Pengantar
P
eristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, terjadi pada masa pemilihan Presiden Republik Indonesia [Pilpres], untuk periode 1998-2003. Pada masa itu, terdapat dua agenda politik besar; pertama, Pemilihan Umum (Pemilu) 1997. Kedua, Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada bulan Maret 1998, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI, yang pada saat kasus ini terjadi, presiden RI masih dijabat oleh Soeharto.
Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 19971998: Siapa Bertanggung jawab? “Tolong berikan kepastian pada kami...jika anak-anak kami masih hidup, dimana mereka? Jika sudah meninggal, dimana kuburannya?” [Nurhasanah – Orang Tua Yadin Muhidin]
Kasus penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, menimpa para aktivis, pemuda dan mahasiswa yang ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru. Mereka yang kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah dianggap sebagai kelompok yang membahayakan dan merongrong kewibawaan negara. Gagasan-gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan.
Pengertian Penghilangan Orang Secara Paksa: Definisi berdasarkan Pasal 2 Konvensi Internasional tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa: Penghilangan secara paksa adalah penangkapan, penahanan, penculikan atau tindakan lain yang merampas kebebasan yang dilakukan oleh aparat Negara atau orang-orang maupun kelompok yang melakukannya dengan mendapat kewenangan, dukungan serta persetujuan dari Negara, yang diikuti dengan penyangkalan pengetahuan terhadap adanya tindakan perampasan kebebasan atau upaya menyembunyikan nasib serta keberadaan orang yang hilang sehingga menyebabkan orang-orang hilang tersebut berada di luar perlindungan hukum.
www.kontras.org
Penghilangan Paksa dan Pengakuan Dunia Internasional Tanggal 30 Agustus adalah Hari Internasional untuk Kasus Penghilangan Paksa, setiap tahunnya, banyak negara dan komunitas internasional, memperingati kejamnya penghilangan orang secara paksa, peringatan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan para korban serta keluarga korban; selain itu, peringatan penghilangan paksa juga ditujukan untuk mengingatkan negara, untuk menghukum para penjahat yang terlibat dalam praktik penghilangan paksa, dan memulihkan hak para korban atau keluarga korban, berupa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Pelaku Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998
Tim Mawar Tim Mawar merupakan sebuah tim yang dibentuk dibawah Grup IV Komando Pasukan Khusus [KOPASSUS], berdasarkan perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal [Danjen] Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto. Perintah tersebut diberikan kepada Komandan Grup 42, Kopassus, Kolonel Chairawan, yang selanjutnya dilanjutkan kepada Komandan Batalyon 42, Mayor Bambang Kristiono. Kebijakan dan praktik penghilangan paksa, dilanjutkan pada kepemimpinan Mayjen. TNI. Muchdi Pr dimana penculikan tetap berlangsung. [Sumber Laporan Tim Ad Hoc KPP HAM Yang Berat
PPOSP 1997-1998 Hal. 301] Berdasarkan waktu dibentuknya Tim Mawar, yaitu Juli 1997, maka terhadap korban-korban lain yang ditahan sebelum bulan tersebut, dimungkinkan adanya Tim Lainnya atau personel yang telah dibentuk atau ditunjuk secara institusinal oleh Kopassus. Terjadinya penahanan baik sebelum dibentuknya Tim Mawar dan dalam dua kepemimpinan dari Mayjen. TNI. Prabowo kepada Mayjen. TNI. Muchdi Pr. Hal ini menunjukan bahwa tindakan penghilangan orang secara paksa atau penculikan merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan sebuah kebijakan secara institusional dibawah tanggungjawab Danjen Kopassus. [Sumber Laporan Tim Ad Hoc KPP HAM Yang Berat PPOSP 1997-1998 Hal. 302]
