PENGARUH GAPURA KESUCIAN TERHADAP KEHIDUPAN MENGHAN DALAM NOVEL YANSUO CHONGLOU Angelina Novianti , Gemma Letticia , Dai Xuclin Binus University, Jl. Kemanggisan Hilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]
ABSTRACT
This thesis analyzed about the life of a widow whom having a difficulty to break away from her bound. This was cause by the customs and the rules. In that age, a widow who can protect her chastity, could elevate the dignity of her family. This thesis divided into 3 sections, thus: first of all we’d like to introduce about the theory of Mount of Virtue. Secondly, we described about the life of the main character in this novel, she lived without any freedom and she couldn’t love the one she loves. Finally, we also analyzed the factors which causing a widow having some troubles to break away from her bound from the process that have been describe.There are 2 factors that influence a widow to break away from her bound, those are: internal and external. The internal factor is the influence that come from the inside, for example: hesitation, feeling of guilty, etc. And for the externals are coming from outside her, for example: family and society. Family’s influences will affect someone’s decision strongly, because family is the people who lived and can be meet every time. But for the society, they will judge your decision, whether you are right or wrong, even you took your decision for your own good, if it’s different from the other, the society will judge you wrong.
Keywords: Mount of Virtue, Widow, Yansuo Chonglou
ABSTRAK
Skripsi ini mengambil novel Belenggu Pintu Cinta untuk menganalisis tentang seorang janda yang sulit melepaskan kehidupan terbelenggunya. Kami menganalisis data menggunakan metode studi pustaka dan menemukan alasan kesulitan janda untuk melepaskan belenggu hidupnya yaitu disebabkan oleh adat istiadat dan aturan yang berlaku di jaman itu, dimana kehidupan janda yang menjaga kesuciannya, dapat mengangkat derajat dan martabat keluarganya. Skripsi ini membahas 3 bagian, yaitu: pertama memperkenalkan teori gapura kesucian, kedua, mendeskripsikan kehidupan janda sang tokoh utama dalam novel ini dimana sang tokoh hidup tanpa kebebasan mencintai orang yang ia cintai, terakhir, menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan seorang janda sulit melepaskan belenggu hidupnya dari serangkaian proses yang dijabarkan secara singkat. Faktor yang mempengaruhi wanita dalam proses melepaskan belenggu hidupnya meliputi 2 hal, yaitu: faktor internal dan eskternal.
1
Faktor internal merupakan pengaruh yang datang dari dalam diri sendiri,contohnya: kebimbangan, rasa bersalah dan lainnya. Sedangkan faktor eksternal merupakan pengaruh yang datang dari luar, contoh: pengaruh dari keluarga dan pengaruh dari lingkungan masyarakat. Pengaruh keluarga besar pengaruhnya terhadap keputusan yang diambil seseorang, karena keluarga merupakan orang terdekat yang selalu ditemukan setiap saat. Sedangkan masyarakat, akan menilai keputusan yang diambil seseorang, apakah keputusan itu benar atau salah. Walau keputusan yang diambil baik bagi diri seseorang, bila keputusan itu tidak sama dengan aturan, maka masyarakat akan menilai keputusan itu salah. Kata Kunci
: Gapura Kesucian, Janda, Yanshuo Chonglou
PENDAHULUAN Gapura kesucian merupakan bangunan yang dibangun oleh pemerintah dan diberikan kepada mereka yang hidup menjanda selama bertahun-tahun, sehingga hal ini merupakan hal yang membanggakan bagi masyarakat jaman dahulu, yang digambarkan dalam novel Yansuo chonglou. Novel Yansuo chonglou yang dikarang oleh Qiong Yao, bercerita tentang kehidupan wanita janda yang sulit mendapatkan kebahagiaannya karena terkukung oleh aturan-aturan gapura kesucian dan tradisi masyarakat yang mengikat. Dalam skripsi Olivia mahasiswi Sastra China Bina Nusantara yang berjudul “ Kehidupan Wanita Janda Pada Zaman Dinasti Qing dibawah Pengaruh Gapura Kesucian Ditinjau dari Segi Psikologi Sosial” memiliki hasil penelitian yaitu penyebab utama yang memperkuat maraknya penganugerahan kesucian pada zaman Dinasti Qing adalah kekuasaan politik Dinasti Qing dan pengaruh kehidupan ekonomi Baqi. Maka penulis menarik kesimpulan bahwa pada Zaman dinasti Qing, pemerintah menjalankan sistem penganugerahan gapura kesucian untuk menekan pertambahan penduduk dan menjadikan gapura kesucian sebagai tongkat penggerak masyarakat untuk menerima kekuasaan politik dinasti Qing, dimana gapura kesucian tersebut adalah simbol penghargaan dari pemerintah dan simbol kebanggaan bagi keluarga yang mendapatkannya. Maka, pada saat itu wanita janda diwajibkan menjaga kesuciannya yang bertujuan untuk mendapatkan gapura kesucian sebagai lambang kehormatan keluarga.
