PENGANTAR Bagi petani di pedesaan, memelihara ternak kambing bukan merupakan sesuatu yang baru karena ternak ini merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak digemari oleh petani. Hal ini dikarenakan ternak kambing mudah dipelihara dan cepat berkembang biak. Pemeliharaan kambing masih sebagai usaha sambilan, guna menambah penghasilan dan sebagai tabungan keluarga. Selain sebagai usaha sambilan, beternak kambing dapat pula dijadikan sumber mata pencaharian utama jika dipelihara secara intensif dengan penerapan teknologi budidaya yang baik dan benar. Hal ini mengingat ternak kambing merupakan ternak potong komersial yang dagingnya banyak digemari masyarakat. Selama ini petani masih banyak memelihara jenis kambing kacang yang memiliki badan kecil serta tingkat perkembangan lambat. Perbaikan bibit, pakan serta menajemen pemeliharaan masih diperlukan. Buku ini berisi uraian singkat tentang beberapa aspek yang diperlukan seperti pakan, reproduksi serta manajemen pemeliharaan ternak kambing dengan harapan dapat membantu para petani dan masyarakat lain guna memajukan dan meningkatkan usaha peternakan, khususnya ternak kambing unggul. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan buku ini. Saran dan umpan balik sangat diharapkan guna menyempurnakan dan memperkaya uraian dalam buku ini. Bengkulu, Juni 2006 Penyusun
Azmi, Gunawan dan Daniswari
i
DAFTAR ISI Halaman PENGANTAR.............................................................................. DAFTAR ISI................................................................................ DAFTAR TABEL..........................................................................
i ii iii
I.
PENDAHULUAN................................................................... A. Arti Penting Ternak Kambing.......................................... B. Potensi Ekonomi Ternak Kambing...................................
1 1 2
II. PENGENALAN TERNAK KAMBING........................................ A. Asal usul Ternak Kambing.............................................. B. Pemilihan Bibit...............................................................
3 3 7
III. PERKANDANGAN................................................................. A. Model Kandang …........................................................... B. Kerangka Kandang ......................................................... C. Kebersihan Kandang.......................................................
9 9 12 14
IV. PEMANFAATAN KOTORAN KAMBING SEBAGAI KOMPOS.... A. Pupuk Kompos............................................................... B. Pembuatan Kompos dari Kotoran Kambing dan Kulit Buah Kakao....................................................................
16 16
V. PAKAN................................................................................. A. Klasifikasi Pakan............................................................ B. Kebutuhan Pakan berdasarkan Status Fisiologis............ C. Pemberian Pakan untuk Kambing Peranakan Etawah..... D. Pakan Limbah Kebun Kopi dan Kakao............................
18 19 21 22 23
VI. PENGELOLAAN REPRODUKSI..............................................
31
VII. PENYAKIT DAN PENGOBATANNYA .................................... A. Cara-cara Penularan/Kejadian Penyakit ........................ B. Beberapa Penyakit yang Sering Menyerang/Timbul pada Kambing dan Pengobatannya..........................................
35 35
VIII.ANALISIS EKONOMI............................................................
51
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................
53
ii
17
37
DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi Rumput Raja dan Rumput Gajah dan Kandungan Protein................................................................................
20
2. Peningkatan Bobot Badan Kambing dengan Pemanfaatan Daun Leguminosa...............................................................
23
3. Analisa Usaha Penggemukan Ternak Kambing....................
51
4. Analisa Usaha Pembibitan Ternak Kambing........................
52
iii
I. PENDAHULUAN A. Arti Penting Ternak Kambing Propinsi Bengkulu mempunyai luas wilayah 1.978.870 ha dengan topografi sebagian besar bergelombang sampai berbukit memiliki kemiringan bervariasi antara 8-25 %. Berdasarkan agroekologi, eksistensi pertanian relatif terbatas yaitu hanya 1.000.913 ha (51,58 %) yang dapat digolongkan sebagai kawasan budidaya, selebihnya merupakan kawasan hutan (Manti dan Winardi, 2001). Secara umum penggunaan lahan di Propinsi Bengkulu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu lahan kering 857.338 ha dan lahan basah/sawah seluas 86.970 ha. Ditinjau dari aspek luas potensi lahan kering, pengembangan pertanian di Propinsi Bengkulu mempunyai peluang besar untuk komoditas perkebunan, palawija dan usaha peternakan dalam rangka mengamankan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Lahan untuk usaha peternakan seluas 20.000 hektar sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal (Bappeda Propinsi Bengkulu, 2004). Usaha peternakan rakyat mempunyai celah untuk dikembangkan secara baik pada lahan tumpang sari dengan lahan pertanian tanaman pangan seluas 175.000 hektar, sedangkan luas lahan perkebunan seluas 400.000 hektar. Dengan kondisi lahan seperti itu usaha peternakan kambing sangat memungkinkan untuk dikembangkan mengingat hijauan makanan ternak tersedia cukup memadai serta kondisi iklim yang mendukung. Hingga akhir tahun 2005, populasi ternak kambing di Propinsi Bengkulu sebesar 106.357 ekor sedangkan domba 6.665 ekor.
1
B. Potensi Ekonomi Ternak Kambing Dari segi ekonomi pemeliharaan ternak kambing mampu meningkatkan pendapatan keluarga, karena dapat menghasilkan keturunan lebih dari satu ekor jika dipelihara dengan baik, pemeliharaannya tidak terlalu sulit, gangguan terhadap penyakit relatif kecil, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, lebih efisien dalam mengubah makanan yang berkualitas rendah menjadi daging dan air susu serta merupakan tabungan bagi keluarga. Daging kambing juga mempunyai rasa yang khas jika dibandingkan dengan rasa daging lainnya. Hal ini terbukti dengan digemarinya daging kambing oleh sebagian besar masyarakat. Budidaya ternak kambing unggul seperti jenis Peranakan Etawah (PE) merupakan upaya terobosan dalam memperbaiki mutu kambing kacang yang banyak dipelihara oleh para petani di pedesaan.
2
II. PENGENALAN TERNAK KAMBING A. Asal usul Ternak Kambing Domestikasi kambing diperkirakan terjadi di pegunungan Asia Barat sejak 9.000 - 11.000 tahun yang lalu. Penggolongan ternak kambing secara umum disepakati berdasarkan asal ternak, kegunaan, ukuran tubuh, bentuk telinga dan panjang telinga. Masing-masing kriteria memberikan ciri khusus dan pembatasan. Berdasarkan kriteria ukuran tubuh (tinggi badan), jenis ternak kambing digolongkan menjadi 3 kelompok: - Kambing besar: tinggi pundak > 65 cm, bobot dewasa 20 - 63 kg yang umumnya berfungsi dwiguna. - Kambing kecil: tinggi pundak 51- 65 cm, bobot badan dewasa sekitar 19 - 37 kg. - Kerdil: tinggi pundak < 51 cm, bobot badan dewasa antara 18 25 kg. 1. Kambing Kacang Merupakan kambing asli Indonesia yang tidak jelas asal usulnya. Berbadan kecil, pendek, telinga pendek dan tegak.
3
2. Kambing Etawah Berasal dari daerah Jamnapari (India). melengkung bertelinga panjang ± 30 cm terkulai.
Hidung
3. Kambing Peranakan Etawah (PE) Merupakan persilangan antara kambing kacang dengan kambing Etawah. Pada kambing jantan bulu bagian atas dan bawah, leher serta pundak lebih tebal dan agak panjang. Sedangkan pada betina bulu panjang hanya terdapat pada bagian paha.
