PENGARUH AROMATERAPI JASMINE TERHADAP TINGKAT NYERI PADA PASIEN GOUT DI PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG Putri Anggraeni Pertiwi* Puji Lestari**Umi Aniroh** *Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **Dosen STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Abstrak Gout merupakan penyakit yang ditandai dengan nyeri yang terjadi berulang-ulang yang disebabkan adanya endapan kristal monosodium urat yang tertumpuk didalam sendi sebagai akibat tingginya kadar asam urat didalam darah. Teknik relaksaksi menggunakan aromaterapi jasmine secara inhalasi merupakan salah satu jenis terapi non farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien gout. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh aromaterapi jasmine terhadap penurunan nyeri pada pasien gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi eksperiment dengan desain non equivalent control group. Populasi penelitian ini adalah pasien dari puskesmas sebanyak 40 orang. Jumlah sampel sebanyak 32 pasien yaitu 16 kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol, menggunakan teknik purposive sampling dan pengumpulan data dengan lembar observasi menggunakan skala numberik. Mengunakan analisis data bivariat dengan uji t indenpenden. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan antara nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi dengan p-value (0,001) < α (0,05). Tidak ada perbedaan skala nyeri pasien gout sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok control dengan p value 0,718>0,05. Serta ada pengaruh yang signifikan dengan aromaterapi jasmine terhadap tingkat nyeri pada pasien gout Di Puskesmas Bergas Kabupaten Semrang dengan p-value (0,001) < α (0,05). Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk perawat memilih aromaterapi jasmine sebagai teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Kata Kunci
: Nyeri Gout, Aromaterapi Jasmine
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
The Effects Of Jasmine Aromatherapy To Gout Sufferers At Bergas Public Health Center(PHC),Semarang Regency ABSTRACT Gout arthritis is a disease characterized by pain that occurs repeatedly due to the deposition of monosodium crystals that accumulate in the joints as a result of high levels of uric acid in the blood. A relaxation technique using jasmine aromatherapy with inhale is one type of non-pharmacological therapies which aims to reduce the level of pain of gout. The aim of this research is to analyze the effects of jasmine aromatherapy to gout sufferers at Bergas Public Health Center, Semarang regency. This study used a quantitative approach with quasi-experimental method and used non-equivalent control group design. The population in this study was the patients at Bergas PHC as many as 40 people. The samples were 32 respondents divided into two groups: the control and the intervention groups in which each group consisted of 16 respondents sampled by using the purposive sampling technique and data collecting used observation sheets using numeric scale of pain. Bivariate analysis used t independent test. The results of this study indicate that there is a difference in pain levels in the patients between before and after getting the jasmine aromatherapy in the intervention group with p-value of (0.001) <α (0.05), there is no difference in pain levels in the patients between before and after getting jasmine aromatherapy in the control group with p-value of 0,718>0,05. And there is a significant effect of jasmine aromatherapy to gout sufferers at Bergas PHC, Semarang regency with p-value (0,001) < α (0,05). These results could be adopted for the consideration of nurses in selecting jasmine aromatherapy as a relaxation technique to reduce the level of pain of gout.