Sembilan [9] Orang Korban yang Berhasil Kembali dari Penculikan
No 1
Nama Korban Aan Rusdiyanto
Tanggal Hilang 13 Maret 1998
2
Andi Arief
28 Maret 1998
Keterangan Diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur Diambil paksa di Lampung
3
Desmond Junaedi Mahesa
3 Februari 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di Salemba Jakarta Pusat
4
Faisol Reza
12 Maret 1998
Dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat
5
Haryanto Taslam
8 Maret 1998
Saat mengendarai mobil dikejar dan ditangkap di pintu TMII
6
Mugiyanto
13 Maret 1998
7
Nezar Patria
13 Maret 1998
Diambil paksa di rumah susun Kelender Jakarta Timur Diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur
8
Pius Lustrilanang
4 Februari 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di RSCM Jakarta Pusat
9
Raharja Waluya Jati
12 Maret 1998
Dikejar dan ditangkap di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta-Pusat
Tiga Belas [13] Orang Korban yang masih hilang dan belum dikembalikan
No
Nama Korban
Tanggal Hilang
Keterangan
1
Dedy Umar Hamdun
29 Mei 1997
Jakarta / Terakhir terlihat di Tebet
2
Herman Hendrawan
12 Maret 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di Gedung YLBHI
3
Hendra Hambali
14 Mei 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di Glodok Plaza
4
Ismail
29 Mei 1997
Jakarta / Terakhir terlihat di Tebet
5
M Yusuf
7 Mei 1997
Jakarta / Terakhir terlihat di Tebet
6
Noval Al Katiri
29 Mei 1997
Jakarta
7
Petrus Bima Anugrah
1 April 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di Grogol
8
Sony
26 April 1997
Jakarta / Terakhir terlihat di Klapa Gading
9
Suyat
13 Februari 1998
10
Ucok Munandar Siahaan
14 Mei 1998
11
Yadin Muhidin
14 Mei 1998
Jakarta / Terakhir terlihat di Sunter Agung
12
Yani Afri
26 April 1997
Jakarta / Terakhir terlihat di Klapa Gading
13
Wiji Tukul
Pada kisaran akhir 1998 / awal 1999
Jakarta / Terakhir terlihat di Utan Kayu
Misteri Hasil Sidang Dewan Kehormatan Perwira [DKP] Setelah mendapatkan tekanan dari banyak pihak, baik dalam dan luar negeri, serta hasil penyelidikan yang dilakukan Pusat Polisi Militer [Puspom] ABRI, maka Panglima ABRI [PANGAB] pada tanggal 3 Agustus 1998, kemudian membentuk DKP. Sidang DKP ini adalah sidang yang dilakukan oleh Mabes TNI untuk memeriksa keterlibatan sejumlah Perwira Tinggi ABRI yang waktu itu yang diduga terlibat dalam kasus Penculikan.
Susunan Anggota DKP:
1
Posisi di DKP Ketua
Jakarta / Terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah
2
Wakil Ketua
Jakarta / Terakhir terlihat di Ciputat
3
Letjen TNI Yusuf Kartanegara
4
Letjen TNI Susilo B. Yudhoyono
5
Letjen TNI Agum Gumelar
6
Letjen TNI Djamari Chaniago
Pangkostrad
7 8
Laksdya TNI Achmad Sutjipto Letjen TNI Sugiono
Danjen Akabri Wakil KSAD
Satu lagi tercatat dalam laporan KPP HAM Komnas HAM, korban yang masih hilang, atas nama:
No
9
Cadangan
Nama Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo Letjen TNI Fachrul Razi
Letjen TNI Arie J Kumaat
Abdul Naser Hilang 14 Mei 1998 Terakhir terlihat di Karawaci Korban yang ditemukan meninggal dunia
Hasil DKP memberikan rekomendasi dan disetujui oleh Pangab. Jenderal Wiranto:
Leonardus Nugroho (sapaan akrabnya Gilang):
Ia adalah seorang aktivis, yang berprofesi sebagai pengamen jalanan, sering terlibat dalam banyak kegiatan mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru, bersama aktivis mahasiswa di Yogyakarta dan Solo. Ia hilang pada bulan April 1998 di Solo. Tiga hari kemudian ia ditemukan meninggal di Magetan Jawa Timur dengan luka tembakan ditubuhnya.
