Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
PENGARUH ETIKA PROFESIONAL, AKUNTABILITAS, KOMPETENSI DAN DUE PROFESSIONAL CARE TERHADAP KUALITAS AUDIT Dini Mustikawati
[email protected]
Kurnia Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to test the influence of professional ethic, accountability, competency and due professional care to the audit quality. Based on the calculation obtains that determination coefficient value R2(R Square) of 0.691 show that professional ethic, accountability, competency, due professional care are able to explained the audit quality approximately 69.1%, while the rest is of 30.9% explained by the other variable of this research. While, based on the hypothesis test obtain that professional ethic, accountability, competency, due professional care have an influence to the audit quality. Keywords: professional ethic, accountability, competency, due professional care and audit quality. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh etika profesional, akuntabilitas, kompetensi dan due professional care terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai koefisien determinasi R2 (R Square) yaitu sebesar 0,691 menunjukkan bahwa etika profesional, akuntabilitas, kompetensi, dan due professional care mampu menjelaskan kualitas audit sekitar 69,1%, sedangkan sisanya sebesar 30,9% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Sedangkan berdasarkan uji hipotesis didapat bahwa etika profesional, akuntabilitas, kompetensi dan due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit. Kata kunci: etika profesional, akuntabilitas, kompetensi, due professional care dan kualitas audit
PENDAHULUAN Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya diperdagangakan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta banyak perusahaan berskala kecil dan organisasi non komersial (Arens, 2003:21). Dalam hal ini auditor ditunjuk untuk melakukan tugas tersebut. Auditor sebagai suatu profesi sangat berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan agar jasa yang diberikan tersebut dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat (Suryono, 2002). Agar hasil kerja auditor berkualitas auditor harus memenuhi persyaratan sehingga hasil kerja auditor dapat dipercaya dan diandalkan dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik.” Ini berarti bahwa setiap auditor harus mengikuti standar profesi yang telah ditentukan di mana mengikuti standar profesi adalah bentuk rasa tanggung jawab auditor baik terhadap klien maupun publik. “Auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk memenuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, Institut Akuntan Publik Indonesia telah menerapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat basis penegakan kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik Profesi Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia yang mencakup kode
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
2
etik profesi akuntan publik.” (SPAP, 2011:110.3). Kualitas hasil kerja auditor dipengaruhi etika professional, akuntabilitas, kompetensi dan due professional care. Dalam SPAP (2011:230.1) berbunyi “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Dewi, 2009). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Di samping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Selain itu seorang auditor haru mempunyai akuntabilitas, dimana akuntabilitas memiliki arti yaitu keadaan untuk dipertanggung-jawabkan, keadaan dapat dimintai pertanggung-jawaban. Akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggung-jawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya (Tetclock, 1984) dalam (Mardisar dan Sari, 2007). Tanggung jawab auditor terletak pada menemukan salah saji baik yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan dan memberikan pendapat atas bukti audit yang diberikan klien. Kemudian auditor harus mempunyai suatu kompetensi, yang mana standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sedangkan, Standar umum ketiga (SA Seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama. Oleh karena itu, maka setiap auditor wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor. Syarat lain dari diri auditor adalah due professional care. Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care dalam pekerjaan auditnya. Hal ini dikarenakan standard of care untuk auditor berpindah target yaitu menjadi berdasarkan kekerasan konsekuensi dari kegagalan audit. Kualitas audit yang tinggi tidak menjamin dapat melindungi auditor dari kewajiban hukum saat konsekuensi dari kegagalan audit adalah keras (Kadous, 2000). Terlebih dengan adanya fenomena hindsight bias yang sangat merugikan profesi akuntan publik. Jika hindsight bias diberlakukan, maka auditor harus membuat keputusan tanpa pengetahuan hasil akhir, tetapi kewajiban auditor ditentukan dari sebuah perspektif hasil akhir (Anderson, 1997). Dalam mengevaluasi auditor, juri menganggap (in hindsight) bahwa peristiwa-peristiwa tertentu secara potensial dapat diprediksi dan (in foresight) seharusnya dapat mengantisipasi sebuah hasil yang menjadi jelas. Penelitian Rahman (2009) memberikan bukti empiris bahwa due professional care merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas audit. Meningkatnya kebutuhan akan profesi akuntan publik sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagi lembaga hukum perusahaan di negara tersebut. Berbagai macam cara dilakukan perusahaan untuk mengembangkan diri. Penambahan modal dari kreditur, keputusan untuk berinvestasi, melakukan ekspansi dan lain sebagainya membuat profesi akuntan publik sebagai auditor semakin dibutuhkan. Salah satu manfaat profesi akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan pihak manajemen maupun pihak luar. Penilaian yang bebas dari salah saji sangat diharapkan untuk pengambilan keputusan. Keadaan ini membuat akuntan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
