PENGARUH AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN PETERNAKAN AYAM BROILER TERHADAP PERTUMBUHAN BISNIS PETERNAKAN DI INDONESIA
BURHANUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler terhadap Pertumbuhan Bisnis Peternakan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Sebagian dari disertasi ini telah dikirimkan ke jurnal nasional terakreditasi Media Peternakan dengan judul The Determining Factors of Entrepreneurial Activity on Broiler Farm dan ke jurnal internasional Asia Pacific Journal of Innovation and Entrepreneurship dengan judul Entrepreneurial Activities And Economic Growth: Learning From Indonesian Broiler Farmers. Kedua jurnal tersebut telah dipublikasi di APJIE Volume 7, No. 3 Desember 2013 dan Media Peternakan Volume 36 Nomor 3 Tahun 2013. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Burhanuddin H363090051
RINGKASAN BURHANUDDIN. Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler terhadap Pertumbuhan Bisnis Peternakan di Indonesia. Dibimbing oleh HARIANTO, RITA NURMALINA, dan RACHMAT PAMBUDY. Dunia sudah memasuki peradaban keempat dengan sebutan era kreatif yang menempatkan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Inovasi merupakan unsur penting dalam berwirausaha, sehingga aktivitas kewirausahaan dapat menjadi kunci atribut keberhasilan pembangunan ekonomi, khususnya di sektor pertanian. Aktivitas kewirausahaan telah dijelaskan oleh Schumpeter pada tahun 1911 yang menyatakan bahwa penggabungan kemajuan teknologi yang dihasilkan oleh inovasi dilakukan oleh pelaku ekonomi (misalnya perusahaan pertanian) untuk memaksimalkan keuntungan atau utilitas. Hipotesis utama teori pembangunan ekonomi Schumpeter adalah keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan kewirausahaan. Oleh karena Indonesia adalah negara dengan sumberdaya pertanian yang besar, maka kewirausahaan pertanian dapat menjadi sasaran dari kebijakan pembangunan ekonomi pertanian Indonesia. Salah satu subsektor di pertanian, subsektor peternakan, yakni bisnis broiler memiliki pertumbuhan tertinggi. Bisnis broiler dimulai pada era 80-an, dan saat ini populasi ayam broiler sudah mendekati 2 miliar. Hal ini diduga akibat aktivitas kewirausahaan, yaitu inovasi yan tinggi dalam peternakan broiler seperti teknologi bibit dan pakan, dan masa panen yang semakin pendek. Oleh karena itu, aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dalam pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada teori pembangunan ekonomi Schumpeter perlu untuk dianalisis. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal usaha peternakan ayam broiler terhadap aktivitas kewirausahaan; (2) Menganalisis pengaruh aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler terhadap pertumbuhan bisnis peternakan; dan (3) Menganalisis keragaan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dan pertumbuhan bisnis peternakan pada tiga bentuk usaha peternakan perusahaan, perorangan, dan mitra. Penelitian ini dilakukan di Bogor, Jawa Barat, Indonesia selama enam bulan dari November 2012 sampai April 2013. Populasi penelitian adalah peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Data berasal dari 381 peternak ayam broiler yang beroperasi pada saat penelitian yang dikumpulkan dengan teknik sampling "sensus". Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dengan wawancara cara tatap muka. Data dianalisis dengan metode analisis multivariat, yaitu Structural Equation Modeling (SEM) dan analisis tabulasi silang. Analisis SEM digunakan untuk mencari hubungan antara variabel aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dan variabel pertumbuhan bisnis peternakan. Analisis tabulasi silang digunakan untuk menganalisis keragaan aktivitas peternakan dan pertumbuhan bisnis peternakan pada bentuk usaha perusahaan, perorangan, dan mitra. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa faktor internal individu yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah inovasi dan risiko. Inovasi relatif lebih kuat dibentuk oleh kontribusi
intensitas penelitian (menemukan hal-hal baru) dibandingkan intensitas inovasi (melakukan perubahan yang lebih baik). Peternak ayam broiler berani mengambil risiko rugi dan kehilangan semua aset usahanya. Faktor internal perusahaan yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah daya produksi dan tenaga kerja. Kontribusi efisiensi produksi seperti tidak adanya pakan yang terbuang, tingkat kematian (mortalitas) yang rendah, dan panen tepat waktu relatif lebih besar daripada pengendalian biaya produksi. Kontribusi sikap tenaga lebih tinggi dibandingkan pengetahuan produksi tenaga kerja, karena tenaga kerja mendapatkan tekanan kontrol sosial yang ketat. Faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan kebijakan bantuan teknis. Kebijakan pemerintah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap aktivitas kewirausahaan peternakan broiler. Sebagai seorang wirausaha (entrepreneur) yang mengaplikasikan prinsipprinsip kewirausahaan dalam mengelola usaha peternakannya, peternak secara signifikan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan bisnis peternakan. Dengan asumsi cateris paribus, usaha peternakan ayam broiler yang terus tumbuh dan kesejahteraan peternak terus meningkat, mendorong positif kapasitas produksi suatu perekomian melalui peningkatan produktivitas sebagai indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi, baik wilayah maupun nasional. Aktivitas kewirausahaan peternak mitra relatif lebih tinggi dibandingkan bentuk usaha perorangan dan perusahaan. Hal ini karena terjadi transfer pengetahuan dan teknologi, adanya jaminan pasar dan pembagian risiko. Peternak mitra memiliki kesempatan lebih baik dalam berkreasi dalam mengembangkan ideide perbaikan kinerja usaha peternakannya. Implikasinya, pemerintah dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penumbuhan bisnis peternakan dengan kebijakan yang mendorong tumbuhnya peternak pencipta inovasi (innovator) dan memperbanyak para pengambil risiko (risk taker). Kebijakan kemitraan merupakan merupakan alternatif terbaik dalam menumbuhkembangkan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan pada ruang lingkupnya, yakni tidak dapat digeneralisasi untuk sektor pertanian lainnya. Meskipun demikian, belajar dari aktivitas kewirausahaan peternakan ayam boriler rakyat mandiri, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penumbuhan jumlah wirausaha di peternakan ayam broiler pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya. Keyword: wirausaha, inovasi, risiko, produksi, tenaga kerja, kebijakan pemerintah
SUMMARY BURHANUDDIN. The Effect of Entrepreneurial Activities of Broiler Farm on Business Growth in Indonesia. Under direction of HARIANTO, RITA NURMALINA, and RACHMAT PAMBUDY. The world had entered the fourth civilization as the creative era that puts innovation as a driving force of economic growth. Innovation is an important element in entrepreneurship, so that entrepreneurial activity is the attribute key to the success of economic development, particularly in agriculture sector. Entrepreneurial activity has been described by Schumpeter in 1911 which stated that the incorporation of technological advances generated by the innovation made by economic actors (eg. agricultural companies) to maximize profits or utility. The main hypothesis of Schumpeter's theory of economic development that there are linkages between economic growth and entrepreneurship. As Indonesia is a country with great agricultural resources, the agricultural entrepreneurship can be a target of the agricultural economic development policy. One of the agricultural subsectors i.e. the livestock subsector has been growing rapidly. Among the livestock subsectors, broiler business has the highest growth. The broiler business started in the '80s, and the broiler's population has currently reached 2 billion. This is presumably due to entrepreneurial activities, i.e. great innovations in broiler farms such as the breed and feed technological innovations, and harvest acceleration is also drawn by innovative processed products of broilers. Therefore, entrepreneurship activities of broilers in economic growth with reference to Schumpeter's theory of economic development are required to be analyzed. Thus, the purpose of this study was to (1) Identify and analyze the effect of internal and external factors of broiler farms on entrepreneurial activity, (2) Analyze the effects of broiler farms entrepreneurial activity on business growth, and (3) Analyzing variability of broiler farms entrepreneurial activity and business growth in the three forms of broiler farm, ie firms, individuals, and partnerships. The research was conducted in Bogor, West Java, Indonesia for six months from November 2012 to April 2013. The research population was an Indonesian independent communal broiler farm (ICBF-peternakan broiler rakyat mandiri). The data of 381 broiler farmers that operated at the time of the study in Bogor were collected by sampling “census” technique. The primary data were collected through the questionnaires by face to face interview. Data were analyzed by multivariate analysis method, namely Structural Equation Modeling (SEM) and cross-tabulation analysis. SEM analysis is used to find the relationship between the variables of entrepreneurial activities of broiler farms and variables of economic growth. Cross-tabulation analysis is used to analyze the variability of entrepreneurial activity and economic growth in the form of firms, individuals, and partnership. SEM analysis results showed that the individual internal factors that effect the entrepreneurial activity of broiler farms are innovation and risk. Innovation formed by the contribution of research intensity (finding new things ) stronger than the innovation intensity (doing a better change). Morever, the farmers had a willingness to take the risk of loss and lost all their business assets.
Internal factors that effect the entrepreneurial activity of broiler farm are production and labor. Production efficiency, ie the wasted lack of feed , the low of mortality, and timely harvest, relatively contributed higher than the production cost control. The labor attitude contributed higher than knowledge production of labor, because labor was getting tight social control. External factors that effect the entrepreneurial activity of broiler farms are the government policies of job creation and technical assistance. Government policy has contributed greatly to the entrepreneurial activity of broiler farms. As an entrepreneur who apply entrepreneurial principles in managing the broiler farm, significantly the farmer contributed positively to the business growth that explained by the farm growth and income levels. Assuming cateris paribus, broiler farm that growing and their welfare increasing continously, encourage the production capacity of a strong economy through increased productivity as an indication of the success of economic development, both the region and nationally. Entrepreneurial activity of partnership farmers is relatively higher than the individual and firms. This is due to the transfer of knowledge and technology, market guarantees and risk-sharing. Partnership farmers have a better chance to be creative in developing ideas to improve broiler farm performance. The implication, the government can accelerate economic growth through the business growth policies that encourage the growth of innovator and increased risk takers. Partnership policy is the best alternative in developing small scale broiler farms. However, this study has limitations on its scope, namely can not be generalized to other agricultural sectors. Nevertheless, the study of entrepreneurial activity broiler farm, the government may consider to achieve high economic growth targets through the growth of the number of entrepreneurs in broiler farms particularly and agriculture generally. Keywords : entrepreneur, innovation, risk, production, labor, policies
@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGARUH AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN PETERNAKAN AYAM BROILER TERHADAP PERTUMBUHAN BISNIS PETERNAKAN DI INDONESIA
BURHANUDDIN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Parulian Hutagaol, MEc Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Luki Abdullah, MSc Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi, Dzat Yang Maha Agung, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler terhadap Pertumbuhan Bisnis Peternakan di Indonesia”. Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Komisi pembimbing, Dr Ir Harianto, MS; Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS; dan Dr Ir H. Rachmat Pambudy, MS atas kontribusi yang sangat besar dan arahan yang sangat berharga selama penyusunan disertasi ini. 2. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Dr Ir Sri Hartoyo, MS atas arahan dan masukan-masukan yang sangat berharga selama proses penyusunan disertasi sejak ujian prelim lisan. 3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Dr Ir Yusman Syaukat dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr atas kesempatannya menjadi mahasiswa pascasarjana IPB. 4. Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Prof Dr Ir Luki Abdullah, MSc. serta Dr Meti Ekayani, SHut. atas masukan yang konstruktif dan inspiratif dalam Ujian Terbuka. 5. Dr Ir Parulian Hutagaol, MS dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MS, serta Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc. atas masukan yang konstruktif dalam Ujian Tertutup, serta Dr Ir Ratna Winandi, MS atas saran dan masukannya dalam Ujian Prelim Lisan. 6. Ayahanda H. Umar Achmad (alm) dan Ibunda Siti Suliha (alm), Romo H. Abdul Fatah Firdaus dan Ibu Hj. Djuhairijah (alm) atas doanya yang tiada henti yang terus memotivasi dan menginspirasi. 7. Istri tercinta Ir Lita Herlinawati dan ananda tersayang Al-May Abyan Izzy Burhani dan Al-Thaf Haura Imtinan Burhani yang selalu menemani dan memberi semangat. 8. Kakak-kakak Syariful Iman Dion dan Siti Subaidah; Drs Ganef Shobirin dan Dra Titiek; Dra Taviah Veriani dan Drs Ahmad Sugianto; Ir Fathijah Fitriany dan Drs Humaidi Kusumanegara; adik-adik H. Faris Mahmud Riyadi dan Hj.Siti Romlah; Mariya Ulfah dan Ubaidillah SSosi; Emil Arofah, AMd; Isrok Mubarok, AMd dan Rieke Kristanti; Gazal Sholihin, SH dan Dra Ernawati; Jauhar Muhtadiyn, SE dan Riana Riskinandini, SSi atas doa dan dorongan semangatnya. 9. Seluruh staf pengajar Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, atas ilmu yang diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan dan EPN. Seluruh kolega di Departemen Agribisnis FEM IPB dan rekan-rekan EPN angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyusunan disertasi ini. Segala kekurangan disertasi ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2014 Burhanuddin
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
xvii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR LAMPIRAN
xx
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kebaruan (Novelty) Penelitian
1 1 3 6 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas Kewirausahaan Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi
7 7 9
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Pertumbuhan Ekonomi Kewirausahaan Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis Penelitian
15 15 17 23 27 29
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Polulasi dan Sampel Data dan Pengumpulan Data Analisis Data Model dan Variabel Penelitian
30 30 30 30 31 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Peternakan Ayam Broiler Rakyat Mandiri Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler Rakyat Mandiri Faktor Internal Individu Faktor Internal Perusahaan Faktor Eksternal Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler terhadap Pertumbuhan Bisnis Keragaan Aktivitas Kewirausahaan dan Pertumbuhan Bisnis Berdasarkan Bentuk Usaha Peternakan Faktor Internal Individu Faktor Internal Perusahaan Faktor Eksternal Pertumbuhan Bisnis
35 35
38 40 42 45 47 49 49 52 55 56
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
59 59 59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
89
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Hubungan kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi Hubungan output, tenaga kerja, investasi, inovasi, dan daya saing pembentuk produktivitas 3. Hubungan produktivitas dengan pertumbuhan ekonomi 4. Proses kewirausahaan dan definisi operasional GEM 5. Model konseptual kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi 6. Kerangka pemikiran operasional penelitian pengaruh aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler terhadap pertumbuhan bisnis 7. Model aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dengan pertumbuhan bisnis 8. Diagram path t-value model 9. Diagram path model faktor internal individu dan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri 10. Diagram path model faktor internal perusahaan dan aktivitas kewirausahaan ayam broiler rakyat mandiri 11. Diagram path model faktor eksternal dan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri 12. Diagram path estimasi model hasil respesifikasi
24 24 25 25 26
28 33 38 40 43 45 47
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Model tabel analisis tabulasi silang Bentuk usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Kapasitas populasi berdasarkan jenis usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Lama berusaha berdasarkan jenis usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Statistik periode produksi peternakan ayam broiler rakyat mandiri (hari) Periode produksi usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Statistik mortalitas usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Statistik feed convertion ratio usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri Hasil uji kecocokan model Hasil uji reliabilitas model pengukuran Ringkasan keseluruhan hasil estimasi model Rataan skor dan persentase sebaran skor intensitas inovasi berdasarkan bentuk usaha Rataan skor dan persentase sebaran skor intensitas penelitian berdasarkan bentuk usaha Rataan skor dan persentase sebaran skor mengambil risiko produksi berdasarkan bentuk usaha
32 35 36 36 37 37 37 38 39 39 48 50 51 51
15. Rataan skor dan persentase sebaran skor mengambil risiko dalam berinvestasi berdasarkan bentuk usaha 16. Rataan skor dan persentase sebaran skor efisiensi produksi berdasarkan bentuk usaha 17. Rataan skor dan persentase sebaran skor mengendalikan biaya berdasarkan bentuk usaha 18. Rataan skor dan persentase sebaran skor pengetahuan produksi berdasarkan bentuk usaha 19. Rataan skor dan persentase sebaran skor sikap berdasarkan bentuk usaha 20. Rataan skor dan persentase sebaran skor lapangan pekerjaan berdasarkan bentuk usaha 21. Rataan skor dan persentase sebaran skor bantuan teknis berdasarkan bentuk usaha 22. Rataan skor dan persentase sebaran skor pertumbuhan usaha berdasarkan bentuk usaha 23. Rataan skor dan persentase sebaran skor tingkat pendapatan berdasarkan bentuk usaha 24. Persentase sebaran skor sedang ke tinggi faktor internal dan eksternal aktvitas kewirausahaan dan pertumbuhan bisnis berdasarkan bentuk usaha
52 53 53 54 55 56 56 57 57
58
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3.
Populasi ayam broiler jawa barat berdasarkan kabupaten/kota, 2010 Kuesioner penelitian Diagram path dan output SEM dengan program Lisrel 8.72
65 66 78
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dunia sudah memasuki peradaban keempat dengan sebutan era kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan terhadap inovasi sangat mutlak jika bersaing dalam dunia yang berubah dengan cepat dan tidak dapat diramalkan. Dalam konteks ini, kewirausahaan berperan sebagai elemen kreativitas dan inovasi yang berdampak pada pendapatan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pengelolaan atau peningkatkan kapasitas menghasilkan kekayaan masyarakat dengan tetap menjaga kemampuan masyarakat dan secara khusus mendorong kapasitas masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa yang memberikan pendapatan memadai dan berkelanjutan. Berkaitan dengan hal ini, Richards dan Bulkley (2007) dan Goethner et al. (2012) menyimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan atribut kunci keberhasilan pembangunan pertanian. Dengan demikian, wirausaha (entrepreneur) dapat diartikan sebagai inovator dan penggerak pembangunan. Bahkan, wirausaha merupakan katalis yang agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena, wirausaha adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, dan pembagian kekayaan yang bergantung pada kerja keras dan pengambilan risiko (Bygrave dan Zacharakis 2010). Ini berarti bahwa kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Witt (2002) merangkum hipotesis utama pemikiran teori pembangunan ekonomi Schumpeter yang menjadi dasar pemikiran keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan kewirausahaan adalah sebagai berikut: (1) Perubahan variabel endogen perekonomian dihasilkan oleh aktivitas inovatif wirausaha, yakni satu-satunya agen pembangunan yang mampu melakukan kombinasi baru suatu sumber daya ekonomi dan mengubah bentuk-bentuk organisasi ekonomi; (2) Prasyarat utama intensitas inovasi dalam pembangunan ekonomi adalah fungsi dari kapasitas kewirausahaan; (3) Pada struktur pasar monopoli, kesediaan perusahaan berinovasi yang terus tumbuh dapat digunakan menghadapi pesaing secara positif; dan (4) Sebagai alat bersaing, inovasi akan meningkatkan kesejahteraan. Keempat hipotesis ini mempertegas pemikiran yang menjelaskan hubungan aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi. Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dengan aktivitas kewirausahaan juga dapat dihubungkan melalui konsep produktivitas. Pemikiran ini dijelaskan oleh teori pertumbuhan ekonomi Schumpeter pada tahun 1911 yang menyatakan bahwa faktor penting dari model pertumbuhan Schumpeter adalah penggabungan kemajuan teknologi yang dihasilkan oleh variabel inovasi, yakni inovasi yang dihasilkan dari tindakan-tindakan sadar yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi (perusahaan atau konsumen) untuk memaksimalkan keuntungan atau utilitas (Dinopoulos dan Sener 2007, Naude 2011). Demikian juga dengan inovasi yang dihasilkan dari adanya kebijakan pemerintah dan hasil dari lembaga penelitian dan pendidikan. Bygrave dan Zacharakis (2010) menjelaskan latar belakang gagasan model pertumbuhan Schumpeter ini, yakni inovasi yang merupakan variabel
2 eksogen dari variabel endogen pertumbuhan ekonomi, muncul dari agregasi berbagai aktivitas kewirausahaan seperti pengenalan produk baru yang lebih berkualitas, penggunaan metode baru berproduksi yang lebih komersial, pembukaan pasar baru, penggalian sumberdaya ekonomi baru bagi industri, dan dampak kebijakan dalam menjalankan organisasi ekonomi. Berbagai aktivitas kewirausahaan ini dihasilkan dari kombinasi faktor produksi sumberdaya manusia (tenaga kerja) dan modal (kapital). Dengan demikian, fungsi sederhana dari model pertumbuhan Schumpter adalah output ekonomi fungsi dari tingkat teknologi, tenaga kerja, dan kapital. Dinopoulos dan Sener (2007) membagi kapital menjadi kapital pengetahuan dan kapital kewirausahaan, sehingga output ekonomi merupakan fungsi dari stok kapital yang digunakan manufaktur yang diestimasi dari investasi, jumlah tenaga kerja formal, dan jumlah tenaga kerja (peneliti) disektor penelitian dan pengembangan, serta kecenderungan penduduk memulai usaha baru yang diestimasi dari jumlah usaha baru relatif terhadap jumlah penduduk. Fungsi ini menggambarkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau regional didorong oleh peningkatan produktivitas tenaga kerja dan kapital atau peningkatan aktivitas kewirausahaan. Davidsson (2003) dan Kirzner (1973) berpendapat bahwa kewirausahaan merupakan perilaku kompetitif yang mendorong pasar, bukan hanya menciptakan pasar baru, tetapi menciptakan inovasi baru ke dalam pasar, sekaligus sebagai kontribusi nyata pada pertumbuhan ekonomi. Carree dan Thurik (2003) menyatakan bahwa kewirausahaan berkontribusi pada kinerja ekonomi dengan memperkenalkan inovasi, menciptakan perubahan, meningkatkan persaingan. Dengan demikian, dalam jangka panjang eksistensi kewirausahaan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi (Cipolla 1993, Lazonick 1991) dan produktivitas tinggi dapat meningkatkan efisiensi. Bahkan, pemikiran yang menghubungkan kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi membuat evolusi industri atau evolusi ekonomi (Audretsch 1995, Audretsch dan Klepper 2000). Dari sudut pandang ini, aktivitas kewirausahaan merupakan agen perubahan bagi pertumbuhan ekonomi melalui proses persaingan perusahaan. Penelitian Wennekers dan Thurik (1999) yang membangun kerangka operasional penelitian yang menghubungkan kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa berbagai aktivitas kewirausahaan pada berbagai level berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Dengan asumsi cateris paribus, peningkatan jumlah wirausaha mengarah pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Landstrom (2008) menunjukkan bahwa salah satu alasan penting kurangnya visibilitas penelitian kewirausahaan dalam perkembangan penelitian ilmiah karena penelitian kewirausahaan lebih dianggap sebagai konsep yang kurang sensitif dan terbuka untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat, terutama bidang ekonomi. Oleh karena itu, refleksi kritis pada pengembangan kewirausahaan dalam bentuk penelitian dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman fakta di lapangan dan arah atau sisi lain pengembangan penelitian bidang ekonomi di masa depan.
3 Perumusan Masalah Penelitian Jumlah wirausaha mengindikasikan kemajuan suatu negara dan minimal dua persen jumlah wirausaha dari total penduduk suatu negara merupakan syarat kecukupan bagi suatu negara menuju negara maju. Misalnya, jumlah wirausaha di Amerika Serikat yang sudah mencapai 12 persen dari total penduduk, di Singapura sekitar 7 persen, di China dan Jepang sekitar 10 persen, di India sekitar 7 persen, dan di Malaysia mencapai 3 persen. Oleh karena itu, jika Indonesia membutuhkan minimal 2 persen dari total penduduk atau sekitar 4 juta wirausaha untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, maka perlu dukungan dan kebijakan yang progresif dan fokus dalam menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru. Hal ini karena diperkirakan jumlah wirausaha di Indonesia saat ini masih sekitar 0,24 persen dari total penduduk atau sekitar 400 ribuan, jauh dibawah jumlah ideal. Namun demikian, apakah jumlah wirausaha yang sangat rendah ini menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia tidak berkembang atau tidak mampu bersaing? Walaupun rendahnya jumlah wirausaha bukan satu-satunya penyebab perekonomian tidak berkembang, namun belajar dari hasil penelitian-penelitian di negara-negara lain, patut diduga bahwa perekonomian Indonesia juga dipengaruhi. Pertanyaan kemudian adalah bagaimana pemerintah menciptakan iklim yang kondusif mempercepat tumbuhnya wirausaha Indonesia? Untuk itu, dapat dimulai dengan mengidentifikasi dan menganalisis aktivitas kewirausahaan yang selama ini berkembang di Indonesia. Memahami aktivitas kewirausahaan dapat mempermudah perumusan kebijakan yang efektif dan meningkatkan jumlah wirausaha Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membuktikan bahwa peningkatan aktivitas kewirausahaan tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi? Walaupun penelitian-penelitian sebelumnya di negara-negara lain telah membuktikan keterkaitannya, namun Indonesia memiliki karakteristik pembangunan yang berbeda, selain basis pembangunan ekonominya berbeda, juga kondisi sosial ekonomi penduduknya juga berbeda. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa aktivitas kewirausahaan direspon berbeda oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 90-an, sebelum krisis ekonomi, Indonesia telah sampai pada tahap tinggal landas menurut teori pertumbuhan Rostow, yakni pertumbuhan ekonomi didorong oleh kemajuan pesat dalam inovasi atau terbukanya pasar-pasar baru. Beberapa ciri bahwa Indonesia memasuki tahap tinggal landas adalah kenaikan investasi yang produktif, adanya sektor industri pemimpin (leading sector) berbasis teknologi tinggi dan kekuatan politik yang stabil. Indikasi lain adalah peran pemerintah dalam perekonomi semakin berkurang dan diganti oleh peran wirausaha yang semakin dominan. Ini berarti bahwa masa itu Indonesia memasuki era baru menjadi negara maju. Namun, krisis ekonomi pada tahun 1997 telah merusak tatanan tahapan tinggal landas Indonesia. Walaupun banyak negara terkena dampak krisis ekonomi ini, kenapa di Indonesia relatif lebih parah dan sulit bangkit, jika benar dugaan bahwa peran aktivitas kewirausahaan mendominasi pertumbuhan ekonomi yang mengantarkan Indonesia masuk tahapan tinggal landas. Oleh karena itu, aktivitas kewirausahaan di sektor apakah yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia? Bagaimana dengan aktivitas kewirausahaan di sektor pertanian?
