SKRIPSI
PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP SKALA NYERI GOUT ARTRITIS PADA LANSIA DI UPT. PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN TAHUN 2015
Oleh SRI RAHAYU AFRIZAL 11 02 041
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
ii
SKRIPSI
PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP SKALA NYERI GOUT ARTRITIS PADA LANSIA DI UPT. PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh SRI RAHAYU AFRIZAL 11 02 041
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015 ii
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP SKALA NYERI GOUT ARTRITIS PADA LANSIA DI UPT. PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain dalam naskah ini, kecuali tertulis dan tercantum dalam daftar pustaka.
Medan, 04 Agustus 2015
Sri Rahayu Afrizal
i
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A.
Identitas Diri 1.
Nama
: Sri Rahayu Afrizal
2.
Tempat/Tanggal lahir
: Bukit Pedusunan, 22 September 1993
3.
Agama
: Islam
4.
Status
: Belum Menikah
5.
Nama Ayah
: Aprizal, S.Pd, MM
6.
Nama Ibu
: Ellys Rukmini
7.
Anak Ke
: 3 (tiga) dari 3 (tiga) orang bersaudara
8.
Alamat
: Jl.
Jendral
Sudirman
Desa
Pedusunan Kec. Kuantan Mudik
Bukit Kab.
Kuantan Singingi - Riau 9.
No. Hp
10. Email
B.
: 085365085042 :
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1.
Tahun 1998 - 1999
: TK Dharma Wanita Kuantan Mudik
2.
Tahun 1999 - 2005
: SD Negeri 013 Bukit Pedusunan
3.
Tahun 2005 - 2008
: SMP Negeri 1 Kuantan Mudik
4.
Tahun 2008 - 2011
: SMA Negeri 1 Kuantan Mudik
5.
Tahun 2011 - Sekarang
: Sedang menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
ii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Skripsi, Agustus 2015 Sri Rahayu Afrizal Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Di Upt. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan Tahun 2015 xi + 46 hal + 5 tabel + 3 skema + 12 lampiran
ABSTRAK Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular. Tindakan nonfarmakologis untuk penderita gout artritis diantaranya adalah kompres hangat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompres hangat dalam menurunkan skala nyeri pada lansia yang mengalami nyeri gout artritis di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Penelitian ini menggunakan metode Quasy experiment dengan rancangan One-Group pre and post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami nyeri Gout Artritis sebanyak 56 Orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 36 orang dengan menggunakan metode non probability sampling (purposive sampling). Penelitian ini menggunakan analisis statistik uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil penelitian menunjukkan P value 0,000 (< 0,1) maka Ho ditolak, artinya hasil ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian kompres hangat terhadap skala nyeri lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Sarankan agar kiranya kompres hangat dapat diterapkan pada penderita gout arthritis secara mandiri di rumah.
Kata Kunci : Gout Artritis, Nyeri, Kompres Hangat Daftar Pustaka : 23 (2000 - 2013)
iii
iv
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY SARI MUTIARA INDONESIA UNIVERSITY Scription, August 2015 Sri Rahayu Afrizal
Effect of Warm compresses Against Gout Arthritis On Pain Scale Decline in Elderly in UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan 2015. xi + 46 pages + 5 tables + 3 schemes +12 attachments
ABSTRACT Gout is a heterogeneous group of diseases as a result of the deposition of monosodium urate crystals in tissues or due to supersaturation of uric acid in the extracellular fluid. Nonpharmacologic action for patients with gout arthritis include warm compresses. The purpose of this study was to determine the influence of warm compresses in reducing pain scale in the elderly who experience gout arthritis pain in UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. This study use Quasy experiment with the design of the One-group pre and post test design. The population in this study were all elderly with pain Gout Arthritis as many as 56 people. Samples in this research as many as by way of non-probability sampling (purposive sampling). This research uses statistical analysis Wilcoxon Signed Ranks Test. Results of this research P Value of 0.000 (p value <0.1), Ho rejected, meaning that the results showed significant effect on the provision of warm compresses on the pain scale elderly in UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Thus, we can conclude warm compresses can reduce pain scale in patients with gout arthritis. Recommendations is presumably warm compresses can be applied to patients gouty arthritis independently at home.
Keyword References
: Gout Arthritis, Pain, Warm Compresses. : 23 (2000 - 2013)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Di Upt. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan Tahun 2015” disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih yang setulusnya kepada yang terhormat Bapak/Ibu: 1.
Perlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2.
Dr. Ivan Elisabeth Purba M. Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia.
3.
H. Umar, S.Sos, selaku Kepala UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
4.
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Sekaligus selaku Ketua Penguji yang senantiasa sabar membimbing penulis, dan senantiasa meluangkan waktu juga memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5.
Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia sekaligus selaku Penguji I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, membantu, serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ns. Henny Syapitri, M.Kep, selaku Penguji II yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ns. Agnes Marbun, S.Kep, selaku Penguji III yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, membantu, serta memberikan petunjuk dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
vi
8.
Dosen dan seluruh staf pegawai Program Pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
9.
Teristimewa rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ayah tercinta Aprizal, S.Pd, MM dan Ibunda tercinta Elys Rukmini serta kedua saudara tercinta Dr. Yayuk Iramawasita dan Ns. Tuti Afrizal, S.Kep yang tak henti-henti nya memberikan semangat, dukungan moril dan materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Terima kasih kepada sahabat Seperjuangan teman-teman Mahasiswa/i PSIK Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia, Trioma Fitri, Harda Aprima, Suria Ningsih, Rita Aprianti Siregar yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan upaya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan di Pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Sebelum dan sesudahnya peneliti mengucapkan terimakasih.
Medan, 04 Agustus 2015 Peneliti
(Sri Rahayu Afrizal)
vi
DAFTAR ISI Hal SAMPUL DALAM HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN SURAT PERNYATAAN......................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ ABSTRAK ................................................................................................................ ABSTRACT ............................................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................... DAFTAR SKEMA ................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
i ii iii iv v vii ix x xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ A. Latar Belakang ............................................................................................... B. Rumusan Masalah .......................................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 1. Tujuan Umum ............................................................................................ 2. Tujuan Khusus ........................................................................................... D. Manfaat Penelitian .........................................................................................
1 1 5 5 5 6 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. A. Konsep Lansia ............................................................................................... 1. Pengertian ............................................................................................... 2. Klasifikasi Lansia ................................................................................... B. Konsep Gout ................................................................................................. 1. Pengertian Gout ...................................................................................... 2. Klasifikasi Gout ...................................................................................... 3. Stadium Gout Artritis ............................................................................. 4. Tanda dan Gejala .................................................................................... 5. Kadar Normal Asam Urat ....................................................................... 6. Pencegahan Asam Urat ........................................................................... 7. Penatalaksanaan ...................................................................................... C. Konsep Nyeri ................................................................................................. 1. Defenisi ................................................................................................... 2. Fisiologi Nyeri ........................................................................................ 3. Klasifikasi Nyeri ..................................................................................... 4. Reseptor Nyeri ........................................................................................ 5. Neuroregulator ........................................................................................ 6. Pengukuran Intensitas Nyeri ................................................................... 7. Teori Pengontrolan Nyeri ....................................................................... D. Kompres Hangat ............................................................................................ 1. Pengertian Kompres Hangat ...................................................................
7 7 7 7 9 9 9 10 11 12 12 13 13 13 14 14 15 16 18 19 20 21
vii
viii
2. Manfaat Kompres Hangat ....................................................................... 3. Mekanisme Kompres Hangat ................................................................. E. Hubungan Kompres Hangat dengan Nyeri pada Gout artritis ...................... F. Kerangka Konsep ........................................................................................... G. Hipotesis ........................................................................................................
22 22 23 23 24
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... A. Desain Penelitian ........................................................................................... B. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 1. Populasi .................................................................................................. 2. Sampel .................................................................................................... C. Tempat Penelitian ........................................................................................ D. Waktu Penelitian ............................................................................................ E. Defenisi Operasional ..................................................................................... F. Aspek Pengukuran ......................................................................................... 1. Kompres Hangat ..................................................................................... 2. Skala Nyeri ............................................................................................. G. Alat dan Prosedur Penelitian ......................................................................... 1. Alat Pengumpulan Data .......................................................................... 2. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................. H. Etika Penelitian .............................................................................................. I. Pengolahan dan Analisa Data ........................................................................ 1. Pengolahan Data ..................................................................................... 2. Analisa Data............................................................................................
25 25 25 25 26 27 27 28 28 28 28 29 29 30 31 33 33 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 2. Analisis Univariat ................................................................................... 3. Analisa Bivariat ...................................................................................... B. Pembahasan ................................................................................................... 1. Analisis Univariat ................................................................................... 2. Analisis Bivariat ..................................................................................... 3. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................
35 35 35 36 38 38 38 43 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................................... B. Saran ..............................................................................................................
45 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...............................................................................
28
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, kadar asam urat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan ..............................................................................................
36
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden skala nyeri sebelum diberikan kompres hangat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan ..........................................................
37
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden skala nyeri sesudahdiberikan kompres hangat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan .....................................................................
37
Tabel 4.4 Pengaruh kompres hangat pre dan post terhadap skala nyeri lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan ..............................................................................................
38
ix
x
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Penilaian Skala Nyeri ..............................................................................
18
Skema 2.2 Kerangka Konsep.....................................................................................
23
Skema 3.1 Desain Penelitian .....................................................................................