METODE PENELITIAN Kegiatan yang dilakukan yakni library research, media utama dalam library research ini adalah dengan media buku, internet misalnya forum, website, majalah dan jurnal untuk memperoleh referensi dasar-dasar teori yang mendukung penelitian tersebut. Data yang diperoleh kemudian dijabarkan, sehingga didapatkanlah hasil kumpulan teori berkenaan dengan gapura kesucian dan kehidupan janda di jaman dulu.
HASIL DAN BAHASAN 1. Pengenalan Gapura Gapura adalah bangunan yang dibangun oleh masyarakat feodal sebagai pengakuan atas jasa dan kebijakan serta kesetiaan, juga beberapa digunakan sebagai pintu gerbang. Gapura juga merupakan bangunan kuil leluhur, dimana gapura ini menegaskan keluarga yang memiliki moral tinggi dan menunjukkan jasa besar yang mulia sang nenek moyang, juga difungsikan untuk pemujaan leluhur. Gapura disebut juga Gedung gapura, tetapi tidak sama. Gapura tidak memiliki susunan gedung , juga tidak memiliki atap, tetapi Gedung gapura memiliki atap juga memiliki suasana perapian. Gapura adalah sebuah monument, tempat untuk menyebarluaskan ajaran feodal konfusius. Maka dari itu, Gapura menjadi salah satu simbol dari kebudayaan China. Pembagian gapura berdasarkan bahan bangunan yaitu; gapura kayu, gapura glasir, gapura batu, gapura semen, gapura brick, gapura tembaga, gapura batu dan brick, gapura kayu
2
dan batu, dan sebagainya. Kota Beijing kuno adalah kota yang paling banyak memiliki gapura, dibagi menjadi 50 bagian, yaitu 4 kota dinasti Ming memiliki 36 gapura, 5 kota di dinasti Qing, tetapi tidak mengalami perubahan. Dongdan, Xidan, Timur dan Barat, adalah empat daerah komersial yang ramai di Beijing. Sejarah gapura sudah ada sejak jaman dinasti Zhou Gapura, tetapi pada jaman dinasti Qing lebih berkembang. Gapura didirikan pada tahun ke-31 masa pemerintahan Kaisar Guangxu, ketika itu tinggal beberapa tahun dari berdirinya Republik Rakyat China, namun mereka masih terus membangun gapura. Pembangunan gapura ini ditujukan untuk menghormati dan mengagungkan kurang lebih 65.078 wanita di seluruh daerah Huizhou yang mempertahankan kesucian dan kehormatannya dengan cara tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal. Kumpulan gapura Tangyue di daerah Anhui merupakan gapura China yang terkenal, kumpulan gapura Tangyue memiliki 7 gapura yaitu gapura kebijakan moral, gapura kesetiaan, gapura kesucian, gapura kebaktian, gapura kebajikan, gapura kejujuran dan gapura kedermawanan. Setiap gapura dibangun sangat kokoh, diukir dengan sangat halus dan menjulang tinggi ke awan. Jaman dinasti Qing, sepasang suami istri yang dimana suami telah meninggal, dan istri menjaga kesucian dan mempertahankan kesuciannya, maka pemerintah akan membangun gapura kesucian kepadanya. Namun, memiliki 1 syarat yaitu “ bagi wanita yang berumur 30 tahun keatas dan telah kehilangan suaminya