3
publik sebagai auditor independen dihadapkan pada situasi yang membingungkan. Satu sisi auditor harus melakukan penilaian secara obyektif sesuai dengan standar profesi yang ditentukan, di sisi lain auditor juga harus bisa memenuhi tuntutan klien yang membayar atas jasanya sebagai auditor, sehingga hasil kerja auditor bisa diragukan kualitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh etika profesional, akuntabilitas, kompetensi dan due professional care auditor terhadap kualitas audit. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Etika Profesional Etika secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Suraida, 2005:118). Definisi etika secara umum menurut Suraida, (2003: 118) adalah ”a set of moral principles or values. Prinsip-prinsip etika tersebut (yang dikutip dari The Yosephine Institute for the Advancement of Ethics) adalah honesty, integrity, promise keeping, loyalty, fairness, caring for others, responsible citizenship, pursuit of excellent and accountability (Suraida, 2005: 118). Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (Diakses di www.wikipedia.com tanggal 17 Februari 2009). Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu (Martadi dan Sri, 2006: 17): a. Kode Etik Umum. Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa professional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesionalnya, kerahasian, perilaku profesional dan standar teknis. b. Kode Etik Akuntan Kompartemen. Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat seluruh anggota Kompartemen yang bersangkutan. c. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen, merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurangkurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan PublikIAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi (Martadi dan Sri, 2006:17):
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
4
Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretense. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya. Ada dua sasaran dalam kode etik ini, yaitu pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya professional. Dengan demikian, Etika Profesi merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik. Akuntabilitas Akuntabilitas atau dalam bahasa inggris accountability memiliki arti yaitu keadaan untuk dipertanggung-jawabkan, keadaan dapat dimintai pertanggung-jawaban. Akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggung-jawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya (Tetclock, 1984) dalam (Mardisar dan Sari, 2007). Tanggung jawab auditor terletak pada menemukan salah saji baik yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan dan memberikan pendapat atas bukti audit yang diberikan klien. Tidak hanya bertanggung jawab pada klien, tapi auditor juga memiliki tanggung jawab terhadap profesinya. Auditor harus mematuhi standar profesi yang ditetapkan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut SPAP (2011:110.3) auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban mempertanggung-jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya melalui suatu media pertanggung-jawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003). Pengukuran akuntabilitas dapat dilihat dari motivasi, pengabdian pada profesi, dan kewajiban sosial (Elisha dan Icuk, 2010) : A) Motivasi : Motivasi adalah dorongan pada diri seseorang yang menimbulkan suatu keinginan untuk melakukan sesuatu atau tindakan untuk mencapai tujuan. Auditor yang berkualitas memiliki motivasi yang tinggi. Dengan motivasi yang tinggi, seorang auditor akan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sehingga menghasilkan hasil audit yang berkualitas. Menurut Robbins (2008) dalam Elisha dan Icuk (2010), mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Moekijat, (2002) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan di dalam seorang individu yang mendorong ia untuk bertindak. Sedangkan menurut Panitia Istilah Manajemen Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu; yang prosesnya mencakup: pengenalan dan penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan yang akan memuaskan kebutuhan, dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. B)Pengabdian pada profesi : Pengabdian pada profesi seorang auditor merupakan dedikasi auditor terhadap pekerjaanya yang dilakukan secara profesional dan total dengan menggunakan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki. Profesional dan totalitas pekerjaan tidak memprioritaskan materi. Menurut Hall (1968) dalam Syahrir (2002:23) pengabdian pada profesi diceminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
5
meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sedangkan menurut Elisha dan Icuk (2010), pengabdian kepada profesi merupakan suatu komitmen yang terbentuk dari dalam diri seseorang profesional, tanpa paksaan dari siapapun, dan secara sadar bertanggung jawab terhadap profesinya. Seseorang yang melaksanakan sebuah pekerjaan secara ikhlas maka hasil pekerjaan tersebut akan cenderung lebih baik daripada seseorang yang melakukannya dengan terpaksa. Nugrahaningsih (2005) mengatakan bahwa akuntan memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka berlindung, profesi mereka, masyarakat dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan berusaha menjaga integritas dan obyektivitas mereka (Alim, 2007). C) Kewajiban Sosial : Kewajiban sosial merupakan suatu bentuk rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya di mana akan memberikan kontribusi dan dampak positif bagi masyarakat dan profesinya. Menurut Rendy (2007) kewajiban Sosial merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Jika seorang akuntan menyadari akan betapa besar perannya bagi masyarakat dan bagi profesinya, maka ia akan memiliki sebuah keyakinan bahwa dengan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, maka ia akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat dan profesinya tersebut. Maka ia akan merasa berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan profesinya tersebut dengan melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Hal inilah yang disebut sebagai kewajiban sosial (Elisha dan Icuk, 2010). Kompetensi Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Kompetensi auditor ditentukan oleh tiga faktor (Boynton et al., 2002:61), yaitu: (1) pendidikan universitas formal untuk memasuki profesi, (2) pelatihan praktik dan pengalaman dalam auditing, dan (3) mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan selama karir profesional auditor. Cheng (2002) dalam Nor (2011:5) menyatakan bahwa kompetensi terdiri atas dua faktor, yaitu knowledge (pendidikan, keahlian, pengalaman) dan perilaku. Pengertian kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kognitif (pengetahuan/knowledge), afeksi (sikap dan perilaku-attitude-meliputi etika, kecerdasan emosional, dan spritual), dan psikomotorik (keterampilan teknis/fisik). Untuk profesi akuntan, ketiga ranah kompetensi ini mencakup (a) aspek kognitif, yaitu pengetahuan akuntansi dan disiplin ilmu terkait (knowledge); (b) aspek afeksi, yaitu sikap dan perilaku etis, kemampuan berkomunikasi; dan (c) aspek psikomotorik, yaitu keterampilan teknis/fisik, misalnya penguasaan teknologi informasi (komputer), teknis audit, dan sebagainya (Nor, 2011:6). Ashton (1991) dalam Saifudin (2004:16) mengatakan bahwa ukuran keahlian tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain dalam pengalaman. Due professional care Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu sesuai dengan persyaratan penugasan (SPAP, 2011:130.4). Penggunaan kemahiran profesi dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
6
pekerjaannya tersebut (SPAP, 2011:230.1). Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Menurut PSA No. 4 SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik (Mulyadi, 2002). Kehati-hatian profesional adalah auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.01 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Pengukuran due professional care dapat dilakukan melalui dua aspek yaitu skeptisme profesional dan keyakinan memadai (SPAP, 2011:230.1) : 1) Skeptisme Profesional : Skeptisme artinya keragu-raguan, ketidakpercayaan, dan kesangsian. Dengan menggunakan due professional care, auditor dituntut untuk bersikap skeptis artinya auditor dituntut untuk bersikap raguragu, tidak percaya terhadap bukti-bukti audit yang diberikan klien. Dengan tujuan bahwa bukti-bukti audit diberikan secara jujur dan obyektif. Menurut SPAP (2011,230.1) skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dalam melaksanakan evaluasi secara kritis bukti audit. Selama proses pengumpulan dan penilaian bukti audit skeptisme profesional harus digunakan agar penilaian berjalan dengan benar. Nearon (2005) dalam Mansur (2007) juga menyatakan hal serupa bahwa jika auditor gagal dalam menggunakan sikap skeptis atau penerapan sikap skeptis yang tidak sesuai dengan kondisi pada saat pemeriksaan, maka opini audit yang diterbitkannya tidak berdaya guna dan tidak memiliki kualitas audit yang baik. 2)Keyakinan memadai : Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan (SPAP, 2011:230.2). Dengan bukti audit yang memadai, maka auditor dapat memberikan pendapat di mana digunakan pihak manajemen untuk dasar pengambilan keputusan. Menurut Goverment Accountability Office atau GAO (2007 : 116) dalam Mansur (2007 : 42), audit kinerja yang sesuai dengan Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) harus memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa bukti audit telah mencukupi dan sesuai untuk mendukung temuan dan kesimpulan auditor. Keyakinan yang memadai atas bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam menentukan scope dan metodologi yang akan digunakan dalam melaksanakan pekerjaan audit agar tujuan dapat tercapai. Dengan demikian due professional care berkaitan dengan kualitas audit. Kualitas Audit Kualitas Audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.(De Angelo,1981). Menurut Public sector dalam Government Accountability Office (GAO) (1986) mendefinisikan audit quality sebagai pemenuhan terhadap standar profesional dan terhadap
