PENGALAMAN PERJUMPAAN DENGAN KITAB SUCI (MAX BIAE DAE) "Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab Suci memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu." (Yoh. 5:39-40)
Saya mempunyai dua pengalaman yang berbeda tentang Kitab Suci. Pertama, pengalaman belajar di Ledalero. Kedua, pengalaman menulis buku Eksegese Orang Jalanan. Satu yang berbeda dan perbedaan itu cukup mencolok dari kedua pengalaman itu, yakni pendekatan yang berkonsekuensi pada mengalami Kitab Suci. 1. SEKILAS PENGALAMAN BELAJAR DI LEDALERO Jujur diakui bahwa pengetahuan saya tentang Kitab Suci selama belajar di Ledalero sangat dominan dibentuk oleh Diktat Kuliah dosen dan beberapa buku referensi lainnya, seperti Dr. C. Groenen OFM, “Pengantar ke dalam Perjanjian Lama” dan “Pengantar ke dalam Perjanjian Baru”, juga Stefan Leks, “Inspirasi dan Kanon Kitab Suci”, dan beberapa Ensiklopedi atau Kamus Alkitab lainnya. Memang tidak banyak, ya, maklumlah yang saya kejar tidak lain supaya lolos, lolos dari daftar her. Malu diolok teman seangkatan. Kapan dan di mana saja Kitab Suci itu dijumpai di Ledalero? Bagaimana model perjumpaan itu? Sepanjang yang saya ingat perjumpaan itu, secara intensif terjadi di ruang kuliah dan selama kuliah di Ledalero. Di ruang kuliah Kitab Suci itu dipelajari sebagai mata kuliah dan akhirnya dipandang dan diperlakukan terutama sebagai ilmu dan syarat untuk lulus. Sebagai ilmu, Kitab Suci dipelajari dengan bersandar pada pendekatan atau metode yang relevan dengan karakter Kitab Suci sebagai sebuah teks. Dengan demikian hermeneutika diperlukan. Demikian juga dengan con-text-nya. Saya juga berkenalan dengan Kitab Suci secara informal dalam peristiwa-peristiwa rohani: waktu ibadat harian/ brevir yang dilanjutkan dengan misa, entah itu misa harian maupun misa hari minggu, di dalam rekoleksi (bulanan ataupun tahunan menjelang pembaharuan kaul, di dalam ibadat-ibadat tematis di unit dan bacaan rohani pribadi. Di sini tanpa pendekatan dan metode yang sistematis seperti di ruang kuliah. Yang diandalkan hanyalah refleksi spontanitas tanpa bandingannya dengan orang sekitar yang ikut terlibat. Bila ada peristiwa rohani, seperti misa atau ibadat tematis, kami mendengar refleksi satu orang entah itu frater maupun pater. Refleksi itu kami dengar bersama-sama. Setelah dengar dan selesai tidak bertanya atau bersoaljawab seperti di kelas. Dua itu yang saya ingat. Saya kira yang dikatakan dari ingatan saya ini paling tidak sama atau mendekati kesamaan pengalaman di antara kita yang pernah belajar di bukit ini, minimal teman-teman seangkatan. Ini pasti sama dialami sekarang juga. 2. PENGALAMAN KETIKA KEMBALI MENJADI AWAM Kemudian saya mengundurkan diri dan kembali ke dunia saya sebelum masuk serikat SVD. Sebagai yang kembali, saya mengalami kebingungan untuk berhadapan dengan Kitab Suci. Di Ledalero sebagai calon imam saya belajar Kitab Suci seperti digambarkan di atas secara singkat. Kemudian angka sebagai tolok ukur kemampuan berkitab suci. Ketika kembali ke dunia sebagai 1