25
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2
Lembar Observasi Skala Nyeri
Lampiran 3
SOP (Standar Operasional Prosedur)
Lampiran 4
Surat Izin Memperoleh Data Dasar dari Pendidikan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lampiran 5
Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan dari UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Lampiran 6
Surat Izin Melaksanakan Penelitian dari Pendidikan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lampiran 7
Surat Balasan Izin Penelitian dari UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Lampiran 8
Surat Selesai Penelitian dari UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Lampiran 9
Master Data
Lampiran 10 Output SPSS Lampiran 11 Lembar Berita Acara Perbaikan Skripsi Lampiran 12 Lembar Konsul
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gout merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup dominan di berbagai negara bak negara-negara maju maupun dinegara-negara berkembang. Meskipun angka pevalensi gout di dunia secara global belum tercatat, prevalensi gout kira-kira 2,647,2% yang bervariasi pada berbagai populasi (Hidayat,2009).Gout artritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl (Sudoyo, 2009). Penyakit yang sering di jumpai pada lansia menurut WHO-Community study of the Elderly
(1991),
Arthritis/Reumatisme
Bronkitis/dyspnea 7,4%,
49%,
Hipertensi
+
CVD
15,2%,
Diabetes Melitus 3,3%, Jatuh 2,5%, Stroke/paralisis
2,1%, TBC 1,8%, Fraktur Tulang 1,0%, Kanker 0,7%, masalah kesehatan yang mempegaruhi ADL 29,3% (Azizah, 2011). Rematik juga banyak menyerang lansia yang ada di Indonesia. Pada tahun 2006, Zeng Q.Y mendapatkan data berdasarkan penelitiannya bahwa prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3% (Purwoastuti, 2009).
Menurut Arthritis Foundation 2006, jumlah penderita artritis atau gangguan sendi kronis di Amerika Serikat terus meningkat.Pada tahun 1990 terdapat 38 juta penderita dan sebelumnya 35 juta pada tahun 1985. Data tahun 1998 memperlihatkan hampir 43 juta atau 1 dari 6 orang di Amerika menderita gangguan sendi, pada tahun 2005 jumlah penderita artritis sudah mencapai 66 juta hampir 1 dari 3 orang menderita gangguan sendi. Sebanyak 42,7 juta di antaranya telah terdiagnosis sebagai artritis dan 23,2 juta sisanya adalah penderita dengan keluhan nyeri sendi kronis.
1
2
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes di Indonesia 11,9 persen dan berdasar diagnosis atau gejala 24,7 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat (32,1%), dan Bali (30%) (Riskesdas, 2013).
Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis nakes meningkat seiring dengan bertambahnya umur, demikian juga yang didiagnosis nakes atau gejala. Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (33% dan 54,8%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan (13,4%) dibanding laki-laki (10,3%)demikian juga yang didiagnosis nakes atau gejala pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat tidak bersekolah baik yang didiagnosis nakes (24,1%) maupun diagnosis nakes atau gejala (45,7%). Prevalensi tertinggi pada pekerjaan petani/nelayan/buruh baik yang didiagnosis nakes (15,3%) maupun diagnosis nakes atau gejala (31,2%). Prevalensi yang didiagnosis nakes di perdesaan (13,8%) lebih tinggi dari perkotaan (10,0%), demikian juga yang diagnosis nakes atau gejala di perdesaan (27,4%), di perkotaan (22,1%) (Riskesdas, 2013).
Gout adalah penyakit metabolik yang di tandai dengan penumpukan asam urat yang di tandai dengan nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah menurut Merkie, Carrie ( 2005, dalam Reny, 2014). Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Andarmoyo, 2013).
Kejadian nyeri yang parah serta serangan yang mendadak, merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan mengganggu keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks serebral melalui sistem hipotalamus
3
pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme korteks adrenal hipofise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta menyediakan energi dalam kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan (Long, 2001). Pada penyakit Gout artritis ini, terjadi peningkatan metabolisme purin yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asam urat pada tulang sendi yang menimbulkan rasa nyeri dengan serangan mendadak.
Penyakit Gout artritis ini sering di jumpai pada Lansia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan itu tampak pula pada semua sistem muskuloskletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan
kemungkinan timbulnya beberapa golongan rematik
(Darmojo, 2006). Hampir 8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendi-sendi, misalnya pegal linu dan kadang-kadang terasa nyeri Biasanya yag terkena ialah persendian dan jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul). Biasanya nyeri akut pada persendian itu disebabkan oleh gout pirai atau jicht. Hal ini disebabkan oleh metabolisme asam urat dalam tubuh (Azizah, 2011) .
Soeroso & Algristian (2011), mengemukakan bahwa terapi farmakologis harus diminimalkan penggunaannya, karena obat-obatan tersebut dapat menyebabkan ketergantungan juga kontraindikasi.Oleh sebab itu, terapi secara nonfarmakologi lebih utama untuk mencegah atau mungkin bisa mengurangi skala nyeri gout artritis.Dalam
melakukan
intervensi
keperawatan,
manajemen
nyeri
nonfarmakologi merupakan tindakan independen dari seorang perawat dalam mengatasi respon klien.Pilihan alternatif dalam meredakan nyeri salah satunya adalah terapi kompres hangat dan kompres dingin (Andarmoyo,2013).
4
Kompres hangat dapat membuat pembuluh darah melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang mengikat akan mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens dkk, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aida Tyas Kartika Sani & Winarsih (2013) bahwa kompres hangat mempunyai pengaruh terhadap perubahan skala nyeri pada klien gout di Wilayah Kerja Puskesmas Batang III Kabupaten Batang. Perubahannya yaitu skala nyeri klien gout mengalami penurunan setelah pemberian kompres hangat. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian bahwa terjadi penurunan nilai rata-rata skala nyeri sesudah pemberian intervensi kompres hangat 1,60. Melihat hasil tersebut, pemberian kompres hangat dapat dijadikan pengobatan nonfarmakologis mandiri untuk mengurangi nyeri Gout artritis pada Lansia.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wurangian dkk (2014) menyatakan bahwa Nyeri gout artritis pada responden sebelum diberikan kompres hangat yaitu didapatkan sebagian besar responden berada pada tingkat nyeri berat.Sedangkan pada nyeri gout artritis pada responden sesudah diberikan kompres hangat yaitu didapatkan sebagian besar responden berada pada tingkat nyeri ringan.Berdasarkan uji statistik didapatkan ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri pada penderita gout artritis di Wilayah Kerja Puskemas Bahu Manado.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu, penelitian ini belum pernah dilakukan di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015. Dan Pada penelitian yang dilakukan oleh Mery Fanada & Widya Iswara Muda dengan judul Pengaruh Kompres Hagat Dalam Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Nyeri Rematik Di Panti
5
Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun 2012 menggunakan alat ukur kuisioner skala nyeri Faces Pain Rating Scale (FPRS).Sedangkan pada penelitian ini menggunakan Numeric Rating Scale sebagai alat ukur skala nyeri. Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti kepada 83 lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, dari hasil pemeriksaan kadar asam urat di dapatkan bahwa 56 lansia mempuyai kadar asam urat di atas normal sedangkan sebanyak 27 lansia mempunyai kadar asam urat normal. Peningkatan Asam urat dipengaruhi oleh faktor penuaan, penyakit penyerta seperti Hipertensi serta oleh faktor makanan.Untuk mengatasi nyeri yang disebabkan oleh peningkatan asam urat tersebut sebagian besar lansia mengkonsumsi obat yang didapat dari poliklinik UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Lansia belum mengetahui cara lain untuk mengatasi nyeri selain meminum obat. Berdasarkan Penjelasan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri gout artritis pada lansia di UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2015.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti secara langsung apakah ada pengaruh kompres hangat dalam menurunkan skala nyeri gout artritis pada lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Medan dan Binjai ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompres hangat dalam menurunkan skala nyeri pada lansia yang mengalami nyeri gout artritis di UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015.
6
2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui skala nyeri pada Lansia yang mengalami nyeri Gout artritis sebelum mendapat terapi kompres hangat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015.
b.
Untuk mengetahui skala nyeri pada Lansia yang mengalami nyeri Gout artritis sesudah mendapat terapi kompres di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Lansia Tindakan kompres hangat ini agar dapat digunakan sebagai pengobatan non farmakologi untuk mengatasi nyeri gout artritis sesuai dengan cara yang telah diajarkan secara mandiri. 2. UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Penelitian ini dapatdigunakan sebagai informasi dan sumbangan pemikiran yang diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta
menambah
pengetahuan
lansia
penderita
gout
arritis
tentang
penatalaksanaan nyeri gout artritissecara nonfarmakologi. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai data dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan nyeri gout atritis serta kompres hangat di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015. 4. Bagi Keperawatan Sebagaimasukan
bagi
bidangkeperawatan,khususnyakeperawatankomunitasdangerontikdalammemberi kanasuhankeperawatanpadalansiapenderitagout artritis.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Lansia 1. Pengertian Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
2. Klasifikasi lansia WHO ( 1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun lanjut usia (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan Nugroho(2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa para ahli bahwa yang di sebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 56 tahun ke atas (Azizah, 2011).
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 25-29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), lebih dari 80 (very old). Sedangkan Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagaiseorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55tahun, tidakmempunyai atau tidak berdayamencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-haridan
8
menerimanafkah dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (Azizah, 2011).
Peningkatan jumlah lansia ini terjadi baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Di negara maju, pertambahan populasi atau penduduk lanjut usia telah di antisipasi sejak awal abad ke-20, tidak heran bila masyarakat di negara maju mudah siap menghadapi pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya yang sama, fenomena ini jelas mendatangkan jumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan degeneratif (Nugroho, 2008).
