 2009-2014. Penulis menyimpulkan bahwa adanya penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICFR) tidak memberikan dampak pada kinerja keuangan perusahaan, namun memberikan pengaruh terhadap efektifitas operasional perusahaan. Lebih lanjut, setelah PT. PR menerapkan COSO framework, PT. PR memutuskan untuk mengimplementasikan bentuk pengendalian internal yang berfokus pada pelaporan keuangan, sehingga dibentuklah program ICFR. Penerapan program ICFR secara umum telah sesuai dengan teori dan panduan yang berlaku. Walaupun secara desain dan pelaksanaan, program ICFR sudah berjalan baik dan efektif, kendala dalam hal pelaksanaan terletak pada sosialisasi program yang tidak merata sehingga mempersulit proses pelaksanaan ICFR. Hal ini juga 9
dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang paham mengenai program ICFR sehingga setiap kegitan sertifikasi sebagian besar selalu dilakukan pendampingan dari fungsi Control Group. Selain itu juga karena sosialisasi yang tidak merata berpengaruh pada maturity level pengimplementasian program ICFR pada anak perusahaan sehingga perusahaan tidak dapat membuat laporan atas efektifitas ICFR konsolidasi. 3. Pengaruh adanya implementasi ICFR memberikan tingkat reliabilitas yang tinggi terhadap laporan keuangan perusahaan. Pengimplementasian ICFR yang ditunjang dengan konvergensi IFRS juga mendukung laporan keuangan PT. PR dapat diakses secara global sehingga dapat dinilai oleh lembaga-lembaga internasional, salah satunya adalah Fortune Global 500. Pertimbangan PT. PR dalam mendapatkan dukungan modal dari pendanaan global dalam hal penerbitan global bonds dinilai memenuhi kriteria Fortune dalam hal “strong ideas over financial capital” dimana Perusahaan mendapatkan pendanaan dengan cara yang baru dan menggunakan kepercayaan investor untuk pengembangan usahanya. Didukung pula dengan adanya 137 perusahaan dari 172 perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune Global 500 peringkat 150 teratas dari tahun 2012-2014 juga mendapatkan pendanaan dari global bonds. Adapun PT. PR juga berhasil mempertahankan posisinya dalam list tersebut walaupun perusahaan mengalami kerugian karena penurunan harga minyak.
Saran Dari hasil penelitian ini, penulis ingin memberikan saran untuk penelitian selanjutnya: 1. Penelitian selanjutnya dapat menghimpun informasi langsung dari pihak perusahaan dan pihak penilai, dalam hal ini Fortune 500 2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode dan indikator lain untuk mengetahui adanya dampak implementasi ICFR terhadap penilaian Fortune 500. 3. Penelitian selanjutnya dapat menganalisis pengaruh implementasi ICFR terhadap profitabilitas, likuiditas dan leverage perusahaan. 4. Penelitian selanjutnya dapat melihat faktor apa saja yang menjadi pertimbangan perusahaan dapat masuk dalam list Fortune Global 500. 5. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan standar penilaian dari badan penilai lain seperti Kompas 100, Forbes dan lain-lain. 6. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada sampel perusahaan lain, tidak terbatas pada perusahaan dalam negeri saja.
REFERENSI Anand,Sanjay (2006). Sarbanes-Oxley: Guide for finance and information technology professionals (2nd Edition). John Wiley & Sons, Inc Arens, Alvin A.,Elder, Randal J.,Beasley, Mark. (2004). Overview of the Sarbanes-Oxley Act of 2002 with other changes in auditing and the public accounting profession integrated with auditing and assurance services an integrated approach. (9th Edition). Prentice Hall. Benston, Geoge J. (2003). The quality of corporate financial internal statements and their auditors before and after Enron. Policy Analysis. Washington D.C. Cato Institute Center for Audit Quality.Guide to internal control over financial reporting. Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway Commission.(2008). COSO Internal Control- Integrated Framework :guidance of monitoring internal control system. COSO, Internal Control – Integrated Framework: Executive summary(2013). COSO,Internal Control – Integrated Framework: Internal control over financial reporting: a compendium of approaches and examples. (2012). Elder, Randal J., Beasley, Mark S.,&Arens, Alvin A.(2012). Auditing and assurance service: an integrated approach, 14thedition. New Jersey: Pearson Education Limited Holt, Michael F. (2006). The Sarbanes-Oxley Act: overview and implementation procedures manual. CIMA Publishing.
10
Institute of Internal Auditors. (2008). Sarbanes-Oxley Section 404:A guidance for management by internal control practicioners. Institute of Internal Auditors. (2013). The three lines of defense in effective risk management and control. McNally, Stephen J. (2013). The 2013 COSO framework & SOX compliance: one approach to an effective transition. The Association of Accountants and Financial Professionals in Business. Moeller, R. R. (2009). Brink's Modern Internal Auditing: A Common Body of Knowledge. John Wiley & Sons. O’Brien, Patrick (2006), Reducing SOX section 404 compliance cost via a top down risk-based approach, The CPA Journal. Prastyarianti, Luki (2012). Evaluasi Pengendalian Internal atas Pelaporan Keuangan Sesuai Sarbanes-Oxley Act Section 404: Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Skripsi S1Universitas Indonesia. Protiviti. Guide to Sarbanes-Oxley Act: Internal control reporting requirements. Frequently asked questions regarding Section 404, 4th edition. Protiviti. The updated COSO internal control framework. Frequently asked questions, 2nd edition. Public Company Accounting Oversight Board. (2007). Auditing Standard No. 5: an audit of internal control over financial reporting that is integrated with an audit of financial statements. PT. PR, Annual Report, Jakarta, 2011 PT.PR, Annual Report, Jakarta, 2014. PT. PR, Pedoman Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan, 2013. Sarbanes-Oxley Act of 2002. Steinbart, M. B. (2011). Accouting Information System. New Jersey: Pearson Global Edition. United States Securities and Exchange Commision.(2009). Study of the Sarbanes-Oxley Act of 2002 Section 404 Internal Control over Financial Reporting Requirements. Wibowo, Arief (2013). Evaluasi Penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICFR) dalam Meningkatkan Pengendalian pada Siklus Aktiva Tetap di Perusahaan Hulu Migas (Studi Kasus PT. Pertamina (Persero)). Thesis S2 Universitas Indonesia.
RIWAYAT PENULIS Maggie Prasetyo lahir di Palembang, pada tanggal 28 Oktober 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Akuntansi dan Keuangan pada tahun 2015.
11