Keywords : jasmine aromatherapy, gout arthitris pain
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
PENDAHULUAN Gout merupakan penyakit yang diakibatkan tingginya kadar purin di dalam darah. Penyakit gout ditandai oleh linu-linu, terutama di persendian tulang. Rasa sakit tersebut diakibatkan adanya radang pada persendian (Alifiasari,2011).Gout disebabkan adanya penumpukan kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari purine, dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat melalui urin sehingga membentuk kristal yang berada dalam cairan sendi sehingga menyebabkan penyakit gout (Nopik,2013). Penyakit gout sering menyerang laki-laki mulai dari usia pubertas hingga mencapai usia puncak 40-50 tahun. Pria gemuk punya kecenderungan lebih tinggi ketimbang yang kurus. Di Indonesia 32% serangan gout terjadi pada pria usia dibawah 34 tahun. Sementara diluar negeri rata-rata diderita oleh kaum pria di atas usia tersebut (Damayanti,2013). Menurut Riskerdas 2013, sebanyak 11 provinsi mempunyai pravelensi penyakit sendi diatas persentase Nasional yaitu Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah , Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua Barat. Pravelensi penyakit sendi berdasarkan diagnose tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnose atau gejala 24,7%. Jika dilihat dari karakteristik umur, pravelensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun(54,8%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria (21,8%). Pravelensi penderita gout yang paling tinggi yaitu di Bali yang mencapai 19,3%. Di Sulawesi Utara juga merupakan salah
satu pravelensi tertinggi penderita gout yaitu mencapai 10,3%. Menurut Hamijoyo(2014), pravelensi penderita gout di Provinsi Jawa Tengah yaitu 1,7%. Kadar asam urat yang normal menurut WHO pada laki –laki dewasa adalah sekitar 2 - 7,7 mg/dl, sementara itu pada wanita yang sudah dewasa adalah 2 - 6,5 mg/dl. Pada laki-laki dengan usia diatas 40 tahun yaitu 2 8,5 mg/dl, pada wanita 2 - 8mg/dl. Anak-anak yang berusia 10 - 18 tahun kadar asam uratnya 3,6 - 5,5mg/dl, sementra itu pada anak wanita 3,6 - 4 mg/dl. Nyeri adalah salah satu tanda yang dialami olah penderita gout. Dampak nyeri sendi adalah penurunan kualitas harapan hidup seperti kelelahan yang demikian hebatnya, menurunkan rentan gerak tubuh dan nyeri pada gerakan. Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat pada awal gerakan akan tetapi kekuan tidak berlangsung lama yaitu kurang dari seperempat jam. Kekuaan di pagi hari menyebabkan berkurangnya kemampuan gerak dalam melakukan 4 gerak ektensi, keterbatasan morbilitas fisik dan efek sistemik yang ditimbulkan adalah kegagaglan organ dan kematian (Price,2005). Pengobatan penyakit gout bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan sendi serta menurunkan kadar asam urat darah. Penurunan kadar asam urat darah dapat dilakukan dengan cara mengurangi produksi atau meningkatkan eksresi asam urat. Saat ini banyak yang mulai mengembangkan terapi herbal untuk pengobatan – pengobatan. Selain terapi menggunakan farmakologi atau dengan menggunakan obat
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
obatan, ada terapi non farmakologi yang biasanya sering disarankan yaitu terapi herbal. Terapi herbal merupakan bentuk penyembuhan atau pengurangan rasa sakit menggunakan tanaman atau tumbuhan yang berkhasiat obat (Eka, 2011). Salah satu terapi komplementer yang digunakan untuk mengurangi nyeri adalah teknik relaksasi dan distraksi. Teknik relaksasi bisa dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu dengan aromaterapi. Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial konsentrasi tinggi yang diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan dan diberikan melalui masase, inhalasi, dicampur ke dalam air mandi, untuk kompres, melalui membran mukosa dalam bentuk pesarium atau supositoria dan terkadang dalam bentuk murni. Meskipun aroma memegang peranan penting dalam mempengaruhi alam perasaan klien, sebenarnya zat kimia yang terkandung dalam berbagai jenis minyaklah yang bekerja secara farmakologis, dan kerjanya dapat ditingkatkan dengan jenis metode pemberiannya, terutama masase (Andrews, 2009). Aromaterapi merupakan teknik penyembuhan meggunakan konsentrasi minyak esensial dari tumbuhan, sekalipun metode yang digunakan tergolong sederhana, namun terapi ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan metode penyembuhan yang lain seperti biaya yang dikeluarkan cukup murah, bisa dilakukan diberbagai tempat dan keadaan, cara pemakaian tergolong praktis dan efesien, efek zat yang ditimbulkan
