PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN INSTABILITAS HARGA TERHADAP RESPON PENAWARAN KOPI ARABIKA ORGANIK MUSTAFA LUTFI M. ELFI AZHAR ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi dan instabilitas harga terhadap respon penawaran kopi arabika organic. Faktor- faktor social ekonomi terdiri dari modal, pendapatan bersih, tingkat pendidikan, pengalaman dan usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor modal, pendapatan bersih dan tingkat pendidikan secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap respon penawaran kopi arabika organik, tetapi umur dan pengalaman petani tidak berpengaruh, secara bersama-sama kelima faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap respon penawaran. Instabilitas harga dan R/C ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap respon penawaran. Kata kunci : faktor-faktor sosial ekonomi, instabilitas harga, respon penawaran PENDAHULUAN Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang diprioritaskan untuk ditumbuh kembangkan di Kabupaten Bener Meriah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pembangunan sub sektor ini selain untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, juga ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan meningkatkan kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan peremajaan (replantation) perkebunan serta diversifikasi jenis tanaman yang ramah lingkungan, yang disesuaikan dengan kondisi petani, tanah dan iklim. Pola pengembangan yang diterapkan adalah swadaya dan pembinaan perkebunan besar. Salah satu komoditas sub sektor perkebunan yang dikembangkan adalah komoditi kopi. Sebagai salah satu komoditi perkebunan, kopi diharapkan dapat menambah pendapatan atau devisa negara, baik yang diperoleh dari nilai tambahnya (value added) maupun dari nilai ekspor. Dalam percaturan kopi dunia dewasa ini yang lebih didominasi oleh kopi jenis Arabika, peranan kopi Indonesia adalah nomor empat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Namun demikian produksi kopi Indonesia tahun 2003 sebanyak 691.200 Ton (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004), dimana 665.900 Ton atau 96,34 % adalah kopi jenis Robusta yang permintaan dunia dan peranannya adalah lebih kecil daripada kopi Arabika. Berkenaan dengan masalah tersebut, sudah sepantasnya jika kita mengusahakan untuk dapat meningkatkan pangsa pasar (market share) kopi Arabika dari Indonesia.
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
25
Perekonomian kopi dipengaruhi oleh perkembangan keadaan kopi dunia yang pada umumnya ditentukan oleh jumlah produksi, permintaan, maupun ekspor kopi internasional. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi perkopian dunia berikut ini disajikan perkembangan produksi, ekspor dan harga yang berlaku. Tabel 1. Perkembangan Produksi Kopi Dunia (Ton) Tahun 1999 – 2004 NEGARA Brazil (A/R) Vietnam (R) Columbia (A) Indonesia (R/A) Lain-lain TOTAL DUNIA
2000 568.333,33 246.250,00 175.533,33 116.300,00 820.966,67 1.927.383,33
2001 512.100,00 218.883,33 199.983,33 113.883,33 750.766,67
2002 808.000,00 192.583,33 198.150,00 113.083,33 740.533,33
1.795.616,66
2.052.349,99
2003 480.333,33 253.833,33 184.950,00 109.516,67 717.650,00 1.746.283,33
2004 654.533,33 208.333,33 191.666,67 122.633,33 763.300,00 1.940.466,66
Sumber : International Coffee Organization (ICO), 2006 – diolah A = Columbia Milds, Other Milds, Brazillian Naturals; R = Robusta A/R = Lebih dominal kopi Arabika; R/A = Lebih dominant kopi Robusta Tabel 2. Perkembangan Ekspor Kopi Dunia (Ton) Tahun 2000 – 2004 NEGARA Brazil (A/R) Vietnam (R) Columbia (A) Indonesia (R/A) Lain-lain TOTAL
2000 568.333,33 246,250,00 175.533,33 116.300,00 805.000,00
2001 512.100,00 218.883,33 199.983,33 113.883,33 732.633,33
2002 808.000,00 192.583,33 198.316,67 113.083,33 720.250,00
2003 480.333,33 255.333,33 184.950,00 109.516,67 702.566,67
2004 654.533,33 208.333,33 191.666,67 125.633,33 734.733,33
1.911.416,67
1.777.483,33
2.032.066,67
1.731.200,00
1.914.900,00
Sumber : ICO, 2006 – diolah Tabel 3. Perkembangan Harga Kopi Dunia Rata-rata Tahun 2003 – 2005 (USD cents per lb) JENIS KOPI Arabika Robusta GABUNGAN
