Pengaruh Aplikasi Karbamid Peroksida 10% dan 15% Terhadap Perubahan Warna Email yang Mengalami Diskolorasi Ekstrinsik oleh Teh Hitam Kendy Chandra Wijaya*, Andi Soufyan, Niti Matram Department of Dental Materials, Faculty of Dentistry, Univeristas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia
*E-mail:
[email protected]
Abstrak
Tujuan: Mengetahui pengaruh karbamid peroksida 10% dan 15% terhadap perubahan warna email dengan diskolorasi ekstrinsik oleh teh hitam. Metode: Tiga puluh dua gigi premolar manusia pasca ekstraksi direndam dalam larutan teh hitam selama 8 hari, kemudian dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok perlakuan, lalu ditanam dalam microwax. Aplikasi bleaching dilakukan selama 7 jam per aplikasi hingga dilakukan 14 kali aplikasi. Pengukuran warna dengan metode CIE L*a*b* menggunakan VITA Easyshade® dilakukan setelah pewarnaan teh hitam, setelah aplikasi ke-7, dan setelah aplikasi ke-14. Hasil: Uji statistik Independent t-Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna nilai ΔE antar kedua kelompok. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara karbamid peroksida 10% dan 15% terhadap diskolorasi ekstrinsik oleh teh hitam.
The Effect of 10% and 15% Carbamide Peroxide Application on Colour Changes of Enamel That Have Extrinsic Discolouration by Black Tea
Abstract
Objective: to evaluate the effect of 10% and 15% carbamide peroxide on colour change of enamel with extrinsic discolouration caused by black tea. Method: Thirty two extracted human premolars were immersed in black tea solution for 8 days, then randomly divided into two groups and mounted in microwax. Specimens then bleached for 7-hour per application for 14 applications. Colour changes were measured after staining, and after 7 th and 14 th of bleaching application using VITA Easyshade®, then calculated using CIE L*a*b* method. Result: Independent t-Test showed there was no significant difference of ΔE between groups. Conclusion: There was no different effectiveness of 10% and 15% carbamide peroxide on human enamel with extrinsic discolouration caused by black tea.
Keywords: Carbamide Peroxide; Extrinsic Discolouration; Tea
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Pendahuluan Perawatan gigi dewasa ini tidak hanya berupa pemulihan penyakit saja, namun telah berkembang lebih lanjut menjadi pemenuhan nilai estetis bagi pasien. Salah satu alasan pasien mencari perawatan gigi adalah untuk perawatan estetis yakni merawat diskolorasi gigi dengan cara pemutihan gigi. Mulai dikenal jenis perawatan ini adalah karena semakin meningkatnya kesadaran dan keinginan pasien untuk memiliki gigi yang lebih putih dan bersih, sehingga dapat memberikan tampilan yang lebih muda, sehat, dan menarik. Perubahan warna atau diskolorasi pada gigi dapat terjadi pada lapisan email saja atau dapat juga terjadi pada struktur gigi lain seperti pulpa. Terdapat banyak penyebab pada diskolorasi yang terjadi pada struktur gigi, seperti efek pemberian antibiotik tetrasiklin saat pembentukkan benih gigi, asupan fluor yang berlebih, sampai proses penuaan secara fisiologis. Sedangkan untuk diskolorasi yang terjadi pada lapisan email, penyebab utamanya adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan atau minuman yang berwarna sehingga dapat meninggalkan noda atau stain pada lapisan email.1 Agen diskolorasi ekstrinsik dapat berasal dari noda minuman seperti kopi, teh, wine, dan minuman bersoda.2 Teh, atau Camellia sinesis dari familia Theaceae, merupakan minuman yang didapatkan melalui pengolahan daun tanaman teh. Teh merupakan minuman kedua paling sering dikonsumsi setelah air.3 Pada tahun 2013 dilaporkan bahwa konsumsi domestik dari teh di Indonesia mencapai 6,153 kg/kapita/tahun.4 Hal ini dapat menjelaskan bahwa konsumsi teh yang cukup tinggi di Indonesia dapat menjadi salah satu faktor penyebab dari diskolorasi gigi. Dewasa ini terdapat beberapa metode pemutihan gigi, antara lain adalah in-office bleaching yang sepenuhnya dilakukan oleh dokter gigi dan home bleaching yang dilakukan oleh pasien sendiri dibawah pengawasan dokter gigi.5 Metode home bleaching lebih menjadi pilihan pasien karena penggunaannya yang mudah dan harga yang relatif lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan in-office bleaching. Bahan pemutih gigi home bleaching yang sering digunakan adalah karbamid peroksida.6 Bahan pemutih gigi ini merupakan oksidator kuat yang dapat memecah molekul noda yang menempel pada gigi.7 Efek oksidator kuat ini yang menyebabkan perubahan warna pada gigi menjadi lebih putih. Namun, karbamid peroksida juga dapat menyebabkan keluhan pada gigi pasien berupa perubahan kekasaran pada lapisan email, menurunkan nilai kekerasan email, dan dapat meningkatkan sensitivitas gigi terhadap suhu sehingga pasien sering merasa ngilu.8
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Saat ini terdapat berbagai konsentrasi karbamid peroksida yang beredar bebas di pasaran dengan konsentrasi yang aman dan efektif yaitu 10%-20%.9 Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa faktor seperti konsentrasi, tebal pemakaian, atau viskositas dari karbamid peroksida dapat mempengaruhi efek yang dihasilkan dalam memutihkan gigi.10 Namun masih belum diketahui bagaimana efektivitas dari berbagai konsentrasi karbamid peroksida sebagai bahan home bleaching untuk memutihkan gigi yang mengalami diskolorasi ekstrinsik akibat noda teh. Sehingga hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas dari karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% dan 15% dalam proses pemutihan gigi yang telah mengalami diskolorasi ekstrinsik oleh noda teh.
