PENGANTAR Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ternak yang paling banyak dikembangkan sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Hal ini karena ayam broiler memiliki keunggulan dari aspek produksi sehingga sangat layak dibudidayakan dan keunggulan pada aspek konsumsi sehingga banyak disukai konsumen. Ditinjau dari aspek produksi, ayam broiler memiliki karakteristik yaitu laju pertumbuhan relatif cepat, konversi pakan efisien, periode pemeliharaannya relatif cepat, serta menghasilkan daging berkualitas baik. Sedangkan ditinjau dari aspek konsumsi, daging ayam broiler memiliki karakteristik yaitu empuk, kulitnya licin dan lunak, tulang rawan dada belum membentuk tulang yang keras, ukuran badan relatif besar dengan bentuk dada yang lebar, padat dan berisi (Pratikno, 2010). Dalam budidaya ayam broiler, terdapat faktor penyebab kinerja (pertumbuhan) broiler sangat cepat yaitu penggunaan antibiotik sintetik. Laju pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler mengindikasikan produksi lemak tubuh yang tinggi sehingga akan terjadi penimbunan lemak tubuh yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Keadaan ini menjadi masalah bagi konsumen yang menginginkan daging ayam dengan perlemakan yang rendah. Penggunaan antibiotik sintetik sangat efektif dalam memacu pertumbuhan namun memiliki dampak negatif terhadap kesehatan konsumen seperti menimbulkan resistensi terhadap antibiotik tertentu, respon karsinogenik (resiko kanker), serta meninggalkan residu berbahaya pada produk yang dihasilkan. Nisha (2008) menambahkan bahwa efek residu antibiotik sintetik dalam makanan
dapat menyebabkan: transfer bakteri resisten ke tubuh manusia, efek imunologi, karsinogenik, mutagenik, hepatotoksik, kekacauan reproduksi dan alergi. Salah satu alternatif untuk memacu pertumbuhan ayam broiler yang baik tanpa menimbulkan efek negatif yaitu dengan menggunakan antibiotik alami. AlMufarrej (2014) menambahkan bahwa agen antibiotik alami yang berasal dari tanaman (fitobiotik) sangat prospektif digunakan sebagai pemacu pertumbuhan ayam yang efektif. Penggunaan fitobiotik sebagai imbuhan pakan ternak telah mengalami peningkatan secara global sejak larangan penggunaan antibiotik sintetik di Eropa pada tahun 2006 (Miraghaee et al., 2011). Hal ini dikarenakan senyawa fitobiotik mampu mempercepat pertumbuhan, meningkatkan kecernaan pakan, mempertahankan imunitas dan menjaga kestabilan sistem endokrin. Fitobiotik mempunyai karakteristik patofisiologi seperti agen antiinflamasi, antioksidasi dan antibakteri (Nasir dan Grashorn, 2010). Salah satu sumber fitobiotik yang sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah kurkumin yang berasal dari rimpang kunyit. Kurkumin pada kunyit berfungsi sebagai: antiviral, antibakteri, antijamur, antiprotozoa,
antiinflamasi,
antioksidan,
antikanker,
hipolipidemik
dan
hipokolesterlemik sehingga tepat dijadikan sebagai antibiotik alami (Araujo dan Leon, 2001). Kurkumin dalam bentuk ekstrak kunyit serbuk yang diberikan pada ayam broiler mempunyai kecernaan sebesar 46% (bioavailabilitas rendah) (Sundari, 2014). Bioavailabilitas yang rendah pada kunyit disebabkan ukuran skalanya yang masih berukuran makroskopis. Pengecilan ukuran partikel kurkumin (ekstrak kunyit) menjadi bentuk nano (10-9) dapat dilakukan untuk meningkatkan bioavailabilitas kurkumin (Anand et al., 2007). Untuk membuat nanopartikel kurkumin diperlukan tambahan bahan lain yang memiliki daya