4
4. Kambing Gembrong (Banyak terdapat di pulau Bali)
5. Persilangan Kambing Gembrong dengan Peranakan Etawah
5
6. Kambing Boer Berasal dari Afrika Selatan dan dikembangkan di Chrismast Island Australia
7. Kambing Saanen Berasal dari lembah Saanen - Swizerland
6
8. Kambing Kosta
B. Pemilihan Bibit Keterampilan memilih bibit ternak merupakan salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan beternak. Bibit yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik dan cepat tumbuh, bila disertai dengan pemeliharaan yang baik dan teratur. Produktivitas kambing sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh kelahiran anak. Induk muda yang telah mampu melahirkan anak kembar pada kelahiran pertamanya, ada kecenderungan setiap kelahiran juga akan kembar. Induk-induk seperti ini yang dikehendaki dalam memilih bibit karena bakatnya akan menurun walau kemungkinannya hanya ± 15 %. Pemilihan bibit kambing jantan dan betina adalah sama pentingnya. Berdasarkan hasil pengamatan telah dikenal adanya kualifikasi bibit kambing PE. Kelas bibit ternak tersebut berturut-turut adalah kelas A, B dan C. Kambing PE dianggap setara dengan kambing Etawah, berpeluang untuk menghasilkan daging maupun susu. Menurunnya mutu bibit ternak (dianggap bahwa proporsi genotip kambing Etawah relatif rendah) ditandai dengan menurunnya kriteria kelas bibit. Dampak dari peningkatan kelas ternak adalah makin meningkatnya harga jual. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa klasifikasi ternak bibit oleh peternak lebih
7
dititik beratkan pada nilai-nilai yang bersifat kualitatif. Sifat tersebut antara lain: 1. Bentuk telinga yang lemas dari pangkalnya. 2. Daun telinga melipat ke depan dan kadang-kadang ujung daun telinga melipat ke atas. 3. Dahi cembung. 4. Pada bagian dada, paha dan dahi ditumbuhi bulu panjang. 5. Rahang bawah lebih panjang (gigi tidak bertumpu dengan rahang atas). 6. Perbandingan antara tinggi pundak dan panjang badan relatif sama. Kriteria bobot badan pada umur tertentu masih belum menjadi pilihan utama. Ada salah satu sifat yang kurang baik (cacat) malah menjadi satu kriteria kambing yang baik (Kelas A). Cacat tersebut adalah bentuk rahang bawah yang lebih panjang dari rahang atas. Cacat tersebut dikenal dengan nama Under shot dan merupakan cacat yang menurun (diwariskan). Ternak kambing yang cacat laju pertambahan bobot badannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang tidak cacat.
8
III. PERKANDANGAN A. Model Kandang Beternak kambing unggul Peranakan Etawah (PE) mempunyai peluang selain sebagai ternak perah juga untuk penggemukan (penghasil daging). Beternak kambing PE sebagai ternak perah perlu ditangani khusus seperti layaknya memelihara sapi perah. Selain pakan dicukupi, juga perlu sarana untuk pemeliharaannya yaitu kandang. Fungsi kandang antara lain adalah : 1. Pengamanan ternak dari hewan pemangsa, pencuri dan tidak merusak tanaman. 2. Mempermudah pengawasan. 3. Memudahkan dalam tata laksana pemeliharaan. Model kandang pada prinsipnya ada 2 macam yaitu: 1. Kandang Berlantai Tanah Kandang berlantai tanah memiliki kelebihan, disamping biaya pembuatannya relatif lebih murah (karena konstruksinya lebih sederhana) juga resiko kecelakaan dapat dihindari. Namun kelemahannya adalah kebersihan kandang kurang terjamin, karena kotoran, kencing dan sisa makanan bercampur di atas lantai sehingga ternak mudah terserang penyakit, parasit dan jamur berkembang subur. Kandang berlantai tanah tidak dianjurkan karena kurang memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Kandang Panggung Kandang panggung lebih memenuhi persyaratan kebersihan dan kesehatan serta dianjurkan digunakan untuk pemeliharaan kambing, hal ini disebabkan oleh karena kandang relatif lebih bersih karena kotoran, sampah, air kencing jatuh ke bawah. Disamping itu kuman penyakit, parasit dan jamur yang hidup di lantai kandang serta mengganggu kesehatan ternak dapat ditekan perkembangannya.
9
Kelemahannya adalah biaya pembuatannya relatif mahal dan resiko kecelakaan karena ternak terperosok/jatuh lebih besar. Kandang Panggung
Kandang Lantai Tanah
- Lebih bersih & kering - Lebih sehat
- Kotor & basah - Kurang sehat
Kandang perlu dilengkapi dengan bak pakan dan tempat penyimpanan persediaan pakan. Bak pakan ditempatkan menempel pada dinding kandang bagian luar dan tempat penyimpanan persediaan pakan terpisah agak jauh dari kandang yang ada ternaknya atau dibuat sekat tersendiri pada kandang utama. Manfaat bak pakan dan tempat penyimpanan pakan adalah agar pakan tidak tercecer dan terkontaminasi dengan kotoran atau air kencing ternak serta memudahkan dalam mengatur pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan ternaknya.
10
Kandang kambing perah perlu dilengkapi dengan ruang pemerahan susu yang letaknya terpisah dari kandang ternak. Hal ini penting untuk mencegah pencemaran, karena air susu mudah menyerap bau, baik dari ternak maupun kotoran yang ada disekitarnya sehingga mempengaruhi kualitas susu. Kandang perlu disekat-sekat menjadi beberapa ruangan untuk memisah-misahkan ternak berdasarkan status fisiologinya.
11
Pemisahan ternak ini penting untuk memudahkan dalam pengelolaan dan pemberian pakan, mencegah terjadinya perkawinan sedarah atau umur muda dan mengisolasi ternak yang sakit. Luas ruang kandang yang diperlukan masing-masing ternak: - Pejantan : 1,20 meter 2 - Betina Dewasa : 1,00 meter 2 - Induk dan Anak : 1,75 meter 2 - Umur 4-8 bulan : 0,75 meter 2 B. Kerangka Kandang Dalam pembuatan kandang panggung, jenis bahan, kekuatan dan ukurannya perlu dipilih berdasarkan fungsinya agar efisien dalam penggunaan bahan dan hemat biaya. Sebagai contoh yaitu tiang tegak (utama) berfungsi untuk menahan seluruh beban beserta isi ternak. Untuk tiang dipilih bahan yang kuat dan tidak mudah lapuk, yaitu kayu balok atau batang kelapa dengan ukuran minimal 12 x 12 cm, di bawah tiang dialasi batu/cor agar tidak mudah lapuk terkena air atau dimakan rayap.
12
Penampang kandang berlorong:
13
Sket satuan kandang:
C. Kebersihan Kandang Untuk mencegah timbulnya kuman, bibit penyakit yang akan menyerang ternak, secara kontinu kandang perlu dibersihkan dengan menyapu lantai agar selalu dalam kondisi bersih, kering dan sehat. Pada kandang berlantai, kotoran ditampung dalam bak yang tersedia di bawah kolong dan pada saat tertentu bak penampung dibersihkan dan dikurangi kepadatannya.
14
.
Kotoran dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pupuk kompos. Dalam rangka pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk kandang, peternak perlu menyediakan tempat khusus berupa lubang pengomposan yang diberi naungan agar terhindar dari panas matahari langsung dan guyuran air hujan.