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
7
syarat-syarat sesuai perjanjian yang harus dipertimbangkan. Sedangkan menurut Standart Pemeriksaan Keuangan Negara, kualitas hasil pemeriksaan adalah laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan. Kualitas hasil kerja berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardisar, 2007). Agar auditor dapat mencapai kualitas audit sesuai dengan yang diharapkan, auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang telah ditentukan. Menurut Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia ada delapan prinsip yang ditentukan (Mulyadi, 2009). yaitu : 1)Tanggung jawab profesi : Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2)Kepentingan
publik : Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3)Integritas : Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin. 4) Objektivitas : Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5) Kompetensi dan kehati-hatian professional : Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hatihati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional. 6) Kerahasiaan : Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. 7)Perilaku Profesional : Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8) Standar Teknis : Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Pengembangan Hipotesis Pengaruh Etika Profesional terhadap Kualitas Audit Etika merupakan aturan atau norma yang mengatur tingkah laku maupun perilaku seseorang. Seorang Akuntan Publik dalam menjalankan tugasnya dan keputusan auditnya harus mempertimbangkan kode etik etika profesinya sebagai standar pekerjaan. Etika profesi dibutuhkan untuk meyakinkan masyarakat karena masyarakat akan mempercayai profesi seseorang jika telah menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Etika profesi berkaitan erat dengan masalah prinsip yang dipegang Akuntan Publik untuk menjaga, menjunjung, serta menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti tanggung jawab profesi dan perilaku profesional. Semakin tinggi etika yang dijunjung Akuntan Publik maka diharapkan kualitas audit yang dihasilkan semakin tinggi pula. Festyadela (2011) menyebutkan bahwa, etika berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit seorang Akuntan Publik. Pendapat berkebalikkan diungkapkan Gusti & Ali (2008) menyebutkan bahwa, etika tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
8
ketepatan pemberian opini auditor oleh Akuntan Publik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: Etika profesional berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit Akuntabilitas adalah keadaan dimana seseorang mempertanggung-jawabkan segala tindakan yang dilakukan. Auditor bertanggung-jawab terhadap hasil penilaian bukti-bukti audit yang diberikan klien, sehingga hasil dari penilaian tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh klien. Jika auditor memiliki akuntabilitas yang tinggi, maka hasil penilaian akan berkualitas. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik (Mardiasmo, 2002:121). Meisser dan Quilliem meneliti pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor “Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan” (Meisser dan Quilliem dalam Mardisar dan Sari 2007:3). Berdasarkan teori dan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kognitif (penilaian kinerja) auditor pada kantor akuntan publik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2: Akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit Ada tiga faktor kompetensi auditor yang ditentukan oleh Boynton et al. (2002 : 61), yaitu: (1) pendidikan universitas formal untuk memasuki profesi, (2) pelatihan praktik dan pengalaman dalam auditing, dan (3) mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan selama karir profesional auditor. Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN (BPK RI, 2007) juga menyatakan bahwa “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para auditor yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut dengan berpedoman pada standar akuntansi dan standar audit yang telah ditetapkan. De Angelo (1981) juga mendifinisikan bahwa kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya mengasumsikan bahwa kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi). Penelitian Debora (2012) menyatakan bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan teori di atas, jika dalam melaksanakan tugas, auditor dapat mengerjakan pekerjaannya dengan mudah, cepat, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan, serta didukung dengan pengetahuan dan keahlian yang mumpuni maka bukan tidak mungkin kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3: Kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengaruh due professional care terhadap Kualitas Audit due professional care adalah kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Auditor harus menggunakan due professional care dalam melaksanakan tugasnya. due professional care mengandung dua aspek yaitu skeptisme profesional dan keyakinan memadai. Auditor dituntut untuk bersikap skeptis, di mana auditor harus mengevaluasi bukti audit dengan tujuan bukti yang diberikan memang benar objektif. Bukti audit yang objektif memungkinkan untuk memperoleh keyakinan memadai, sehingga auditor dapat