tergolong cukup aman bagi tubuh dan khasiatnya pun terbukti cukup manjur dan tidak kalah dengan metode terapi lain (Jaelani,2009). Berbagai efek minyak atsiri sebagai antiseptic, antimikroba, antivirus dan anti jamur, zat analgesic, anti radang, anti oksidan, zat balancing, immunostimulan, pembunuh dan pengusir serangga, mukolitik dan ekspektoran. Dalam penggunaannya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain inhalasi, berendam, pijat dan kompres (Bharkatiya et al, 2008:14). Menurut Hadibroto & Alam (2006) cara yang paling cepat dalam penyembuhan yaitu dengan cara inhalasi yaitu menghirup minyak aromaterapi. Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh, dan sistem penciuman. Aroma wewangian mempengaruhi konsidi psikis, daya ingat dan emosi seseorang. Organ penciuman merupakan sarana komunikasi alamiah pada manusia, hanya sejumlah 8 molekul yang dapat memacu implus elektrik pada ujung saraf. Sedangkan secara kasar terdapat 40 ujung saraf yang harus dirangsang sebelum seseorang sadar bau apa yang dicium. Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga hidung melalui penghirupan sehingga akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman (Yunita,2010). Terapi yang menggunakan wewangian untuk berbagai tujuan kesehatan cukup popular , dan telah digunakan sejak zaman mesir kuno. Jenis
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
aromaterapi yang bisa digunakan yaitu aroma jasmine. Kandungan kimia dari jasmine yaitu minyak esteris, indole, benzelic, alcoholbenzilic, livalylacetaat, linalcohol, asetat dan jasmon, kandungan kimia tersebut bisa dijadikan bahan standar obat-obatan untuk mengatasi nyeri. Hasil penelitian Isa Khasani dan Nisa Amriyah (2013) dengan judul pengaruh aromaterapi terhadap nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea di Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa lilin aromaterapi dengan aroma melati dapat mengurangi rasa nyeri post sectio caesarea dengan rata rata nyeri responden sebelum diberikan aromaterapi sebesar 5,36% menjadi 2,85%. Penelitian lainnya oleh Susanti (2013) dengan judul pengaruh pemberian aroma terapi terhadap tingkat nyeri pada ibu bersalin kala 1 fase aktif menunjukkan bahwa dengan pemberian aromaterapi lavender menunjukkan bahwa ada pengaruh dengan hasil p hitung < α atau 0,002 < 0,05. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan data pada bulan September 2015 ada 9 orang yang menderita gout, yaitu 4 orang (20-44 tahun), 1 orang (45-50 tahun, 4 orang (>50 tahun). Satu dari sembilan diantaranya mengeluh nyeri yang hebat pada lutut dan jari kaki. Setiap satu bulan sekali pasien tersebut selalu kontrol kesehatan untuk mengetahui kadar asam uratnya. Setelah melakukan cek kesehatan, untuk menurunkan kadar asam uratnya pasien mendapatkan obat allopurinol. Dengan mengkonsumsi obat tersebut pasien
merasakan berkurangnya nyeri dan pegal yang dirasakan pada bagian tubuhnya. Selain mengkonsumsi obat pasien juga mengontrol makanannya dengan tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan seperti jeroan, udang, kerang, makanan kaleng, tape dan emping melinjo. Data yang lain didapatkan 5 orang diantaranya mengalami nyeri di pagi serta malam hari dan terasa kaku. Pasien mengatakan upaya untuk mengurangi rasa nyeri dengan mengompres air hangat pada bagian yang nyeri yaitu pada bagian lutut dan tumit kaki, tetapi hasilnya nyeri belum teratasi. Tiga orang pasien yang lain mengatakan mengalami nyeri pada bagian lutut serta ekstremitas (kaki) pada pagi hari dan sesekali terasa kesemutan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri dengan mengkonsumsi obat yang di beli dari toko dan meminumnya pada malam hari sebelum tidur. Setelah mengkonsumsi obat pada malam hari, dan pagi harinya pasien mengatakan belum merasakan penurunan nyeri. Dari hasil studi pendahuluan, pernyataan dari pasien yang menderita gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang belum mengetahui manfaat dalam pemberian aromaterapi dalam mengurangi nyeri pada sendi. Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan penelitian guna mengetahui tentang “pengaruh aromaterapi jasmine terhadap nyeri pada pasien gout “.
