PENGARUH BELANJA MODAL PEMERINTAH DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP PENDUDUK MISKIN DI ACEH T. Iskandar Ben Hasan, SE, M.Si Zikriah (Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala) Abstract This research aims to detect government capital expense development, Regional Domestic Product Bruto and poor citizen at Aceh. Data source that be analyzed in this research secondary data that is government capital expense data, Regional Domestic Product Bruto and poor citizen at Aceh. Data that used annual data that is from year 1994 until year 2008, this data is got from statistics centre body and various data that publicized to pass various scientific articles related to this writing. In analyze government capital expense development, Regional Domestic Product Bruto and poor citizen total is used descriptive analysis. The result of study showed that government capital expense average growth during year 1994-2008 as big as 200,66 percents. Regional Domestic Product development bruto on the basis of constant price year 2000 has also trend positive. Average growth Regional Domestic Product Bruto during year 1994-2008 as big as 7,83 percents, but poor citizen total development at Aceh during year 1994-2008 has trend negative with average growth percentage -2,49 percents, this mean poor citizen total at Aceh during 1994-2008 average experiences depreciation as big as 2,49 percents. Government capital expense total enhanced and Regional Domestic Product Bruto gives positive impact towards poor citizen total depreciation at Aceh. Key words : Capital expense, regional domestic product bruto, poor citizen Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena yang terjadi hampir di semua negara sedang berkembang. Kemiskinan muncul karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Kondisi ini menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia sehingga produktivitas dan pendapatan yang diperolehnya rendah. Persoalan kemiskinan ini menjadi salah satu target kebijakan pembangunan di setiap negara. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan berbagai upaya pembangunan dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Usaha yang telah dilakukan tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan pengeluaran pemerintah khususnya pengeluaran belanja modal. Peningkatan belanja modal dapat memberi pengaruh yang positif bagi penurunan jumlah penduduk miskin di Aceh, karena ketersediaan inifrastruktur yang memadai akan memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah juga mempengaruhi angka kemiskinan, karena dengan adan ya pertumbuhan ekonomi kesempataan kerja akan terbuka luas .sehingga tingkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Melihat fenomena tersebut penulis tertarik untuk meneliti “ Pengaruh Belanja Modal Pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap penduduk Miskin di Aceh”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh belanja modal pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap penduduk miskin di Aceh. Studi Kepustakaan Teori Belanja Modal Pemerintah Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa belanja menurut kelompok belanja terdiri dan Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
a. Belanja langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam belanja langsung dikelompokkan menurut jenis belanja terdiri dan ; - belanja pegawai - belanja barang dan jasa ; dan - belanja modal Menurut Halim (2002:73), Belanja modal merupakan pengeluaran pamerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset dan kekayaan daerah. Belanja modal dibagi menjadi: 1. Belanja Publik Yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik : pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulans. 2. BelanjaAparatur Yaitu belanja yang manfaatnya tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh belanja aparatur pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pamerintahan, dan pembangunan rumah dinas. Penambahan aset atau kekayaan daerah akibat dan adan ya belanja modal akan menambah biaya yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran pamerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 8 tahun 2006, tanggal 3 April 2006, tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dalam Lampiran I-A.3 Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota, yang termasuk Belanja Modal adalah : Belanja Tanah, Belanja Peralatan dan Mesin, Belanja Gedung dan Bangunan, Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan, Belanja Aset Tetap Lainnya, Be!anja Aset Lainnya. Belanja modal adalah pengeluaran yang digunakan untuk pembelian/ pengadaan atau pembangunan asset tetap yang berwujud yang nilai manfaatnya melebihi dan setahun dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program atau kegiatan
pemerintahan daerah. Pembentukan aset tetap meliputi alat-alat berat, alat-alat angkutan, alat-alat bengkel, alat-alat pertanian, peralatan dan perlengkapan kantor, komputer, mobil air, peralatan dapur, penghias ruangan, alat-alat studio, alat-alat komunikasi, alat-alat ukur, alat-alat kedokteran, alat-alat laboratorium, konstruksi jalan, jembatan, jaringan air, penerangan jalan, taman dan hutan kota, instalasi listrik dan telepon, bangunan, buku/kepustakaan, barang seni, pengadaan hewan/ternak dan tanaman, serta persenjataan/keamanan (BPS, 2008; xvii) Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 yang diubah menjadi Permendagri No 59 Tahun 2007 pasal 53 ayat (1), Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dan 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. (2) Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. (4) Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhah ekonomi merupakan parameter dari suatu kegiatan pembangunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Parameter tersebut menjadi landasan dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan dasar oleh pemerintah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dalam kemampuan suatu perekonomian untuk memproduksi barangbarang dan jasa-jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB), atau pendapatan output per kapita. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai pasar dari barang-barang akhir dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun (Nanga, 2005:273).
