PENGABAIAN PENERAPAN SANKSI OLEH PEJABAT BERWENANG TERHADAP PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mengikuti Ujian Skripsi Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Oleh :
K I F L I N H1 A1 12 320
BAGIAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ii
iii
ABSTRAK Kiflin, Stambuk H1A112 320, JudulPenelitian“Pengabaian Penerapan Sanksi Oleh Pejabat Berwenang Terhadap Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil” dibimbin goleh Prof. Dr. H.Muhammad Jufri,S.H.,M.S sebagai Pembimbing I dan Kamaruddin Djafar, S.H., M.H sebagai Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengabaian penjatuhan sanksi oleh pejabat berwenang bagi peg awai negeri sipil yang melanggar peraturan disiplin kepegawaian dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum, serta mengetahui tindakan pejabat berwenang yang memberikan sanksi tidak sesuai dengan jenis pelanggaran disiplin dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum atau tidak. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan melakukan metode pendekatan Undang-Undang, pengumpulan data, pendekatan kasus, sumber bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pengabaian penjatuhan sanksi oleh pejabat berwenang bagi pegawai negeri sipil dapat diyatakan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pelanggaran hukum. Karna telah menyalahi ketentuan hukum pada pasal 21 ayat 1,2,3,dan 4 PP 53 tahun 2010. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang tidak sesuai dengan jenis sanksi yang diatur dalam ketentuan pasal 7/PP/53/2010 maka penerapan sanksi yang dimaksud, dapat di kualifikasi sebagai pelanggaran hukum.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam penulis curahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada ummatnya sampai akhir zaman. Penelitian ini berjudul “Pengabaian Penerapan Sanksi Oleh Pejabat Berwenang Terhadap Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil” Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan setinggi-tingginya kepa dakedua orang tua penulis, ayahanda tercinta La. Hanisi dan Ibunda tersayang Izanah selaku peganti tuhanku yang ada dibumi, yang telah mendidik dan membesarkan dengan seluruh perjuangan, kerjakeras, seluruh cinta dan kasih sayang juga memberikan bantuan, serta dorangan kepada penulis dalam menyelesaikan studi kepada penulis. Buat saudaraku tercinta Ladidia, Liana, Taslim, Alman, Iznawati atas bantuannya selama ini baik moral maupun materil. Dan seluruh keluarga besar yang selalu menyayangi penulis, memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Jufri., S.H., M.S selaku pembimbing I dan Bapak Kamaruddin
v
Djafar, S.H, M.H selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada : 1. Allah SWT Tuhan seru sekalian alam, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nyayang tiada terkira besarnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 2. Baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umat Manusia 3. Bapak Prof. Supriadi Rustad, M.Si sebagai rektor universitas halu oleo kendari. 4. Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Jufri, S.H.,M.S, sebagai dekan fakultas hukum universitas halu oleo kendari. 5. Bapak Rizal Muchtasar, S.H., L.LM, sebagai wakil dekan I fakultas hukum universitas halu oleo kendari. 6. Bapak Herman, S.H., L.LM, sebagai wakil dekan II fakultas hokum universitas halu oleo kendari. 7. Bapak JabalNur, S.H., M.H,sebagai wakil dekan III fakultas hokum universitas halu oleo kendari. 8. Ibu Heryanti, S.H., M.H,sebagai ketua jurusan ilmu hukum. 9. Bapak Haris Yusuf Abadi, S.H., M.H sebagai ketua Prodi Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari 10. Bapak Guasman Tatawu, S.H., M.H sebagai Ketua Kosentrasi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
vi
11. Bapak Dr. Kamaruddin Djafar, S.H,. M.H sebagai Kepala Laboratorium Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Haulu Oleo Kendari 12. Bapak Ali Rezki, S.H., M.H sebagai Kepala Laboratorium Kriminologi Fakultas Hukum Universtas Halu Oleo 13. Bapak Ramadhan Tabiu,S.H,. L.L.M sebagai Kepala Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari 14. Ibu Jumianti Ukkas, S.H., M.H sebagai penasehat AkademikPenulis 15. Dosen pengajar dan staf fakultas hukum universitas halu oleo yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan. 16. Bapak Bapak Rizal Muchtasar., S.H., L.LM, Ibu Heryanti., S.H., M.H Bapak Guasman Tatawu., S.H., M.H, selaku penguji yang telah banyak member keritikan dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini 17. Kepada teman-teman kelas c regular pagi angkatan 2012. 18. Muhammad riat, harfandi, irzan darmawan, abdul nasril, riski afif ishak, hermanto, pratno, hendri,multazam, jalal, suryono, salmi purwanto, Ld rauf daud, dan para sahabat lain yang tidak sempat penulis sebutkan yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 19. Eko, ningsi, esmit, miliadin, muhajir, eka, desry, desi, fia sebagai teman posko KKN tahun 2015/2016 desa lapulu kecamatan tinanggea kabupaten konawe selatan Sulawesi tenggara.
vii
20. Iksan Jamaluddin, Laode Muh Imran S.H, Arwin, Rustari yang selalu berbagi terhadap ilmu religious kepada penulis. 21. Seluruh teman-teman paguyuban ikatan mahasiswa pemuda palajar mahasiswa mataoleo IMPPERMOL kendari kab bombana, serta sonior saya yang ada pada IMPPERMOL, Arman karya S.Pd, asri, herman S,Sos, jasman S,Pd, jamaluddin, zainal, serta sonior yang tidak sempat penulis sebutkan yang selalu membimbing penulis terhadap pengetahuan dalam organisasi. 22. Kepada komunitas peradilan semu fakultas hokum universitas halu oleo kendari yang telah memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman selama menjalani perkuliahan. 23. Terima kasih banyak penulis sampaikan kepada Muslimat S.Pd, karna berkat keberadaanmu telah mengajarkan penulis dalam arti cinta yang sesuguhnya karna banyak pelajaran, dukungan dan motivasi serta kebahagiaan dan kenyamanan hanya kepadamu pula penulis dapatkan, semoga Allah SWT menyatukan kita berdua, Amin. Serta seluruh pihak yang telah membuat perjalanan hidup penulis menjadi penuh makna dan penuh arti. Terima kasih karena selalu ada dalam susah dan senang, sedih dan bahagiah. Terima kasih atas segala pembelajaraan
yang
diberikan
dan
kebersamaan
yang
dilalui.