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan eksperimen semu (quasy experiment design). Penelitian Quasy eksperiment merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya akibat sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik (Notoatmodjo, 2010). Jenis penelitian ini berbentuk desaign non equivalent (pretest-posttest) control group desain. Populasi pada penelitian ini adalah pasien di puskesmas bergas kabupaten semarang yang berjumlah 40 orang dan hasil wawancara langsung melalui responden. Dengan teknik non random sampling,yaitu Purposive sampling adalah pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifatsifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Metode pengumpulan data menggunakan skala numeric dengan uji t test independen. Data diuji dengan tujuan untuk mendefinisikan tiap variable yang ditelti secara terpisah dengan membuat table frekuenssi dari masing-masing variable (susanto,2007). Variable dianalisis dalam penelitian ini adaalh nyeri pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi jasmine pada kelompok perlakuan dan control dengan menggunakan uji t test dependen. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Gambaran Tingkat Nyeri Pasien Gout Sebelum Diberi Aromaterapi
Jasmine pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Nyeri Pasien Gout Sebelum Diberi Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang 2016 Skala Nyeri
Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Jumlah
Kelompok Intervensi f % 1 6.3 13 81.2 2 12.5
16
100
Kelompok Kontrol f % 1 6.3 13 81.2 2 12.5
16
100
2. Gambaran Tingkat Nyeri Pasien Gout Sesudah Diberi Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Nyeri Pasien Gout Sesudah Diberi Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang 2016 Skala Nyeri
Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat
Kelompok Intervensi f % 5 31.3
Kelompok Kontrol F % 1 6.3
11
68.7
13
81.2
0
0.0
2
12.5
Jumlah
16
100
16
100
B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi pada Pasien Gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang 2016
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
Tabel 4.5 Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Diberikan Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi pada Pasien Gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang 2016
el
terhadap skala nyeri pasien gout di di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN A. Gambaran tingkat nyeri pasien gout sebelum diberi aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi dan control Variab pBerdasarkan hasil penelitian, Perlakuan N Mean SD value tingkat nyeri pasien gout sebelum Skala Sebelum 16 5,25 1,065 0,001 diberi aromaterapi jasmine pada Nyeri Sesudah 16 4,00 1,033 kelompok intervensi dan kontrol sama yaitu ditemukan 1 responden 2. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum (6,3%) mengalami nyeri ringan,13 dan Sesudah Perlakuan pada responden (81,2%) mengalami nyeri Kelompok Kontrol pada Pasien sedang dan 2 responden (12,5%) Gout di Puskesmas Bergas mengalami nyeri berat, dan pada Kabupaten Semarang kelompok kontrol ditemukan 1 responden (6,3%) mengalami nyeri Tabel 4.6 Perbedaan Skala Nyeri ringan, 13 responden (81,2%) Sebelum dan Sesudah mengalami nyeri sedang dan 2 Perlakuan pada Kelompok responden (12,5%). Kontrol pada Pasien Gout di Dapat diartikan bahwa sebagian Puskesmas Bergas Kabupaten besar responden pada kelompok Semarang 2016 intervensi atau kontrol sebagaian pVariabel Perlakuan N Mean SD besar mengalami nyeri sedang value disebabkan karena tingginya kadar Skala Sebelum 16 5,38 1,088 0,718 Nyeri Sesudah 16 5,31 1,078 asam urat di dalam darah. Nyeri sedang yang dialami oleh responden secara objektif pasien mendesis, 3. Perbedaan Skala Nyeri Pasien Gout dapat menunujukkan lokasi nyeri, Sesudah Diberikan Aromterapi dapat mendiskripsikannya, dapat jasmine antara Kelompok mengikuti perintah dengan baik. Intervensi dan Kontrol di Apabila tidak terkontrol kadar asam Puskesmas Bergas Kabupaten urat dalam darah menimbulkan Semarang 2016 suatu benjolan yang timbul pada pjaringan