4 Richards and Bulkley (2007) menyimpulkan bahwa kewirausahaan menjadi atribut kunci keberhasilan pembangunan pertanian dengan pertanian sebagai sektor yang memimpin pembangunan ekonomi nasional. Sebagai negara dengan sumber daya pertanian yang besar, pertanian kewirausahaan merupakan target dari kebijakan pembangunan ekonomi sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian, yakni peternakan berkembang sangat cepat. Di antara subsektor peternakan, bisnis ayam broiler memiliki pertumbuhan tertinggi. Pengembangan ayam broiler di Indonesia sangat fantastis, dimana masuk ke Indonesia di era 80-an dan hingga saat ini populasinya mendekati 2 miliar. Hal ini karena aktivitas kewirausahaan, yakni inovasi pada peternakan ayam broiler sangat tinggi. Jika pada tahun 80-an ayam broiler bisa dipanen pada umur 60 hari, maka sekarang ini ayam broiler sudah bisa dipanen pada umur 30-35 hari. Percepatan umur panen ini, selain karena inovasi yang dihasilkan oleh teknologi genetik juga karena inovasi di teknologi pakan. Percepatan umur panen juga ditarik oleh permintaan industri pengolahan terhadap ayam broiler dengan berat kurang lebih 1 kg bobot karkas, sebagai akibat preferensi konsumen terhadap produk-produk olahan ayam broiler yang semakin inovatif. Oleh karena itu, inovasi sangat menentukan dalam pertumbuhan peternakan ayam broiler. Selain itu, kebutuhan dan penggunaan inovasi pada peternakan ayam broiler dapat ditemukan juga pada usaha pembibitan ayam broiler, yakni: pure line (PL), grand parent stock (GPS), dan parent stock (PS). Hal ini dapat dilihat dari strain bibit ayam broiler atau day old chicken (DOC) yang beragam dan masing memiliki spesifikasi khusus dalam hal antara lain sifat dan kualitas daging yang dihasilkan, laju pertambahan bobot badan, daya pembentukan karkas, dan daya hidup ayam. Misalnya, strain Bromo, strain Hubbard, strainnya AA, strain Cobb, strain Hybro, strain Tegel, strain Lohman, dan strain Avian. Pada usaha pakan ayam broiler, kebutuhan inovasi sangat dominan karena dua hal, yakni adanya keterbatasan bahan baku dan pakan merupakan faktor kunci usaha peternakan ayam broiler. Penggunaan inovasi terlihat jelas pada meramu bahan baku pakan yang ketersediaan dan kualitas yang beragam menjadi pakan ayam broiler dengan kandungan protein dan energi yang sesuai kebutuhan nutrisi ayam broiler. Tantangan lainnya adalah pada konversi pakan (feed conversion) yang dituntut semakin sedikit pakan dengan biaya yang lebih murah. Selajutnya, kebutuhan inovasi di peternakan ayam broiler lebih jelas tergambar pada produk olahannya yang sangat beragam, terutama jika dilihat siklus hidup dari produk olahannya yang semakin lama. Indikasinya adalah tumbuhnya pengolah dan pemasar daging ayam broiler skala mikro kecil yang pesat. Teknologi pemotongan ayam broiler yang lebih sederhana dan bisa dilakukan di tingkat rumah tangga juga mendorong tumbuhnya industri pengolahan daging ayam broiler tersebut. Dengan demikian, peternakan ayam broiler sangat relevan menggambarkan aktivitas kewirausahaan dari sisi inovasi. Namun demikian, menurut Bygrave dan Zacharakis (2010) aktivitas kewirausahaan tidak hanya dijelaskan dari faktor inovasi, faktor lain yang juga sangat penting adalah teknologi produksi, dayasaing, ketersediaan tenaga kerja, dan kebijakan pemerintah. Untuk itu, bagaimana faktor ini dapat digambarkan dalam peternakan ayam broiler? Secara pragmatis dapat dijelaskan dari pertumbuhan usaha ayam broiler itu sendiri pada saat setelah mengalami kehancuran akibat krisis ekonomi 1997. Pada saat itu, hanya peternakan ayam broiler yang mengalami
5 recovery atau kebangkitan dari keterpurukan dengan cepat. Hal ini berarti bahwa aktivitas kewirausahaan pada peternakan ayam broiler diduga memiliki intensitas lebih tinggi. Pada kenyataannya, dibandingkan dengan usaha peternakan lainnya, peternakan ayam broiler dinilai memiliki risiko paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh rentannya ayam broiler dari pengaruh faktor luar yang tidak bisa dikendalikan, seperti iklim dan penyakit. Namun, peternakan ayam broiler tetap tumbuh pesat walaupun pernah terkena wabah penyakit mematikan pada tahun 2008, seperti Avian Influenza. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternakan ayam broiler telah ditumbuhkan para inovator menuju risiko produksi minimal. Selain itu, menurut teori pembagungan ekonomi Schumpeter, struktur pasar monopoli mengharuskan perusahaan berinovasi untuk terus tumbuh dalam persaingan, sedangkan pasar ayam broiler cenderung oligopoli. Oleh karena itu sangat relevan jika peternakan ayam broiler dapat menggambarkan aktivitas kewirausahaan yang dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena mendorong peternakan ayam broiler berinovasi adalah untuk menghadapi pesaing supaya tetap bisa memberikan kontribusi ekonomi, sedangkan untuk memenangkan persaingan dan terus tumbuh dibutuhkan para wirausaha. Oleh karena itu, perlu dianalisis aktivitas kewirausahan ayam broiler dalam pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada teori pembangunan ekonomi Schumpeter (Witt 2002). Akhirnya, apakah kebijakan pemerintah berperan dalam aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler ini? Pambudy (2010) dan Sobel (2008) menegaskan bahwa menumbuhkan kewirausahaan dapat tercapai pada pemerintahan yang baik, bersih dan bervisi, jika sebaliknya akan menimbulkan malapetaka. Menurut Backman (1983) dan Stam et al. (2007), aktivitas kewirausahaan ditumbuhkan melalui kebijakan pemerintah yang meliputi kebijakan peningkatan akses terhadap kredit, kebijakan peningkatan akses terhadap lahan, kebijakan peningkatkan lapangan pekerjaan, dan kebijakan peningkatan bantuan teknis dan penelitian teknologi. Namun, apakah kondisi sebagian besar peternakan di Indonesia yang digerakkan oleh tenaga kerja tidak terampil, dianggap tidak melakukan aktivitas wirausaha, sehingga menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menjadikan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi? Bagaimana kemudian peran aktivitas kewirausahaan dalam keberhasilan-keberhasilan peternakan ayam broiler Indonesia di masa lalu? Jika berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan peternakan ayam broiler, tidak memberikan dampak positif pada pembangunan ekonomi pertanian, maka perlu pendekatan aktivitas kewirausahaan peternakan secara menyeluruh dalam pertumbuhan ekonomi yang didekati dari pertumbuhan bisnis peternakan. Jika inovasi, daya produksi, dayasaing, risiko dan tenaga kerja merupakan lingkungan internal dan kebijakan pemerintah adalah faktor eksternal peternakan ayam broiler, maka apakah faktor internal dan faktor eksternal tersebut mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler? Bagaimana hubungan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dengan pertumbuhan bisnis peternakan? Jika peternakan ayam broiler dibedakan kedalam tiga bentuk usaha, yaitu perusahaan, perorangan dan mitra, bagaimana keragaan faktor internal dan faktor eksternal berdasarkan ketiga bentuk usaha tersebut.
6 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal usaha peternakan ayam broiler terhadap aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler. 2) Menganalisis pengaruh aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler terhadap pertumbuhan bisnis peternakan ayam broiler. 3) Menganalisis keragaan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dan pertumbuhan bisnis pada tiga bentuk usaha peternakan perusahaan, perorangan, dan mitra.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif strategi pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia dua digit melalui pertumbuhan bisnis. Walaupun pemerintah kesulitan mentargetkan pertumbuhan ekonomi menjadi dua digit, berdasarkan kebijakan-kebijakan makro yang diambil, baik fiskal maupun moneter, namun dari sisi kewirausahaan peternakan ayam broiler yang menjadi pokok bahasan utama penelitian ini, diharapkan pemerintah semakin optimis terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi dua digit. Penelitian ini juga bermanfaat bagi para peneliti ekonomi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melihat pertumbuhan ekonomi dari sudut pandang berbeda. Para Peneliti ekonomi di Indonesia termotivasi untuk menemukan faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berbasis pada aktivitas kewirausahaan, sekaligus memberikan arah kebijakan pembangunan pertanian, khususnya sub sektor peternakan, Indonesia jangka panjang.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada aktivitas kewirausahaan peternakan yang didekati dari peternakan ayam broiler. Peternakan ayam broiler yang dimaksud adalah peternakan ayam broiker rakyat mandiri yang meliputi peternakan ayam broiler berbentuk perusahaan, perorangan, dan mitra. Selain itu, penelitian ini difokuskan pada pembangunan ekonomi yang diindikasikan dari pertumbuhan bisnis. Pertumbuhan bisnis didekati dari pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Walaupun pertumbuhan bisnis secara tidak langsung mengindikasikan pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi, baik regional maupun nasional, namun dengan asumsi cateris paribus, pertumbuhan bisnis mendorong produktivitas dan membuka kesempatan kerja, sehingga pada akhirnya akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pertumbuhan bisnis dalam penelitian ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi.
7 Kebaruan (Novelty) Penelitian Penelitian ini merupakan topik yang belum banyak diteliti di Indonesia, terutama penelitian yang menganalisis hubungan antara aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi. Bidang kewirausahaan sudah ada yang meneliti walaupun masih sedikit, sedangkan bidang ekonomi dengan topik pertumbuhan ekonomi, juga sudah sangat banyak diteliti, namun menghubungkan keduanya yang diduga kuat menghasilkan solusi baru dalam mempercepat target-target pertumbuhan ekonomi nasional berlum ditemukan. Jika pertumbuhan ekonomi hanya digerakkan oleh sumber-sumber konvensional yang solusinya telah ditemukan dalam banyak penelitian, maka solusi percepatan pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi. Oleh karena itu, menghubungkan wirausaha (entrepreneur), perusahaan (enterprise), dan pertumbuhan ekonomi merupakan kebaruan (novelty) dari penelitian ini. Hal ini sekaligus menjawab tantangan bangsa ini kedepan dengan meningkatkan jumlah wirausaha, sehingga bisa naik kelas menjadi bangsa maju.
TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas Kewirausahaan Audretsch dan Thurik (2001) membangun model persamaan tunggal mengukur aktivitas kewirausahan dari kepemilikan usaha sebagai variabel eksogen dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jumlah wirausaha menyebabkan penurunan tingkat pengangguran. Carree dan Thurik (2003) dengan membangun error correction model (ECM) menentukan tingkat ekuilibrium antara aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi, yang didekati dari keseimbangan pasar tenaga kerja di perusahaan. Wong et al. (2005) membuat enam hipotesis umum, yaitu: (1) Negara dengan tingkat teknologi inovasi lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih cepat; (2) Negara dengan total aktivitas kewirausahaan (total entrepreneurship activity) lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih cepat; (3) Negara dengan peluang total aktivitas kewirausahaan lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih cepat; (4) Negara dengan kebutuhan akan total aktivitas kewirausahaan lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonominya akan lebih lambat dibandingkan dengan negara yang kebutuhan akan total aktivitas kewirausahaannya lebih rendah; dan (5) Negara dengan potensi total aktivitas kewirausahaan lebih tinggi, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih cepat. Dalam konteks demikian, maka perlu identifikasi yang akurat terhadap variabel-variabel aktivitas kewirausahan yang pada akhirnya dapat menduga perubahan pertumbuhan ekonomi. Ada hubungan positif antara variabel pertumbuhan dan variabel aktivitas kewirausahaan didasarkan pada aktivitas inovasi. Salah satu aktivitas inovasi menurut Dejardin (2000) yang dapat menduga variabel endogen aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi adalah pilihan kerja individu, upah relatif, dan proyek-proyek pembangunan sosial, baik yang produktif maupun yang tidak produktif. Variabel aktivitas kewirausahaan juga
8 dapat dijelaskan dari kebijakan, seperti distribusi dan alokasi keterampilan dan berupa kebijakan fiskal yang mengapresiasi inovasi atau pengembangan kelembagaan yang mendorong tumbuhnya wirausaha. Glaeser et al. (2010) menyatakan bahwa masih ada keterbatasan dalam membangun model dan estimasi aktivitas kewirausahaan. Hal ini diduga karena sulitnya mengidentifikasi variabel-variabel aktivitas kewirausahaan yang independen pada keberhasilan ekonomi lokal. Namun demikian peran wirausaha dalam membentuk perekonomian lokal tidak bisa disangkal, sehingga mengabaikan aktivitas kewirausahaan merupakan kesalahan besar. Aktivitas kewirausahaan menunjukkan kualitas kewirausahaan yang dapat ditingkatkan melalui pendidikan, budaya, meningkatkan kesadaran kewirausahaan sebagai pilihan pekerjaan, dan melalui learning by doing (Naude 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua pengusaha melakukan aktivitas kewirausahaan, karena banyak pengusaha yang aktivitasnya untuk kepentingan pribadi, disebut pengusaha hitam, yang justru bertolak belakang dengan hasil akhir dari aktivitas kewirausahaan. Misalnya, pengusaha yang sukses karena memanfaatkan subsidi pemerintah dan dekat dengan penguasa di pemerintahan. Oleh karena itu, hal penting lain untuk meningkatkan aktivitas kewirausahaan adalah dengan membangun kelembagaan kewirausahaan, meningkatkan insentif produktif, dan kebijakan yang kondusif. Dalam penguatan kelembagaan berupa hak kepemilikan, penegakan kontrak, aturan hukum, dan perpajakan yang wajar. Di negara-negara miskin dan terbelakang, aktivitas kewirausahaan diukur dari tingkat kepemilikan usaha, penciptaan lapangan kerja, skala usaha, insentif untuk pendidikan, migrasi ke aglomerasi perkotaan dan ekonomi modern, diversifikasi produksi, dan adopsi teknologi baru (Naude 2008). Okpara (2007) menyatakan bahwa kreativitas dan inovasi adalah faktor penentu utama pertumbuhan perusahaan. Nilai kreativitas dan inovasi adalah aktivitas kewirausahaan yang aktif mencari kesempatan untuk melakukan hal-hal baru, melakukan hal-hal yang ada dengan cara yang luar biasa. Oleh karena itu, kreativitas dan inovasi dapat memicu dan mendorong tingkat kewirausahaan dalam organisasi bisnis sebagai arah bagi kondisi pasar dan preferensi pelanggan menuju kepuasan pelanggan. Dengan demikian, inovasi juga berarti mengantisipasi kebutuhan pasar, menawarkan kualitas tambahan atau jasa, organisasi secara efisien, menguasai hal yang detail, dan mengendalikan biaya. Oleh karena itu, inovasi harus dilihat dari sisi inovasi produk, inovasi proses dan inovasi perusahaan (Vakola 2000). Musai et al. (2011) menyelidiki hubungan antara kewirausahaan dan inovasi dan pertumbuhan ekonomi menyimpulkan bahwa ada efek positif dari kewirausahaan dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, peningkatan kewirausahaan dan koefisien inovasi akan meningkatkan produksi domestik bruto. Artinya ada dampak positif dari modal fisik dan tenaga kerja pada produksi domestik bruto. Variabel yang diteliti Musai et al. (2011) adalah: Jumlah komputer pribadi per 100 penduduk; Jaringan internet yang aman per per satu juta orang; Anggaran pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan bidang penelitian dasar, penelitian terapan, dan pengembangan eksperimental; Kapasitas bandwidth internet untuk koneksi internasional dalam Megabits per detik (Mbps); Penerimaan dari royalti dan biaya lisensi seperti hak paten, hak cipta, merek dagang, proses industri, waralaba, film dan naskah; Nilai tambah grosir dan eceran,
9 transportasi, profesional, dan layanan pribadi seperti pendidikan, kesehatan, dan jasa real estate; Informasi dan teknologi komunikasi ekspor; Jumlah perusahaan baru, didefinisikan sebagai perusahaan yang terdaftar pada tahun berjalan pelaporan; dan biaya memulai sebuah bisnis. Kondisi kewirausahaan dan inovasi bervariasi antar wilayah dan perusahaan. Inovasi dijelaskan dari kapasitas dalam menghasilkan ide-ide baru, menciptakan pengetahuan, pembelajaran organisasi, juga dalam hal potensi pasar, aksesibilitas pada pengetahuan, sumber daya pengetahuan, dan kemampuan kreatif sebagai akumulasi pengetahuan yang inovatif. Setiap wilayah atau perusahaan memiliki basis sendiri yang spesifik tentang pengetahuan ilmiah, teknologi, dan kewirausahaan dalam bentuk aset pengetahuan perusahaan dan organisasi lainnya yang berada di wilayah dan modal manusia dan sosial yang terkait dengan penduduk di suatu wilayah Oleh karena itu, komponen inovasi terdiri dari sistem pendidikan, pengetahuan produksi, dan laboratorium penelitian (Andersson dan Karlsson 2006). Dalam teori kewirausahaan, selain inovasi, risiko bisnis terkait dengan aktivitas kewirausahaan. Kegiatan ekonomi dengan produktivitas yang lebih tinggi lebih mampu untuk berbagi risiko, karenanya memiliki aktivitas kewirausahaan lebih baik. Caliendo et al. (2006) menemukan fakta bahwa menjadi wirausaha berarti membuat keputusan berisiko di lingkungan yang tidak pasti, sehingga individu yang memiliki kemauan menanggung risiko lebih kuat cenderung untuk menjadi wirausaha. Hal ini ditunjukkan oleh keberanian mengambil risiko individu yang keluar dari pekerjaan tetap lebih tinggi daripada individu yang sebelumnya menganggur. Risiko dapat dijelaskan dari kesediaan untuk mengambil risiko dalam pekerjaan (willingness to take risks in occupation), kesediaan untuk mengambil risiko dalam hal keuangan (willingness to take risks in financial matters), kemauan untuk mengambil risiko umum (general willingness to take risks), dan kemauan untuk mengambil risiko dalam berinvestasi (willingness to take risks in investment). Beberapa hipotesis dari risiko yang dikembangkan oleh Caliendo et al. (2006) adalah sebagai berikut: Individu yang menetapkan titik referensi yang lebih tinggi lebih mungkin untuk membayangkan membentuk sebuah usaha; Individu yang tinggi dalam kebutuhan untuk berprestasi lebih mungkin untuk membayangkan membentuk sebuah usaha; Individu yang tinggi dalam kebutuhan berprestasi akan menetapkan titik referensi yang lebih tinggi; Individu yang sangat optimis lebih mungkin untuk membayangkan membentuk suatu usaha; dan Individu yang sangat optimis akan menetapkan titik referensi yang lebih tinggi.
Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi Wirausaha adalah pengambil risiko dan inovator yang menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang dapat meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Hussain et al. (2011a) menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara kewirausahaan dan ketenagakerjaan serta dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Pakistan. PDB merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara, sehingga kewirausahaan menjadi variabel baru dalam pertumbuhan ekonomi.
10 Audretsch dan Keilbach (2005) menempatkan kapital kewirausahaan (modal kewirausahaan) sebagai variabel independen yang menjelaskan kinerja ekonomi regional. Model persamaan yang dibangun adalah model persamaan tunggal dengan dua jumlah persamaan dan diestimasi oleh three stage least square (3SLS) error correction. Persamaan pertama adalah kinerja ekonomi regional (variabel endogen) sebagai fungsi dari stok kapital, tenaga kerja, intensitas R & D (research and development) dan kapital kewirausahaan, sedangkan persamaan kedua menjelaskan tingkat kapital kewirausahaan dan kapital regional (daerah) sebagai fungsi dari kinerja ekonomi regional dan variabel eksogen lain pembentuk kapital kewirausahaan, seperti tingkat teknologi, pajak, populasi, dan munculnya usaha-usaha baru. Penelitian ini mampu memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa kapital kewirausahaan sangat signifikan dan berdampak positif pada kinerja ekonomi daerah, begitu juga dengan intensitas R & D daerah. Kapital kewirausahaan semakin besar pada daerah dengan kinerja ekonomi kuat, sedangkan daerah dengan investasi besar pada perusahaan yang sudah ada cenderung rendah. Intensitas R & D yang kuat berdampak positif pada kapital pengetahuan, tetapi tidak berdampak pada kapital di industri berbasis “low-tech”. Daerah yang bersubsidi tidak signifikan mempengaruhi kapital kewirausahaan, sedangkan pajak berkorelasi positif dengan kapital daerah. Daya tarik daerah juga tidak berdampak pada keputusan memulai usaha baru, baik di industri berbasis “high-tech” maupun “lowtech”. Namun, kepadatan penduduk justru berdampak positif pada kapital kewirausahaan, khususnya kewirausahan yang berbasis pengetahuan. Dengan demikian, peranan kewirausahaan sangat penting dalam proses penciptaan produk dan teknologi baru di wilayah padat penduduk dan pusat industri. Proses tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran yang rendah. Penelitian panel Kreft dan Sobel (2005) di seluruh negara bagian Amerika Serikat menunjukkan bahwa derajat kebebasan ekonomi (economic freedom), yakni variabel pajak rendah, regulasi tidak ketat, dan perlindungan hak cipta swasta berdampak signifikan pada aktivitas kewirausahaan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Penghubung antara kebebasan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi adalah aktivitas kewirausahaan. Jadi, kebebasan ekonomi menghasilkan pertumbuhan ekonomi terutama karena kegiatan produktif sektor swasta yang merupakan variabel aktivitas kewirausahaan meningkat. Kesimpulan Audretsch (2007) menegaskan bahwa kewirausahaan merupakan mekanisme penting memfasilitasi meningkatnya pengetahuan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, aktivitas kewirausahaan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pengertian suatu upaya untuk mempromosikan modal kewirausahaan atau kapasitas perekonomian yang didekati dari pertumbuhan perusahaan baru. Formaini (2001) menegaskan bahwa negara kapitalis seperti Amerika Serikat pun dalam menghadapi pasar terbuka dan kompetitif, aturan hukum, disiplin fiskal, dan berbagai budaya perusahaan, tetap menempatkan kecepatan inovasi dan peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, ekonomi Amerika ditentukan oleh keberanian mengambil risiko dari para wirausaha dan visi para manager yang imajinatif. Di pasar global yang kompetitif, bangsa yang melupakan kontribusi kewirausahaan pada perubahan teknologi, produktivitas, efisiensi sumberdaya, dan
11 pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan bangsa tersebut berpotensi high cost (Drozdiak 2001). Yang (2007) mengungkapkan bahwa setelah hampir dua dekade hilang dari lansekap ekonomi Cina, kewirausahaan dihidupkan kembali pada akhir 1970-an. Kewirausahaan dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan, ternyata energi kewirausahaan masyarakat secara serius menjadi kebijakan ekonomi Cina. Cina menyadari bahwa jauh lebih efisien untuk meningkatkan perekonomian dengan memberikan ruang gerak lebih bebas pada kewirausahaan daripada negara mengontrol secara ketat. Bahkan saat ini Cina menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia, selain pertumbuhan ekonomi Cina berkembang pesat, kewirausahaan juga telah membuat standar kehidupan Cina lebih tinggi. Oleh kerena itu, pemahaman pembuat kebijakan terhadap aktivitas kewirausahaan bagi pertumbuhan ekonomi dapat diaktualisasikan melalui kebijakan-kebijakan dalam program permodalan, target-target subsidi usaha kecil, dan penumbuhan usaha-usaha baru (Hall dan Sobel 2008). Dengan kata lain, pembuat kebijakan harus fokus pada kebijakan peningkatan produktivitas. Selain itu, ambisi wirausaha juga merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Stam et al. (2007) yang menggunakan data dari Global Entrepreneurship Monitor menyimpulkan bahwa wirausaha yang ambisius memberikan kontribusi lebih kuat untuk pertumbuhan makro ekonomi daripada aktivitas kewirausahaan lainnya, terutama di negara negara-negaratransisi. Namun, penelitian Wong et al (2005) yang menggunakan data crosssection, menunjukkan bahwa prevalensi tinggi pertumbuhan perusahaan baru hanya berpotensi menjelaskan perbedaan laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang diamati. Dengan demikian, bergelar tinggi dalam kewirausahaan atau memiliki prevalensi penciptaan usaha baru tidak menjamin meningkatkan kinerja ekonomi dan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan selain karena variabel penciptaan usaha baru merupakan variabel yang berbeda dengan inovasi teknologi, juga mengindikasikan bahwa tidak banyak perusahaan yang terlibat dalam pengembangan inovasi teknologi. Ini berarti berbeda dengan model pertumbuhan Schumpeter yang memempatkan inovasi secara implisit sebagai proksi aktivitas kewirausahaan dalam setiap pembentukan perusahaan baru. Namun demikian, diakui oleh Wong et al (2005) bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan data dan menyarankan untuk menggunakan data time series karena kausalitasnya lebih menyakinkan serta masih ada masalah pada estimasi model akibat dari spesifikasi variabel yang temporal. Penelitian lain Wong et al. (2005), menggunakan data cross-sectional pada 37 negara yang berpartisipasi dalam GEM 2002 dan menggunakan fungsi produksi Augmented Cobb-Douglas untuk mengeksplorasi pembentukan perusahaan dan inovasi teknologi sebagai faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menemukan bahwa hanya potensi pertumbuhan kewirausahaan tinggi yang memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan ini konsisten dengan literatur yang berkembang bahwa perusahaan baru, usaha kecil dan menengah, menyumbang sebagian besar penciptaan lapangan kerja di negaranegara maju. Hall dan Sobel (2008) membuktikan bahwa perbedaan kualitas kelembagaan ekonomi beberapa negara mampu menjelaskan perbedaan aktivitas
12 kewirausahaan antar negara tersebut. Melalui mekanisme kelembagaan, aktivitas kewirausahaan dapat ditransformasi ke dalam pertumbuhan ekonomi. Walaupun kapital dan tenaga kerja dari daerah dengan pendapatan rendah cenderung mengalir ke daerah berpendapatan tinggi, namun tingkat inovasi tinggi dengan kelembagaan yang baik mampu mengganggu aliran kapital dan tenaga kerja tersebut. High (2009) yang menguji teori penguatan kelembagaan menyimpulkan bahwa pembagian pekerjaan, pendapatan pekerja, pengelolaan uang, dan kepemilikan dari lembaga merupakan aktivitas kewirausahaan yang memacu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dari aktivitas kewirausahaan pada tingkat perusahaan. Schmitz (1989) membuat konsep model pertumbuhan ekonomi teoritis yang diinspirasi oleh model pertumbuhan endogen Romer (1986). Dalam model tersebut, formasi perusahaan baru dan peningkatan individu-individu yang memilih menjadi karyawan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Model teoritis ini menjelaskan bahwa peningkatan tingkat kewirausahaan dalam perekonomian membutuhkan tambahan input-input perekonomian. Mengukur tingkat aktivitas kewirausahaan dapat melalui penciptaan lapangan kerja baru, jumlah pekerja di perusahaan, keluar-masuknya perusahaan, jumlah pencari kerja, kepemilikan usaha, dan tingkat urbanisasi. Dalam teori pertumbuhan endogen Lucas, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh akumulasi modal manusia (tenaga kerja) dan akumulasi modal fisik (kapital), sedangkan dalam teori pertumbuhan ekonomi Romer, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi yang diproksi dari tabungan dan investasi. Namun, pertumbuhan teknologi dalam model pertumbuhan Solow merupakan teknologi eksogen, dimana tingkat produksi pengetahuan dan belanja untuk R & D yang diterjemahkan kedalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, yang penting untuk dipahami bahwa baik model pertumbuhan ekonomi neo-klasik (Solow 1956) dan pertumbuhan endogen (Romer 1986) mengakui pentingnya teknologi inovasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui tingkat teknologi dan peningkatan produktivitas. Analisis Leeson dan Boettke (2009) menyimpulkan bahwa di negara-negara berkembang cenderung mengabaikan dan salah dalam memahami hubungan aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi. Padahal, berinvestasi dibidang teknologi produktif yang merupakan inti produktivitas dan aktivitas kewirausahaan, menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang impresif. Analisis ini memberikan makna supaya penelitian di bidang ekonomi untuk lebih fokus dan mempertimbangkan variabel-variabel eksogen dari aktivitas kewirausahaan untuk menduga dampaknya pada varibel endogen pertumbuhan ekonomi. Liberalisasi ekonomi menargetkan pasar yang berbeda pada pasar barang dan pasar modal, serta investasi langsung barang dan jasa. Pasar yang berbeda membutuhkan pengetahuan baru untuk mengembangkan ekonomi, sehingga terjadi aliran masuk ahli asing sebagai konsultan pembangunan ekonomi. Penelitian Markusen dan Rutherford (2002) menunjukkan bahwa penggunaan konsultan asing dibidang praktisi usaha berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan domestik. Ini berarti bahwa liberalisasi ekonomi dapat meningkatkan aktivitas kewirausahaan domestik dan meningkatkan kesejahteraan.