Tinjauan Teoritis Diskolorasi Ekstrinsik Perubahan warna atau diskolorasi pada gigi dapat terjadi pada lapisan email saja atau dapat juga terjadi pada struktur gigi secara keseluruhan. Diskolorasi ekstrinsik adalah perubahan warna gigi yang terjadi pada lapisan email saja. Penyebab utamanya adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan atau minuman yang berwarna sehingga dapat meninggalkan noda atau stain pada lapisan email.1 Noda ekstrinsik melekat pada pelikel gigi, yaitu lapisan tipis protein yang ditemukan pada saliva yang melapisi permukaan email gigi. Lapisan pelikel dapat ternodai akibat konsumsi makanan dan kromogen, atau pigmen yang terkandung dalam makanan, tembakau, atau minum-minuman tertentu. Kromogen yang terdapat dalam makanan dan minuman seperti tanin yang terdapat dalam teh dan kopi dapat menyebabkan noda ekstrinsik pada gigi.11 Diskolorasi ekstrinsik cenderung untuk mudah dibersihkan. Afinitas dari beberapa material terhadap permukaan gigi merupakan salah satu faktor penting dari deposisi noda ekstrinsik. Sehingga diskolorasi dihubungkan dengan reaksi tarik-menarik antara pigmen noda dengan permukaan gigi. Reaksi tarik-menarik tersebut dapat menyebabkan agen penyebab diskolorasi ekstrinsik tertarik pada permukaan gigi kemudian adhesi dapat terjadi dan kromogen berpenetrasi ke dalam email.12
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Teh Hitam Teh hitam merupakan teh yang pada proses pembuatannya terfermentasi seluruhnya.13 Polifenol merupakan kandungan utama dari daun teh, sekitar 25-35% dari berat kering daun teh.14 Kandungan polifenol dalam daun teh mengandung 6 kelompok senyawa, yaitu: flavanols, hydroxyl-4-flavanols, anthocyanins, flavones, flavonols, dan phenolic acid. Karakterisik polifenol yang terpenting dari teh merupakan flavanols. Katekin (flavan-3-ols) merupakan yang terdominan.13 Katekin termasuk dalam kategori pseudo-tannin, yaitu sub klasifikasi dari tanin, sebuah zat astringen yang berikatan dengan protein dan senyawa organik lainnya seperti asam amino.15 Tanin merupakan pigmen warna (kromogen) pada teh hitam dan tanin dapat terdeposit pada plak dan biofilm yang ada pada permukaan gigi, yang menyebabkan pembentukkan noda ekstrinsik.
Karbamid Peroksida Karbamid peroksida (CH6N2O3) adalah salah satu dari banyak agen pemutih gigi yang biasa digunakan. Konsentrasi karbamid peroksida yang digunakan pun bervariasi, bergantung pada teknik bleaching yang digunakan, dimulai dari konsentrasi 3%-15%. Konsentrasi karbamid peroksida yang aman digunakan pada perawatan home bleaching adalah pada konsentrasi 10%-15%. Pada home bleaching 10% karbamid peroksida (CH6N2O3) sendiri mengandung 3,35% hidrogen peroksida, 6,65% urea, karbon dioksida, dan amonia. Maka dikatakan bahwa karbamid peroksida 10% memiliki keefektivitasan yang sama dengan hidrogen peroksida 3%. Karbamid peroksida memiliki pH 6,5.10 Karbamid peroksida tidak berbau, tidak bersifat toksik, dan berbentuk kristal putih. Larutan karbamid peroksida sangat tidak stabil dan segera terurai menjadi bagian-bagiannya saat berkontak dengan jaringan atau saliva. Kandungan bahan pemutih gigi yang utama adalah karbamid peroksida sebagai unsur aktif 10-15%, dan sisanya sekitar 85% adalah unsur non aktif terdiri dari gliserin, sodium stannate, bahan penyegar, dan bahan lainnya. Karbamid peroksida dapat mengandung karbopol (polimer karboksipolimetilen) sebagai campuran yang dapat menambah kekentalan dan daya lekat serta memperlambat proses pelepasan oksigen dari karbamid sehingga memungkinkan oksigen bereaksi lebih lama dengan bahan yang menyebabkan pewarnaan.1 Sejumlah asam ditambahkan untuk mengurangi pH antara 5,0 – 6,5 yang dapat meningkatkan shelf life. Rendahnya pH ini diperdebatkan karena meningkatkan kemungkinan rusaknya email dan dentin. Batas pH kritis yang ditetapkan untuk etsa email adalah 5,2 – 5,8 sedangkan untuk dentin 6,0 – 6,8.16