15
IV. PEMANFAATAN KOTORAN KAMBING SEBAGAI KOMPOS A. Pupuk Kompos Pupuk kompos (pupuk organik) adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus berbentuk padat atau cair yang telah mengalami dekomposisi. Jenis bahan pupuk tersebut lapuk jika berada dalam keadaan basah dan lembab. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pupuk kandang (kompos). Dalam pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk kandang, peternak perlu menyediakan tempat khusus berupa lubang pengomposan yang diberi naungan agar terhindar dari panas matahari secara langsung dan dari curahan hujan. Pupuk kompos dari sisa/limbah tanaman maupun pupuk kandang mengandung unsur hara baik mikro maupun makro yang cukup komplit seperti: N, P, K, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, B dan S. Cara pembuatan kompos adalah sebagai berikut:
16
B. Pembuatan Kompos dari Kotoran Kambing dan Kulit Buah Kakao Kotoran kambing dan limbah kakao (kulit buah) yang biasanya belum dimanfaatkan petani juga berpeluang untuk dibuat menjadi kompos, dengan proses sebagai berikut: Bahan Kompos: 1. Kulit buah kakao, dicacah secara manual dengan pisau, golok/parang dan dalam jumlah banyak dapat menggunakan mesin pencacah. Cacahan jangan terlalu besar atau terlalu kecil, jika terlalu besar bakteri pembusuk sulit menghancurkan dan jika terlalu kecil timbunan akan cepat mampat/padat sehingga aerasi (penghawaan) udara berkurang dan hal ini tidak baik untuk jasat renik/mikroorganisme. Pencacahan kulit buah kakao untuk bahan kompos
2. Sampah (rumput, daun) dan Kotoran Kambing, baik yang masih basah maupun yang telah kering. 3. Sekam atau Abu dapur, sangat baik sebagai bahan kompos karena banyak mengandung Ca. 4. Urea, diperlukan oleh bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembangbiak. 5. Starter seperti Probion, mengandung mikroorganisme yang dapat mempercepat proses pelapukan/pembusukan. 6. Air, berfungsi untuk mempertahankan kelembaban agar mikro organisme tumbuh dengan baik. 7. Plastik Lembaran/Terpal, yang tidak tembus cahaya dengan ukuran disesuaikan dengan volume bahan/bak tempat pembuatan kompos.
17
V. P A K A N Produktivitas ternak kambing sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi (kualitas dan kuantitas). Ternak selama hidup dan aktivitasnya memerlukan proses penggantian zat-zat makanan yang berasal dari pakan yang dikonsumsi, selanjutnya diubah menjadi tenaga, daging dan susu. Efisiensi pemanfaatan zat-zat makanan tersebut tergantung dari tingkat kecernaan serta laju pebentukan jaringan tubuh. Semakin tinggi kualitas pakan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat-zat makanan. Zat makanan yang penting untuk kebutuhan ternak yaitu protein, energi, mineral dan air. a. Protein Protein diperlukan ternak untuk mengganti jaringan tubuh yang rusak, membentuk jaringan baru dalam proses pengembangan dan pertumbuhan (janin dan ternak muda) serta produksi susu. Sumber protein pakan untuk ransum yang baik antara lain tepung ikan, bungkil-bungkilan, (bungkil kedelai, kacang tanah, kelapa), kacang-kacangan dan daun leguminosa. b. Energi Energi diperlukan untuk proses metabolisme dalam tubuh karena penggunaan protein untuk pembentukan jaringan tubuh sangat dipengaruhi oleh ketersediaan energi. Sumber energi untuk ternak ruminansia (kambing) yaitu karbohidrat antara lain berasal dari komponen serat dalam makanan. c. Mineral Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun penting peranannya untuk proses fisiologi agar berjalan normal. Mineral digunakan untuk pembentukan tulang, gigi, komponen darah, pembentukan jaringan tubuh, komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Mineral dibagi dalam dua bagian yaitu: mineral makro (Ca, P, Mg, K, Na, dan S) dan mikro (Fe, Cu, Mo, Co, I, Mn, Cr dan Ni). Mineral makro dibutuhkan ternak lebih banyak dari pada mineral mikro. Mineral makro yang umumnya ditambahkan kedalam ransum yaitu Ca (Calsium) dan P (Pospor) yang sumbernya berasal dari tepung tulang atau tepung grit.
18
d. Air Air termasuk zat makanan yang penting untuk kehidupan tarnak. Sebagian besar (75 %) dari jaringan bebas lemak terdiri dari air. Fungsi air adalah sebagai substansi yang merupakan penghantar panas dari hasil reaksi kimia dalam proses metabolisme dan media aktivitas metabolisme dalam pencernaan. Air diperoleh dari air minum, makanan dan air metabolisme. Kebutuhan air dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kandungan air pakan, aktifvitas, status fisiologi dan produksi (susu). Kekurangan air dalam tubuh dapat mengganggu kondisi kesehatan dan menurunkan konsumsi pakan, akibatnya produksi ternak menjadi rendah dan tidak efisien dalam penggunaan pakan. A. Klasifikasi Pakan 1. Pakan Hijauan Makanan utama kambing adalah hijauan, yaitu rumput dan dedaunan yang diperoleh dari alam sekitarnya. Ketersediaan hijauan umumnya berlimpah pada musim penghujan dan sebaliknya kekurangan dalam musim kemarau. Untuk menyediakan hijauan yang dapat menjamin kebutuhan yang cukup dan berkesinambungan perlu dibudidayakan rumput dan leguminosa yang daunnya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Jenis rumput yang tinggi produksinya yaitu: rumput raja (King grass) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Produksi rumput raja dan rumput gajah yang ditanam pada tanah latosol masing-masing disajikan pada Tabel 1 berikut.
19
Tabel 1. Produksi Rumput Raja dan Rumput Gajah dan Kandungan Protein. Uraian
Produksi Segar
Produksi Kering
Protein
Perbandingan
(ton/ha/thn)
(ton/ha/thn)
(%)
Batang/Daun
Rumput Raja
1.076
110
13,5
- segar; 48 : 52 - kering; 32 : 68
Rumput Gajah
525
63
12,3
- segar; 59 : 41 - kering; 64 : 36
Dikaitkan dengan kebutuhan ternak, maka untuk kambing dengan bobot badan (BB) 30 kg membutuhkan hijauan segar perhari sebanyak 10 % dari BB (3 kg), jika produksi rumput raja 800 ton/ha maka lahan rumput raja dapat menampung sebanyak 656 ekor dan rumput gajah 320 ekor/hari. Bila pemberian rumput 50 % digantikan dengan daun leguminosa atau konsentrat, maka rumput raja dapat menyediakan untuk kebutuhan kambing sebanyak 1310 ekor dan rumput gajah untuk 640 ekor/hari. Jenis legominusa yang dapat dikonsumsi ternak kambing; (i) Lamtoro Lamtoro ditanam dengan biji, produksi Bahan Kering (BK) mencapai 20 ton/ha/th dengan kandungan protein 20 %. Daun lamtoro mengandung Memosine yang dapat meracuni ternak terutama non ruminansia, sedangkan untuk ternak ruminansia memosine dapat terdegradasi dalam rumennya (alat pencernaan) sehingga tidak terlalu membahayakan. (ii) Glirisidia Glirisidia lebih mudah ditanam dengan stek batang, produksi bahan keringnya mencapai 23 ton/ha/th dengan kandungan protein kasar 25 %. Tanaman ini dapat dipakai sebagai pagar hidup pekarangan, pagar lahan pertanian dan lahan kosong yang tidak digunakan untuk pertanian dan daunnya dimanfaatkan untuk pakan kambing. Untuk menghilangkan atau mengurangi bau yang ada di dalam daun, sebelum diberikan kepada ternak sebaiknya dilayukan dulu semalam. (iii) Kaliandra Kaliandra banyak ditaman untuk penghijauan. Daun Kaliandra mengandung protein 24 % dan baik untuk campuran pakan ternak. Produksi hijauannya dapat mencapai 122 ton/ha/th.