Penyakit yang sering di jumpai pada lansia menurut WHO-Community study of the Elderly (1991), Arthritis/Reumatisme 49%, hipertensi + CVD 15,2%, Bronkitis/dyspnea 7,4%, Diabetes Melitus 3,3%, Jatuh 2,5%, Stroke/paralisis 2,1%, TBC 1,8%, Fraktur Tulang 1,0%, kanker 0,7%, Masalah kesehatan yang mempegaruhi ADL 29,3% (Azizah, 2011).
Menurut Hertianto (2009 dalam Tyas Kartika & Winarsih, 2013) diperkirakan gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili sekitar 5% dari total penyakit radang sendi. Prevalensi gout di Amerika Serikat pada tahun 1986 adalah 13,6/1.000 pria dan 6,4/1.000 perempuan.Di Indonesia, penyakit artritis gout pertama kali diteliti oleh seorang dokter Belanda, dr. Van Den Horst, pada tahun 1935. Saat itu, ia menemukan 15 kasus gout berat pada masyarakat kurang mampu di Jawa. Hasil penelitian tahun 1988 oleh dr. John Darmawan di Bandungan, Jawa Tengah, menunjukkan, di antara 4.683 orang berusia 15-45 tahun yang diteliti, 0,8% menderita asam urat tinggi (1,7% pria dan 0,05% wanita di antara mereka sudah sampai pada tahap gout). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, prevalensi penyakit sendi adalah 24,7% dan prevalensi yang paling tertinggi yaitu di
9
Balimencapai 19,3%. Di Sulawesi Utara juga merupakan salah satu prevalensi tertinggi yaitu mencapai 10,3%. B. Konsep Gout 1. Pengertian Gout Gout merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup dominan di berbagai negara bak negara-negara maju maupun dinegara-negara berkembang. Meskipun angka pevalensi gout di dunia secara global belum tercatat, prevalensi gout kiira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi (Hidayat,2009) .
Gout Artritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl (Sudoyo, 2009).
Secara umum asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup. Dengan kata lain, dalam tubuh makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu karena kita memakan makhluk hidup tersebut, maka zat purin tersebut berpindah ke dalam tubuh kita. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin.Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan (Naga, 2013).
2. Klasifiasi Gout Penyakit Gout dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu primer dan sekunder. a.
Gout primer adalah gout yang disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Pada penyakit Gout primer ini, 99% penyebabnya belum diketehui (idiopatik). Namun, kombinasi faktor genetik dan hormonal diduga yang menjadi penyebab terganggunya metabolisme. Akibatnya, produksi
10
asamurat juga ikut meningkat. Gout jenis ini juga dapat diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. b.
Gout sekunder biasanya timbul karena adanya komplikasi dengan penyakit lain (hipertensi dan atherosclerosis). Penyebab penyakit gout sekunder antara lain karena meningkatnya produksi asam urat akibat nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentukan protein (Naga, 2013).
3.
Stadium Gout artritis Menurut Putra (2009) Gout arthritis, meliputi 3 stadium : a. Gout artritis stadium akut Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat.Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa.Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.Lokasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik dan lainlain.
b. Stadium interkritikal Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan .
11
c. Stadium Gout artritis menahun Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri (self medication).Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter.Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular.Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas.Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.
4.
Tanda dan Gejala Menurut Naga (2013), tanda dan gejala penyakit gout bisa dilihat sebagai mana berikut: a.
Hiperurisemia
b.
Artritis pirai/gout akut, bersiat eksplosif,nyeri hebat, bengkak, merah, teraba panas pada persendian, dan akan sangat terasa pada waktu bangun tidur di pagi hari.
c.
Terdapat kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
d.
Terdapat tofi dengan pemeriksaan kimiawi.
e.
Telah terjadi lebih dari satu serangan akut.
f.
Adanya serangan pada satu sendi, terutama pada sendi ibu jari kaki.
g.
Sendi terlihat kemerahan
h.
Terjadi pembengkakan asimetris pada satu sendi
i.
Tidak ditemukan bakteri pada saat serangan dan inflamasi.
12
Untuk membedakan gout dengan penyakit lain, yang paling mudah di amati adalah waktu, sebab, lokasi bengkak tersebut. Kita patut curiga menderita gout apabila mengalami radang dengan memenuhi tiga krikteria berikut, yaitu:
a. Mendadak b. Muncul tanpa trauma c. Lokasi spesifik pada sendi-sendi yang sering kali terserang gout (Soeroso, & Algristian, 2011).
5. Kadar Normal Asam Urat Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 7 mg/dl.Sedangkan pada teknik biasa, nilai normalnya maksimum 8 mg/dl. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui standar normal itu, penderita dimungkinkan mengalami hiperurisemia. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3–7 mg/dl dan pada perempuan 2,5–6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia (Suherman, 2010).
6. Pencegahan Asam Urat Untuk pencegahan asam urat, dokter biasanya menyarankan deit rendah purin dan memberikan obat – obatan seperti obat anti – inflamasi dan allopurinol. Diet yang efektif sangat penting untuk menghindari komplikasi dan mengurangi biaya pengobatan, pengaturan diet sebaiknya dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl . Selain itu untuk pencegahan asam urat juga bisa dilakukan dengan jangan meminum aspirin (bila membutuhkan obat pengurang sakit, pilih jenis ibuprofen dan lainnya), perbanyak minum air putih terutama bagi penderita yang mengidap batu ginjal untuk mengeluarkan kristal asam urat di tubuh, makan makanan yang mengandung postasium tinggi seperti : sayuran dan buah – buahan, kentang, alpukat, susu dan yogurt, pisang, makan buah – buahan kaya vitamin C, terutama jeruk dan stawberry, konsumsi salah satu produk alami seperti sidaguri, habbatussauda, brotowali, teh hijau (Ahmad, 2011).
13
7. Penatalaksanaan Apabila terjangkit penyakit ini, maka harus dilakukan pengobatan sebagai berikut: a.
Obat anti peradangan nonsteroid.
b.
Jika penyakit ini megenai 1-2 sendi, suatu larutan Kristal kortikosteroid bisa disuntikan langsung kedalam sendi.
c.
Obat pereda nyeri ditambahkan untuk mengendalikan nyeri.
d.
Obat-obatan seperti Probenesid atau Sulfinpirazon berfungsi untuk menurukan kadar asam urat dalam darah (Naga, 2013).
Ada tiga tahap dalam menyembuhkan tofus, yakni operasi pengangkatan tofus, mempebaiki struktur sendi, dan penurunan kadar asam urat. Tofus ibarat endapan mudah hancur. Oleh karena strukturnya telokalisasi dengan baik maka tofus bisa diambil dengan cara operasi. Adapun struktur sendi yang rusak karena digerogoti tofus dapat diperbaiki olehdokter spesialis bedah tulang. Selanjutnya dipelukan terapi diet dan obat-obatan untuk menstabilkan kadar asam urat darah. Penurunan kadar asam sampai 5,0 mg/dl diperlukan agar tofus dapat diserap tubuh kembali (Soeroso & Algristian, 2011).
C. Konsep Nyeri 1. Defenisi Prasetyo (2010, dalam Andarmoyo, 2013) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan
individu
tersebut
bereaksi
untuk
menghilangkan
rasa
nyeri.Nyerimerupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan.Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya.Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer, 2002).
14
2. Fisiologi nyeri Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral.Sekali
stimulus
menginterpretasikan
mencapai
kualitas
nyeri
korteks dan
serebral,
memproses
maka
informasi
otak tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter&Perry, 2005). 3. Klasifikasi Nyeri Nyeri secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronis. a.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepatmenghilang, tidak melebihi enam bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot dan cemas.
b.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanyaberlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan meliputi nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik(Andarmoyo, 2013).
Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya: a.
Nyeri somatik dan visceralyaitu bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (supervisial) pada otot dan tulang. Nyeri somatik dan viseral berbedakarakteristiknya terutama kualitas nyeri, lokalisasi, sebab-sebabnya, dan gejala yang menyertainya.
b.
Nyeri menjalar (Referrent pain) di mana nyeri terasa pada daerah lain daripada yang mendapat ransang, misalnya pada serangan jantung
15
akanmengeluh nyeri yang menjalar ke bawah lengan kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium. c.
Nyeri psikogenik yaitu nyeri yang tidak diketahui secara fisik, biasanya timbul dari pikiran pasien atau psikologis.
d.
Nyeri phantom dari ektremitas yaitu nyeri pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi
e.
Nyeri neurologis yang timbul dalam berbagai bentuk, dimana neuralgia adalah nyeri yang tajam (Smeltzer. 2002).
4. Reseptor Nyeri Menurut Hidayat (2008) reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri.Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut juga Nosireseptor, secara anatomis reseptor nyeri (Nosireseptor)ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.Nosireseptorkutaneusberasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Tamsuri, 2007).Impuls saraf yang dihasilkan oleh stimulus nyeri menyebar di sepanjang saraf perifer aferen. Menurut Jones &Cory (1990), ada dua tipe serabut saraf perifer yang mengonduksi stimulus nyeri yaitu: a.
Reseptor A-delta Merupakan
serabut
komponen
cepat
(kecepatan
tranmisi
6-30
m/det).memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
16
b.