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Mekanisme pemutihan gigi dimulai dari terurainya karbamid peroksida menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan urea (CH4N2O). Uraian yang berupa hidrogen peroksida menghasilkan HO2 (peryhydroxil) yang merupakan radikal bebas kuat dan O sebagai radikal bebas lemah. Dalam bentuk cairan murni H2O2 merupakan asam lemah yang menghasilkan lebih banyak radikal bebas lemah yaitu O, sehingga untuk mendorong pembentukan HO2 maka hidrogen peroksida harus dibuat basa pada pH optimum 9,5 – 10,8.1 Setelah terbentuk HO2 dalam jumlah yang besar maka radikal bebas ini bereaksi dengan ikatan tidak jenuh. Hal ini menyebabkan gangguan pada konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik email, selain itu terjadi perubahan berat molekul bahan organik gigi yang memantulkan gelombang cahaya spesifik penyebab diskolorasi pada bahan dengan berat molekul lebih rendah dan berkurangnya molekul yang merefleksikan cahaya,17 dengan demikian terbentuklah molekul organik yang lebih kecil dengan warna yang lebih terang.1 Komponen urea dalam karbamid peroksida dapat menstabilkan hidrogen peroksida dan dengan kontak pada gigi yang lebih lama dapat diperoleh efisiensi reaksi yang sempurna. Karbamid peroksida lebih sedikit mengiritasi gusi, sehingga lebih baik bila digunakan sebagai home bleaching.1
Sistem Warna CIE L*a*b* Metode pengukuran warna yang sering dipakai dewasa ini ialah menggunakan sistem CIE L*a*b* (Commission Internationale de l’Eclairage L*, a*, b*). Sistem CIE L*a*b* memili tiga aksis pada ruang warna, yaitu L*, a*, dan b*. Nilai L* merupakan ukuran kecerahan (lightness) obyek yang diukur dari skala 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* merepresentasikan warna kemerahan (+a*) atau kehijauan (-a*). Sedangkan nilai b* merepresentasikan warna kekuningan (+b*) atau kebiruan (b*). Koordinat a* dan b* pada titik nol merepresentasikan warna netral (abu-abu dan putih) dan meningkat nilainya bila terdapat peningkatan saturasi warna atau pun ketajaman warna. CIE L*a*b* memungkinkan penghitungan perubahan warna yang terjadi pada gigi dengan menggunakan formula CIE L*a*b* untuk penghitungan perubahan warna,18 yang dinotasikan dengan ∆E* dengan rumus ∆E* = [(∆L*)2 + (∆a*)2 + (∆b*)2]½. Nilai ∆E* yang kurang dari 1 tidak dapat dideteksi oleh mata manusia. Sementara itu, apabila ∆E* bernilai kurang dari 3,3, maka perubahan warnanya dapat terlihat nyata secara visual dengan kondisi pencahayaan yang optimal dan dapat diterima secara klinis. Namun, apabila nilai ∆E* lebih dari 3,3, perubahan warna sangat mudah diobservasi tetapi tidak dapat diterima secara klinis.19
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, pada bulan Agustus hingga Oktober 2014. Tiga puluh dua gigi premolar manusia pasca ekstraksi dan bebas karies digunakan dalam penelitian ini. Sebelum perendaman, tiga puluh dua spesimen dibersihkan dan direndam dalam larutan salin, kemudian pada bagian akar gigi dari Cemento Enamel Junction (CEJ) hingga ujung akar dioleskan cat kuku tidak berwarna. Pembuatan noda teh pada email gigi dilakukan dengan cara merendam gigi ke dalam larutan teh hitam. Teh hitam celup merk Sosro® sebanyak 2 kantong (4 gram) dicelupkan ke dalam air mendidih 320 ml yang ditampung dalam gelas beaker dengan waktu penyeduhan selama 3 menit. Kemudian pH larutan diukur menggunakan strip indikator pH dengan mencelupkan strip ke dalam larutan lalu dicocokkan dengan tabel pH. Teh hitam dituangkan ke masing-masing pot obat (10 mL). Perendaman gigi dalam larutan teh hitam dilakukan selama 24 jam dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC. Setiap harinya, larutan teh diganti dengan konsentrasi dan pH yang sama selama 8 hari berturut-turut. Spesimen kemudian dibagi secara acak ke dalam dua kelompok perlakuan, yakni