awam, ternyata pengetahuan saya tidak banyak menjelaskan kehidupan sesuai tuntutan Kitab Suci, dalam arti sulit bagi saya menerjemahkannya ke dalam jawaban ketika berhadapan dengan kehidupan nyata. Ada beberapa contoh kasus yang saya alami ketika kembali menjadi awam. Ketika masih kuliah di Ledalero kami belajar Eksegese yang terpisah. Mateus sendiri, Pentateukh sendiri dengan satu dua contoh analisis teks secara kritis sesuai kebutuhan dan keterbatasan kesempatan belajar. Dalam praksis di luar kuliah dalam peristiwa rohaniah, seperti misa, Kitab Suci dengan cuplikannya dilihat sebagai satu rangkaian pesan. Pengetahuan kuliah saya tidak banyak membantu dalam memahami rangkaian itu secara utuh. Jujur saja, pengalaman belajar seperti ini hanya menyentuh kognisi untuk berpengetahuan tentang Kitab Suci. Sementara dalam praksis sehari-hari pemahaman itu tidak banyak berbicara untuk menjawab kebutuhan hidup sebagai orang beriman. Berharap pada kotbah untuk menjawabnya, ternyata kotbah juga relatif sama dengan yang saya alami karena cara belajar dengan cara yang sama. Bayangkan saja, bagaiamana dengan yang tidak pernah berkesempatan belajar Kitab Suci secara khusus dan sedikit mendalam seperti saya? Manifestasi kebingungan itu seringkali dalam sikap yang salah satunya, tidak mau ke gereja pada hari Minggu. 3. EKSEGESE ORANG JALANAN: KABAR SUKACITA BALIK DARI AWAM TENTANG PENGALAMANNYA MENGIKUTI YESUS SECARA DIAM-DIAM Eksegese Orang Jalanan ditulis selama atau dalam tempo tujuh bulan – Maret sampai Oktober 2015. Buku diterbitkan berseri dari seri satu sampai dengan seri tujuh. Seri satu dari ketujuh buku tidak murni diurutkan berdasarkan bacaan-bacaan dalam satu tahun liturgi tetapi lebih bersifat kombinasi dari ketiga tahun liturgi A, B, dan C. Sedangkan seri dua sampai tujuh murni diurutkan berdasarkan bacaan-bacaan Misa Hari Minggu dan Hari Raya, dari Masa Adventus sampai Hari Raya Kristus Raja. Dalam serial buku tersebut terdapat 242 judul. Judul sebanyak itu dihitung dari jumlah judul seri satu sebanyakk 38 judul dan ditambah dengan 204 judul seri dua sampai seri tujuh berikutnya. Pemecahan per jilid dalam satu tahun liturgy, seperti tampangnya sekarang ini sengaja dibuat oleh karena alasan praktis, yakni supaya gampang dibawa dan juga menekan ongkos produksinya. Buku dicetak sebanyak 14.000 dan sampai Agustus 2016 sudah terjual 8.083 buku, dan sisa 5.917 buku, termasuk jumlah 500 buku untuk dibagikan pada hari ini. Demikian informasi tentang waktu penulisan buku, jumlah judul, bentuk atau perwajahan buku dan tentang larisnya buku ini. Satu yang perlu ditambahkan pula bahwa pembacanya juga beragam baik dalam arti agama dan ideologi (juga ateist) yang dianut maupun dalam arti tingkat pengetahuannya. Ini kabar indah yang pertama. Pengalaman akan prosesnya menjadi kabar indah lain untuk dibagikan juga. Kami duduk menulis bersama kadang juga menulis sendiri-sendiri. Setelah satu selesai menulis, kesempatan berikutnya membaca kembali atau mengedit seperlunya. Saya sendiri ketika mengedit merasa kaget kalau pesan Allah itu berhubungan rapih di dalam ketiga bacaan. Proses edit terus dibuat sebagaimana biasanya setiap penulis setelah selesai menulis. Saya coba mendekatkan jarak dengan teks yang sudah selesai ditulis. Saya melihat dari tata bahasanya, segi koherensinya, dan kekurangan huruf atau kata dalam satu kalimat. Ketika sampai pada isi buku, kaget saya karena yang mencuat, bukan saja saya yang mengedit buku tetapi justru sebaliknya, bukulah yang “mengedit” saya. Itu bukan terjadi sekali tetapi berkali-kali setelah selesai menulis dan 2