1. Memberhentikan dari dinas aktif \ Letjen Prabowo Subianto (Mantan Danjen KOPASSUS yang saat itu menjabat Pangkostrad) 2. Memberhentikan Mayjen Muchdi PR dari jabatan Danjen KOPASSUS
Jabatan KSAD Kasum ABRI Irjen Dephankam Kassospol ABRI Gubernur Lemhanas
Mantan Aster Kasum ABRI
Setelah putusan tingkat pertama pada 1999, para terdakwa yang dipecat mengajukan banding ke tingkat Mahkamah Tinggi Militer.
Pengadilan Tim Mawar Untuk menjalankan keputusan Panglima ABRI (PANGAB) yang kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Puspom ABRI dan diketahui adanya Tim Mawar yang dibentuk oleh KOPASSUS, sebagai kelompok yang diduga bertanggungjawab terhadap kasus Penculikan; pengadilan ini hanya mengadili pelaku lapangan.
Setelah cukup lama tidak ada kabar dari putusan Mahkamah Tinggi Militer, baru pada 22 Mei 2007, keluarga korban mendatangi langsung Mahkamah Agung RI, untuk mendapatkan informasi putusan Mahkamah Tinggi Militer. Hasilnya justru diluar dugaan, beberapa orang terdakwa yang dipecat justru mendapat promosi dan menempati jabatan Strategis dalam lingkungan
Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ; No
Nama Terdakwa
TNI. Mereka adalah:
Vonis/Hukuman
1
Mayor (Inf) Bambang Kristiono
22 bulan / dipecat
2
Kapten (Inf) F.S Multhazar
20 bulan / dipecat
3
Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo
20 bulan / dipecat
4
Kapten (Inf) Yulius Stevanus
20 bulan / dipecat
5
Kapten (Inf) Untung Budi Harto
20 bulan / dipecat
6
Kapten (Inf) Dadang Hendra Yuda
16 bulan / dipecat
7
Kapten (Inf) Djaka Budi Utama
16 bulan / dipecat
8
Kapten (Inf) Fauka Noor Farid
16 bulan / dipecat
9
Sersan Kepala Sunaryo
12 bulan / dipecat
10
Sersan Kepala Sigit Sugianto
12 bulan / dipecat
11
Sersan Satu Sukadi
12 bulan / dipecat
a. Letkol. Fausani Syahrial Multhazar, pada tahun 2007, mendapat promosi menjadi Komandan Kodim 0719 Jepara; b. Letkol. Untung Budi Harto, pada tahun 2007, mendapat promosi menjadi Komandan Kodim 1504 Ambon; c. Letkol. Dadang Hendra Yuda, pada tahun 2007, mendapat promosi menjadi Komandan Kodim 0801 Pacitan; d. Letkol. Djaka Budi Utama, pada tahun 2007, mendapat promosi menjadi Komandan Yonif 115 Macan Lauser;
Proses dan putusan Pengadilan Militer atau yang dikenal Pengadilan Tim Mawar tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Pengadilan ini hanya untuk kasus penculikan (untuk 9 aktivis yang sudah dikembalikan), disamping itu Pengadilan Militer tidak mengungkap pertanggungjawaban komando dalam operasi Tim Mawar, sebagian pelaku yang sudah dijatuhi hukuman, justru mendapatkan promosi jabatan, dan Pengadilan Militer tidak mampu menjelaskan dan menemukan nasib 13 aktivis yang masih hilang hingga saat ini. korban mendesak para pelaku diadili sesuai dengan mekanisme Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Hasil dan Kesimpulan Penyelidikan KOMNAS HAM Pada 1 Oktober 2005 membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 yang bertugas melakukan penyelidikan proyustisia berdasarkan UndangUndang No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Hasilnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS-HAM) menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998. Adapun Kesimpulan laporan penyelidikan KOMNAS HAM, sebagai berikut:
“Individu-individu yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan karena posisi dan tindakan-tindakan pada tingkat pengendalian dan penanggung jawab komando terdiri dari TNI sebanyak 20 (dua puluh) orang dan Polisi sebanyak 2 (dua) orang, yaitu: Mayjen TNI Prabowo Subianto Selaku Danjen Kopassus pada waktu itu (Desember 1995 hingga 20 Maret 1998) bertanggungjawab atau setidaktidaknya patut mengetahui terjadinya peristiwa pernghilangan orang secara paksa terhadap setidak-tidaknya yang dilakukan oleh Tim Mawar. Adapun keterlibatan dari yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain dalam bentuk pemberian perintah kepada pelaksana operasi yang kemudian membentuk Tim Mawar atau setidak-tidaknya mengetahui dan membiarkan terjadinya tindakan penculikan dan penahanan di Poskotis Cijantung yang dilakukan oleh pasukan yang berada dibawah kendali yang efektif dari yang bersangkutan.”