Serabut C Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf
perifer,
maka
akan
melepaskan
mediator
biokimia
yang
mengaktifkan atau membuat peka terhadap respon nyeri. Misalnya, kalium dan
prostaglandin
dilepaskan
ketika
sel-sel
lokal
mengalami
kerusakan.Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.Di dalam kornu dorsalis, neotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus (Potter & Perry, 2005).
5. Neuroregulator Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimuls saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri.Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis.Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni neurotransmiter dan neuromodulator.Neutransmiter, seperti substansi P mengirim impuls fisik melewati celah sinaps di antara dua serabut.Serabut saraf tersebut adalah serabut eksitator atau inhibitor.Neuromodulator memodifikasi aktivitas neurondan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri
17
tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sinaps. Neurotransmiter diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmiter tertentu.Endorphin merupakan salah satu contoh
neuromodulator.Terapi
farmakologis
untuk
nyeri
secara
luas
berdasarkan pada pengaruh obat-obat yang dipilih pada neuregulator (Potter & Perry, 2005). Hidayat (2008) Menjelaskan bahwa, ada beberapa neuregulator yang berperan dalam penghantaran impuls nyeri antara lain: a.
Neurotransmitter 1) Substansi P (peptide) Substansi P ditemukan di kornu dorsalis (peptide ektisator).Substansi ini diperlukan untuk mentransmisi impuls nyeri dari perifer ke otak.Substansi
P
menyebabkan
vasodiladatasi
dan
edema
(Potter&Perry, 2005). 2) Serotonin Serotonin dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri (Potter&Perry, 2005). 3) Prostaglandin Prostaglandin dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membran sel, prostaglandin dipercaya dapat meningkatkan sensitivitas terhadap sel. b.
Neuromodulator 1) Endorfin (Morfin Endogen) Merupakan substansi jenis morfin yang disuplai oleh tubuh (Potter&Perry, 2005). Endorfin diaktivasi oleh daya stress dan nyeri, lokasinya berada pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal dan, endomorfin juga memberi efek analgesik. 2) Bradikinin Bradikinin dilepaskan dari plasma dan pecah di sekitar pembuluh darah pada daerah yang mengalami cedera.Bradikinin bekerja pada reseptor saraf perifer menyebabkan peningkatan stimulus nyeri dan
18
bekerja pada sel menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan prostaglandin.
6.
Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Andarmoyo, 2013).Penilanian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut:
Skema 2.1 Penilaian Skala Nyeri a.
Numerik ( 0-10 )
vv 0 1 Tidak nyeri
b.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
sangat nyeri
Deskriptif
Tidak Nyeri
Nyeri Tak tertahankan
19
c.
Skala Analog visual (VAS)
Tidak Nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri sangat hebat
Nyeri hebat
Nyeri tak tertahankan
(Bare dan Smeltzer, 2002).
7. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory) Terdapat
berbagai
teori
yang
berusaha
menggambarkan
bagaimana
nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri.Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007).Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme penutupan ini diyakini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan
20
klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling, tekik kompres panas dingin dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter & Perry, 2005). D. Kompres Hangat Thermotherapy adalah penggunaan terapi panas untuk mengobati penyakit. Terapi Panas banyak digunakan pengobatan konservatif untuk cedera jaringan lunak. Terapi panas di anjurkanuntuk membantu dalam menghilangkan rasa nyeri, kejang otot, meningkatkan penyembuhan, mempercepat proses suppuratif, menyebabkan sedasi dan mengurangi kekakuan sendi dan kontraktur pada otot. Hal inimenunjukkan bahwa aliran darah ke kulit akan meningkat sebagai akibat dari penerapan terapi panas. Peningkatan aliran darah terjadi dengan cara vasodilatasi dan peningkatan tingkat metabolisme dari sekitar jaringan. Vasodilatasi langsung disebabkan oleh aplikasi panas yang disebabkan oleh pelepasan substansi P dan genkalsitonin terkait peptide. Pemeliharaan vasodilatasi dimediasi oleh oksida nitrat. Sementara, potensial reseptor salurankation yang meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel endotel memicu pelepasan oksida nitrat.Kalsium kemudian akan mengaktifkan enzim endotel oksida nitrat synthase(Millard, 2012).
Penggunaanterapi panastelah di anjurkan untuk pengobatancedera jaringan lunakyang sudah memasuki fase penyembuhan, atau situasi nyei kronis, dan terapi panas dapat menjadi terapeutik. Salah satu mekanisme untuk efek positif dari panas berkaitan dengan kemampuan untuk meningkatkan aliran darah dan mengubah metabolisme sel, sehingga penyembuhan lebih ditingkatkan dan membuang sisa produk metabolik(Millard, 2012).
21
Banyak yang percaya bahwa tambahan penggunaan panas selama fase cedera akut dapat menyebabkan peningkatan produk sisa metabolisme dan menyebarkan respon inflamasi dalam waktu akut terutama jika ada gangguan vena atauarus balik limfatik. Pada gangguan gangguan nyeri akut, peningkatan aliran darah akan mempercepat penghapusan stimulus kimia sehingga tingkat rasa nyeri berkurang. Peningkatan suhu musculotendinous telah terbukti menghasilkan pemanjangan, keteganganpengurangan dan peningkatan rentang gerak(Millard, 2012).
1. Pengertian Kompres Hangat Menurut Andarmoyo (2013) Manajemen nyeri Nonfarmakologis merupakan tindakan
menurunkan
respon
nyeri
tanpa
menggunakan
agen
farmakologi.Dalam melakukan intervensi keperawatan, manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan tindakan independen dari seorang perawat dalam mengatasi respon klien.Pilihan alternatif dalam meredakan nyeri salah satunya adalah terapi kompres hangat dan kompres dingin. Kompres hangat dapat membuat pembuluh darah melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang mengikat akan mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens dkk, 2000).Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat
pada daerah tertentu (Hidayat,
2008). Penggunaan terapi panas permukaan pada tubuh kita dapat memperbaiki fleksibilitas tendon dan ligamen, mengurangi spasmeotot, meredakan nyeri, meningkatkan aliran darah, dan meningkatkan metabolisme.Mekanismenya dalam mengurangi nyeri tidak diketahui dengan pasti, walaupun para peneliti yakin bahwa panas dapat menonaktifkan serabut saraf yang menyebabkan
22
spasme otot dan panas tersebut dapat menyebabkan pelepasan endorfin, opium yang sangat kuat, seperti bahan kimia yang memblok transmisi nyeri.Secara umum peningkatan aliran darah dapat terjadi pada bagian tubuh yang dihangatkan karena panas cenderung mengendurkan dinding pembuluh darah, panas merupakan yang terbaik untuk meningkatkan fleksibilitas (Anderson, 2007). 2.
Manfaat kompres hangat Penggunaan kompres hangat untuk area yang tegang dan nyeri dianggap meredakan nyeri dengan mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskemia, yang merangsang nyeri dan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke area tersebut.Dari jenisnya, kompres dibagi menjadi dua, yakni kompres hangat dan kompres dingin.Kompres hangat dapat dilakukan dengan menempelkan kantung karet yang diisi air hangat atau handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang nyeri.Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah (Aisyah, 2006).
3. Mekanisme Kompres Hangat a.
Stimulus Kutaneus Stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilngkan nyeri.Masase, mandi air hangat, kompres menggunakan merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.Cara kerja khusus stimulus kutaneus masih belum jelas. Salah satu pemikiran adalah bahwa cara ini menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri.Teori
gate
controlmengatakan
bahwa
stimulasi
kutaneus
mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-Beta yag lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil.Gerbang sinap menutup transmisi nyeri (Potter & Perry,2005).
23
Keuntungan stimulus kutaneus adalah tindakan ini dapat dilakukan dirumah, sehingga memungkinkan klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya. Penggunaan stimulasi kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot (Potter & Perry, 2005) E. Hubungan kompres hangat dengan nyeri pada Gout artritis Pada gout artritis terjadi peningkatan asam urat yang menyebabkan terjadinya penumpukan (Kristal).Hal ini mengakibatkan terjadinya nyeri pada persedian lokal.Pada kasus ini, nyeri dapat diatasi dengan pemberian kompres air hangat.Karena terapi kompres hangat dapat memindahkan lengung reflek dan merangsang pelepasan endorphin yang menghambat dan mengurangi rasa nyeri dengan efek dilatasi.Dan terapi ini murah dan mudah digunakan dengan efek samping yang minim. Terapi ini dapat diterapkan pada permukaan kulit dan dilakukan dengan cara teratur (Strickland, 2007). F. Kerangka Konsep Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kompres Hangat dan Variabel terikatnya adalah Skala Nyeri. Untuk lebih jelasnya digambarkan dalam bentuk skema kerangka konsep sebagai berikut: Skema 2.2 Kerangka Konsep Variable Independen Kompres Hangat
Variabel Dependen Skala Nyeri Sebelum Sesudah
24
G. Hipotesis Ha: Adanya Pengaruh kompres hangat terhadap penurunan Skala Nyeri Gout artritis pada lansia di Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.
2
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Quasy experiment dengan rancangan OneGroup pre and post test design. Dengan menggunakan serangkaian observasi (tes), dapat memungkinkan validitas lebih tinggi. Karena rancangan pre post test, kemungkinan hasil T2 dipengaruhi oleh faktor lain diluar perlakuan sangat besar, sedangkan pada rancangan ini oleh karena observasi dilakukan lebih dari satu kali (baik sebelum maupun sesudah perlakuan), maka pengaruh faktor luar tersebut dapat dikurangi.