2003 59,95 36,95 51,91
2004 76,96 35,99 62,15
2005 110,96 50,55 89,36
Sumber : ICO, 2006 - diolah Dari perkembangan harga kopi tersebut, terlihat bahwa perkembangan harga kopi jenis Arabika memiliki harga yang cukup menjanjikan, sehingga dapat meningkatkan respon petani/penawaran terhadap kopi Arabika yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani tersebut. Dalam era globalisasi ini, karena kesadaran akan lingkungan hidup semakin meningkat, maka mulai digemari produk-produk pertanian yang diusahakan dengan berpedoman pada pertanian berwawasan lingkungan. Kopi Arabika organik (bio coffee) merupakan suatu produk bercocok tanam dengan prinsip sistem pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimiawi dan pestisida sintetik. Faktor sosial ekonomi petani akan mempengaruhi minat/respon terhadap upaya peningkatan produksi dan pengembangan kopi Arabika Organik. Faktor-faktor social ekonomi yang dimaksud antara lain modal yang dimiliki, perbedaan pendapatan antara komoditi kopi dengan komoditi alternatifnya, pendidikan, pengalaman, umur dan tingkat pendidikan petani. Faktor-faktor tersebut berkaitan erat dengan perilaku
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
26
petani dalam pengambilan keputusan untuk mengembangkan usaha taninya, yang akhirnya akan mempengaruhi penawaran komoditi kopi di daerahnya. Sedangkan tingkat harga akan mempengaruhi penawaran kopi, sebab besarnya penawaran kopi tergantung dari elastisitas penawarannya. Pengaruh perubahan harga yang signifikan ini menyebabkan fluktuasi harga yang semakin lama semakin membesar. KAJIAN TEORI Penawaran Penawaran merupakan jumlah output yang seorang produsen ingin dan sanggup untuk menghasilkan dan menjualnya pada berbagai tingkat harga produk yang bersangkutan dalam periode tertentu. Penawaran produk yang dilakukan oleh produsen pada dasarnya diperoleh dari perilaku produsen (producer behavior) dalam menghadapi pasar. Fungsi penawaran diperoleh dari dari tingkah laku produsen dalam usaha memaksimumkan laba. Laba ( ) diperoleh dengan jalan mengurangkan penerimaan/revenue (R) dengan total biaya (C), selanjutnya dapat ditulis : (Q) R (Q ) C (Q) , dimana R = P x Q Dengan demikian PxQ C (Q) Untuk memaksimumkan keuntungan produsen (Beattie dan Taylor dalam Taufiq, 1996), maka harus dapat memenuhi 3 syarat, yaitu : a) Syarat pertama : turunan pertama dari fungsi laba terhadap output harus sama dengan nol (=0). C 0 , jadi P - 0 Q Q C C ; dimana MC P = Q Q maka P = MC b) Syarat kedua : turunan nkedua dari fungsi laba terhadap output lebih kecil dari nol (<0) 2 0 Q 2 0
2C 0 Q 2
2C 0 Q 2 MC 0 Q Jadi biaya marjinal (MC) harus meningkat. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
27
c) Syarat ketiga : 0 atau penerimaan > biaya P x Q > C (Q) C (Q ) P> Q P > AC Konsep penawaran yang telah dijabarkan di atas, merupakan suatu konsep penawaran statis yang hanya menyatakan hubungan antara jumlah output dan harga output yang berkaitan dengan mengasumikan faktor-faktor lain konstan. Perilaku produsen dalam merespon perubahan harga yang terjadi, dapat diukur dengan elastisitas penawarannya yang dirumuskan sebagai persentase perubahan kuantitas output yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga. Jika elastisitas penawaran lebih besar 1, maka penawaran dikatakan elastis, yang berarti persentase perubahan jumlah output yang ditawarkan lebih besar dibandingkan persentase perubahan harga. Jika angka elastisitas penawaran lebih kecil 1, maka dikatakan inelastis artinya persentase perubahan jumlah output yang ditawarkan lebih kecil dari persentase perubahan harga. Namun jika angka elastisitas penawaran sama dengan nol, maka dikatakan elastisitas penawarannya inelastis sempurna, berarti penawaran tidak respon terhadap perubahan harga. Respon penawaran menurut Tomek dan Robinson dalam Taufiq (1996) adalah didasarkan atas hipotesis bahwa jika harga mengalami perubahan, ada hubungannya dengan perubahan yang terjadi pada penawaran. Respon penawaran dapat meliputi pergeseran sepanjang kurva penawaran atau pergeseran seluruh kurva penawaran.
