PENGARUH BIAYA BAURAN PROMOSI DAN DISTRIBUSI TERHADAP KINERJA PENJUALAN PRODUK SUSU SGM-3 PADA PT SARI HUSADA TBK Steph Subanidja1 Konsultan Manajemen, Dosen pascasarjana Perbanan, jakarta, e-mail:
[email protected]
Abstract This paper explains the influence of promotion and distribution costs toward sales performance of SGM-3 milk at PT Sari Husada Tbk. By using ratio data of those three variables, during the last five years, calculated monthly, it can be concluded that cost of distribution has stronger influence significantly on sales performance rather than cost of promotion. In adition, both of the independent variables have positif influence on sales performance. In order to improve the value of sales performance, it is suggested that the company should concerns on distribution activities rather than doing promotion. Many researchers inform that there are many variables influence sales performance. So that, this paper has several weaknesses due to of using only two variables independent and number of observation which are analysed. Keywords: promotion, distribution, sales performance, milk, and Sari Husada
Pendahuluan Bisnis susu di Indonesia telah berumur puluhan tahun. Sejak penjajahan Belanda, sapi perah telah diperkenalkan di Indonesia. Namun pabrik pengolahan susu di Indonesia baru berkembang setelah penanaman modal asing (PMA) diberi kesempatan untuk beroperasi di Indonesia setelah dikeluarkannya undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Industri susu, sebagai dari usaha pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Ironisnya, hingga saat ini belum tampak adanya perkembangan pembangunan industri susu yang memadai di tanah air, sehingga kebutuhan susu Indonesia harus dipenuhi dari luar negeri. Meningkatnya kebutuhan susu masyarakat menjadi daya tarik perusahaan di dalam industri pengolahan susu. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 15 perusahaan 1
Konsultan Manajemen, Dosen Pascasarjana Perbanas Jakarta
industri pengolahan susu (IPS) yang semuanya beroperasi di pulau Jawa dengan total kapasitas produksi sebesar 2.312.000 ton per tahun. Bertambahnya perusahaan pengolah susu serta terbukanya perdagangan bebas akan semakin memacu terjadinya persaingan pasar. Pertumbuhan pasar yang menurun serta melemahnya daya beli konsumen akibat krisis moneter yang berdampak panjang ke krisis ekonomi, menjadi tantangan bagi perusahaan untuk mempertahankan pangsa pasar, sekaligus tetap memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam keadaan yang demikian, kegiatan pemasaran mempunyai peranan yang amat penting dalam menunjang kegiatan usaha perusahaan untuk mencapai tujuannya. Semakin baiknya suatu proses pemasaran di suatu perusahaan akan dapat meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan dunia usaha. Dengan demikian, persaingan yang terjadi antara para produsen pun semakin ketat. Dalam situasi kompetisi yang terus berlangsung dan untuk menguasai pasar, perusahaan perlu mengadakan
promosi
untuk
memperkenalkan
jenis
produk
baru
yang
dikeluarkannya. Melalui promosi perusahaan dapat memperkenalkan hasil produknya dan menempatkan produk itu di pasaran secara tepat agar dapat menarik minat konsumen. Sehingga konsumen dapat mengetahui adanya suatu barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan promosi yang tepat, suatu perusahaan dapat juga mempertahankan dan membangun kesan yang baik serta kesetiaan (loyalitas) konsumen akan produk yang dihasilkannya. Di samping itu, promosi memegang peranan penting, baik bagi perusahaan maupun konsumen, karena promosi tidak saja dapat mempengaruhi dan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian, tetapi juga dapat memberikan informasi kepada konsumen tentang produk tersebut yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja penjualan. Namun demikian, kegiatan promosi yang baik harus sejalan dan sesuai dengan program pemasaran perusahaan secara keseluruhan, salah satunya melalui saluran distribusi yang tepat. Pada dasarnya semua perusahaan orientasi bisnis berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal melalui pencapaian kinerja penjualan yang tinggi. Untuk itu, perusahaan memerlukan suatu kegiatan pemasaran untuk 1
menyalurkan barang dan menghubungkan pihak produsen ke konsumen, agar produk yang dihasilkan sampai kemasyarakatan. Penjualan suatu produk dapat meningkat apabila produk itu berkualitas, memiliki ciri khas, dikemas dengan baik, harga yang kompetitif, dan terjangkau oleh daya beli konsumen. Selain faktor produk dan harga tersebut, promosi dan distribusi juga merupakan faktor penentu peningkatan penjualan perusahaan. Dengan promosi yang agresif, diharapkan produk perusahaan lebih dikenal dan konsumen akan terus mengingat produk yang dipasarkan perusahaan. Namun demikian, promosi perlu pula didukung oleh penyaluran produk yang baik, sehingga konsumen dapat dengan mudah mendapatkan produk yang ditawarkan perusahaan. Untuk itu, perusahaan harus selektif dalam memilih perantara dalam menyalurkan produknya, karena tugas perantara sangatlah menentukan keberhasilan penyampaian produk perusahaan ketangan konsumen akhir. Kegiatan promosi dan distribusi, tercermin melalui biaya kegiatan-kegiatan tersebut untuk memperoleh kinerja penjualan yang diharapkan. Berdasar pengalaman PT Sari Husada Tbk, dua variabel biaya promosi dan distribusi cenderung digunakan perusahaan sebagai acuan dalam memprediksi kinerja penjualan. Penelitian ini mencoba mengukur diantara dua variabel tersebut, variabel mana yang memiliki pengaruh terkuat dalam menjelaskan variabel kinerja penjualan dan bagaimana pengaruh dua variabel biaya promosi dan distribusi tersebut secara bersama-sama terhadap kinerja penjualan.