Sederhananya kisah ini telah mengakar dan menjadi kenangan terindah yang tidak akan dilupakan oleh penulis. Dari sanalah kesuksesan ini
viii
berawal,semoga semua ini bisah memberikan banyak kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis berdoa semoga allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmatnya kepada semua pihak yang membantu penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan
pada
umumnya,
serta
mampu
menambah
dan
mengembangkan khasanah keilmuan khususnya dibidang Hukum Tata Negara. Amin Ya Rabbal Alamin. Billahi Taufiq Walhidayah Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kendari, 6 Januari 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii ABSTRAK ...................................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTRA ISI ................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah......................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 10 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 11 A. Pegawai Negeri Sipil.................................................................... 11 1. Pengertian Pegawai NegeriSipil ............................................... 11 2. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil .............. 13 3. Sanksi disiplin pegawai negeri sipil ......................................... 22 B. Kedudukan Hukum Pejabat Administrasi Negara .................. 27 C. Teori sanksi Administrasi Negara ............................................. 32 D. Teori kepastian hukum ............................................................... 36 E. Teori Wewenang.......................................................................... 39 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 45 A. Tipe penelitian ............................................................................... 45
x
B. Jenis dan sumber bahan hukum..................................................... 45 C. Metode pengumpulan bahan hukum ............................................. 46 D. Analisis bahan hukum ................................................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 48 A. Analisi
Pengabaian
Penjatuhan
Sanksi
oleh
Pejabat
Berwenang Terhadap Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil Dapat Dinilai Sebagai Pelanggaran Hukum ..................... 48 B. Tindakan Pejabat Berwenang Yang Memberikan Sanksi Tidak Sesuai Dengan Jenis Dan Kualitas Pelanggaran Disiplin Dapat Dinilai Sebagai Pelanggaran Hukum ............... 57 1. Analis Hukum Pengenaan Sanksi yang Tidak Sesuai Dengan Jenis dan Kualitas Pelanggaran Hukum ............... 57 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67 A. Kesimpulan ................................................................................... 67 B. Saran ............................................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagaimana tersebut dalam Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya baik secara materil, maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk dapat mewujudkan tujuan kemasyarakatan yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Pembangunan secara materil dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, berarti pembangunan unsur-unsur diluar kejiwaan manusia seperti pembangunan ekonomi, teknologi, dan sarana-sarana fisik kehidupan, sedangkan pembangunan spiritual berarti pembangunan unsur-unsur kejiwaaan manusia seperti pembangunan moral dan pembangunan pendidikan. Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan yuridis bagi warga negaranya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sebagaimana tertulis dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Isi pasal tersebut, Negara menyadari akan arti penting dan mendasarnya masalah pekerjaan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya, maka perlu bekerja untuk menghasilkan sesuatu imbalan berupa
1
materi,dan salah satu dari pekerjaan itu adalah dengan cara mengabdi pada Negara dengan menjadi Pegawai Negeri. Tujuan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata dan berkesinambungan materill dan spiritual. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, Unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Negara merupakan badan hukum yang terdiri dari persekutuan orang (Gemeenschaap VanMerten) yang ada karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam sejarah.1 Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum).2 Negara akan mencapai tujuannya dengan menggunakan status badan hukum beserta hak dan kewajibannya tersebut. Hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh aparatur negara didistribusikan
kepada
jabatan-jabatan
negara.
Aparatur
yang
melaksanakan hak dan kewajiban negara yang disebut subyek hukum adalah Pegawai Negeri. Hubungan antara Pegawai Negeri dengan negara menimbulkan kaidah-kaidah dalam hukum kepegawaian. Kelancaran
pelaksanaan
pembangunan
dan
pemerintahan
tergantung pada kesempurnaan dan kemampuan aparatur Negara, dalam
1 Muchsan, 2
1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 10 Ibid, Muchsan, hlm. 11
2
hal ini adalah Pegawai Negeri. Kedudukan dan peranan pegawai dalam setiap organisasi pemerintahan sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi “Not the gun, theman behind the gun” yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu.3 Senjata yang modern tidak mempunyai arti apaapa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar. Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas kenegaraan dan jabatan yang diemban Pegawai Negeri agar dapat berjalan dengan lancar, dan dapat menunjang kelancaran pembangunan Nasional, maka setiap Pegawai Negeri tersebut harus memiliki kemampuan dan kualitas tinggi serta dengan tingkat disiplin yang tinggi pula. Hal tersebut tidak hanya kemampuan dalam bidang keterampilannya saja, akan tetapi harus didukung dengan tingkat kualitas diri secara total, karena kualitas manusia itu ditentukan oleh KSA (Knowledge, Skill, and Attitude) atau
3
Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara,,hlm.12
3
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.4Intinya jelas terlihat bahwa suatu keterampilan yang dimiliki seseorang tidak cukup untuk bisa dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kualitas diri yang baik. F.X. Oerip S. Poerwopoespito mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas manusia secara total ditentukan oleh5, Kualitas Teknis, Kualitas Fisik, Kualitas Sikap Mental Penyelenggara pemerintahan yang telah mempunyai kualitas tersebut, makadapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan secara efektif. Kualitas Pegawai Negeri yang baik dalam setiap aparatur Negara, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab baik secara materill maupun moril terhadap semua tugas-tugas yang dipikulnya, serta tumbuh kesadaran untuk selalu menjunjung tinggi peraturan yang ada. Pemerintah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka diberlakukanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tersebut, ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010,
4
F.X. Oerip S, Poerwopoespito, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan, Solusi MelaluiPengembangan Sikap Mental, Grasindo, Jakarta, hlm. 26. 5 Ibid., hlm. 27
4
yang menetapkan kewajiban dan larangan bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut. Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin akan dijatuhi hukuman disiplin. Sebagaimana dimaksud di dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 86 ayat (3). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.Untuk mewujudkan Pegawai yang Handal, Profesional dan bermoral tersebut, mutlak diperlukan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong Pegawai Negeri Sipil untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan system prestasi kerja. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban-kewajiban tidak ditaati atau dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil.6 dengan maksud untuk mendidik dan membina Pegawai Negeri Sipil, bagi mereka yang
6
Moh. Mahfud, 1988, Hukum Kepegawaian Indonesia, Yogyakarta, Liberty hal. 121
5
melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan dikenakan sanksi berupa hukuman disiplin.7 Bukan sesuatu yang berlebihan jika muncul banyak pertanyaan di masyarakat. Selain
banyak kasus, mereka juga melihat realitas di
lapangan begitu banyaknya pejabat pemerintah (PNS) yang terkena masalah hukum karena tidak adanya kedisplinan, ada beberapa fakta yang Belum teridentifikasi juga para PNS level staf yang terkena kasus pelanggaran disiplin. Para pejabat struktural ini melakukan perbuatann kategori kejahatan jabatan. Belum lagi PNS yang terjerat kasus tindak pidana umum (pidum). Sesungguhnya jika ditelaah, beberapa pertanyaan diatas tidak perlu terjadi. Secara substantive, hukum kepegawaian yang diformulasikan dalam Undang-Undang nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara dan beberapa peraturan pelaksananya sudah memberikan jawaban yang cukup komprehensif. Perlakuan hukum positif terhadap PNS yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin dan melanggar hukum, sudah diuraikan secara gamblang. Persoalannya masyarakat pada umumnya tidak memahami aturan hukum yang demikian ini. Asas fiksi hukum yang menyatakan setiap individu dianggap tahu hukum, tanpa kecuali hanya isapan jempol. Hukum kadang bertengger di ruang hampa, hanya segelintir orang yang mampu memahami. Sehingga “keadilan” sebagai salah satu tujuan utama bagi hukum, sering dipertanyakan. Persoalannya apakah
