Pengajuan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali Tagihan Bea Masuk
ABSTRAK Importir yang tidak setuju atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pihak pabean sehingga mengakibatkan tambah bayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor diberi kesempatan oleh undang-undang untuk mengajukan keberatan. Komplain atas penetapan Pejabat Pabean dalam rangka pemeriksaan pabean tidak dapat dilakukan kepada pihak manapun, kecuali hanya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Selanjutnya dalam hal keberatannya ditolak importir dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Undang-undang Kepabeanan dengan jelas telah mengatur mekanisme keberatan dan banding dalam pasal 93 sampai dengan pasal 95. Demikian juga penegasan mengenai penerapan Undang-undang Kepabeanan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor/ekspor, termasuk pengajuan keberatan, sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Kepabeanan. Pada prinsipnya keputusan Pengadilan Pajak bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak bisa dilakukan gugatan kepengadilan umum, peradilan tatausaha negara, atau badan peradilan lain. Namun pihak yang bersengketa yang tidak puas atas putusan Pengadilan Pajak masih dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum lain berupa upaya hukum luar biasa yaitu mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung. Kata Kunci: Keberatan, Banding, Peninjauan Kembali.
1
Pengajuan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali Tagihan Bea Masuk Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
Pendahuluan Seorang importir mengajukan dokumen pemberitahuan impor atas barang yang diimpornya. Semua persyaratan impor telah dilengkapi dan importir mengisi dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) sesuai dengan data barang yang sebenarmya. Dalam proses penyelesaian dokumen pejabat pabean melakukan koreksi atas pemberitahuan dimaksud dan menerbitkan surat penetapan yang mengakibatkan adanya kurang bayar bea masuk dan pungutan impor lainnya. Importir yang merasa pemberitahuan impor barang yang disampaikannya sudah benar merasa kecewa atas adanya penetapan oleh pejabat pabean. Importir tidak mau membayar kekurangan pungutan impor dan berencana mengajukan komplain atas penetapan pabean. Bagaimana caranya? Apakah dapat diajukan ke pengadilan? Importir yang tidak setuju atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pihak pabean sehingga mengakibatkan tambah bayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor diberi kesempatan oleh undang-undang untuk mengajukan keberatan. Komplain atas penetapan pejabat pabean dalam rangka pemeriksaan pabean tidak dapat dilakukan kepada pihak manapun, kecuali hanya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini diatur dengan jelas dalam Undang-undang Kepabeanan. Penetapan SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean) merupakan koreksi yang dilakukan oleh Pejabat Pabean atas pemberitahuan impor barang yang diajukan oleh importir. Koreksi merupakan hasil dari pemeriksaan pabean termasuk penelitian kebenaran pemberitahuan impor. Walaupun importir sudah merasa mengisi pemberitahuan impor dengan data yang sebenar-benarnya bukan berarti pemberitahuannya sudah benar, khususnya mengenai data harga barang dan penggolongan tarif barang impor. Untuk menghitung bea masuk variabel yang digunakan adalah tarif dan harga barang. Penggolongan tarif barang sudah jelas pedomannya dalam buku tarif (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia). Perbedaan tarif yang mungkin terjadi karena perbedaan persepsi penempatan barang dalam pos tarif. Sedangkan harga barang untuk menghitung bea masuk (nilai pabean) harus memenuhi persyaratan nilai pabean, sehingga walaupun data harga yang disampaikan dalam pemberitahuan pabean merupakan data harga yang sebenarnya 2
namun belum tentu harga tersebut memenuhi persyaratan nilai transaksi. Dalam hal ini Pejabat Pabean akan menguji apakah harga transaksi yang diajukan sudah memenuhi persyaratan nilai transaksi. Pengujian harga ini dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan, dan dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pengajuan Keberatan dan Banding Pengajuan keberatan dan banding merupakan hak dari importir sebagai mana diatur dalam Undang-undang Kepabeanan. Tidak ada cara lain bagi importir yang tidak setuju atas penetapan Pejabat Pabean selain mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Selanjutnya dalam hal keberatannya ditolak importir dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Undang-undang