Kajian Kepustakaan Dalam memasarkan produk, perusahaan perlu aktif mengkomunikasikan kepada konsumen tentang perusahaan maupun produk yang dijualnya. Hal ini dilaksanakan agar konsumen mengetahui dan mendapatkan informasi tentang produk yang dijual oleh perusahaan. Untuk tujuan ini perusahaan kemudian melakukan kegiatan promosi. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran.
Tujuan
utama
promosi
adalah
menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan target market tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Fandy Tjiptono (2002) menyebutkan bahwa strategi promosi berkaitan dengan masalah-masalah perencanaan, pelaksanaan, dan 2
pengendalian komunikasi persuasif dengan pelanggan. Strategi promosi ini biasanya untuk menentukan proporsi personal selling, iklan, dan promosi penjualan. Setelah perusahaan memproduksi barang, menetapkan harga jual dan mengkomunikasikan barang tersebut kepada konsumen, maka usaha yang terakhir adalah menyalurkan barang tersebut agar sampai di pasar sehingga dapat dibeli dan dinikmati konsumen. Dalam menyalurkan produknya ke konsumen, perusahaan kerap kali harus bekerjasama dengan berbagai perantara (middleman) dan saluran distribusi (distribution channel) untuk menawarkan produknya ke pasar. Lebih kanjut Stanton, et.al (1990) dalam Fandy Tjiptono (2003) mendefinisikan perantara sebagai orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial. Dalam hal ini produsen dan konsumen dihubungkan dalam kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang yang dihasilkan produsen kepada konsumen. Secara umum perantara terbatas atas merchant middleman dan agent middleman. Dua bentuk utama dari merchant middleman adalah wholesaler (distributor) dan retailer (dealer). Merchant middleman adalah perantara yang memiliki barang (dengan membeli dari produsen) untuk kemudian dijual kembali. Sedangkan yang dimaksud dengan agent middleman (broker) adalah perantara yang hanya mencarikan pembeli, menegosiasikan dan melakukan transaksi atas nama produsen. Jadi ia tidak memiliki sendiri barang yang dinegosiasikan. Perantara dibutuhkan terutama karena adanya beberapa kesenjangan di antara produsen dan konsumen. Kesenjangan (gap) tersebut berupa: 1). Geografical gap, yaitu gap yang disebabkan oleh tempat pemusatan produksi dan lokasi konsumen yang tersebar di mana-mana. 2).Tima gap, yaitu kesenjangan yang terjadi karena adanya kenyataan bahwa pembelian atau konsumsi dilakukan hanya pada waktuwaktu tertentu sementara produksi (agar efisien) berlangsung terus-menerus sepanjang waktu. 3).Quantity gap, yaitu gap yang terjadi karena jumlah barang yang dapat diproduksi secara ekonomis oleh produsen berbeda dengan kuantitas normal yang diinginkan konsumen. 4). Assortimen gap, yaitu situasi di mana produsen umumnya berspesialisasi pada produk tertentu, sedangkan konsumen menginginkan produk yang beraneka ragam, dan 5). Communication and information gap, yaitu 3
gap yang timbul karena konsumen tidak tahu di mana sumber-sumber produksi yang menghasilkan produk yang diinginkan atau dibutuhkannya, sementara di lain pihak produsen tidak tahu siapa dan di mana pembeli potensial berada. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemasar memerlukan perantara untuk melakukan penyesuaian. Tindakan penyesuaian itu meliputi 4 (empat) tugas pokok yaitu accumulating, bulk-breaking, sorting, dan assorting (McCarthy dan Perreautl, 1995). Pertama, Acumulating adalah aktivitas mengumpulkan barang dari berbagai produsen. Kedua, Bulk-breaking merupakan aktivitas membagi produk berbagai produsen itu masing-masing ke dalam kuantitas yang lebih kecil, sesuai dengan yang dibutuhkan atau diminta konsumen. Ketiga, Sorting adalah aktivitas membagi atau mengelompokkan masing-masing kuantitas yang lebih kecil itu ke dalam lini-lini produk yang homogen dengan spesifikasi dan tingkat-tingkat kualitas tertentu. Keempat, Assorting adalah menjual berbagai macam lini produk itu secara bersama-sama. Bauran lini produk ini tergantung pada besar kecilnya bisnis yang dimiliki perantara. Semakin besar bisnis perantara maka semakin banyak pula jumlah lini produk, jumlah variasi produk atau merek masing-masing lini produk, dan pengelompokkan lini produk berdasarkan kegunaannya. Tujuan penggunaan perantara adalah memanfaatkan tingkat kontak atau hubungan, pengalaman, spesialisasi, dan skala operasi mereka dalam menyebarluaskan produk sehingga dapat mencapai pasar sasaran secara efektif dan efisien. Sementara itu, yang dimaksud dengan saluran distribusi (marketing channel, trade channel, distribution channel) adalah rute atau rangkaian perantara, baik yang dikelola pemasar maupun yang independen, dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Jumlah perantara yang terlibat dalam suatu saluran distribusi sangat bervariasi. Kotler, et.al (2003) membuat tingkatan-tingkatan dalam saluran distribusi berdasarkan jumlah perantara di dalamnya. Zero-level channel menunjukkan bahwa pemasar tidak menggunakan perantara dalam memasarkan produknya
(disebut
juga
direct-marketing
channel).