7
M. Suparno, 1992, Rekayasa Pembangunan Watak dan Moral Bangsa, Jakarta, PT. Purel Mundial, hlm 85.
6
substansi
hukum
kepegawaian
di
indonesia
benar-benar
sudah
dilaksanakan secara konsisten ? Atau apakah norma hukum kepegawaian bisa bekerja secara efektif ? Usaha dalam mencapai tujuan nasional diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan Undang– Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi negara, serta abdi masyarakat. Salah satu indikasi rendahnya kualitas Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah adanya pelanggaran disiplin yang banyak dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. Kendala yang dihadapi oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah Kurang tegasnya Sanksi yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang serta lunturnya Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil. Solusinya yaitu dengan adanya sanksi/tindakan secara tegas bilamana seorang Pegawai Negeri Sipil terbukti melakukan pelanggaran disiplin yang tujuan untuk memberikan efek jera dan shock terapi agar Pegawai Negeri Sipil yang lain tidak meniru atau melakukan pelanggaran yang lebih berat lagi. Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur negara dan kesempurnaan
aparatur
negara
pada
pokoknya
tergantung
dari
kesempurnaan pegawai negeri.8
1
Nainggolan, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta: Pertja, 1987, hlm. 23.
7
Pegawai negeri yang sempurna adalah pegawai negeri yang penuh kesetiaan pada Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945 dan pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berdisiplin tinggi, berwibawa, berdaya guna, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawab sebagai unsur pertama aparatur Negara.9 Dapat disimpulkan bahwa disiplin yang tinggi merupakan salah satu unsur untuk menjadi pegawai negeri yang sempurna. Disiplin yang tinggi diharapkan semua kegiatan akan berjalan dengan baik. Ada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia, permasalahan tersebut antara lain besarnya jumlah PNS
dan tingkat
pertumbuhan yang tinggi dari tahun ke tahun, rendahnya kualitas dan ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan dan ketidakjelasan jalur karier yang dapat ditempuh.10 Sebuah kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tentang birokrasi dinyatakan bahwa mereka, Pegawai Negeri Sipil kerja santai, pulang cepat dan mempersulit urusan serta identik dengan sebuah adagium “mengapa harus dipermudah apabila dapat dipersulit”.Gambaran umum tersebut sudah sedemikian melekatnya dalam benak publik di Indonesia sehingga banyak kalangan yang berasumsi bahwa perbedaan antara dunia preman dengan birokrasi hanya terletak pada pakaian dinas saja. 11 Salah satu indikasi rendahnya kualitas PNS adalah adanya pelanggaran disiplin
9
Marsono, Pembahasan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 Tentang 2Pokok–PokokKepegawaian, Jakarta: Ikhtiar Baru, 1974, hlm. 66. 10 Teguh Sulistiyani Ambar, Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Gaya Media, 2004, hlm. 329. 11 Widya Wicaksono Kristian, Administrasi dan Birokrasi Pemerintah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hlm. 7
8
yang banyak dilakukan oleh PNS. Pembangunan yang sedang giat dilakukan di Indonesia sering mengalami banyak hambatan dan permasalahan yang cukup kompleks. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidak tertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peningkatan disiplin dalam lingkungan aparatur negara adalah salah satu upaya untuk mengatasi ketidak tertiban tersebut. Perwujudan pemerintah yang bersih dan berwibawa diawali dengan penegakan disiplin nasional di lingkungan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri Sipil dan pemerataan SDM Pegawai Negeri Sipil. Kontroversi dalam pengabaian dan penegakan hukum disiplin PNS Pertama, terjadi pelanggaran PNS tetapi tidak dikenakan sanksi. Kedua, terdapat fenomena bahwa sanksi yang diberikan tidak sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran hukum. Fakta seperti ini melemahkan pengakan hukum dalam pengabaian disiplin PNS, Maka dari itu alasan penulis tertarik untuk menelitinya dengan judul proposal
Pengabaian
Penerapan Sanksi Oleh Pejabat Berwenang Terhadap Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil. B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan
tersebut,
dapat
dirumuskan yaitu: 1. Apakah pengabaian penjatuhan sanksi oleh pejabat berwenang bagi pegawai negeri sipil yang melanggar peraturan disiplin kepegawaian dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum?