P
So S1
P2
P3 P1
0
Q1
Q3* Q2* Q3
Q2
Q
Gambar 1. Jalur Respon Penawaran
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
28
Jika harga meningkat dari P1 ke P2, jumlah output yang ditawarkan meningkat dari Q1 ke Q2 dan bukan ke Q2*, demikian pula halnya jika harga kemudian turun ke P3 maka jumlah output yang ditawarkan menurun hanya sampai pada Q3 bukan pada Q3*. Respon penawaran pada dasarnya tidak simetris pada perubahan harga yang meningkat dan harga yang menurun. Terdapat beberapa faktor yang paling dominan yang menyebabkan pergeseran kurva penawaran, diantaranya : 1. Perubahan harga input 2. Perubahan hasil komoditi yang berkompetisi menggunakan sumber yang sama 3. Perubahan teknologi yang mempengaruhi produksi dan biaya produksi 4. Perubahan harga produk bersama 5. Pembatasan-pembatasan kelembagaan Output di bidang pertanian membutuhkan tenggang waktu antara menanam dan saat menghasilkan. Jelasnya terdapat beda waktu antara ketika petani menentukan luas areal yang akan ditanami dengan saat produksi. Dalam keadaan demikian, penentuan luas areal serta jenis tanaman yang akan diusahakan tidaklah mempengaruhi oleh harga penjualan pada saat keputusan tersebut dibuat, tetapi lebih dipengaruhi oleh perkiraan harga pada waktu penjualan hasil produksi. Namun perkiraan harga pada waktu yang akan datang tidaklah dapat diketahui dengan pasti, maka digunakan perkiraan harga normal yang merupakan funghsi harga pada masa yang lalu. (Bastian Halim, 1993). Untuk memperkirakan respon penawaran terhadap perubahan fakor harga dan non harga, khususnya produk pertanian telah dikembangkan model-model penawaran yang dinamis. Studi empiris pertama kali mengenai estimasi fungsi penawaran dilakukan oleh Nerlove dalam Sri Nurhayati (2005), model Nerlove pada awalnya dibentuk untuk menduga respon penawaran tanaman semusim di Amerika Serikat. Pada prinsipnya model dasar yang digunakan untuk tanaman tahunan ini, yaitu : At* = ao + a1 Pt* + a2 Zt + Ut ………………………………………………… (1) Di mana : At* = Areal yang dikehendaki pada tahun t Pt* = Harga yang diharapkan pada waktu yang dating Zt = Faktor-faktor lain yang diamati Ut = Faktor yang tidak diamati A = Parameter Variabel At* dan Pt* tidak dapat diamati, maka diasumsikan perilaku petani dalam mengalokasikan areal tanam memerlukan penyesuaian-penyesuaian sebagai respon terhadap gejala penawaran sebagaimana yang dijelaskan pada persamaan berikut : At – At-1 = d (At* - At-1) ; 0 < d <1 …………………………………… ……… (2) At* = (1/d) At – ((1-d)/d)) At-1 …………………………………………………(2a) Pt* = Pt-1 ………………………………………………………………………. (3) Dimana : At = Areal sebenarnya yang digunakan d = Koefisien penyesuaian Pt = Tingkat harga tahun t JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
29
Persamaan (2a) menjelaskan bahwa areal yang dikehendaki merupakan proporsi dari selisih areal yang sebenarnya pada tahun t dengan tahun t-1. Persamaan (3) menjelaskan bahwa si produsen beranggapan bahwa harga pada periode yang lalu akan menjadi harga actual pada saat panen. Dengan mensubstitusikan persamaan (3) dan persamaan (2a) ke persamaan (1), maka akan diperoleh persamaan : At = dao + da1 Pt-1 + da2 Zt + (1-d) At-1 + d Ut …………………………………. (4) Atau : At = bo + b1 Pt-1 + b2 Zt + b3 At-1 + Ut ………………………………………… (5) Di mana : bo = dao b1 = da1 b2 = da2 b3 = (1-d) Ut = dUt Faktor-faktor Sosial Ekonomi Petani 1. Modal yang dimiliki Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama faktorfaktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang yang baru. Soekartawi (2004) berpendapat modal dalam proses produksi pertanian dibedakan menjadi modal tetap dan modal tidak tetap (modal variabel). Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut, sedangkan modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut. Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak, dan alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain. 2. Alternatif Pemilihan Tanaman Pada bidang pertanian, penggunaan lahan untuk dua atau lebih jenis tanaman dapat dipandang sebagai hubungan produk-produk dengan input bersaing. Jika suatu jenis tanaman lebih menguntungkan dari jenis tanaman lainnya, maka petani akan cenderung untuk mengorbankan luas lahan tanaman yang kurang menguntungkan tersebut. Dalam satu periode, petani dapat memutuskan untuk menanam komoditi bahan makanan atau komoditi perdagangan. Pengambilan keputusan yang dibuat petani untuk menanam suatu komoditi perkebunan terutama didasarkan atas kebutuhan makan untuk seluruh keluarganya, sedangkan pengambilan keputusan untuk menanam komoditi perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan harapan harga (Mubyarto, 2001). Setiap terjadi perubahan harga, petani akan memberikan respon. Harga yang kompetitif merupakan insentif untuk meningkatkan produksi atau mengembangkannya. Peningkatan produksi dapat ditempuh melalui peningkatan luas areal tanam atau peningkatan produktivitas per satuan luas. Pada daerah monokultur, respon petani tersebut cenderung meningkatkan produksi per hektar dengan JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