One-level
Channel
menunjukkan pemasar menggunakan satu tipe perantara, sedangkan Two-level Channel berarti memakai dua tipe perantara, dan seterusnya.
4
Kinerja Penjualan Kinerja penjualan merupakan konstruk yang kompleks bagi suatu perusahaan (Greve, 1998). Dalam literatur pemasaran, tidak ada kesepakan yang baku tentang definisi kinerja penjualan (Cavusgil dan Zou, 1994). Kinerja yang dianggap baik bagi manajemen belum tentu
dianggap baik oleh pemilik perusahaan
atau
karyawan. Dalam menilai suatu kinerja, seorang manager cenderung menggunakan persepsinya dibanding menggunakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan tujuan perusahaan (Bourgeouis, 1980). Dalam terminologi yang banyak digunakan, kinerja dianggap berhasil jika realisasi melebihi target yang ditetapkan. Namun kriteria ini lebih condong menggunakan kriteria kuantitatif yang bersifat objektif dan mudah diukur. Padahal pengukuran kinerja penjualan seharusnya menggunakan kriteria objektif ( seperti profitabilitas, volume ekspor dan atau nilai ekspor) dan kriteria subjektif seperti (persepsi manager dan persepsi keseluruhan stakeholders) secara bersama-sama (Katsikeas, Leonidou dan Morgan, 2000). Dengan demikian tingkatan kinerja sangat tergantung dari proses pengukuran, pendekatan yang digunakan dan standar yang digunakan (Cunningham, Aldag dan Stone, 1996). Cavusgil dan Zou (1994) mendefinisikan
kinerja penjualan, dalam
terminologi ekport, sebagai:“the extent to which a firm’s objectives, both economic and strategic, with respect to exporting a product into a foreign market, are achieving through planning and execution of export marketing strategy”. Aaby dan Slater (1989) serta Katsikeas, Piercy dan Ioannidis (1996) mendefinisikan kinerja penjualan sebagai berikut: performance is assessed in relation to the extent to which firms achive their objectives. Sedangkan Shoman (1996) memberi batasan tentang kinerja penjualan sebagai “the dependent variable in the simplified model and is defined as the outcome of a firm’s activities in export market”. Seperti yang disebutkan oleh Lages dan Jap (2002), dalam literatur pemasaran, peneliti mendefinisikan kinerja penjualan dalam berbagai variasi batasan, dan bahkan Cavusgil dan Zou (1994) menyatakan bahwa tidak ada batasan dan definisi kinerja penjualan yang seragam dalam literatur pemasaran. Ketidakseragaman ini juga terjadi pada bagaimana mengukur kinerja penjualan (Aaby dan Slater, 1989). Namun pada dasarnya ada dua prinsip pengukuran yang digunakan dalam mengukur
5
kinerja penjualan (Cavusgil dan Shaoming, 1994; Matthyssens dan Pauwels, 1996), yaitu pengukuran secara ekonomi (objektif) dan non-ekonomi (subjektif). Tambunan (2001), menyebutkan bahwa kinerja penjualan suatu negara dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari sisi permintaan (demand-side factors) dan dari sisi penawaran (supply-side factors). Sisi permintaan merupakan faktor eksternal di luar kendali perusahaan, dan sisi penawaran adalah faktor internal yang cederung dapat dikendalikan oleh perusahaan. Baik sisi permintaan maupun sisi penawaran tidak semua faktor merupakan variabel independen. Dalam penelitian pemasaran, kinerja penjualan banyak ditempatkan sebagai variabel dependen seperti dikemukakan oleh Cavusgil dan Zou (1994), Shoman (1996), Cooper dan Kleinschmidt (1985), La, Patterson dan Styles (2003), Katsikeas, Piercy dan Ioannidis (1996) serta Schroder, Banzon dan Mavondo (1985). Sebagai variabel dependen, kinerja penjualan dipengaruhi oleh sejumlah variabel independen. Cavusgil dan Zou (1994) menempatkan strategi pemasaran, kompetensi perusahaan dan komitmen managerial sebagai variabel independen bagi kinerja penjualan. Stretegi pemasaran di sini meliputi semua aspek rencana pemasaran secara konvensional yaitu produk, harga, distribusi dan promosi. Katsikeas, Piercy dan Ioannidis (1996) menempatkan ukuran perusahaan, pengalaman, stimuli ekspor, masalah-masalah, keunggulan kompetitif dan komitmen sebagai variabel independen bagi kinerja penjualan. Sedangkan dalam penelitian Cooper dan Kleinschmidt (1985) disimpulkan bahwa pasar yang dipilih, strategi segmentasi dan strategi produk berdampak positif terhadap volume dan pertumbuhan penjualan. Dari hasil-hasil penelitian tesebut, nampak bahwa secara parsial, variabel segmentasi pasar, target pasar, pemposisian, bauran pemasaran dan keunggulan bersaing melalui implementasi strategi berpengaruh dalam derajat yang tidak selalu sama terhadap kinerja penjualan. Akan tetapi, variabel-variabel tersebut secara bersama-sama perlu dikaji apakah berpengaruh terhadap kinerja penjualan. Jika ada pengaruh, perlu dikaji lebih lanjut seberapa pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap kinerja penjualan baik melalui atau tanpa melalui variabel implementasi program pemasaran.