20
Daun Kaliandra mengandung tanin tinggi, sebaiknya diberikan dalam keadaan segar, karena bila dilayukan atau dikeringkan selain menurunkan daya cerna juga kurang disenangi ternak. (iv) Turi Daunya sangat disenangi ternak kambing, kandungan proteinya tinggi yaitu 25,8 % namun produksi daunya sedikit dan tidak tahan pangkas. 2. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah pakan tambahan untuk meningkatkan gizi yang dibutuhkan ternak, tersusun dari beberapa bahan pakan yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Untuk menyusun konsentrat dapat digunakan cara ”Pearson Square”. Sebagai contoh menyusun konsentrat dengan kandungan protein 16 % (Pr 16 %) dari dedak (Pr 13 %) dan bungkil kedelai (Pr 42 %): Dedak: Pr. 13
(42-16) = 26-26/29 X 100 % = 90 % 16
B. Kedelai: Pr. 42
(16-13) = 3-3/29 X 100 % = 10 %
Dari perhitungan tersebut maka untuk setiap 100 kg konsentrat yang dibuat dengan kandungan protein 16 % dapat diperoleh dengan mencampur dedak sebanyak 90 kg dan bungkil kedelai 10 kg. B. Kebutuhan Pakan berdasarkan Status Fisiologis Dalam suatu species ternak, kebutuhan zat-zat pakan terutama protein dan energi tidak sama, ini tergantung dari keadaan status fisilogisnya (anak, dewasa, bunting dan laktasi). Kambing muda sedang tumbuh, bunting tua dan laktasi memerlukan protein dan energi lebih tinggi dari pada status fisiologisnya. Protein dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, sesuai dengan kecepatan dan laju pertumbuhannya.
21
Pada kambing bunting, protein dan energi diperlukan untuk menjaga kondisi tubuh, perkembangan dan pertumbuhan janin. Apabila kekurangan protein dan energi maka kondisi tubuh menjadi lemah, perkembangan janin terhambat, bobot anak yang dilahirkan kecil, ringan dan lemah, pertumbuhan selanjutnya juga akan lambat serta kematian tinggi. Pada induk menyusui, protein dan energi selain diperlukan untuk mempertahankan kondisi tubuh juga untuk memproduksi susu. Kekurangan protein dan energi dalam pakan menyebabkan kondisi tubuh lemah, bobot badan turun dan produksi susu sedikit, anak yang menderita kekurangan air susu terutama anak yang dilahirkan kembar dua atau lebih akibatnya kondisi anak lemah, pertumbuhan lambat dan kematian tinggi. Untuk mengantisipasi hal yang mungkin dapat merugikan, maka dalam pemeliharaan kambing khususnya kambing PE, perlu bibit dan tata laksana pemeliharaan yang baik, penyediaan dan pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan status fisiologisnya agar efisiensi pakan dan secara ekonomi menguntungkan. C. Pemberian Pakan untuk Kambing Peranakan Etawah Kandungan gizi rumput (terutama protein) relatif rendah dan tidak mencukupi kebutuhan ternak. Untuk mencukupi kebutuhan perlu disubstansi dengan konsentrat atau daun leguminosa. Konsentrat umumnya diberikan antara 2 - 3 % dari bobot badan ternak. Konsentrat diusahakan menggunakan bahan yang tersedia di lokasi dan harganya murah sehingga ekonomi usaha dapat menguntungkan. Alternatif lain, untuk meningkatkan gizi pakan, dianjurkan memanfaatkan daun leguminosa. Daun leguminosa merupakan sumber pakan alami yang murah. Dari penelitian menunjukkan hasil positif karena dapat meningkatkan bobot badan ternak lebih tinggi, seperti disajikan pada Tabel 2 berikut.
22
Tabel 2. Peningkatan Bobot Badan Kambing dengan Pemanfaatan Daun Leguminosa. No
Uraian
Peningkatan Bobot Badan (g/hari)
1
Rumput Gajah
7,44
2
Rumput Gajah + Gliricidia 300 g
18,45
3
Rumput Gajah + Gliricidia 900 g
27,97
4
Rumput Gajah + Gliricidia Layu
52,50
Kambing Peranakan Etawah (PE) termasuk ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Ternak perah memerlukan pakan yang cukup, disamping penanganannya harus intensif seperti layaknya memelihara sapi perah. Ketersediaan sumber pakan yang cukup dan beraneka ragam serta pemanfaatannya secara maksimal sangat menunjang bagi perkembangan dan keberhasilan usaha ternak kambing PE di suatu daerah. D. Pakan Limbah Kebun Kopi dan Kakao Areal perkebunan kopi di Kabupaten Kepahiang seluas 29.010,5 ha dengan produksi total 12.321,9 ton dan produktivitas rata-rata 0,5 ton/ha. Tanaman kopi dan kakao disamping menghasilkan produk utama berupa biji-bijian sebagai bahan industri, juga menghasilkan limbah berupa daging buah (kopi), cangkang atau kulit buah (kakao). Secara fisik produksi limbah tersebut cukup besar. Pada kopi, produk limbah basah mencapai 46 - 48 %, pada kakao sekitar 71 - 78 %. Produk utama berupa biji basah, pada kopi sekitar 50 % dan pada kakao 23 %. Walaupun produksinya cukup besar, namun dari aspek kualitas sebagai bahan pakan terutama untuk pakan penguat, limbah perkebunan memiliki beberapa kelemahan antara lain kandungan proteinnya relatif rendah, sementara kandungan serat kasarnya cukup tinggi. Pada kulit buah kakao misalnya, kandungan proteinnya hanya 6 % dan kandungan serat kasarnya tinggi, yakni 31,5 % (Devendra, 1997
23
dikutip Zaenudin 1995). Sedangkan menurut Smith dan Adegbola (1982), kandungan protein kasar cangkang kakao 6 - 10 % dan serat kasarnya 19 - 28 %. Pada kulit biji kakao kandungan proteinnya lebih tinggi yakni 16,6 % (Sutardi,1991), namun komposisi limbah ini hanya 2 %, sementara pada cangkang kakao mencapai 73 - 74 %. Disamping itu, limbah kakao banyak mengandung theobromin yaitu senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan dapat menghambat pencernaan (Sutardi, 1991). Karena itu, pemberian limbah kakao secara berlebihan dalam keadaan segar dapat menyebabkan keracunan. Pada limbah kopi yang berupa daging buah, kandungan proteinnya mencapai 10,40 %, namun pada bagian kulit bijinya hanya 4,61 %, (Zaenudin, 1995). Sedangkan Guntoro et al (2002) hanya menemukan protein daging buah kopi 6,51 %, sementara kandunga serat kasar 16,42 % pada daging buah dan 65,2 % pada kulit biji (Zaenudin, 1995). Dipihak lain, tanaman perkebunan umumnya hanya panen sekali dalam setahun (kecuali kakao yang bisa panen 4 kali atau lebih per tahun), sehingga dengan produksi yang musiman, jika diberikan dalam bentuk segar akan mengalami kendala dalam menjamin kontinuitas penyediaan.