Skema 3.1 Desain Penelitian Pre test
Perlakuan
T1
X
Post test T2
Keterangan: T1
: Pengukuran pertama (Pre-test)
X
: Perlakuan
T2
: Pegukuran kedua (Post-test)
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami nyeri Gout artritis di UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015. Berdasarkan data yang di dapat 56 orang lansia yang mengalami penyakit gout artritis.
25
26
2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah lansia dengan nyeri Gout artritis di UPT.dengan cara non probability sampling (purposive sampling) yaitu sebanyak 39 orang.
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: a.
Meliputi usia lansia yakni 60 tahun keatas berdasarkkan krikteria usia menurut WHO (Nugroho, 2008)
b.
Bersedia untuk dijadikan responden
c.
Lansia yang mengalami nyeri Gout arthritis skala 4 - 8
Krikteria ekslusi: a.
Tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus
b.
Klien dengan perdarahan
c.
Klien yang mengkonsumsi Obat Analgesik
Rumus pengambilan sampel Slovin, menurut Setiadi (2007):
Keterangan: N
= Besar Populasi
n
= Besar sampel
d
= Tingkat kepercayaan 10 % (0,1)
27
Dalam banyak keadaann peneliti telah mengantisipasi kemungkian subjek terpilih yang di drop out, loss to follow up, atau subjek yang tidak taat. Bila dari awal telah ditetapkan bahwa kelompok subjek tersebut tidak akan di analisis, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah subjek agar besar sampel tetap terpenuhi. Untuk ini tersedia formula sederhana utuk penambahan subjek sebagai berikut (Sastroasmoro, 2002) :
C. Tempat Penelitian Tempat dilakukannya penelitian ini di UPT. Pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan.
D. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Juni – Juli 2015.
28
E. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional No 1
2
Variabel Penelitian V. Independen Kompres Hangat
Defenisi Operasional Terapi yang diberikan kepada lansia dengan menggunakan stimulus kutaneus tujuan melancarkan peredaran darah dan mengurangi nyeri.
V. Dependen Skala Nyeri
Suatu kejadian dimana seseorang merasakan adanya perubahan pada tingkat nyeri yang dirasakan.
Cara Ukur
Hasil Ukur
Observasi tindakan kompres hangat dengan menggunakan: buli-buli panas (WWZ) termos air hangat dengan suhu (50-60oC) termometer stopwatch/timer yang dilakukan selama 20 menit. Dengan melakukan Skala Nyeri pengukuran dengan dengan Numeric Rating Scale. rentang 0 10
Skala Ukur -
Interval
F. Aspek Pengukuran 1.
Kompres Hangat Untuk kompres hangat, peneliti menggunakan metode kompres dengan menggunakan buli-buli panas (WWZ) yang diisi dengan air hangat sebanyak ½ bagian yang terlebih dahulu di ukur dengan meggunakan termometer air dengan suhu 50-60oC (. Kemudian peneliti melakukan tindakan kompres di daerah yang mengalami nyeri. Tindakan Kompres hangat ini dilakukan selama 20 menit, dilakukan sebanyak 6 kali dalam waktu 2 minggu.
2.
Skala Nyeri Untuk mengtahui skala nyeri pada lansia yang menderita gout artritis di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita yaitu dengan menggunakan Numeric rating scale. Skala penilaian numeric (Numeric rating scale) lebih digunakan sebagai pengganti alat desripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri (Andarmoyo, 2013). Pengukuran skala nyeri dilakukan
29
sebelum dan sesudah di berikan perlakuan kompres hangatn selama 6 kali dalam waktu dua minggu.
0
1
2
3
4
5
Tidak nyeri
6
7
8
9
10
sangat nyeri
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1.
Alat Pengumpulan Data a.
Kuisioner A (Data Demografi) Data karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian yang berisi data demografi meliputi usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir melalui studi dokumentasi yang dilakukan di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
b.
Skala Nyeri Gout artritis Pengumpulan data yang digunakan pada skala nyeri ini adalah observasi, observasi merupakan alat ukur dengan cara memberikan pengamatan secara langsung kepada responden yang dilakukan peneliti untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Jenis pengamatan yang dipakai adalah pengamatan terlibat atau observasi partisipatif, pada jenis pengamatan ini, pengamat (observer) ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas dalam kontak sosial yang tengah diselidiki. Alat yang digunakan untuk mengukur skala adalah lembar observasi dan dengan alat ukur menggunakan Numeric rating scale sebelum dan sesudah perlakuan. Instrumen yang digunakan dalam bentuk lembar observasi.
30
2.
Prosedur Pengumpulan Data a.
Prosedur Administratif 1) Permohonan izin penelitian yang ditujukan ke UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebagai tempat penelitian. 2) Setelah mendapatkan izin dari UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, peneliti melakukan surrvey pendahuluan untuk memperoleh data dasar. 3) Setelah mendapatkan data dasar peneliti meminta surat izin rekomendasi dari Fakultas Keperawatan & Kebidanan untuk di antarkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). 4) Setelah itu peneliti menghantarkan surat rekomendasi dasar dari Balitbang
ke
Badan
Kesejahteraan
dan
pengembangan
(Bangkesbang). 5) Setelah mendapat surat rekomendasi dari Bangkesbang, peneliti kembali menghantarkan surat ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). 6) Kemudian peneliti menghantarkan surat rekomendasi dari Balitbang ke Dinas sosial Provinsi Sumatra Utara. 7)
Setelah memperoleh surat rekomendasi dari Dinas sosial, peneliti menghantarkan surat tersebut ke UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
8)
Setelah memperoleh izin dari pihak UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, peneliti mengontrak waktu dengan calon responden.
9)
Dalam penelitian ini menggunakan asisten yang membantu peneliti dalam memberikan intervensi. Sebelum masuk pada tahapan pelaksanaan, Peneliti melakukan persamaan persepsi dengan asisten peneliti yaitu dengan memberikan penjelasan terkait penelitian dan prosedur penelitian.
31
b.
Pelaksanaan 1) Peneliti menemui calon responden, kemudian memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian. 2) Setelah memahami tujuan dan manfaat penelitian, calon responden diminta menandatangani informed consent sebagai kesediaan menjadi responden penelitian. 3) Kemudian peneliti mengajarkan cara mengisi kuisioner data demografi yang berisi data demografi meliputi usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. 4) Mengukur skala nyeri gout artritis yang di rasakan dengan menggunakan Numeric Rating Scale dengan rentang 0-10 sebelum diberikan kompres hangat. 5) Peneliti Memberikan perlakuan pada responden, yaitu dengan memberikan kompres hangat pada bagian yang terasa nyeri. 6) Mengukur kembali skala nyeri gout artritis yang di rasakan dengan menggunakan Numeric Rating Scale dengan rentang 0-10 setelah diberikan kompres hangat.
c.
Personalia Pengumpul Data 1) Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh perawat yang bertugas di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Perawat diberi arahan tentang cara mengisi lembar observasi. Setelah memiliki persepsi yangsama dengan peneliti maka perawat tersebut dilibatkan dalam pengumpulan data.
H. Etika Penelitian Penelitian ini berhubungan langsung dengan responden sebagai sampel penelitian, sehingga peneliti harus menerapkan mengenai prinsip-prinsip etika dalam penelitian. Menurut Polit & Beck (2006), beberapa prinsip-prinsip etik penelitian antara lain:
32
1.
Informed Consent (persetujuan) Lembar persetujuan penampilan diberikan kepada responden. Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksudnya dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data, jika responden menolak untuk diselidiki maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2.
Beneficence Prinsip Beneficence menekankan peneliti untuk melakukan penelitian yang memberikan manfaat bagi responden. Prinsip ini memberikan keuntungan dengan cara mencegah dan menjauhkan bahaya, membebaskan responden dari eksploitasi serta menyeimbangkan antara keuntungan dan risiko.
3.
Non Maleficence Prinsip ini menekankan peneliti untuk tidak melakukan tindakan yang menimbulkan bahaya bagi responden. Responden diusahakan bebas dari rasa tidak nyaman.
4.
Anonimity Peneliti
memberikan
jaminan
pada
responden
dengan
cara
tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data karakteristik dan hasil penelitian yang disajikan. Peneliti juga menjamin kerahasian semua informasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dari responden.
5.
Veracity Prinsip Veracity atau kejujuran menekankan peneliti untuk menyampaikan informasi yang benar. Peneliti memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian.
33
6.
Justice Prinsip Justice atau keadilan menuntut peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih responden penelitian.
I.
Pengolahan dan Analisa Data 1.
Pengolahan Data a.
Editing Setelah kuisioner diisi oleh responden peneliti melakukan cross check terhadap kelengkapan data yang diisi oleh responden sesuai dengan pernyataan
di
kuisioner,
hal
ini
dilakukan
untuk
menghindari
pengumpulan data berulang. Seluruh kuisioner yang telah terisi lengkap atau tidak ada yang gugur sehingga dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
b.
Coding Pemberian kode identitas responden untuk menjaga kerahasian dan mempermudah proses penelusuran biodata responden bila diperlukan. Setiap jawaban untuk memudahkan peneliti dengan mengubah data yang sudah di edit dalam bentuk angka, dengan memberikan kode pada usia 6074 tahun diberi kode “1”, usia 75-90 tahun diberi kode “2” dan usia >90 tahun diberi kode “3”. Jenis Kelamin Responden untuk Laki-laki diberi kode “1”, untuk perempuan diberi kode “2”. Pendidikan terakhir responden untuk Tidak Sekolah diberi kode “1” SD diberi kode “2”, untuk SMP diberi kode “3”, untuk SMA diberi kode “4”. Untuk skala nyeri ringan diberi kode “1” dengan rentang 1-3, nyeri sedang diberi kode “2” dengan rentang 4-6, untuk nyeri berat diberi kode “3” dengan rentang 7-9, untuk nyeri tak tertahankan diberi kode “4” dengan skala 10.
c.