terus mempertahankan kesuciannya hingga umur 50 tahun ke atas, maka pemerintah akan membangun gapura kesucian kepadanya.” Pembangunan gapura di awal jaman dinasti Qing memiliki peraturan yang jelas, saat penganugerahan gapura, pemerintah memberikan 32 tahil untuk membangun gapura. Sejak saat itulah awal pembangunan gapura kesucian menyebar. Keluarga yang mendapatkan anugerah gapura kesucian selain mendapatkan nama baik juga mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi. Dalam pembangunan gapura, sebuah gapura kesucian yang megah adalah simbol semua air mata dan penderitaan seorang wanita,yaitu bukti kehidupan yang tidak bahagia. Gapura kesucian merupakan mimpi setiap wanita, sehingga orang-orang tidak ragu mengorbankan diri wanita ditukar dengan bangunan raksasa yang dingin dan kejam. Gapura kesucian memberikan banyak penderitaan untuk wanita janda, mereka harus meninggalkan anak laki-laki mereka yang telah berusia di atas 10 tahun, tidak bisa hidup bersama, bahkan pemerintah pun menyediakan kuil kesucian untuk mereka tinggal, janda yang masuk ke dalam kuil dapat menjaga kesuciannya dengan tenang, masuk kedalam kuil kehidupan janda mendapatkan jaminan hidup tanpa rasa takut. Kuil kesucian menjadi tempat perlindungan untuk mereka, bisa mendapatkan kehidupan yang tenteram juga tetap mematuhi peraturan. Setelah janda masuk ke dalam kuil kesucian, tidak boleh memiliki hubungan dengan dunia luar. Janda yang tinggal dalam kuil kesucian pasti merasakan kesendirian, janda tidak boleh menemui keluarganya. Setelah janda masuk ke dalam kuil kesucian tidak dapat keluar dari kuil kesucian, jika keluarganya memiliki masalah yang penting, seperti ada keluarganya yang meninggal atau mendapatkan kesuitan mereka baru diijinkan untuk mengunjungi keluarganya. Sekarang, pembangunan gapura sudah tidak ada lagi, gapura hanya menjadi sejarah China dan simbol kebudayaan China. Pada bulan 11 tahun 1996, kumpulan gapura Tangyue oleh negara China dijadikan harta nasional dan perlindungan peninggalan budaya. Jaman dinasti Zhou, Gapura kesucian merupakan sebuah tongkat pemerintah untuk menggerakan masyarakat, pemerintah Qing mau mendorong masyarakat agar menerima kekuasaan pemerintah Qing. Alasan lainnya adalah pengaruh ekonomi Baqi. Baqi adalah sebuah organisasi militer-administratif persatuan antara petani dengan tentara, masyarakat Manzu, yang mengalami perpecahan menjadi 2 blok,yaitu blok petani dan blok tentara. Kehidupan Baqi mengalami krisis, hal ini disebabkan karena jumlah penduduk makin bertambah maka jatah makanan pun bertambah, yang mengakibatkan pengeluaran kebutuhan hidup Baqi semakin besar, semakin hari mereka mengalami krisis kehidupan. Pemerintah Qing menjalankan sistem gapura kesucian untuk menekan pertambahan penduduk. Selain itu, pemerintah Qing ingin wanita janda Baqi menjaga kesuciannya.