diaplikasikan karbamid peroksida 10% dan diaplikasikan karbamid peroksida 15%, dengan masing-masing kelompok berjumlah enam belas spesimen. Pengukuran warna awal dilakukan menggunakan alat VITA Easyshade®. Setiap ingin dilakukan pengukuran, gigi ditanam di dalam microwax dengan permukaan bukal menghadap ke atas. Spesimen diletakkan diatas kertas HVS putih yang telah beralaskan lap putih. Pengukuran warna dilakukan satu kali untuk masing-masing spesimen. Prosedur pengukuran dilakukan dengan ujung probe VITA Easyshade® yang sebelumnya telah dibungkus dengan plastic wrap, diletakkan tegak lurus dan menempel pada permukaan 1/3 tengah bukal gigi yang kemudian dilakukan exposure untuk memperoleh data L*0, a*0, dan b*0. Masing-masing kelompok perlakuan diberikan aplikasi karbamid peroksida pada permukaan bukal masing-masing gigi yang telah tertanam dalam microwax dan diratakan menggunakan kuas dengan ketebalan ±0,5 mm. Semua spesimen ditutup menggunakan strip obat hingga menempel dengan permukaan gigi, diletakkan di dalam tray, kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 7 jam. Setelah 7 jam spesimen
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
dikeluarkan dari inkubator dan dibersihkan menggunakan tisu dan dibilas menggunakan akuades hingga tidak ada lagi karbamid peroksida yang menempel pada permukaan gigi. Seluruh spesimen kemudian diletakkan di dalam pot obat dalam kondisi kering hingga pengaplikasian selanjutnya. Pengaplikasian dilakukan selama 14 hari. Pengukuran warna setelah aplikasi karbamid peroksida dilakukan setelah aplikasi hari ke-7 untuk memperoleh data L*1, a*1, dan b*1 dan setelah aplikasi hari ke-14 untuk memperoleh data L*2, a*2, dan b*2. Pengukuran dilakukan dengan langkah kerja yang sama seperti pengukuran warna awal spesimen. Selanjutnya, seluruh data L*, a*, dan b* yang telah diperoleh diolah untuk menghasilkan nilai ∆E*, ∆L*, ∆a*, dan ∆b*. Nilai ∆E*, ∆L*, ∆a*, dan ∆b* yang dimiliki setiap kelompok perlakuan diuji antar kelompok menggunakan uji Independent sample t-Test pada data yang normal dan homogen, dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan nilai warna yang diperoleh antar kelompok perlakuan. Lalu nilai ∆E*, ∆L*, ∆a*, dan ∆b* yang dimiliki setiap kelompok perlakuan diuji antar waktu pengaplikasian menggunakan uji Paired sample t-Test pada data yang normal, dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan nilai warna yang diperoleh antara waktu aplikasi ke-7 dan aplikasi ke-14. Karena besaran nilai perubahan warna (∆E*) tidak dapat menjelaskan arah perubahan warna, maka nilai rerata dari data per komponen warna (L*, a* dan b*) akan dianalisa menggunakan uji Repeated measures ANOVA untuk menentukan arah perubahan warna.
Hasil Penelitian
Pengamatan secara visual dilakukan menggunakan indra penglihatan oleh peneliti. Setelah proses perendaman dalam teh hitam, didapatkan bahwa warna gigi pada kedua kelompok perlakuan menjadi gelap dan kecoklatan. Setelah aplikasi bleaching hari ke-7, didapatkan bahwa warna gigi pada kedua kelompok perlakuan menjadi lebih terang dan lebih putih serta noda kecoklatan mulai berkurang apabila dibandingkan dengan warna gigi setelah proses perendaman teh. Pengamatan setelah aplikasi bleaching hari ke-14, terlihat bahwa warna gigi pada kedua kelompok perlakuan menjadi lebih terang dan putih apabila dibandingkan dengan aplikasi bleaching hari ke-7.
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Berikut adalah nilai rerata perubahan warna (ΔE) setelah pengaplikasian kedua bahan bleaching pada hari ke-7 dan ke-14 (Tabel 1):
Tabel 1. Nilai Rerata Perubahan Warna (ΔE*)
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
23,25
28,47
Karbamid Peroksida 15%
24,65
27,64
Kedua bahan pemutih gigi yang diujikan pada penelitian ini masing-masing menunjukkan adanya
peningkatan ΔE baik setelah aplikasi ke-7 dan aplikasi ke-14.