6
Bauran Distribusi Keputusan menyangkut saluran distribusi pemasaran merupakan salah satu keputusan paling penting yang dihadapi manajemen (Kotler, 2003). Keputusan perusahaan mengenai saluran distribusi langsung mempengaruhi setiap keputusan pemasaran yang lain. Penetapan harga, misalnya, tergantung apakah perusahaan menggunakan pedagang atau outlet-outlet dalam jumlah yang banyak. Keputusan mengenai iklan tergantung berapa banyak pelatihan dan motivasi yang dibutuhkan oleh saluran distribusi. Apakah perusahaan menjual produk baru sesuai dengan kemampuan anggota saluran distribusi. Semua elemen bauran pemasaran saling terkait dengan elemen saluran distribusi yang digunakan perusahaan (Cravens dan Piercy, 2003 dan Kotler, 2003). Kotler (2003) mendefinisikan saluran distribusi sebagai suatu perangkat perusahaan yang saling tergantung dalam menyediakan suatu produk atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Saluran distribusi menjadi penting karena berbagai alasan. Jumlah konsumen dan letak konsumen yang tersebar menjadi salah satu alasan mengapa saluran distribusi diperlukan oleh perusahaan. Kebanyakan perusahaan tidak mungkin memasarkan sendiri produk yang dihasilkan perusahaan. Oleh karenanya perusahaan memerlukan saluran distribusi yang pada dasarnya dimanfaatkan perusahaan sebagai fungsi informasi, promosi, kontak dengan pelanggan, negosiasi, distribusi secara fisik, dukungan keuangan dan penyebaran risiko (Kotler, 2003). Setiap perusahaan perlu mengenali cara alternatif untuk mencapai pasar sasaran. Cara yang tersedia mulai dari pemasaran langsung sampai dengan penggunaan satu atau lebih tingkat saluran distribusi. Namun karena perubahan lingkungan bisnis, saluran distribusi juga menghadapi perubahan-perubahan. Kecenderungan menggunakan
perubahan sistem
saluran
pemasaran
distribusi vertikal,
adalah
apakah
konvensional
atau
perusahaan campuran.