selama proses mengedit draftnya. Kalau sudah timbul kesan itu proses editnya terhenti, selanjutnya bisu. “Tuhan ternyata Engkau lebih jelas melihat aku daripada aku melihat diriku sendiri. Semakin hari semakin jelas kelihatan bodoh dan dosa-dosaku.” Draft yang sama saya bagikan kepada teman-teman yang mempunyai cukup pengetahuan, baik karena faktor usia mereka yang sudah lebih lama menjadi Katolik, maupun yang berlatar belakang pengetahuan yang sama seperti saya juga. Saya coba kuping pendapat dan komentar mereka setelah membaca isi draft buku ini. Mereka pun sama, bukannya mereka yang membaca tetapi buku yang “membaca” balik tentang kehidupan mereka. Contoh bacaan-bacaan pada hari Minggu Biasa ke-5 tahun C. “Bertobat: Modal Utama Karunia Penjala Manusia.” Teks: Bacaan Pertama, Kedua, dan Injil menggambarkan pesan Allah yang berhubungan rapih antarbacaan. Yesaya, Paulus, dan Petrus yang dilanda rasa berdosa. Tetapi Allah mengubah rasa bersalah, kelemahan ketiganya menjadi pewarta kasih Allah. Yesaya dilanda rasa berdosa, seperti najis bibir sehingga tidak pantas melihat Tuhan. Tapi rasa berdosa itu diubah Allah melalui seorang Serafim dan menyentuhkan bara api ke bibirnya dan serentak dengan itu mengubah kesalahannya. Paulus dilanda rasa berdosa karena pernah menganiaya jemaat Allah. Tetapi kelemahan Paulus itu diubah Allah menjadi kekuatan untuk mewartakan Injil. Petrus dilanda rasa berdosa karena pernah melawan perintah Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam. Pesan: “Modal utama karunia penjala manusia adalah satu merasa berdosa, dua mengakui dosa dengan tulus, baru ketiga menerima kasih Allah.” Pewartaan: menjala manusia sesungguhnya adalah membawa masuk manusia ke dalam lingkup kehidupan kasih Allah. Yesaya, Paulus, dan Petrus contohnya. Harus lulus dulu dari sekolah pertobatan. Yesaya lulus dari sekolah menyadari dan mengakui najis bibir. Paulus lulus dari sekolah menyadari dan mengakui dosa sebagai penganiaya jemaat Allah. Petrus menyadari dan mengakui dosa kurang percaya pada perintah Yesus. Mereka bertobat dengan tulus sehingga kasih Allah itu menjadi milik mereka dan menjadi sumber kekuatan menjala manusia. Hidup: Orang tidak suka dengan pewartaan yang sarat dengan kata-kata. Berkata-kata sarat dengan pikiran logis berkata-kata. Itu dominan dalam hidup sehari-hari. Tetapi contoh hidup dan tindakan yang membawa orang masuk dalam pukat keselamatan kasih Allah. Contoh lain, seperti pada Malam Paskah dengan sembilan bacaan. “Keluar, Ikuti Aku.” Teks: Bacaan Pertama sampai Epistola dan Injil melukiskan aktus Allah yang bereksodus di satu sisi dan manusia yang diajak bereksodus di sisi yang lain. Bacaan Pertama Allah bereksodus dengan firmannya untuk menciptakan jagad raya dan manusia. Manusia diajak bereksodus megalami kebesaran kasih Tuhan melalui alam ciptaannya. Manusia bereksodus melahirkan rupa Allah yang lain sebagai yang hidup. Bacaan Kedua Allah bereksodus menguatkan Abraham dengan modus yang kelihatan seolah-olah mencobai Abraham supaya membunuh anaknya tetapi Allah sudah menyiapkan hewan korban bakaran dan korban bakaran itu tetap terjadi sebagai tanda hubungan cinta kasih dua pihak. Abraham bereksodus ke gunung Moria bersama Ishak, mengeluarkan imannya degan taat secara buta atas perintahh Allah yang untuk pertama membunuh anaknya sebagai kurban persembahan, kemudian taat menggantikan anaknya dengan anak domba. Abraham bereksodus dengan iman yang baru yang lebih teguh dari gunung Moria bahwa Alllah itu kasih, bukannya pembunuh seperti dipikirkan banyak orang pada zamannya. Bacaan Ketiga Allah keluar bereksodus dengan Firman-Nya menanggapi rintihan Israel melalui Musa yang membebaskan Israel keluar secara dramatis dari Mesir 3