3
Pemerintah Qing membangun gapura kesucian untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, dan sebuah contoh konkret untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Tujuan utama pemerintah Qing adalah untuk mempertahankan feodalisme pemerintah Qing
2. Kehidupan Janda Kebahagiaan adalah tujuan dalam sebuah pernikahan, namun dalam novel Yansuo Chonglou, pernikahan sang tokoh justru mendatangkan penderitaan, bahkan saat menjanda pun harus mematuhi berbagai aturan yang lebih sulit. Menghan berasal dari keluarga miskin yang dijodohkan oleh kakaknya dengan seorang pria bernama Jingnan. Zeng Jingnan adalah putra tunggal keluarga Zeng. Keluarga Zeng tidak kekurangan apapun hanya saja keturunannya sedikit. Pada saat itu keluarga Zeng sudah 20 tahun lamanya tidak mengadakan resepsi pernikahan, sebelumnya adalah pernikahan Mubai, ayah Jingnan, sehingga pernikahan Jingnan dengan Menghan adalah harapan yang telah dinantikan keluarga Zeng. Pernikahan ini sangat menarik perhatian, setiap orang di kota Baisha dari pagi sudah menunggu di bawah Gapura dan tidak mau melewatkan tradisi mempelai wanita memberikan hormat kepada gapura. Pemberian hormat kepada gapura adalah aturan keluarga Zeng. Upacara mempelai wanita memberi hormat kepada gapura merupakan salah satu tradisi setempat yang paling dramatis, paling meriah dan paling megah. Keluarga Zeng memiliki 7 gapura yang megah, ke-7 gapura ini sudah termasyhur dimana-mana. Dibagi menjadi Gapura kebijakan moral, gapura kesetiaan, gapura kesucian, gapura kebaktian, gapura kebajikan, gapura kejujuran dan gapura kedermawanan. Sebuah keluarga memiliki moral yang begitu besar, yang menakjubkannya lagi beberapa gapura dibangun atas perintah kaisar, gapura ini menjadi kebanggan keluarga Zeng. Setelah Menghan memberi hormat kepada gapura, tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang tidak akan bisa dia lupakan seumur hidupnya. Kerudung merah pengantinnya diterbangkan angin ke atas pundak seorang pria, yaitu Jiang Yuhang, seorang anak angkat Mubai. Saat Menghan dan Yuhang saling bertatap muka timbul perasaan dala hati mereka, perasaan cinta inilah yang kemudian akan membawa banyak penderitaan untuk Menghan. Menghan berharap suaminya adalah suami yang baik, juga berharap kehidupan pernikahannya bisa mendatangkan kebahagiaan, tetapi perilaku Jingnan sangat tidak baik, sedikitpun tidak mempedulikan Menghan. Sikap Jingnan selalu menyakiti perasaan Menghan, dia juga sering memaksa Menghan untuk melakukan suatu hal. Jingnan berlaku seperti itu karena tidak mencintai Menghan, pernikahan dia dengan Menghan adalah sebuah paksaan. Setiap malam Jingnan pergi menemui Yang Xiaodie. Yang Xiaodie adalah seorang aktris dari teater Ji Xiang Xiyuan, Jingnan sangat tergila-gila kepadanya, hubungan mereka berdua pun sudah intim. Hubungan mereka berdua pun akhirnya diketahui oleh suami Yang Xiaodie bernama Fang Xiaodong seorang ahli bela diri dalam teater itu, dia sangat marah dan memukul kepala Jingnan dengan sebuah vas bunga besar sehingga kepala Jingnan bocor. Kejadian ini meninggalkan kebencian dalam hati Jingnan, kemudian dia menghancurkan teater Ji Xiang Xiyuan. Dia tidak hanya melukai wajah Fang Xiaodong, bahkan membutakan sebelah matanya. Setelah kejadian ini, Fang Xiaodong tidak ada kabarnya, semua orang hampir melupakan dirinya, dan Jingnan pun mengira dia telah meninggal. Maka dari itu, Jingnan kembali berani menemui Yang Xiaodie. Di tengah perjalanan, Jingnan dibunuh oleh Fang Xiaodong. Setelah Jingnan meninggal, Menghan menjadi janda. Kehidupan pernikahan Menghan dari awal tidak ada perasaan yang bahagia bahkan setelah kepergian Jingnan, dia harus menjaga kesuciannya, harus mematuhi aturan kesucian, kehidupannya dilalui penuh penderitaan yang besar. Janda adalah sebutan bagi seorang perempuan yang telah menikah namun, telah kehilangan suaminya. Di masa sekaranng ini, ada 2 alasan yang mnyebabkan hal ini, yaitu: 1.) suaminya telah meninggal 2.)telah bercerai. Namun, di masa lampau, alasan kedua tidak dapat di terima. Karena pada jaman dahulu pernikahan adalah hal yang sangat penting, terlebih lagi wanita tidak boleh mencari cintanya sendiri, harus menuruti pilihan orang tua, baru direstui.