13 Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia, yang diukur dengan pencapaian pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dan keputusan untuk berinvestasi dalam bisnis, berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Basu 1999). Namun, selain sumberdaya manusia, tipe dari bisnis yang dikelola juga mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Misalnya, tingkat pertumbuhan grosir, sebagian besar agribisinis, lebih tinggi dibandingkan manufaktur, sehingga agribisnis diduga lebih berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Penelitian García-Peñalosa dan Wen (2008) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dipilih oleh pekerja trampil dan tidak terampil. Selain itu, keterampilan pekerja terkait erah dengan tingkat upah. Upah yang rendah dan tidak setara yang diindikasikan oleh perbedaan tarif pajak dapat mempengaruhi perolehan pajak. Padahal, tarif pajak yang lebih tinggi secara bersamaan dapat meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Hal ini mempertegas bahwa kualitas sumberdaya manusia sangat esensial dalam kewirausahaan dan pencipataan lapangan kerja serta pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan mempromosikan R & D kewirausahaan harus terus menerus dilakukan untuk mencapai tingkat efisiensi dan keadilan ekonomi. Dalam konteks masyarakat, alokasi waktu bekerja masyarakat sebagai wirausaha dan kegiatan belajar kewirausahaan adalah faktor utama pertumbuhan ekonomi (Ferrante 2005). Temuan lain dari penelitian Ferrante (2005) adalah pendidikan merupakan bagian penting dari modal kewirausahaan manusia. Hal ini karena, modal kewirausahaan manusia adalah faktor utama yang dapat mempertahankan dayasaing perusahaan-perusahaan kecil dalam ekonomi global. Selain itu, jumlah waktu kerja yang dihabiskan oleh pengusaha kecil dalam kegiatan kewirausahaan mempengaruhi kinerja bisnis dan mengungkapkan bakat wirausaha. Wirausaha memiliki intuisi untuk mengalokasikan lebih banyak waktu pada kegiatan-kegiatan yang lebih produktif. Pada akhirnya, kegiatan kewirausahaan menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat dengan kecepatan tumbuh lebih tinggi. Aspek kognitif dan perilaku adalah salah satu komponen utama modal sosial yang merangsang pengembangan kepercayaan dan jaringan wirausaha. Koherensi aspek-aspek tersebut adalah katalis yang diperlukan untuk pengembangan kewirausahaan dan juga pertumbuhan ekonomi (Tanas dan Saee 2007). Pengetahuan diakui sebagai unsur penting bagi pertumbuhan ekonomi, selain modal fisik dan tenaga kerja. Pengetahuan dieksploitasi untuk merubah produk dan proses menjadi lebih komersial. Namun, stok pengetahuan di lembaga penelitian dan kapasitas serap pelaku usaha atau karyawan perusahaan tidak memadai, karena tidak semua perusahaan memanfaatkan pengetahuan baru dan tidak menyadari adanya peluang kewirausahaan. Mueller (2007) yang menguji hipotesis keterkaitan kewirausahaan, pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi, menyimpulkan bahwa pengetahuan yang mendorong inovasi pada saat memulai usaha paling efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena perusahaan baru adalah kendaraan untuk mentransfer dan memanfaatkan pengetahuan. Selain itu, perusahaan-perusahaan baru cenderung untuk mengikuti posisi pasar dan masuknya perusahaan-perusahaan baru ke dalam industri pengetahuan intensif dapat merupakan hasil spin-off dari perusahaan-perusahaan yang ada.
14 Fakta menunjukkan bawa stok pengetahuan, khususnya kegiatan penelitian dan pengembangan di sektor swasta merupakan elemen mendasar dari pertumbuhan ekonomi. Selain itu, R & D di sektor publik juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, namun besaran pengaruhnya lebih kecil. Hal ini karena pengetahuan baru di perusahaan-perusahaan swasta lebih mungkin diterjemahkan ke dalam produk atau jasa baru dan lebih mungkin dieksekusi lebih cepat daripada pengetahuan yang dihasilkan oleh universitas atau lembaga penelitian. Namun demikian, penelitian di organisasi publik adalah penelitian fundamental dan sangat penting bagi inovasi pembangunan nasional dan dapat ditransmisi ke sektor swasta. Oleh karena itu, kebijakan publik harus fokus pada kepercayaan diri dan optimisme wirausaha dan juga pada kualitas perusahaan baru untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Plummer dan Taylor (2004) menunjukkan betapa pentingnya menerjemahkan "pengetahuan ilmiah" menjadi "pengetahuan praktis" untuk memungkinkan masyarakat untuk terlibat dengan ekonomi pengetahuan. Wirausaha dan perusahaan baru yang berbasis pengetahuan mampu menangkap dan menciptakan peluang usaha dan atau aktivitas ekonomi. Henderson (2002) menyatakan bahwa menciptakan peluang aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan tinggi semakin penting di pedesaan Amerika. Pembuat kebijakan pedesaan di Amerika telah menyadari bahwa wirausaha dapat menghasilkan nilai ekonomi baru bagi masyarakat pedesaan, karena wirausaha menciptakan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, menciptakan kekayaan, meningkatkan kualitas hidup warga, dan membantu masyarakat pedesaan beroperasi dalam ekonomi global. Namun demikian, pertumbuhan wirausaha yang tinggi di masyarakat pedesaan Amerika masih dihadapkan pada banyak keterbatasan. Oleh karena itu, pemerintah desa dan masyarakat pedesaan harus membantu wirausaha pedesaan memanfaatkan modal dan mendapatkan akses ke pengetahuan dan inovasi luar pedesaan serta memperoleh teknis dan manajerial know-how yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan. Penelitian Salgado-Banda (2007) mengenai dampak dari kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), menemukan hubungan positif antara variabel kewirausahaan produktif, yaitu tingkat inovasi negara, dan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inovasi yang diproksi dari data paten negara OECD menunjukkan tingkat dinamika kewirausahaan dari negara-negara tersebut. Dengan demikian dapat diduga jika jumlah wirausaha semakin banyak, maka pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inovasi dan teknologi, dan kewirausahaan dilakukan oleh Hussain et al. (2011b) di Pakistan. Penelitian ini menemukan korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan kewirausahaan dan korelasi positif antara inovasi dan kewirausahaan. Namun, antara teknologi dan kewirausahaan berkorelasi negatif (β = -0.14, p < 0.10), walaupun tidak signifikan. Hal ini berbeda dengan negara-negara Barat yang terdapat hubungan positif antara teknologi dan kewirausahaan. Dapat diduga karena teknologi di Pakistan tidak semaju teknologi di negara-negara Barat. Proporsi yang terbalik ini mengindikasikan bahwa teknologi tidak satu paket dengan inovasi. Salah satu komponen aktivator yang paling penting dalam modal sosial adalah kewirausahaan, yaitu melalu elemen waktu dan karakteristik risiko. Modal sosial yang dibentuk oleh akumulasi karakteristik pribadi wirausaha dan budaya
15 kewirausahaan tidak dapat diubah melalui campur tangan kebijakan jangka pendek. Risiko kewirausahaan dan elemen waktu memiliki pengaruh signifikan terhadap elemen dasar pertumbuhan struktural perusahaan, tingkat pengembalian internal, dan caranya beroperasi di pasar. Kewirausahaan adalah kemampuan dan kemauan seorang pengusaha, di dalam dan di luar organisasi, untuk mengidentifikasi dan menciptakan peluang ekonomi baru seperti produk baru, metode produksi baru, dan pasar produk baru, serta memperkenalkan ide-ide inovatif ke pasar (Thurik dan Wennekers 2004). Dalam konteks pembangunan pertanian, fakta menunjukkan bahwa terjadi transformasi struktural dalam pembangunan ekonomi, terutama transformasi dari ekonomi tradisional berbasis pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh manufaktur dan jasa. Gries dan Naude (2008) menggunakan model pertumbuhan endogen untuk menjelaskan peran kewirausahaan dari perusahaan-perusahaan baru dalam transformasi struktural pembangunan ekonomi. Dengan merujuk pada model Lewis, yang membedakan sektor tradisional dengan modern, diperoleh kesimpulan bahwa kewirausahaan dapat mendorong transformasi struktural pembangunan ekonomi melalui inovasi, penyediaan input, jasa (yang memungkinkan spesialisasi yang lebih besar di bidang manufaktur), dan dengan meningkatkan lapangan kerja dan produktivitas baik di sektor modern dan tradisional. Oleh karena itu, aktivitas kewirausahaan, melalui penciptaan perusahaan baru, bisa menguntungkan pembangunan ekonomi karena dapat memicu proses 'tinggal landas' dari pertumbuhan yang stagnan, dapat menstimuli transformasi struktural perekonomian dari didominasi ekonomi pertanian ke ekonomi industri pertanian, dan dapat menghasilkan peningkatan produktivitas melalui inovasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan kewirausahaan lebih relevan dengan pertumbuhan ekonomi dibandingkan kebijakan UKM tradisional. Kebijakan yang menstimuli kewirausahaan, budaya kewirausahaan dan pendidikan kewirausahaan sangat diperlukan untuk melepaskan energi pertumbuhan, inovasi pembangunan, dan meningkatkan produktivitas usaha sebagai inti pembangunan ekonomi. Sebaliknya, kebijakan yang difokuskan pada lembaga UKM, kegagalan pasar, subsidi, dan tindakan tambal sulam kurang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi. Padahal kebijakan UKM seharusnya dapat dilihat sebagai bagian dari kebijakan kewirausahaan, sehingga penggunaan terminologi Departemen Kewirausahaan dan Usaha Kecil lebih positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Teoritis Wirausaha adalah orang-orang (pemilik usaha) yang berusaha untuk menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan produk-produk baru, proses atau pasar (Entrepreneurs are those persons (business owners) who seek to generate value, through the creation or expansion of economic activity, by identifying and exploiting new products, processes or markets). Aktivitas kewirausahaan adalah
16 tindakan atau kegiatan wirausaha dalam mencapai penciptaan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan produk-produk baru, proses atau pasar (Entrepreneurial activity is the enterprising human action in pursuit of the generation of value, through the creation or expansion of economic activity, by identifying and exploiting new products, processes or markets). Kewirausahaan adalah fenomena terkait dengan aktivitas kewirausahaan (Entrepreneurship is the phenomenon associated with entrepreneurial activity). Kewirausahaan adalah seni atau ilmu inovasi dan pengambilan risiko. Karakteristik kewirausahaan adalah fokus pada aktivitas wirausaha yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Inovasi dalam kewirausahaan yang bertanggung jawab terhadap perbaikan ekonomi masyarakat. Hal ini yang membedakan wirausaha dengan investor, manajer dan pengusaha. Oleh karena itu, penciptaan usaha kecil baru kewirausahaan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Joseph A. Schumpeter adalah pelopor yang menciptakan hubungan utama antara kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi dengan pernyataannya bahwa tindakan pengusaha sebagai inovator (pencipta inovasi) adalah cara yang paling penting dari pembangunan ekonomi di masyarakat. Inovasi meliputi eksploitasi pasar baru, bentuk-bentuk baru organisasi, dan sumber-sumber baru pasokan. Sebuah perbedaan penting dalam literatur inovasi adalah antara inovasi pada level dunia, inovasi pada level pasar domestik maupun inovasi pada level perusahaan (Fagerberg 2005). Inovasi level dunia terutama ditemukan di negara maju yang didasarkan pada penelitian dan pengembangan di wilayah pengetahuan global. Di negara-negara berkembang yang jauh dari wilayah teknologi internasional, inovasi akan cenderung ke pasar domestik atau untuk perusahaan. Inovasi pasar di negara berkembang merujuk pada difusi internasional dan penyerapan teknologi, sedangkan di perusahaan memperkenalkan inovasi yang telah dikembangkan di perusahaan lain. Inovasi untuk perusahaan mengacu pada arus pengetahuan dalam perekonomian domestik. Inovasi ini sudah hadir di pasar, namun kini diadopsi oleh perusahaan tertentu. Konsep terakhir dari inovasi datang paling dekat dengan konsep Rogerian inovasi (Rogers 2003). Dalam tradisi Schumpeter, wirausahawan adalah pahlawan kapitalisme dinamis. Wirausaha biasanya menciptakan kombinasi baru: produk baru, pasar baru, bahan baru, dan bentuk-bentuk baru organisasi (Schumpeter 2003). Dalam konteks kompetisi, wirausaha dan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil yang bertanggung jawab untuk inovasi, namun ternyata di negara-negara sedang berkembang perusahaan oligopolistik besar yang lebih mendominasi. Pemisahan inovasi dengan aktivitas kewirausahaan dapat dilihat dari inovasi yang merupakan hasil dari kegiatan R&D di laboratorium, sedangkan fungsi kewirausahaan dipandang sebagai aktivitas manajerial dan birokrasi yang rutin. Pada konteks yang lebih luas, yaitu inovasi yang muncul dalam kompetisi perusahaan atas pengaruh lingkungan eksternal dinyatakan oleh Porter (1979) melalui 5 komponen kekuatan analisisnya. Lima kekuatan Porter terdiri dari "Daya Tawar Pembeli", "Daya Tawar Pemasok", "Ancaman Pesaing", "Ancaman Produk Pengganti", dan "Ancaman dari Pendatang Baru". Namun, 5 kekuatan Porter ini cenderung mengabaikan perbedaan internal antara masing-masing perusahaan. Kahneman dan Tversky (1979) menekankan faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku risiko, yang dikenal dengan teori prospek. Menurut teori
17 prospek, apakah suatu hasil dianggap sebagai keuntungan atau sebagai kerugian dibandingkan dengan titik referensi memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku pengambilan risiko. Secara umum, orang menunjukkan keengganan risiko dalam domain keuntungan, risiko perilaku mencari dalam domain kerugian, dan menunjukkan keengganan secara signifikan lebih besar daripada kerugian apresiasi dari keuntungan. Petrakis (2005) menyimpulkan bahwa elemen dasar pertumbuhan struktural perusahaan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, karena ada proses perubahan struktural yang menuju kepada keseimbangan. Dengan demikian, kewirausahaan diakui sebagai pendorong untuk penciptaan pekerjaan, dayasaing, dan pertumbuhan ekonomi (Wenneker dan Thurik 1999). Wirausaha memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan struktur teknologi. Teknologi berbasis kewirausahaan terlibat dalam suatu proses inovatif yang mengidentifikasi kesempatan unik melalui kerja bersama. Sebuah perubahan teknologi berasal dari ide-ide baru yang inovatif dan menerapkan ideide menjadi kenyataan pada tingkat internasional. Kewirausahaan dan inovasi merupakan kunci pertumbuhan ekonomi, dan ada hubungan yang kuat antara aktivitas kewirausahaan dan pembangunan ekonomi (Hussain et al. 2011b). Kewirausahaan adalah instrumen para wirausaha mengubah informasi yang berharga dan teknologi menjadi produk dan jasa (Kirzner 1997). Walaupun pertumbuhan ekonomi umumnya dijelaskan oleh variabel ekomomi makro (Romer, 1990), namun teori keterkaitan kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi juga telah dijelaskan dari penelitian-peneliltian di bidang ekonomi dan manajemen, yang meliputi sejarah ekonomi, ekonomi industri dan teori manajemen (Wennekers dan Thurik 1999). Oleh karena itu, kewirausahaan memperkenalkan peluang ekonomi baru dan ruang lingkup kompetitif yang masih membutuhkan lebih banyak penelitian dengan fokus pada kontribusi utama kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Kewirausahaan Peran kewirausahaan dalam perekonomian telah berubah drastis selama setengah abad terakhir. Namun, di beberapa negara peran kewirausahaan tumbuh berkembang karena alasan sosial dan politik serta alasan efisiensi ekonomi. Pemikiran bahwa kewirausahaan sebagai mesin pembangunan ekonomi telah diawali Eropa dengan menyatakan bahwa promosi kewirausahaan adalah landasan utama kebijakan pertumbuhan ekonomi Eropa. Kapasitas ekonomi kewirausahaan terbukti menjadi kunci pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas. Schumpeter (2003) secara eksplisit mengemukakan tentang fungsi ekonomi dari pengusaha. Menurut Schumpeter, proses pembangunan ekonomi dapat dibagi menjadi tiga tahapan secara jelas dan terpisah. Tahap pertama menyiratkan penemuan teknis hal baru atau cara-cara baru dalam melakukan sesuatu, yang disebut Schumpeter sebagai penemuan. Dalam inovasi tahap berikutnya, yaitu keberhasilan komersialisasi dari penemuan atau jasa yang berasal dari penemuan teknis, atau lebih umum merupakan kombinasi pengetahuan baru (baru dan lama). Tahap ketiga adalah imitasi, yaitu menyangkut adopsi yang lebih umum dan difusi produk baru atau proses untuk masuk pasar.
18 Terdapat tiga jalur pertumbuhan ekonomi kewirausahaan, yakni Ekonomi Kapital (Solow) yang berkembang di era awal pasca perang dunia, Ekonomi (Romer) Pengetahuan yang berkembang pada era pertengahan pasca perang dunia (tahun 1980an), dan Ekonomi Wirausaha yang berkembang pada tahun 1990an. Ketiga jalur pertumbuhan ekonomi kewirausahaan ini dijelaskan sebagai berikut: 1) Ekonomi Kapital (Solow) Pertumbuhan ekonomi telah menjadi pikiran utama para ekonom, sejak Adam Smith. Robert Solow mengambil pendekatan yang kurang eksotis untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Robert Solow dianugerahi Hadiah Nobel untuk modelnya pertumbuhan ekonomi berdasarkan fungsi produksi neoklasik. Dalam model Solow terdapat dua faktor kunci dari produksi, yakni modal fisik dan tenaga kerja (tidak terampil), yang keduanya terkait secara ekonometris untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Robert Solow mengakui bahwa perubahan teknis memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam hal model formal yang dikembangkan dari model Harrod-Domar, hal itu dianggap sebagai sisa yang tidak dapat dijelaskan. Namun demikian, Robert Solow mengakui kemungkinan kemajuan teknologi dimasukkan ke dalam model. Penelitian Robert Solow ini mengilhami generasi ekonom berikutnya untuk tidak hanya bergantung pada model fungsi produksi sebagai dasar untuk menjelaskan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena pendekatan Robert Solow terdiri dari langkah-langkah yang berkaitan mewakili dua faktor dasar produksi, modal fisik dan tenaga kerja tidak terampil, dalam mencoba menjelaskan variasi tingkat pertumbuhan dari waktu ke waktu yang biasanya dalam satu negara atau di seluruh negara dalam konteks cross-sectional. Varian dalam tingkat pertumbuhan, umumnya disebabkan oleh perubahan teknologi. Sejak pertengahan 1950-an, banyak penelitian yang menggunakan dan dipandu oleh formulasi neoklasik. Berbagai model fungsi produksi telah diciptakan dari hasil penelitian tersebut yang kemudian merekomendasikan untuk memasukkan kemajuan teknologi kedalam model. Pertumbuhan kebijakan ekonomi, secara teoritis jika tidak dibentuk oleh model pertumbuhan Solow, maka berhubungan dengan pandangan bahwa mendorong investasi modal fisik adalah kunci untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pekerja. Dalam literatur ekonomi dan wacana kebijakan publik, instrumen seperti kebijakan moneter terhadap kebijakan fiskal atau suku bunga terhadap tunjangan depresiasi modal adalah yang paling cocok untuk mendorong investasi modal fisik dan akhirnya untuk meningkatkan pertumbuhan. Meskipun perdebatan mungkin tidak pernah diselesaikan dengan baik, namun kegigihan pandangan ini mencerminkan keutamaan investasi modal sebagai sumber dasar pertumbuhan ekonomi. Meskipun kebijakan pertumbuhan ekonomi merupakan domain dari ekonomi makro, namun keunggulan modal sebagai faktor produksi memiliki implikasi di tingkat ekonomi mikro dalam organisasi perusahaan, industri, dan pasar. Argumen teoritis dan verifikasi empiris menunjukkan bahwa penggunaan faktor modal fisik yang efisien oleh organisasi perusahaan mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi. Penggunaan modal yang efisien oleh perusahaan besar
19 mampu membentuk skala ekonomi yang mengakibatkan industri atau pasar terkonsentrasi hanya pada beberapa produsen utama. Schumpeter menyatakan: “What we have got to accept is that the large‐scale establishment or unit of control has come to be the most powerful engine of progress and in particular of the long‐run expansion of output.” Dengan demikian, era produksi massal pada skala ekonomi telah menjadi faktor penentu efisiensi. Ini berarti, perusahaan besar yang memiliki tenaga kerja besar telah mengimbangi kekuatan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Dengan fokus pada peran perusahaan besar, oligopoli, dan konsentrasi ekonomi, menghasilkan sejumlah wawasan kunci tentang efisiensi dan dampak pada kinerja ekonomi yang dihubungkan dengan perusahaan-perusahaan baru dan kecil. Beberapa penelitian di beberapa negara maju menunjukkan bahwa skala ekonomi perusahaan terkait dengan efisiensi dan aktivitas inovasi. Dengan demikian dalam model Solow, perusahaan kecil dan kewirausahaan berperan sangat penting dalam desentralisasi pengambilan keputusan dan efisiensi. 2) Ekonomi Pengetahuan (Romer) Salah satu kesimpulan utama dari model Solow adalah bahwa faktorfaktor tradisional dari modal dan tenaga kerja masih belum memadai untuk menjelaskan kinerja pertumbuhan. Hal ini karena ada varian dari perubahan teknologi yang menyumbang sebagian besar pada pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat dari tidak memperhitungkan semua perbedaan produktivitas antar perusahaan, karena sebagian besar penelitian dibatasi atau fokus pada menjelaskan faktor pertumbuhan ekonomi yang dibentuk dari modal fisik dan tenaga kerja. Kondisi ini kemudian memasukkan pengetahuan sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dikenal dengan teori baru “pertumbuhan endogen". Pada dasarnya, fokus pada tenaga kerja dan modal sebagai faktor eksplisit utama produksi, dengan menafikan peran pengetahuan, tidak hanya pada bidang ekonomi makro. Sebagai contoh, teori dasar perdagangan internasional Heckscher-Ohlin, yang memfokuskan pada faktor lahan, tenaga kerja dan modal. Menurut teori Heckscher-Ohlin, proporsi faktor produksi menentukan struktur perdagangan. Jika modal fisik relatif lebih tinggi terhadap tenaga kerja, suatu negara cenderung mengekspor barang padat modal, sedangkan sebaliknya mengarah pada ekspor barang padat karya. Bahkan, Paradoks Leontief menunjukkan ketidakkonsisten model Heckscher-Ohlin tersebut. Paradox Leontief menunjukkan bahwa bahwa keunggulan komparatif bagi Amerika Serikat didasarkan pada tenaga kerja (tidak terampil), bukan pada modal. Paradoks Leontief mendorong penyelidikan masuknya aspek pengetahuan dari eksklusivitas faktor-faktor input modal dan tenaga kerja. Pemikiran awalnya adalah memasukkan modal manusia, tenaga kerja terampil dan teknologi. Teknologi baru diduga berperan dalam penelitian dan pengembangan dan penciptaan pengetahuan ekonomi baru dalam membentuk keunggulan komparatif dan arus investasi. Pengembangan teori Heckscher-
20 Ohlin dengan memasukkan modal manusia bahwa negara-negara dengan kelimpahan relatif tenaga kerja terampil dari modal manusia, mengekspor barang padat modal. Oleh karena itu, teori perdagangan internasional mulai memasukkan faktor-faktor yang mencerminkan pengetahuan, teknologi, keterampilan, R & D, dan modal manusia ke dalam model yang lebih realistis. Teori pertumbuhan juga mulai menyelidiki berbagai representasi pengetahuan sebagai faktor eksplisit atau endogen yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Beberapat penelitian menyimpulkan bahwa pertumbuhan output Amerika Serikat secara signifikan berasal dari pertumbuhan input yang berupa kemajuan teknologi, komposisi perubahan angkatan kerja, investasi dalam modal manusia, realokasi sumberdaya produktivitas rendah ke kegiatan produktivitas yang lebih tinggi, dan skala ekonomi. Pengenalan pengetahuan ke dalam model pertumbuhan ekonomi makro dilakukan oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). Pengetahuan merupakan kritik utama Romer terhadap model Solow yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan faktor penting dari produksi, selain tenaga kerja dan modal fisik, yang disebut dengan fungsi produksi pengetahuan. Input yang paling menentukan dalam fungsi produksi pengetahuan adalah pengetahuan ekonomi baru, sedangkan outputnya adalah inovasi. Meskipun ada kendala dalam mengukur kedua variabel ini, namun beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi seperti jumlah penemuan dipatenkan, pengenalan produk baru, pangsa penjualan produk baru, pertumbuhan produktivitas dan kinerja ekspor untuk menjelaskan inovasi. Sebaliknya, variabel pengetahuan ekonomi baru dijelaskan dari pengeluaran R & D dan modal manusia. Mengembangkan kemampuan untuk mengadaptasi teknologi baru dan ide-ide yang dikembangkan di perusahaan-perusahaan lain, dan investasi tertentu dalam pengetahuan seperti R & D menyediakan kapasitas untuk menyerap pengetahuan eksternal. Wawasan ini menunjukkan secara jelas bukti empiris hubungan investasi pengetahuan baru dengan inovasi yang mendasari model fungsi produksi pengetahuan. Negara-negara inovatif, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman, cenderung melakukan investasi tinggi dalam R & D, sebaliknya terjadi pada negara-negara berkembang. Selain itu, industri yang paling inovatif, seperti komputer dan farmasi, juga cenderung melakukan R & D yang intensif. Oleh karena itu, perusahaan kecil dan baru yang masih dihadapkan pada keterbatasan ukuran dan kelemahan skala ekonomi memiliki kendala mengembangkan keunggulan kompetitif dalam ekonomi berbasis pengetahuan Romer. Pencantuman faktor pengetahuan dalam model pertumbuhan tidak menimbulkan pergeseran fokus kebijakan publik, tetapi berhubungan dengan munculnya satu set baru instrumen kebijakan publik untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi. Romer (2001) menyimpulkan bahwa peran investasi dalam pengetahuan ekonomi baru menjadi fokus kebijakan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan dayasaing internasional. Implikasi mendasar yang muncul dari model pertumbuhan endogen ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui investasi pengetahuan. Namun demikian, model Romer ini masih membutuhkan penyempurnaan, terutama untuk menjelaskan peran perusahaan kecil daan baru, misalnya dengan memasukkan variabel kewirausahaan, seperti munculnya perusahaan baru. Hal ini karena,
21 kemunculan perusahaan baru dan kecil diduga kuat berkontribusi pada inovasi dan pertumbuhan. 3) Ekonomi Kewirausahaan Globalisasi ekonomi tidak memberikan iklim yang kondusif bagi munculnya perusahaan baru dan kecil, sehingga perannya semakin berkurang dalam ekonomi. Beberapa ekonom menyatakan bahwa globalisasi akan membuat perusahaan kecil punah, karena biaya globalisasi menjadi beban perusahaan kecil, terutama dalam melibatkan investasi asing langsung. Perusahaan kecil dianggap berada pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan besar, karena biaya tetap belajar tentang lingkungan asing, berkomunikasi pada jarak yang panjang, dan bernegosiasi dengan pemerintah nasional. Namun, perusahaan kecil dan kewirausahaan di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan peran yang secara sistematis meningkat dalam perekomian di seluruh negara. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan besar tidak lagi sebagai penyedia utama lapangan kerja baru untuk Amerika dan Eropa, sebaliknya sebagian besar pekerjaan baru berasal dari perusahaanperusahaan kecil. Dengan demikian, peran kewirausahaan yang ditunjukkan oleh penciptaan lapangan kerja semakin menguat di Eropa dan Amerika Serikat. Perusahaan kecil dan baru melayani mesin dari penciptaan lapangan kerja dari dua sisi, yaitu sisi ukuran dan waktu perubahan pekerjaan. Kondisi ini mengasumsikan bahwa tidak ada eksternalitas atau spillover dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Hal ini disebut dengan fenomena “pembalikan tren” dari perusahaan besar ke arah timbulnya kembali perusahaan kecil. Bukti empiris dari timbulnya kembali kewirausahaan sebagai faktor penting dalam ekonomi didasarkan atas enam hipotesis (Brock dan Evans, 1989): pertama, perubahan teknologi telah mengurangi tingkat skala ekonomi di bidang manufaktur; kedua, globalisasi menyebankan pasar lebih volative sebagai akibat persaingan dari sejumlah besar pesaing asing; ketiga, komposisi perubahan angkatan kerja, partisipasi perempuan, imigran, dan pekerja muda dan tua, lebih kondusif bagi perusahaan-perusahaan kecil daripada yang lebih besar, karena premi yang lebih besar ditempatkan pada fleksibilitas kerja; keempat, perkembangan selera konsumen cenderung pada produk yang produksinya tidak massal memfasilitasi produsen dengan pasar ceruk kecil; kelima, deregulasi dan privatisasi memfasilitasi masuknya perusahaan baru dan kecil ke pasar yang sebelumnya terproteksi dan tidak dapat diakses; dan keenam pentingnya peningkatan inovasi dalam menentukan tingkat produksi dan upah. Menurut Audretsch dan Thurik (2001), kewirausahaan dalam bentuk perusahaan baru dan kecil berperan sebagai keunggulan komparatif ke arah pengetahuan berbasis kegiatan ekonomi. Hal ini terjadi karena dua alasan; yaitu pertama, perusahaan besar di industri manufaktur tradisional telah kehilangan dayasaing; dan kedua, perusahaan kecil menciptakan nilai baru dalam ekonomi berbasis pengetahuan. Hilangnya dayasaing perusahaan skala besar karena dihadapkan pada keharusan untuk mengurangi upah dan biaya produksi lainnya sebagai akibat masuknya perusahaan asing, membutuhkan teknologi untuk
22 meningkatkan produktivitas, mengalihkan produksi dari lokasi biaya tinggi ke rendah biaya lokasi, dan melakukan outsourcing pihak ketiga perusahaan. Perdebatan tentang dampak globalisasi merupakan trade-off antara mempertahankan upah lebih tinggi tetapi menderita pengangguran yang lebih besar atau tingkat pengangguran dengan tingkat upah lebih rendah. Namun, tidak perlu mengorbankan upah untuk menciptakan lapangan kerja baru, juga tidak memerlukan pekerjaan lebih sedikit untuk mempertahankan tingkat upah. Jika, kehilangan keunggulan komparatif dialihkan pada pemunculan keunggulan komparatif berbasis tingkat upah tinggi yang didasarkan pada aktivitas inovatif atau kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan. Hal ini karena perusahaan-perusahaan baru dan kecil mampu mengakses spillovers pengetahuan dan memiliki keunggulan kompetitif mengakses pengetahuan tersebut. Ini berarti, dalam mekanisme transmisi spillover pengetahuan yang bersumber dari R & D perusahaan besar atau pendidikan tinggi, keterlibatan perusahaan kecil sangat tinggi, misalnya pada komersialisasi pengetahuan tersebut. Cohen dan Levinthal (1989) menunjukkan bahwa perusahaan kecil mengembangkan kemampuan untuk mengadaptasi teknologi baru dan ide-ide yang dikembangkan di perusahaan lain, sehingga lebih efektif menghasilkan investasi pengetahuan baru. Perusahaan kecil perusahaan melalui jaringan dan aliansi strategis mampu mengidentifikasi, mengakses, menginternalisasi, dan mengkomersialkan pengetahuan untuk kepentingan perusahaan. Hal ini konsisten dengan model produksi pengetahuan perusahaan, yakni karena perusahaan kecil terbatas dalam berinvestasi menghasilkan pengetahuan baru, sehingga harus melakukan strategi untuk mengakses pengetahuan dengan cara beralih ke jaringan, hubungan, dan jenis-jenis saluran spillover untuk menghasilkan inovasi. Sebaliknya, Audretsch (1995) mengasumsikan pengetahuan adalah variabel eksogen, bukan perusahaan. Pengetahuan baru berpotensi sangat berharga jika diwujudkan dalam orang, baik sebagai individu ataupun dalam kelompok, walaupun diangggap tidak pasti, asimetris, dan memerlukan biaya transaksi tinggi. Pengetahuan menghasilkan divergensi nilai yang diharapkan dari sebuah ide baru dan variannya menuju komersialisasi. Divergensi dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan, padahal dengan berfokus pada masalah yang dihadapi perusahaan menimbulkan manfaat yang berasal dari investasi dalam memproduksi pengetahuan baru dan ide-ide. Namun, divergensi lebih berpeluang terjadi jika pengetahuan baru tidak sesuai dengan kompetensi inti perusahaan atau tidak konsisten dengan alur teknologi perusahaan. Williamson (1975) menggambarkan siklus hidup industri kedalam tiga tahap, yaitu tahap eksplorasi, tahap pengembangan, dan tahap matang. Tahap eksplorasi melibatkan pasokan produk baru, desain relatif primitif, penggunaan mesin relatif terspesialisasi, dan dipasarkan melalui berbagai teknik eksplorasi serta volume produksi masih rendah. Tahap pengembangan dicirikan oleh teknik manufaktur yang lebih halus dan definisi pasar dipertajam, output tumbuh cepat dalam menanggapi aplikasi baru akibat dari tuntutan kepuasan pasar yang meningkat. Tahap matang dicirikan oleh manajemen, manufaktur, dan pemasaran yang telah mencapai tingkat maju, pasar terus tumbuh pada tingkat yang lebih teratur dan dapat diprediksi, dan hubungan pelanggan dan
23 pemasok (termasuk akses pasar modal) menyanggah perubahan teknologi, serta inovasi menjadi faktor utama perbaikan. Meskipun tidak secara eksplisit, peran R & D tidak konstan selama siklus hidup industri. Pada tahap awal, R & D cenderung sangat produktif, sehingga terjadi inovasi radikal untuk memulai industri baru, sedangkan biaya inovasi radikal cenderung relatif tinggi. Namun, inovasi yang dihasilkan oleh R & D industri yang matang dapat ditransfer ke biaya lebih rendah jika dikomersialisasi. Sebaliknya, pada tahap industri eksplorasi tidak dapat dengan mudah dikomersialisasi. Jadi, difusi inovasi memainkan peran lebih penting dalam industri. Oleh karena itu, dalam ekonomi kewirausahaan, keunggulan komparatif melibatkan kegiatan inovatif yang terdiri dari inovasi radikal, yang cenderung menciptakan dan mengembangkan lintasan teknologi baru daripada mengikuti lintasan teknologi yang ada. Dengan demikian, globalisasi telah mempengaruhi geografi ekonomi keunggulan komparatif negara-negara maju dari faktor modal bergeser ke faktor pengetahuan. Hal ini ditunjukkan oleh keunggulan komparatif negara-negara maju yang kegiatan ekonomi dan industrinnya dicirikan oleh peran dominan ide-ide baru, kecepatan mengenali peluang baru dan komersialisasi perusahaan baru. Jadi, daripada memaksakan beban efisiensi pada ekonomi, seperti yang terjadi dalam ekonomi Solow, kewirausahaan berfungsi sebagai mesin pertumbuhan dengan menyediakan saluran penting bagi spillover dan komersialisasi pengetahuan dan ide-ide baru.