luar sendi yang berisi Variabel Kelompok N Mean SD value kristal-kristal urat yang dapat Skala Intervensi 16 4,00 1,033 0,001 menimbulkan nyeri. Munculnya Nyeri Kontrol 16 5,31 1,078 nyeri sangat berkaitan erat dengan stimulasi dan reseptor. Reseptor HASIL ANALISIS nyeri dapat memberikan resapon Berdasarkan uji t independen, akibat adanya stimulasi atau didapatkan bahwa p-value 0,001 < rangsangan. Stimulus tersebut dapat (0,05),maka Ho ditolak dan dapat berupa kimiawi,panas, listrik atau disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mekanis. Stimulus oleh zat kimiawi secara bermakna aromaterapi jasmine Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
diantaranya seperti histamine, bradikidin, dan kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosireseptor(Potter& Perry,2005). Semua orang mempunyai respon yang berbeda dalam mengartikan nyeri. Mengkaji intensitas nyeri sangat penting walaupun bersifat subyektif. Seseorang yang sedang merasa nyeri khususnya nyeri yang hebat, ingin nyeri yang dirasakannya segera hilang, tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri yaitu mengurangi nyeri dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Potter(2005)yaitu hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga meimbulkan suatu perasaa ansietas. Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat dari pada individu yang memiliki emosional yang kurang stabil. Satu lagi yaitu dukungan yang diberikan oleh keluarga, dimana dukungan dari keluarga mampu memberikan ketenagan pada seseorang sehingga mampu mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan, pendapat ini sesui dengan teori Potter(2005|) yang menyatakan individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan kehadiran orang yang dicintai akan mengurangi kesepian dan ketakutan. Nyeri yang timbul pada responden biasanya dirasakan pada
daerah pangkal ibu jari dan dirasakan pada malam dan saat bangun pagi. Biasanya usaha para responden untuk menangani nyeri yang dirasakan yaitu membeli obat diwarung atau dengan dipijat. B. Gambaran tingkat nyeri pasien gout sesudah diberi aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi dan kontrol Tingkat skala nyeri gout pada kelompok intervensi yang terdiri dari 16 responden setelah diberi aromaterapi jasmine yaitu didapatkan 5 responden (31,1%) mengalami nyeri ringan, 11 responden (68,7%) mengalami nyeri sedang. Sedangkan skala gout pada kelompok kontrol yang berjumlah sama dengan kelompok intervensi yaitu sebanyak 16 responden pada akhir penlitian didapatkan bahwa 1 responden mengalami nyeri ringan, 13 responden(81,2%) nyeri sedang, 2 responden nyeri berat(12,5%) mengalami nyeri berat. Hasil pengukuran nyeri pada responden menggunakan lembar observasi dengan menggunakan skala nyeri numerik setelah diberikan aromaterapi jasmine yaitu didapatkan bahwa terdapat adanya penurunan nyeri pada kelompok intervensi, sedangkan skala nyeri pada kelompok kontrol atau tidak diberikan aromaterapi jasmine yaitu tidak mengalami penurunan nyeri. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadinya penurunan nyeri yang cukup signifikan terhadap nyeri pada responden kelompok intervensi yaitu responden yang diberi aromaterapi jasmine didapatkan 5 responden (31,1%) mengalami nyeri ringan, 11
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
responden (68,7%) mengalami nyeri sedang. Diperoleh dari hasil wawancara setelah diberikan aromaterapi secara inhalasi atau dihirup selama 5 menit pada pasien gout mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan mulai berkurang, dimana efek dari kandungan dari aromaterapi jasmine yaitu minyak esteris, indole, benzelic, alcoholbenzelic, livalylacetaat, linalool, asetat dan jasmine adalah obat-obatan standar untuk mengatasi nyeri. Menurut indah (2013) terdapat kandungan linalool yang menimbulkan perasaan rileks dan kandungan linalool juga dapat meningkatkan sirkulasi dan menghantarkan pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Selanjutnya linalool akan menyebabkan spasmolitik serta menurunkan aliran impuls saraf yang mentrasmisikan nyeri. C. Perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberi aromterapi jasmine pada kelompok intervensi Sebelum diberikan aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri responden yaitu 5,25 dengan standart defiasi 1,065. Kemudian setelah diberi aromaterapi jasmine rata-rata skala nyeri responden turun menjadi 4,00 dengan standar deviasi 1,033. Data tersebut menunjukkan bahwa skala nyeri pada responden kelompok intervensi mengalami penurunan setelah diberi aromaterapi jasmine. Hal ini sama dengan hasil penelitian oleh Isa Khasani Dan Nisa Amriyah(2013), mengenai pengaruh aromaterapi melati secara