Kecenderungan perubahan ini akan mempengaruhi bentuk kerjasama, konflik yang mungkin timbul dan persaingan antara anggota saluran distribusi. Cravens dan Piercy (2003) mendefinisikan saluran konvensional sebagai suatu kelompok organisasi-organisasi independen yang dihubungkan secara vertikal. Setiap organisasi berusaha untuk menata organisasinya sendiri, dengan sedikit 7
perhatian pada kinerja keseluruhan saluran. Sedangkan sistem pemasaran vertikal adalah: Jaringan yang dikelola secara profesional dan terpusat yang dimaksudkan untuk mencapai penghematan dalam operasi dan hasil pasar secara maksimum. Atau dengan kata lain, sistem pemasaran vertikal adalah jaringan yang dirasionalisasikan dan bersifat padat modal yang dirancang untuk mencapai penghematan dari segi teknologi, managerial, dan promosi melalui integrasi, koordinasi, dan sinkronisasi pemasaran yang mengalir dari titik produksi ke titik penggunaan terakhir (McCammon dalam Cravens dan Piercy, 2003). Lebih lanjut Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi saluran distribusi meliputi bagaimana memilih tipe saluran, apakah konvensional atau vertikal, menetapkan intensitas distribusi apakah intensif, selektif atau eksklusif, dan pemilihan bentuk saluran distribusi. Untuk saluran distribusi di pasar luar negeri (ekspor), strategi saluran distribusinya tidak berbeda secara konseptual dengan saluran distribusi untuk pasar dalam negeri, hanya variabel operasionalnya yang memiliki cakupan lebih luas (Cateora dan Graham, 2002). Dalam hubungannya dengan kinerja penjualan suatu perusahaan, Schroder, Banzon dan Mavondo (1995) menyebutkan bahwa dukungan saluran distribusi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja penjualan melalui komitmen perusahaan, kompetensi dalam mengekspor produk dan keunikan produk yang ditawarkan. Temuan senada disampaikan oleh Cavusgil dan Zou (1994), Madsen (1989) dan Beamish dkk. (1993) bahwa dukungan saluran distribusi merupakan salah satu kunci sukses dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Bauran Promosi Perusahaan tidak hanya sekedar menuntut bagaimana pengembangan strategi produk yang baik, menerapkan harga yang menarik dan menyediakan produk bagi pelanggan, melainkan perusahaan juga perlu berkomunikasi dengan konsumen dan apa yang dikomunikasikan ke konsumen tidak menimbulkan keraguan-keraguan yang tidak perlu. Sebagian perusahaan barangkali lebih memperhatikan berapa banyak biaya yang dikeluarkan dan bagaimana cara mengkomunikasikan produk ke konsumen dibanding dengan apa yang perlu dikomunikasikan ke konsumen.
8
Perusahaan berkomunikasi dengan konsumen dan anggota saluran distribusi. Anggota saluran distribusi tersebut kemudian berkomunikasi dengan konsumennya. Program komunikasi pemasaran secara keseluruhan dari sebuah perusahaan sering disebut sebagai bauran promosi (promotion mix). Kotler (2003) mendefinisikan bauran promosi sebagai bauran khusus dari iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan dan pemasarannya. Strategi bauran promosi amat dipengaruhi oleh apakah perusahaan milih strategi dorong (push strategy) atau strategi tarik (pull strategy). Kotler (2003) menyebutkan bahwa: Strategi dorong adalah strategi promosi yang menggunakan tenaga penjual dan promosi perdagangan untuk mendorong produk lewat saluran distribusi. Produsen mempromosikan produk kepada pedagang besar, pedagang besar mempromosikan kepada pengecer dan pengecer mempromosikan kepada konsumen. Strategi tarik adalah strategi promosi yang menggunakan banyak biaya untuk periklanan dan promosi konsumen demi memupuk permintaan konsumen. Bila strategi tarik berhasil, konsumen akan mencari produk dari pengecer, pengecer akan mencari dari pedagang besar dan pedagang besar akan mencari dari produsen. Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi dorong dan strategi tarik merupakan bagian penting dari strategi penentuan posisi. Strategi pasar-produk yang dipilih perusahaan akan mempengaruhi apakah strategi bauran promosi akan menekankan pada periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan, publisitas atau keseimbangan diantara bentuk-bentuk promosi tersebut. Kotler (2003) menunjuk dua unsur utama dalam strategi iklan, yaitu pesan iklan dan media iklan. Promosi penjualan merupakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian produk atau jasa. Salah satu bentuk promosi penjualan adalah pameran dagang. Promosi dagang adalah promosi penjualan yang didisain untuk memperoleh dukungan penjual dan memperbaiki usaha penjualan pedagang, termasuk diskon, penundaan pembayaran, barang gratis, iklan bersama, potongan kalau membayar lebih awal, pertemuan dan pameran dagang (Kotler dan Amstrong, 1996). Lebih lanjut Cravens dan Piercy (2003) menyebutkan bahwa strategi promosi mencakup penentuan tujuan komunikasi, peranan komponen-komponen pembentuk bauran promosi, anggaran promosi dan strategi untuk setiap komponen bauran. 9
Schroder, Banzon, dan Mavondo (1985) menunjukkan fakta empiris bahwa komitmen perusahaan dan promosi, kompetensi dan promosi serta keunikan produk dan promosi berpengaruh terhadap kinerja penjualan suatu perusahaan. Cavusgil dan Zou (1994) menguji keeratan hubungan antara adaptasi promosi yang diterapkan perusahaan terhadap kinerja penjualan. Salah satu kesimpulan penelitiannya adalah bahwa adaptasi promosi bersama-sama dengan elemen bauran pemasaran lainnya berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan. Secara lebih spesifik Souchon dan Diamantopoulos (2000) menyebutkan bahwa kecepatan penggunaan informasi ekspor berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan. Sedangkan Sengupta dan Castaldi (2002) menyebutkan bahwa kualitas komunikasi, melalui kinerja antara (jenis media, isi pesan), berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan. Secara parsial, dari fakta empiris, nampak bahwa strategi bauran produk, harga, promosi dan distribusi, baik secara langsung maupun melalui variabel antara berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan suatu perusahaan. Akan tetapi dari hasil suatu hasil penelitian bila ditinjau secara simultan, Julian dan Class (2003) menyebutkan bahwa keputusan untuk menggabungkan elemen strategi bauran pemasaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja penjualan suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh implementasi praktis dari strategi bauran pemasaran tersebut yang tidak mampu mendorong kinerja penjualan.