sekaligus keluar dari penderitaan dan dosa. Dua pihak sama-sama dibebaskan dari dosa dengan satu cara yang sama. Orang Israel bereksodus dari penderitaan dan dosa, orang Mesir juga bereksodus dari dosa dan kejahatan mereka. Dengan bereksodus dari Mesir, dosa kebencian Israel akibat penindasan orang Mesir berakhir, sebaliknya dosa orang Mesir berbentuk penindasan juga berakhir. Laut Merah sebagai tanda perpisahan itu karena di Laut Merah orang Israel dipisahkan dari dosa kebencian, di Laut Merah kejahatan orang Mesir dilumatkan dalam gelombang. Peristiwa Laut Merah merupakan rekonsiliasi Israel dan Mesir yang sama-sama berdosa karena saling membenci. Dengan bereksodus mengikuti perintah Allah kedua bangsa ini tidak hanya mengalami rekonsiliasi di antara mereka tetapi juga mengalami rekonsiliasi dengan Allah. Bacaan Keempat Allah bereksodus dalam rupa kasih seorang suami terhadap istrinya yang sudah lama ditinggalkannya sehingga istrinya tidak lagi menderita. Manusia bereksodus dari penderitaan seperti seorang istri yang keluar menyambut kedatangan suaminya dan menerima suaminya yang kembali. Manusia bereksodus untuk menemui Allah yang datang untuk bersamanya. Bacaan Kelima Allah bereksodus menyediakan untuk manusia makanan sehari-hari, memberi yang kehausan air, gandum kepada yang tidak berduit, dan susu gratis. Manusia bereksodus dari penderitaan, lapar ditinggalkan dan masuk ke kekenyangan, ketiadaan gandum ditinggalkan dan masuk memiliki gandum tanpa harus beruang, tidak minum susu ditinggalkan dan masuk menikmati susu, kefasikan ditinggalkan dan masuk ke jalan baru dengan hidup baru dan rencana baru. Bacaan Keenam Allah bereksodus untuk mengingatkan Israel tentang kekeliruan mereka hidup di negeri asing dan hidup bersama orang mati dan serentak bereksodus menghadirkan karifan kepada Israel. Manusia bereksodus meninggalkan negeri mati menuju kearifan yang damai dan mengalami usia panjang dan di dunia baru itu manusia bertemu yang Mahatahu. Bacaan Ketujuh Allah bereksodus mengingatkan Israel akan tindakan yang menajiskan tanah yang suci dengan darah yang kotor karena menyembah berhala dan mendidik mereka dengan pengalaman dalam bentuk disindir supaya Israel berubah dan menjadi kudus seperti Allah sendiri kudus. Manusia bereksodus dari tanah yang najis menuju tanah pendderitaan yang mengingatkan mereka akan kaibat kenajisan yang mereka lakukan. Setelah cukup waktunya Israel bereksodus lagi untuk kembali ke negeri asalnya dan di sana mereka keluar secara total dari kenajisan masa lalu karena Allah yang melakukan. Bacaan Kedelapan Yesus bereksodus dengan menjadi manusia, lalu bereksodus untuk disalibkan supaya dosa manusia berhubungan dengan Allah disalibkan bersamanya, kemudian bereksodus lagi masuk kubur untuk menarik manusia yang sudah bebas dari kubur supaya bereksodus melalui kebangkitan-Nya. Manusia bereksodus untuk mengalami penyaliban karena dosa yang membuat mereka mengalami kematian, kemudian bersama Yesus manusia keluar dan