Menurut Budiono, pertumbuhan ekonomi adalah “proses kenaikan out-put perkapita dalam jangka panjang. “Jadi, persentase pertambahan out-put itu haruslah lebih tinggi dan persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecendrungan dalam jangka panjang pertumbuhan itu akan berlanjut (Tarigan, 2004:44). Secara sederhana pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan PDB tanpa memandan g apakah kenaikkan itu lebih kecil atau Iebih besar da tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,2004:13). Menurut Simon Kuznets (Arsyad, 2004:22 1) pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai peningkatan kemampuan negara tensebut dalam menyediakan barangbarang ekonomi bagi penduduknya. Pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dari kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan. Tiga komponen pokok dari definisi ini sangat penting artinya: 1. Kenaikan output nasional secara terus menerus merupakan perwujudan dari pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai macam barang ekonomi merupakan tanda kematangan ekonomi. 2. Kemajuan teknologi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, namun belum merupakan syarat yang cukup. Untuk merealisir potensi pertumbuhan yang terkandung dalam teknologi baru diperlukan penyesuaian. 3. Penyesuaian harus dilakukan. Inovasi teknologi tanpa disertai inovasi sosial ibarat bola lampu tanpa listrik. Potensi ada tetapi tanpa input yang melengkapi tidak akan berarti apa-apa. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan GNP potensial suatu negara atau dengan kata lain merupakan perkembangan batas kemungkinan produksi suatu negara (Samuelson, 256: 1992). Pada dasarnya PDRB sama dengan PDB, perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkupnya, yaitu PDB berlaku secara nasional sedan gkan PDRB berlaku untuk daerah-daerah yang ada di negara tersebut. Selanjutnya PDRB yang ada di daerah
tersebut dijumlahkan sehingga menjadi PDB secara nasional. Teori Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dan masyarakat lainnya yang umumnya mempunyai potensi lebih tinggi (Kartasasmita, 1996:234). Kemiskinan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2 macam. Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor- faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil (BPS, 2009:5). Secara konseptual kemiskinan juga dibedakan menjadi 2 macam. Pertama kemiskinan relatif, yaitu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Kedua adalah kemiskinan absolut, yaitu kemiskinan karena ketidakmampuannya untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.(BPS, 2009:6-7). Di Indonesia banyak orang mengalami ketidaktahanan pangan, hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, artinya seseorang itu tidak punya sumber daya yang cukup untuk mengkonsumsi 2.100 kilo kalori per hari dan juga untuk membeli barang-barang penting non makanan seperti pakaian dan rumah. Menurut Menteri Dalam Negeri, dua pertiga penduduk mengkonsumsi kurang dari 2100 kilo kalori per hari. Di Indonesia, ketidaktahanan pangan bukan disebabkan oleh kurangnya persediaan beras, tetapi kemampuan untuk membeli beras, dimana kebutuhan beras masih bisa dicukupi dan sisanya diimpor (Kuncoro, 2006:407). Menurut SMERU (Social Monitoring and Early Response Unit Research Institut
No. 3 : May-June/2001) kemiskinan adalah status seseorang yang menjadi ukuran penting dalam kesejahteraan rumah tangga. Dengan menggunakan pendekatan konsumsi untuk rnengukur dasar kemiskinan. Sebuah rumah tangga dianggap “miskin” jika tingkat konsumsinya perkapita berada di bawah garis kemiskinan (Lukman, 2004). World Bank Institute mendefinisikan kemiskinan sebagai apakah rumah tangga atau individu memiliki sumberdaya atau kemampuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Aspek ini didasarkan pada perbandingan pendapatan, pengeluaran, pendidikan atau atribut lain dari individu dengan beberapa batasan yang ditentukan, dimana mereka yang berada di bawah batas yang ditentukan tersebut dikatakan sebagai miskin (Saichuddin, 2007). Demikian juga menurut Husin, miskin adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat hidup yang paling rendah serta tidak mampu mencapai tingkat minimal dan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat berupa konsumsi, kebebasan, hak mendapatkan sesuatu, menikmati hidup dan lain-lain (Darma, 2002). Menurut Bank Dunia penduduk miskin adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan atau mereka berada di bawah garis kemiskinan makanan dan non makanan. Garis kemiskinan makanan mengacu pada pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan minimum makanannya sebanyak 2.100 kalori per kapita per hari, dan garis kemiskinan non makanan mengacu pada pengeluaran seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan minimum non makanan (Hakim, 