9
2. Apakah Tindakan Pejabat berwenang yang memberikan sanksi tidak sesuai dengan jenis pelanggaran disiplin dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum atau tidak? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengabaian penjatuhan sanksi Oleh Pejabat berwenang bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin kepegawaian dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum atau tidak 2. Untuk mengetahui Tindakan Pejabat berwenang yang memberikan sanksi tidak sesuai dengan jenis pelanggaran disiplin dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum atau tidak. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Dalam penelitian ini di harapkan agar hasil penelitian nantinya dapat memberikan ataupun menambah pengetahuan terutama dalam hukum
Administrasi
Negara
mengenai
masalah-masalah
yang
berkaitan dengan disiplin Pegawai Negeri Sipil. 2. Secara praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintahan, legislatif dan praktisi hukum dalam memecahkan masalah-masalah mengenai pengabain penjatuhan sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pegawai Negeri Sipil 1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara dalam pasal 1 angka 3 Pegewai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.12 Pejabat pembina disini adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu: 1) Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan; 2) Diangkat oleh pejabat yang berwenang; 3) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri; 4) Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Mengenai Subjek hukum kepegawaian, yaitu Pegawai Negeri Sipil. Kedudukan dan peranan dari pegawai negeri dalam setiap
12
Lihat Pasal 1 angka 3, Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
11
organisasi pemerintahan sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan tulang punggung pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi not the gun, the man behind thegun, yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu. Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar.13 Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri, yaitu pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewaliki seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya. Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materiil mencermati hubungan antara Negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri sebagai setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan Negara.6 Pegawai Negeri Sipil,menurut
Kamus
Umum
Bahasa
Indonesia,“ pegawai” berarti “orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainnya) sedangkan “negeri ” berarti Negara atau pemerintah, jadiPegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau Negara.14 Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan 13
Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta, Bina Aksara, hlm 12 W.J.S Poerwadarminta, dalam buku Sri. Hartini, S.H., M.H, dkk, 2010, hukum kepegawaianIndonesia, Sinar grafika hlm. 31 14
12
ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara, dan pemerintah, sehingga dengan demikian dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya dan tenaganya
untuk
menyelenggarakan
tugas
pemerintahan
dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.de dengan demikian kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa Pegawai Negeri Sipil berada sepenuhnya di bawah pimpinan pemerintah. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjamin kesatuan pimpinan dan garis pimpinan yang jelas dan tegas, dari uraian ini, maka timbulah kewajiban dan hak setiap Pegawai Negeri Sipil. 2. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil 1) Hak Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 mengatur Hak Pegawai Negeri Sipil diatur di pasal 21 yaitu : a) Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b) Cuti; c) Jaminan pensiunan dan jaminan hari tua; d) Perlindungan; dan e) Pengembangan kompentensi.15
15
Lihat Pasal 21, Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
13
2) Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 mengatur kewajiban Pegawai Aparatur Sipil Negara diatur di pasal 23 yaitu : a. Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerinah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik didalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.16 Sebagaimana Kewajiban Pegawai negeri Sipil diatur juga di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 pasal 3, Setiap PNS wajib : 16
Lihat Pasal 23, Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
14
a) Mengucapkan sumpah/ janji PNS; b) Mengucapkan sumpah/ janji jabatan; c) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indnesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Repulik Indonesia, dan Pemerintah; d) Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; e) Melaksanakan tugas kedianasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; f) Menjunjung tinggi kehormatan Negara, pemerintah, dan martabat PNS; g) Mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/ atau golongan; h) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan; i) Bekerja dangan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara; j) Melaporakan dengan segara kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; k) Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; l) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
15
m) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaiknya-baiknya; n) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; o) Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; p) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan q) Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.17 Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Menurut Sastra Djatmika, kewajiban Pegawai Negeri Sipil dibagi dalam tiga golongan, yaitu:18 a) Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan; b) Kewajiban-kewajiban dengan
suatu
tugas
yang tidak dalam
langsung
jabatan
berhubungan
melainkan
dengan
kedudukannya sebagai pegawai Negara pada umumnya. c) Kewajiban-kewajiban lain. Untuk menunjang kedudukan Pegawai Negeri Sipil, diperlukan
elemen-elemen
penunjang
kewajiban
meliputi
kesetiaan, ketaatan, pengabdian, kesadaran Tanggung Jawab, jujur,
17
Lihat Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil 18 Lihat Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
16
tertib, bersemangat dengan memengang rahasia Negara dan melakukan tugas kedinasan. a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan UndangUndnag Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan Tanggung jawab, pada umumnya kesetian timbul dari pengetahuan dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh karena itu setiap Peagawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.19 Sastra Djamaika dan Marsono. 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, jakarta, hlm. 39Ketaatan berarti kesanggupan seseorang
untuk
menaati
segala
Peraturan
Perundang-
Undangan dan Peraturan (kedinasan) yang berlaku serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. b. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil Repulik Indonesia dalam hubungan formal baik dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus. c. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.
19
Sastra Djamaika dan Marsono. 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, jakarta, hlm. 39
17
d. Jujur berarti lurus hati, tidak curung (lurus adalah tegak benar) terus terang (benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan. e. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan Negara mengandung arti bahwa norma-norma yang hidup dalam bangsa dan Negara Indonesia harus dihormati. f.
Cermat berarti (dengan saksama), (dengan) teliti, dengan sepenuh minat (perhatian).
g. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan baik. h. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk
bekerja keras
dengan tekad
yang bulat untuk
melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan. i. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh seseorang
atau
beberapa
orang
saja
ataupun
sengaja
disembunyikan supaya orang lain tidak mengetahui). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan
18
kerugian atau bahaya, apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh yang tidak berhak. j. Tugas kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu pekerjaan tertentu.20 3) Larangan Pegawai Negeri Sipil Larangan Pegawai Negeri Sipil diatur di dalam Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 4 yaitu : a. Menyalahgunakan wewenang; b. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/ atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain; c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk Negara lain dan/ atau lembaga atau organisasi internasional; d. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; e. Memiliki menjual membeli menggandaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang
baik
bergerak
atau
tidak
bergerak, dokumen atau surat berharga milik Negara secara tidak sah; f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
20
Sri. Hartini, S.H., M.H, dkk, 2010, hukum kepegawaian Indonesia, Sinar grafika, hlm 40
19
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara. g. Memberikan atau menyanggupi akan memberi suatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan; h. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/ atau pekerjaannya; i. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; j. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang di layani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; k. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; l. Memberikan dukungan kepada calon Presidan/ Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: m. Ikut sebagai pelaksana kampanye; n. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; o. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/ atau p. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas Negara;
20
q. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/ Wakil Presiden dengan cara: Membuat keputusan dan/ atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama kampanye; dan/ atau r. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; s. Memberikan
dukungan
kepada
calon
anggota
Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan diserta foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai Peraturan Perundang-Undangan; dan t. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: i.
Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah;
ii.
Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
21
iii. Membuat keputusan dan/ atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/ atau iv.
Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.21
3. Sanksi Disiplin Pegawai Negeri Sipil Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hukam disiplin diberikan tujuan untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Dalam menentukan jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan haruslah dipertimbangkan dengan seksama bahwa hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin tersebut dapat diterima oleh keadilan.22 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 pada pasal 5 menjelaskan bahwa, Apabila seorang PNS tidak menaati ketentuan pada Pasal 3 dan 4 maka dijatuhi hukuman disiplin. Adapun Tingkat dan 21 22
Lihat Pasal 4, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Faisal Abdullah, S.H., M.Si., Op.Cit., hlm 119
22
Jenis Hukuman disiplin diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Bagian Kedua Pasal 7 adalah sebagai berikut;23 I. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : a. Hukuman disiplin ringan; b. Hukuman disiplin sedang; dan c. Hukuman disiplin berat. II. Jenis hukuman disiplin terdiri dari ; a) Teguran lisan; Hukuman disiplin yang berupa teguran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran
disiplin.