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
9
memberikan pendapat atas bukti audit tersebut. Bila auditor tidak dapat mempertahankan sikap skeptis, maka penilaian atas bukti audit tidak dapat dipercaya dan diragukan kredibilitasnya. Menurut Elisha dan Icuk (2010), auditor harus tetap menjaga sikap skeptis profesionalnya selama proses pemeriksaan, karena ketika auditor sudah tidak mampu lagi mempertahankan sikap skeptis profesionalnya, maka laporan keuangan yang diaudit tidak dapat dipercaya lagi, dan memungkinkan adanya litigasi paska audit. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Nearon (2005) dalam Mansur (2007) juga menyatakan hal serupa bahwa jika auditor gagal dalam menggunakan sikap skeptis atau penerapan sikap skeptis yang tidak sesuai dengan kondisi pada saat pemeriksaan, maka opini audit yang diterbitkannya tidak berdaya guna dan tidak memiliki kualitas audit yang baik. Oleh karena itu due professional care dapat mempengaruhi kualitas audit. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H4: due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit. Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran yang akan dikembangkan pada penelitian ini mengacu pada telaah pustaka yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya. Rerangka pemikiran yang dikembangkan seperti tersaji pada gambar 1 berikut ini: Etika Profesional
Akuntabilitas Kualitas Audit Kompetensi
Due Profesional Care
Gambar 1 Sumber : Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini, 2012 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini meliputi staff auditor baik partner maupun senior pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dengan tujuan penelitian dan relatif dapat dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Yaitu dengan kriteria auditor yang memiliki pengalaman kerja di KAP minimal satu tahun.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
10
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Etika Profesional (X1) Etika Profesi adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan, dengan mengutip Kusuma (2012), Pengukuran akuntabilitas dapat dilihat dari : Kepribadian, Kecakapan profesional, Tanggung jawab, Pelaksanaan kode etik, Penafsiran dan penyempurnaan kode etik. b. Akuntabilitas (X2). Dengan mengutip Elisha dan Icuk (2010), pengukuran akuntabilitas dapat dilihat dari motivasi dan pengabdian pada profesi. c. Kompetensi (X3). Kompetensi dalam pengauditan merupakan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama (Efendy, 2010) : Penguasaan Standar Akuntansi dan Auditing , Peningkatan keahlian. d. Due professional care (X4) Pengukuran due profesional care dapat dilakukan melalui dua aspek yaitu skeptisme profesional dan keyakinan memadai (Muh. Taufiq Efendy, 2010) : Pengabdian pada Profesi, Kewajiban Sosial, Kemandirian, Keyakinan Profesi, Hubungan dengan Rekan Seprofesi. Variabel Dependen Kualitas Audit (Y). Merupakan keakuratan temuan audit, sikap skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit, dan tindak lanjut hasil audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas audit ini diadopsi dari penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010): Keakuratan Temuan Audit, Sikap Skeptis, Nilai Rekomendasi, Kejelasan laporan, Manfaat audit, Tindak lanjut hasil audit. Pengujian Hipotesis Model analisis menggunakan model regresi berganda dengan satu variabel terikat dengan tiga variabel bebas dirumuskan sebagai berikut : Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ei Dimana : Kualitas Audit (Y); Etika Profesional (X1); Akuntabilitas (X2); Kompetensi (X4); due professional care (X4); Variabel Pengganggu (ei) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Penyebaran Kuisioner dimulai pada awal bulan Oktober 2013. Adapun proses penyebaran adalah sebagai berikut: Langkah pertama adalah mengumpulkan semua informasi mengenai daftar seluruh KAP yang terdapat di Surabaya. Informasi tersebut berupa alamat dan nomer telepon KAP yang menjadi objek penyebaran. Informasi tersebut didapat dengan cara mengunduh website IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia). Terdapat 43 KAP yang berada di daerah Surabaya menurut daftar dalam IAPI. Setelah itu langkah berikutnya melakukan konfirmasi via telepon terhadap KAP yang yang menjadi tujuan untuk penyebaran kuisioner. Konfirmasi ini bertujuan untuk menanyakan kesediaan KAP untuk menerima kuisioner yang diajukan peneliti. Setelah batas waktu pengembalian kuesioner berakhir penulis sebelumnya menghubungi KAP tersebut apakah kuesioner yang telah dibagikan telah selesai atau tidak. Apabila kuesioner telah selesai diisi maka penulis akan mengambil kuesioner tersebut.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
11
Apabila kuesioner belum selesai maka peneliti akan menanyakan kapan kuesioner tersebut selesai. Setelah proses pengambilan selesai maka peneliti melakukan proses selanjutnya yaitu memisahkan antara kuesioner yang memenuhi kriteria dengan yang tidak memenuhi kriteria. Berikut merupakan perincian sampel dan tingkat pengembalian kuesioner.