Berdasarkan uji statistik Paired Sample t-Test didapatkan hasil bahwa masing-masing bahan pemutih gigi baik dengan
konsentrasi karbamid peroksida 10% dan 15% sama-sama
memiliki nilai peningkatan ΔE yang bermakna. Pengukuran nilai rerata ΔE yang dilakukan setelah aplikasi bahan bleaching hari ke-7 pada bahan pemutih yang memiliki konsentrasi karbamid peroksida 15% lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki konsentrasi karbamid peroksida 10%. Kemudian setelah pengaplikasian bahan bleaching hari ke-14, ternyata nilai ΔE bahan pemutih dengan konsentrasi karbamid peroksida 15% bernilai lebih rendah dibandingkan dengan bahan pemutih dengan konsentrasi karbamid peroksida 10%. Lalu dilakukan uji statistik dengan metode Independent Sample t-Test dan didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan bermakna antara nilai ΔE pada bahan pemutih dengan konsentrasi karbamid peroksida 10% dan 15% yang dilakukan setelah aplikasi ke-7 maupun aplikasi ke-14. Nilai rerata L* setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rerata Value (L*)
Setelah Diskolorasi
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
67,04
85,99
90,69
Karbamid Peroksida 15%
68,25
88,41
90,71
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Kedua bahan pemutih gigi menunjukkan adanya peningkatan nilai rerata komponen value (L*) baik setelah aplikasi ke-7 dan aplikasi ke-14. Berdasarkan uji statistik Repeated Measures ANOVA, ternyata terdapat perbedaan bermakna dari peningkatan nilai komponen value (L*) ini. Nilai ΔL* pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 3. Nilai Rerata Perubahan Value (ΔL*)
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
18,95
23,65
Karbamid Peroksida 15%
20,16
22,46
Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan nilai perubahan value (ΔL*) diantara kedua kelompok perlakuan. Analisis statistik Independent Sample t-Test pada perbedaan ΔL* setiap kelompok perlakuan menujukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Sedangkan untuk melihat perbedaan ΔL* setiap aplikasinya pada masing-masing kelompok perlakuan, dilakukan uji statistik Paired Sample t-Test dan didapatkan adanya perbedaan bermakna nilai perubahan value setelah aplikasi ke-7 dan setelah aplikasi ke-14. Nilai rerata a* setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rerata Chroma Merah-Hijau (a*)
Setelah Diskolorasi
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
17,98
5,88
3,71
Karbamid Peroksida 15%
17,03
4,81
3,53
Pada derajat a* awal dari gigi yang sudah diberi perlakuan perendaman teh, didapatkan nilai rerata a* yang relatif tinggi. Setelah aplikasi ke-7 dan aplikasi ke-14. Nilai rerata a* pada setiap kelompok perlakuan berada pada koordinat +a* yang berarti berada pada daerah kemerahan. Berdasarkan uji statistik Repeated Measures ANOVA, ternyata terdapat perbedaan bermakna dari penurunan nilai komponen chroma merah-hijau (a*) ini. Dilihat dari
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
perubahan nilai a* yang memiliki tren menurun dan derajat kemerahan/kehijauan kelompok berada pada koordinat +a*, maka penurunan nilai memiliki arti semakin mendekati warna netral. Nilai perubahan Δa* pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 5:
Tabel 5. Nilai Rerata Perubahan Chroma Merah-Hijau (Δa*)
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
-12,09
-14,27
Karbamid Peroksida 15%
-12,23
-13,50
Tabel 5 menunjukkan adanya perbedaan nilai perubahan chroma merah-hijau (Δa*) diantara kedua kelompok perlakuan. Analisis statistik Independent Sample t-Test pada perbedaan Δa* setiap kelompok perlakuan menujukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Sedangkan untuk melihat perbedaan Δa* setiap aplikasinya pada masing-masing kelompok perlakuan, dilakukan uji statistik Paired Sample t-Test dan didapatkan adanya perbedaan bermakna pada setiap kelompok perlakuan yang berarti terdapat penurunan nilai perbedaan chroma merah-hijau setelah aplikasi ke-7 dan setelah aplikasi ke14. Nilai rerata b* setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Nilai Rerata Chroma Kuning-Biru (b*)
Setelah Diskolorasi
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
41,14
41,09
36,96
Karbamid Peroksida 15%
39,96
37,51
34,56
Pada setiap kelompok perlakuan, nilai rerata b* awal berada pada koordinat +b*, yang berarti seluruh spesimen berada dalam chroma kekuningan. Setelah aplikasi ke-7 dan ke-14 terdapat penurunan nilai rerata, meskipun pada akhir aplikasi tetap berada di rentang kekuningan. Berdasarkan uji statistik Repeated Measures ANOVA, ternyata terdapat perbedaan bermakna dari penurunan nilai komponen chroma kuning-biru (b*) ini, namun
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
hasil tabel Pairwise Comparison menunjukkan tidak terdapat penurunan bermakna antara pengukuran awal dengan aplikasi ke-7. Nilai perubahan Δb* pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 7:
Tabel 7. Nilai Rerata Perubahan Chroma Kuning-Biru (Δb*)
Aplikasi ke-7
Aplikasi ke-14
Karbamid Peroksida 10%
-0,05
-4,18
Karbamid Peroksida 15%
-2,45
-5,40
Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan nilai perubahan chroma kuning-biru (Δb*) diantara kedua kelompok perlakuan. Analisis statistik Independent Sample t-Test pada perbedaan Δb* setiap kelompok perlakuan menujukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Sedangkan untuk melihat perbedaan Δb* setiap aplikasinya pada masing-masing kelompok perlakuan, dilakukan uji statistik Paired Sample tTest dan didapatkan adanya perbedaan bermakna pada setiap kelompok perlakuan yang berarti terdapat penurunan nilai perbedaan chroma kuning-biru setelah aplikasi ke-7 dan setelah aplikasi ke-14.