1. Pengolahan Upaya untuk mengatasi kelemahan limbah perkebunan tersebut dapat dilakukan melalui proses pengolahan. Dalam pengolahan limbah perkebunan tahap-tahap yang dilakukan
24
antara lain pencacahan (untuk kakao dan mete), pengepresan (limbah mete dan lumpur sawit), fermentasi, penepungan dan penggilingan. Dengan proses fermentasi akan diperoleh manfaat antara lain dapat meningkatkan gizi bahan, seperti peningkatan kadar protein, energi dll serta menurunkan kadar serat kasar/suatu senyawa yang sulit di cerna (Komplang, 2000). Disamping itu, dengan fermentasi akan dapat menekan kandungan theobromin pada kakao atau tanin pada kopi, sehingga bahan bisa diberikan pada level yang lebih tinggi pada ransum ternak. Melalui proses pengeringan dan penepungan akan diperoleh manfaat lain yaitu dapat memperpanjang masa simpan (lebih tahan lama) hingga berbulan-bulan. Dengan demikian akan lebih mudah dalam penyediaan sepanjang tahun di luar musim panen. Disamping itu melalui proses pengolahan tersebut akan lebih mudah dalam pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan, demikian pula pencampuran dan pemberian pada ternak. Untuk fermentasi limbah-limbah perkebunan tersebut agar dapat berlangsung secara efektif diperlukan mikroba tertentu sebagai inokulan (fermentor). Beberapa jenis inokulan/fermentor yang cukup efektif untuk fermentasi limbah perkebunan antara lain Aspergillus niger, Trichoderma dan Rhizopulus (Guntoro, 2002). Aspergillus niger merupakan sejenis jamur yang bersifat facultatif, yang bisa berkembang dalam kondisi aerob maupun an-aerob. Kerena itu penggunaan mikroba ini untuk fermentasi lebih praktis, karena proses fermentasi tidak mesti tertutup secara rapat. Namun harus waspada, bahwa ada sejenis Aspergillus yakni Aspergillus plafus yang dapat menyebabkan penyakit aflatoxin pada unggas. Tetapi untuk membedakannya mudah yaitu pada koloninya dimana koloni Aspergillus niger berwarna hitam, sedangkan Aspergillus plafus koloninya berwarna kuning. Aktivasi Fermentor Agar lebih efisien dalam fermentasi, sebelumnya bibit Aspergillus atau Rhizopulus kita aktifkan dan reproduksi sehingga volumenya menjadi lebih besar. Saat ini beberapa laboratorium telah memproduksi bibit Aspergillus, Trichoderma, maupun Rhizopulus seperti di Balitnak-Ciawi, Balitbio-Bogor dan BPTP Bali. Bahkan BPTP Bali telah memproduksi dalam bentuk padat maupun cair. Setelah proses reproduksi, volume
25
fermentator bisa menjadi 100-200 kali. Artinya untuk 1 liter bibit fermentator bisa direproduksi hingga menjadi 100-200 liter. Untuk aktivasi dan reproduksi Aspergillus diperlukan peralatan-peralatan antara lain bak plastik yang bersih, aerator, sedangkan bahan yang digunakan adalah gula pasir, urea dan NPK masing-masing dengan berat 1 % dari berat air. Nutrisi tersebut bisa juga diganti dengan campuran gula dan ekstrak tauge (kecambah kacang hijau) masing-masing dengan komposisi 2,5 % dari berat air tersebut. Air yang digunakan adalah air steril dan bebas kaporit (bukan air PAM). Bila menggunakan air sungai atau air lain yang kotor, harus dimasak dahulu hingga 100 0C, agar mikroba yang ada di dalamnya mati. Air yang telah masak tersebut dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin bahan nutrisi (gula, urea dan NPK atau gula dan ekstrak tauge) dimasukkan ke air, dan dilarutkan. Setelah bahan nutrisi larut, barulah bibit Aspergillus atau Trichoderma dimasukkan sebanyak 0,5 - 1,0 % dari volume air. Selanjutnya masukkan ujung selang aerator ke dalam air dan diberi pemberat agar tidak mengapung, lalu aerator dihidupkan sehingga timbul gelembung-gelembung oksigen dalam air dan air pun tertekan udara sehingga berputar. Proses aerasi dilakukan sekitar 24 - 48 jam. Makin rendah suhu udara, memerlukan waktu yang lebih lama hingga larutan tersebut siap digunakan. Bila lokasi tidak ada listrik dan tidak ada aerator, seyogyanya larutan tersebut dibiarkan selama 72 jam, baru bisa digunakan. Selama proses aktivasi bahan-bahan tersebut harus ditempatkan di tempat yang teduh dan ditutup, agar tidak banyak mikroba yang masuk ke dalamnya. 2. Fermentasi Fermentasi bisa dilakukan pada wadah tertentu atau di atas para-para yang beralas gedeg atau anyaman bambu.
26
Tempat fermentasi harus teduh agar bahan tidak terkena hujan atau sinar matahari. Pada limbah kopi setelah dilakukan pengupasan kulit limbah yang diperoleh dapat langsung difermentasi. Sedangkan pada limbah kakao, mengingat bentuknya yang terlalu besar sebelum difermentasi, dicacah dahulu agar bentuknya labih kecil. Pencacahan bisa dilakukan dengan pisau potong atau alat khusus. Limbah yang akan diolah ditempatkan pada media fermentasi (bak atau wadah lain), mula-mula ditebarkan setebal 5 -10 cm, kemudian disiram dengan larutan fermentor secara merata. Selanjutnya di bagian atas ditumpuki bahan lagi, kemudian disiram lagi dengan larutan secara merata, hingga seluruh bahan terbasahi. Selanjutnya limbah ditutupi dengan goni, plastik atau kain. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelembaban, sekaligus untuk mencegah penguapan dan intervensi mikroba-mikroba dari udara. Fermentasi sebaiknya dilakukan 5 - 6 hari, bila waktu fermentasi terlalu cepat, proses dekomposisi belum bisa berjalan secara optimal. 3. Pengeringan dan Penggilingan Setelah limbah terfermentasi selama 56 hari, biasanya sudah cukup untuk diakhiri. Tutup fermentasi dibuka lalu limbah dikeringkan. Pengeringan bisa dilakukan dengan sinar matahari. Dalam keadaan matahari bersinar normal sekitar 2 3 hari limbah tersebut sudah kering. Setelah kering, limbah digiling dengan alat penggiling seperti mesin penepung gaplek, beras atau penepung kopi. Untuk alat berkapasitas 100 kg per jam, diperlukan mesin penggerak berkekuatan 8 HP. Tepung limbah hasil olahan bisa langsung diberikan kepada ternak, juga bisa disimpan terlebih dahulu (jika jumlahnya banyak) dengan kantong plastik atau goni yang kering dan ujungnya diikat. Tempatkan tepung tersebut pada tempat yang kering dan teduh, dengan proses pengolahan tersebut limbah bisa disimpan berbulan-bulan.
27
Cara pembuatan pakan dari kulit kakao:
Cara pembuatan pakan dari kulit kopi:
28
4. Kandungan Gizi Kandungan gizi limbah akan meningkat setelah mengalami proses fermentasi tesebut, terutama kandungan proteinnya. Pada limbah kopi akan terjadi peningkatan kandungan protein dari rata-rata 7 - 8 % menjadi 11 - 13 %, sedangkan pada limbah (cangkang) kakao, kandungan proteinnya meningkat dari 6 - 7 % menjadi sekitar 15 -17 %. Sementara kandungan serat kasar limbah yang telah difermentasi mengalami penurunan, seperti limbah (daging buah) kopi kandungan seratnya turun dari 21 % menjadi 13 % dan limbah kakao turun dari 21 - 22 % menjadi 10 -11 %. 5. Penggunaan Tepung limbah yang telah diolah bisa langsung digunakan untuk ternak atau bisa disimpan dalam jangka waktu beberapa bulan, bahkan jika wadah dan tempat penyimpanannya baik bisa dipertahankan hingga 6 bulan. Pada ternak ruminansia (kambing, sapi, kerbau), limbah olahan tersebut diberikan sebagai pakan penguat. Pemberian hijauan tetap dilakukan sesuai kebutuhan, sedangkan pakan penguat diberikan sebagai pakan tambahan untuk menghasilkan pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu. Pada ternak kambing jumlah penggunaannya antara 0,71,2 % dari berat hidup ternak, misalnya pada kambing yang beratnya 30 kg bisa diberikan antara 200 - 350 g per ekor per hari. 6. Hasil Penelitian Pemberian tepung limbah kopi terfermentasi pada kambing PE (Peranakan Etawah) sebanyak 100 g per ekor per hari pada fase pasca sapih hingga umur 6 bulan memberikan pertambahan berat badan (PBB) 98 g/ekor/hari. Sedangkan pada anak kambing PE yang hanya memperoleh hijauan (HMT) PBB-nya hanya mencapai 60 - 65 g/ekor/hari hingga umur 5,5 bulan. Jika anak kambing hanya mendapatkan hijauan saja
29
beratnya rata-rata hanya 13,7 kg, tetapi yang mendapat pakan tambahan tepung limbah kopi terfermentasi baratnya sampai 18,2 kg. Penggunaan limbah kakao memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik. Dengan dosis yang sama, pada pemberian limbah kakao diperoleh PBB anak kambing rata-rata 119 g/ekor/hari. Bila pemberian limbah kakao tersebut dikombinasikan dengan pemberian enzym (phitase) sebanyak 1,5 g/ekor/hari akan diperoleh PBB 147 g/ekor per hari. Pemberian pakan tambahan (konsentrat) dari limbah perkebunan juga dapat meningkatkan produksi susu kambing PE. Jika dengan pakan HMT saja produksinya rata-rata 250350 ml maka dengan pakan tambahan dari limbah kopi dan kakao terfermentasi sebanyak 1 % dari berat badan bisa mencapai 800-1200 ml/ekor/hari. Meski pertumbuhan anaknya menjadi lebih kecil dibanding pada anak kambing yang induknya tidak diperah, yakni hanya 75 g/ekor/hari, namun pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibandingkan pada anak kambing yang dipelihara dengan pakan konvensional.