30
intensifikasi, sedangkan pada daerah poli kultur peningkatan produksi biasanya dilakukan dengan penambahan areal tanam. 3. Kopi Organik Kebun kopi organik menurut pengertian awam merupakan kebun kopi yang tidak pernah dipupuk dan tidak pernah menggunakan pestisida. Menurut TC-FOAM (1986), kopi organik merupakan kopi yang diproduksi dengan cara-cara yang secara ekologi, social, ekonomi berkesinambungan dan mutunya baik, termasuk nilai gizi dan keamanannya terhadap racun. Oleh karena itu budidaya kopi organik tidak hanya dilakukan dengan cara meninggalkan bahan-bahan non organik saja, akan tetapi memperhatikan cara-cara budidaya yang lain, misalnya pengendalian erosi pada lahan yang miring, pemangkasan tanaman kopi yang baik, memperbaiki naungan, melakukan penyiangan gulma, memberikan bahan organik, dan bahan-bahan non organik yang diijinkan. Dari segi social dan ekonomi, keuntungan yang diperoleh dari produksi pertanian organik hendaknya tidak hanya dinikmati oleh salah satu pelaku ekonomi kopi organic tetapi hendaknya didistribusikan secara adil kepada produsen, pedagang dan konsumen. (Pierrot, 1991). Budidaya organik juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikroorganisme, flora, fauna tanah, tanaman dan hewan, memperthankan dan meningkatkan kesuburan tanah, menghindari segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak sosial ekologis yang lebih luas. Seiring dengan meningkatnya kepedulian konsumen terhadap lingkungan hidup dan makin menggemanya gaung mengenai pentingnya pelestarian lingkungan hidup dewasa ini, telah menimbulkan kecenderungan budaya baru di tingkat konsumen. Kecenderungan tersebut berupa makin meningkatnya permintaan akan produkproduk pertanian organik. Selama kurun waktu antara 1986 – 1991 penjual bahan pangan organik tumbuh 400 % (rata-rata 80 % per tahun), sedangkan penjualan bahan penyegar tumbuh 1.450 % (rata-rata 290 % per tahun. (Feldmann, 1993). Harga kopi Organik dilaporkan lebih mahal dibandingkan dengan harga kopi non organik. Premium harga tersebut sangat bervariasi tergantung pembeli dan asal kopi. TM Razali (2006) melaporkan bahwa harga ekspor kopi Arabika organik mencapai US $ 3,25 per Kg (FOB) atau lebih mahal hampir US $ 1 setiap kilogramnya dibandingkan dengan harga ekspor kopi Arabika biasa yang saat ini berkisar US $ 2,36 per Kg. Disamping harga yang lebih mahal, kopi organik mempunyai keunggulan kompetitif sehingga daya saingnya lebih tinggi. Keunggulan tersebut adalah aman terhadap lingkungan dan kesehatan, oleh sebab itu berdasarkan pengalaman menunjukkan kopi organik tetap lancar dalam pemasarannya pada saat dunia kelebihan pasokan kopi/over supply.. Pengembangan kopi organik sangat perlu diperhatikan karena adanya kecenderungan pasar baru. Model pengembangan kopi organik dapat dibuat secara makro dan mikro. Model secara makro dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah-langkah dalam pengembangan kopi organic. Sedangkan model secara mikro dimaksudkan untuk memberikan gambaran langkah-langkah yang perlu dibuat bagi kalangan dunia usaha yang akan memproduksi kopi organik. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
31
Surip Mawardi, et al dalam Prosiding Gelar Teknologi kopi Arabika Organik (1995), penyusunan model pengembangan kopi organik di dasarkan pada faktorfaktor skala usaha dan jenis kegiatan yang akan dilakukan. Faktor skala usaha dibedakan menjadi dua aras, yaitu perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Sedangkan faktor jenis kegiatan terdiri atas dua aras juga, yaitu tanam baru dan konversi kebun kopi non organik menjadi organik. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian a. Faktor Sosial Ekonomi dan Instabilitas Harga ( Variabel Independen atau X). 1. Faktor Sosial Ekonomi (X1), adalah perilaku petani dalam pembuatan keputusan untuk meningkatkan produksi, yang dimaksudkan adalah : a. Modal b. Pendapatan bersih usaha tani kopi Arabika Organik c. Umur Petani d. Pengalaman Petani e. Tingkat Pendidikan Petani 2. Instabilitas Harga (X2), adalah harga relatif kopi Arabika Organik, harga relatif kopi Robusta yang diterima petani dan harga relatif Pupuk Kompos.. b. Respon Penawaran sebagai Variabel Dependen (Y) Respon Penawaran adalah diwakili oleh produksi kopi Arabika Organik terhadap perubahan harga kopi Arabika Organik, harga kopi Robusta, harga pupuk kompos dan jumlah produksi tahun sebelumnya. Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian berkaitan dengan “Kajian tentang faktor-faktor yang mempengauhi Respon Penawaran Kopi Arabika Organik”. Dalam kajian ini, peneliti ingin mengetahui perilaku petani dalam merespon dengan adanya pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi dan instabilitas harga.. Faktor Sosial Ekonomi Modal Petani Pendapatan Bersih Umur Pengalaman Tingkat Pendidikan
Instabilitas Harga : Harga Relatif Kopi Organik Harga Relatif Kopi Robusta Harga Relatif Pupuk Kompos