Kewirausahaan dan Pertumbuhan Ekonomi Wirausaha adalah orang-orang (pemilik bisnis) yang berusaha untuk menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan produk-produk baru, proses atau pasar. Kewirausahaan adalah fenomena yang terkait dengan aktivitas wirausaha. Oleh karena itu, aktivitas kewirausahaan adalah tindakan manusia dalam mengejar dan menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan produk-produk baru, proses atau pasar (Ahmad dan Seymour 2008). Acs dan Szerb (2010) berpendapat bahwa kewirausahaan berperan sangat penting dalam pembangunan ekonomi, yakni melalui mekanisme peningkatan lapangan pekerjaan, inovasi dan kesejahteraan. Namun demikian, peran kewirausahaan tersebut bergerak secara bertahap, yang dimulai dari tahap yang didorong oleh faktor produksi, efisiensi, dan terakhir didorong oleh inovasi (Gambar 1). Ketiga tahap ini saling terkait dan berkesinambungan selama bertahun-tahun yang mempertegas keterkaitan antara aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tergantung pada pemanfaatan tenaga kerja (berapa banyak orang yang dipekerjakan) dan produktivitas tenaga kerja (berapa banyak tenaga kerja mampu menghasilkan output). Lapangan kerja baru meningkatkan produktivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ada lima faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, yakni: pertumbuhan perusahaan, investasi, ketrampilan atau skill tenaga kerja, inovasi, dan daya kompetisi (Gambar 2).
24
Gambar 1
Hubungan kewirausahaan dengan pembangunan Ekonomi (Sumber: Acs dan Szerb 2010)
Gambar 2
Hubungan output, tenaga kerja, investasi, inovasi, dan dayasaing pembentuk produktivitas (Sumber: SEBPC Skotlandia 2008)
Produktivitas yang tinggi mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula, sehingga faktor-faktor pembentuk produktivitas merupakan penggerak utama pembangunan ekonomi. Kelima faktor pembentuk produktivitas tersebut direpresentasikan oleh kinerja perusahaan-perusahaan, selain karena pengguna dan media dari kelima faktor tersebut, juga karena perusahaan merupakan pelaku ekonomi utama menuju kesejahteraan kehidupan bernegara (Gambar 3). Dengan demikian, Aktivitas kewirausahaan dalam perekonomian dapat didekati dari lapangan pekerjaan yang diciptakan perusahaan, pendaftaran perusahaan baru, pembukaan rekening bank baru, dan proporsi penduduk berdasarkan pemikir, pelaku, dan enggan berusaha.
25
Gambar 3
Hubungan produktivitas dengan pertumbuhan ekonomi (Sumber: SEBPC Skotlandia 2008)
Indeks Total Aktivitas Kewirausahaan (TAK) didefinisikan sebagai proporsi penduduk usia kerja yang terlibat dalam mendirikan bisnis (pengusaha baru yang tumbuh) atau pemilik-manajer industri kurang dari tiga tahun. Aktivitas Kewirausahaan dapat dilihat baik sebagai strategi bertahan hidup bagi pekerja (kebutuhan kewirausahaan) atau sebagai bukti semangat dan keinginan untuk mandiri (peluang kewirausahaan). Setiap tahun, lembaga Global Entrepreneurship Monitor (GEM) mensurvei sejumlah negara (71 negara, pada tahun 2010) dan menghasilkan GEDINDEX (Global Entrepreneurship and Develompment Index) yang menempatkan Indonesia pada ranking 46, sedangkan Malaysia rangking 31 dan Singapura rangking 15 (Acs dan Szerb 2010). Pendekatan yang dilakukan oleh GEM mengikuti tahapan kewirausahaan dalam kegiatan bisnis (Gambar 4).
Gambar 4 Proses kewirausahaan dan definisi operasional GEM (Sumber: Bosma et al. 2011)
26 Berdasarkan proses kewirausahaan di atas, GEM mengembangkan model yang menjelaskan keterkaitan antara kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi (Gambar 5). Konsep yang dikembangkan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dari perusahaan yang sudah mapan dan profil kewirausahaan (Bosma et al. 2011). Secara keseluruhan model GEM ini mengakomodasi aktivitas-aktivitas kewirausahaan dari sisi inovasi, efisiensi, dan kondisi-kondisi dasar dalam konteks sosial, budaya dan politik. Pada aspek perusahaan yang disoroti adalah aktivitas kewirausahaan pekerja dalam perusahaan itu sendiri. Pekerja mandiri merupakan stok dari wirausaha sebagai indikator tingkat aktivitas kewirausahaan dalam suatu perekonomian. Jumlah perusahaan baru dikenakan biaya PPN pendaftaran yang merupakan indikator yang umum digunakan dalam aktivitas kewirausahaan untuk menangkap nilai yang lebih tinggi dari beroperasinya perusahaan baru. Ukuran lain untuk menjelaskan aktivitas kewirausahaan adalah jumlah rekening bank baru dari perusahaan-perusahaan yang juga baru dibuka. Indikator lain adalah survei Rumah Tangga untuk mengukur proporsi penduduk berusia kerja yang berpikir memulai bisnis (pemikir), proporsi pengusaha mandiri (pelaku) dan mereka yang enggan berusaha.
Gambar 5 Model konseptual kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi (Sumber: Bosma et al. 2011) Total Faktor produktivitas (TFP) merupakan dampak terhadap total output yang tidak hanya disebabkan oleh input atau skala ekonomi, misalnya variabel cuaca. Total output (Y) sebagai fungsi dari Total Faktor Produktivitas (A), input modal (K), input tenaga kerja (L), dan kontribusi dari modal (α) dapat digambarkan dalam persamaan Cobb-Douglas sebagai berikut: Y = A Kα L1-α
27 Pertumbuhan teknologi dan efisiensi dianggap melekat pada Total Faktor Produktivitas, seperti eksternalitas positif sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Total Faktor Produktivitas sering dianggap sebagai pendorong pertumbuhan riil dalam perekonomian dengan tenaga kerja dan investasi sebagai kontributor utama. Kualitas tenaga kerja dapat didekati dari pendidikan formal, sedangkan kuantitas tenaga kerja didekati dari jam kerja, jenis pekerjaan, dan jumlah orang dalam pekerjaan. Produktivitas tenaga kerja sebagai fungsi dari kedua faktor tersebut (kualitas dan kuantitas) serta efisiensi dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam Total Faktor Produktivitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja antara lain: (1) fisik-organik, lokasi, dan faktor teknologi; (2) faktor-faktor sikap, nilai budaya, motivasi dan perilaku individu; (3) pengaruh internasional, misalnya tingkat inovasi dan efisiensi perusahaan investasi asing; (4) manajemen organisasi dan lingkungan ekonomi, politik, dan hukum yang lebih luas, (5) tingkat fleksibilitas pasar tenaga kerja internal dan aktivitas organisasi pekerja, dan (6) upah dan sistem pembayaran, dan efektivitas rekrutmen, pelatihan, dan kinerja. Produktivitas modal didekati dari output per unit nilai aset produksi tetap (modal tetap). Pada ekonomi sosialis, produktivitas modal merupakan ciri efisiensi dengan modal tetap yang digunakan. Produktivitas modal dihitung atas dasar penilaian saldo aset produksi tetap (termasuk biaya penyusutan), baik menggunakan nilai rata-rata sepanjang tahun atau nilai per akhir tahun. Produktivitas Modal adalah kebalikan dari rasio modal-output. Produktivitas modal dipengaruhi oleh sejumlah faktor, misalnya tingkat teknologi, kapasitas produksi, dan proporsi penanaman modal.
Kerangka Pemikiran Operasional Cakupan Aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler adalah aktivitas kewirausahaan pada sistem agribisnis ayam boiler yang difokuskan pada subsistem budidaya (Gambar 6). Variabel aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler diidentifikasi dari peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan bisnis merupakan variabel laten dari penelitian ini. Pertumbuhan bisnis didekati dari pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi. Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan ekonomi (Audretsch 2007, Bygrave dan Zacharakis 2010, Witt 2002, Davidsson 2003, Kirzner 1973, Dejardin 2000, Musai et al. 2011, Cipolla 1993, Lazonick 1991, Wennekers dan Thurik 1999, Carree dan Thurik 2003). Aktivitas kewirausahaan yang mempengaruhi pertumbuhan bisnis berupa inovasi, tenaga kerja, daya produksi, pengambilan risiko (Bygrave dan Zacharakis 2010, Dejardin 2000), dayasaing (Witt 2002, Carree dan Thurik 2003, Carree dan Thurik 2003), dan kebijakan Pemerintah (Backman 1983, Stam et al. 2007, Wong et al. 2005). Pertumbuhan bisnis dijelaskan dari pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan (Thurik dan Wennekers 2004, Audretsch dan Thurik 2001, Petrakis 2005, Audretsch dan Keilbach 2005, Audretsch 2007, Yang 2007, Hall dan Sobel 2008).
28
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional penelitian pengaruh aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler terhadap pertumbuhan bisnis Aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dijelaskan atau dibentuk atau dipengaruhi faktor internal peternakan yaitu: Inovasi, Daya Produksi, Dayasaing, Risiko, dan Tenaga Kerja, serta faktor eksternal yaitu Kebijakan Pemerintah. Faktor internal dibagi kedalam faktor internal individu, yaitu Inovasi dan Risiko, dan faktor internal perusahaan yaitu Daya Produksi, Dayasaing, dan Tenaga Kerja. Indikator dari masing-masing faktor internal dan eksternal ini dikembangkan dari Bygrave dan Zacharakis (2010), Dejardin (2000), Carree dan Thurik (2003) dan Backman (1983) yang juga telah digunakan oleh penelitian lain adalah sebagai berikut: 1. Inovasi dijelaskan oleh intensitas inovasi, kesediaan berinovasi (Witt 2002), tingkat teknologi, intensitas penelitian (Dinopoulos dan Sener 2007), pengenalan produk baru, penggunaan metode baru berproduksi, pembukaan pasar baru, penggalian sumberdaya ekonomi baru (Bygrave dan Zacharakis 2010, Davidsson 2003, Kirzner 1973, Okpara 2007, Vakola 2000, Wennekers dan Thurik 1999), bentuk-bentuk baru organisasi, sumber-sumber pasokan baru (Fagerberg 2005, Schumpeter 2003, Ahmad dan Seymour 2008). 2. Daya produksi dijelaskan oleh tingkat kepemilikan usaha, skala usaha, diversifikasi produksi (Naude 2008), mengantisipasi kebutuhan pasar, menawarkan kualitas, efisiensi produksi, mengendalikan biaya (Okpara 2007), produktivitas (Formaini 2001), pembagian pekerjaan, pengelolaan uang (High 2009), tarif pajak (Penalosa dan Wen 2008), faktor produksi (Acs dan Szerb 2010).
29 3. Dayasaing dijelaskan oleh jumlah komputer, jaringan internet, anggaran pengeluaran untuk penelitian, biaya lisensi seperti hak paten, hak cipta, merek dagang, proses industri, waralaba, Nilai tambah, biaya memulai baru (Musai et al. 2011), budaya perusahaan (Formaini 2001), pembentukan usaha baru (Wong et al 2005), daya tawar pembeli, daya tawar pemasok, ancaman pesaing, ancaman produk pengganti, ancaman dari pendatang baru (Porter 1979). 4. Pengambilan risiko dijelaskan oleh keluar dari pekerjaan tetap, kesediaan untuk mengambil risiko dalam pekerjaan, kesediaan untuk mengambil risiko dalam hal keuangan, kemauan untuk mengambil risiko produksi, kemauan untuk mengambil risiko dalam berinvestasi (Caliendo et al. 2006, Kahneman dan Tversky 1979). 5. Tenaga kerja dijelaskan oleh pertumbuhan tenaga kerja (Wennekers dan Thurik 1999), insentif untuk pendidikan (Naude 2008), pengetahuan produksi (Andersson dan Karlsson 2006), jumlah tenaga kerja (Audretsch dan Keilbach 2005), pelatihan dan pengembangan (Basu 1999, Ferrante 2005), ketrampilan atau skill tenaga kerja (Acs dan Szerb 2010), sikap, nilai budaya, motivasi, perilaku individu, aktivitas organisasi pekerja, upah, sistem pembayaran, efektivitas rekrutmen (Bosma et al. 2011, Dejardin 2000), tingkat urbanisasi (Schmitz 1989). 6. Kebijakan Pemerintah dijelaskan oleh kebijakan peningkatan akses terhadap kredit, kebijakan peningkatan akses terhadap lahan, kebijakan peningkatkan lapangan pekerjaan, kebijakan peningkatan bantuan teknis, kebijakan peningkatan penelitian dan teknologi (Backman 1983), kebijakan fiskal yang mengapresiasi inovasi (Dejardin 2000), perlindungan hak cipta swasta (Kreft dan Sobel 2005), aturan hukum (Formaini 2001), kebijakan-kebijakan dalam program permodalan, target-target subsidi usaha kecil, penumbuhan usahausaha baru (Hall 2006).
Hipotesis Penelitian
1) 2) 3) 4)
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Faktor internal individu mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler Faktor internal perusahaan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler Faktor eksternal mempengaruhui aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler Aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler mempengaruhi pertumbuhan bisnis.
30
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan selama enam bulan, dari bulan November 2012 sampai bulan April 2013.
Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah peternakan ayam broiler rakyat mandiri Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), pada tahun 2011 (angka sementara) jumlah populasi ayam broiler terkonsentrasi di Jawa Barat, sekitar 50,57% dari polulasi total ayam broiler di Indonesia (1 041 968 000 ekor). Oleh karena itu, Jawa Barat diambil sebagai wilayah penelitian, sehingga sampel peternakan ayam broiler rakyat mandiri diambil dari Jawa Barat. Sampel peternakan ayam broiler rakyat mandiri diambil secara sensus yang masih beroperasi pada saat penelitian pada sentra produksi ayam broiler Jawa Barat sebagai wilayah sampel (Lampiran 1). Lampiran 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan sentra peternakan ayam broiler, sehingga kabupaten ini diambil sebagai wilayah sampel peternakan ayam broiler rakyat mandiri sebanyak 381 peternak.
Data dan Pengumpulan Data Data penelitian berupa data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan dari sampel penelitian melalui kuesioner (Lampiran 2). Data primer terdiri dari data usaha peternakan ayam broiler, data faktor internal (individu dan perusahaan) dan faktor eksternal peternakan, serta data pertumbuhan ekonomi. Data usaha perternakan terdiri dari data bentuk usaha, populasi, produksi, tingkat kematian, feed convertion ratio, kandang, pekerja, dan identitas responden. Data faktor internal individu terdiri dari data inovasi dan risiko; data faktor internal perusahaan terdiri dari data daya produksi, dayasaing, dan tenaga kerja; dan data faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah. Data pertumbuhan bisnis terdiri dari pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan. Data-data yang diperoleh dari kuesioner sekaligus merupakan variabel-variabel penelitian dengan rincian sebagai berikut: 1) Variabel laten eksogen: a) Faktor internal individu: Inovasi Risiko b) Faktor internal perusahaan: Daya produksi Dayasaing Tenaga kerja
Jumlah variabel manifes: 10 variabel 4 variabel 12 variabel 13 variabel 15 variabel
31 c) Faktor eksternal: Kebijakan pemerintah 2) Variabel laten eksogen (antara): Aktivitas kewirausahaan 3) Variabel laten endogen: Pertumbuhan bisnis
11 variabel 1 variabel 2 variabel
Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan dengan wawancara tatap muka. Setiap variabel manifes diindikasikan oleh lima pernyataan dan setiap pernyataan dalam kuesioner diberi skala dengan menggunakan skala Likert 1-5 dengan penjelasan sebagai berikut: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
Analisis Data Data dianalisis dengan metode deskriptif, baik analisis deskriptif kuantitatif maupun analisis deskriptif kualitatif, analisis multivariate yaitu Structural Equation Modelling (SEM), dan analisis tabulasi silang. Analisis deskriptif untuk menjelaskan gambaran umum peternakan ayam broirel rakyat mandiri, sedangkan analisis SEM untuk menemukan hubungan-hubungan antar variabel-variabel penelitian. Secara lebih khusus menemukan hubungan variabel laten faktor internal dan eksternal dengan variabel laten eksogen aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dan variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen pertumbuhan bisnis yang dijelaskan oleh variabel laten pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan. Langkah-langkah analisis SEM adalah sebagai berikut: 1) Spesifikasi Model; Dua komponen utama dari model SEM adalah model struktural yang menunjukkan hubungan antara variabel laten endogen dan eksogen dan model pengukuran yang menunjukkan hubungan antara variabel laten dan manifesnya. Hubungan antara variabel laten dan manifesnya bersifat eksplorasi, sedangkan strukur hubungan ditunjukkan oleh jalur (path) diagram. 2) Identifikasi Model; Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan nilai unik dari setiap parameter dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya dengan menggunakan teknik iteratif. Variabel dengan nilai t (t-value) kurang dari 1,96 dan error varian negatif serta faktor loading kurang dari 0,50 dikeluarkan dari model. 3) Estimasi Model; Estimasi model adalah mengestimasi parameter yang dilakukan dengan membandingkan matriks kovarians aktual yang mewakili hubungan antara variabel dan matriks kovarians estimasi model terbaik. Estimator yang digunakan adalah Maximum Likehood (ML) dengan menggunakan perangkat lunak LISREL 8.72 4) Penilaian model atau uji kecocokan model; Setelah estimasi model, dilakukan uji kecocokan untuk menentukan seberapa baik model. Uji statistik formal dan
32 indeks kecocokan dikembangkan pada tahapan ini. Uji kecocokan yang digunakan adalah Goodness of Fit (GOF). 5) Modifikasi Model atau Respesifikasi Model; Model hasil uji kecocokan dimodifikasi dengan memperkirakan hubungan antara variabel yang paling mungkin. 6) Interpretasi dan komunikasi; Himpunan model tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga klaim tentang konstruksi dapat dibuat, didasarkan pada model terbaik. Tabulasi silang digunakan untuk menganalisis variabel inovasi, daya produksi, dayasaing, risiko, tenaga kerja, kebijakan pemerintah, pertumbuhan usaha, dan tingkat pendapatan di peternakan ayam broiler kedalam tiga bentuk usaha, yakni perusahaan, perorangan, dan mitra. Variabel yang dianalisis dikelompokkan kedalam tiga kelas skor, yaitu rendah (<46,67), sedang (46,6773,33), dan tinggi (>73,33) (Tabel 1). Tabel 1
Model tabel analisis tabulasi silang
Bentuk Usaha
∑Responden
Rataan Skor
Perusahaan Perorangan Mitra
Varibel Penelitian Rendah (<46,67)
Sedang (46,67-73,33)
Tinggi (>73,33)
-
-
-
Keterangan: skor maksimal 100, skor minimal 20, dibagi kedalam 3 kelas
Model dan Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari variabel laten eksogen aktivitas kewirausahaan (AK) peternakan ayam broiler dan variabel laten endogen pertumbuhan bisnis (PE). Variabel laten eksogen aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh variabel laten internal individu inovasi (IN) dan risiko (PR); variabel laten internal perusahaan daya produksi (DP), dayasaing (DS), dan tenaga Kerja (TK); dan variabel laten eksternal kebijakan pemerintah (KP) (Gambar 7). Variabel manifes dari masing-masing variabel laten dapat dilihat pada persamaan pengukuran dibawah ini. Persamaan pengukuran yang dibangun pada model adalah sebagai berikut: 1) Inovasi (IN) IN1 = λIN1 IN*IN + ε IN2 = λIN2 IN*IN + ε IN3 = λIN3 IN*IN + ε IN4 = λIN4 IN*IN + ε IN5 = λIN5 IN*IN + ε IN6 = λIN6 IN*IN + ε IN7 = λIN7 IN*IN + ε IN8 = λIN8 IN*IN + ε IN9 = λIN9 IN*IN + ε IN10 = λIN10 IN*IN + ε
IN1, IN2, IN3, IN4, IN5, IN6, IN7, IN8, IN9, IN10,
intensitas inovasi kesediaan berinovasi tingkat teknologi intensitas penelitian pengenalan produk baru penggunaan metode baru berproduksi pembukaan pasar baru penggalian sumberdaya ekonomi baru bentuk-bentuk baru organisasi sumber-sumber pasokan baru
33
Gambar 7
Model aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler dengan pertumbuhan bisnis
2) Daya produksi (DP) DP1 = λDP1 DP*DP + ε DP2 = λDP2 DP*DP + ε DP3 = λDP3 DP*DP + ε DP4 = λDP4 DP*DP + ε DP5 = λDP5 DP*DP + ε DP6 = λDP6 DP*DP + ε DP7 = λDP7 DP*DP + ε DP8 = λDP8 DP*DP + ε DP9 = λDP9 DP*DP + ε DP10 = λDP10 DP*DP + ε DP11 = λDP11 DP*DP + ε DP12 = λDP12 DP*DP + ε
DP1, DP2, DP3, DP4, DP5, DP6, DP7, DP8, DP9, DP10, DP11, DP12,
kepemilikan usaha skala usaha diversifikasi produksi mengantisipasi kebutuhan pasar menawarkan kualitas efisiensi produksi mengendalikan biaya produktivitas pembagian pekerjaan pengelolaan uang tarif pajak faktor produksi
3) Dayasaing (DS) DS1 = λDS1 DS*DS + ε DS2 = λDS2 DS*DS + ε DS3 = λDS3 DS*DS + ε DS4 = λDS4 DS*DS + ε DS5 = λDS5 DS*DS + ε DS6 = λDS6 DS*DS + ε DS7 = λDS7 DS*DS + ε DS8 = λDS8 DS*DS + ε DS9 = λDS9 DS*DS + ε DS10 = λDS10 DS*DS + ε
DS1, DS2, DS3, DS4, DS5, DS6, DS7, DS8, DS9, DS10,
jumlah komputer jaringan internet anggaran pengeluaran penelitian biaya lisensi nilai tambah biaya memulai baru budaya perusahaan pembentukan usaha baru daya tawar pembeli daya tawar pemasok
34 DS11 = λDS11 DS*DS + ε DS12 = λDS12 DS*DS + ε DS13 = λDS12 DS*DS + ε
DS11, ancaman pesaing DS12, ancaman produk pengganti DS13, ancaman dari pendatang baru
4) Risiko (PR) PR1 = λPR1 PR*PR + ε PR2 = λPR2 PR*PR + ε PR3 = λPR3 PR*PR + ε PR4 = λPR4 PR*PR + ε
PR1, PR2, PR3, PR4,
mengambil risiko dalam pekerjaan mengambil risiko dalam hal keuangan mengambil risiko produksi mengambil risiko dalam berinvestasi
5) Tenaga kerja (TK) TK1 = λTK1 TK*TK + ε TK2 = λTK2 TK*TK + ε TK3 = λTK3 TK*TK + ε TK4 = λTK4 TK*TK + ε TK5 = λTK5 TK*TK + ε TK6 = λTK6 TK*TK + ε TK7 = λTK7 TK*TK + ε TK8 = λTK8 TK*TK + ε TK9 = λTK9 TK*TK+ ε TK10 = λTK10 TK*TK + ε TK11 = λTK11 TK*TK + ε TK12 = λTK12 TK*TK + ε TK13 = λTK13 TK*TK + ε TK14 = λTK14 TK*TK + ε TK15 = λTK15 TK*TK + ε
TK1, TK2, TK3, TK4, TK5, TK6, TK7, TK8, TK9, TK10, TK11, TK12, TK13, TK14, TK15,
pertumbuhan tenaga kerja insentif untuk pendidikan pengetahuan produksi jumlah tenaga kerja pelatihan dan pengembangan ketrampilan atau skill tenaga kerja sikap nilai budaya motivasi perilaku individu aktivitas organisasi pekerja upah sistem pembayaran efektivitas rekrutmen tingkat urbanisasi
6) Kebijakan Pemerintah (KP) KP1 = λKP1 KP*KP + ε KP2 = λKP2 KP*KP + ε KP3 = λKP3 KP*KP + ε KP4 = λKP4 KP*KP + ε KP5 = λKP5 KP*KP + ε KP6 = λKP6 KP*KP + ε KP7 = λKP7 KP*KP + ε KP8 = λKP8 KP*KP + ε KP9 = λKP9 KP*KP + ε KP10 = λKP10 KP*KP + ε KP11 = λKP11 KP*KP + ε
KP1, KP2, KP3, KP4, KP5, KP6, KP7, KP8, KP9, KP10, KP11,
akses terhadap kredit akses terhadap lahan lapangan pekerjaan bantuan teknis penelitian dan teknologi fiskal yang mengapresiasi inovasi perlindungan hak cipta aturan hukum permodalan subsidi usaha kecil penumbuhan usaha-usaha baru
7) Pertumbuhan bisnis (PE) PE01 = λPE01 PE*PE + ε PE02 = λPE02 PE*PE+ ε
PE01, pertumbuhan skala usaha PE02, tingkat pendapatan
8) Aktivitas kewirausahaan (AK) AK1 = λAK1 AK*AK + ε
AK1
aktivitas kewirausahaan dasar
35 Pada model ini, dimasukkan satu variabel pengukuran tingkat kewirausahaan (AK1) yang merefleksikan aktivitas kewirausahaan awal atau aktivitas kewirausahaan dasar peternak ayam broiler yang didekati dari rataan aktivitas kewirausahaan peternak. Persamaan struktural yang dibangun pada model ini adalah sebagai berikut: 1) AK 2) PE
= γIN*IN + γDP*DP + γDS*DS + γPR*PR + γTK*TK + γKP*KP + ζAK = βAK*AK + ζPE
Hubungan yang dibangun dalam LISREL 8.72 merupakan hubungan antara variabel laten eksogen aktivitas kewirausahaan (AK) dengan varibel laten endogen pertumbuhan bisnis (PE), adalah sebagai berikut: IN1 IN2 IN3 IN4 IN5 IN6 DP1 DP2 DP3 DP4 DP5 DP6 DS1 DS2 DS3 DS4 DS5 DS6 PR1 PR2 PR3 PR4 = PR TK1 TK2 TK3 TK4 TK5 TK6 KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 AK1 = AK AK = IN DP DS PR TK PE01 PE02 = PE PE = AK