4
Bila mereka (wanita) mencari cintanya sendiri, mereka akan dipandang rendah oleh orangorang. Di masa ini, seorang wanita yang telah menjanda beberapa tahun, diperbolehkan mencari suami yang baru. Namun, di masa lampau, kelakukan ini di pandang sangat rendah. Seorang istri harus setia kepada suaminya, setelah suaminya meninggalpun, seorang istri tidak boleh menikah lagi. Kelakuan ini telah menjadi suatu hal yang lumrah. Kebiasaan ini bukanlah tidak ada keuntungannya, bila seorang janda bisa menjanda melewati 30 tahun, dia akan mendapatkan gapura, pemerintah yang akan membangun untuk perjuangan mereka. Dalam novel Yansuo Chonglou, menghan telah menjandi seorang janda, karena suaminya meninggal dibunuh orang. Sama seperti para janda lainnya, dia tidak diperbolehkan mencari suami yang baru. Tetapi, dari pertama Menghan telah mencintai Yuhang, dan sebaliknya. Suami Menghan, Zeng Jingnan adalah pemuda dari keluarga yang kaya raya dan terkenal. Keluarga Zeng mempunyai 7 gapura yang terkenal, gapura-gapura ini adalah: gapura kebajikan moral, kesetiaan, kesucian, kebaktian, kebajikan, kejujuran, dan kedermawanan. Semua gapura ini merupakan harga diri keluarga Zeng, karena itu mereka menjaganya dengan amat sangat baik. Keluarga Zeng tidak membiarkan Menghan mencari suami baru karena menurut peraturan seorang istri harus setia kepada suaminya selamanya, Karena itu sebagai sebuah keluarga terkenal yang mematuhi peraturan, keluarga Zeng memaksa Menghan untuk menjanda bagaimanapun juga. Menjadi seorang janda bukanlah hal yang mudah. Ketika Menghan menjanda, ia menghadapi banyak kesulitan, contoh: dia harus menekan diri sendiri. Karena sejak awal Menghan tidak mencintai Jingnan, dia mencintai Yuhang, oleh karena itu ketika bertemu Yuhang, mereka tidak dapat berhubungan dengan bebas. Terlebih lagi dengan hanya memikirkan pria lain terhitung tidak setia, namun setelah bertemu Yuhang, Menghan sering memikirkannya, makin mencintainya. Karena itu Menghan semakin galau.Mengubur perasaan cinta adalah hal yang sulit, baik pria maupun wanita semua pasti akan merasa tersiksa. Hal inilah yang harus dilalui oleh Menghan. Maka dari itu, dapat kita ketahui bahwa kesulitan menjanda di masa lampau banyak dan berat. Perasaan menyiksa bagi wanita dan pria ini harus dilalui. Sebenarnya, Jingnan dari pertama tidak mencintai Menghan, bagaimana Menghan bisa balik mencintainya? Bagaimana bisa Menghan setia padanya? Terlebih lagi ada Yuhang. Yuhang mencintainya, dan jg menjaganya, terhadapnya sangat perhatian. Terhadap keadaan ini Menghan harus bertahan.
3. Perjuangan Meninggalkan Kehidupan yang Terbelenggu Dalam novel Yansuo Chonglou, tokoh wanita utama Menghan ingin melepaskan diri dari statusnya sebagai janda keluarga Zeng. Hal ini tidak mudah karena keluarga Zeng merupakan keluarga terpandang yang memiliki 7 gapura terkenal akan kesetiaan mereka yang telah kehilangan suaminya dan ini telah menjadi tradisi kota Baisha. Menghan yang telah menikah dengan putra keluarga Zeng ternyata tidak mencintai suaminya, Jingnan, yang terkenal suka main perempuan. Menghan bertemu dengan Yuhang yang merupakan anak angkat keluarga Zeng dan saling mencintai. Usaha Menghan untuk melepaskan diri dari status jandanya sungguh sulit dan penuh rintangan. Menghan yang telah menjanda setelah ditinggal mati oleh suaminya, harus menaati peraturan dalam keluarga Zeng. Peraturan gapura kesucian telah mengikatnya untuk seumur hidup setia sampai mati kepada suaminya. Dia tidak diperbolehkan memiliki hubungan dengan pria lain apalagi menikah kembali, namun Menghan yang sudah lama mencintai Yuhang juga sudah terlalu lama memendam perasaan cinta itu, sehingga mereka ingin melepaskan diri dari peraturan yang mengikat. Peraturan kesucian melarang seorang janda bertemu dengan pria lain, namun Menghan memberanikan diri untuk bertemu dengan Yuhang secara diam-diam dan meluapkan perasaannya kepada Yuhang.