Entri Data Setelah dilakukan pengelompokkan data, maka data umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, hasil pengukuran skala nyeri sebelum diberikan
34
kompres hangat, hasil pengukuran skala nyeri sesudah diberikan kompres hangat dimasukkan dalam komputer dengan menggunakan program komputer dan diolah dengan menggunakan uji statistik wilcoxon dengan bantuan program komputerisasi.
d.
Tabulating Setelah selesai memberikan penilaian kemudian dilakukan tabulasi dengan memasukkan semua jawaban ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah analisa data lalu di interpretasikan.
2.
Analisa Data Analisa Univariat dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi dan hasil statistik deskriptif dari variabel yang diteliti meliputi mean, median, standart deviasi, nilai minimal dan maksimal. Pada penelitian ini analisa univariat dilakukan meliputi variabel independen skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi kompres hangat.
Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan antara sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan dengan menggunakan uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal dengan tingkat kemaknaan 90% (α 0,1).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Setelah melakukan penelitian ke lokasi penelitian, adapun gambaran lokasi dan hasil yang disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT. Pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan yang berada di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 Cengkeh Turi, Binjai. Jumlah pegawai sebanyak 18 orang. Warga Binaan di UPT. Pelayanan sosial tersebut pada tanggal 20 Maret 2015 sebanyak 172 orang, terdiri dari 74 orang Laki-laki dan Perempuan 98 orang yang di tempatkan di 18 Wisma. Rentang usia warga binaan antara umur 60 tahun s/d 91 tahun. Pendidikan yang mereka miliki tidak sekolah sampai dengan sarjana muda. Warga Binaan berasal dari berbagai suku yaitu Sunda, Banten, Jawa, Batak, Aceh, Minang, Melayu, dan India. Penyakit yang mereka derita pada umumnya hipertensi, asam urat, rematik, diabetes, Ispa, hipotensi, batuk dan flu.
Pelayanan sosial yang diterima lanjut usia meliputi: pelayanan makan tiga kali sehari, makanan selingan/snack satu kali, minum, pakaian, pelayanan kesehatan, rekreasi dan pembinan kerohanian sesuai dengan agamanya. Kegiatan warga binaan sosial di dalam panti sudah mempunyai jadwal tertentu sehingga petugas dan binaan sosial saling mengetahui secara terbuka sehingga kerja sama warga binaan dengan staf dapat saling mengingatkan. Kegiatan staf memberikan pelayanan harian, megarahkan kegiatan olah raga yang tepat bagi orang tua, memfasilitasi keperluan lanjut usia untuk kegiatan ketrampilan dan mengawasi kebersihan wisma lanjut usia. Pada hari-hari tertentu warga binaan memperoleh kunjungan dari berbagai instansi pemerintah, organisasi sosial, perusahaan, tokoh-tokoh masyarakat maupun mahasiswa.
35
36
UPT. Pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan juga memfasilitasi poliklinik untuk kesehatan lansia. Penyakit yang derita lansia pada umumnya hipertensi, asam urat, rematik, diabetes, ISPA, hipotensi, batuk dan flu. Asam urat merupakan peringkat kedua pada masalah kesehatan lansia. Untuk meminimalisir penggunaan obat dalam mengatasi nyeri asam urat, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh kompres hangat terhadap skala nyeri gout artritis pada lansia di UPT. Pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan.
2.
Analisis Univariat a.
Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015 (n=36) n
%
Umur 60-74 75-90
Variabel
25 11
69,4 30,6
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
14 22
38,9 61,1
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA
4 22 5 5
11,1 61,1 13,9 13,9
Kadar Asam Urat <7,0 7,1-8,9 ≥9
9 16 11
25,0 44,4 30,6
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat berdasarkan umur mayoritas responden berusia antara 60-74 tahun sebanyak 69.4%. Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 61.1%. Dan Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden lulusan SD sebanyak
37
61.6 %. Dan Mayoritas responden memiliki kadar asam urat yaitu antara 7,1 - 8,9 mg/dl sebanyak 44,4%.
b. Skala nyeri sebelum diberikan kompres hangat Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden skala nyeri sebelum diberikan kompres hangat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015 (n=36) Skala Nyeri (pre) 4 5 6 7
n
%
2 10 18 6
5,6 27,8 50 16,7
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas responden mengalami nyeri skala 6 yaitu sebanyak 50%.
c.
Skala Nyeri Sesudah diberikan kompres hangat Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden skala nyeri sesudah diberikan kompres hangat di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015 (n=36) Skala Nyeri (post) 3 4 5 6
N 4 16 13 3
% 11,1 44,4 36,1 8,3
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden mengalami nyeri skala 4 yaitu sebanyak 44,4%.
38
3.
Analisa Bivariat Tabel 4.4 Pengaruh kompres hangat pre dan post terhadap skala nyeri lansia di UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015 (n=36) Kategori Sebelum dilakukan kompres Sesudah dilakukan kompres
Mean 5,7778
Standard Deviation 0,79682
4,42
0,806
P value 0.000
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa Hasil analisis menggunkan uji Wilcoxon diperoleh nilai rata-rata sebelum dilakukan kompres sebesar 5,7778 dan nilai rata-rata sesudah dilakukan kompres sebesar 4,42 dengan P
Value
sebesar 0,000 (p value < 0,1) maka Ho ditolak, artinya hasil ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian kompres hangat terhadap skala nyeri lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015.
Dengan demikian pemberian kompres hangat pada lansia yang mengalami nyeri gout artritis mengalami pengaruh yang nyata. Pengaruh ini membuktikan bahwa pemberian kompres hangat efektif dalam menurunkan skala nyeri gout artritis.
B. Pembahasan Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang telah didapat yaitu meliputi analisis univariat (karakteristik responden), dan analisis bivariat. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan teori dan hasil penelitian terdahulu. 1. Analisis Univariat a. Karakteritik responden Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia responden terbanyak adalah usia 60-74 tahun sebanyak 69,4 %, dan usia 75-90 tahun sebanyak 30,6%. Menurut Potter & Perry (2006), usia merupakan variabel yang
39
penting yang mempengaruhi nyeri. Perbedaan perkembangan yang ditemukan di antara kedua kelompok usia dapat mempengaruhi cara bereaksi terhadap nyeri (misalnya, anak-anak dan lansia). Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Wurangian, dkk (2014), bahwa usia responden terbanyak adalah kelompok umur 50-64 tahun berjumlah 12 responden dengan persentase 40,0%.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin responden yang mendapatkan tindakan kompres hangat sebagian besar adalah perempuan sebanyak 22 responden (61,1), dan laki-laki sebanyak 14 responden (38.9%). Menurut Potter & Perry (2006), secara umum, pria dan wanita tidak berbeda dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal unik yang terjadi pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalim (2013), responden yang terbanyak ada pada wanita (94,9%) dibandingkan dengan pria (5,1%). Ada pula penelitian yang tidak sejalan yang dilakukan oleh Widi (2011) bahwa pasien yang menderita gout arthritis kebanyakan pada pria (85,71%) dibandingkan wanita (14,29%). Dari penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa tingkat nyeri yang dialami seseorang tidak bergantung pada jenis kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas responden memiliki kadar asam urat yaitu antara 7,1 - 8,9 mg/dl sebanyak 44,4%. Menurut Soeroso (2011) angka kejadian gout meningkat pada keadaan asam urat tinggi atau hiperurisemia. Namun, dengan keadaan kadar asam urat dalm batas normal, yakni kurang dari 7 mg/dl, seseorang masih bisa mengalami kondisi gout.
40
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama penelitian, peningkatan asam urat yang terjadi pada lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan di asumsikaan terjadi karena proses penuaan, penyakit penyerta seperti hipertensi serta faktor makanan.
b. Skala nyeri sebelum dilakukan kompres hangat Berdasarkan hasil pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan tindakan kompres hangat menunjukkan bahwa mayoritas nyeri skala 6 sebanyak 50%. Menurut Misnadiarly (2008) Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral.
Sekali
stimulus
mencapai
korteks
serebral,
maka
otak
menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Nyeri yang terjadi pada penderita gout artritis di karenakan terjadinya suatu proses
inflamasi
(pembengkakan
yang
terjadi
karena
deposisi,
deposit/timbunan kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi atau tofi. Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk jarum inilah yang mengakibatkan reaksi peradangan/inflamasi, yang bila berlanjut akan mengakibatkan nyeri hebat.
41
Tingginya asam urat dalam darah hingga terjadi hiperurisemia disebabkan oleh: adanya gangguan metabolisme purin bawaan, kelainan pembawa sifat atau gen, kelebihan mengkomsumsi makan berkadar purin tinggi seperti: daging, jeroan, kepiting, kerang, keju, kacang tanah, bayam, buncis. Penyakit seperti: leukemia (kanker sel darah putih), kemoterapi, radioterapi. Pembuangan asam urat sangat berkurang bisa disebabkan antara lain: minum obat tertentu (anti TB/pirzinamid, diuretik, salisilat) dalam keadaan kelaparan/ puasa, diet yang terlalu ketat, keracunan, olahraga terlalu berat meningkatnya kadar kalsium darah akibat penyakit hiperparatiroid, mungkin juga hipertiroid, hipertensi, gagal ginjal. Penyebab lainnya yang menyebabkan tingginya kadar asam urat dalam darah/ hiperurisemia : ras dan kegemukan/obesitas. Makanan yang banyak mengandung purin : Jeroan, bayam, mentga, durian, daging, makanan laut, melinjo/emping, jengkol, petai, tape, sarden, santan, alpukat, gorengan, akohol (Misnadiarly, 2008).