Pembahasan Setelah proses perendaman dalam teh hitam dan terbentuknya stain pada permukaan bukal gigi, seluruh kelompok perlakuan menunjukkan nilai L* yang cukup rendah yang berarti bahwa tingkat kecerahan spesimen rendah (lebih gelap). Sedangkan untuk nilai a* dan b* terletak dalam rentang positif dan cukup tinggi pada keduanya, yang menunjukkan bahwa warna gigi menjadi lebih kemerahan (tua dan pekat) serta kekuningan (tua dan pekat).20 Perubahan warna kemerahan dan kekuningan ini diduga terkait dengan pigmen warna teh hitam yaitu tanin yang memiliki warna cokelat tua,15 thearubigins (warna merah) dan theaflavins (warna kuning)21 yang menempel pada permukaan gigi. Menempelnya pigmen warna pada permukaan gigi ini pun yang bertanggung jawab atas tingkat kecerahan (L*) yang rendah, dikarenakan banyak cahaya yang terserap oleh pigmen warna.22
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Setelah perlakuan aplikasi bleaching, terjadi perubahan seluruh komponen warna (L*a*b*) pada seluruh kelompok perlakuan ke arah sebaliknya (L* meningkat, a* dan b* menurun). Hal ini dikarenakan bahan pemutih gigi yang mengandung karbamid peroksida berhasil mengurangi pigmen noda teh hitam pada permukaan gigi melalui proses oksidasi. Senyawa H2O2 (karbamid peroksida) terurai menjadi HO2 (radikal bebas kuat) dan O (radikal bebas lemah), lalu HO2 berikatan tidak jenuh dengan molekul pigmen noda teh hitam (tanin) yang menyebabkan terjadinya gangguan ikatan elektron, yang mengubah absorpsi energi dari molekul organik email, dan membentuk molekul sederhana yang kurang merefleksikan cahaya. Akibatnya gambaran klinis yang dapat kita lihat adalah peningkatan kecerahan gigi.1,17 Berdasarkan hasil penelitian ini, sesudah pengaplikasian bahan bleaching hari ke-7 pada kedua kelompok perlakuan, terjadi perubahan warna (ΔE) yang cukup signifikan pada masing-masing kelompok. Nilai rerata ΔE kelompok perlakuan dengan konsentrasi karbamid peroksida 15% lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi karbamid peroksida 10%. Namun saat dilakukan uji statistik ternyata tidak ada perbedaan bermakna dari nilai kedua kelompok ini, yang berarti kedua kelompok memiliki efektivitas yang sama dalam proses pemutihan gigi. Sesudah pengaplikasian bahan bleaching hari ke-14 pada kedua kelompok perlakuan terlihat bahwa nilai rerata ΔE kelompok perlakuan dengan konsentrasi karbamid peroksida 15% lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi karbamid peroksida 10%, namun uji statistik membuktikan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dari hal ini. Berdasarkan penelitian lain sebelumnya, disebutkan bahwa aplikasi bahan bleaching hingga hari ke-14, karbamid peroksida 15% memberikan perubahan warna akhir yang sama dengan konsentrasi 10%.23 Namun demikian, konsentrasi karbamid peroksida 15% memberikan perubahan warna yang lebih cepat dibandingkan karbamid peroksida 10%.23,24 Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas kedua konsentrasi bahan bleaching, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara karbamid peroksida 10% dan karbamid peroksida 15% baik setelah 1 minggu ataupun 2 minggu dalam memutihkan gigi yang memiliki noda ekstrinsik dari teh hitam. Kedua bahan pemutih gigi yang diujikan pada penelitian ini masing-masing memberikan perubahan nilai ΔE pada aplikasi bleaching hari ke-7 dan pada aplikasi bleaching hari ke-14. Nilai ΔE pada penelitian ini didapat berdasarkan perhitungan selisih nilai masing-masing komponen warna (L*a*b*) setelah aplikasi dengan warna awal. Hasil yang didapatkan pada kedua kelompok perlakuan adalah bahwa nilai rerata ΔE aplikasi bleaching hari ke-14 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rerata ΔE aplikasi bleaching hari
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
ke-7, dan secara statistik terdapat perbedaan bermakna antar kedua nilai ini. Hal ini berarti bahwa kedua bahan pemutih gigi memberikan hasil yang lebih efektif setelah aplikasi hari ke14 bila dibandingkan dengan aplikasi hari ke-7. Pengaplikasian bahan bleaching berlanjut tersebut yang menyebabkan karbamid peroksida berhasil mengurangi pigmen noda teh hitam yang masih menempel pada permukaan gigi (ΔE menurun).17 Penurunan nilai ΔE ini diduga karena material senyawa cincin karbon yang terpigmentasi sudah berkurang.1 Hal tersebut disebabkan pada saat initial bleaching pada senyawa terpigmentasi, ikatan cincin karbon telah terbuka dan berubah menjadi ikatan kimia yang lebih sederhana dan kurang merefleksikan cahaya.1 Apabila proses bleaching terus dilanjutkan, maka senyawa tersebut akan mencapai titik jenuh dan tidak efektif