IN7 IN8 IN9 IN10 = IN DP7 DP8 DP9 DP10 DP11 DP12 = DP DS7 DS8 DS9 DS10 DS11 DS12 DS13 = DS TK7 TK8 TK9 TK10 TK11 TK12 TK13 TK14 TK15 = TK KP7 KP8 KP9 KP10 KP11 = KP
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Peternakan Ayam Broiler Rakyat Mandiri Peternakan ayam broiler rakyat mandiri terbagi kedalam tiga bentuk pengusahaan (usaha), yakni berbadan usaha (perusahaan), dikelola oleh individu (perorangan), dan bermintra dengan pihak lain (mitra) (Tabel 2). Komposisi bentuk usaha perusahaan sangat sedikit (14,17%) dibandingkan jenis usaha perorangan dan mitra, yang jumlahnya seimbang (42,78% dan 43,04%). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi ini merupakan ciri dari peternakan rakyat. Ketiga bentuk usaha ini disebut peternakan rakyat mandiri, karena pengelolaan usahanya independen dan peternak bebas membuat keputusan-keputusan dalam menjalankan peternakannya. Tabel 2
Bentuk usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
Jumlah (ekor) 54 163 164 382
Persentase (%) 14,17 42,78 43,04 100.00
Kapasitas populasi dari masing bentuk usaha dapat dilihat pada Tabel 3. Semua peternakan ayam broiler rakyat mandiri yang berbentuk perusahaan memiliki kapasitas populasi diatas 10.000 ekor dan sebagian besar (64,81%) diatas
36 20.000 ekor. Sebaliknya, sebagian besar (84,76%) kapasitas populasi peternak yang bermitra kurang dari 10.000 ekor. Namun demikian, sebagian besar (60,89%) kapasitas populasi peternak ayam broiler kurang dari sama dengan 10,000 ekor. Peternak ayam broiler perorangan cenderung tersebar di tiga kelas kapasitas populasi. Oleh karena itu, peternakan ayam broiler mandiri dapat juga dikategorikan kedalam tiga kelompok skalau usaha, yaitu peternak yang bermitra (skala kecil), peternak perorangan (skala menengah), dan berbentuk perusahaan (skala besar). Tabel 3
Kapasitas populasi berdasarkan jenis usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Bentuk Usaha Perusahaan Perorangan Mitra Total
≤ 10.000 0 (0,00%) 0,00% 93 (57,06%) 40,09% 139 (84,76%) 59,91% 232 60,89%
Kapasitas Populasi (ekor) > 10.000 - 20.000 19 (35,19%) 23,17% 38 (23,31%) 46,34% 25 (15,24%) 30,49% 82 21,52%
> 20.000 35 (64,81%) 52,24% 32 (19,63%) 47,76% 0 (0,00%) 0,00% 67 17,59%
Lama usaha dari sebagian besar (71,13%) peternak ayam broiler rakyat mandiri kurang dari sama dengan 10 tahun (Tabel 4). Peternak perorangan dan yang bermitra sebagian besar kurang dari sama dengan 5 tahun, sedangkan yang berbentuk perusahaan berkisar 11-15 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk perusahaan lebih stabil usahanya (tidak mudah keluar masuk), sebaliknya peternak perorangan dan yang bermitra lebih fleksibel. Tabel 4
Lama berusaha berdasarkan jenis usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Bentuk Usaha Perusahaan Perorangan Mitra Total
Lama Usaha (tahun) ≤5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 15 (27,78%) 13 (24,07%) 18 (33,33%) 5 (9,26%) 8,24% 14,61% 24,66% 26,32% 83 (50,92%) 40 (24,54%) 21 (12,88%) 5 (3,07%) 45,60% 44,94% 28,77% 26,32% 84 (51,22%) 36 (21,95%) 34 (20,73%) 9 (5,49%) 46,15% 40,45% 46,58% 47,37% 182 89 73 19 47,77% 23,36% 19,16% 4,99%
> 20 3 (5,56%) 16,67% 14 (8,59%) 77,78% 1 (0,61%) 5,56% 18 4,72%
Rataan periode produksi peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah 33,07 hari dengan periode terpanjang 60 hari dan terpendek 24 hari (Tabel 5). Sebagian besar periode produksi peternakan ayam broiler rakyat mandiri berkisar 31-35 hari (64,30%) (Tabel 6). Peternak lebih memilih untuk mempercepat periode produksi yang diindikasikan oleh persentase peternak yang beproduksi ≤30 hari lebih tinggi dari periode produksi ≥35 hari. Hal ini diduga didorong oleh preferensi
37 konsumen dan faktor inovasi, baik inovasi di bibit, pakan maupun teknologi pemeliharaan. Periode produksi terpendek lebih banyak dipilih oleh peternak perorangan, karena peternak perorangan tidak memiliki kepastian penjualan. Hal ini berbeda dengan peternak berbentuk perusahaan dan bermitra yang umumnya memiliki kontrak penjualan. Selain itu, periode lebih dipilih karena untuk mengurangi tingkat mortalitas ayam broiler. Tabel 5
Statistik periode produksi peternakan ayam broiler rakyat mandiri (hari)
Jenis Usaha Perusahaan Perorangan Mitra
Rata-rata 33,54 32,40 33,29
Standar Deviasi Nilai Maksimum Nilai Minimum 5,12 60 27 3,91 50 24 2,44 40 26
Rataan tingkat mortalitas peternak perorangan tertinggi, sedangkan bentuk perusahaan terendah, baik pada saat awal usaha maupun pada kondisi terakhir (Tabel 7). Walaupun tidak terlalu berbeda, namun angka rataan awal dan akhir menunjukkan turun atau naik. Namun demikian, rataan mortalitas ini masih diatas standar mortalitas 3,00% dan hanya peternak berbentuk perusahaan yang mortalitasnya dibawah 3,00%. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian dan pengawasan peternakan perorangan dan mitra relatif lebih longgar dibandingkan perusahaan. Tabel 6
Periode produksi usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Bentuk Usaha Perusahaan Perorangan Mitra Total
Tabel 7
≤ 30 15 (27,78%) 14,42% 62 (38,04%) 59,62% 27 (16,46%) 25,96% 104 27,30%
Periode Produksi 31- 35 36 - 40 33 (61,11%) 4 (7,41%) 13,47% 14,29% 85 (52,15%) 14 (8,59%) 34,69% 50,00% 127 (77,44%) 10 (6,10%) 51,84% 35,71% 245 28 64,30% 7,35%
> 40 2 (3,70%) 50,00% 2 (1,23%) 50,00% 0 (0,00%) 0,00% 4 1,05%
Statistik mortalitas usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra
Rataan 4,76% 5,44% 5,07%
Awal1) stdev Maks 0,02 18,00% 0,05 20,00% 0,01 33,00%
min 3,00% 3,10% 3,80%
Akhir2) Rataan stdev maks 4,76% 0,02 10,00% 5,53% 0,10 25,00% 5,15% 0,00 26,00%
min 2,00% 5,30% 5,00%
Keterangan: 1) pada saat memulai usaha, 2) pada saat penelitian
Feed Conversion Ratio (FCR) peternakan ayam broiler rakyat mandiri semakin baik, karena semua FCR mengalami penurunan dari 1,5 ke 1,4 (Tabel 8). Ini berarti bahwa kualitas pakan semakin baik dan atau strain DOC juga semakin berkualitas. Rataan FCR terendah adalah peternakan berbentuk perusahaan,
38 sedangkan yang tertinggi adalah peternakan perorangan. Hal ini mengindikasikan bahwa SOP pemberian pakan dan pemilihan DOC lebih diterapkan di peternakan berbentuk perusahaan dan mitra. Tabel 8
Statistik feed convertion ratio usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri
Awal Rataan stdev maks min Perusahaan 1,50 0,21 2,20 1,20 Perorangan 1,55 0,14 4,00 1,60 Mitra 1,54 0,00 2,56 1,60 Bentuk
Rataan
Akhir stdev maks min 1,44 0,13 2,20 1,20 1,49 0,37 3,50 1,38 1,46 0,11 3,00 1,45
Keterangan: 1) pada saat memulai usaha, 2) pada saat penelitian
Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal terhadap Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler Rakyat Mandiri Hasil analisis SEM terhadap model menunjukkan bahwa diantara variabel manifes dan laten ada yang memiliki error varian negatif, faktor loading dibawah 0,5 dan memiliki t-value lebih kecil dari 1,96. Artinya tidak semua variabel manifes dan variabel laten valid menjelaskan model (Gambar 8). Varibel-variabel manifes yang valid merefleksikan variabel laten adalah intensitas inovasi (IN1), intensitas penelitian (IN4), efisiensi produksi (DP6), mengendalikan biaya (DP7), budaya perusahaan (DS7), ancaman dari pendatang baru (DS13), mengambil risiko produksi (PR3), mengambil risiko dalam berinvestasi (PR4), pengetahuan produksi (TK3), sikap (TK7), lapangan pekerjaan (KP3), bantuan teknis (KP4), pertumbuhan skala usaha (PE01), dan tingkat pendapatan (PE02). Variabel laten yang valid adalah inovasi, risiko, tenaga kerja, dan kebijakan pemerintah, sedangkan daya saing tidak valid karena t-valuenya kurang dari 1,96 (Lampiran 3).
Gambar 8 Diagram path t-value model
39 Hasil estimasi pada model menunjukkan bahwa kriteria uji kecocokan model berkategori baik (good fit) (Tabel 9). Hasil uji reliabilitas terhadap model menyimpulkan bahwa reliabilitas konstruk (CR, construct realibility) dan ekstrak varian (VE, variance extracted) sebagian besar adalah baik (Tabel 10). Hal ini mengindikasikan bahwa model mampu menjelaskan hubungan-hubungan antar variabel. Tabel 9 Hasil uji kecocokan model Hasil uji
Tingkat Kecocokan
251,71 (200.64 ; 310.28)
Baik
1,01
Baik
Ukuran GOF (Goodness of Fit) Non-Centrality Parameter (NCP): kecil, lebih dekat nilai bawah 90 Percent Confidence Interval for NCP
Expected Cross-Validation Index (ECVI): lebih dekat dengan ECVI Saturated Model
Strd 0.48, Ind 18.34
Akaike Information Criterion (AIC): Lebih dekat dengan Saturated AIC
382,71 Strd 182.00, Ind 6967.40
Consistent AIC (CAIC)
580,42
Lebih dekat dengan Saturated CAIC
Strd 631.79, Ind 7031.66
Normed Fit Index (NFI): NFI ≥ 0,90 good fit
Non-Normed Fit Index (NNFI) NNFI ≥ 0,90 good fit
Comparative Fit Index (CFI). CFI CFI ≥ 0,90 good fit
Incremental Fit Index (IFI): IFI ≥ 0,90 good fit
Relative Fit Index (RFI): RFI ≥ 0,90 good fit
Root Mean Square Residual (RMR): RMR ≤ 0,05 good fit
Baik Baik
0,96
Baik
0,95
Baik
0,97
Baik
0,97
Baik
0,94
Baik
0,03
Baik
Tabel 10 Hasil uji reliabilitas model pengukuran
IN DP PR TK KP PE
(∑std Load)2
∑ej
2,50 2,86 2,99 1,80 3,06 2,19
0,74 0,58 0,50 1,10 0,46 0,91
Construct Reliability 0,77 ≥ 0,70 0,83 ≥ 0,70 0,86 ≥ 0,70 0,62 ≤ 0,70 0,87 ≥ 0,70 0,71 ≥ 0,70
∑(std Load)2
1,25 1,43 1,50 0,90 1,53 1,10
Variance Extracted 0,63 ≥ 0,50 0,71 ≥ 0,50 0,75 ≥ 0,50 0,45 ≥ 0,50 0,77 ≥ 0,50 0,55 ≥ 0,50
Kesimpulan Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik
40 Faktor Internal Individu Berdasarkan model yang baik (good fit) diatas diketahui bahwa faktor internal individu yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah inovasi (λ=0,20) dan risiko (λ=0,18) (Gambar 9). Inovasi dijelaskan oleh intensitas inovasi (faktor loading 0,77) dan intensitas penelitian (faktor loading 0,81), sedangkan risiko dijelaskan oleh keberanian mengambil risiko produksi (faktor loading 0,80) dan mengambil risiko dalam berinvestasi (faktor loading 0,93). Analisis secara lebih detail terhadap masingmasing faktor internal individu adalah sebagai berikut:
0,40 0,77 0,81
0,34 0,36
0,80
0,20
0,93 0,18
0,14
Gambar 9 Diagram path model faktor internal individu dan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri 1) Inovasi Dengan demikian, faktor internal individu peternak ayam broiler rakyat mandiri mempengaruhi aktivitas kewirausahaan. Ini berarti bahwa peternak ayam broiler bisa disebut juga sebagai wirausahawan atau entrepreneur. Aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler signifikan dipengaruhi oleh inovasi (t-value=2,48) yang terjadi di tingkat budidaya (on-farm), seperti pemilihan DOC, pemilihan dan pemberian pakan, pengaturan suhu, vaksinasi, sanitasi kandang, dan pengolahan limbah. Namun demikian, inovasi diluar budidaya (off-farm), seperti produksi DOC dan pakan, pengolahan, pemasaran, dan teknologi transportasi, juga diduga mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Semakin tinggi tingkat inovasi atau semakin banyak inovasi yang diterapkan oleh peternak di on-farm maupun offfarm cenderung aktivitas kewirausahaannya semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin inovatif peternak, semakin kuat pembentukan karakter wirausaha dalam dirinya, dan semakin tinggi aktivitas kewirausahaannya. Jika inovasi diartikan sebagai proses memperbaharui yang sudah ada atau menemukan sesuatu yang baru untuk memberikan nilai tambah, maka
41 peternak ayam broiler telah berinovasi sejak proses penyiapan kandang sampai proses pemanenan. Bahkan ada peternak yang memasarkan ayam hidupnya sendiri dan mengolah serta memasarkan dalam bentuk karkas ayam, sehingga inovasi terjadi tidak hanya di budidaya tetapi juga di pengolahan dan pemasaran. Hasil penelitian Hussain et al. (2011b) di Pakistan menemukan korelasi positif antara inovasi produk dan inovasi pemasaran dengan kewirausahaan. Salgado-Banda (2007) dan Okpara (2007) juga menyatakan bahwa inovasi memicu dan mendorong kewirausahaan di tingkat perusahaan. Peran kewirausahaan bergerak secara bertahap, mulai dari tahap faktor driven produksi, efisiensi, dan terakhir didorong oleh inovasi. Audretsch et al. (2008) menyimpulkan bahwa upaya inovasi memiliki efek tidak langsung pada kinerja ekonomi melalui kewirausahaan. Inovasi yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri relatif lebih kuat dibentuk oleh kontribusi intensitas penelitian dibandingkan intensitas inovasi itu sendiri. Hal ini karena faktor loading intensitas penelitian lebih tinggi dari faktor loading intensitas inovasi. Intensitas inovasi didekati dari intensitas peternak melakukan perubahan yang lebih baik, sedangkan intesitas penelitian didekati dari intensitas peternak menemukan hal-hal baru yang lebih baik. Oleh karena itu, kontribusi peternak ayam broiler dalam menemukan dan menggunakan strain DOC, pakan dan vaksin terbaru lebih kuat membentuk inovasi di peternakan ayam broiler daripada melakukan perubahan. 2) Risiko Faktor internal individu lain yang signifikan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan adalah risiko (t-value=5,14). Resiko adalah potensi kehilangan sesuatu yang bernilai atau ketidakpatian yang akan dihadapi, sedangkan risiko dalam faktor internal individu peternak diartikan sebagai keberanian peternak dalam mengambil risiko. Seorang wirausaha selain identik dengan inovator juga disebut sebagai pengambil risiko. Berdasarkan Gambar 9, semakin berani peternak mengambil risiko semakin kuat karakter wirausahanya, dan semakin meningkat aktivitas kewirausahaannya. Dengan demikian, peternak ayam broiler rakyat mandiri dapat disebut sebagai pengambil risiko (risk taker). Peternakan ayam broiler adalah usaha yang sangat berisiko, yang menyebabkan peternak mengalami kerugian bahkan kebangkrutan. Kerugian terjadi akibat inefisiensi pengelolaan, sedangkan kebangkrutan terjadi oleh serangan penyakit endemik yang mengakibatkan kematian massal, seperti flu burung. Dalam kondisi perekonomian dan kondisi alam yang sulit diprediksi, risiko di peternakan ayam broiler dapat bisa menimpa peternak tanpa bisa diantisipasi. Namun, peternak ayam broiler rakyat mandiri berani mengambil risiko tersebut, karena ada motif keuntungan yang ingin diraih peternak. Oleh karena itu, peternak melakukan pengedalian risiko dimulai sejak membangun kandang, pemilihan DOC, penggunaan pakan, keberadaan standard operational procedure (SOP) dan penerapan good farming practices (GFP). Meskipun demikian, peternak tidak selalu mendapatkan keuntungan pada setiap periode produksinya (rata-rata 33,07 hari). Ini berarti dalam satu tahun, peternak selalu
42 mendapatkan periode produksi yang merugi, tetapi peternak berani mengambil risiko tersebut. Sebagai pengambil risiko, peternak ayam broiler memiliki pengalaman bangkit dari keterpurukan akibat krisis ekonomi dan serangan wabah penyakit. Bahkan, pertumbuhan peternak diduga lebih cepat setelah melewati keterpurukan tersebut, karena peternak lebih cepat beradaptasi terhadap risiko kebangkrutan. Semakin tinggi risiko yang dihadapi peternak ayam broiler, semakin meningkat aktivitas kewirausahaannya. Penelitian Vereshchagina dan Hopenhayn (2009) menunjukkan bahwa wirausaha menanggung risiko besar dan menemukan bahwa wirausaha dengan modal kecil mengambil risiko lebih kuat. Dengan demikian, bantuan modal kepada peternak ayam broiler yang ditujukan untuk mengurangi risiko justru akan melemahkan aktivitas kewirausahaannya. Galbraith dan Stiles (2006) menyatakan bahwa wirausaha kecil dalam tekanan kuat justru lebih besar berkontribusi dalam pengembangan kewirausahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberanian mengambil risiko merupakan penggerak aktivitas kewirausahaan. Aktivitas kewirausahaan dengan produktivitas lebih tinggi terjadi karena wirausaha lebih bersedia menanggung risiko (Rampini 2003). Keberanian mengambil risiko berinvestasi berkontribusi lebih besar kepada keberanian peternak mengambil risiko dibandingkan keberanian mengambil risiko produksi, walaupun kontribusi keberanian mengambil risiko produksi juga besar. Hal ini karena faktor loading mengambil risiko dalam berinvestasi lebih besar (0,93) dari faktor loading risiko produksi (0,80). Keberanian peternak mengambil risiko produksi adalah keberanian peternak menerima potensi kehilangan peternak atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan keberanian peternak mengambil risiko dalam berinvestasi adalah keberanian peternak menerima potensi kehilangan semua aset usahanya. Kehilangan aset usaha peternakan merupakan risiko paling tinggi di peternakan ayam broiler. Namun, peternak berani mengambil risiko ini, sehingga mempertegas bahwa peternak ayam broiler sebagai pengambil risiko termasuk kedalama kategori pengambil risiko yang true uncertainty. Ini berarti, peternak ayam broiler lebih menyukai ketidakpastian yang sulit diperhitungkan atau tidak bisa diprediksi (Minniti 2005). Dengan demikian, berdasarkan kedua faktor internal individu diatas, peternak ayam broiler rakyat mandiri sangat relevan disebut sebagai wirausaha (entrepreneur). Kedua faktor internal individu ini juga secara nyata mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri, sehingga dengan menumbuhkan peternak ayam broiler baru akan berkontribusi dalam menumbuhkan wirausaha baru.
Faktor Internal Perusahaan Faktor internal perusahaan yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah daya produksi (λ=0,34) dan tenaga kerja (λ=0,16) (Gambar 10). Daya produksi dijelaskan oleh efisiensi produksi (faktor loading 0,88) dan mengendalikan biaya (faktor loading 0,81), sedangkan tenaga kerja dijelaskan oleh pengetahuan produksi (faktor loading 0,63) dan sikap
43 (faktor loading 0,71). Analisis secara lebih detail terhadap masing-masing faktor internal perusahaan adalah sebagai berikut:
0,23 0,88
0,35
0,81
0,61
0,63
0,34
0,16
0,71 0,47
Gambar 10 Diagram path model faktor internal perusahaan dan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri 1) Daya produksi Daya produksi merupakan faktor internal yang signifikan paling kuat mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri (t-valeu=3,34). Daya produksi diartikan sebagai seluruh proses menggabungkan berbagai input seperti DOC, pakan, vaksin, kandang, peralatan, dan lainnya untuk menghasilkan output seperti ayam hidup, karkas, hasil ikutan, dan limbah. Setiap input produksi memiliki koefisien teknis dan nilai yang mengindikasikan kuantitas dan kualitas output. Koefisien teknis yang paling dipertimbangkan peternak, karena paling menentukan dalam proses produksi peternakan ayam broiler adalah mortalitas dan feed conversion ratio (FCR). Oleh karena itu, semakin rendah mortalitas dan semakin sedikit pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam, maka semakin baik daya produksinya, dan semakin meningkat aktivitas kewirausahaannya. Dibandingkan faktor internal lainnya, daya produksi paling menentukan kinerja usaha peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Bahkan, pencapaian kedua koefisien teknis diatas dijadikan indikator keberhasilan peternak. Artinya, peternak yang berhasil menekan mortalitas dibawah 3 persen dan FCR dibawah 1,50 adalah peternak yang akan memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan oleh komponen biaya pakan yang berkisar 70-80 persen dari total biaya usaha peternakan ayam broiler. Dengan demikian, efisiensi teknis mempengaruhi efisiensi ekonomis dan meningkatkan kinerja usaha peternakan ayam broiler. Kinerja usaha peternakan yang semakin baik membuat usaha peternakan ayam broiler berkembang dengan mengalokasikan keuntungannya. Pengembangan usaha di on-farm ataupun ke off-farm ini yang meningkatkan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri.
44 Gambar 10 menunjukkan bahwa faktor loading efisiensi produksi lebih besar (0,88) dibandingkan faktor loading mengendalikan biaya (0,81). Ini berarti bahwa kontribusi efisiensi produksi relatif lebih besar daripada mengendalikan biaya terhadap daya produksi. Dengan kata lain, aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri dipengaruhi oleh daya produksi lebih karena faktor efisiensi produksi daripada pengendalian biaya produksi. Walaupun demikian, pengendalian biaya produksi dengan mengurangi biaya-biaya (cost reduction) melalui pengurangan penggunaan input juga berkontribusi besar pada daya produksi. Efisiensi produksi diindikasikan oleh tidak adanya pakan yang terbuang, tingkat kematian (mortalitas) yang rendah, dan panen tepat waktu. Pakan yang terbuang membuat FCR semakin tinggi dan biaya produksi akan naik serta berpotensi rugi. Mortalitas yang tinggi membuat penerimaan turun dan juga berpotensi rugi, sedangkan panen yang terlambat membutuhkan pakan lebih banyak dan biaya produksi akan naik serta penerimaan turun dan potensi rugi lebih besar. Oleh karena itu, efisiensi produksi merupakan syarat esensial dalam memperoleh keuntungan sekaligus meningkatkan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. 2) Tenaga kerja Faktor internal perusahaan lain yang signifikan mempengaruhi aktivitas peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah tenaga kerja (t-value=2,68). Tenaga kerja di peternakan ayam broiler rakyat mandiri sebagian besar adalah tenaga kandang. Tenaga kandang merupakan penentu dalam efisiensi produksi peternakan ayam broiler, karena seluruh proses produksi dikendalikan oleh tenaga kandang. Dengan kata lain, tenaga kandang yang produktif mendorong produktivitas usaha peternakan ayam broiler dan menyebakan aktivitas kewirausahaan meningkat. Sebagai faktor produksi utama, keterampilan tenaga kandang telah memenuhi syarat kecukupan dalam proses produksi, misalnya dalam pemberian pakan dan mengendalikan tingkat kematian ayam. Tenaga kandang yang berasal dari wilayah sekitar kandang (tenaga kerja lokal) merupakan kekuatan bagi usaha peternakan ayam broiler, karena dapat meminimalkan permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar kandang. Namun, tenaga kerja lokal yang sering dianggap tidak memenuhi syarat keterampilan minimum, ternyata tidak terjadi di peternakan ayam broiler. Hal ini karena menurut Kesler dan Hout (2009), tenaga kerja kurang terampil secara signifikan tidak berkontribusi pada aktivitas kewirausahaan, sedangkan tenaga kerja peternakan ayam broiler mempengaruhi aktivitas kewirausahaan. Selain itu, tenaga kerja di peternakan ayam broiler rakyat mandiri dijelaskan oleh pengetahuan terhadap produksi (loading faktor 0,63) dan sikap tenaga kerja (loading faktor 0,71). Ini berati bahwa kontribusi sikap lebih tinggi dibandingkan pengetahuan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa softskill lebih mencerminkan tenaga kerja di peternakan ayam broiler daripada hardskill. Dengan kata lain, tenaga kerja yang terampil tetapi tidak bisa berkerja sama atau tidak jujur atau bersikap negatif, membuat usaha peternakan ayam broiler merugi lebih besar dibandingkan sebaliknya.