Hasil penelitian ini Berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wurangian, dkk (2014) didapatkan tingkat intensitas nyeri sebelum dilakukan kompres hangat pada penderita gout artritis di puskesmas Bahu Manado 2014 dengan intensitas nyeri ringan sebanyak 7 orang (3,3%), nyeri sedang sebanyak 12 orang (46,7%) dan nyeri berat sebanyak 11 orang (36,7%).
Menurut pendapat beberapa responden menyatakan bahwa nyeri pada sendi yang terkena diikuti oleh rasa panas, pembengkakan, perubahan warna kemerahan. Serangan-serangan yang menyakitkan ini biasanya mereda dalam hitungan jam untuk hari. Hanya beberapa responden saja yang mengatasi nyeri tersebut dengan minum obat. Sebagian responden membiarkan saja hingga nyeri hilang dengan sendirinya.
42
c.
Skala nyeri sesudah diberikan kompres hangat Berdasarkan hasil pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan tindakan kompres hangat menunjukkan bahwa mayoritas lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan mengalami nyeri skala 4 sebanyak 44,4%. Menurut Stevens dkk, (2000), kompres hangat dapat membuat pembuluh darah melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zatzat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang mengikat akan mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan. Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada daerah tertentu (Hidayat, 2008).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sani (2013) dengan Distribusi frekuensi rata-rata skala nyeri pada responden setelah pemberian intervensi kompres hangat terdapat satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 2,25, satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 2,75, tiga responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 3, tiga responden yang mempunyai ratarata skala nyeri 3,25, satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 3,5, satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 4, tiga responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 4,25, satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 4,5, dua responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 5,25, dua responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 6, satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 6,25, dan satu responden yang mempunyai rata-rata skala nyeri 6,75.
Berdasarkan pengamatan pada saat melakukan penelitian, sebagian besar responden merasakan ada perubahan setelah di berikan kompres hangat.
43
Hal ini di buktikan dengan ekspresi dan raut wajah responden. Sebagian responden mengatakan nyeri berkurang setelah dilakukan kompres dan mengatakan tidur terasa nyenyak setelah di berikan kompres. Berdasarkan opini tersebut dapat di asumsikan bahwa perubahan skala nyeri yang terjadi karena di berikan perlakuan, yaitu kompres hangat.
2.
Analisis Bivariat a.
Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Hasil analisis menggunkan uji Wilcoxon diperoleh nilai rata-rata sebelum dilakukan kompres sebesar 5,7778 dan nilai rata-rata sesudah dilakukan kompres sebesar 4,42 dengan P
Value
sebesar 0,000 (p value < 0,1) maka
Ho ditolak, artinya hasil ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian kompres hangat terhadap skala nyeri lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015.
Hasil penelitian ini didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Meri Fanada (2012) bahwa berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan nilai rata-rata tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat adalah 2.45, dengan standar deviasi 0.510, sedangkan tingkat nyeri sesudah dilakukan kompres hangat didapat nilai rata-rata lebih rendah yaitu 0.20, dengan standar deviasi 0.410. Berdasarkan uji statistik T test dependen didapatkan nilai signifikan 0.000 (ρ < 0.05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat dengan pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan kompres hangat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sani (2013) dari 40 responden yang dibagi dalam dua kelompok intervensi, kelompok yang pertama dilakukan pemberian intervensi kompres hangat sedangkan kelompok kedua dilakukan intervensi kompres dingin menghasilkan
44
kesimpulan bahwa rata-rata penurunan skala nyeri pada kompres hangat adalah 1,60 dan rata-rata penurunan skala nyeri pada kompres dingin adalah 1,05. Hal ini berarti kompres hangat lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada penderita gout artritis.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Perry (2005), tindakan non farmakologis untuk penderita gout arthritis diantaranya adalah kompres, baik itu kompres hangat dan kompres dingin. kompres hangat dan kompres dingin merupakan terapi modalitas fisik dalam bentuk stimulasi kutaneus. Kompres hangat dan kompres dingin dapat meringankan rasa nyeri dan radang ketika terjadi serangan asam urat yang berulangulang. Efek pemberian terapi panas terhadap tubuh antara lain meningkatkan aliran darah ke bagian tubuh yang mengalami cedera, meningkatkan pengiriman leukosit dan antibiotik ke daerah luka, meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan, meningkatkan aliran darah dan meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi. Menurut Riyadi (2012), kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit. Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian.
3. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan penelitian antara lain: a.
Beberapa kendala yang dialami peneliti yaitu perubahan mood yang terjadi pada lansia menyebabkan responden terkadang mengulur waktu untuk mengikuti terapi. Oleh karena itu peneliti tidak dapat melakukan penelitian pada jam yang sama setiap harinya.
b.
Dalam pengisian Lembar observasi skala nyeri peneliti mendapatkan kendala karena responden kurang bisa menunjukkan skala nyeri yang ia rasakan.
c.
Penelitian ini hanya menggunakan 1 grup tanpa grup control.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan tindakan kompres hangat menunjukkan bahwa mayoritas lansia mengalami nyeri skala 6 sebanyak 50 % dengan mean 5,7778 dan standar deviasi 0,79682.
2.
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan tindakan kompres hangat menunjukkan bahwa mayoritas lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan mengalami nyeri skala 4 sebanyak 44,4 dengan mean 4,42 dan standar deviasi 0,806.
3.
Hasil analisis menggunkan uji Wilcoxon diperoleh P
Value
sebesar 0,000 (p
value < 0,1) maka Ho ditolak, artinya hasil ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian kompres hangat terhadap skala nyeri lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015. 4.
Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 39 orang responden, tapi pada penelitian dilapangan hanya 36 orang responden dikarenakan 3 orang responden meninggal dunia pada saat penelitian.
B. Saran 1.
Bagi Peneliti Selanjutnya Disarankan penelitian ini dilakukan dengan metode, desain dan jumlah sampel serta media kompres yang berbeda.
2.
Bagi UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Diharapkan kepada pihak panti untuk dapat memberikan penyuluhan tentang tindakan non farmakologi terutama kompres hangat kepada para lansia yang
45
46
ada dipanti yang belum mengtahui manfaat dan cara yang tepat memberikan kompres hangat pada area yang dirasakan nyeri.
3.
Bagi Lansia Diharapkan untuk para lansia agar dapat menggunakan tindakan kompres hangat sebagai pengobatan non farmakologi untuk mengatasi nyeri gout artritis sesuai dengan cara yang telah diajarkan secara mandiri.
4.
Bagi Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi bidang keperawatan, khususnya keperawatan komunitas dan gerontik dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia penderita gout artritis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2011). Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan Hipertensi. Jakarta: Rineka Cipta. Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Aplikasi Manajemen Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Asmoro, Sastro. (2002). Dasar - Dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia (Vol. I). Yogyakarta: Graha Ilmu. Barbara, C. L. (2000). Keperawatan Medikal Bedah.. Bandung: EGC. Bobak, M. I. (2005). Buku Ajar Kepoerawatan Maternitas (edisi 4). Jakarta: EGC. Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (edisi 2). Jakarta: Rineka cipta. Demir, Y. (2012). Non-Pharmacological Therapies in Pain Management. Abant Izzet Baysal University. Hidayat, A. A. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik (edisi 2). Jakarta: Salemba Medika. Kusyati, Eni. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC. Millard, R. P. (2012). Effect of Cold and Warm Compress Therapy on Tissue Temperature In Healthy Dogs. Department of Clinical Sciences Kansas State University. Misnadiarly. (2008). Mengenal Penyakit Arthritis. Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litkesnbang, Mediakom. Noto, & Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Potter, P. A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperwatan: Konsep, Proses, dan Praktik (edisi 4, Vol. 2). Jakarta: EGC. Putra, R. T. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 5, Vol. 3). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Scott, F. N. (2004). The Phsycologic Basis and Clinical Applications of Cryotheraphy and Thermotheraphy for The Pain. Journal of Practioner Pain Physician.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta: Graha Ilmu. Smeltzer, S. C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Soeroso, J. &. (2011). Asam Urat. Jakarta: Penebar Plus. Steven, e. a. (2000). Ilmu Keperawatan (edisi 2, Vol. 1). Jakarta: EGC. Sudoyo, d. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 5, Vol. 3). Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penetalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Wijayakusuma, H. (2006). Atasi Asam Urat dan Reumatik ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bernama Sri Rahayu Afrizal adalah mahasiswa Program S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Saat ini sedang melakukan penelitian yaitu “Pengaruh kompres hangat tehadap penuruan skala nyeri gout artritis pada lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015 ”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya Pengaruh kompres hangat tehadap penuruan skala nyeri gout artritis pada lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Agar terlaksananya penelitian ini, saya mohon kerjasama untuk memberikan informasi dengan cara menjawab setiap butir pertanyaan yang saya ajukan sesuai dengan pengetahuan bapak/ibu dan tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Dalam penelitian ini tidak akan dilakukan tindakan apapun pada bapak/ibu dan kami akan menjaga kerahasiaan jawaban yang bapak/ibu berikan. Informasi yang bapak/ibu berikan hanya akan dipergunakan untuk penelitian dan tidak akan dipergunakan untuk maksud yang lain-lain. Jika bapak/ibu bersedia ikut serta dalam penelitian ini, silahkan bapak/ibu menandatangani surat persetujuan ini. Atas partisipasi dan kerjasama yang baik dari bapak/ibu, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
(Sri Rahayu Afrizal)
Medan, Juni 2015
(Responden)
PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI GOUT ARTRITIS PADA LANSIA DI UPT. PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN TAHUN 2015
KODE RESPONDEN Bersama ini saya menyampajkan lembar kuisioner kepada Bapak/Ibu untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang ada. A. Petunjuk pengisian 1. Pada pertanyaan data demografi silakan diisi 2. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan teliti, kemudian pilihlah jawaban yang menurut anda paling benar 3. Jawaban diberikan tanda cek list () pada kotak yang disediakan 4. Setiap jawaban dijamin kerahasiannya. 5. Jika ada hal yang kurang jelas silahkan bertanya kepada peneliti
B. Kuisioner Data demografi
Umur Responden
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Perempuan
Pendidikan terakhir
: SD
SMP
SMA
Tidak Sekolah
Kadar Asam Urat
:
Perguruan Tinggi
LEMBAR PENILAIAN TINGKAT NYERI SEBELUM DIBERIKAN KOMPRES HANGAT
Kode Responden :
NUMERIC RATING SCALE
0
1
Tidak nyeri
Keterangan : 0
= Tidak nyeri
10
= Sangat nyeri
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat nyeri
LEMBAR PENILAIAN TINGKAT NYERI SESUDAH DIBERIKAN KOMPRES HANGAT
Kode Responden :
NUMERIC RATING SCALE
0
1
Tidak nyeri
Keterangan : 0
= Tidak nyeri
10 = Sangat nyeri
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat nyeri
PROSEDUR PELAKSANAAN TERAPI KOMPRES HANGAT PADA LANSIA DI UPT. PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN PEMBERIAN KOMPRES HANGAT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN
Tindakan memberikan Kompres dengan dengan tujuan melancarkan peredaran darah dan mengurangi nyeri.