5
Pertemuan Menghan dan Yuhang sebelumnya, ketahuan oleh Nenek Zeng yang mengakibatkan Menghan mendapat hukuman. Setelah hukuman itu, menghan selalu merasa takut dan was-was, sehingga ia selalu melarikan diri dari Yuhang. Yuhang yang sakit hati atas perlakuan Menghan itu, memaksakan diri bekerja hingga jatuh sakit , dan dia pun tidak ingin menyembuhkan penyakitnya. Keadaan yang seperti itu membuat Menghan sangat khawatir. Rasa khawatir Menghan merupakan wujud perasaan cintanya kepada Yuhang ini membuat Menghan memberanikan diri diam-diam mendatangi kamar Yuhang untuk menjenguknya. Sikap Menghan yang mengkhawatirkan keadaan Yuhang dan keberanian Menghan melanggar aturan keluarga Zeng demi dirinya, membuat Yuhang semakin mencintainya. Perasaan cinta yang terlalu lama dipendam membuat Menghan dan Yuhang merasa menderita, sehingga mereka mencari jalan untuk keluar dari siksaan batin itu. Yuhang berencana melarikan diri bersama Menghan ke Inggris untuk mendapatkan hidup yang bahagia, namun tidak mudah mendapatkan persetujuan dari Menghan. Keraguan Menghan dan adanya rasa ketidaksanggupan dirinya meninggalkan keluarga Zeng membuat Yuhang berupaya keras membujuknya. Setelah beberapa lama, bujukan Yuhang yang dibantu oleh Jing xuan berhasil membuat Menghan membulatkan tekadnya untuk melarikan diri bersama mereka. Perencanaan Yuhang yang disiapkan secara matang sudah hampir terwujud ,namun tiba-tiba hancur seketika oleh tangisan Shuqing, anak Menghan, yang membuat Menghan mengurungkan niatnya untuk melarikan diri dan kembali mundur. Mundurnya Menghan dari usaha pelarian diri ini, justru membawanya ke dalam masalah yang lebih besar. Kemarahan sang Nenek yang mengetahui usaha pelarian diri Yuhang dan Menghan, ditambah dengan permintaan Yuhang agar keluarga Zeng merelakan hubungannya dengan Menghan, semakin membuat Nenek murka. Permasalahan ini akhirnya diiketahui oleh kedelapan tetua keluarga Zeng, sehingga persoalan keluarga Zeng menjadi persoalan kota Baisha. Perjuangan Menghan melepaskan kehidupan jandanya menemui puncak yaitu saat dia diadili oleh delapan tetua keluarga Zeng yang memberikan dia 2 pilihan yaitu: A. Mencukur rambutnya dan menjadi biksuni, seumur hidup tidak boleh bertemu dengan Yuhang dan seumur hidup harus hidup menjadi biksuni dan mengabadikan diri kepada Budhha. B. Memutuskan hubungan dengan keluarga Zeng, dan keluar dari keluarga Zeng melalui bawah gapura, dan berkowtow 3x pada setiap gapura dan berkata: “Menghan telah melakukan kesalahan besar dan memalukan, mohon pengampunan dari para leluhur keluarga Zeng” serta Menghan harus berpisah dengan anaknya Shuqing. Menghan akhirnya memilih jalan yang kedua, ternyata jalan kedua ini merupakan mimpi buruk yang tak pernah hilang dalam hidupnya. Ketika ia melewati 7 gapura ini, ia dilempari hingga terluka oleh penduduk kota yang menganggap hal yang ia lakukan adalah hal yang rendah, yang mencemarkan nama baik tujuh Gapura, yang tidak lebih hanya sebuah batu yang membelenggu para janda keluarga Zeng. Dari kutipan di atas menunjukkan kondisi menghan saat melewati gapura kesucian dan harus menjalankan konsekuensi atas pilihannya, menghan mendapatkan hukuman dari masyarakat. Keputusan Menghan untuk memilih jalan yang kedua, meskipun harus ia lalui penuh dengan penderitaan namun ia berani untuk melepaskan kehidupan jandanya, membuat ia sekarang telah mendapatkan kebahagiaan bersama Yuhang. Menikah dan hidup bersama selamanya dengan orang yang dicintainya. Dapat kita simpulkan betapa sulitnya menghadapi kehidupan sebagai janda di masa lalu. Janji Menghan pada gapura kesucian itu telah mengikat hidupnya, Karena janji itulah membuat menghan sangat sulit untuk melepaskan kehidupan belenggunya, terlebih lagi, ketika ia ingin melepas kehidupan jandanya, kesulitan yang dihadapi semakin berat. Padahal di dunia ini semua orang ingin hidup bahagia, tidak bolehkah seorang janda menginginkan hal yang sama? Pada masa itu di Eropa sudah terjadi pergerakan feminism, dimana wanita sudah mensejajarkan