bangkit. Bacaan Injil Allah bereksodus menggulingkan batu yang menyadarkan para murid bahwa batu terlalu kecil menahan eksodus Allah. Untuk menegaskan peristiwa itu Allah bereksodus melalui malaikat untuk memberitahukan Yesus sudah bangkit, tidak berada lagi di antara orang mati. Allah bereksodus lagi mengajak Petrus untuk menyaksikannya. Para murid bereksodus dari rumah mencari Yesus yang mati, lalu bereksodus dari pemahaman yang keliru setelah melihat batu yang sudah terguling sedangkan Yesus tidak bersama orang mati. Murid-murid juga bereksodus dari ketakutan dan kebingungan karena malaikat datang menarik mereka keluar untuk melihat kebangkitan. Pesan: “Allah bereksodus dan berimanensi untuk mengajak manusia bereksodus mengikuti contoh Allah.” Pewartaan: Bereksodus dan temuilah Allah yang 4
selalu bersedia hadir bersama manusia, baik lewat suara yang pernah terekam dalam Kitab Suci yang berisi hal-hal pokok. Allah juga masih terus bersabda dari dalam diri setiap orang lewat suara hati untuk mengatasi masalah manusia seharai-hari baik berhubungan dengan yang sudah tertulis maupun yang belum tertulis. Allah juga hadir dan menyapa manusia melalui peristiwa baik peristiwa alam maupun peristiwa sosial. Hidup: manusia keliru memahami Allah sehingga belum bereksodus secara tepat dalam kehidupan sehari-hari. Manusia masih takut: takut bencana, takut sakit, takut mati dsb. Manusia hidup tidak damai, rumah tangga cekcok, negara kacau dan hubungan antarmanusia sarat dengan kebencian. Demikian dua contoh bereksegese dan sehari-hari saya coba bina kebiasaan membaca buku ini dengan kerangka di atas. Perlahan-lahan kebingungan-kebingungan awal setelah kembali menjadi awam kembali mendapat kepastian. Coba membina hidup baik seperti yang dilukiskan di dalam buku: sukacita, sabar, rendah hati, sederhana, rajin dsb. Eh, kebiasaankebiasaan buruk sebagai seorang suami, seorang bapa, dan seorang saudara atau teman perlahan-lahan hilang juga. 4. PENUTUP Dalam Injil digambarkan juga tentang perempuan-perempuan yang dengan diam-diam mengikuti jejak Yesus tetapi tidak terdaftar sebagai murid Yesus. Mereka dengan antusias menyampaikan kabar berita tentang kubur kosong. Para murid Yesus sendiri pada mulanya dingin menyambut kabar itu. Tetapi ketika mereka pergi menyaksikan dan mengalaminya ternyata benar bahwa kubur Yesus sudah kosong. Demikian, dari pengalaman selama hampir dua tahun, kehadiran buku ini. Kehadirannya paling tidak sebagai kabar balik dari awam tentang pengalamannya mengikuti Yesus secara diam-diam. Buku ini jelas bukan tandingan. Tetapi bisa jadi seperti para murid yang pada mulanya dingin menyambut kabar berita tentang kubur kosong itu. Tetapi supaya mengalami dan menyaksikan bahwa ternyata benar kubur Yesus sudah kosong maka ada baiknya bila buku ini dibaca. Artinya supaya saudara-saudara yang memilih jalur pewartaan mimbar pun mengetahui bahwa: pertama, ada kesungguhan beriman dari kaum awam untuk mengalami Injil; kedua, ada kejujuran untuk mengungkapkannya kepada orang lain; dan ketiga, ada keberanian untuk mengungkapkannya secara berbeda kepada publik. Dari sisi awam yang sudah membacanya, buku ini sangat membantu dalam menjawab kebutuhan hidup sehari-hari yang membawa orang menyadari bahwa Kitab Suci itu sungguh Sabda Allah dalam bahasa manusia. Kupang, 14 September 2016
5