inhalasi terhadap nyeri post section caesarea yang menunjukkan penurunan nyeri dengan rata-rata nyeri responden sebelum diberikan aromaterapi sebesar 5,36% mejadi 2,85%. Bisa diartikan bahwa ada perbedaan nyeri setelah diberi aromaterapi melati. Berdasarkan uji t dependen didapatkan p-value 0,001 < α (0,05) maka Ho ditolak, ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan skala nyeri penderita gout sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi Di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. Responden kelompok intervensi sebelum diberikan aromaterapi didapatkan hasil 1 respoonden (6,3%) mengalami nyeri ringan, 13 responden (81.2%) mengalami nyeri sedang, dan 2 responden (12,5%) mengalami nyeri berat. Setelah diberi aromaterapi jasmine skala nyeri terjadi penurunan yaitu didapatkan 5 responden (31,3%) mengalami nyeri ringan dan 11 responden (68,7%) mengalami nyeri sedang. Ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan nyeri pada responden yang mengalami nyeri sedang. Penurunan ini didapatkan dari responden yang awalnya mengalami nyeri berat menjadi nyeri sedang dan responden yang mengalami nyeri sedang menjadi nyeri ringan sedangkan nyeri ringan tetap mengalami nyeri ringan. Responden kelompok eksperimen yaitu pada 5 responden (31,3%) mengalami nyeri ringan dan 11 responden (68,7%) yang telah diberikan aromaterapi mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan berkurang. Aromaterapi
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
digunakan untuk mengendalikan emosi, membuat rasa nyaman, menghilangkan rasa cemas dan membuat rasa tenang, juga bisa menurunkan tingkat nyeri (Kaina,2006). Kandungan dari aromaterapi yaitu minyak esteris, indole, benzelic, alcoholbenzelic, livalylacetaat, linalool, asetat dan jasmine adalah obat-obatan standar untuk mengatasi nyeri. Menurut indah (2013) kandungan linalool dapat meningkatkan sirkulasi dan menghantarkan pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Selanjutnya linalool akan menyebabkan spasmolitik serta menurunkan aliran impuls saraf yang mentrasmisikan nyeri. Jasmine dapat mengobati ketegangan saraf, kecemasan, nyeri menstruasi dan pegal linu. Minyak jasmine itu sendiri mempunyai fungsi untuk menenangkan, mempunyai efek menyejukkan, menigkatkan keseimbangan dan pikiran positif (Purwanto,2013). Hal ini yang menyebabkan aromaterapi jasmine mampu meringankan nyeri karena adanya efek relaksasi dari aromaterapi jasmine. Aromaterapi jasmine dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. Aromaterapi dihirup oleh responden melalui penciuman dan dibawa oleh syaraf alat penciuman ke hypothalamus atau area limbic dari otak. Stimulasi pada otak memungkinkan otak bekerja untuk mengurangi rasa nyeri. Hal ini sesuai dengan pendapat Ross (2006) dalam Isa khasani,dkk(2013) menyatakan bahwa aromaterapi yang digunakan
melalui penciuman dapat langsung dibawa lewat syaraf alat penciuman ke hypothalamus atau area limbic dari otak memori dan emosi sehingga mengurangi rasa nyeri. D. Perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberi aromterapi jasmine pada kelompok kontrol Kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak diberkan aromaterapi jasmine. Rata- rata skala nyeri pada kelompok kontrol pada awal penelitian 5,38 dengan standart deviasi 1,088 dan akhir penelitian didapatkan rata-rata 5,13 dengan standart deviasi 1,078. Data diatas menunjukkan bahwa tingkat nyeri mengalami penurunan pada akhir penelitian. Berdasarkan uji