30
VI. PENGELOLAAN REPRODUKSI Perkembangan ternak kambing diupayakan melalui pengelolaan perkawinan. Dengan pengelolaan perkawinan, ternak kambing dapat melahirkan anak setiap 7 bulan sekali asal diikuti dengan penanganan perkawinan yang tepat. Hal ini akan dapat dicapai dengan penyapihan anak pada umur 3-4 bulan. Perkawinan induk yang baru melahirkan sudah dapat dilaksanakan bulan pertama setelah melahirkan (diusahakan setelah induk beranak 3 kali dalam 2 tahun) seperti dijelaskan pada bagan berikut ini.
Keterangan : 1 = Awal Birahi 2 = Awal Kebuntingan
A = Siklus Birahi ( ± 17-21 hari) B = Masa Kebuntingan ( ± 5 bulan) C = Masa Kelahiran, penyapihan dan istirahat ( ± 2 bulan)
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi reproduksi adalah dengan meningkatkan Laju Reproduksi Induk (LRI). LRI yang dimaksud adalah jumlah anak yang disapih per induk per tahun. LRI berhubungan dengan rataan jumlah anak sekelahiran atau Litter Size (LS), Laju Mortalitas Anak (M) dan Selang Beranak (SB). Dari komponen di atas dapat dirumuskan bahwa: LRI = LS (1 - M)/SB
31
Disamping itu, Efisiensi Reproduksi (ER) dapat dinyatakan dengan jumlah induk yang beranak dibagi dengan jumlah induk yang dipelihara selama setahun. Nilai ER di atas 150 % per tahun menunjukkan besaran yang cukup baik. Secara umum bahwa rataan jumlah anak dalam setiap sekelahiran kambing Peranakan Etawah sebesar 1,65. Laju mortalitas periode pra sapih (0-34 bulan) berkisar antara 1,0 - 10,0 %. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju mortalitas anak diantaranya jumlah anak tiap kelahiran, bobot lahir, musim dan tingkat nutrisi induk. Laju mortalitas anak kambing tipe kelahiran lebih dari dua ekor, cenderung meningkat dibanding dengan anak dari tipe kelahiran tunggal atau kembar dua. Demikian pula anak yang lahir pada musim penghujan. Hal ini disebabkan cekaman udara dingin/basah dan peluang berkembangnya bibit penyakit. Secara umum selang beranak kambing berkisar antara 7-9 bulan. Selang beranak yang panjang disebabkan karena lamanya masa tak birahi setelah beranak, mortalitas embrional atau mungkin terjadi keguguran. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa relatif lamanya selang beranak ternak kambing yang dipelihara peternak di pedesaan adalah kurangnya perhatian peternak dalam tata laksana perkembangbiakan. Dengan memakai persamaan LRI di atas, dapat dihitung kemampuan induk memproduksi anak sapih per tahun. Jika jumlah anak sekelahiran (LS) adalah 1,71, laju mortalitas (M) sebesar 4,87 % serta selang beranak (SB) 9,00 bulan maka LRI kambing PE sebesar 2,17 ekor/induk/tahun. Oleh karena itu, jika ingin meningkatkan LRI maka semua komponen tersebut harus diperbaiki. Peningkatan jumlah anak sekelahiran sebesar 10 % tidak langsung meningkatkan LRI sebesar 10 %, jika tanpa diimbangi dengan tata laksana pemeliharaan yang baik. Karena tanpa diimbangi dengan tata laksana pemeliharaan yang baik, laju mortalitas tetap akan tinggi dan selang beranak tetap panjang. Untuk memperoleh hasil susu, maka pendeknya jarak selang beranak akan sangat menguntungkan bagi peternak. Skema mengawinkan dan memerah susu kambing seperti disajikan berikut ini.
32
Keterangan : A A–B B–C C C–D D–G
= = = = =
Kambing Menginjak Dewasa Masa Birahi Tak Birahi Lagi / Bunting Saat Melahirkan Susu Perah Untuk Cempe / Anak Kambing = Diperah
D–E E–F G G–H F-H H
= = = = = =
Saat Air Susu Banyak Birahi Untuk Dikawinkan Pemerahan Dihentikan Masa Kering Bila Tak Birahi Lagi / Bunting Saat Melahirkan Ke dua
Efisiensi Produksi Pada kondisi pedesaan laju pertambahan bobot badan ternak kambing relatif masih rendah, berkisar 25 - 50 g/hari. Dengan perbaikan tata laksana pemberian pakan, laju pertambahan bobot badan, dapat ditingkatkan menjadi 75 - 100 g/hari. Dengan meningkatnya laju pertambahan bobot badan, waktu yang diperlukan untuk mencapai bobot badan dewasa (2- 3 kg) akan menjadi lebih pendek. Upaya peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan program pemuliaan (genetik) serta perbaikan tata laksana pemeliharaan (lingkungan). Dengan menggunakan bibit yang mempunyai laju pertambahan bobot badan yang tinggi, keturunannya juga mempunyai peluang seperti tetuanya. Salah satu cara menilai produktivitas induk yang lain adalah dengan melihat total bobot sapih. Ukuran ini cukup obyektif, karena menggambarkan kemampuan induk membesarkan anak. Walaupun bobot sapih anak tipe kelahiran kembar dua relatif lebih rendah dari bobot sapih anak tunggal, namun secara keseluruhan induk dengan anak kembar 2
33
memberikan bobot anak jauh lebih besar dari induk yang beranak tunggal. Hasil pengamatan terhadap kambing PE yang dipelihara peternak di daerah Cirebon menunjukkan bahwa induk yang beranak kembar tiga (3) mempunyai total bobot sapih tertinggi (10,45 ± 1,32 kg). Sedangkan hasil pengamatan di Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa bobot sapih anak kembar 2 hampir 2 kali lipat dibandingkan dengan induk beranak tunggl (1,55 : 8,2 kg).