lagi.1 Hal ini menunjukkan bahwa waktu merupakan salah satu faktor penentu dari proses pemutihan gigi. Pada konsentrasi karbamid peroksida 10% dan 15% dapat disimpulkan bahwa semakin sering/lama bahan bleaching diaplikasikan ke gigi, maka gigi tersebut mengalami perubahan warna menjadi semakin cerah yang berarti bahan tersebut menjadi lebih efektif. Namun apabila proses bleaching terus dilanjutkan, maka bahan bleaching menjadi jenuh dan tidak efektif lagi. Apabila dianalisis per komponen warna (L*a*b*), kedua kelompok menunjukkan perubahan warna yang cukup signifikan untuk ketiga komponen. Untuk komponen value (tingkat kecerahan), baik konsentrasi karbamid peroksida 10% dan karbamid peroksida 15% keduanya menunjukkan adanya peningkatan nilai value pada aplikasi hari ke-7 dan aplikasi hari ke-14. Hal ini diakibatkan karena kedua bahan bleaching berhasil menghilangkan noda ekstrinsik pada permukaan gigi dengan proses oksidasi.1 Nilai value bertambah apabila jumlah cahaya yang dipantulkan semakin banyak.25 Apabila terjadi penumpukan pigmen warna pada permukaan gigi, maka jumlah cahaya yang dipantulkan lebih sedikit karena cahaya terserap oleh pigmen tersebut, yang menyebabkan warna gigi menjadi terlihat lebih gelap.22 Karena proses oksidasi berlangsung dan berlanjut hingga akhir aplikasi, maka semakin lama semakin banyak pigmen warna yang teroksidasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa apabila semakin banyak pigmen yang dihilangkan dari permukaan gigi, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, yang menyebabkan gigi terlihat lebih terang. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi 10% dan 15% dalam peningkatan tingkat kecerahan, karena nilai pengukuran L* yang tidak berbeda jauh antar masing-masing kelompok perlakuan. Untuk komponen chroma (a* dan b*), baik konsentrasi 10% dan 15% mengalami penurunan pada aplikasi ke-7 serta pada aplikasi ke-14. Kemampuan bahan bleaching untuk mengoksidasi pigmen warna ini lah yang menyebabkan penurunan nilai chroma.1 Secara
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
teori, nilai chroma meningkat apabila jumlah panjang gelombang yang dipantulkan semakin meningkat.25 Pada penelitian ini, nilai chroma menurun, sehingga dapat diartikan bahwa jumlah panjang gelombang yang dipantulkan mengalami penurunan, berarti chroma kemerahhijauan dan kekuning-biruan gigi berkurang ke arah yang lebih netral. Nilai rerata a* turun ke nilai yang relatif rendah dalam rentang 4,81 – 5,88 pada aplikasi ke-7 dan setelah aplikasi ke-14 nilai rerata a* semakin turun ke nilai dalam rentang 3,53 – 3,71 yang termasuk dalam rentang warna netral.26 Nilai rerata a* pada setiap kelompok perlakuan berada pada koordinat +a* yang berarti berada pada daerah kemerahan, meskipun lebih ke arah netral. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pemutihan gigi menyebabkan gigi menjadi lebih tidak kemerahan. Nilai rerata b* mengalami penurunan setelah aplikasi ke-7, namun penurunan ini tidak menunjukkan adanya penurunan yang signifikan, meskipun baru pada akhir aplikasi ke-14 nilai b* turun cukup signifikan hingga berada di rentang 34,56 – 36,96 yang masih terdapat pada rentang kekuningan karena terletak pada koordinat +b*. Hal ini diduga keterkaitan dengan pigmen noda merah (thearubigins) yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan pigmen noda kuning (theaflavins) pada teh hitam.21 Sedikitnya jumlah theaflavins ini yang diduga menyebabkan penurunan warna pada aplikasi ke-7 tidak signifikan, meskipun baru nampak signifikan pada aplikasi ke-14. Dari hasi ini dapat disimpulkan bahwa proses pemutihan gigi menyebabkan gigi menjadi lebih tidak kekuningan. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi 10% dan 15% dalam penurunan nilai chroma, karena nilai pengukuran a* dan b* yang tidak berbeda jauh antar masing-masing kelompok perlakuan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan warna ke arah yang lebih terang pada email gigi yang mengalami diskolorasi ekstrinsik oleh teh hitam setelah aplikasi karbamid peroksida 10% dan 15% setelah 7 hari dan 14 hari. Hal lain yang dapat disimpulkan adalah tidak ada perbedaan efektivitas antara karbamid peroksida 10% dan 15% terhadap proses pemutihan email gigi yang mengalami diskolorasi ekstrinsik oleh teh hitam.
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
Saran
Bagi pasien yang memiliki masalah dengan noda ekstrinsik akibat konsumsi teh dan menginginkan hasil pembersihan noda yang efektif dan memiliki efek samping lebih kecil, dapat menggunakan pemutih gigi dengan bahan karbamid peroksida 10%.
Daftar Referensi
1.