Kepabeanan dengan jelas telah mengatur mekanisme keberatan dan banding dalam pasal 93 sampai dengan pasal 95. Demikian juga penegasan mengenai penerapan Undang-undang Kepabeanan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor/ekspor, termasuk pengajuan keberatan dalam hal importir tidak setuju atas penetapan Pejabat Pabean, sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Kepabeanan. Instrumen keberatan dan banding sudah banyak dipergunakan oleh importir dalam rangka mencari keadilan atas keputusan yang mengakibatkan tambah bayar pungutan impor. Sebagai gambaran pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok (KPU-BC) rata-rata pengajuan keberatan per tahun dalam 3 tahun (periode 2009 – 2011) berjumlah 6.991 berkas, atau 26 berkas per hari (sebulan 22 hari kerja). Sedangkan rata-rata pengajuan banding per tahun dalam 3 tahun berjumlah 1.412 berkas, atau 5 berkas per hari. Jika rata-rata pengajuan dokumen PIB berjumlah 1800 dokumen, maka pengajuan keberatan mencapai 1,5% dari jumlah PIB. Untuk mendukung tugas-tugas tersebut dan pelayanan kepada masyarakat usaha, mekanisme pengajuan keberatan harus dibuat sederhana, transparan dan cepat. Keputusan atas keberatan harus diproses secara jelas dan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan didasarkan pada data dan fakta yang disampaikan, dan dilakukan secara profesional, sesuai aturan yang ditetapkan. 1) Keberatan Pihak importir yang berkeberatan atas SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean) yang diterbitkan oleh Pejabat Pabean dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Hal-hal yang dapat diajukan keberatan meliputi: (1) tarif dan/atau nilai pabean untuk perhitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor); (2) selain tarif dan/atau nilai pabean untuk 3
perhitungan bea masuk (jumlah, jenis, fasilitas); (3) pengenaan sanksi administrasi berupa denda. Importir yang akan mengajukan keberatan atas SPTNP mengajukan permohonan disertai bukti-bukti pendukung atas keberatannya. Permohonan keberatan diajukan kepada: a) Direktur Jenderal Bea dan Cukai up Direktur PPKC, yang disampaikan melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC) atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) lainnya. Dalam kasus ini pada umumnya penetapan diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pusat DJBC atau di KWBC, atau hasil audit di KPU BC. b) Direktur Jenderal Bea dan Cukai up Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai (KWBC) yang disampaikan melalui KPPBC, dalam hal SPTNP diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KPPBC; c) Direktur Jenderal Bea dan Cukai up Kepala KPU BC, dalam hal penetapan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KPU BC. Permohonan keberatan hanya dapat diajukan satu kali untuk setiap surat penetapan. Satu surat permohonan keberatan untuk satu SPTNP. Persyaratan untuk pengajuan keberatan adalah: -
Diajukan sebelum jatuh tempo tagihan (60 hari); Menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang tertera dalam SPTNP; Melampirkan bukti-bukti terkait seperti SPTNP, Alasan pengajuan keberatan disertai bukti dokumen lainnya.
Dalam hal tagihan sudah dilunasi, bukti pelunasan (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor) dilampirkan pada surat permohonan keberatan. Dalam hal disampaikan jaminan, tanda bukti penerimaan jaminan dilampirkan pada surat permohonan. Selanjutnya ini PFPD menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dan barang dapat dikeluarkan dari kawasan pabean. Sesuai ketentuan perundang-undangan kepabeanan, importir boleh tidak menyerahkan jaminan asalkan barang masih tetap berada dibawah pengawasan pabean. Jika dalam hal tertentu importir tidak diwajibkan menyerahkan jaminan, importir membuat pernyataan bahwa barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean dan belum diterbitkan SPPB, serta importir bersedia menanggung seluruh resiko dan biaya yang timbul selama masa penimbunan. Surat pernyataan ini dilampirkan pada surat permohonan keberatan. Terhadap barang impor tersebut dilakukan penyegelan. Dalam hal ini SPPB baru diterbitkan jika keberatan diterima atau pungutan dilunasi. 4
Dalam proses awal pengajuan keberatan penelitian keberatan meliputi pemenuhan persyaratan pengajuan keberatan dan penelitian mengenai:
Kronologis penetapan; Alasan yang menguatkan penetapan; Metode yang digunakan untuk melakukan penetapan ; Dasar penetapan; Perhitungan jumlah tagihan; Pemenuhan terhadap ketentuan lain yang berlaku; Alasan keberatan pemohon; dan Penjelasan, bukti, dan/atau data pendukung pengajuan keberatan.