Metode Penelitian Data yang dianalisis adalah data-data pendapatan hasil usaha (kinerja penjualan) dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kaitannya dengan bauran promosi dan distribusi Susu SGM-3 PT. Sari Husada periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kausalitas, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif. Pengaruh bauran promosi dan distribusi terhadap penjualan Susu SGM-3 dianalisis dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Kemudian ditentukan variabel mana yang paling kuat (dominan) pengaruhnya dengan tidak memasukkan variabel independen lainnya.
10
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi model. Pengujian signifikansi model diukur melalui nilai statistik-t, nilai statistik-F (ANOVA), dan koefisien determinasinya. Uji statistik-t digunakan untuk melihat seberapa kuat pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Sedangkan uji statistik-F untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen, melalui angka adjusted R2. Kemudian analisis dilanjutkan dengan menghitung koefisien korelasi, untuk mengukur hubungan, baik variabel independen terhadap variabel dependen, maupun sesama variabel independen. Selanjutnya adalah melakukan analisis determinasi untuk mengetahui seberapa besar variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen. Berdasarkan analisis dimaksud, dapat diketahui variabel mana yang paling kuat pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dengan bantuan program SPSS Versi 11.5 akan diperoleh persamaan regresi.
Uji Signifikansi Model Uji signifikansi model variabel independen terhadap variabel dependen memakai uji statistik-t dengan hipotesis berikut. Ho : β1 = 0,
Tidak terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
Ha : β1 ≠ 0,
Terdapat pengaruh variabel independ terhadap variabel dependen.
Berdasarkan nilai statistik-F, bila signifikansi (alpha atau p-value) lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Berarti koefisien regresi signifikan, sehingga secara individual variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95% . Untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen dilakukan uji statistik-F (ANOVA). Hipotesis untuk menguji seluruh variabel independen secara simultan adalah : Ho : β1 = β2 = 0, Tidak terdapat pengaruh variabel independen secara bersam sama terhadap variabel dependen
11
HA: β1 ≠ β2 ≠ 0, Terdapat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pengaruh Biaya Bauran Promosi terhadap Kinerja Penjualan Berdasarkan data biaya bauran promosi yang terdiri dari biaya iklan, promosi penjualan, personal selling dan publisitas yang dikeluarkan PT. Sari Husada, Tbk sebagai variabel independen dan kinerja penjualan Susu SGM-3 sebagai variabel dependen diperoleh tabel 1. Tabel 1 Output Koefisian Bauran Promosi terhadap Kinerja Penjualan
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1
Std. Error
(Constant)
5616.358
1312.807
PROMOSI
108.821
10.061
t
Sig.
Beta
.987
4.278
.023
10.816
.002
a Dependent Variable: PENJUALAN Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
Berdasarkan data pada tabel 1, diperoleh persamaan regresi sederhana antara biaya bauran promosi terhadap kinerja penjualan, yaitu:
Kinerja Penjualan = 5616,358 + 108,821 Promosi. Thitung 4.278 10.816 Sig 0.023 0.002 Berdasarkan signifikansi koefisien regresi promosi sebesar 0,002 dan lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya, pengaruh variabel bauran promosi terhadap kinerja penjualan adalah signifikan.
12
Tabel 2 Koefisien Korelasi, Determinasi dan Adjusted R2 Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the Estimate
Square 1
.987
.975
.967
934.9069
a Predictors: (Constant), PROMOSI Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
Berdasarkan nilai R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui bahwa kemampuan variabel independen (biaya bauran promosi) dapat menjelaskan perubahan kinerja penjualan sebesar 0,987. Dengan kata lain, variabel bauran promosi berkontribusi terhadap kinerja penjualan sebesar 98,7%.
Pengaruh Biaya Bauran Distribusi terhadap Kinerja Penjualan
Tabel 3 Output Koefesien Regresi Bauran Distribusi terhadap Kinerja Penjualan Mode l
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1
(Constant) DISTRIBUSI
Std. Error
5752.104
6180.009
142.816
63.926
t
Sig.
Beta
.790
.931
.021
2.234
.012
a Dependent Variable: PENJUALAN Sumber: Data Biaya Bauran Distribusi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
Berdasarkan data pada tabel 3, menghasilkan persamaan regresi sederhana antara bauran distribusi terhadap kinerja penjualan, yaitu:
Kinerja Penjualan = 5752,104 + 142,816 Distribusi Thitung 0,931 2,234 Sign 0,021 0,012
13
Berdasarkan signifikansi koefisien regresi bauran promosi sebesar 0,002 dan lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya, pengaruh variabel bauran promosi terhadap variabel kinerja penjualan adalah signifikan.