Respon Penawaran : Harga faktor input Harga output Gambar 2. Model Penelitian
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. Hipotesis 1 (pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi baik secara parsial maupun simultan terhadap respon penawaran kopi arabika organik) : H0:=0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan faktor-faktor sosial ekonomi terhadap respon penawaran kopi arabika organik ) H1:0 (Ada pengaruh yang signifikan faktor-faktor sosial ekonomi terhadap respon penawaran kopi arabika organik ) b. Hipotesis 2 (pengaruh instabilitas harga terhadap respon penawaran kopi arabika organik ): H0:=0 (Tidak ada pengaruh instabilitas harga terhadap respon penawaran kopi arabika organik ) H1:0 (Ada pengaruh instabilitas harga terhadap respon penawaran kopi arabika organik ) c. Hipotesis 3 (kopi arabika organik layak dikembangkan dari segi analisis finansial : H0:=0 (Tidak layak dikembangkan) H1:0 (layak dikembangkan) Asumsi untuk pengujian dari ketiga hipotesis di atas adalah sebagai berikut : Terima H0, apabila nilai probabilitas korelasi (sig-2-tailed)>0,05 Tolak H0, apabila nilai probabilitas korelasi (sig-2-tailed)<0,05 Pengolahan data menghasilkan nilai-nilai koefisien korelasi R, R square , t hitung, F hitung dan probabilitasnya antara lain : Tabel 4. Model Summary Model R R Square Adjusted R Std.Error of Square The estimate 1 0,891 0,795 0,784 545,36727 Dari data diatas, memperlihatkan nilai R Square untuk respon penawaran adalah 0,795. Hal ini berarti 79,50 % variasi respon penawaran (Y) dipengaruhi oleh variasi modal, pendapatan, pengalaman, umur dan tingkat pendidikan atau pengaruh modal, pendapatan, pengalaman, umur dan tingkat pendikan secara simultan/serentak terhadap respon penawaran sebesar 79,50 % dan sisanya sebesar 20,50 % ditentukan oleh variabel lain. Tabel 5. Coefficients Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Sig B Std.Error Beta 1 (Constant) - 514.876 545.086 - .945 .347 Modal 3.32E-005 .000 .312 4.453 .000 Pendapatan 8.95E-005 .000 .570 .8.297 .000 Pengalaman 15.617 24.289 .086 1.706 .527. Umur - .507 23.906 - .003 - .021 .983 Pendidikan 90.826 28.175 .169 3.224 .002 JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
33
Dari tabel 5.7 di atas, menggambarkan persamaan regresi linier berganda , yaitu : Y = - 514,876 + 0,0000332 X1 + 0,0000895 X2 +15,617 X3 –0,507 X4+90,826 X5. Persamaan regresi linier berganda diatas, dapat diinterpretasikan sebagai berikut : α = - 514,876 atau konstanta regresi, yang berarti jika tidak terdapat variabel bebas atau sama dengan nol, maka respon penawaran turun sebesar 514,876 satuan. β1 = 0,0000332 untuk variabel modal yang bertanda positif berarti memiliki hubungan yang searah, yang berarti jika modal ditambah 1 % akan menambah respon penawaran sebesar 0,0000332 % β2 = 0,00000895 untuk variabel pendapatan yang bertanda positif berarti memiliki hubungan yang searah, jika pendapatan meningkat 1 %, maka respon penawaran akan bertambah 0,0000895 %. β3 = 15,617 untuk variabel pengalaman yang bertanda positif menunjukkan hubungan searah, artinya jika pengalaman bertambah 1 %, maka akan menyebabkan respon penawaran meningkat sebesar 15, 617 %. β4 = - 0,507 untuk variabel umur yang bertanda negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan arah, artinya jika umur meningkat 1 %, maka respon penawaran akan turun sebesar 0,507 %. β5 = 90,826 untuk variabel pendidikan yang bertanda positif menunjukkan hubungan yang searah, artinya jika tingkat pendidikan bertambah 1 %, maka respon penawaran akan naik sebesar 90,826 % Selanjutnya dari uji t, menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk variabel modal adalah 4,453 dengan probabilitas 0,000 (0,000 < 0,05), berarti ada pengaruh modal terhadap respon penawaran. Nilai t hitung untuk variabel pendapatan adalah 8,297 dengan probabilitas 0,000 (0,000 < 0,05) berarti ada pengaruh variabel pendapatan terhadap respon penawaran. Nilai t hitung untuk variabel pengalaman adalah 1,706 dengan probabilitas 0,527 (0,527 > 0,05) berarti tidak ada pengaruh pengalaman terhadap respon penawaran. Nilai t hitung untuk variabel umur adalah – 0,021 dengan probabilitas 0,893 (0,893 > 0,05) yang berarti tidak terdapat pengaruh variabel umur terhadap respon penawaran. Sedangkan nilai t hitung untuk variabel tingkat pendidikan adalah 3,224 dengan probabilitas 0,02 (0,02 < 0,05) yang berarti terdapat pengaruh variabel tingkat pendidikan terhadap respon penawaran. Tabel 6. ANOVA Model Sum of df Mean F Sig Square Square 1 Regression 1.1E+008 5 21641684.74 72.763 .000 Residual 27957993 94 297426.409 Total 1.4E+008 99 5.460 Dari uji Analysys of Variance (ANOVA) atau F test, dihasilkan nilai F hitung sebesar 72,763 dengan probabilitas 0,000 (0,000 < 0,05) menunjukkan bahwa faktorfaktor sosial ekonomi (variabel bebas) secara bersama-sama atau simultan berpengaruh signifikan terhadap respon penawaran (variabel terikat) atau Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti hipotesis yang diajukan terbukti.