34
VII. PENYAKIT DAN PENGOBATANNYA A. Cara-cara Penularan/Kejadian Penyakit Berdasarkan sifatnya penyakit dapat digolongkan menjadi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular berarti penyakit tersebut mampu berpindah dari ternak satu ke ternak lainnya yang peka. Penyebab penyakit menular adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur dan beberapa parasit seperti parasit darah, cacing dan kutu. Sedang penyakit tidak menular terutama berhubungan dengan makanan seperti kurang mineral, tanaman beracun dan racun. Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara mencegah kemungkinan cara-cara penularan penyakit secara umum. Vaksinasi merupakan cara pencegahan terbaik bagi penyakit yang menular. Penularan penyakit dapat diterjadi karena; 1. Kontak langsung. - Ternak sehat kontak/ berdekatan dengan hewan sakit.
- Ternak sehat memakan tanaman beracun.
- Ternak meminum/ menjilat racun atau tempat bekas racun (serangga, tikus dll) yang disimpan sembarangan.
35
2. Kontak dengan bahan tercemar, bibit penyakit/racun. - Ternak memakan rumput yang tercemar bibit penyakit. - Ternak meminum air yang tercemar bibit penyakit. - Ternak sehat tinggal di kandang bekas hewan sakit yang tidak dibersihkan.
3. Bibit penyakit yang dibawa serangga, tukang kandang dan angin.
Cara pencegahan penyakit: - Hindari terjadinya cara-cara penularan penyakit. - Lakukan vaksinasi ternak.
36
B. Beberapa Penyakit yang Sering Kambing dan Pengobatannya
Menyerang/Timbul
pada
1. Kudis/Buduk Adalah penyakit akibat infeksi parasit kulit, dengan tanda-tanda klinis adanya kerak-kerak pada permukaan kulit. Pengobatannya dapat dilakukan dengan obat suntikan Ivomec atau belerang campur oli bekas atau insektisida. Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan ternak kudisan Tanda-tanda klinis: - Ternak menggesek-gesekkan badannya karena gatal. - Bulu rontok dan kulit bersisik akibat infeksi parasit kulit.
Pengobatan: 1. Obat suntik IVOMEC, disuntikkan di bawah kulit (Sub-Kutan).
37
2. Belerang + Oli bekas atau Basudin 60 EC (Resep 1 sendok teh atau 5 cc Basudin 60 EC + 5 liter air). - Ternak dimandikan dan digosok. - Oles dengan belerang + oli/larutan Basudin dengan merata. - Jemur sampai bulunya kering. (Pengobatan diulang 3 hari kemudian) Pencegahan: - Ternak kudis tidak boleh dicampur dengan hewan sehat. - Ternak yang baru dibeli maupun dipinjam untuk pemacek harus sehat dari kudis. - Semprot kandang bekas ternak kudisan dengan Basudin 60 EC dengan dosis 0,1 % (1 sendok the Basudin 60 EC + 1 ember air). Sebelum dipakai kembali, kandang dicuci dengan air.
38
2. Cacingan Tanda-tanda klinis: - Kurus bulu agak berdiri tidak mengkilap - Sembelit atau mencret - Lesu dan pucat - Daerah rahang terlihat bengkak
Pengobatan: Pemberian obat cacing secara rutin atau cekok kampung
Pencegahan: - Kandang harus panggung. - Kandang harus tetap bersih dan kering. - Ternak tetap di kandang.
39
- Gembalakan ternak siang hari jam 12.00-15.00. - Gembalakan ternak berpindah dan kembali kemudian. - Arit rumput siang hari jam 12.00-15.00. - Potong rumput bagian atas saja.
30
hari
3. Perut Kembung/Timpani Disebabkan oleh adanya kegagalan pengeluaran gas secara normal dan proses pembentukan gas asal makanan dalam perut terlalu cepat. Selama pengobatan usahakan ternak tetap berdiri. Pada mulut diikatkan kayu agar tetap terbuka kemudian dicekok dengan minyak kelapa atau minyak kacang sebanyak 0,5 - 1 gelas (100-200 ml). Perut ditekan-tekan sehingga dapat membantu pengeluaran gas. Pencegahan yaitu jangan terlalu banyak diberi rumput yang basah, kacangkacangan dan biji-bijian (beras, gandum). Tanda-tanda Klinis: - Ternak gelisah sulit bernafas - Perut sebelah kiri kembung keatas dan kesamping - Kalau dipukul bunyi seperti gendang
40
Pengobatan: - Paksakan ternak berdiri. - Ikatkan kayu pada mulut. - Cekok dengan minyak kelapa ½ -1 gelas. - Tekan bagian perut yang gembung. - Bila tidak sembuh, tusuk dengan bambu kecil yang tajam bagian perut sebelah kiri belakang (oleskan yodium/obat merah sebelum ditusuk). Pencegahan: - Jangan memberikan rumput muda terlalu banyak. - Jangan memberikan rumput basah dan buah polongan/biji-bijian terlalu banyak. 4. Kejang Rumput Tanda-tanda Klinis: - Bentuk akut; jatuh tiba-tiba, kaku, kejang lalu mati.
41
- Bentuk tidak akut; Kaku, sering kencing, kejang-kejang lalu mati.
Pengobatan: Infus dengan cairan mengandung ion magnesium lewat pembuluh darah, atur aliran cairan infuse agar sangat perlahan. Catatan: Pengobatan ini sulit, oleh karena itu lebih ditekankan pada pengenalan penyakit dan cara pencegahannya.
Pencegahan: Jangan berikan rumput muda, berikan rumput tua yang mengandung ion magnesium.
5. Kutu Tanda-tanda Klinis: - Ternak terlihat lemah, kurang segar dan pucat. - Bulu terlihat kusut dan tidak mengkilap. - Kondisi tubuh terus menurun.
42
- Jika diperiksa, banyak kutu berwarna kemerahan.
Kutu: Sedikit, belum terlalu mengganggu. Banyak; - menghisap darah. - hewan tidak dapat istirahat. - hewan menjadi kurus. Pengobatan: - Cukur bulu ternak. - Basmi kutu dengan insektisida (basudin 60 EC, Diazinon, asuntol 0,1 % dll). - Beri makan dan minum yang baik. - Masukkan ke kandang yang bersih. Pencegahan: - Cukur bulu ternak secara rutin. - Mandikan secara rutin dengan memakai sabun dan sikat. - Perhatikan ternak berbulu gelap dan muda, biasanya hewan ini banyak terserang kutu. - Kalau membeli ternak periksa dulu apakah ada kutunya atau tidak.
43
6. ORF/Puru/Dakangan Merupakan penyakit kulit menular terutama menyebabkan luka-luka/tukak pada daerah sekitar mulut yang disebabkan oleh virus. Pengobatan dilakukan dengan cara membasmi infeksi sekunder oleh kuman, mengurangi rasa sakit dan meningkatkan nafsu makan. Pencegahan dilakukan dengan cara memberikan kekebalan kepada hewan sehat terhadap penyakit tersebut melalui vaksinasi. Tanda-tanda Klinis: Benjolan berkeropeng (kerak hitam) terutama pada daerah mulut. Pengobatan: - Saleb antibiotik. - Suntik antibiotik. - Beri makan rumput yang lunak.
Pencegahan: Hindari kontak kambing yang sehat dengan yang sakit.
44
7. Perawatan Mencret Tanda-tanda klinis: - Ternak mencret, warna kotorannya (merah, hijau). - Ternak lemah. Pengobatan: - Ternak mencret dipisah, beri makanan segar + air + garam. - Cekok dengan campuran 1 sendok gula + 1 sendok garam dilarutkan dalam 2,5 l air, berikan sebanyak sekitar 1/6 berat badannya. - Kandang harus tetap bersih. - Lapor kepada ketua kelompok dan Dinas Peternakan setempat.