Tabel 1. Tabel Kuesioner No Keterangan 1. Kuesioner yang dikirim kepada 23 KAP (@ KAP 5 Kuesioner) 2. Kuesioner yang kembali 3. Kuesioner yang tidak kembali 4. Kuesioner kembali namun tidak memenuhi syarat 5. Kuesioner yang dapat digunakan atau diolah Sumber : diolah
Jumlah 115 87 28 10 77
Karakteristik Responden Pada bagian ini ditampilkan mengenai data yang diperoleh dari sumber data primer melalui penyebaran kuesioner, antara lain jenis kelamin, usia responden dan pendidikan responden. Berikut adalah penjelasan terkait dengan kuesioner yang dikembalikan dan yang akan diolah datanya: Tabel 2 Klasifikasi Data Responden Frequency Percent Demografi Responden 17 - 22 Tahun 17 22.1 23 - 28 Tahun 42 54.5 Umur Responden 28 Tahun Keatas 18 23.4 Total 77 100.0 Pria 42 54.5 Jenis Kelamin Perempuan 35 45.5 Total 77 100.0 Junior Auditor 45 58.4 Senior Auditor 25 32.5 Supervisor 7 9.1 Jabatan Manajer 0 0 Partner 0 0 Total 77 100.0 Diploma 6 7.8 S1 45 58.4 Pendidikan S2 24 31.2 S3 2 2.6 Total 77 100.0 Sumber : diolah Berdasarkan Tabel 2 diatas didapatkan penjelasan bahwa sebagian besar atau mayoritas auditor berumur antara 23 sampai 28 tahun, kemudian jenis kelamin auditor
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
12
kebanyakan pria, kemudian jabatan auditor terbesar adalah sebagai junior auditor dan pendidikan auditor kebanyakan S1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan adanya pola-pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terdapat heteroskedastisitas. Hal in dapat disebabkan karena dalam tahun penelitian jumlah anggota komite audit perusahaan sampel adalah sama, sehingga data yang diperoleh terdapat persamaan yang diulang-ulang. c. Uji Normalitas. Hasil uji normal probably plot menunjukkan bahwa dari semua persamaan regresi bentuk ploting hampir, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Uji Hipotesis Hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan aplikasi program SPSS 20.0 dapat dilihat pada tabel berikut.
Variabel bebas Constant Etika Profesional (X1) Akuntabilitas (X2) Kompetensi (X3) Due professional care (X4) Variabel Terikat F hitung R Square R Adjusted R Square
Tabel 3 Analisis Regresi Linier Berganda B t hitung Sig. 5.905 0.009 4.129 0.000 0.135 3.300 0.002 0.224 5.580 0.000 0.451 11.155 0.000 Kualitas Audit (Y) 40,216 Sig. = 0.000 0,691 0,831 0,674
Korelasi parsial 0.438 0.362 0.549 0.796
Keterangan
Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 5,905 + 0,009 X1 + 0,135X2 + 0,224X3 + 0,451X4 Berdasarkan Tabel 3 didapat nilai koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,831 menunjukkan bahwa keeratan antara etika profesional, akuntabilitas, kompetensi, due professional care dengan kualitas audit sebesar 0,831. Sedangkan nilai koefisien determinasi R2 (R Square) yaitu sebesar 0,691 menunjukkan bahwa etika profesional, akuntabilitas, kompetensi, due professional care mampu menjelaskan kualitas audit sekitar 69,1%, sedangkan sisanya sebesar 30,9% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Pengaruh etika profesional terhadap kualitas audit Berdasarkan Tabel 3 didapat bahwa etika profesional mempengaruhi kualitas audit, hal ini menunjukkan bahwa seorang Akuntan Publik dalam menjalankan tugasnya dan keputusan auditnya harus mempertimbangkan kode etik etika profesinya sebagai standar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
13
pekerjaan. Oleh karena itu, pemeriksa secara profesional bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Selain itu juga menjaga nama baik keahlian dan melindungi kepentingan masyarakat, maka pada umumnya organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Kode etik merupakan norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma dari para anggotanya. Dalam melaksanankan profesinya, seorang akuntan harus mematuhi kode etik akuntan. Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang dibuat oleh Institut Akuntan Indonesia (IAI) yang merupakan satu-satunya organisasi akuntan di Indonesia.Semakin tinggi etika yang dijunjung Akuntan Publik maka diharapkan kualitas audit yang dihasilkan semakin tinggi pula. Pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas audit Berdasarkan Tabel 3 didapat bahwa akuntabilitas mempengaruhi kualitas audit, hal ini menunjukkan keadaan dimana seseorang mempertanggung-jawabkan segala tindakan yang dilakukan. Auditor bertanggung-jawab terhadap hasil penilaian bukti-bukti audit yang diberikan klien, sehingga hasil dari penilaian tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh klien. Jika auditor memiliki akuntabilitas yang tinggi, maka hasil penilaian akan berkualitas. Akuntabilitas merupakan konsep yang komplek yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi. Akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi). (Turner and Hulme, 1997) akuntabilitas adalah pertanggungjawaban dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi amanat baik secara vertikal maupun secara horizontal. Ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan tesebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keingian dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Berdasarkan perhitungan didapat bahwa akuntabilitas mempengaruhi kualitas audit, hal ini menunjukkan keadaan dimana seseorang mempertanggung-jawabkan segala tindakan yang dilakukan. Auditor bertanggung-jawab terhadap hasil penilaian bukti-bukti audit yang diberikan klien, sehingga hasil dari penilaian tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh klien. Jika auditor memiliki akuntabilitas yang tinggi, maka hasil penilaian akan berkualitas. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit Berdasarkan Tabel 3 didapat bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas audit, hal ini menunjukkan bahwa Auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