stabilitas dan permeabilitas yang baik di dalam tubuh ayam broiler salah satunya yaitu kitosan. Kurkumin dan kitosan akan membentuk ikatan ionik karena muatan yang dimiliki kunyit negatif sedangkan kitosan bemuatan positif. Aplikasi pemberian nanopartikel ekstrak kunyit yang dienkapsulasi dengan kitosan dapat dilakukan secara oral pada ayam broiler. Akan tetapi, kitosan memiliki sifat tidak stabil terhadap pH rendah dan enzim protease yang dihasilkan di lambung sehingga diperlukan bahan anion seperti sodium tripolifosfat (STPP) untuk membentuk ikatan taut silang agar ikatan ionik antara kurkumin dan kitosan tetap stabil saat terjadi enkapsulasi. Enkapsulasi merupakan proses pelapisan (satu atau lebih material) oleh material lain, dimana material yang dilapisi maupun yang melapisi kebanyakan berupa cairan. Material yang dilapisi disebut bahan aktif atau bahan inti sedangkan bahan yang melapisi disebut kulit bahan pembawa atau enkapsulan (Risch, 1995). Enkapsulasi merupakan teknik proteksi untuk melindungi senyawa penting dan sensitif dalam suatu komponen bahan serta mampu mengurangi kehilangan nutrien/zat gizi (Dziezak, 1988 dan Edris dan Bergnstahl, 2001). Metode enkapsulasi yang sudah banyak dilakukan diantaranya spray drying / extrusion, coacervation, molecular indusion via beta cyclodextrin, fat encapsulation dan cocrystallization (Reinneccius, 1991). Salah satu metode terpenting dalam pembuatan nanoenkapsulasi ekstrak kunyit yaitu proses pencampuran material inti (ekstrak kunyit) dan enkapsulan (kitosan dan STPP). Perlakuan fisik menggunakan blender dan stirer dapat dilakukan untuk menentukan karakterisasi nanokapsul yang dihasilkan seperti morfologi, entrapmen efisiensi, stabilitas dan daya antibakteri.
Hasil penelitian Sundari (2014) menunjukkan bahwa ekstrak kunyit sediaan serbuk yang dienkapsulasi dengan kitosan dan STPP dalam ukuran nanopartikel mampu meningkatkan kecernaan (bioavailabilitas) kurkumin dari 46 menjadi 70,64%. Pemberian pada ayam broiler dengan level 0,4% secara signifikan mampu memperbaiki kinerja produksi, kinerja usus, kecernaan, dan kualitas karkas dengan daging bebas residu antibiotik, tinggi protein, mengandung asam lemak eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) serta rendah lemak abdominal, subkutan dan kolesterol. Secara teknis nanokapsul ekstrak etanol kunyit mampu menggantikan peran antibiotik sintetik bahkan lebih baik hasilnya karena mampu meningkatkan kualitas daging. Akan tetapi secara ekonomis, aplikasi pada ayam broiler maupun ternak lain dalam skala besar belum layak diterapkan karena mahalnya biaya etanol yang digunakan untuk ekstraksi. Untuk ini, akan diteliti aplikasi nanokapsul ekstrak air kunyit yang diharapkan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan produktivitas seperti memperbaiki kinerja dan kualitas perlemakan ayam broiler. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh perlakuan fisik (blender dan stirer) terhadap morfologi, entrapmen efisiensi, stabilitas serta daya antibakteri pada pembuatan nanokapsul ekstrak kunyit sediaan cair 2. Mengetahui pengaruh dan level yang tepat aplikasi nanokapsul ekstrak kunyit sediaan cair dalam air minum terhadap kinerja dan kualitas perlemakan ayam broiler.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini untuk memperoleh alat pencampur yang tepat dan karakterisasi nanokapsul ekstrak kunyit sediaan cair yang siap diberikan secara oral serta menghasilkan produk teknologi tepat guna pengganti antibiotik sintetik yang mampu memperbaiki kinerja dan kualitas perlemakan ayam broiler.