Apabila
seorang
atasan
menegur
bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, itu bukan hukuman disiplin. b) Teguran tertulis; Hukuman tertulis yang berupa teguran tertulis dinyatakan dan disampainkan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Siil yang melakukan pelanggaran disiplin. c) Pernyataan tidak puas secara tertulis Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang
23
Lihat Pasal 7, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
23
berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. 1. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari ; a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya tiga bulan dan untuk paling lama satu tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 (tahun) ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum. Berlaku untuk selama 1 (satu) tahun, terhitung mulai
kenaikan
pangkat
yang
bersangkutan
dapat
dipertimbangkan, dan masa kerja selama penundaan kenaikan pangkat, tidak dihitung untuk masa kerja kenaikan pangkat berikutnya. c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun, harus disebutkan pelanggarandisiplinyang dilakukanolehPNSyangbersangkutan, setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangkat PNS yang bersangkutan dengan sendirinya
24
kembali kepada pangkat semula, dan masa kerja selama menjalani hukuman penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun tidak dihitung sebagai masa kerja kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat berikutnya baru dapat dipertimbangkan setelah PNS yang bersangkutan paling singkat 1 (satu) tahun setelah kembali pada pangkat semula. 2. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari; a) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; Hukuman
disiplin
yang
berupa
penurunan
pangkat
setingkat lebih rendah berlaku untuk selama 3 tahun harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, setelah menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun selesai, maka pangkat PNS yang bersangkutan dengan sendirinya kembali kepada pangkat yang semula, dan masa kerja selama menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun tidak dihitung sebagai masa kerja kenaikan pangkat.; kenaikan pangkat berikutnya, baru dapat dipertimbangkan setelah PNSyang
bersangkutan
paling
singkat1 (satu) tahun setelah kembali pada pangkat semula. b) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
25
Hukuman disiplin yang berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan lowongan jabatan yang lebih rendah dan kompetensi yang bersangkutan
sesuai
dengan
persyaratan
jabatan
yang
ditentukan, dalam surat keputusan hukuman disiplin tersebut harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, diberikan tunjangan jabatan berdasarkan jabatan baru yang didudukinya sesuai ketentuan Peraturan PerundangUndangan yang berlaku. c) Pembebasan dari jabatan; Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu.selama dibebaskan dari jabatan, PNS yang bersangkutan masih tetap menerima penghasilan sebagai PNS kecuali tunjangan jabatan. a) Pemberhetian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; Hukuman disiplin berupa Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, PNS yang dijatuhkan disiplin ini tetap diberikan ha-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
26
b) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS Hukuman disiplin yang berupa Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS, PNS yang dijatuhi hukuman disiplin ini tidak diberikan hak-hak pensiunan walaupun memnuhi syarat-syarat masa kerja usia pensiun. B. Kedudukan Hukum Pejabat Administrasi Negara Pemerintah dalam arti luas sebagai organisasi negara yang utuh dengan segala alat kelengkapan negara yang memiliki fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan kata lain, negara dengan seluruh alat kelengkapannya merupakan pengertian pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan pengertian pemerintahan dalam arti yang sempit, hanya mengacu pada satu fungsi saja, yakni fungsi eksekutif. Maka pengertian pejabat negara akan merujuk pada pengertian pemerintahan dalam arti yang luas. Sedangkan pengertian pejabat pemerintahan akan mengacu pada pengertian pemerintahan dalam arti yang sempit, atau pejabat yang berada pada lingkungan pemerintahan saja, yakni cabang kekuasaan eksekutif. Ada 3 (tiga) jenis lembaga negara yang dilihat berdasarkan fungsinya, yakni: a. Lembaga Negara yang menjalankan fungsi negara secara langsung atau bertindak untuk dan atas nama negara, seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, dan Lembaga Kekuasaan Kehakiman. Lembagalembaga yang menjalankan fungsi ini disebut alat kelengkapan negara.
27
b. Lembaga Negara yang menjalankan fungsi administrasi negara dan tidak bertindak untuk dan atas nama negara. Artinya, lembaga ini hanya
menjalankan
tugas
administratif
yang
tidak
bersifat
ketatanegaraan. Lembaga yang menjalankan fungsi ini disebut sebagai lembaga administratif. c. Lembaga Negara penunjang atau badan penunjang yang berfungsi untuk menunjang fungsi alat kelengkapan negara. Lembaga ini disebut sebagai auxiliary organ/agency. Berdasarkan kategorisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga negara yang merupakan alat kelengkapan negara beserta derivatifnya berupa lembaga negara pendukung. Sebagai contoh pejabat Negara adalah anggota DPR, Presiden, dan Hakim. Pejabat-pejabat tersebut menjalankan fungsinya untuk dan atas nama negara.
Sedangkan
pejabat pemerintahan adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga yang menjalankan fungsi administratif belaka atau lazim disebut sebagai pejabat administrasi negara seperti menteri-menteri sebagai pembantu Presiden, beserta aparatur pemerintahan lainnya di lingkungan eksekutif. Khusus untuk kedudukan Presiden, dalam sistem pemerintahan presidensil, Presiden memiliki kedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam kedudukannya sebagai kepala negara, fungsi-fungsi Presiden sebagai alat kelengkapan negara diatur
28
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD NRI 1945”). Dalam kedudukannya sebagai kepala negara inilah Presiden dikategorikan sebagai pejabat negara. Namun, kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan, berarti bahwa Presiden adalah penyelenggara kekuasaan eksekutif, baik penyelenggaraan yang bersifat umum maupun khusus. Berdasarkan fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan inilah Presiden juga dapat dikategorikan sebagai pejabat pemerintahan Selain itu, perlu berhati-hati ketika berbicara mengenai pemerintahan daerah. Dalam pemerintahan daerah, pejabat
pemerintahan akan terdiri dari pejabat pemerintah/pejabat
administrasi negara, dan anggota DPRD. Hal ini dikarenakan DPRD bukanlah badan legislatif. Pendapat ini merujuk pada ajaran Montesquieu bahwa badan legislatif adalah badan yang membentuk undang-undang dalam arti formil (wet in formele zin), sedangkan Peraturan
Daerah (perda) sebagai produk
hukum DPRD, meskipun termasuk peraturan perundang-undangan (wet in materiele zin) bukanlah undang-undang.