14
pemeriksaan dilaksanakan oleh para auditor yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut dengan berpedoman pada standar akuntansi dan standar audit yang telah ditetapkan Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kompetensi auditor. Ukuran keahlian tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain dalam pengalaman. Kompetensi kemudian dijelaskan pula dalam pernyataan standar umum pertama dalam SPKN adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan pernyataan standar pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung-jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Berdasarkan perhitungan didapat bahwa kompetensi mempengaruhi kualitas audit, hal ini menunjukkan bahwa auditor bertanggung-jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para auditor yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut dengan berpedoman pada standar akuntansi dan standar audit yang telah ditetapkan. Temuan ini mendukung penelitian dari Debora (2012) menyatakan bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan teori di atas, jika dalam melaksanakan tugas, auditor dapat mengerjakan pekerjaannya dengan mudah, cepat, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan, serta didukung dengan pengetahuan dan keahlian yang mumpuni maka bukan tidak mungkin kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat. Pengaruh due professional care terhadap kualitas audit Berdasarkan Tabel 3 didapat bahwa due professional care mempengaruhi kualitas audit, hal ini berarti bahwa kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Auditor harus menggunakan due professional care dalam melaksanakan tugasnya. due professional care mengandung dua aspek yaitu skeptisme profesional dan keyakinan memadai. Auditor dituntut untuk bersikap skeptis, di mana auditor harus mengevaluasi bukti audit dengan tujuan bukti yang diberikan memang benar objektif. Bukti audit yang objektif memungkinkan untuk memperoleh keyakinan memadai, sehingga auditor dapat memberikan pendapat atas bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Selain itu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
15
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (proffesional judgment), meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama. Standar umum ketiga menghendaki auditor independent dalam melaksanakan tugasnya. Kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap petugas audit yang bekerja pada suatu kantor Akuntan Publik untuk mendalami standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan semestinya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review secara kritis pada setiap tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan yang telah dihasilkan. Berdasarkan perhitungan didapat bahwa due professional care mempengaruhi kualitas audit, hal ini berarti bahwa kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Auditor harus menggunakan due professional care dalam melaksanakan tugasnya. Due professional care mengandung dua aspek yaitu skeptisme profesional dan keyakinan memadai. Auditor dituntut untuk bersikap skeptis, di mana auditor harus mengevaluasi bukti audit dengan tujuan bukti yang diberikan memang benar objektif. Bukti audit yang objektif memungkinkan untuk memperoleh keyakinan memadai, sehingga auditor dapat memberikan pendapat atas bukti audit tersebut. Temuan ini mendukung penelitian dari Elisha dan Icuk (2010) auditor harus tetap menjaga sikap skeptis profesionalnya selama proses pemeriksaan, karena ketika auditor sudah tidak mampu lagi mempertahankan sikap skeptis profesionalnya, maka laporan keuangan yang diaudit tidak dapat dipercaya lagi, dan memungkinkan adanya litigasi paska audit. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Etika profesional berpengaruh terhadap kualitas audit, hal ini menunjukkan bahwa seorang Akuntan Publik dalam menjalankan tugasnya dan keputusan auditnya harus mempertimbangkan kode etik etika profesinya sebagai standar pekerjaan. (2) Akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit, hal ini menunjukkan keadaan dimana seseorang mempertanggung-jawabkan segala tindakan yang dilakukan. Auditor bertanggung-jawab terhadap hasil penilaian bukti-bukti audit yang diberikan klien (3) Kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit, hal ini menunjukkan bahwa Auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para auditor yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. (4) due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit, hal ini berarti bahwa kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Auditor harus menggunakan due professional care dalam melaksanakan tugasnya. Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan dapat diberikan beberapa rekomendasi yang berupa saran-saran sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan sebagai berikut : (1) Auditor harap melaksanakan semua tugasnya dengan penuh pertimbangan dan sikap yang profesional di mana hal tersebut adalah suatu bentuk rasa tanggung jawab. Sehingga dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dengan rasa tanggung jawab melalui objektifitas, integritas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. (2) Auditor diharapkan dalam melaksanakan tugasnya dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