6
posisinya dgn pria, dan hal inilah yg dinggung oleh Yuhang ketika ia ingin mengajak menghan lari ke Eropa. Sejak jaman dahulu, hidup wanita sudah terkekang oleh berbagai macam aturan dan tradisi. Berbagai macam aturan yang mengikat ini, akhirnya melulu merugikan para wanita, karena kehidupan para wanita jadi terbatas, tanpa kebebasan, dan kurang memahami situasi dan kondisi wanita-wanita yang hidup Pada jaman tersebut. Sebenarnya keadaan ini bisa saja tidak dituruti oleh para wanitawanita tersebut. Namun sebenarnya belenggu yang mengikat mereka bukan hanya aturan yang berlaku, tetapi ada faktor-faktor lainnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan wanita sulit melepaskan belenggu hidupnya. Faktor-faktor ini berkaitan erat dengan hal-hal yang dia pikirkan, ia rasakan, dan sangat mempengaruhi keputusan yang ia lakukan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu:
•
Faktor Internal (dari dalam diri sendiri):
Faktor ini berhubungan dengan apa yang terjadi dalam diri seseorang. Hal-hal ini berhubungan dengan apa yang ia pikirkan, apa yang ia rasakan,dan apa yang ia inginkan. Namun sayangnya hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ia terima, sehingga keadaan ini membuatnya merasa tertekan dan tersiksa. Yang mempengaruhi sikap dan keraguan Menghan adalah, didikan dan cara bagaimana ia dibesarkan. Menghan adalah seorang wanita yang baik hati dan bertanggung jawab, sehingga segala perbuatan yang ia lakukan harus ia pikirkan secara baik-baik. Ia selalu berpikir “harus seperti ini” agar sesuai dengan konsep sekuler dan identitasnya, sehingga apa yang ia putuskan semakin membuat dirinya terbebani. Seperti kutipan di bawah ini, apa diutarakan Menghan terhadap Yuhang, ketika Yuhang mengajak dirinya kawin lari, menggambarkan bagaimana pribadi Menghan yang bertanggung jawab dan baik hati.
•
Faktor Eksternal:
Keputusan yang diambil seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Ada 2 Hal yang sangat besar mempengaruhinya,yaitu: keluarga dan lingkungan. Karena manusia adalah mahluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang-orang di dekatnya, sehingga pengaruh dari keluarga dan lingkungan sangat erat berhubungan dengan keputusan yang diambil seseorang. Dari kutipan di atas dapat kita ketahui bahwa menghan adalah seorang wanita yang penuh dengan keraguan dan pertimbangan. Segala hal yang ia lakukan perlu ia pertimbangkan dengan sebaik2nya, ia mudah dipengaruhi oleh peraturan yang berlaku, oleh karena itu ia tidak ingin berbuat salah dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Lingkungan: Novel ini, menceritakan kota Baisha dimana Menghan tinggal, yang memiliki aturan yaitu tidak memperbolehkan wanita janda menikah lagi,hal ini diperkuat dengan adanya gapura. Aturan yang telah menjadi kebiasaan inilah yang mempengaruhi jalan pikiran dan sikap Menghan mengambil keputusan hidupnya. Terlebih lagi Menghan tidak hanya harus menghadapi keluarga Zeng, tetapi juga seluruh kota Baisha.