Oleh karena itu setiap keberatan atas SPTNP harus dilampiri risalah penetapan yang dibuat oleh Pejabat Pabean yang menerbitkan surat penetapan. Keputusan atas keberatan dapat dijadikan bahan untuk: (1) penyusunan database nilai pabean oleh Pejabat Pabean yang menyusun database nilai pabean; (2) bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh Pejabat Pabean, dalam hal keputusan selain nilai pabean. 2) Banding Obyek banding adalah Surat Keputusan Keberatan, atau kelanjutan dari proses keberatan. Atas pengajuan keberatan yang ditolak, jaminan yang dipertaruhkan di Kantor Pabean dicairkan. Jika importir tidak setuju atas keputusan keberatan, importir dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, dan menyampaikan tanda pelunasan utang sebagai salah satu persyaratan banding. Direktur PPKC atau Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok dapat menugaskan pejabat dari unit yang menangani keberatan dan banding, atau unit lain yang terkait untuk menugaskan pejabat menghadiri sidang banding di Pengadilan Pajak. Pada dasarnya Pengadilan Pajak mengadili sengketa atas putusan Pejabat Tata Usaha Negara di bidang perpajakan. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa (pasal 2 Undangundang tentang Pengadilan Pajak) . Untuk pelaksanaan sidang banding, Sekretaris Pengadilan Pajak mengajukan permintaan Surat Uraian Banding ke Direktorat PPKC atau KPU BC. Surat Uraian Banding dibuat berdasarkan berkas keberatan yang ada di Kantor Pabean. Selanjutnya Direktur PPKC atau Kepala KPU BC Tg.Priok membuat dan mengirimkan surat uraian banding. Dalam hal permintaan surat uraian banding ditujukan langsung kepada KWBC, KPU BC Batam, atau KPPBC, surat uraian banding dibuat dan dikirimkan oleh Kepala Kantor Pabean tersebut. Tembusan 5
surat uraian banding disampaikan kepada Direktur PPKC dengan dilampiri foto kopi berkas keberatan yang bersangkutan. Dalam hukum acara di Pengadilan Pajak, alat bukti dapat berupa: (1) surat atau tulisan; (2) keterangan ahli; (3) pengakuan para pihak; (4) pengetahuan hakim. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan. Putusan Hakim Pengadilan Pajak diambil berdasarkan: a) Penilaian pembuktian tersebut diatas; b) Peraturan perundang-undangan perpajakan/kepabeanan; c) Keyakinan hakim. Hasil keputusan berupa salinan Keputusan dikirimkan kepada para pihak (dalam hal ini importir maupun pihak pabean). Putusan dapat langsung dilaksanakan tanpa perlu keputusan Pejabat, kecuali undang-undang mengatur lain.
Peninjauan Kembali Atas putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh para pihak. Peninjauan Kembali adalah upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak ke Mahkamah Agung. Permohonan PK diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak putusan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak. Namun demikian pengajuan permohonan PK tidak dapat menangguhkan ataupun menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Permohonan PK diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasa hukum dengan menyebutkan alasan-alasan dan dilampiri bukti-bukti terkait. Alasan pengajuan Peninjauan Kembali dapat berupa: a) b) c) d)
Putusan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan. Putusan didasarkan pada suatu kebohongan/tipu muslihat. Putusan mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut, atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut. e) Suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebabsebabnya. Prosedur Peninjauan Kembali diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor: 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Permohonan Peninjauan Kembali 6
putusan Pengadilan Pajak diajukan ke MA melalui Pengadilan Pajak. Dalam hal di tempat tinggal pemohon tidak terdapat Pengadilan Pajak, permohonan dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau melalui Pengadilan Negeri setempat, dan selanjutnya permohonan tersebut diteruskan ke Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak memberitahu mengenai adanya permohonan PK tersebut ke pihak lawan. Selanjutnya berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung. MA mengirim salinan putusan atas permohonan PK beserta berkas perkaranya ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Selanjutnya panitera Pengadilan Pajak menyampaikan salinan putusan ke pemohon dan pihak lawan. Pada prinsipnya keputusan Pengadilan Pajak bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak bisa dilakukan gugatan ke pengadilan umum, peradilan tatausaha negara, atau badan peradilan lain. Namun pihak yang bersengketa yang tidak puas atas putusan Pengadilan Pajak masih dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum lain berupa upaya hukum luar biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Aturan dasar upaya hukum luar biasa ini adalah pasal 77 Undang-undang nomor: 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang menetapkan bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Penutup Pengajuan keberatan ke DJBC relatif dapat dilakukan dengan mudah dan dengan persyaratan yang tidak berat (boleh dengan jaminan dan dalam hal tertentu tanpa jaminan karena barang belum dirilis, sehingga mudah dilakukan oleh importir). Hal ini berbeda dengan pengajuan banding yang mempersyaratkan pembayaran tagihan terlebih dahulu. Hendaknya hasil keberatan dan banding dapat dijadikan referensi oleh pihak pabean dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan oleh importir, sehingga untuk kausus yang sama atau hampir sama tidak perlu diajukan ke Pengadilan Pajak bahkan sampai diajukan Peninjauan Kembali. Karena hal tersebut menimbulkan konsekuensi waktu dan biaya yang cukup besar. Hendaknya perselisihan cukup diselesaikan di DJBC saja.
7
Daftar Pustaka
Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Kementerian Keuangan RI (2007), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Kementerian Keuangan RI (2010), Keputusan Menteri Keuangan 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan Dibidang Kepabeanan.
Nomor
Kementerian Keuangan RI (2013), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan Cukai. Pusdiklat Bea dan Cukai (2012), Modul: Teknis Perbendaharaan Penerimaan Bea dan Cukai, DTSD Kepabeanan dan Cukai. Warta Bea Cukai Tahun XLIV Edisi 456 Tahun 2012 Warta Bea Cukai Edisi 468 Tahun 2013
8