16
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Sikap skeptisme dijadikan landasan oleh auditor untuk mencapai kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. (3) Auditor harus melakukan penilaian secara obyektif sesuai dengan standar profesi yang ditentukan, di sisi lain auditor juag harus bisa memenuhi tuntutan klien yang membayar atas jasanya sebagai auditor. DAFTAR PUSTAKA Abdolmohammadi, M., and Arnold W. 1999. An Examination of The Effects of Experience and Task Complexity on Audit Judgment. The Accounting Review Vol XII. No.1 (January) p: 1-13 Alim, M., Trisni H., Lilik P. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. SNA X Makassar. AUEP-08. Arens, 2008 Auditing dan jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi Jilid 1 Edisi kedua belas, Erlangga, Jakarta. Arens dan Loebbecke, J.K., Auditing: Pnedekatan Terpadu Buku 1 dan 2 (Edisi ke-3), (Alih Bahasa Jusuf, AA), Salemba empat, Jakarta, 2003. Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Asih, Dwi A.T. 2006. Pengaruh Pengalaman terhadap Peningkatan Keahlian Auditor dalam Bidang Auditing. Skripsi. Falkultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Badjuri, A. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah. Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol. 3, No. 2 : 183-197 Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta. De Angelo, L.E. 1981. Auditor Independence,“Low Balling”, And Disclosure Regulation. Journal Of Accounting And Economics 3. Agustus. Deis, Donald R dan Gary A. 1992, Determinants of Audit Quality in The Public Sector, The Accounting review, 462-479. Diani, M. dan Ria, N. 2007. Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Efendy, M. Taufik. 2010. Pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Tesis Maksi: Universitas Diponegoro. Semarang. Elisha, M. dan Icuk, R. 2010. Pengaruh Idependensi, Akuntabilitas,Pengalaman, dan due professional care Auditor terhadap Kualitas Audit. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto. Ghozali. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Kelima, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gujarati. 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Halim, Abdul. 2001. Auditing 1 ( Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan ). Yogyakarta:AMP YKPN. Herliansyah, Yudhi dan Meifida, I. 2006. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Penggunaan Bukti Tidak Relevan dalam Auditor Judgment. SNA IX Padang. K-AUDI 12. Institut Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). 2001.Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat. Jakarta.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
17
Institut Akuntansi Indonesia (IAI). (2011). Standar Profesional Akuntan Publik.Salemba Empat, Jakarta. Ika, S. 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi,Obyektifitas,Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang. Kuncoro. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga. Malholtra. 1996. Marketing Research, an Applied Orientation. Second Edition. Singapore :Prentice-Hall,Inc. Mansur, T. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit Ditinjau dari Persepsi Auditor atas Pelatihan dan Keahlian, Independensi dan Penggunaan Kemahiran Profesional. Tesis Program Studi Magister Sains Akuntansi Universitas Gadjah Mada (Tidak Dipublikasikan). Mardisar, Diani dan Ria Nelly Sari. 2007. Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor. SNA X Makassar. AUEP-11. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Messier JR. dan Qilliam C.1992. The Effect of Accountability on Judgement Develompment of Hypothesis for Auditing: Journal of Practice & Teory 11: 123 -138 Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi, Bandung : Pionir Jaya. Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam, Salemba Empat, Jakarta Mulyadi. 2009. Auditing Edisi 6 Buku 1, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mulyadi, P, K. 2002. Auditing. Jilid 1. Edisi 6. Salemba Empat, Jakarta. Nugrahaningsih, P. 2005. ”analisis perbedaan perilaku etis auditor di KAP dalam etika profesi (studi terhadap peran faktor-faktor- individual: locus of control, lama pengalaman kerja, gender, dan equity sensitvity” jurnal SNA VIII solo. Nugraha, R, B. 2007. Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Perilaku Disfungsional Auditor Terhadap Kualitas audit. Skripsi, S1 UNDIP, Semarang Peraturan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia Nomor. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan keuangan Negara. Badan Pemeriksaan Keuangan Negara Tahun 2007. Rasul, S. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi ke-12, Jakarta: Salemba Empat. Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia. Stanbury, W.T. 2003. Accountability to Citizens in the Westminster Model of Government: More Myth Than Reality. Fraser Institute Digital Publication. Canada. Sukriah, Ika, A dan Biana A . 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. SNA XII. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan kesepuluh, Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan keenam, Bandung: CV Alfabeta. Suryono, B. 2002. Auditing (Pengauditan).Surabaya: Buku Satu Stiesia. Tetlock, PE dan J.L Kim. 1987. Accountability and judgment processes in a personality prediction risk. Journal of Personality and Social Pshycology.cxs Turner, Mark and Hulme. 1997. Governance, Administrasi, and Development: Making The State Work. London: MacMillan Press Ltd. ●●●