Tabel 4 Koefisien Korelasi dan Determinasi Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the Estimate
Square 1
.790
.625
.499
3622.5780
a Predictors: (Constant), Distribusi Sumber: Data Biaya Bauran Distribusi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
Berdasarkan nilai R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui bahwa kemampuan variabel independen (bauran distribusi) untuk menjelaskan perubahan kinerja penjualan adalah sebesar 0,790. Atau dapat juga dikatakan bahwa variabel independen bauran distribusi memberikan kontribusi terhadap kinerja penjualan sebesar 79%.
Pengaruh Biaya Bauran Promosi dan Distribusi terhadap Kinerja Penjualan
Tabel 5 Koefisian Bauran Promosi dan Distribusi terhadap Kinerja Penjualan
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B 1
Std. Error
(Constant)
4166.384
885.027
PROMOSI
93.643
7.710
DISTRIBUSI
35.665
12.641
t
Beta 4.708
.042
.850
12.146
.007
.197
2.821
.006
a Dependent Variable: PENJUALAN Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
14
Sig.
Model regresi kinerja penjualan dengan variabel bebas biaya bauran promosi dan distribusi menghasilkan persamaan regresi :
Kinerja Penjualan = 4166,384 + 9,643 Promosi + 35,665 Distribusi Thitung 4.708 12.146 2,821 Sign 0.042 0.007 0.006 Model regresi menghasikan pengaruh yang signifikan atas variabel bebas biaya bauran promosi dan distribusi. Berdasarkan signifikansi koefisien regresi biaya bauran promosi sebesar 0,007 dan distribusi sebesar 0,006 keduanya berada dibawah 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. Berdasarkan persamaan regresi berganda tersebut, pengaruh biaya bauran promosi dan distribusi terhadap kinerja penjualan adalah positif. Hal ini berarti semakin tinggi biaya bauran promosi dan disribusi maka akan meningkatkan kinerja penjualan dan sebaliknya. Tabel 6 Koefisien Korelasi, Determinasi dan Adjusted R2 Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the Estimate
Square 1
.997
.995
.990
513.1072
a Predictors: (Constant), Promosi dan Distribusi Sumber: Data Biaya Bauran Promosi dan Kinerja Penjualan Perusahaan tahun 2001 s/d 2005
Berdasarkan nilai Adjusted R. Square (Koefisien Determinasi) diketahui bahwa kemampuan variabel independen (Promosi dan Distribusi) untuk menjelaskan perubahan Penjualan secara bersama-sama adalah sebesar 0,990 atau 99%. Atau dapat juga dikatakan bahwa variabel independen promosi dan distribusi memberikan kontribusi penjelasan secara bersama-sama (simultan) terhadap penjualan sebesar 99%.
15
Kesimpulan dan Rekomendasi Dari hasil analisis, diketahui bahwa variabel independen yang paling dominan mampu menjelaskan kinerja penjualan adalah variabel biaya bauran promosi. Secara bersama-sama biaya bauran promosi dan distribusi tersebut juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja penjualan. Dilihat dari sisi ini kebijakan pengeluaran biaya bauran promosi dan distribusi dinilai tepat. Berdasarkan
hal
itu,
PT.
Sari
Husada,
Tbk
seyogyanya
tetap
mempertahankan kebijakan promosi dan distribusi yang telah dijalankan. Untuk mempertahankan posisi pasar yang telah tergarap. Perusahaan sebaiknya melakukan evaluasi secara terencana dan komprehensif berkenaan dengan program promosi dan distribusinya, sehingga dapat diketahui secara dini berbagai kelemahan dan kekurangan dalam implementasi program di masa mendatang. Kelemahan penelitian adalah karena jumlah observasi yang kecil, hasil analisis nampak bias, dilihat angka signifikansinya. Penelitian ini mengisyaratkan bahwa pengalaman perusahaan dalam memprediksi kinerja perusahaan cenderung tidak memiliki landasan kuat. Penelitian lebih lanjut yang mengakomodasi variabel independen yang lain perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang kinerja penjualan.