2006). Garis kemiskinan adalah suatu jumlah pendapatan yang berada di bawah pendapatan keluarga yang betul-betul dipertimbangkan sebagai keluarga miskin (J. Baumol, 2003 345). Keadaan kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, dan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah dari pada garis kemiskinan absolut atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut. Garis kemiskinan untuk Provinsi Aceh dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2004 garis kemiskinan untuk Provinsi Aceh Rp 150.000 per kapita per bulan, tahun 2005 Rp 172.084 per kapita per bulan, tahun 2006 Rp 198.858 per kapita per bulan, tahun 2007 Rp 218.143 per kapita per bulan dan menjadi Rp 248.627 per kapita per bulan path tahun 2008 (BPS). Kriteria yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur garis kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari (Kartasasmita, 1996:234). Metode Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Ruang Iingkup penelitian ini adalah mengenai pengeluaran pemerintah Aceh untuk belanja modal, produk domestik regional bruto dan penduduk miskin di Aceh selama periode 1994-2008. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah data sekunder yang bersumber dari laporan realisasi APBD, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Provinsi Aceh. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai data yang dipublikasikan melalui berbagai tulisan ilmiah yang terkait dengan penulisan ini. Model Analisis Data Untuk melihat perkembangan belanja modal pemerintah, Produk Domestik Regional Bruto dan penduduk miskin di Aceh dalam kurun waktu 1994-2008 peneliti menggunakan model deskriptif. Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambaran Umum Provinsi Aceh terletak di 2°-6° lintang utara dan 95°-98° bujur timur, dengan batasan wilayah seperti berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka • Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara • Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka • Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Indonesia Wilayah Provinsi Aceh 68 persen merupakan daerah dengan topografi berbukit dan bergunung dan hanya sekitar 32 persen daerah datar dan landai. Masing-masing
kabupaten/kota memiliki potensi untuk dikembangkan, misalnya kabupaten yang terletak di pesisir pantai memiliki peluang untuk mengembangkan sektor kelautan, perikanan, pariwisata dan lainnya. Sedangkan kabupaten yang berada di dataran tinggi memiliki potensi untuk mengembangkan sektor agribisnis, industri manufaktur dan hasil hutan. Provinsi Aceh memiliki luas 5.736.577 km2, yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, 257 kecamatan, 642 kemukiman, 112 kelurahan dan 610 desa. Berdasarkan data yang terakhir dihimpun jumlah penduduk Aceh tahun 2008 adalah 4.293.915 jiwa, terdiri dari 2.136.015 jiwa laki-laki dan 2.157.900 jiwa penduduk perempuan (BPS, 2009 31). Perkembangan Belanja Modal Pemerintah Di Aceh Selama Tahun 1994-2008. Belanja modal pemerintah adalah pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan untuk pengadaan aset tetap atau kekayaan daerah dan manfaatnya melebihi satu tahun anggaran. Jumlah belanja modal tahun 1994 Rp 112.045.162.000 atau sebesar 50,8 persen. Kemudian terus meningkat menjadi Rp 147.834.512.000 atau sebesar 49,80 persen pada tahun 1995. Selanjutnya tahun 1996-1998 jumlah belanja modal mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 1995, dari Rp 147.834.512.000 tahun 1995 menjadi Rp 68.250.173.000 atau sebesar 39,75 persen pada tahun l998.
Kemudian tahun 1999 jumlah belanja modal mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp 233.343.973.000 atau sebesar 47,21 persen. Selanjutnya tahun 2000-2001 nilai nominalnya meningkat da Rp 621.231.621.000 tahun 2000 menjadi Rp 1.333.723.562.000 pada tahun 2001 , tetapi persentasenya menunun dari 57,59 persen tahun 2000 menjadi 52,01 pada tahun 2001. Kontribusi belanja modal terhadap total belanja daerah tahun 2003 juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2002, namun persentasenya juga mengalami penurunan dari 45,74 persen tahun 2002 menjadi 37,79 persen tahun 2003. Tahun 2005 jumlah belanja modal mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2004, dari Rp 1.921.243.849.000 tahun 2004 menjadi Rp.113.088.074.762 pada tahun 2005. Tahun 2006- 2008 jumlah belanja daerah yang alokasikan untuk belanja modal meningkat kembali, yaitu Rp 2.040.808.537.000 atau sebesar 29,53 persen tahun 2006, Rp 3.2 10.587.392.000 atau 32,79 persen tahun 2007, menjadi Rp 3.486.236.479.6 atau sebesar 34,20 persen pada tahun 2008. Belanja modal pemerintah selama periode 1994-2008 rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 200,66 persen. Untuk Iebih jelas, perkembangan belanja modal pemerintah Provinsi Aceh selama 1994-2008 dapat dilihat melalui grafik IV-2.