45 Dengan demikian, masyarakat sekitar peternakan memiliki keunggulan dalam memasok tenaga kerja ke peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Hal ini karena tenaga kerja lokal mendapatkan tekanan kontrol sosial yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja dari luar wilayah peternakan. Kontrol masyarakat yang lebih kuat mendorong softskill tenaga kerja lokal lebih baik.
Faktor Eksternal Kebijakan pemerintah (λ=0,44) mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri (Gambar 11). Kebijakan pemerintah dijelaskan oleh kebijakan dalam penciptaan lapangan pekerjaan (faktor loading 0,87) dan kebijakan dalam bantuan teknis (faktor loading 0,88).
0,44
0,24 0,22
0,87 0,88
Gambar 11 Diagram path model faktor eksternal dan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri Gambar 11 menjelaskan bahwa diantara faktor yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler, kebijakan pemerintah yang relatif paling kuat pengaruhnya. Ini berarti bahwa peran pemerintah masih sangat dibutuhkan oleh peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Pemerintah berkesempatan mempromosikan kewirausahaan pada masyarakat bawah (pedesaan) melalui pengembangan kegiatan ekonomi produktif berskala kecilmenengah yang menyerap tenaga kerja. Promosi kewirausahaan di masyarakat bawah melalui pembangunan infrastruktur bisnis harus diikuti oleh kebjakan pembinaan dan pelatihan tenaga kerja pedesaan yang tidak terampil menjadi tenaga kerja semi terampil dan terampil. Dutz et al. (2000) menyatakan bahwa peranan pemerintah mencegah terjadinya monopoli usaha di masyarakat bawah menyebabkan produktivitas masyarakat meningkat. Dengan demikian, kebijakan
46 pemerintah dalam menumbuhkan peternakan ayam broiler skala rakyat, yang dimulai dari kebijakan pembatasan skala usaha ayam ras (Keppres No. 50 Tahun 1980), pembinaan usaha peternakan ayam broiler (Keppres No. 22/1990 sebagai pengganti Keppres No. 50 Tahun 1980), kemitraan (SK Menteri Pertanian No. 472/1996), dan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (Undang-undang No. 5 Tahun 1999) merupakan peran nyata pemerintah dalam meningkatkan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Menurut Hall dan Sobel (2006), kewirausahaan adalah katalis utama untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, sehingga pembuat kebijakan, baik pusat maupun daerah, harus mencurahkan sumberdayanya membina dan mengembangkan kewirausahaan. Oleh karena itu, kebijakan tentang GFP (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 424/Kpts/OT.210/7/2001), tentang pedoman penanggulangan flu burung (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005), tentang pedoman pemeliharaan unggas di pemukiman (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT. 140/10/2006), dan tentang pedoman penataan kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan (Menteri Pertanian Nomor 28/permentan/ot.140/5/2008) adalah kebijakan pemerintah yang menyebabkan lingkungan kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri semakin kuat. Bahkan, kebijakan makro seperti hak properti, pajak usaha yang rendah, dan peraturan berusaha yang lebih longgar menyebabkan lingkungan kewirausahaan yang kuat mendorong aktivitas kewirausahaan (Hall dan Sobel 2006). Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah kebijakan penciptaan lapangan pekerjaan dan kebijakan bantuan teknis dengan kontribusi yang besar (faktor loading masing-masing 0,87 dan 0,88). Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah selama ini telah mampu menumbuhkan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Dengan kata lain, peternakan ayam broiler rakyat mandiri yang tumbuh menarik sisi suplai tenaga kerja pedesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan, misalnya melalui program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) atau pengembangan usaha ekonomi desa (UED) atau pengembangan desa mandiri berbasis kawasan pedesaan (PDMBKP) diduga kuat memiliki kecenderungan mendorong peningkatan aktivitas kewirausahaan masyarakat pedesaan dan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Hal ini karena, produktivitas tenaga kerja yang meningkat, menarik sisi suplai produk-produk peternakan, termasuk produk-produk ayam broiler, sehingga aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler terpacu untuk memenuhi beragam kebutuhan masyarakat. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam bantuan teknis, misalnya melalui program sarjana membangun desa (SMD) atau penguatan kelembagaan petani (Kemitraan, Korporasi, Asosiasi) juga memiliki kecenderungan mendorong peningkatan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Kebijakan-kebijakan ini mampu meningkatkan skill peternak dan memperkuat kelembagaan usaha peternakan melalui proses transfer pengetahuan dan penguatan koordinasi dan posisi tawar peternak ayam broiler. Kinerja usaha peternakan yang semakin baik mendorong aktivitas kewirausahaan semakin meningkat. Hall dan Sobel (2008) menyatakan bahwa pemahaman pembuat kebijakan terhadap aktivitas kewirausahaan dapat diwujudkan melalui kebijakan yang
47 meningkatkan pertumbuhan bisnis. Kebijakan pemerintah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap aktivitas kewirausahaan peternakan broiler. Kebijakan pemerintah yang bisa meningkatkan kualitas kewirausahaan juga dikonfirmasi oleh Naude (2008), melalui program untuk meningkatkan kesadaran kewirausahaan sebagai pilihan pekerjaan. Acs dan Szerb (2007) menyimpulkan bahwa kebijakan daerah memainkan peran penting dalam mendorong pengangguran menjadi kewirausahaan yang memiliki manfaat sosial positif.
Pengaruh Aktivitas Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler terhadap Pertumbuhan Bisnis Hasil analisis SEM terhadap model menunjukkan bahwa variabel laten eksogen aktivitas kewirausahaan mempengaruhi variabel laten endogen pertumbuhan bisnis (Gambar 12). Koefisien korelasi antara aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan bisnis adalah 0,69 (t-value=11,49). Hal ini berarti bahwa aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri kuat mempengaruhi pertumbuhan bisnis. Dengan demikan, jika semakin tinggi aktivitas kewirausahaan mengindikasikan pertumbuhan ekonomi cenderung semakin tinggi. Ringkasan keseluruhan dari diagram path di atas, hasil analisis SEM dapat dilihat pada Tabel 11.
Gambar 12 Diagram path estimasi model hasil respesifikasi Tabel 11 menunjukkan aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri signifikan dipengaruhi oleh faktor internal individu (inovasi dan risiko), faktor internal perusahaan (daya produksi dan tenaga kerja), dan faktor eksternal (kebijakan pemerintah). Dengan kata lain, peternak ayam broiler memiliki jiwa wirausaha atau berkarakter wirausaha dan peternakan ayam broiler
48 dikelola berdasarkan prinsip-prinsip kewirausahaan, serta pemerintah berperan aktif dalam menumbuhkan kewirausahaan peternakan ayam broiler. Tabel 11 Ringkasan keseluruhan hasil estimasi model Path
Estimasi
t-value
Kesimpulan
Inovasi→Aktivitas Kewirausahaan
0,20
2,48
Signifikan
Risiko→Aktivitas Kewirausahaan
0,18
5,14
Signifikan
Daya Produksi→Aktivitas Kewirausahaan
0,34
3,34
Signifikan
Tenaga Kerja→Aktivitas Kewirausahaan
0,16
2,68
Signifikan
Kebijakan Pemerintah→Aktivitas Kewirausahaan
0,44
5,04
Signifikan
Aktivitas Kewirausahaan→Pertumbuhan Bisnis
0,69
11,49
Signifikan
Sebagai seorang wirausaha (entrepreneur) yang mengaplikasikan prinsipprinsip kewirausahaan dalam mengelola usaha peternakannya, peternak secara signifikan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan bisnis yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi, asumsi ceteris paribus. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan positif antara aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan bisnis. Ini berarti bahwa peternakan ayam broiler rakyat mandiri tumbuh karena didorong oleh modal kewirausahaan, yaitu modal kapital (entrepreneur) dan modal pengetahuan (entrepreneurship). Ferrante (2005) menyatakan bahwa modal kewirausahaan merupakan faktor utama perusahaan-perusahaan kecil berperan dalam ekonomi global. Wirausaha memiliki intuisi untuk mengalokasikan lebih banyak waktu pada kegiatan yang lebih produktif. Pada akhirnya, aktivitas kewirausahaan peternakan broiler memiliki kontribusi nyata terhadap pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan masyarakat yang keduanya berkontribusi pada aktivitas ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, tingginya pertumbuhan usaha peternakan ayam broiler diduga kuat mampu menjadi sumber pasokan wirausaha untuk Indonesia. High (2009) yang menguji teori penguatan kelembagaan menyimpulkan bahwa aktivitas kewirausahaan suatu negara dapat dijelaskan dari aktivitas kewirausahaan pada tingkat perusahaan. Ini berarti bahwa aktivitas kewirausahaan peternakan broiler juga dapat menjelaskan aktivitas kewirausahaan di Indonesia. Sebagai ilustrasi, kebijakan swasembada pangan yang secara tidak langsung telah memacu pertumbuhan peternakan ayam broiler, karena ayam broiler menghasilkan pangan protein hewani. Namun, pemerintah harus terus memberikan koridor dalam pengembangan peternakan ayam broiler rakyat lebih leluasa dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak dan penciptaan lapangan kerja sebagai cara meningkat aktivitas ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Aktivitas kewirausahaan yang meningkat akan mendorong pertumbuhan skala usaha peternakan ayam broiler dan tingkat pendapatan peternak, sehingga pertumbuhan bisnis sebagai indikasi pertumbuhan ekonomi semakin cepat. Dengan asumsi cateris paribus, usaha peternakan ayam broiler yang terus tumbuh dan kesejahteraan peternak terus meningkat, mendorong positif kapasitas
49 produksi suatu perekomian melalui peningkatan produktivitas sebagai indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi, baik wilayah maupun nasional. Dabkowski (2011) yang menguji dampak kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi menyimpulkan bahwa pertumbuhan usaha baru, wirausaha (entrepreneur), investasi dan produktivitas tenaga kerja sangat signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang didekati dari Total Factor Productivity (TFP) atau produktivitas akibat dari perubahan teknologi dan pengetahuan (human capital) atau disebut Solow residual. Dalam teori pertumbuhan ekonomi Solow, kewirausahaan adalah penghubung antara investasi pengetahuan baru dan pertumbuhan ekonomi. Kewirausahaan menyerap pengetahuan untuk memfasilitasi spillover pengetahuan dan pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan dan penumbuhan usaha-usaha baru (Audretsch 2007). Salah satu spillover pengetahuan di peternakan ayam broiler adalah inovasi. Inovasi dihasilkan oleh tindakan kreatif dan keinginan peternak untuk mengkombinasikan berbagai sumberdaya menjadi produk baru yang lebih dibutuhkan atau cara baru yang lebih efisien. Peternak tidak berhenti berinovasi karena selalu berada pada situasi berkompetisi, misalnya berkompetisi dalam biaya, harga, metode berproduksi, kualitas, pengadaan input, dan lainnya. Seorang wirausaha selalu merasa berada dalam situasi kompetitif, meskipun tidak memiliki kompetitor, sehingga dalam jangka panjang seorang wirausaha mirip berperilaku dengan pola persaingan sempurna (Schumpeter 2005). Dengan demikian, pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan bisnis pada tingkat mikro usaha peternakan ayam broiler diduga kuat mengindikasikan pengaruh aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat makro. Keragaan Aktivitas Kewirausahaan dan Pertumbuhan Bisnis Berdasarkan Bentuk Usaha Peternakan Keragaan aktivitas kewirausahaan yang dianalisis adalah faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri, sedangkan keragaan pertumbuhan bisnis adalah keragaan pertumbuhan skala usaha dan tingkat pendapatan. Analisis keragaan lebih rinci dijelaskan di bawah ini:
Faktor Internal Individu Indikator yang valid merefleksikan faktor internal individu inovasi adalah intensitas inovasi (IN1) dan intensitas penelitian (IN4). Indikator yang valid merefleksikan faktor internal individu risiko adalah mengambil risiko produksi (PR3) dan mengambil risiko dalam berinvestasi (PR4). Analisis secara lebih detail terhadap masing-masing indikator adalah sebagai berikut: 1) Intensitas inovasi Hasil analisis tabulasi silang indikator intensitas inovasi pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan bahwa peternakan ayam broiler rakyat mandiri berkecenderungan semakin sering
50 berinovasi, karena hanya 8,14 persen peternak yang intensitas inovasinya rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak cenderung melakukan perubahan secara periodik yang dimulai dari memilih DOC strain terbaru dan pakan jenis baru, memilih vaksin terbaru, teknologi pengelolaan dan sanitasi yang terbaru. Secara berkala memberikan vaksin yang terbaru untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Teknologi pengelolaan kandang, pemberian pakan, dan pemanenan secara terus-menerus diperbaharui. Selain itu, peternak berkecenderungan menggunakan strain DOC berbeda per siklus untuk memutus rantai hidup penyakit. Pencegahan terhadap kematian ayam broiler juga diantisipasi oleh peternak dengan lebih sering melakukan sanitasi lingkungan. Tabel 12 Rataan skor dan persentase sebaran skor intensitas inovasi berdasarkan bentuk usaha Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ responden
Rataan Skor
54 163 164 381
54,89 59,56 65,57 60,01
Intensitas Inovasi Rendah Sedang Tinggi 9,26 83,33 7,41 11,04 79,75 9,20 4,88 78,05 17,07 8,14 79,53 12,34
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Intensitas inovasi mengindikasikan bahwa peternak sangat terbuka terhadap inovasi dan cepat menerima inovasi. Hal ini dapat dilihat dari DOC dan pakan yang digunakan, yakni selalu mengutamakan DOC strain terbaru dan pakan jenis baru dicoba terlebih dahulu. Dalam memilih vaksin, teknologi pengelolaan, dan teknologi sanitasi yang terbaru menjadi pilihan peternak ketika memulai usaha ternaknya. Diantara tiga bentuk usaha, peternak mitra cenderung lebih inovatif jika dilihat dari intensitas inovasinya. Hal ini dapat dilihat dari persentase peternak dengan intensitas inovasi tinggi tiga kali lebih besar dibandingkankan dengan intensitas inovasi rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak mitra tidak lagi bersifat pasif dan bergantung pada perusahaan mitranya. Bahkan dapat diduga peternak mitra yang aktif memutuskan bermitra dengan perusahaan mitranya berdasarkan pengetahuan terhadap DOC, pakan, dan teknik pengelolaan yang paling efisien. Misalnya, peternak mitra memutuskan bermitra dengan perusahaan yang menyediakan DOC ayam broiler tipe besar, karena peternak mitra mendapatkan bagian (share) yang lebih besar yang berasal dari bonus mortalitas dan FCR. 2) Intensitas penelitian Hasil analisis tabulasi silang indikator intensitas penelitian pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa ada kecenderungan intensitas penelitian peternak ayam broiler secara keseluruhan semakin tinggi. Ini berarti bahwa peternak ayam broiler telah melakukan studi banding untuk memutakhirkan keterampilan dalam mengelola peternakannya. Studi banding merupakan cara termudah bagi peternak untuk belajar dari pengalaman peternak lain. Peternak juga tidak serta merta menggunakan vaksin baru walaupun sudah dinyatakan baik kualitasnya, tetapi juga melakukan
51 pengujian terhadap vaksin tersebut melalui uji coba pada ayam secara terbatas atau meminta laboratorium terdekat mengujinya. Selain itu, peternak melakukan pengamatan terhadap pakan hari per hari, baik jumlah pemberian maupun dampaknya pada bobot badan ayam. Untuk meningkatkan efisiensi, peternak terus-menerus belajar dan mempelajari hal-hal baru secara terencana, terutama dalam pengelolaan dan pemilihan DOC dan pakan. Oleh karena itu, peternak sangat terbuka terhadap hasil-hasil penelitian dan langsung menerapkan hasil-hasil penelitian tersebut. Misalnya, hasil-hasil penelitian tentang vaksin, obat-obatan, dan formulasi pakan. Tabel 13 Rataan skor dan persentase sebaran skor intensitas penelitian berdasarkan bentuk usaha Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ responden
Rataan Skor
54 163 164 381
66,11 71,13 79,18 72,14
Intensitas Penelitian Rendah Sedang Tinggi 16,67 72,22 11,11 15,34 65,64 19,02 1,83 64,02 34,15 9,71 65,88 24,41
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Peternak perorangan dan peternak mitra cenderung meningkat intesitas penelitiannya, namun peternak mitra jauh lebih tinggi peningkatan intensitas penelitiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak mitra memiliki keingintahuan relatif lebih tinggi terhadap inovasi dari hasil-hasil penelitian dibandingkan peternak perorangan dan perusahaan. 3) Mengambil risiko produksi Hasil analisis tabulasi silang indikator mengambil risiko produksi pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa peternak ayam broiler telah mampu mengatasi risiko produksi. Lebih dari 50 persen peternak yakin bahwa risiko produksi seperti kematian massal akibat wabah penyakit, masa panen yang melebihi standar waktu, konsumsi pakan tidak efisien, pertumbuhan bobot badan lambat, dan pemusnahan akibat penyakit zoonosis seperti flu burung tidak akan terjadi. Tabel 14 Rataan skor dan persentase sebaran skor mengambil risiko produksi berdasarkan bentuk usaha Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ Responden 54 163 164 381
Rataan Skor 52,31 42,94 38,90 44,72
Mengambil Risiko Produksi Rendah Sedang Tinggi 37,04 62,96 0,00 55,83 41,72 2,45 65,85 32,32 1,83 57,48 40,68 1,84
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Diantara tiga bentuk usaha, peternak perorangan cenderung lebih berani mengambil risiko produksi. Walaupun peternak perorangan menerima kerugian
52 akibat inefisiensi pakan dan lambatnya pertumbuhan bobot ayam, namun peternak perorangan tetap berusaha. Perilaku peternak mitra tidak berbeda dengan peternak perorangan, namun peternak mitra membagi kerugiannya dengan perusahaan mitranya. Peternak telah mengetahui risiko yang dihadapi bahwa ayam broiler sangat rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian massal, namun peternak berani mengambil risiko produksi ini. 4) Mengambil risiko dalam berinvestasi Hasil analisis tabulasi silang indikator mengambil risiko dalam berinvestasi pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 menunjukkan bahwa peternak ayam broiler tidak pernah mengalami risiko investasi. Peternak melakukan pemantauan secara ketat terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan risiko terjadi. Namun, nilai investasi yang semakin tinggi mendorong peternak untuk tetap berusaha, padahal investasinya dapat hilang setiap saat. Hal ini berarti bahwa peternak mau menerima risiko dan mampu mengelola risiko tersebut. Tabel juga menunjukkan bahwa peternak mitra cenderung paling aman dari hilangnya investasi. Hal ini karena sebagian dari risiko investasi ini diambil oleh perusahaan mitranya. Tabel 15
Rataan skor dan persentase sebaran skor mengambil risiko dalam berinvestasi berdasarkan bentuk usaha
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ Responden 54 163 164 381
Rataan Mengambil Resiko dalam Berinvestasi Skor Rendah Sedang Tinggi 54,72 42,59 57,41 0,00 50,61 55,83 44,17 0,00 46,86 67,07 32,93 0,00 50,73 58,79 41,21 0,00
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Faktor Internal Perusahaan Indikator yang valid merefleksikan faktor internal perusahaan daya produksi adalah efisiensi produksi (DP6) dan mengendalikan biaya (DP7), sedangka indikator yang valid merefleksikan faktor internal perusahaan tenaga kerja adalah pengetahuan produksi (TK3) dan sikap (TK7). Analisis secara lebih detail terhadap masing-masing indikator adalah sebagai berikut: 1) Efisiensi produksi Hasil analisis tabulasi silang indikator efisiensi produksi pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa produksi usaha peternakan ayam broiler secara keseluruhan cenderung semakin efisien. Efisiensi teknis diindikasikan oleh semakin sedikitnya pakan yang terbuang, tingkat kematian (mortalitas) yang dibawah standar, dan panen tepat waktu. Dengan demikian, peternak ayam broiler cenderung menerapkan standar pemeliharaan yang baku dengan melakukan jadwal usaha yang ketat untuk meningkatkan frekuensi siklus produk dalam satu tahun. Efisiensi produksi
53 merupakan syarat keharusan dalam peternakan ayam broiler untuk mendapatkan keuntungan. Peternak mitra merupakan peternak dengan kecenderungan produksi paling efisien. Hal ini karena peternak mitra mendapatkan bonus dari efisiensi, baik berupa bonus efisiensi pakan maunpun mortalitas. Tabel 16 Rataan skor dan persentase sebaran skor efisiensi produksi berdasarkan bentuk usaha Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ responden Rataan Skor 54 163 164 381
66,02 70,46 76,19 70,89
Efisiensi Produksi Rendah Sedang 22,22 61,11 18,40 57,67 9,15 59,15 14,96 58,79
Tinggi 16,67 23,93 31,71 26,25
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
2) Mengendalikan biaya Hasil analisis tabulasi silang indikator mengendalikan biaya pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 menunjukkan bahwa peternak ayam broiler secara keseluruhan cenderung tidak mengendalikan biaya dengan mengurangi biaya-biaya. Misalnya, dengan menggunakan pakan yang murah dan tidak menggunakan obat dan vaksin, bahkan juga tidak menggunakan tenaga kerja yang murah. Namun demikian, peternak juga cenderung tidak mengurangi biaya dalam mengelola limbahnya dan biaya kegiatan usaha lain yang segaris dengan peternakan ayam broiler. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya bagi peternakan ayam broiler tidak hanya biaya input seperti pakan, obat dan vaksin, tetapi juga biaya sosial dan lingkungan seperti pengelolaan limbah dan aktivitas sosial kemasyarakatan. Kedua jenis biaya ini harus dikendalikan, karena sangat menentukan keberhasilan peternakan ayam broiler secara keseluruhan. Biaya input bisa dikendalikan melalui manajemen pemeliharaan, sedangkan biaya sosial dan lingkungan melalui hubungan baik dengan masyarakat sekitar kandang. Tabel 17 Rataan skor dan persentase sebaran skor mengendalikan biaya berdasarkan bentuk usaha Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ responden
Rataan Skor
54 163 164 381
61,94 62,98 66,98 63,97
Mengendalikan Biaya Rendah Sedang Tinggi 18,52 72,22 9,26 21,47 73,01 5,52 10,37 78,66 10,98 16,27 75,33 8,40
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Diantara tiga bentuk usaha, peternak perorangan yang lebih menerapkan pengendalian biaya. Hal ini karena peternak perorangan harus selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya, sedangkan peternak mitra memiliki referensi dari perusahaan mitranya. Selain itu, peternak
54 perorangan cenderung terlibat langsung dalam merencanakan usaha. Misalnya dalam penjadwalan panen atau penentuan umur panen, penerapan teknologi produksi, lokasi kandang yang dekat pasar, dan menggunakan strain DOC yang disukai pasar. Kematangan dalam perencanaan usaha ini menyebabkan siklus usaha meningkat dengan biaya yang lebih rendah. 3) Pengetahuan produksi Hasil analisis tabulasi silang indikator pengetahuan produksi pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 menunjukkan bahwa tenaga kerja dipeternakan ayam broiler cenderung memiliki pengetahuan yang baik tentang produksi. Pengetahuan peternak tentang pakan dan DOC merupakan pengetahuan dasar bagi peternak. Tenaga kandang merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam produksi ayam broiler, sehingga perlu pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan kapasitasnya. Pelatihan tenaga kandang dilakukan secara terencana dan teratur. Ini berarti bahwa skill dari tenaga kandang terus menerus menyesuaikan teknologi produksi yang berkembang. Tabel 18
Rataan skor dan persentase sebaran skor pengetahuan produksi berdasarkan bentuk usaha
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ Responden Rataan Skor 54 163 164 381
52,04 56,10 59,51 55,88
Pengetahuan Produksi Rendah Sedang Tinggi 48,15 50,00 1,85 45,40 49,69 4,91 34,15 59,15 6,71 40,94 53,81 5,25
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Pengetahuan tenaga kerja terhadap jumlah pakan yang diberikan, jenis pakan, intensitas pemberian pakan, prinsip-prinsip higinitas dan standar pemeliharaan membentuk skill dasar tenaga kerja di peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Meskipun pemberian pakan tidak dibatasi (ad libitum), namun jumlah dan jenis pakan harus sesuai dengan umur ayam serta cara pemberiannya pun sesuai dengan standar operasional prosedur. Jika tidak maka efisiensi di pakan tidak terjadi dan peternak mengalami kerugian, karena proporsinya sekitar 70-80 persen. Pengetahuan produksi tenaga kerja di peternakan perusahaan dan perorangan cenderung lebih baik dibandingkan peternak mitra. Peternak perusahaan dan perorangan lebih didominasi oleh tenaga terampil. Hal ini mengindikasikan bahwa sudah ada proses rekrutmen tenaga kerja yang baik di peternakan ayam broiler. 4) Sikap Hasil analisis tabulasi silang indikator sikap pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 19. Sikap tenaga kerja mengindikasikan kapasitas tenaga kerja di peternakan ayam broiler. Proses produksi yang pendek dan ayam broiler yang sangat peka terhadap kondisi lingkungan, membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya memiliki skill yang baik, tetapi juga harus memiliki
55 sikap yang baik juga. Tabel 19 menunjukkan bahwa secara keseluruhan sikap tenaga kerja di peternakan ayam broiler cenderung sudah baik. Tenaga kerja di peternakan broiler memiliki tujuan yang jelas dan cenderung membuktikan keterampilannya. Selain peningkatan skill tenaga kerja, penguatan kepribadian yang dimulai dari sikap tenaga kerja memiliki dampak yang sama terhadap keberhasilan peternakan ayam broiler. Tabel 19 Rataan skor dan persentase sebaran skor sikap berdasarkan bentuk usaha Bentuk
∑ Responden
Rataan Skor
54 163 164 381
56,94 57,61 58,90 57,82
Perusahaan Perorangan Mitra Total
Rendah 27,78 26,38 22,56 24,93
Sikap Sedang 68,52 70,55 74,39 71,92
Tinggi 3,70 3,07 3,05 3,15
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Tabel 19 juga menunjukkan bahwa sikap tenaga kerja di semua bentuk usaha peternakan tidak berbeda pada setiap kelas skor tidak berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa bekerja di peternakan ayam broiler tidak karena terpaksa dan kenal baik dengan tenaga kerja lainnya, tetapi karena menyukai dan memiliki keahlian memelihara ayam broiler.
Faktor Ekternal Indikator yang valid merefleksikan faktor eksternal kebijakan pemerintah adalah lapangan pekerjaan (KP3) dan bantuan teknis (KP4). Analisis secara lebih detail terhadap masing-masing indikator adalah sebagai berikut: 1) Lapangan pekerjaan Hasil analisis tabulasi silang indikator lapangan pekerjaan pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan telah memberikan iklim yang kondusif bagi peternakan ayam broiler. Dukungan pemerintah tidak hanya dalam penyediaan tenaga kerja, tetapi juga dalam mengembangkan usaha dan faktor produksi lainnya. Ini berarti bahwa program pemerintah dalam mengurangi pengangguran sejalan dengan penyerapan tenaga kerja oleh peternakan ayam broiler. Peternak mitra cenderung lebih aktif dalam pengembangan lapangan pekerjaan dibandingkan peternak perorangan dan perusahaan. Hal ini karena peternak mitra lebih berpeluang dan memiliki lebih banyak waktu dan sumberdaya untuk mengembangkan usaha diluar budidaya peternakan ayam broiler, bahkan diluar peternakan ayam broiler.