Sayangnya,
berdasarkan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) dinyatakan bahwa Kepala Daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dikategorikan sebagai pejabat negara. Penggolongan kepala daerah sebagai pejabat negara tidaklah tepat, mengingat kedudukan lembaga tersebut bukan sebagai alat kelengkapan negara dan tidak memiliki fungsi kenegaraan
29
(bertindak untuk dan atas nama negara). daerah hanyalah satuan desentralisasi yang hanya memiliki fungsi administratif. Selain itu, pengaturan
mengenai pejabat Negara pada UU ASN merupakan
pengaturan yang berlebihan, mengingat pengaturan mengenai pejabat negara seharusnya tunduk pada UUD NRI 1945 dan undang-undang yang mengatur mengenai kekuasaan lembaga Negara. Kemudian, apakah seluruh PNS merupakan pejabat pemerintahan, jabatan adalah lingkungan kerja tetap yang bersifat abstrak dengan fungsi tertentu, yang secara keseluruhan mencerminkan kerja organisasi. Sifat abstrak dari sebuah jabatan, mengharuskan adanya pejabat yang diberikan wewenang dan tanggung jawab agar jabatan dapat menjadi konkret dan fungsi-fungsinya dapat dijalankan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka organisasi merupakan sebuah kumpulan dari jabatan-jabatan yang memerlukan pejabat sebagai
konkretisasi
jabatan.
Pengertian
jabatan
dan
pejabat
sebagaimana yang dikemukakan dalam UU ASN. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari dua jenis, yakni pegawai yang
berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Lebih jelas, ketentuan ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Aparatur Sipil Negara sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri atas: a) PNS; b) PPPK.”
30
Selain itu, UU ASN juga menggolongkan jenis-jenis pejabat, diantaranya adalah pejabat administrasi, pejabat
pimpinan tinggi,
pejabat fungsional, dan pejabat Pembina kepegawaian ( Pasal 1 UU ASN). Untuk jabatan administrasi, Undang-Undang ASN memberikan tiga macam sub jabatan, yakni jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana ( Pasal 14 UU ASN). Dalam Pasal 15 UU ASN disebutkan bahwa pejabat dalam jabatan pelaksana bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Artinya, pasal tersebut menyatakan bahwa pegawai ASN pada tingkat pelaksana pun dikategorikan sebagai pejabat, yakni pejabat pelaksana. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh pegawai ASN, baik yang berstatus sebagai PNS maupun PPPK merupakan pejabat pemerintahan atau pejabat publik. Pejabat pemerintah dalam menjalankan atau menyelenggarakan tugas dan fungsinya tidak saja memperhatikan kepentingan negara tetapi harus pula memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat. Tetapi dalam menyelenggarakan tugasnya tidak menutup kemungkin akan merugikan kepentingan masyarakat. Untuk menentukan kapasitas tanggung jawab pejabat, maka perlu dilihat batas wewenang. Di Indonesia belum ada secara tegas aturan yang membatasi atau memberikan kriteria besar tanggung jawab pejabat, baik dalam doktrin maupun ketentuan prakteknya.
31
Doktrin-doktrin atau ajaran-ajaran dalam ilmu hukum tersebut berguna
untuk
menilai
apakah
suatu
perbuatan
administrasi
pemerintahan itu telah sesuai dengan kewenangnannya. Ajaran-ajaran tersebut dapat pula di pergunakan baik dalam konteks peradilan tata usaha negara, maupun dalam peradilan pidana terutama dalam tindak pidana korupsi, dimana penyalahan gunaan kewenangan oleh pejabat pemerintahan termasuk sebagai tindakan kriminal, jika tindakan itu merugikan keuangan negara. C. Teori Sanksi Administrasi Negara Sanksi (sanctio, Latin, sanctie, Belanda) adalah ancaman hukuman, merupakan satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, UU, normanorma hukum. Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum, yaitu sanksi yang terdiri atas derita khusus yang dipaksakan kepada si bersalah. derita kehilangan nyawa (hukuman mati), derita kehilangan kebebasan (hukuman penjara dan kurungan), derita kehilangan sebagian kekayaa (hukuman denda dan perampasan) dan derita kehilangan kehormatan (pengumuman keputusan hakim. Penegakan hukum perdata menghendaki sanksi juga yang terdiri atas derita dihadapkan dimuka pengadilan dan derita kehilangan sebagian kekayaannya guna memulihkan atau mengganti kerugian akibat pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi sebagai alat penegak hukum bisa juga terdiri atas kebatalan perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum. Baik batal demi hukum (van rechtwege) maupun batal setelah ini dinyatakan oleh hakim.
32
Sanksi dalam Hukum Administrasi yaitu “alat kekekuasaan yang bersifat hukum public yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi Negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam hukum administrasi Negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtlijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactive op niet-naleving).24 Pada umumnya tidak ada gunanya memasukan kewajibankewajiban atau larangan bagi para warga di dalam peraturan perundangundangan tata usaha negara, manakala aturan tingkah laku tidak dapat dipaksakan oleh pejabat tata usaha negara. 1) Jenis Dan Macam Sanksi Administrasi Negara25 Jenis Sanksi dalam Sanksi Hukum Administrasi Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi di kenal dua jenis sanksi yaitu:. a. sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie), dengan kata lain, mengembalikan
24 25
pada
keadaan
semula
sebelum
terjadinya
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta:PT.RajaGrafindo,2006) h.315 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 319
33
pelanggaran. misalnya
paksaan pemerintah (bestuursdwang),
pengenaan uang paksa (dwangsom), b. sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman
pada
seseorang,
misalnya
adalah
berupa
denda
administratif, Di samping dua jenis sanksi tersebut,ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M ten Berge disebut mengabaikan teori sanksi regresif (regressieve sancties), yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Contohnya: penarikan, perubahan, dan
penundaan
suatu
ketetapan.
Ditinjau
dari
segi
tujuan
diterapkannya sanksi, sanksi regresif ini sebenarnya tidak begitu berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi tersebut. Sanksi reparatoir dikenakan terhadap pelanggaran norma hukum administrasi secara umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap ketentuankeentuan yang terdapat dalam ketetapan. Menurut philipus M. Hadjon, terdapat teori sanksi secara akumulatif yakni penerapan sanksi bersama-sama antara hukum administrasi dengan hukum lainya atau akumulasi sanksi internal dan eksternal.