Selanjutnya, melalui surat KOMNAS HAM tertanggal 21 November 2006 menyerahkan berkas penyelidikan ke Kejaksaan Agung dan merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan.
Rekomendasi DPR-RI periode 2009-2014 terkait Kasus Penghilangan Paksa Berdasarkan rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada 20 Februari 2007 diputuskan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mendalami hasil penyelidikan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998, yang kemudian pengesahaannya diacarakan dalam Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 27 Februari 2007. Pansus Penanganan Atas Hasil Penyelidikan Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 19971998, dalam prosesnya melakukan pemanggilan terhadap para pihak yang terkait diantaranya; Menko Polhukham, Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Kapolri, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM dan Kepala BIN. Pansus sudah 4 kali melakukan pemanggilan terhadap para pihak terkait, namun tidak dihadiri oleh pejabat terkait yang diundang melainkan diwakilkan. Berikutnya rekomendasi Pansus di teruskan oleh DPR-RI melalui mekanisme rapat Paripurna kepada Presiden RI, ada pun rekomendasinya sebagai berikut :
1. Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. 2. Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM (sic) masih dinyatakan hilang. 3. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. 4. Merekomendasikan kepada pemerintan agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia.
Rekomendasi ini merupakan salah satu harapan bagi para korban yang sudah berjuang menuntut keadilan akan kejelasan keluarganya yang masih hilang. Rekomendasi ini harus segera dijalankan oleh Presiden RI sebagai wujud komitmennya dalam penghormatan terhadap HAM. Selanjutnya, karena rekomendasi tersebut diatas tidak kunjung ditindaklanjuti oleh Presiden RI, maka pada 27 April 2012, keluarga korban Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, mengadukan Presiden ke Ombudsman Republik Indonesia [ORI]: Keterangan Resmi Ombudsman RI terkait Pengaduan Korban: “telah tejadi penundaan pelayanan berlarutlarut (undue delay) dalam penuntasan kasus Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, yang jelas merupakan bentuk perbuatan maladministrasi dan mengingkari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.” Selanjutnya pada 15 Mei dan 6 Agustus 2012, Ombudsman mengirimkan surat permintaan klarifikasi I dan II kepada Presiden perihal langkah-langkah yang sudah dan akan ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka penyelesaian kasus Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998 serta rekomendasi DPR demi memberikan keadilan dan kepastian hukum. Kedua surat permintaan klarifikasi tersebut hingga kini belum mendapatkan respon dari Presiden secara langsung. Pada 29 Mei 2012, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Sudi Silalahi, mengirimkan surat tembusan kepada Ombudsman RI perihal permintaan klarifikasi yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko-Polhukam) untuk menjadi bahan kajian dan penanganan lebih lanjut sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Bahwa hingga saat ini Presiden belum menjawab permintaan klarifikasi I dan II yang telah dilayangkan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Mensesneg hanya mengirimkan balasan yang pada pokoknya menerangkan bahwa Menko-Polhukam akan menindaklanjuti surat dari Ombudsman.
Selanjutnya Menko-Polhukam telah mengirimkan balasan kepada Ombudsman namun balasan tersebut tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ombudsman. Kemudian Ombudsman meminta kepada Presiden untuk melakukan pertemuan secara langsung, permintaan tersebut hingga kini belum direspon oleh Presiden.