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
34
Untuk menguji apakah instabilitas harga berpengaruh terhadap respon penawaran, maka digunakan indeks instabilitas. Tabel 7. Model Summary Adjusted Std. Error of the Model R R Square R Square Estimate 1 ,373(a) ,139 ,130 1093,71654 a Predictors: (Constant), Indeks Instb Dari tabel 7 memperlihatkan bahwa nilai R sebesar 0,373 dan nilai R Square sebesar 0,139, yang berarti bahwa respon penawaran dapat dijelaskan oleh 13,90 % variasi instabilitas harga, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan berdasarkan nilai t hitung dihasilkan nilai sebesar 3,979 dengan probabilitas signifikan 0,000 (0,000 < 0,05), yang artinya H1 diterima atau ada pengaruh yang signifikan variabel instabilitas harga terhadap respon penawaran. Tabel 8. Coefficients Unstandardized Coefficients
Model (Constant) Indeks Instb
B 4014,400
Std. Error 324,304
17369,007
4365,371
Standardized Coefficients Beta ,373
t
Sig.
B 12,379
Std. Error ,000
3,979
,000
a Dependent Variable: Respon Sedangkan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa kopi arabika organik layak dikembangkan dengan menggunakan R/C ratio dan dianalisis dengan menggunakan metode T – Test dengan One sample test, dihasilkan nilai t sebesar 29,590 dengan probabilitas 0,000 (0,000 < 0,05), yang berarti bahwa H1 diterima atau kopi arabika organik layak dikembangkan di Kabupaten Bener Meriah. Tabel 9. One Sample Test Test Value = 1
R/C Ratio
t
df
Lower 29,590
Upper 99
Sig. (2tailed) Lower ,000
Mean Difference Upper ,73241
95% Confidence Interval of the Difference Lower ,6833
Upper ,7815
Analisis Temuan Penelitian A. Faktor- Faktor Sosial Ekonomi 1. Faktor Modal Biaya-biaya produksi atau modal yang dikeluarkan petani dalam membudidayakan tanaman kopi arabika berupa pembelian bibit kopi arabika mereka sesuaikan dengan jumlah tanaman kopi arabika yang akan dibudidayakan serta luas lahan yang dimiliki. Dengan luas lahan yang dimiliki mereka menggunakan jarak
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
35
tanam antara satu batang tanaman kopi dengan tanaman kopi lainnya sekitar 2 M. Pupuk yang digunakan dalam membudidayakan tanaman kopi arabika berupa pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan ternak beserta kulit kopi gelondong. Besarnya penggunaan pupuk organik per batang tanaman kopi bervariasi antara satu petani dengan petani lainnya bervariasi tergantung dari pemahaman mereka tentang penggunaan pupuk untuk meningkatkan bobot dari biji kopi, minimal penggunaan pupuk organik adalah 1 Kg per batang yang dilakukan 2 kali dalam 1 tahun. Sedangkan harga pupuk kompos per karung atau setara dengan 50 Kg di daerah penelitian adalah Rp 50.000.Besar kecilnya penggunaan pupuk akan berpengaruh terhadap modal yang dibutuhkan dan akan dapat meningkat daya produksi kopi. Peralatan pertanian sangat dibutuhkan dalam mendukung budidaya tanaman kopi. Peralatan yang digunakan berupa cangkul, parang, garu, plastik atau karung untuk menjemur hasil produksi, mesin pemotong rumput atau ilalang (Cutter Grass). Modal yang dibutuhkan untuk pengadaan peralatan perkebunan antara satu petani dengan petani lainnya bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki petani. Perawatan tanaman kopi sangat diperlukan misalnya pemangkasan daun kopi, perawatan batang kopi, pencegahan terhadap serangan hama penyakit kopi yaitu jamur akar putih (Hemellia Vastatrix) yang sering menyerang tanaman kopi arabika. Pemberantasan hama tanaman ini tanpa penggunaan zat-zat kimia sistetik, sehingga produksi yang dihasilkan bersifat organik. Besarnya upah yang dikeluarkan untuk perawatan tanaman ini tergantung dari luas lahan. Umumnya upah tenaga kerja untuk perawatan yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp 50.000 per rante (25 x 25 Meter/625 meter persegi). Jadi semakin luas lahan yang dimiliki maka akan menaikkan upah tenaga kerja perawatan tanaman kopi. Panen merupakan upaya terakhir dalam menghasilkan produksi. Besarnya upah tenaga kerja pemanenan tergantung dari produksi buah dalam bentuk gelondong (buah kopi yang betul-betul matang/berwarna merah). Besarnya tingkat upah panen umumnya di daerah penelitian sekitar Rp 10.000 per kaleng (1 kaleng setara dengan 14 Kg). Semakin besar produksi buah gelondong semakin meningkatkan modal yang dibutuhkan. Jadi dengan meningkatnya modal diharapkan produksi akan meningkat. Namun jika dilihat dari pengaruh besarnya faktor modal ini dari koefien beta regresinya ternyata kontribusinya relatif kecilsekali, dengan kata lain meningkatnya 1 % modal yang diinvestasikan hanya dapat meningkatkan produksi atau respon penawaran sebesar 0,0000332 % saja. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan apakah para petani elum memahami pola intensifikasi dalam membudidayakan tanaman kopi arabika. 2. Faktor Pendapatan Bersih Pendapatan bersih yang para petanidari tanaman kopi merupakan perkalian dari produksi kopi gabah dengan harga kopi gabah per kg. Semakin besar produksi kopi gabah yang dihasilkan dan harga relatif stabil dan peningkatan biaya relatif kecil dengan kenaikan penerimaan (revenue) maka pendapatan bersih petani akan meningkat namun jika harga kopi tidak stabil atau tidak menetu maka upaya untuk meningkatkan produksi/respon penawaran relatif kecil kontribusinya. Halini dapat dilihat dari koefisien regresi untuk faktor pendapatan bersih sebesar 0,000089, dimana jika pendapatan bersih yang diterima petani meningkat sebesar 1 % hanya JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
36
memberikan respon penawaran sebesar 0,0000895 %. Dengan demikian kestabilan harga output mempunyai peran yang penting. 3. Faktor Pengalaman Dari pengalaman yang dimiliki para petani kopi diharapkan semakin paham untuk melakukan budidaya tanaman kopi arabika. Semakin lama petani berusaha di bidangnya maka mereka bisa mengadopsi perubahan teknologi bercocok tanam yang diperkenalkan, sehingga mereka dapat mengatasi kendala dalam bidang pendidikan yang dimiliki, sehingga dari pengalamannya dapat melakukan efisiensi dan efektivitas dalam usahanya. Berdasarkan koefisien regresi dihasilkan sebesar 15,617. Apabila pengalaman petani meningkat 1 % maka produksi dapat meningkat sebesar 15,617 % 4. Faktor Umur Petani yang relatif berusia muda cenderung memiliki semangat yang tinggi dibandingkan petani yang berusia lanjut dan mereka dapat segera melakukan penyesuaian terhadap perubahan teknologi dan mereka dapat segera melakukan adopsi di bidang budidaya tanaman kopi. Dari hasil koefisien regresi diperoleh sebesar – 0,507. Apabila usia petani meningkat 1 % maka produksi/respon penawaran akan turun sebesar 0,507 %. 5. Faktor Tingkat/Lama Pendidikan Pendidikan yang dimiliki petani faktor pendukung dalam menjalankan usahanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki maka mereka mudah menyerap teknologi baru dan dapat mengadopsi perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang usahanya.Dari data yang diperoleh di lokasi penelitian tingkat pendidikan yang dimiliki relatif tinggi berkisar 12 – 17 tahun atau antara berpendidikan SLTA dan perguruan tinggi. Diharapkan dari tingkat pendidikan ini dapat berdampak terhadap respon penawaran. Dari hasil koefisien regresi diperoleh nilai sebesar 90,826, yang artinya jika tingkat pendidikan/lama pendidikan formal atau non formal meningkat 1 % maka respon penawaran akan meningkat sebesar 90,826 %. B. Faktor Instabilitas Harga Harga kopi memegang peranan yang cukup signifikan dalam menjalankan suatu usaha karena ada hubungan dengan penerimaan yang diperoleh dan pendapatan bersih yang diterima dari suatu usaha. Harga yang berfluktuasi atau tidak stabil, maka akan berdampak terhadap suatu usaha yang dijalankan Harga yang relatif rendah bisa menyebabkan para petani untuk mengurangi hasil produksinya dan hal ini menyebabkan pendapatannya akan berkurang. Harga jual yang relatif rendah akan mengurangi semangat petani untuk menjalankan usahanya. Jika dilihat angka indeks harga di lokasi penelitian relatif kecil sehingga dari pengolhan data dihasilkan nilai t hitung sebesar 3,979 dengan probabilitas 0,000 (0,000 < 0,05) yang berarti instabilitas harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap respon penawaran. C. Faktor Kelayakan Kopi Arabika Organik Kelayakan dari kopi arabika organik dapat dilihat dari sisi analisis finansial yaitu dengan menggunakan Revenue/Cost ratio. Jika R/C > 1 maka usaha tani kopi arabika organik layak dikembangkan atau dibudidayakan, karena penerimaan lebih besar dari pengorbanan-pengorbanan yang dikeluarkan. R/C ratio yang diperoleh masingJURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
37