TUJUAN DAN MANFAAT
1) 2) 3) 4)
Memperlancar sirkulasi darah. Mengurangi rasa sakit. Memperlancar pengeluaran getah radang (eksudat) . Memberi rasa nyaman.
PERALATAN
1) 2) 3) 4)
Buli-buli panas dan sarungnya Termos berisi air panas Termometer air panas Lap Kerja
PROSEDUR PELAKSANAAN
1) berikan penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan diberikan. 2) Siapkan peralatan. 3) Cuci tangan. 4) Lakukan pemanasan pada buli-buli panas dengan cara mengisi buli-buli panas dengan air panas , megencangkan penutupnya, kemudian membalik posisi buli-buli berulang kali lalu kosongkan isinya. 5) Siapkan dan ukur suhu air (50-60oC) 6) Isi buli-buli dengan air panas sebanyak ½ bagian, lalu keluarkan udaranya dengan cara: a) Meletakkan/menidurkan buli-buli diatas meja/ditempat datar. b) Melipat bagian atas buli-buli sampai kelihatan permukaan air dileher buli-buli. c) Menutup Buli-buli dengan rapat/benar. 7) Periksa buli-buli apakah bocor/tidak, lalu keringkan dengan lap kerja dan masukkan dalam sarungnya. 8) Bawa buli-buli ke dekat klien. 9) Beritahu klien. 10) Siapkan/atur posisi klien. 11) Letakkan/pasang buli-buli pada bagian/area yang memerlukannya. 12) Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat kompres dengan buli-
buli panas, misalnya kemerahan, ketidaknyamanan/kebocoran dan sebagainya. 13) Ganti buli-buli panas setelah 20 menit dipasang dengan air panas (sesuai dengan kebutuhan) . 14) Bereskan dan kembalikan peralatan bila perasat telah selesai. 15) Cuci tangan. 16) Dokumentasikan.
Perhatian: Buli-buli panas tidak boleh diberikan pada klien dengan perdahan. Jika buli-buli panas dipasang pada bagian kaki, tutup buli-buli mengarah ke bawah atau kesamping. Bulibuli panas diperiksa kembali, harus ada cincin karet pada tutupnya (Kusyati, 2006).
Lampiran 10
Frequency Table Kelompok Umur Valid
60 - 74 75 - 90 Total
Frequency 25 11
Percent 69,4 30,6
Valid Percent 69,4 30,6
36
100,0
100,0
Cumulative Percent 69,4 100,0
Jenis kelamin Valid
Laki-Laki Perempuan Total
Frequency 14 22
Percent 38,9 61,1
Valid Percent 38,9 61,1
36
100,0
100,0
Cumulative Percent 38,9 100,0
Pendidikan Terakhir Frequency Valid
Tidak Sekolah SD SMP SMA Total
4 22 5 5
Percent 11,1 61,1 13,9 13,9
Valid Percent 11,1 61,1 13,9 13,9
36
100,0
100,0
Cumulative Percent 11,1 72,2 86,1 100,0
Kadar Asam Urat Frequency Valid
<7,0 7,1 - 8,9 >=9 Total
9 16 11
Percent 25,0 44,4 30,6
Valid Percent 25,0 44,4 30,6
36
100,0
100,0
Cumulative Percent 25,0 69,4 100,0
Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat Frequency Valid
4,00 5,00 6,00 7,00 Total
2 10 18 6
Percent 5,6 27,8 50,0 16,7
36
100,0
Valid Percent
Cumulative Percent 5,6 27,8 50,0 16,7
100,0
5,6 33,3 83,3 100,0
Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat Frequency Valid
3 4 5 6 Total
4 16 13 3
Percent 11,1 44,4 36,1 8,3
36
100,0
Valid Percent
Cumulative Percent 11,1 44,4 36,1 8,3
11,1 55,6 91,7 100,0
100,0
Descriptive Statistics N
Minimum
Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat Valid N (listwise)
Maximum
Mean
Std. Deviation
36
4,00
7,00
5,7778
,79682
36
3
6
4,42
,806
36
Case Processing Summary
N Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat
Cases Missing N Percent
Valid Percent 36
100,0%
0
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat a. Lilliefors Significance Correction
,277
36
,000
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat a. Lilliefors Significance Correction
,253
36
,000
0,0%
Statistic ,858
Statistic ,866
Total N
Percent 36
100,0%
Shapiro-Wilk df 36
Sig. ,000
Shapiro-Wilk df 36
Sig. ,000
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat - Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat
Negative Ranks Positive Ranks Ties
36a 0b
Total
36
Mean Rank 18,50 ,00
Sum of Ranks 666,00 ,00
0c
a. Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat < Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat b. Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat > Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat c. Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat = Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks.
Test Statisticsa Skala Nyeri Sesudah di Beri Kompres Hangat - Skala Nyeri Sebelum di Beri Kompres Hangat -5,436b ,000
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI Nama Nim Judul
Dosen pembimbing I
No Hari/Tanggal
1
2
Sabtu, 25 Juli 2015 Selasa, 28 Juli 2015
: Sri Rahayu Afrizal : 11 02 041 : Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Di Upt. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan Tahun 2015. : Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB
Bagian yang dikonsulkan BAB IV
Saran Pembimbing 1. Analisa Data 2. Abstrak 1. Penulisan
BAB IV
2. TabelFrekuensi 3. pembahasan
BAB I
3
Kamis, 30 Juli 2015
BAB II BAB III BAB IV BAB V
ACC
Paraf
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI Nama Nim Judul
Dosen pembimbing II
No
: Sri Rahayu Afrizal : 11 02 041 : Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia Di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan Tahun 2015. : Ns. Agnes Marbun, S.Kep
Hari/Tanggal
Bagian yang dikonsulkan
Saran Pembimbing 1. Analisa data
1
Sabtu, 25 Juli 2015
BAB IV BAB IV & V
2. Penulisan 3. Pembahasan 4. Tabel distribusi 1. Lembar
2
Senin, 27 Juli 2015
LAMPIRAN
persetujuan 2. Abstrak
BAB III 3
Selasa, 28 Juli 2015
BAB IV BAB V
1. Pembahasan 2. Keterbatasan penelitian 3. Abstrak
BAB I BAB II 4
Kamis, 30 Juli 2015
BAB III BAB IV BAB V
ACC
Paraf
BERITA ACARA Perbaikan Skripsi Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Pada hari selasa 04 Agustus 2015 telah diadakan sidang Skripsi dengan judul : Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Gout Artritis Pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2015. Diseminarkn Oleh : Nama : Sri Rahayu Afrizal Nim : 11.02.041 Skripsi ini telah diperbaiki dan diperiksa : No BAB PERNYATAAN / SARAN / DOSEN PENGUJI KRITIK 1. IV Perbaikan Ketua Penguji 1. Penulisan 2. Pembahasan
2.
3.
4.
IV
Perbaikan 1. Analisa Bivariat 2. Keterbatasan Penelitian 3. Kesimpulan dan Saran
III, IV
Perbaikan 1. Penulisan 2. Abstrak 3. Aspek Pengukuran 4. Pembahasan
III, IV
Perbaikan 1. Penulisan 2. Tabel Analisa Univariat dan Bivariat
(Ns. Janno Sinaga, S.Kep, Sp.KMB) Penguji I
(Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS) Penguji II
(Ns. Henny Syapitri, M.Kep) Penguji III
(Ns. Agnes Marbun, S.Kep) Dari Peserta Seminar (Sri Rahayu Afrizal)