Daftar Pustaka Aaby, Nils-Erick dan Stanley F. Slater. 1989. “Management Influences on Export Performance: A Review of the Emperical Literature 1978-88”, International Marketing Review, 6 (4), 7-26. Bart, James, R, Gerrard Caprio Jr, dan Ross Levine. 2000. “Banking System Around The Globe: Do Regulation and Ownership Affect Performance and Stability?”.Infobank, N0 319, Oktober 2005. Bachrudin, Achmad dan Harapan L. Tobing. 2002. Analisis Data untuk Penelitian Survai, dengan Menggunakan Lisrel. Universitas Padjadjaran Bandung: Jurusan Statistika FMIPA. Beamish, Paul W., Ron Graig, dan Kerry Mc Lellas. 1993. “The Performance Characteristics of Canadian versus U.K. Exportiers in SME Firms”. Management International Review, 33 (2), 121-137. Berndt, Ernst R. 1991. The Practice of Econometric Classic and Contemporary. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
16
Best, Roger J. 2000. Market-Based Management: Strategies for Growing Customer Value and Profitability. New Jersey: Prentice Hall. Bourgeois, L.J.. 1980. Performance and Consensus. Strategic Management Journal. p.227-228. Buxey, Geoff. 2000. Strategies in An Era of Global Competition. International Journal of Operations & Production Management. Bradford. 20 (9): 9971016. Cavusgil, S.T., and Shaoming Zou. 1994. Marketing Strategy-Performance Relationship: An Investigation of the Emeprical Link in Market Ventures. Journal of Marketing. 58 (January). 1-21. Cateora, Philip R. and John L. Graham. 2002. International Marketing. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill. Certo, Samuel C., and J. Paul Peter. 1991. Strategic Management: Concepts and Applications. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill, Inc. Cooke, Steve and Nigel Slack. 1991. Making Management Decisions, 2nd Edition. UK: Prentice-Hall International Ltd., Simon & Schuster International Group. Cooper, R.G., and E.J. Kleinschmidt. 1985. “The Impact of Export Strategy on Export Sales Performance”. Journal of International Business Studies. 16 (Spring). 37-55. Cooper, Donald R., and Pamela S. Schindler. 2001. Business Research Methods, 7th Edition. Singapore: McGraw-Hill Irwin. Cravens, David W. and Nigel F. Pierly. 2003. Strategic Marketing, Boston: McGraw Hill. Cunningham, William H., Ramon J. Aldag, and Mary S. Stone. 1996. Business in A Changing World, 4th Edition. Ohio Cincinnati: South-Western College Publishing. Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor. Edisi Kedua. Semarang: BP. UNDIP. Greve, Henrich R. 1998. Performance Aspiration and Risky Organizational Change, Administrative Science Quartely, 43, 56-58. Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP. UNDIP. Joreskog, K. G. 1993. Testing Structural Equation Models, In K.A. Bollen & J. S. Long (Eds.), Testing Structural Equation Models. California, London, New Delhi: Sage Publications Inc. ______ and Dag Sorbom. 1995. LISREL 8: Structural Equation Modeling with the SIMPLIS Command Language, Second Printing. Chicago: Scientific Software International Inc. Katsikeas, C.S., L.C. Leonidou and N.A. Morgan. 2000. Firm- Level Performance Assessment: Review, Evaluation and Development. Journal of The Academy of Marketing Science 28(4). 493-511. _______, Nigel F. Piercy and Chris Ioannidis. 1996. “Determinants of Export Performance in a European Context”. European Journal of Marketing. 30 (6). 6-35. Kotler, Philip. 2003. Marketing Management, International Edition. 11th Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Pearson Education International.
17
Kurniasih, Apriyani. 2005. “Siapa yang Diuntungkan Liberalisasi di Asia Tenggara”. Infobank, No 319, Oktober 2005, hal. 38-40. La, Vinh, Q., Paul G.Patterson, dan Chris W. Styles. 2003. Determinats of Export Performance Across Serivice Types: A Conceptual Model, School of Marketing Working Paper 03/05/ 2003. Lages, Luis Filipe dan Sandy D. Jap. 2002. “A Contingency Approach to Marketing Mix Adaptation and Performance in International Marketing Relationships”. Universidade Nova de Lisboa, Working Paper. No 411. June, 2002. Madsen, Tage Koed. 1989. “Successfull Export Marketing Management, Some Emperical Evidence”. International Marketing Review, 6 (4), 41-57. Loehlin, J. C. 1992. Latent Variable Models, An Introduction to Factor, Path and Structural Analysis. 2nd Edition. London: Lawrenced Erlbaum Associates Publisher. Maruyama, Geoffrey M. 1998 Basic of Stuctural Equation Modeling. London: Sage Publications, Inc. Matthyssens, P., dan Pouwels. P. 1996. “Strategic Behaviour in Globalization Markets, Case Studies on the Internalizations of Mid-Sized MNE’s”. Proceeding of the Unversity of Vasa, Report, 86, 13-23. Schroder, Bill, Agnes Banzon and Felix Mavondo. 2000. “Strategy, Strategy Implementaion and Export Performance of Developing Country Exporters: The Case of The Phillipines”. Journal of International Business Study, 130.195.95.71: 8081. Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. 3th Edition. USA: John Wiley & Sons. Shohman, Aviv. 1996. “Export Performance: A Conceptualization and Emperical Assessment., Journal of International Marketing, 6 (3), 59-81. Souchon, Anne dan Adamantios Diamantopoulos. 2000. “Enhancing Export Performance Through Effective Use of Information”. Aston Business School Research Institute. Aston University. RP0026,.September 2000. Tambunan, Tulus T.H.. 2001. Kinerja Ekspor Manufaktur Indonesia. Kompartemen Industri Logam Dasar dan Murni dan LP3E Kondisi Indonesia. Zikmund G. William. 2000. Business Research Methods, Sixth Edition, Harcourt, Inc., The Dryden Press.
18