t dependent didapatkan p-value 0,178 > α(0,05), maka gagal Ho ditolak, ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada kelompok kontrol karena tidak diberikan perlakuan, tingkat nyeri pasien cenderung menetap yaitu sebanyak 1 responden (6,3%) mengalami nyeri ringan,13 responden (81,2%) mengalami nyeri sedang dan 2 responden(12,5%) mengalami nyeri berat. Semua orangmempunyai respon yang berbeda dalam mengartikan nyeri. Nyeri merupakan perasaan emosiaonal yang bersifat obyektif dan hanya seseorang engan kondisi tersebut yang dapat mendiskripsikan besarnya nyeri yang dirasakan. Sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan skala intensitas nyeri pada tiap responden. Nyeri sendiri muncul karena adanya kirimana implus yang memasuki medulla spinalis dan berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
sehingga akan ditrasmisikan mencapai korteks serebral untuk diinterprestasikan sensasi nyeri (Potterdan Perry,2005). Responden kelompok kontrol yang mengalami nyeri berat dengan gejala bengkak dan kemerahan disertai benjolan bening berisi kristal-kristal, dimana pada kelompok kontrol hanya dibiarkan saja sehingga tidak mengalami perubahan nyeri dan tidak berkurang sama sekali sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. E. Pengaruh aromaterapi jasmine terhadap nyeri pada penderita gout Hasil pengukuran nyeri pada responden didapatkan bahwa ratarata skala nyeri pada kelompok intervensi setelah diberikan aromaterapi jasmine yaitu 4,00 dan pada kelompok control 5,31. Data ini menunjukkan bahwa skala nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah dari pada kelompok control setelah diberi aromaterapi jasmine. Hasil uji t independen, didapatkan p-value 0,001<α(0,005) Ho ditolak, ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna skala nyeri pasie gout sesudah diberikan aromaterapi jasmine antara kelompok intervensi dan kontrol di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. Jasmine baik untuk kesuburan wanita, anti-depresi, sakit menstruasi, beberapa penyakit pernapasan atas dan pegal linu, dapat dipakai dalam bentuk seduhan. Minyak jasmine dapat dioleskan pada kulit atau digunakan dalam air mandi (Express,2009). Kandungan dari aromaterapi jasmine yang berupa minyak
esteris, indole, benzelic, alcoholbenzelic, livalylacetaat, linalool, asetat dan jasmine. Menurut indah (2013) kandungan linalool dapat meningkatkan sirkulasi dan menghantarkan pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Selanjutnya linalool akan menyebabkan spasmolitik serta menurunkan aliran impuls saraf yang mentrasmisikan nyeri. Aromaterapi dihirup oleh responden melalui penciuman dan dibawa oleh syaraf alat penciuman ke hypothalamus atau area limbic dari otak. Stimulasi pada otak memungkinkan otak bekerja untuk mengurangi rasa nyeri. Aromaterapi yang diberikan memberikan kenyamanan pada pasien khususnya pada saat pasien menghirup aromaterapi jasmine. Hal ini sesuai dengan Ross (2006) dalam Isa khasani,dkk(2013) menyatakan bahwa aromaterapi yang digunakan melalui penciuman dapat langsung dibawa lewat syaraf alat penciuman ke hypothalamus atau area limbic dari otak memori dan emosi sehingga mengurangi rasa nyeri. pengaruh aromaterapi terhadap kenyamanan dapat dikukur dengan melihat berbagai indicator yang memperlihatkan interprtasi terhadap aromaterapi itu sendiri akan membantu respon emosi, interpretasi terhadap rasa nyaman yang di dapatkan dari efek aromaterapi, pernyataan bahwa aromaterapi meningkatkan kinerja, peningkatan konsentrasi pikiran lebih tenang, jiwa menjadi sejuk (Price,2007). Respon non verbal menunjukkan kenyamanan (tidak ada kerut muka ,tidak ada gerakan menjauhkan diri, tidak ada
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