Kumulasi
eksternal
merupakan
penerapan
sanksi
administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi
34
pidana atau sanksi perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat menggunakannya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, artinya tidak diterapkan prinsip “ne bis in idem”(secara harfiah, tidak dua kali mengenai hal yang sama, mengebai perkara yang sama tidak boleh disidangkan untuk kedua kalinya). Dalam hukum administrasi dengan sanksi pidana ada perbedaan sifat dan tujuan. 2) Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi.26 Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut,
Bestuursdwang
(paksaan
pemerintahan),
penarikan
kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom). a. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang) Berdasarkan UU Hukum administrasi belanda: Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan,
menghalang-halangi,
memperbaiki
pada
keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh 26
Philipus dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia(Yogyakarta : Gajah Mada University Press), h. 250-265.
35
Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang pemerintah menurut
merupakan
diberi
Kewenangan
kebebasan
inisiatifnya
sendiri
untuk
Bebas,
artinya
mempertimbangkan
apakah
menggunakan
bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya. Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain. D. Teori Kepastian Hukum Pertanyaan mengenai kepastian hukum hanya dapat dijawab dengan cara normatif. Kepastian hukum secara normatif diartikan apabila suatu aturan dapat dibuat dan diundangkan dengan pasti dan harus dibuat secara jelas agar tidak menimbulkan adanya suatu keragu-raguan, selain itu aturan harus dibuat secara logis dalam artian bahwa aturan tersebut akan menjadi suatu sistem norma dengan norma yang lain, sehingga tidak menyebabkan adanya suatu konflik norma. Maria
Sriwulandari
Sumarjono
mengemukakan
bahwa
suatu
perundang-undangan harus mencakup 3 (tiga) asas. Ketiga asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
36
1) Asas Keadilan Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tidak cukup hanya dengan pemenuhan asas keadilan, namun juga harus mencakup adanya suatu kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut akan tercapai apabila suatu peratuan dibuat secara baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan adanya banyak penafsiran, selain itu peraturan harus dibuat dengan tetap memperhatikan peraturan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya sehingga tidak menimbulkan adanya pertentangan norma. 2) Transparansi dalam Proses Pembuatan perundang-undangan. Transparansi
ini
diperlukan
agar
masyarakat
dapat
mengetahui mengenai materi dalam peraturan yang dibuat sehingga masyarakat dapat diberi kesempatan untuk memberikan masukan guna melengkapi penyempurnaan pembuatan peraturan itu. 3) Kemanfaatan. Suatu peraturan akan dapat ditaati oleh masyarakat apabila peraturan tersebut dapat menyakinkan masyarakat bahwa peraturan tersebut bermanfaat sehingga mampu memberikan kemungkinan tercapainya kepentingan masyarakat yang berkembang secara wajar. Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian
hukum,
sedangkan
Kaum
Fungsionalis
mengutamakan
37
kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan. Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.
38
E. Teori Wewenang a) Pengertian Wewenang Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain.27 Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.28 Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat.Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.29 Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikiankewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau institusi.Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam 27
Kamal Hidjaz. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan DaerahDi Indonesia. Pustaka Refleksi. Makasar. 2010. hal 35. 2 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2013. hal 71. 29 Nurmayani S.H.,M.H. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung Bandarlampung. 2009 . hal 26
39
kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukumadministrasi negara.30 Wewenang mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.31 Dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. 1. Atribusi, terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi kewenangan dalam peraturan perundang-undangan adalah pemberian
kewenangan
membentuk
peraturan
perundang-
undangan yang pada puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU kepada suatu lembaga negara atau pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu
wewenang
baru.
Legislator
yang
kompeten
untuk
memberikan atribusi wewenang pemerintahan dibedakan :
30 31
Ridwan HR. Op.Cit. hlm. 99 Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
40
a) original legislator, dalam hal ini di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk Undang-undang Dasar dan DPR bersama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang. Dalam kaitannya dengan kepentingan daerah, oleh konstitusi diatur dengan melibatkan DPD. Di tingkat daerah yaitu DPRD dan pemerintah daerah yang menghasilkan Peraturan Daerah. Misal, UUD 1945 sesudah perubahan, dalam Pasal 5 ayat (2) memberikan kewenangan kepada Presiden dalam menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam Pasal 22 ayat (1), UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti UU jika terjadi kepentingan yang memaksa. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam Pasal 16 ayat (1), memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk Peraturan Daerah dalam rangka menyusun APBD; dalam Pasal 26 ayat (1), setelah
APBN
ditetapkan
dengan
UU,
pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. b) delegated legislator, dalam hal ini seperti presiden yang berdasarkan suatu undang-undangmengeluarkan peraturan pemerintah,
yaitu
diciptakan
wewenang-wewenang
pemerintahan kepada badan atau jabatan tata usaha negara tertentu. Misal, Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9
41
Tahun 2003,tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pasal 12(1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pengertian pejabat pembina kepegawaian pusat adalah Menteri. 2. Delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Misal, dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat struktural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang bersangkutan. 3. Mandat, dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda dengan pengertian mandataris dalam konstruksi mandataris
42
menurut penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan. Menurut penjelasan UUD 1945 Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden adalah mandataris dari MPR, dan wajib menjalankan putusan MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk melaksanakan
atasan;
kewenangan
dapat
sewaktu-waktu
dilaksanakan oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab. Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang undangan,yaitu dari redaksi pasal pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan.Penerimadapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab internal dan eksternal pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang ( atributaris ). Philipus M Hadjon pada dasarnya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugatberalih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi,
43
kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas ”contrarius actus”. Artinya, setiap perobahan, pencabutan suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.32 Huisman membedakan delegasi dan mandat sebagai berikut : Delegasi,
merupakan
pelimpahan
wewenang
(overdracht
van
bevoegdheid); kewenangan tidak dapat dijalankan secarainsidental oleh organ yang memiliki wewenang asli (bevoegdheid kan door hetoorsprokenlijk bevoegde orgaan niet incidenteel uitgoefend worden);
terjadi
peralihan
tanggungjawab
(overgang
van
verantwoordelijkheid); harus berdasarkan UU (wetelijk basis vereist); harus tertulis
(moet
schriftelijk); Mandat
menurut
Huisman,
merupakan perintah untuk melaksanakan (opdracht tot uitvoering); kewenangan
dapat
sewaktu-waktu
dilaksanakan
oleh
mandat
(bevoeghdheid kan door mandaatgever nog incidenteel uitgeofend worden), tidak terjadi peralihan tanggung jawab (behooud van verantwoordelijkheid); tidak harus berdasarkan UU (geen wetelijke 32
Philipus M. Hadjon, et al.1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
44
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif Yakni Untuk Menganalisis Konsep Hukum Pengabaian Penerapan Sanksi Oleh Pejabat Berwenang Jika Terjadi Pelanggaran Disiplin PNS. Metode penelitian normatif adalah cara yang digunakan didalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga. 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang penulis gunakan didalam penulisan ini yaitu: a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara c. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil d. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 201033. 33
Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, hlm. 134.