Grafik IV-2 Perkembangan Belanja Modal Pemerintah Provinsi Aceh, 1994-2008
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah). aktivitas produksi yang dilakukan oleh Perkembangan Produk Domestik Regional pelaku ekonomi, yaitu rumah tangga, Bruto Atas Dasar Harga Konstan Selama perusahaan dan pemerintah pada sembilan Tahun 1994-2008 Di Provinsi Aceh Struktur ekonomi Aceh yang terlihat (9) sektor ekonomi yaitu: Pertanian, dari data-data PDRB merupakan kinerja dari Pertambangan dan Penggalian, Industri
Pengolahan, Listrik dan Air minum, Bangunan dan Konstruksi, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya dan Jasa-jasa. Secara keseluruhan PDRB Aceh mengalami trend menaik dari tahun 1994 sampai tahun 1998, namun ada beberapa tahun yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu tahun 1997 sampai tahun 1999 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh selama tahun 1994-2008 sangat berfluaktuasi, hal ini diukur dari tingkat kenaikan nilai PDRB. Setelah tahun 1995 pertumbuhan ekonomi Aceh terus menurun, penurunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar provinsi Aceh pernah terjadi pada tahun 1997 dengan tingkat penurunan sebesar 9,54 persen. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi serta situasi dan kondisi Provinsi Aceh yang tidak kondusif, sehingga segala aktivitas perekonomian pun ikut lamban yang kemudian membawa dampak pada penurunan PDRB pada tahun tersebut. Penurunan PDRB terus berlangsung sampai tahun 1999, dengan tingkat penurunan sebesar 8,44 persen dari tahun sebelumnya yaitu dari Rp 10.876,64 miliyar
tahun 1998 menjadi Rp 9.958,80 miliyar pada tahun 1999. Selanjutnya dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Aceh terus mengalami peningkatan. Dimana pertumbuhan tertinggi pernah terjadi pada tahun 2002 yakni sebesar 7,96 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 19.539,80 miliyar menjadi Rp 21.095,28 miliyar. Pada tahun 2005 sampai tahun 2008 pertumbuhan ekonomi provinsi Aceh pasca tsunami terus mengalami peningkatan, dikarenakan aktivitas perekonomian di Aeeh masih dalam keadaan pemulihan dan banyak sarana dan prasarana yang mendukung untuk pemulihan perekonomian, walaupun dalam keadaan lamban dan pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang cepat sebesar 7,70 persen dari Rp 22.531,79 miliyar tahun 2005 menjadi Rp 24.267,80 miliyar pada tahun 2006. Secara umum Produk Domestik Regional Bruto selama tahun 1994-2008 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,83 persen. Untuk lebih jelas, perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan untuk Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 1994-2008 dapat dilihat melalui grafik IV-3.
Grafik IV-3 Perkembangan PDRB Provinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah).