pengatupan kelopak mata, tidak ada pemalingan wajah atau seluruh badan)Atjinson,R (2009) dalam Prita (2014). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian oleh Isa Khasani Dan Nisa Amriyah(2013), mengenai pengaruh aroma melati secara inhalasi terhadap nyeri post section caesarea yang menunjukkan penurunan nyeri dengan hasil penelitian diperoleh p value sebesar 0,001<0,005 yang berarti Ho ditolak sehingga ada pengaruh aromaterapi terhadap nyeri pada pasien post operasi section caesarea, dengan pemberian aromaterapi diketahui responden mengalami rileks dan rasa nyeri post section caesarea berangsur-angsur berkurang yang ditunjukkan sebagaian besar responden dapat tertidur nyenyak setelah menghirup aromaterapi melati. KESIMPULAN 1. Nyeri gout responden kelompok intervensi dan kelompok control sebelum diberi aromaterapi jasmine didapatkan sama mengalami nyeri sedang 12 responden (81,2%). 2. Nyeri gout responden pada kelompok intervensi dan control sesudah diberi aromaterapi jasmine, sebagian besar responden pada kelompok intervensi mengalami nyeri ringan 5 responden (31,3%), nyeri sedang 11 responden (68,7%) dan pada kelompok control nyeri sedang 12 responden (81,2%), 3. Perbedaan nyeri gout pada responden kelompok intervensi
sebelum dan sesudah diberi aromaterapi jasmine didapatkan rata-rata nyeri responden yaitu 5,25 menjadi 4,00,dengan p value 0,001< 0,005. 4. Perbedaan nyeri gout pada responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberi aromaterapi jasmine didapatkan rata-rata nyeri responden 5,38 dan akhir penelitian didapatkan rata-rata 5,13, dengan p value 0,718 > 0,005. 5. Ada pengaruh pemberian aromaterapi jasmine pada pasien gout di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang dengan p-value 0,001<α(0,05)
DAFTAR PUSTAKA Alifiasari, D., 2011. Komplikasi asam urat. http//ebookspdf.org. Diakses tanggal 17 september 2013 Bharkatiya M, Nema RK, Rathore KS, Panchawat S. 2008.Aromatherapy:Short Overview.International Journal of Green Pharmacy,2(1):13-16. Brunner&Suddarth.2013. Keperawatan Medikal-Bedah; Alih Bahasa, Devi Yulianti,Amelia Kimin; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Eka Anisa Mardella. Ed.12. Jakarta : EGC Damayanti, D.(2012).Panduan lengkap mencegah dan mengobati asam urat. Yogyakarta: Penerbit
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016
Hamijoyo, L.2014. Apakah Nyeri Sendi Saya Akibat Asam Urat? Kenali Gout. http://reumatologi.or.id/reuartt ail?id=27 diakses 08 juli 2014 Indah , SY.2013. Keajaiban Kulit Buah. Surabaya:Tibbun Media Jaelani.(2009). Aroma Terapi. Jakarta : Pustaka Populer Obor Khasani Isa,Amriyah Nisa.(2013).Pengaruh Aromaterapi Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Operasi Section Caesarea Di Rsud Kajen Kabupaten pekalongan Nopik W, 2013. Pengaruh pemberian rebusan daun sirsak terhadap nyeri pada penderita gout dikelurahan genuk barat kecamatan ungaran barat kabupaten semarang Notoaadmodjo.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo,Soekidjo.2012.Meto diologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta :ECG Price, S & Wilson, L.(2005).Patofisiologi Kosep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi6. Jakarta:EGC Primadiarti,R. 2002. Aromaterapi,Jakarta:PT Gramedia Puatak Utama Purwanto,Budhi.(2013). Herbal Dan Keperawatan Komplementer.Yogyakarta:Nu ha Medika Riskesdas,2013.Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyakit Sendi. Diakses dari
www.litbang.depkes.go.id. Pada tanggal 2 november 2014 Sharma, S. (2009). Aromaterapi. Tanggerang : Karisma Publishing Group Smeltzer& Bare.(2001). Keperawatan medikal bedah(alih bahasa : Agung waluyo). Edisi 6. jakarta:EGC Susanti (2013). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Terhadap Tingkat Nyeri Pada Ibu Bersalin Primippada Kala 1 Fase Aktif Swadari Prita.2014. Perbedaan Tingkat Nyeri Sebelum Dan Sesudah Pemberian Aromaterapi Lavender Pada Ibu Post Section Caesarea Di Rsud Ambawara Tamsuri, A.(2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri, Jakarta: EGC Yogyakarta:Lily Publisher Tara.(2005). Buku pintar aroma terapi,panduan lengkap aroma terapi umtuk kesehatan dan kecantikan,Jakarta :Inovasi Watt, G. V. D., dan Aleksandar, J. (2008). Aromatherapy in nursing and mentalhealth care. Contemporary Nurse, 30, 69-75. Yunita.2010.clinical psychology. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Putri Anggraeni Pertiwi | STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,2016