Jika berat badan 10 kg, berikan 7 gelas campuran garam + air + gula)
45
8. Kuku Busuk/Food Rot Tanda-tanda klinis: Berjalan pincang, telapak dan samping kuku koyak berbau busuk.
Pengobatan: - Bersihkan sampai jaringan sehat terlihat. - Rendam pada cairan desinfektan (formalin 10 % atau antibiotik). - Kaki dibungkus.
Pencegahan: - Kandang bersih, kering, alas tidak bolong.
- Potong kuku secara teratur. Kuku yang pendek dapat mencegah penyakit busuk kuku.
46
9. Perawatan Ternak Bunting dan Anak setelah Dilahirkan 1. Ternak bunting dipisahkan pada kandang yang bersih. 2. Naikkan ember 300-350 mm dari lantai, kalau tidak anak bisa masuk dan mati. 3. Beri makanan segar (daun kacang-kacangan) + air + garam, jangan diberi rumput muda
4. Setelah lahir, celupkan pusar ternak ke dalam larutan yodium. 5. Anak harus menyusu sedini mungkin (kurang dari 12 jam). 6. Jaga kebersihan kandang.
47
10. Keracunan Tanaman Tanda-tanda klinis: - Mati mendadak. - Mulut berbusa. - Kotoran berdarah. Pengobatan: - Bila masih baru, berikan arang aktif seperti tablet norit, air kelapa muda. Pencegahan: - Hindari tanaman beracun. - Jangan gembalakan ternak di sekitar rumput/pinggir sawah/perkebunan yang baru disemprot insektisida/racun. 11. Keguguran/kluron Faktor Penyebab: - Jatuh dari kandang. - Ditanduk pejantan. - Karena penyakit (Brucella, Salmonella, Chiamycidia, mulut kuku, listeriosis, taxoplasmosis, Rilt, veley faver, blue tonguer, dll).
48
Pengobatan: - Ternak kluron tetap di kandang, diobati atau dipotong. - Ternak sehat dipindahkan ke tempat lain dan diobati. - Kandang bekas ternak kluron disemprot dengan desinfektan. - Bahan kluron didesinfeksi dan dikubur atau dibakar
Pencegahan: - Ternak bunting dikandangkan tersendiri. - Ternak divaksinasi terhadap penyakit penyebab kluron. - Peternak harus menjaga kebersihan kandang setelah menolong/merawat ternak kluron untuk mencegah penularan penyakit kepada peternak. - Beli ternak yang sehat. - Jangan membeli ternak dari kelompok ternak yang ternaknya terkena kluron atau berak darah.
49
12. Demam Susu Adalah kelainan pada induk bunting yang ada hubungannya dengan proses kelahiran yaitu beberapa saat sebelum melahirkan, saat melahirkan dan setelah melahirkan dimana tingkat ion Kalsium darah berada di bawah batas normal. Tanda-tanda klinis: - Lesu, berjalan kaku. - Sempoyongan dan tubuh bergetar. - Berbaring lesu. - Kepala mengarah ke bawah. Pengobatan: (dapat dilakukan lebih dari 1 kali) - Infus cairan yang mengandung Kalsium ke dalam pembuluh darah vena di bawah kulit sebanyak 50-100 ml. - Infus udara ke dalam ambing. Pengobatan ini sulit dan biasanya dilakukan oleh petugas, maka pengenalan penyakit dan cara pencegahan lebih ditekankan. Pencegahan: 1. Pada ternak bunting diperhatikan; - Makanan banyak mengandung Kalsium dan protein (rumput Alfalfa dan susu skim) sejak awal kebuntingan. - Hindari rumput muda. - Cukup sinar matahari. 2. Bunting 1-4 bulan: makanan bergizi dan kaya Kalsium. 3. Bunting 4-5 bulan: kurangi rumput yang kaya Kalsium. 4. Setelah melahirkan berikan makanan yang kaya Kalsium.
50
VIII. ANALISIS EKONOMI Analisis ekonomi usaha ternak kambing sangat penting sebagai kegiatan rutin suatu usaha komersial. Dengan adanya analisis, dapat dievaluasi dan dapat dipergunakan untuk pemecahan berbagai kendala yang dihadapi, baik untuk pengembangan, rencana penjualan maupun efisiensi pembiayaan. Dalam memelihara ternak kambing terdapat 2 jenis usaha yang sekaligus dapat dilakukan yaitu usaha pembibitan dan penggemukan. Usaha penggemukan dilakukan terhadap kambing jantan yang tidak dimanfaatkan sebagai calon pemacek, sedangkan betina dikembangkan sebagai sumber bibit. Analisa penggemukan 6 - 7 ekor kambing selama 8 bulan dan pembibitan disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Analisis Usaha Penggemukan Ternak Kambing. Uraian
Total (Rp)
BIAYA TETAP - Penyusutan kandang (5 tahun) - Biaya tak terduga (2,5 %) TOTAL BIAYA TETAP (A) BIAYA VARIABEL - Kambing bakalan - Pakan: Konsentrat Hijauan - Obat-obatan - Perlengkapan kandang pakai habis - Tenaga kerja - Biaya tak terduga (2,5 %)
62.500 1.563 64.063 1.980.000
TOTAL BIAYA VARIABEL (B) PENDAPATAN - Jual hidup pasar regular Penjualan kambing Keuntungan (C - A - B) Pendapatan bersih (Rp./bulan) Total biata (A + B) B/C rasio BEP = cost/pendapatan ROI = Laba/cost x 100 % - Jual hidup pasar khusus Penjualan kambing Keuntungan (C - A - B) Pendapatan bersih (Rp./bulan) Total biata (A + B) B/C rasio
288.750 0 50.000 50.000 0 59.219 2.427.969
2.960.000 467.969 93.594 2.492.031 1 1 19 4.162.500 1.670.469 334.094 2.492.031 2
PENDAPATAN PER BULAN (Rp)
178.203
51
Tabel 4. Analisis Biaya Pembibitan Ternak Kambing. Uraian
Total (Rp)
BIAYA TETAP - Penyusutan ternak induk - Penyusutan kandang (5 tahun) - Biaya tak terduga (2,5 %)
423.360 900.000 33.084 TOTAL BIAYA TETAP (A)
1.356.444
BIAYA VARIABEL - Pakan: Konsentrat Hijauan - Obat-obatan - Perlengkapan kandang pakai habis - Tenaga kerja - Biaya tak terduga (2,5 %)
0 0 473.400 334.800 0 20.205 TOTAL BIAYA VARIABEL (B)
828.405
PENDAPATAN PER BULAN
230.966
Jika diasumsikan dalam 1 tahun 6 ekor induk masing-masing beranak 1 ekor, maka pada tahun kedua diharapkan berat badan kambing mencapai 30 kg/ekor dan telah layak untuk dijual dengan harga Rp.600.000/ekor (Rp.20.000/kg). Hasil penjualan 6 ekor = Rp.3.600.000.
52
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing Domba. Departemen Pertanian. Balai Penelitian Ternak. 1989. Beternak Kambing. Buku Petunjuk. Balitnak SR-CRSP. Cahyono. B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Cara Meningkatkan Bobot dan Analisis Kelayakan Usaha. Kanisius Yogyakarta. Murtidjo B.A. 1992. Memelihara Ternak Kambing sebagai Terbak Potong dan Perah. Kanisius Yogyakarta. Nitis. 1992. Usahatani Sistem Tiga Strata. Balai Informasi Pertanian. Departemen Pertanian, Bali. Prawiradiputra, B.R.T., Herawati dan M.E. Siregar. 1982. Masalah Pengadaan Hijauan Makanan Ternak pada Musim Kemarau. Proc. Seminar Penelitian Peternakan Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor. Sarwono B. 1990. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Wijaya E. dan Bambang Ngaji Utomo. 2001. Introduksi Rumput Raja pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Proc. Seminar Sosialisasi Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Palangkaraya.
53