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Di Aceh Selama 1994-2008 Penduduk miskin adalah Penduduk miskin merupakan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan makanan maupun
non makanan, satuannya adalah jiwa/orang. Jumlah penduduk miskin di Aeeh tahun 1994 sebanyak 1.531.857 jiwa atau sebesar 41,89 persen. Kemudian terus menurun menjadi 1.348.509 jiwa atau sebesar 36,04 persen
pada tahun 1995 dan menjadi 425.598 jiwa pada tahun 2000. Demikian juga pada tahun atau sebesar 10,79 persen pada tahun 1996. 2001-2002, pada tahun 2001-2002 jumlah Namun setelah terjadinya krisis penduduk miskin di Aceh meningkat yaitu ekonomi yang melanda negara Indonesia dari 19,20 persen menjadi 29,83 persen. pada pertengahan tahun 1997 dan ditambah Hal ini dikarenakan pada periode lagi dengan merosotnya nilai rupiah berkisar tersebut tenjadi kenaikan harga barangantara 15.000 rupiah sampai 20.000 rupiah barang kebutuhan pokok. Kemudian pada per satu dollar Amerika, jumlah penduduk periode berikutnya secara perlahan jumlah miskin di Aceh meningkat, dan 425.598 jiwa penduduk miskin mengalami penurunan, atau sebesar 10,79 persen path tahun 1996 kecuali pada 2004-2005 sedikit meningkat menjadi 17,72 persen pada tahun 1997. yaitu dari 28,37 persen menjadi 28,69 persen. Selanjutnya Periode 1998-1999 Peningkatan jumlah penduduk miskin pada perkembangan kemiskinan di Aceh tahun 2005 disebabkan oleh bencana tsunami memperlihatkan suatu kemajuan yang cukup yang melanda Aceh akhir 2004 yang telah berarti yaitu adanya penurunan jumlah menyebabkan masyarakat Aceh kehilangan penduduk miskin yang drastis baik dalam harta bendanya. Periode 2006- 2008 jumlah maupun persentasenya, yaitu dari persentase penduduk miskin Aceh terus 1.354.497 jiwa atau sebesar 33,24 persen mengalami penurunan yaitu dari 28,28 persen pada tahun 1998 menjadi 602.100 atau pada tahun 2006 menjadi 23,53 persen pada sebesar 21,72 persen pada tahun 1999. tahun 2008. Penurunan angka kemiskinan ini Penurunan ini disebabkan oleh kembali disebabkan oleh semakin baiknya stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar perekonomian dan makin kondusifnya Amerika yang berkisar antara 7.000 sampai keamanan di daerah Aceh. 8.000 rupiah per satu dollar Amerika Pertumbuhan jumlah penduduk sehingga menyebabkan stabilnya harga harga miskin di Aceh selama tahun 1994-2008 rata barang. rata sebesar -2,49 persen, ini menunjukkan Namun pada tahun 2000 jumlah bahwa selama periode tersebut jumlah penduduk miskin di Aceh mengalami penduduk miskin di Aceh rata-rata menurun peningkatan kembali baik secara jumlah sebesar 2,49 persen. Untuk lebih jelasnya maupun persentase yaitu dari 602.100 tahun perkembangan jumlah penduduk miskin di 1999 atau sebesar 21,72 persen menjadi Aceh dalam kurun waktu 1994-2008 dapat 1.101.368 jiwa atau sebesar 26,50 persen dilihat melalui grafik IV-4.i Grafik IV-4 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Aceh selama 1994-2008
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 (diolah) Penutup 1. Diketahui bahwa perkembangan belanja modal pemerintah Provinsi Aceh selama tahun 1994-2008 sangat berfluktuasi dan mempunyai trend yang positif, hal ini terlihat dari peningkatan jumlah belanja daerah yang dialokasikan oleh Pemerintah Aeeh untuk belanja modal
pemerintah selama periode 1994-2008. Pertumbuhan belanja modal pemerintah selama periode 1994-2008 adalah sebesar 200,66 persen. 2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun
2000 selama tahun 1994-2008 juga mempunyai trend yang positif, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 7,83 persen. 3. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Aceh selama tahun 1994-2008 mempunyai trend yang negatif dengan persentase pertumbuhan rata-rata -2,49 persen, ini artinya jumlah penduduk miskin di Aceh selama 1994-2008 mengalami penurunan sebesar 2,49 persen. 4. Peningkatan jumlah Belanja Modal Pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto memberi dampak positif terhadap penduduk miskin di Aceh, karena ketersediaan infrastruktur yang memadai yang merupakan dampak positif dari peningkatan belanja modal pemerintah akan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin (2004), Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Badan Pusat Statistik. (2009). Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan 2009. BPS. Jakarta Darma, Adi.(2002). “ Kajian Garis Kemiskinan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumahtangga di Kabupaten Aceh Timur”. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol.1 No.1, April 2002: 125144. Unsyiah. Hakim, Abdul.(2006). “Analisis kemiskinan : Perbandingan Rumahtangga Yang Dikepalai Oleh Perempuan Dan Laki-laki Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.5 No.2, Agustus 2006: 175-194. Unsyiah. Halim, Abdul.(2002). Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat, Jakarta. J. Baumol, W and Alan S. Bhinder.(2003). Economics Principles and Policy ninth edition. United Stated Of America. Kartasasmita, Ginanjar.(1996). Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. PT Pustaka Cidesindo. Jakarta. Kuncoro, Mudrajad.(2006). Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Keempat. UPP STIM YKPN. Jakarta. Lukman, Lusiana.(2004). The Impact of Goverment Expenditure on Poverty Reduction in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.3, No. 1, April 2004 51-57, FE Unsyiah. Nanga, Muana (2005), Makro Ekonomi, Teori, Masalah dan Kebijakan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.