Presiden RI dan Jaksa Agung RI Menghambat Pengadilan HAM ad hoc untuk Penghilangan Orang Secara Paksa Proses hukum penyelesaian kasus Penghilangan Orang Secara Paksa terhambat di Kejaksaan Agung RI. Sampai saat ini Kejaksaan Agung belum menindaklanjuti berkas penyelidikan KOMNAS HAM dengan melakukan penyidikan. Penolakan Kejaksaan Agung dengan alasan harus menunggu terbentuknya Pengadilan HAM ad hoc terlebih dahulu; dalam hal ini Kejaksaan Agung menghambat proses penuntasan kasus Penghilangan Paksa. Hingga tahun 2014 dan setelah melewati 16 tahun reformasi, KontraS mencatat bahwa penanganan terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu termasuk kasus penghilangan paksa, sama sekali
tidak mengalami kemajuan. Tragisnya, pada pertengahan November 2013, Kejaksaan Agung RI justru mengembalikan berkasberkas perkara pelanggaran HAM berat ke Komnas HAM, yang seharusnya disidik oleh Kejaksaan Agung, seperti biasa dengan dalih untuk dilengkapi. Pengembalian berkas ini merupakan lanjutan dari skenario serupa yang sudah terjadi sejak tahun 2003 antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Bahkan sebelumnya, KontraS mencatat pada bulan Februari 2013, dalam rapat kerja antara perwakilan Kepresidenan, Kementrian Polhukam dan DPR RI untuk membahas empat rekomendasi DPR RI tahun 1999, yang salah satunya merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk kasus penghilangan paksa aktivis 1997-1998, berkasnya akhirnya juga dikembalikan ke Komnas HAM. Meski akhirnya dikembalikan lagi dari Komnas HAM ke Kejaksaan Agung, namun tetap tidak ada perkembangan yang berarti terkait proses penyelesaian kasus ini. Meski perdebatan terkait pengembalian berkas ini tidak terjadi satu kali ini saja, KontraS menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI merupakan bentuk “pengingkaran dan penghinaan” terhadap ketentuan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dimana Kejaksaan Agung, tidak menjalankan mandat sebagaimana diatur dalam ketentuan.P
Pasal 21: Penyidik Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung;” Pasal 22 : Ayat 1 Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan (3) wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik; Ayat 2] Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya; Ayat 3 Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya;
P rof il
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) K
ontras adalah sebuah organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang didirikan pada 20 Maret 1998. Organisasi ini diinisiasi oleh sejumlah aktivis pro-demokrasi dari berbagai latar belakang di Indonesia. Pada awal pendiriannya, KontraS memiliki fokus utama mengadvokasi kasus penculikan dan penghilangan paksa, sebuah kejahatan serius yang marak terjadi di bawah pemerintahan orde baru.www Salah satu kasus yang diadvokasi KontraS adalah kasus Penculikan dan penghilangan paksa 23 aktivis pada tahun 1997-1998. Dari jumlah tersebut, 9 orang aktivis berhasil dikembalikan hidup-hidup, 1 orang ditemukan meninggal dunia, sedangkan 13 orang masih hilang hingga saat ini. Setelah pemerintahan orde baru jatuh, KontraS berkembang menjadi organisasi HAM dengan mandat advokasi yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada kasus penculikan/ penghilangan paksa. KontraS juga melakukan advokasi terhadap beragam isu dan kasus, khususnya yang berdimensi hak sipil dan politik, diantaranya penyiksaan, hukuman mati, brutalitas aparat TNI-POLRI, dll. Sejauh ini KontraS hadir di tujuh provinsi, diantaranya Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan, dan Papua. Informasi lebih lanjut kunjungi www.kontras. org
www.kontras.org
KEMERDEKAAN kemerdekaan mengajarkan aku berbahasa membangun kata-kata dan mengucapkan kepentingan kemerdekaan mengajar aku menuntut dan menulis surat selebaran kemerdekaanlah yang membongkar kuburan ketakutan dan menunjukkan jalan kemerdekaan adalah gerakan yang tak terpatahkan kemerdekaan selalu digaris depan Wiji Thukul Solo, 27 Desember 1988