56 Tabel 20 Rataan skor dan persentase sebaran skor lapangan pekerjaan berdasarkan bentuk usaha Bentuk
∑ Responden
Rataan Skor
54 163 164 381
66,67 68,87 76,33 70,58
Perusahaan Perorangan Mitra Total
Lapangan Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi 18,52 72,22 9,26 14,11 73,62 12,27 4,27 68,90 26,83 10,50 71,39 18,11
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
2) Bantuan teknis Hasil analisis tabulasi silang indikator bantuan teknis pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 menunjukkan bahwa secara keseluruhan peternak ayam broiler cenderung merespon positif kebijakan pemerintah berkaikan dengan teknis usaha peternakan ayam broiler. Misalnya dalam program penyuluhan kesehatan lingkungan, perijinan dan administrasi usaha, peningkatan kapasitas tenaga kerja pedesaan, pengelolaan limbah peternakan, dan standarisasi produk. Tabel 21
Rataan skor dan persentase sebaran skor bantuan teknis berdasarkan bentuk usaha
Bentuk
∑ Responden
Rataan Skor
54 163 164 381
67,13 72,52 76,19 71,94
Perusahaan Perorangan Mitra Total
Bantuan Teknis Rendah Sedang 16,67 75,93 12,27 71,78 9,15 68,90 11,55 71,13
Tinggi 7,41 15,95 21,95 17,32
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Bantuan teknis dalam memberikan kemudahan perijinan dan administrasi usaha serta standarisasi produk membantu peternak mengembangkan usahanya. Program lain dari pemerintah yang berdampak positif adalah penyuluhan dan pengelolaan limbah peternakan. Indikasi bantuan teknis yang sangat positif bagi peternakan ayam broiler adalah program pemerintah dalam meningkatkan kapasitas tenaga kerja pedesaan. Hal ini karena semua lokasi kandang peternakan ayam broiler rakyat mandiri berada di pedesaan. Peternak mitra dan perorangan adalah peternak yang lebih mendapat manfaat positif dari kebijakan pemerintah ini. Hal ini sesuai dengan visi pemerintah baik pusat maupun daerah, dalam memenuhi kebutuhan daging masyarakat dan mengembangkan ekonomi masyarakat.
Pertumbuhan Bisnis Indikator yang valid merefleksikan pertumbuhan bisnis adalah pertumbuhan skala usaha (PE01), dan tingkat pendapatan (PE02). Analisis secara
57 lebih detail terhadap masing-masing indikator pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan skala usaha Hasil analisis tabulasi silang indikator pertumbuhan skala usaha pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 menunjukkan bahwa pertumbuhan skala usaha peternakan ayam broiler cenderung meningkat. Indikasi pertumbuhan skala usaha paling tinggi adalah pada peternakan mitra. Pertumbuhan usaha dilihat dari pertumbuhan produksi, pertumbuhan omzet, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan skala. Hal ini karena peternak mitra cenderung lebih efisien dalam mengelola usahanya. Tabel 22 Rataan skor dan persentase sebaran skor pertumbuhan usaha berdasarkan bentuk usaha ∑ Responden
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
54 163 164 381
Rataan Skor 69,33 74,00 77,02 73,45
Pertumbuhan Usaha Rendah Sedang Tinggi 14,81 68,52 16,67 13,50 49,08 37,42 3,66 56,71 39,63 9,45 55,12 35,43
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
2) Tingkat pendapatan Hasil analisis tabulasi silang indikator tingkat pendapatan pada setiap bentuk usaha disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan peternakan ayam broiler cenderung meningkat, namun tidak sebanyak yang mengalami pertumbuhan usaha. Tingkat pendapatan dilihat dari keuntungan usaha, nilai pajak yang dibayar, alokasi anggaran untuk rekreasi keluarga, beban hutang, dan penuhan kebutuhan hidup. Peternak mitra cenderung tingkat pendapatanya lebih tinggi dibandingkan peternak perorangan dan perusahaan. Hal ini berarti pengembangan peternak mitra menjadi alternatif terbaik pada masa yang akan datang. Tabel 23
Rataan skor dan persentase sebaran skor tingkat pendapatan berdasarkan bentuk usaha
Bentuk Perusahaan Perorangan Mitra Total
∑ Responden
Rataan Skor
54 163 164 381
64,54 67,85 72,01 68,13
Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi 16,67 81,48 1,85 12,27 76,69 11,04 4,27 84,15 11,59 9,45 80,58 9,97
Keterangan: Rendah <46,67; Sedang 46,67-73,33; Tinggi >73,33; min 20,00; maks 100
Ringkasan hasil analisis keragaan indikator faktor internal dan eksternal aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tiga bentuk usaha, perusahaan, perorangan dan mitra dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel ini menunjukkan bahwa peternak mitra unggul di semua indikator. Dengan kata lain,
58 aktivitas kewirausahaan peternak mitra relatif lebih tinggi dibandingkan bentuk usaha perorangan dan perusahaan dan kinerja usahanya juga relatif lebih baik. Tabel 24
Persentase sebaran skor sedang ke tinggi faktor internal dan eksternal aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan bisnis berdasarkan bentuk usaha
Indikator Faktor Internal dan Eksternal Inovasi Risiko Daya Produksi Tenaga Kerja Kebijakan Pemerintah Pertumbuhan Bisnis Pertumbuhan Skala Usaha Tingkat Pendapatan
Perusahaan 70,19 87,04 39,81 79,63 62,04 82,41 84,26 85,19 83,33
Perorangan 74,72 86,81 55,83 80,06 64,11 86,81 84,26 86,50 87,73
Mitra 83,66 96,65 66,46 90,24 71,65 93,29 84,26 96,34 95,73
Kemitraan adalah salah satu upaya pemerintah untuk mendorong usaha peternakan ayam broiler rakyat. Pada kemitraan terjadi simbiosis mutualistis antara perusahaan peternakan ayam broiler skala besar dengan peternakan rakyat. Kemitraan dalam menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi peternakan ayam broiler rakyat. Ini berarti bahwa kemitraan memberikan kemudahan bagi peternak ayam broiler rakyat mendapatkan fasilitas pendukung usaha ayam broiler. Tabel 24 menunjukkan bahwa peternak mitra memiliki keunggulan komparatif diduga karena terjadi transfer pengetahuan dan teknologi dari perusahaan mitra ke peternak mitra. Transfer pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan pembinaan dan asistensi perusahaan mitra memacu peternak mitra lebih kreatif dan inovatif. Peternak mitra memiliki waktu dan peluang lebih baik dalam mencapai target efisiensi teknis produksi untuk memaksimalkan share dari kemitraannya. Perusahaan besar berperan penting dalam proses pelatihan dan pengembangan wirausaha baru untuk meningkatkan pengetahuan dan mempercepat proses belajar masyarakat (Dahlstrand, 2007). Selain itu, adanya jaminan pasar dan pembagian risiko dengan perusahaan mitra memberikan waktu lebih banyak bagi peternak untuk mengembangkan ideide perbaikan kinerja usaha peternakannya. Indarsih et al. (2010) menunjukkan bahwa kontrak produksi (kemitraan) ayam broiler dipilih peternak karena adanya pembagian risiko (27,6%) dan jaminan pemasaran (23,3%). Pengambilalihan sebagian atau seluruh risiko oleh perusahaan mitra membuat peternak mitra lebih fokus pada pengelolaan dan pengembangan produksi. Jaminan pasar membuat peternak mitra berproduksi sesuai jadwal yang direncanakan, terutama ketepatan dalam jadwal panen. Oleh karena itu, bentuk kemitraan lebih memberikan jaminan keuntungan bagi peternak.
59
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan estimasi model yang telah baik (good fit) dapat disimpulkan bahwa: 1) Faktor internal individu yang signifikan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah inovasi (λ=0,20; t-value=2,48) dan keberanian mengambil risiko (λ=0,18; t-value=5,14). 2) Faktor internal perusahaan yang signifikan mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah daya produksi (λ=0,34; t-value=3,34) dan tenaga kerja (λ=0,16; t-value=2,68). 3) Faktor eksternal yang signifikat mempengaruhi aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri adalah kebijakan pemerintah (λ=0,44; t-value=5,04). 4) Aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri signifikan mempengaruhi pertumbuhan bisnis yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi (β=0,69; t-value=11,49). Dengan demikian, aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri paling kuat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, daya produksi dan inovasi. Kontribusi kebijakan pemerintah dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan bantuan teknis peternakan, efisiensi produksi dan intensitas penelitian relatif lebih besar dalam membentuk aktivitas kewirausahaan peternakan ayam broiler rakyat mandiri. Berdasarkan analisis tabulasi silang terhadap keragaan aktivitas kewirausahaan dan pertumbuhan ekonomi dapat disimpulkan bahwa peternak mitra memiliki aktivitas kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan peternak perorangan dan perusahaan.
Saran Hasil penelitian ini memberikan implikasi kebijakan bagi pemerintah dimasa yang akan datang dalam hal: 1) Pemerintah dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penumbuhan bisnis peternakan dan peternak ayam broiler dengan mengeluarkan alternatif kebijakan yang mendorong tumbuhnya pencipta inovasi (innovator) dan memperbanyak para pengambil risiko (risk taker). Penumbuhan inovator melalui alokasi anggaran pendidikan dan penelitian kewirausahaan, memfasilitasi start-up bisnis bagi tenaga kerja trampil, dan mendistribusikan tenaga terdidik dan terlatih (inovator muda). Memperbanyak pengambil risiko melalui pengembangan pusat “try-out” bisnis, menumbuhkan iklim “business link”, mengembangkan budaya “risk-taking”, membuat program “soft skill training on risk-taking” dan mengembangkan “small business” atau “family business”.
60 2) Kebijakan kemitraan merupakan merupakan alternatif terbaik dalam menumbuhkembangkan peternakan ayam broiler rakyat mandiri, sehingga pemerintah dapat memfasilitasi tumbuhnya aktivitas ekonomi di masyarakat pedesaan sekaligus meningkatkan produktivitasnya. Penelitian ini memiliki keterbatasan pada ruang lingkupnya, pertumbuhan ekonomi hanya diindikasikan oleh pertumbuhan bisnis peternakan dan tidak dapat digeneralisasi untuk sektor pertanian lainnya. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lain tentang kewirausahaan peternakan broiler dan pertumbuhan ekonomi di tingkat makro. Namun demikian, belajar dari aktivitas kewirausahaan peternakan ayam boriler rakyat mandiri, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penumbuhan jumlah wirausaha di peternakan ayam broiler pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA Acs ZJ, Szerb L. 2010. The global entrepreneurship and development index (GEDI). Journal of Economic Literature. JEL-Codes: L2, O1, O3. Acs ZJ, Szerb L. 2007. Entrepreneurship, economic growth and public policy. Small Business Economics 28:109–122.doi: 10.1007/s11187-006-9012-3. Ahmad N, Seymour RG. 2008. Defining entrepreneurial activity: definitions supporting frameworks for data collection. OECD Statistics Working Papers 2008(1):1-19.doi: 10.1787/243164686763. Andersson M, Karlsson C. 2006. Regional innovation systems in small and medium-sized regions. Di dalam: Johansson BC, Karlsson, Stough RR, editor. The Emerging Digital Economy; Entrepreneurship, Clusters and Policy. Berlin (DE): Springer, hlm 55–81. Audretsch DB. 2007. Entrepreneurship capital and economic growth. Oxford Review of Economic Policy 23(1):63–78.doi: 10.1093/icb/grm001. Audretsch DB. 1995. Innovation and Industry Evolution. Cambridge (GB): MIT Press. Audretsch DB, Keilbach M. 2008. Resolving the knowledge paradox: knowledgespillover entrepreneurship and economic growth. Research Policy 37:16971705.doi:10.1016/j.respol.2008.08.008. Audretsch DB, Keilbach M. 2005. Entrepreneurship capital - determinants and impact. Journal of Economic Literature. JEL-Codes: M13, O32, O47. Audretsch DB, Thurik R. 2001. Linking entrepreneurship to growth. OECD Science, Technology and Industry Working Papers 2001(2):1-34.doi: 10.1787/736170038056. Audretsch DB, Bönte W, Keilbach M. 2008. Entrepreneurship capital and its impact on knowledge diffusion and economic performance. Journal of Business Venturing 23:687–698.doi: 10.1016/j.jbusvent.2008.01.006. Audretsch DB, Klepper S. 2000. Innovation, Evolution Of Industry And Economic Growth. Indiana (US): Institute for Development Strategies, Ameritech Foundation.
61 Backman J. 1983. Entrepreneurship and the Outlook for America. London (GB): The Three Press. Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta (ID): Katalog BPS 1101001, Statistik Indonesia. Basu A, Goswami A. 1999. Derminants of South Asian entrepreneurial growth in Britain: a multivariate analysis. Small Business Economics 13(1):57-70. Bosma N, Wennekers S, Amorós JE. 2011. Extended Report: Entrepreneurs and Entrepreneurial Employees Across the Globe. London (GB): Global Entrepreneurship Research Association. Brock W, Evans D. 1989. Small business economics. Small Business Economics 1(1):7-20. Bygrave WD, Zacharakis A. 2010. The Portable MBA in Entrepreneurship: Fourth Edition. New Jersey (US): John Willey & Sons Inc. Caliendo M, Fossen FM, Kritikos AS. 2006. Risk attitudes of nascent entrepreneurs - new evidence from an experimentally-validated survey. Journal of Economic Literature. JEL-Codes: D81, J23, M13. Carree MA, Thurik R. 2003. The impact of entrepreneurship on economic growth. Di dalam: Audretsch DB, Acs ZJ, editor. International Handbook of Entrepreneurship Research. Boston (GB): Kluwer Academic Publishers. Cipolla CM. 1993. Before the Industrial Revolution: European Society and Economy 3rd ed. London (GB): Taylor & Francis Group Publisher. Cohen WM, Levinthal DA. 1989. Innovation and learning: the two faces of R & D. The Economic Journal 99(397):569-596. Dabkowski AP. 2011. Entrepreneurship and economic growth: an investigation into the relationship between entrepreneurship and total factor productivity growth in the EU. CASE Network Studies & Analyses 427:5-41 Dahlstrand AL. 2007. Technology-based entrepreneurship and regional development: the case of Sweden. European Business Review 19(5):373386.doi: 10.1108/09555340710818969. Davidsson P. 2003. The domain of entrepreneurship research: some suggestions. Di dalam: Katz J, Shepherd S, editor. Advances in Entrepreneurship, Firm Emergence and Growth 6:315-372. Dejardin M. 2000. Entrepreneurship and economic growth: an obvious conjunction? Journal of Economic Literature. JEL-Codes: O12, J23. Dinopoulos E, Sener F. 2007. New directions in schumpeterian growth theory. Journal of Economic Literature. JEL-Codes: FL 32611. Drozdiak W. 2001 February 18. Old world, new economy: technology, entrepreneurship are transforming Europe. Washington Post hlm1. Dutz MA, Ordover JA, and Willig RD. 2000. Competition policy and development entrepreneurship, access policy, and economic development: Lessons from industrial organization. European Economic Review 44:739-747.pii: S0014-2921(00)00030-1. Fagerberg J. 2005. Innovation: a guide to the Literature. Di dalam: Fagerberg J, Mowery DC, Nelson RR, editor. The Oxford Handbook of Innovation. Oxford (GB): Oxford University Press. Ferrante F. 2005. Revealing entrepreneurial talent. Small business economics 25:159-174.doi: 10.1007/s11187-003-6448-6.
62 Formaini RL. 2001. The engine of capitalist process: entrepreneurs in economic theory. Economic And Financial Review Fourth Quarter. Dallas (US): The Research Department of the Federal Reserve Bank of Dallas. Galbraith CS, Stiles CH. 2006. Disasters and entrepreneurship: a short review. International Research In The Business Disciplines 5:147-166. García-Peñalosa C, Wen JF. 2008. Redistribution and entrepreneurship with Schumpeterian growth. Journal of Economic Growth 13:57–80.doi: 10.1007/s10887-008-9027-5. Glaeser EL, Rosenthal SS, Strange WC. 2010. Urban economics and entrepreneurship. Journal of Urban Economics 67:1-14.doi: 10.1016/j.jue. 2009.10.005. Goethner M, Obschonka M, Silbereisen RK, Cantner U. 2012. Scientists’ transition to academic entrepreneurship: Economic and psychological determinants. Journal of Economic Psychology 33:628-641.doi: 10.1016/j.joep.2011.12.002. Gries T, Naudé W. 2008. Entrepreneurship and structural economic transformation. Research Paper 2008(62). JEL-Codes: M13, L26, O10, O14 Hall JC, Sobel RS. 2008. Institutions, entrepreneurship, and regional differences in economic growth. Southern Journal of Entrepreneurship 1(1):70-96. Hall JC, Sobel RS. 2006. Public Policy and Entrepreneurship. Kansas (US): The Center for Applied Economics, The University of Kansas. High J. 2009. Entrepreneurship and economic growth: the theory of emergent institutions. The Quarterly Journal Of Austrian Economics 12(3):3-36. Henderson J. 2002. Building the rural economy with high-growth entrepreneurs. Economic Review Third Quarter 87(3):45-70. Hussain MF, Sultan J, Ilyas S. 2011a. Entrepreneurship and economic growth. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business 2(12):745751. Hussain MF, Asif M, Ahmad N, Bilal RM. 2011b. Impact of innovation, technology and economic growth on entrepreneurship. American International Journal of Contemporary Research 1(1):45-51. Indarsih B, Tamsil MH, Nugroho MP. 2010. A study of contract broiler production in Lombok, NTB: an opportunity of introducing syariah partnership. Media Peternakan Journal of Animal Science and Technology, 33(2):124-130. Kahneman D, Tversky A. 1979. Prospect theory: an analysis of decision under risk. Econometrica 47(2):263-291. Kesler C, Hout M. 2009. Entrepreneurship and immigrant wages in US labor markets: a multi-level approach. Social Science Research xxx(xxx–xxx):115.doi: 10.1016/j.ssresearch.2009.07.007. Kirzner IM. 1973. Competition and Entrepreneurship. Chicago (US): University of Chicago Press. Kreft SF, Sobel RS. 2005. Public policy, entrepreneurship, and economic freedom. Cato Journal 25(3):595-616. Landström H, Harirchic G, Åströmd F. 2012. Entrepreneurship: exploring the knowledge base. Research Policy 41:1154-1181.doi: 10.1016/j.respol. 2012.03.009.
63 Landstrom H. 2008. Entrepreneurship research a missing link in our understanding of the knowledge economy. Journal of Intellectual Capital 9(2):301322.doi: 10.1108/14691930810870355. Lazonick W. 1991. Business Organization and the Myth of the Market Economy. Cambridge (GB): Cambridge University Press. Leeson PT, Boettke PJ. 2009. Two-tiered entrepreneurship and economic development. International Review of Law and Economics 29(3):252259.doi: 10.1016/j.irle.2009.02.005. Lucas RE. 1998. On the mechanics of economic development. Journal of Monetery Economic 22:3-42. Markusen JR, Rutherford TF. 2002. Developing Domestic Entrepreneurship and Growth through Imported Expertise. Colorado (US): Department of Economics, University of Colorado. Minniti M. 2005. Entrepreneurship and network externalities. Journal of Economic Behavior & Organization 57:1–27.doi: 10.1016/j.jebo.2004. 10.002. Musai M, Fakhr SG, Abhari MF, 2011. The effects of entrepreneurship & innovation on economic growth. American Journal of Scientific Research 20:114-121. Mueller P. 2007. Exploiting entrepreneurial opportunities: the impact of entrepreneurship on growth. Small Business Economics 28:355–362.doi: 10.1007/s11187-006-9035-9. Naude W. 2011. Entrepreneurship is not a binding constraint on growth and development in the poorest countries. World Development 39(1):33-44.doi: 10.1016/j.worlddev.2010.05.005. Naude W. 2008. Entrepreneurship in economic development. Research Paper 2008(20):1-45. JEL-Codes: M13, O10, O17, O40. Okpara FO. 2007. The value of creativity and innovation in entrepreneurship; university of Gondar, Ethiopia. Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability III(2):1-14. Pambudy R. 2010. Membangun entrepreneur agribisnis yang berdayasaing. Di dalam: Baga LM, Fariyanti A, Jahroh S, editor. Orange Book 2: Kewirausahaan dan Dayasaing Agribisnis. Bogor (ID): FEM IPB, PT Penerbit IPB Press. Petrakis PE. 2005. Growth, entrepreneurship, structural change, time and risk. Journal of American Academy of Business, Cambridge 7(1):243-250. Plummer P, Taylor M. 2004. Entrepreneurship and human capital: distilling models of local economic growth to inform policy. Journal of Small Business and Enterprise Development 11(4):427-439.doi: 10.1108/ 14626000410567071. Porter ME. 1979. How competitive forces shape strategy. Havard Bussines Review 3/4(1979):1-10. Rampini AA. 2003. Entrepreneurial activity, risk, and the business cycle. Journal of Economic Literature. JEL-Codes: D82; E32; E44; G39. Richards ST, Bulkley SL. 2007. Agricultural entrepreneurs: the first and the forgotten? Entrepreneur Series 4/26/2007:1-34.
64 Romer PM. 2001. Should the government subsidize supply or demand in the market for scientists and engineers? Di dalam: Jaffe AB, Lerner J, Stern S, editor. Innovation Policy and the Economy 1:221-252. Romer PM. 1986. Increasing returns and long run growth. Journal of Political Economy 94:1002–1037. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations 5th ed. New York (US): The Free Press. Salgado-Banda H. 2007. Entrepreneurship and economic growth: an empirical analysis. Journal of Developmental Entrepreneurship 12(1):3-29. Schmitz JA. 1989. Imitation, entrepreneurship, and long-run growth. Journal of Political Economy 97:721–739. Schumpeter JA. 2005. Development. Journal of Economic Literature 43(1):108120.doi: 10.1257/0022051053737825. Schumpeter JA. 2003. Capitalism, Socialism and Democracy 6th ed. New York (US): Taylor & Francis e-Library. SEBPC. 2008. Enterprise and Economic Growth: Industry and Policy. Scotland (GB): Scottish Enterprise. Sobel RS. 2008. Testing Baumol: Institutional quality and the productivity of entrepreneurship. Journal of Business Venturing 23:641–655.doi: 10.1016/ j.jbusvent.2008.01.004 Solow RM. 1956. A contribution to the theory of economic growth. Quarterly Journal of Economics 70:65–94. Stam E, Suddle K, Hessels SJA, Stel AV. 2007. High growth entrepreneurs, public policies and economic growth. Jena Economic Research Paper 2007(019):1-27. Tanas JK, Saee J. 2007. Entrepreneurial cognition and its linkage to social capital. Journal of American Academy of Business, Cambridge 11(1):179-190. Thurik R, Wennekers S. 2004. Entrepreneurship, small business and economic growth. Journal of Small Business and Enterprise Development 11(1):140149.doi: 10.1108/14626000410519173. Vereshchagina G, Hopenhayn HA. 2009. Risk taking by entrepreneurs. American Economic Review 99(5):1808-1830.doi: 10.1257/aer.99.5.1808. Vakola M. 2000. Exploring the relationship between the use of evaluation in business process re-engineering and organizational learning and innovation. Journal of Management Development, 19(10):812-835.doi: 10.1108/ 02621710010379164 Wennekers S, Thurik R. 1999. Linking enterpreneurship and economic growth. Small Business Economics 13(1):27-55. Williamson OE. 1975. Markets and Hierarchies: Analysis and Antitrust Implications. New York (US): Free Press. Witt U. 2002. How evolutionary is schumpeter’s theory of economic development? Industry and Innovation 9(1/2):7-22.doi: 10.1080/13662710220123590. Wong PK, Ho Y, Autio E. 2005. Entrepreneurship, innovation and economic growth: evidence from GEM data. Small Business Economics 24(3):335350.doi: 10.1007/s11187-005-2000-1. Yang K. 2007. Entrepreneurship in China. England (GB): Ashgate Publishing Limited.