Goldstein RE, Garber DA. Complete Dental Bleaching (1st ed). Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.; 1995. hal. 4–97.
2.
Marson FC, Salvatore de Freitas KM, Correa G de O, Bressin CPT, Silva CO. Evaluation of The Effectiveness of the Tooth Whitening Treatment Associated with the Immersion in Coloring Solutions. Oral Bone Health Res. 2012;9(4):416–20.
3.
Koblar A, Tavcar G, Svet MP. Fluoride in teas of different types and forms and the exposure of humans to fluoride with tea and diet. Food Chem. 2012;286–90.
4.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Survei Sosio Ekonomi Nasional 2009 - 2013 [Internet]. 2014 [cited 2014 Jun 30]. Available from: http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf
5.
Zantner C, Beheim-Schwarzbach N, Neumann K, Kielbassa AM. Surface microhardness of enamel after different home bleaching procedures. Dent Mater Off Publ Acad Dent Mater. 2007 Feb;23(2):243–50.
6.
Abouassi T, Wolkewitz M, Hahn P. Effect of carbamide peroxide and hydrogen peroxide on enamel surface: an in vitro study. Clin Oral Investig. 2011 Oct;15(5):673– 80.
7.
Bailey S, Swift E. Effect of home bleaching product on composite resin. Quintessence Int. 1992;23:484–94.
8.
Tjandrawinata R. (1997). Pengaruh Karbamid Peroksida dan Stannous Fluorida terhadap ukuran kristalit email gigi, dihitung dengan metode Difraksi Sinar-X. Tesis, Universitas Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok.
9.
Halim HS. Perawatan Diskolorisasi Gigi Dengan Teknik Bleaching. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta; 2006. hal. 1–75.
10. Soek Hoon K, So Ran K, Greenwall LH. Tooth Whitening in Esthetic Dentistry (1st ed). New Malden: Quintessence Publishing Co, Inc.; 2009. hal. 54.
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014
11. Watts A, Addy M. Tooth Discolouration and Staining. Br Dent J. 2001;190(6):309–16. 12. Plotino G, Buono L, Grande NM, Pameijer CH, Somma F. Nonvital tooth bleaching: a review of the literature and clinical procedures. J Endod. 2008 Apr;34(4):394–407. 13. Chaturvedula VSP, Prakash I. The aroma, taste, color and bioactive constituents of tea. J Med Plants Res. 2011 Jun 4;5(11):2110–24. 14. Balentine D. Introduction: tea and health. Food Sci Nutr. 1997;8:691–9. 15. Kar A. Pharmacognosy And Pharmacobiotechnology (1st ed). New Delhi: New Age International; 2003. hal. 44. 16. Crispin B. Nonrestorative esthetic procedure in Contemporary Esthetic Dentistry: Practice Fundametals (1st ed). Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.; 1995. hal. 33–56. 17. Laurence W. Safety Issue Relating to the use of Hydrogen Peroxide in Dentistry. Aust Dent J. 2000;45(4):257–69. 18. Joiner A, Hopkinson I, Deng Y, Westland S. A review of Tooth Colour and Whiteness. J Dent. 2008;(365):52–7. 19. Ruyter IE, Nilner K, Moller B. Color stability of dental composite resin materials for crown and bridge veneers. Dent Mater Off Publ Acad Dent Mater. 1987 Oct;3(5):246– 51. 20. McLaren K. Colour Space, Colour Scales, and Colour Difference (1st ed). Bristol, UK: Adam Hilger Ltd.; 1987. hal. 59–65. 21. Balentine DA, Wiseman SA, Bouwens LCM. The chemistry of tea flavonoids. Crit Rev Food Sci Nutr. 1997;37(8):693–704. 22. Lima DANL, Silva ALF e, Aguiar FHB, Liporoni PCS, Munin E, Ambrosano GMB, et al. In vitro assessment of the effectiveness of whitening dentifrices for the removal of extrinsic tooth stains. Braz Oral Res. 2008 Jun;22(2):106–11. 23. Sulieman M, MacDonald E, Rees JS, Newcombe RG, Addy M. Tooth bleaching by different concentrations of carbamide peroxide and hydrogen peroxide whitening strips: an in vitro study. J Esthet Restor Dent Off Publ Am Acad Esthet Dent Al. 2006;18(2):93– 100; discussion 101. 24. Leonard RH, Sharma A, Haywood VB. Use of different concentrations of carbamide peroxide for bleaching teeth: an in vitro study. Quintessence Int Berl Ger 1985. 1998 Aug;29(8):503–7. 25. Chu SJ, Devigus A, Mieleszko AJ, Rade P. Fundamentals of Color: Shade Matching and Communication in Esthetic Dentistry (2nd ed). Quintessence Publishing Co, Inc.; 2011. hal. 7–19. 26. Burkinshaw SM. Colour in relation to dentistry. Fundamentals of colour science. Br Dent J. 2004 Jan 10;196(1):33–41; discussion 29.
Pengaruh aplikasi karbamid..., Kendy Chandra Wijaya, FKG UI, 2014