Keluarga: Keluarga merupakan orang-orang terdekat di samping kita sehingga sangat mempengaruhi keputusan seseorang, terlebih bagi Menghan yang terkukung oleh kerasnya aturan yang berlaku dalam keluarga Zeng. Keluarga Zeng merupakan keluarga bangsawan terkenal yang telah mendapatkan 7 gapura yang menjadi
7
kebanggan kota baisha maka keluarga Zeng pun mengharuskan siapapun yang masuk ke dalam keluarganya harus menjaga nama baik keluarga dan patuh pada peraturan gapura yang mengikat. Keluarga Zeng terutama Nenek tidak menyetujui seorang wanita boleh mencari cintanya sendiri, inilah kendala utama yang harus dihadapi Menghan. Nenek juga menganggap Menghan lebih baik mati daripada mencemarkan nama baik keluarga menyalahi aturan. Selain memikirkan nasib keluarga ini, Menghan yang penuh tanggung jawab dan baik hati ini memikirkan anaknya Shuqing yang merupakan satu-satunya keturunan terakhir keluarga Zeng, yang merupakan anak dari Menghan dan Jingnan. Terlihat betapa Menghan memikirkan keturunan keluarga Zeng satu-satunya yang tersisa. Shuqing adalah keturunan terakhir keluarga zeng, hal ini sangat memberatkan menghan untuk membawanya pergi. Karna menghan tidak tega melihat keluarga zeng kehilangan keturunan terakhirnya.namun bila menghan tetap dalam keluarga zeng ia tetap terkukung oleh peraturan zengjie paifang.
KESIMPULAN DAN SARAN Skripsi ini menyimpulkan bahwa kehidupan wanita janda pada jaman feodal sangat menderita. Seorang wanita tidak diperbolehkan untuk mencari cintanya sendiri, bahkan pernikahannya pun telah diatur oleh orangtuanya dan mereka harus patuh pada perintah orangtua, sehingga mereka tidak mempunyai kebebasan untuk memilih. Seorang janda yang telah kehilangan suaminya harus mematuhi aturan gapura kesucian, dan butuh perjuangan besar jika ingin melepaskan status jandanya. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi seorang janda sulit untuk melepaskan status jandanya, yaitu: Faktor internal yang menunjukkan cara pikir dan cara pandang wanita itu sendiri , dan faktor eksternal yaitu pengaruh keluarga dan lingkungan masyarakat.
REFERENSI
琼瑶. 烟锁重楼{M]. 武汉:长江文艺出版社,2008 年. 李银河. 女性主义[M]. 北京:中国国际广播出版社,2002 年. 沃特斯. 女权主义简史[M]. 北京:外语教学与研究出版社,2008 年. 陈达萌. 嫁对老公改变女人一生[M].北京:中国物资出版社,2009 年. 啜大鹏. 女性学[M]. 北京:中国文联出版社,2001 年.王凱.牌坊的起源[Z]. http://www.chinaqw.com.cn/hwjy/hykt/200702/02/60467.shtml. 牌坊[Z]. http://www.hudong.com/wiki/牌坊 .中华传统文化[Z]. http://www.zh5000.com/ZHJD/zmpf/zmpf-index.htm .徽州牌坊冠中华,棠樾牌坊冠徽州[Z]. http ://www.hsy k.com/zjhz/typ fq.htm.安徽女人[Z]. http://vip.book.sina.com.cn/book/chapter_37933_131905.html . 叶秀荟 . 以社会心理学的角度 来看清代寡妇的生活在贞节牌坊下的影响[D].雅加达:建国大学中文系,2008 年. Walters,M.(2006). Feminism: A Very Short Introduction (pp.159). UK : Oxford University Press. Beasley,C.(1999). What Is Feminism?: An Introduction to Feminist Theory (pp.171). Australia : Sage. Friedan,B.(2001). The Feminine Mystique (pp.430). New York : Norton. Tong,R. (2009). Feminist Thought (pp.816). USA: Westview Press. Irianto,S. (2006). Perempuan dan Hukum: Hukum yang berperspektif dan Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesi
8
Wieringa,S.E. (2010). Penghancuran Gerakan Perempuan, Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI. Yogyakarta: Galangpress Endah,A.,& Avantine,S. (2007). Aku, Anugerah dan Kebaya. Jakarta: Gramedia Aksana,A. (2010). Janda-Janda Kosmopolitan. Jakarta: Gramedia Ambale,R.M. (2010). The Widow. Atlanta: Noble Romance Publishing LLC Tiang,O.K. (2004). San Pek Eng Tay: Romantika Emansipasi Seorang Perempuan (ed 6). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Hird,M.J.(2009). Feminist Engagements With Matter. Feminist Studies 35 , 2 , 329
9