65
LAMPIRAN Lampiran 1 Populasi ayam broiler jawa barat berdasarkan kabupaten/kota, 2010 Kabupaten 01. Bogor 02. Sukabumi 03. Cianjur 04. Bandung 05. G a r u t 06. Tasikmalaya 07. C i a m i s 08. Kuningan 09. Cirebon 10. Majalengka 11. Sumedang 12. Indramayu 13. Subang 14. Purwakarta 15. Karawang 16. B e k a s i 17. Bandung Barat Kota 18. B o g o r 19. Sukabumi 20. Bandung 21. Cirebon 22. Bekasi 24. Cimahi 26. Banjar Jawa Barat 2009 2008 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2010)
ekor 15 771 780 6 164 511 5 565 825 4 089 900 531 005 5 221 400 13 855 287 2 185 515 795 641 1 331 378 1 713 874 2 146 740 6 589 270 1 914 532 6 118 393 2 142 744 3 422 142 165 000 559 244 96 913 11 958 889 530 85 437 202 607 82 969 026 73 088 485 69 562 266
66 Lampiran 2 Kuesioner penelitian I. Identitas Responden 01. KODE RESPONDEN 02. BENTUK USAHA
Perusahaan
Perorangan
Mitra
03. TAHUN MULAI USAHA 04. KAPASITAS POPULASI
ekor
05. POPULASI AWAL (aw)
ekor
06
POPULASI SAAT INI (ak)
ekor
JUMLAH PRODUKSI (aw)
ek/panen
JUMLAH PRODUKSI (ak)
ek/panen
07. PERIODE PRODUKSI
hari
08. STRAIN DOC 09. TINGKAT KEMATIAN (aw)
persen
TINGKAT KEMATIAN (ak)
persen
10. FEED CONSUMPTION RATIO (aw) FEED CONSUMPTION RATIO (ak)
11. JUMLAH KANDANG (aw)
buah
JUMLAH KANDANG (ak)
buah
12. JUMLAH STAF/PEKERJA (aw)
orang
JUMLAH STAF/PEKERJA (ak)
orang
13. HARGA AYAM HIDUP (aw)
Rp/kg
HARGA AYAM HIDUP (ak)
Rp/kg
14. MASA KOSONG KANDANG 15. NAMA RESPONDEN 16. KONTAK RESPONDEN
hari
67 II. Aktivitas Kewirausahaan Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju A. Inovasi NO PERNYATAAN 1 Intensitas inovasi Melakukan perubahan secara periodik Secara berkala diberi vaksin yang terbaru Teknologi pengelolaan diperbaharui setiap saat DOC menggunakan strain yang berbeda per siklus Sanitasi lingkungan dilakukan lebih sering 2 Kesediaan berinovasi Menggunakan DOC strain terbaru Pakan jenis baru perlu dicoba terlebih dahulu Mencari vaksin terbaru Menerapkan teknologi pengelolaan terbaru Menerapkan teknologi sanitasi terbaru 3 Tingkat teknologi Pemberian pakan secara otomatis Teknik pemeliharaan modern Mengadopsi good farming practices (GFP) Sanitasi kandang dengan teknik fumigasi Menggunakan peralatan automatis 4 Intensitas penelitian Melakukan studi banding secara berkala Menguji vaksin sebelum digunakan Melakukan pengamatan terhadap pakan Mempelajari hal-hal baru secara terencana Menerapkan hasil-hasil penelitian 5 Pengenalan produk baru Ayam besar disukai konsumen rumah tangga Jual karkas ayam menguntungkan Daging olahan ayam beragam Mengembangkan usaha olahan ceker dan jeroan Memproduksi daging ayam olahan 6 Penggunaan metode baru berproduksi Menerapkan pencampuran pakan sendiri Penimbangan ayam per ekor Pemeriksaan kesehatan secara kelompok Sanitasi kandang serentak Vaksinasi dilakukan bertahap
1
2
3
4
5
68 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 7 Pembukaan pasar baru Hanya memenuhi permintaan pelanggan Memperluas jaringan pasar Mencari pelanggan atau kontrak baru Meningkatkan produksi secara bertahap Memenuhi permintaan dari luar propinsi 8 Penggalian sumberdaya ekonomi baru Mencari pakan murah yang berkualitas Mencari DOC yang masa panennya lebih pendek Merekrut pekerja yang lebih trampil Mencari pasar baru yang potensial Mencari kandang yang berwawasan lingkungan 9 Bentuk-bentuk baru organisasi Menjadi anggota koperasi peternak Menjadi anggota asosiasi pengusaha Mengikuti organisasi pemasaran Mengikuti organsisasi kemasyarakatan Mengikuti organisasi profesi 10 Sumber-sumber pasokan baru Pemasok DOC lebih dari satu perusahaan Pemasok pakan lebih dari satu perusahaan Pemasok vaksi/obat lebih dari satu perusahaan Menggunakan DOC lebih dari satu strain Menggunakan pakan lebih dari satu formula B. Daya Produksi NO PERNYATAAN 1 Kepemilikan usaha Badan usaha berbadan hukum Pemegang saham terbesar Merupakan usaha keluarga Pemilik sekaligus pengelola Pendiri awal usaha 2 Skala usaha Berproduksi pada skala ekonomis Memperoleh keuntungan normal Kandang terisi penuh Terjadi fluktuasi produksi Periode untung sama dengan periode rugi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
69 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 3 Diversifikasi produksi Melakukan penjadwalan panen Menerapkan teknologi produksi berbeda-beda Umur panen disesuaikan dengan konsumen Pasar yang dituju berdasarkan lokasi kandang Strain DOC direncanakan berdasarkan pasar 4 Mengantisipasi kebutuhan pasar Memantau perkembangan harga pasar Mencatat daya serap pasar Mengamati kesukaan (preferensi) konsumen Aktif mencari informasi melalui media Melakukan perencanaan pasar 5 Menawarkan kualitas Melakukan sortasi sebelum dipasarkan Melakukan grading pada produk Memberikan jaminan secara formal Memberikan label secara tegas Mencantumkan spesifikasi secara terbuka 6 Efisiensi produksi Pakan tidak ada yang terbuang Tingkat kematian dibawah standar Selalu di panen tepat waktu Dikelola dengan jadwal yang ketat Menerapkan good farming practices (GFP) 7 Mengendalikan biaya Menggunakan pakan murah berkualitas Tidak menggunakan obat dan vaksin Memenuhi upah minimum regional (UMR) Pengelolaan limbah berwawasan lingkungan Aktivitas usaha di on farm dan off farm 8 Produktivitas Panen pada umur kurang dari 35 hari Panen pada bobot hidup rata-rata 1 kg Konsumsi pakan kurang dari 1.5 kg/ekor Mortalitas kurang dari 3 persen Produksi diserap pasar 100 persen 9 Pembagian pekerjaan Menempatkan orang yang tepat sesuai keahlian Memiliki panduan pekerjaan di setiap bagian Pemisahan yang tegas antar pekerjaan Memberikan perintah harian pada setiap bagian Pertemuan rutin antar bagian pekerjaan
1
2
3
4
5
70 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 10 Pengelolaan uang Pencatatan keuangan dengan prinsip akuntansi Bagian akunting hanya mengelola keuangan usaha Laporan keuangan secara periodik Obligasi usaha terpisah dengan obligasi pribadi Mengalokasikan keuntungan pada modal usaha 11 Tarif pajak Pajak rendah menumbuhkan usaha Tidak perlu rutin membayar pajak Membayar pajak tepat waktu Nilai pajak sesuai dengan laporan keuangan Pajak membebani usaha 12 Faktor produksi DOC diproduksi oleh usaha sendiri Pakan diproduksi oleh usaha sendiri Tenaga kandang berasal dari daerah setempat Lahan usaha milik sendiri Memiliki alat transportasi sendiri C. Daya Saing NO PERNYATAAN 1 Penggunaan computer Komputer untuk administrasi usaha Menggunakan aplikasi khusus dalam produksi Komputer ada pada setiap bagian Mengolah data yang ada di komputer Pengambilan keputusan usaha melalui komputer 2 Jaringan internet Akses internet 24 jam Koneksi antar komputer Pencarian informasi secara rutin di internet Berkomunikasi dengan pihak lain di internet Melakukan remote usaha dari kantor pusat 3 Anggaran pengeluaran untuk penelitian Mengalokasikan keuntungan untuk penelitian Melakukan penelitian pasar secara berkala Bekerjasama dengan lembaga penelitian Melakukan studi banding secara terencana Menggunakan hasil-hasil penelitian
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
71 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 4 Biaya lisensi Mendaftarkan untuk mendapat hak cipta Menganggarkan dana untuk mendapat lisensi Biaya lisensi yang mahal merupakan beban Lisensi menghambat penumbuhan usaha Memiliki lisensi memberikan keamanan berusaha 5 Nilai tambah Memberikan merk pada produk Melakukan grading pada produk Melakukan diversifikasi produk Menentukan harga berbeda pada pasar yg berbeda Mengembangkan usaha ke hilir 6 Biaya memulai baru Berasal dari modal sendiri Hasil pinjaman bank Bantuan dari pemerintah Dialokasikan dari keuntungan usaha lain Dari modal kecil tumbuh menjadi besar 7 Budaya perusahaan Memiliki aturan kerja yang jelas Menerapkan tata kerja yang teratur Sistem insentif yang adil Memotivasi pekerja secara periodik Menjadwalkan kegiatan berkumpul bersama 8 Pembentukan usaha baru Mengalokasikan keuntungan untuk usaha hulu/hilir Bersama pengusaha lain membentuk baru Membangun jaringan usaha ke hulu/hilir Mengembangkan usaha yang berbeda Mengembangkan pengusaha mandiri 9 Daya tawar pembeli Pembeli yang menetapkan harga Panen dilakukan atas permintaan pembeli Pembeli melakukan sortasi produk Cara pembayaran ditentukan oleh pembeli Pembeli bisa membatalkan kontrak sepihak 10 Daya tawar pemasok Pemasok yang menetapkan harga Jumlah faktor produksi ditentukan oleh pemasok Pemasok yang melakukan sortasi produk Cara pembayaran ditentukan oleh pemasok Pemasok bisa membatalkan kontrak sepihak
1
2
3
4
5
72 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 11 Ancaman pesaing Perusahaan besar mengendalikan produksi Produksi usaha lain berdampak ke pendapatan Perusahaan yang efisien yang terus bertahan Perusahaan lain membuat usaha semakin efisien Kreativitas dibutuhkan untuk bertahan 12 Ancaman produk pengganti Harga daging lain naik, meningkatkan pendapatan Permintaan meningkat karena daging sapi naik Produksi produk lain berdampak ke pendapatan Jumlah produk lain membuat usaha efisien Konsumen mudah beralih ke produk daging lain 13 Ancaman dari pendatang baru Munculnya pengusaha baru membuat usaha efisien Pengusaha baru membuat harga produk turun Pangsa pasar menurun akibat pendatang baru Pendatang baru membuat pendapatan menurun Pengusaha baru tumbuh dengan cepat D. Resiko NO PERNYATAAN 1 Mengambil risiko dalam pekerjaan Ketidakpastian pendapatan per bulan Menciptakan lapangan pekerjaan Waktu berkumpul dengan keluarga berkurang Tidak terikat jam kerja Kegiatan sosial kemasyarakatan bertambah 2 Mengambil risiko dalam hal keuangan Bisa jatuh miskin tiba-tiba Hutang semakin bertambah Menjadi kaya yang bermafaat bagi masyarakat Tidak memiliki uang tunai Uang pribadi terpakai untuk usaha 3 Mengambil risiko produksi Kematian massal akibat wabah penyakit Masa panen melebihi standar waktunya Konsumsi pakan lebih dari 2 kg pakan per ekor Pertumbuhan bobot badan lambat Kena penyakit zoonosis yang harus dimusnahkan
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
73 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 4 Mengambil resiko dalam berinvestasi Kehilangan sumberdaya yang dimiliki Nilai investasinya semakin tinggi Dalam jangka panjang berubah menjadi biaya Investasinya tidak kembali Bisa diambil alih oleh pihak lain E. Tenaga Kerja NO PERNYATAAN 1 Pertumbuhan tenaga kerja Jumlahnya semakin banyak di lini bawah Tenaga kerja terampil bertambah secara gradual Tenaga kerja keluar masuk dengan dinamis Staf administrasi stabil dalam jangka panjang Terus bertambah walaupun produksi tetap 2 Insentif untuk pendidikan Alokasi dana khusus untuk pendidikan formal staf Tenaga kerja terampil dibiayai untuk sekolah Mengikutkan stafnya di seminar teknologi Mengirimkan stafnya studi banding berkala Bekerjasama dengan lembaga pendidikan 3 Pengetahuan produksi Pakan diberikan sebanyak mungkin Pakan DOC sama dengan pakan pembesaran Pemberikan pakan lebih sering dilakukan Masuk kandang dalam keadaan hygine SOP terdapat di setiap kandang 4 Jumlah tenaga kerja Proporsi tenaga kandang paling besar Tenaga pemasar semakin bertambah Proporsi tenaga terampil paling kecil Semua tenaga kerja terampil Komposisi tenaga kerja sesuai dengan beban kerja 5 Pelatihan dan pengembangan Pelatihan terencana bagi tenaga kandang Jenjang karir yang terstruktur Pelatihan tenaga kerja pada masa kosong kandang Bekerjasama dengan lembaga pelatihan Pengembangan kepribadian tenaga kerja
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
74 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 6 Ketrampilan atau skill tenaga kerja Teknik pemberikan pakan Menjaga suhu kandang Teknik memelihara DOC Perencanaan waktu panen Menjaga kesehatan lingkungan 7 Sikap Karena terpaksa daripada menganggur Berkerja sebagai pilihan sementara Menyukai memelihara ayam Karena ingin mengembangkan keahliannya Karena kenal baik dengan pekerja lain 8 Nilai budaya Saling membantu antar pekerja Bertanggungjawab terhadap pekerjaanya Disiplin dalam bekerja Kejujuran adalah yang utama Dibangun atas saling percaya 9 Motivasi Membantu keuangan keluarga Menafkahi keluarganya Membantu masyarakat mengkonsumsi daging Mengisi waktu senggang Membuktikan kemampuan dirinya 10 Perilaku individu Mengerjakan sampai selesai Bekerja dalam pengawasan Menyimpang dari SOP Mengerjakan tepat waktu Mendahulukan hak daripada kewajibannya 11 Aktivitas organisasi pekerja Aktif dalam serikat pekerja Aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan Mengikuti kegiatan family gathering perusahaan Membentuk pertemuan rutin sesama pekerja Berolahraga bersama secara rutin 12 Upah Besar upah sudah sesuai dengan UMR Merupakan tujuan bekerja Upah disesuaikan dengan beban kerja Upah merupakan biaya variabel Upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan
1
2
3
4
5
75 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 13 Sistem pembayaran Pembayaran langsung tunai Pembayaran transfer rekening bank Dibayarkan per bulan Dibayarkan per panen Dibayarkan per minggu 14 Efektivitas rekrutmen Rekrutmen staf melibatkan pihak ketiga Merupakan rekomendasi dari pekerja Mempertimbangkan hubungan kekeluargaan Melalui beberapa tahap tes Diambil dari sekitar kandang 15 Tingkat urbanisasi Pekerja berasal dari daerah lain Sulit mendapatkan pekerja dari sekitar kandang Rotasi pekerja ke daerah lain secara periodik Tidak menarik bagi tenaga kerja produktif Lama kerja rata-rata kurang dari setahun F. Kebijakan Pemerintah NO PERNYATAAN 1 Akses terhadap kredit Tingkat suku bunga kredit komersial Agunan berupa aset usaha Prosedur birokrasi kredit tidak lebih dari 3 hari Skim kredit khusus bagi usaha baru Masa pengembalian kredit diperpanjang 2 Akses terhadap lahan Mendapatkan lahan marginal Jauh dari pusat aktivitas masyarakat Lahan tidak produktif Jauh dari perumahan penduduk Di alokasikan dalam RTRW 3 Lapangan pekerjaan Mengembangkan teknologi padat karya Menyerap tenaga kerja lokal setempat Mengembangkan unit-unit usaha kecil Faktor produksi dari lokal setempat Mengembangkan usaha lain
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
76 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 4 Bantuan teknis Program penyuluhan kesehatan lingkungan Kemudahan perijinan dan administrasi usaha Program kapasitas tenaga kerja pedesaan Pengelolaan limbah peternakan Standarisasi produk 5 Penelitian dan teknologi Disseminasi inovasi secara berkala Teknologi budidaya berwawasan lingkungan Membangun penelitian yang aplikatif Dari laboratorium ke skala lapangan Kerjasama penuh dengan lembaga penelitian 6 Fiskal yang mengapresiasi inovasi Insentif pajak bagi penerapan inovasi Asistensi penuh terhadap pengembangan teknologi Alokasi retribusi untuk teknologi baru Pameran teknologi secara berkala Bebas pajak bagi inovator 7 Perlindungan hak cipta Denda yang sangat besar bagi pelanggar hak cipta Menutup usaha pelanggar hak cipta Insentif bagi pemilik lisensi Memfasilitasi pengembangan hak cipta Memberikan rasa aman berusaha 8 Aturan hukum Berpihak pada peternak rakyat Pembatasan produksi bagi peternak rakyat Menguasai hulu hilir Jarak kandang dengan perumahan Usaha harus berbadan hukum 9 Permodalan Menghubungkan dengan investor Modal untuk memulai usaha baru Suku bunga pinjaman rendah Lembaga permodalan daerah Modal untuk pengembangan usaha 10 Subsidi usaha kecil Bantuan modal dengan program Bantuan pengembangan skill dengan pelatihan Bantuan sarana produksi Penyuluhan usaha secara berkala Pengembangan kelompok usaha
1
2
3
4
5
77 Petunjuk: Berdasarkan pengalaman Bapak/Ibu, mohon memberikan pendapat bapak/ibu pada pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (x) pada: 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = netral 4 = setuju 5 = sangat setuju
NO PERNYATAAN 11 Penumbuhan usaha-usaha baru Pemanfaatan lahan tidur pemerintah daerah Kelembagaan usaha integrasi hulu-hilir Pameran bisnis secara berkala Insentif bagi usaha dengan produk baru Mengembangkan pasar baru G. Pertumbuhan Bisnis NO PERNYATAAN 1 Pertumbuhan Skala Usaha Pertumbuhan produksi positif Pertumbuhan omzet positif Jumlah tenaga kerja bertambah Skala usaha semakin besar Jumlah kandang bertambah 2 Tingkat Pendapatan Keuntungan per tahun positif Nilai pajak yang dibayar bertambah besar Melakukan rekreasi keluarga secara berkala Beban hutang berkurang Semua kebutuhan hidup terpenuhi
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
H. Saran dan atau masukan
- Terimakasih –
78 Lampiran 3 Diagram path dan output SEM dengan program Lisrel 8,72 Diagram path model t-value dengan dayasaing
Diagram path model t-value tanpa dayasaing
79 Diagram path model faktor loading
Diagram path model estimasi
80 DATE: 1/23/2014 TIME: 2:59 L I S R E L 8.72 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2005 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\CAK BUR\DISERTASI\proposal\RESULT\MODEL DENGAN PR\Model 01++++edit1\ProgM_1++++.spl: Raw data from file DATAM_1++++.psf Latent Variables: IN DP DS PR TK KP AK PE Relationships: IN1 IN4 = IN DP6 DP7 = DP TK3 TK7 = TK PR3 PR4 = PR KP3 KP4 = KP AK1 = AK AK = IN DP PR TK KP PE01 PE02 = PE PE = AK set the error variances of AK to 0 set the error variances of AK1 to 0,001 Options:SC Path Diagram End of Problema Sample Size =
381
81 Covariance Matrix PE01 -----PE01 0,42 PE02 0,20 AK1 0,13 IN1 0,16 IN4 0,22 DP6 0,18 DP7 0,16 PR3 -0,19 PR4 -0,11 TK3 0,10 TK7 0,03 KP3 0,24 KP4 0,22
PE02 -----0,31 0,11 0,15 0,15 0,14 0,11 -0,11 -0,02 0,10 0,08 0,17 0,17
AK1 ----0,17 0,17 0,20 0,24 0,17 -0,09 -0,05 0,12 0,12 0,22 0,24
IN1 -----
0,35 0,25 0,25 0,19 -0,16 -0,08 0,11 0,08 0,23 0,26
IN4 -----
0,47 0,31 0,21 -0,24 -0,18 0,15 0,09 0,30 0,28
DP6 -----
0,52 0,27 -0,24 -0,18 0,18 0,15 0,32 0,34
Covariance Matrix
DP7 PR3 PR4 TK3 TK7 KP3 KP4
DP7 -----0,30 -0,09 -0,08 0,11 0,09 0,23 0,24
PR3 -----0,67 0,38 -0,09 0,02 -0,22 -0,20
PR4 -----0,41 -0,03 0,06 -0,15 -0,12
TK3 ------
TK7 ------
KP3 ------
0,27 0,12 0,15 0,17
0,29 0,12 0,14
0,43 0,34
Covariance Matrix
KP4
KP4 -----0,47
Number of Iterations = 26 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations PE01 = 0,48*PE, Errorvar,= 0,19 , R² = 0,55 (0,024) 8,09 PE02 = 0,41*PE, Errorvar,= 0,14 , R² = 0,54 (0,039) (0,017) 10,34 8,24 AK1 = 0,41*AK, Errorvar,= 0,0010, R² = 0,99
82 IN1 = 0,46*IN, Errorvar,= 0,14 , R² = 0,60 (0,027) (0,013) 17,10 11,07 IN4 = 0,56*IN, Errorvar,= 0,16 , R² = 0,66 (0,030) (0,016) 18,30 9,85 DP6 = 0,63*DP, Errorvar,= 0,12 , R² = 0,77 (0,030) (0,013) 21,11 9,59 DP7 = 0,44*DP, Errorvar,= 0,10 , R² = 0,65 (0,024) (0,0087) 18,74 11,81 PR3 = 0,65*PR, Errorvar,= 0,24 , R² = 0,64 (0,038) (0,028) 17,02 8,69 PR4 = 0,59*PR, Errorvar,= 0,056 , R² = 0,86 (0,029) (0,018) 20,55 3,06 TK3 = 0,33*TK, Errorvar,= 0,16 , R² = 0,39 (0,027) (0,014) 12,11 11,41 TK7 = 0,38*TK, Errorvar,= 0,14 , R² = 0,51 (0,028) (0,015) 13,72 9,45 KP3 = 0,57*KP, Errorvar,= 0,10 , R² = 0,76 (0,027) (0,0091) 21,34 11,02 KP4 = 0,60*KP, Errorvar,= 0,10 , R² = 0,78 (0,028) (0,0097) 21,62 10,74 Structural Equations AK = 0,20*IN+0,34*DP+0,18*PR+0,16*TK+0,44*KP, R²= 1,00 (0,080) (0,10) (0,035) (0,058) (0,086) 2,48 3,34 5,14 2,68 5,04 PE = 0,69*AK, Errorvar.= 0,53, R² = 0,47 (0,060) (0,091) 11,49 5,80
83 Reduced Form Equations AK = 0,20*IN+0,34*DP+0,18*PR+0,16*TK+0,44*KP, R² = 1,00 (0,080) (0,10) (0,035) (0,058) (0,086) 2,48 3,34 5,14 2,68 5,04 PE = 0,14*IN+0,23*DP+0,13*PR+0,11*TK+0,30*KP, (0,056) (0,072) (0,027) (0,041) (0,065) 2,42 3,21 4,70 2,61 4,62 Errorvar,= 0,53, R² = 0,47 Correlation Matrix of Independent Variables
IN
IN -----1,00
DP ------
PR ------
TK ------
DP
0,89 (0,03) 31,96
1,00
PR
-0,48 (0,05) -9,32
-0,43 (0,05) -8,43
1,00
TK
0,60 (0,06) 10,06
0,72 (0,05) 14,40
0,07 (0,07) 1,05
1,00
KP
0,90 (0,03) 35,19
0,91 (0,02) 44,32
-0,41 (0,05) -8,31
0,69 (0,05) 13,85
KP ------
1,00
Covariance Matrix of Latent Variables
AK PE IN DP PR TK KP
AK -----1,00 0,69 0,90 0,95 -0,23 0,83 0,95
PE -----1,00 0,62 0,65 -0,15 0,57 0,66
IN -----1,00 0,89 -0,48 0,60 0,90
DP ------
1,00 -0,43 0,72 0,91
Covariance Matrix of Latent Variables
KP
KP -----1,00
PR ------
1,00 0,07 -0,41
TK ------
1,00 0,69
84 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 51 Minimum Fit Function Chi-Square = 289,89 (P = 0,0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 302,71 (P = 0,0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 251,71 90 Percent Confidence Interval for NCP = (200,64 ; 310,28) Minimum Fit Function Value = 0,76 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0,66 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0,53 ; 0,82) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,11 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0,10 ; 0,13) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0,05) = 0,00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1,01 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0,87 ; 1,16) ECVI for Saturated Model = 0,48 ECVI for Independence Model = 18,34 Chi-Square for Independence Model with 78 Degrees of Freedom = 6941,40 Independence AIC = 6967,40 Model AIC = 382,71 Saturated AIC = 182,00 Independence CAIC = 7031,66 Model CAIC = 580,42 Saturated CAIC = 631,79 Normed Fit Index (NFI) = 0,96 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0,95 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0,63 Comparative Fit Index (CFI) = 0,97 Incremental Fit Index (IFI) = 0,97 Relative Fit Index (RFI) = 0,94 Critical N (CN) = 102,45 Root Mean Square Residual (RMR) = 0,032 Standardized RMR = 0,076 Goodness of Fit Index (GFI) = 0,89 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0,80 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0,50 The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square IN1 PR 16,0 IN4 PR 16,0 DP6 PR 14,6 DP7 PR 14,6
New Estimate 0,13 -0,15 -0,13 0,09
85 PR3 PR3 PR3 PR3 PR4 PR4 PR4 PR4 TK3 TK3 TK3 TK3 TK7 TK7 TK7 TK7 PE PE PE PE
IN DP TK KP IN DP TK KP IN DP PR KP IN DP PR KP IN PR TK KP
13,9 9,2 13,3 14,2 13,9 9,2 13,3 14,2 31,7 32,1 29,0 28,9 31,7 32,1 29,0 28,9 17,8 8,3 16,3 20,3
-0,14 -0,10 -0,11 -0,13 0,12 0,09 0,10 0,11 0,25 0,30 -0,15 0,27 -0,29 -0,35 0,18 -0,32 0,63 -0,16 -0,52 0,96
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate AK AK 16,5 -0,03 AK1 AK1 11,1 0,00 IN1 PE02 8,3 0,03 IN4 PE01 8,1 0,03 IN4 IN1 16,5 -0,19 DP7 AK1 14,8 0,01 DP7 DP6 16,5 -0,07 PR3 PE02 16,9 -0,05 PR3 DP7 16,8 0,04 PR4 PE02 20,3 0,04 PR4 IN1 16,4 0,04 PR4 IN4 9,6 -0,03 PR4 PR3 16,5 -0,33 TK3 PR3 8,9 -0,04 TK7 PE01 24,3 -0,05 TK7 AK1 17,8 0,01 TK7 DP7 9,7 -0,02 TK7 TK3 16,5 -0,15 KP3 PE01 12,6 0,03 KP4 AK1 8,9 0,01 KP4 IN4 9,8 -0,03 KP4 KP3 16,5 -0,05
86 Standardized Solution LAMBDA-Y
PE01 PE02 AK1
AK -------- - 0,41
PE -------0,48 0,41 - -
LAMBDA-X
IN1 IN4 DP6 DP7 PR3 PR4 TK3 TK7 KP3 KP4
IN -----0,46 0,56 - - - - - - - - -
DP ------ - 0,63 0,44 - - - - - - -
AK ------ 0,69
PE ------ - -
PR ------ - - - 0,65 0,59 - - - - -
TK ------ - - - - - 0,33 0,38 - - -
KP ------ - - - - - - - 0,57 0,60
BETA
AK PE
GAMMA
AK PE
IN -----0,20 - -
DP -----0,34 - -
PR -----0,18 - -
TK -----0,16 - -
KP -----0,44 - -
Correlation Matrix of ETA and KSI
AK PE IN DP PR TK KP
AK -----1,00 0,69 0,90 0,95 -0,23 0,83 0,95
PE -----1,00 0,62 0,65 -0,15 0,57 0,66
IN -----1,00 0,89 -0,48 0,60 0,90
DP ------
1,00 -0,43 0,72 0,91
PR ------
1,00 0,07 -0,41
TK ------
1,00 0,69
87 Correlation Matrix of ETA and KSI
KP
KP -------1,00
PSI Note: This matrix is diagonal, AK ------ -
PE -----0,53
Regression Matrix ETA on KSI (Standardized)
AK PE
IN -----0,20 0,14
DP -----0,34 0,23
PR -----0,18 0,13
TK -----0,16 0,11
KP -------0,44 0,30
Completely Standardized Solution LAMBDA-Y
PE01 PE02 AK1
AK -------- - 1,00
PE -------0,74 0,74 - -
LAMBDA-X
IN1 IN4 DP6 DP7 PR3 PR4 TK3 TK7 KP3 KP4
IN -------0,77 0,81 - - - - - - - - -
DP -------- - 0,88 0,81 - - - - - - -
PR -------- - - - 0,80 0,93 - - - - -
BETA
AK PE
AK -------- 0,69
PE -------- - -
TK -------- - - - - - 0,63 0,71 - - -
KP -------- - - - - - - - 0,87 0,88
88 GAMMA AK PE
IN -------0,20 - -
DP -------0,34 - -
PR -------0,18 - -
TK -------0,16 - -
Correlation Matrix of ETA and KSI AK PE IN DP --------------------AK 1,00 PE 0,69 1,00 IN 0,90 0,62 1,00 DP 0,95 0,65 0,89 1,00 PR -0,23 -0,15 -0,48 -0,43 TK 0,83 0,57 0,60 0,72 KP 0,95 0,66 0,90 0,91
PR ------
1,00 0,07 -0,41
KP -------0,44 - TK ------
1,00 0,69
Correlation Matrix of ETA and KSI KP -------KP 1,00 PSI Note: This matrix is diagonal, AK PE --------------- 0,53 THETA-EPS PE01 -------0,45
PE02 -------0,46
AK1 -------0,01
THETA-DELTA IN1 -----0,40
IN4 -----0,34
DP6 -----0,23
DP7 -----0,35
THETA-DELTA TK3 -----0,61
TK7 -----0,49
KP3 -----0,24
KP4 -----0,22
PR3 -----0,36
Regression Matrix ETA on KSI (Standardized) IN DP PR TK KP -------------------------AK 0,20 0,34 0,18 0,16 0,44 PE 0,1 0,23 0,13 0,11 0,30 Time used:
0,031 Seconds
PR4 -----0,14
89
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 15 Februari 1968 sebagai anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan H. Umar Achmad (almarhum) dan Siti Suliha (almarhumah). Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Ir Lita Herlinawati, pada tahun 1996 dikaruniai seorang putra Al-may Abyan Izzy Burhani dan pada tahun 2001 dikaruniai seorang putri Al-Thaf Haura Imtinan Burhani. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1992. Pada tahun 1995, penulis diterima di Program Magister Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009. Beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Saat ini penulis adalah dosen Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor di Bagian Bisnis dan Kewirausahaan. Penulis aktif melakukan penelitian dengan topik utama kewirausahaan. Karya ilmiah dengan judul Entrepreneurial Activities And Economic Growth: Learning From Indonesian Broiler Farmers telah dimuat di jurnal internasional Asia Pacific Journal of Innovation and Entrepreneurship (APJIE) Volume 7, No, 3 Desember 2013. Tulisan lain berjudul The Determining Factors of Entrepreneurial Activity on Broiler Farm telah dimuat di Media Peternakan Volume 36 Nomor 3 Tahun 2013. Sebagai pemakalah di seminar internasional dengan judul Building Entrepreneurship Laboratory and Internship program to Develop Student’s Entrepreneur (Universitas Syiah Kuala 2012). The Relationship Between Innovation, Competitiveness, Risk, Policies, and Economic Growth in Broiler Farms (MIICEMA 2013), dan Student Entrepreneurial Behavior Analysis in Bogor Agricultural University (International Workshop On Agribusiness 2013). Sebagai pemakalah di seminar nasional dengan judul “Metode Belajar Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor” dan “Analisis Faktor-Faktor Determinan Kewirausahaan Pertanian Padi Organik” (Departemen Agribisnis 2012). “Analisis Perilaku Wirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor” (Departemen Agribisnis 2013). “Faktor Determinan Proses Belajar Mengajar Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor” (Konferensi Nasional Inovasi dan Technopreneurship 2013), dan “Analisis Keragaan Kewirausahaan Peternakan Ayam Broiler dalam Pertumbuhan Bisnis” (Departemen Agribisnis 2014). Menulis makalah ilmiah dengan judul “Membangun Lumbung Pangan Nasional Melalui Petani Agripreneur” (Orange Book, 2014). “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Jumlah Wirausaha: Sebuah Kerangka Penelitian” (Orange Book, 2012), dan “Perilaku Wirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan dan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa” (Forum Agribisnis 2013). Penulis mengembangkan sekolah kewirausahaan sejak usia dini dengan membangun KBTK Al-May: Sekolah Agribisnis dan Pengembangan Wirausaha serta mengembangkan KUED Wirausaha Indonesia.