masing petani rata > 1 dan dengan R/C ratio ini jika diolah dengan metode one sample test dihasilkan nilai t sebesar 29,590 dengan probabilitas 2 tailed significance 0,000. Dengan demikian H1 diterima atau kopi arabika organik layak dikembangkan berdasarkan analisis finansial. KESIMPULAN 1. Faktor modal petani berengaruh terhadap respon penawaran kopi arabika organik dimana koefisien regresi 0,0000332 dan nilai t hitung sebesar 4,453 dan probabilitas (sig) 0,000 < α 0,05. 2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pendapatan bersih petani terhadap respon penawaran kopi arabika organik, koefisien regresi 0,0000895 dengan nilai t hitung sebesar 8,297, dan probabilitas (sig) 0,000 < α 0,05. 3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan faktor pengalaman petani terhadap respon penawaran kopi arabika organik, dengan koefisien regresi sebear 15,617 dan t hitung 0,643 dengan probabilitas (sig) 0,522 > α 0,05. 4. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan faktor usia petani terhadap respon penawaran kopi arabika organi, koefisien regresi – 0,507, dengan nilai t hitung 0,021 dan probabilitas (sig) 0,983 > α 0,05. 5. Terdapat pengaruh yang signifikan faktor tingkat pendidikan petani terhadap respon penawaran kopi arabika organik, dimana koefisien regresi 90,426, dengan nilai t hitung sebesar 3,224 dan probabilitas (sig) 0,002 < α 0,05. 6. Faktor-faktor sosial ekonomi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap respon penawaran kopi arabika organik, dengan nilai F hitung sebesar 72,763 dan probabilitas (sig) 0,000 < α 0,05. 7. Terdapat korealasi yang positif dan kuat antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan respon penawaran kopi arabika organikInstabilitas harga , dimana R sebesar 0,891 dan nilai R square sebesar 0,795. 8. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan faktor instabilitas harga kopi terhadap respon penawaran kopi arabika organik, dimana koefisien regresi sebesar 17369,007, dengan nilai t hitung adalah 3,979 dan probabilitas (sig) 0,000 < α 0,05. 9. Kopi arabika organik layak dikembangkan ditinjau dari analisis finansial, dimana mean R/C ratio sebesar 1,7324 > 1, nilai t hitung 29,590 dan probabilitas (sig) 0,000 < α 0,05. DAFTAR PUSTAKA Alam, Syamsu, 2007. “Kelayakan Pengembangan Kopi Sbagai Komoditas Unggulan Di Propinsi Sukawesi Selatan”. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, Vol. 7, No.2 Beattie, Bruce R, Robert C Taylor, 2004, Ekonomi Produksi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Halim, Bastian, 1993, “Respon Penawaran Minyak Sawit Indonesia”’ Thesis UGM, Yogyakarta. Hutabarat, Budiman, 2006, Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia”, Jurnal Agro Ekonomi, Vol.24, No.1, hal. 21 – 40. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
38
Ilyas, Ramlan, 1991, “Analisis Permintaan Luar Negeri Atas Kopi Indonesia”, Disertasi UGM. Lubis, Muzani, 1996, “Instabilitas Harga Kopi dan Pngaruhnya Pada Ekspor Kopi Di Daerah Istimewa Aceh”, Thesis Unsyiah. Lutfi, Mustafa, 1998, ”Analisis Ekonomi Usahatani Dan Prospek Pengembangan Kopi Arabika Varietas Catimor Di Kabupaten Aceh Tengah”, Thesis Unsyiah. . Mubyarto, 2001, Pengntar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta. Nurhayati, Sri, 2005, ”Analisis Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Beras Di Indonesia”, Jurnal Agro Ekonomi, Vol.23 No.1, hal. 71 – 81. Nurung, Muhammad, 2002, “Fungsi Keuntungan, Respon Penawaran Output, Permintaan Input, dan Efisiensi Alokatif Usahatani Padi Kecamatan Seginim, Kabupaten Bengkulu Selatan”, Jurnal Penelitian UNIB, Vol.VIII No.3, hal. 134 – 139. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 1995, “Prosiding Gelar Teknologi Kopi Arabika Organik” Takengon, januari 1995. Razali, TM, 2006, NAD Kembangkan Kopi Arabika Organik Untuk Pasar Amerika Serikat dan Eropa, www.republika.co.id, dikunjungi tanggal 10 Maret 2008. . Siregar, Hermanto, 2007, “Elasticities of Output Supply and Input Demand of Indonesian Foodcrops and Their Policy Implication”, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, Vo.7 No.2. Taufiq, 1996, ”Analisis Permintaan dan Penawaran Beras di Sumatera Selatan”, Thesis Unsyiah.. Widodo dan Siti Yusi Rudimah, 2008, ”Respon Konsumen Terhadap Pemberitaan Ditemukannya Formalin Pada Produk Pangan Olahan, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, Vol.8 No.1. Wijaya, Rudi Arif Farindra, 2003, ”Analisis Respon Penawaran Kopi Arabika Di PT.Perkebunan Nusantara XII Kebun Kayumas”,
[email protected], dikunjungi tanggal 10 Maret 2008.
JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 01 APRIL 2011 ISSN 1693-7619
39