45
2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil pendapat atau pikiran para teori hukum atau ahli hukum yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kepada penulis. Yang dimaksud bahan sekunder disini adalah doktrin-doktrin yang ada didalam buku, jurnal hukum dan internet. C. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yaitu penulis melakukan pengumpulan data dengan cara membaca sejumlah literatur, serta bahan-bahan hukum yaitu UndangUndang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. D. Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum akan dilakukan dengan beberapa pendekatan yakni: 1. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah undang-undang. Dalam pendekatan perundang-undangan
46
ditujukan untuk mempelajari kesesuaian dan konsistensi antara suatu norma dengan norma lainnya. 2. Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) yang berhubungan dengan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan tujuan untuk menemukan ide-ide yang melahirkan pengertianpengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan ilmu hukum. Konsep hukum dapat ditemukan dalam undang-undang yang kemudian dipahami melalui pandangan para sarjana dan doktrin-doktrin yang ada.34 3. Pendekatan kasus (Case Approach) dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun dinegara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.
34
Ibid, Peter Mahmud Marzukihlm. 181.
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analis Pengabaian Penjatuhan Sanksi oleh Pejabat Berwenang Bagi Pegawai
Negeri
Sipil
Yang
Melanggar
Peraturan
Disiplin
Kepegawaian Dapat Dinilai Sebagai Pelanggaran Hukum Atau Tidak Kedudukan hukum seorang Pegawai Negeri Sipil diatur dalam berbagai perundang-undangan aparatur sipil negara dan berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang aktif melaksanakan tugasnya maupun Pegawai Negeri Sipil yang sudah tidak aktif melaksanakan tugasnya. Peraturan Perundang-undangan tersebut menjadi pedoman bagi para Pegawai Negeri Sipil untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan serta cara memperoleh hak-haknya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang
Nomor
43
Tahun
1999
Tentang
Pokok-Pokok
Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, akan tetapi pada saat Undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UndangUndang ini. Kedispilinan Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Pegawai Negeri Sipi lsebagai aparat pemerintah,
48
abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi teladan bagi masyarakat secara keseluruhan agar masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai Negeri Sipil.Disiplin Pegawai
Negeri
Sipil
diperluka
nuntuk mewujudkan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa.35 Dalam penerapan Sanksi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, prosedur sanksi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah,bisa juga melalui peradilan. Sanksi dalam penerapannya ditujukan pada pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, prosedur sanksi dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah, maupun melalui peradilan. Yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi disiplin adalah atasan langsung dari Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Yang dimana sanksi disiplin dan sanksi dalam penerapannya berupa teguran lisan, teguran tertulis. Penerapan Sanksi dapat dilihat di Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 bahwa hukuman disiplin sedang terhadap pelanggaran disiplin dalam kategori sedang seperti pelanggaran terhadap kewajiban yang diatur pada Pasal 9 angka 11 dalam Peraturan Pemerintah ini, yang menyatakan
bahwa
pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 11 berupa :36
35
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 3 angka 11. 36
49
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 sampai dengan 20 hari kerja. b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 sampai 25 hari kerja, dan c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 sampai dengan 30 hari kerja. “Beberapa pelanggaran PNS dalam kategori berat seperti, adanya laporan kepada pimpinan bahwa seorang PNS telah melakukan perselingkuhan atau nikah sirih oleh keluarga PNS yang bersangkutan, dan setelah dilakukan penelusuran ditemukan bukti-bukti yang kuat atas laporan tersebut dan PNS yang bersangkutan terbukti melakukan perbuatan tersebut akan dijatuhkan hukuman disiplin berat yaitu pemecatan.” Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 bahwa hukuman disiplin berat terhadap pelanggaran disiplin dalam kategori berat seperti pelanggaran terhadap kewajiban yang diatur pada Pasal 10 angka 4 yaitu menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 6, apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau Negara.37 Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dijatuhkan sanksi disiplin PNS, belum sepenuhnya melaksanakan 37
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil, Pasal 10 angka 4 dan Pasal 3 angka 6
50
kewajibannya sebagai PNS dan mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Adapun proses pelaksanaan penjatuhan sanksi disiplin terhadap pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil yang paling sering dilakukan yaitu: 1. Pemanggilan Sebelum Pegawai Negeri Sipil dijatuhkan Sanksi Disiplin, Pegawai Negeri Sipil yang di duga melakukan Pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis untuk diperiksa, apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan yang kedua, apabila pada tanggal pemeriksaan, pemanggilan kedua PNS yang diduga melakukan pelanggaran tidak hadir maka dilakukan pemanggilan ketiga dan apabila pemanggilan ketiga tidak hadir maka pejabat yang berwenang menghukum dapat menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan. Dalam proses pemanggilan terhadap pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, kebanyakan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 23. 2. Pemeriksaan Sebelum Pegawai Negeri Sipil dijatuhi sanksi disiplin, setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan yang dimaksud adalah dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan
51
dalam berita acara. Khusus untuk pelanggaran disiplin dengan ancaman hukuman disiplin sedang, dapat dibentuk Tim pemeriksa. Tim pemeriksa yang dimaksud adalah atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian. Dalam proses pemeriksaan terhadap pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 24 dan Pasal 25. 3. Penjatuhan hukuman disiplin SebelumPNStersebutdijatuhkansanksidisiplin.Namun
di
dalam
penjatuhan sanksi disiplin , masih ada pengaruh situasi politik yang dimana masih sarat akan nepotisme sehingga masih terkesan memilih dalam penjatuhan sanksi disiplin ketika pelanggar adalah seorang yang memiliki link keatas ataupun mempunyai keluarga yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, maka hukuman yang dihasilkan lebih ringan dari pelanggaran yang dilakukan. Dalam proses penjatuhan hukuman disiplin terhadap pelanggaran disiplin, belum sepenuhnya mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah No .53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai
Negeri
Sipil.
Dalam
pemberian
sanksi
masih
mempertimbangkan dan memberikan toleransi terhadap sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, sehingga hukuman yang dihasilkan lebih ringan dari pelanggaran yang dilakukan. 4. Penyampaian keputusan hukuman disiplin
52
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dipanggil secara tertulis untukhadir menerima secara
tertutup
oleh
keputusan pejabat
hukum andisiplin, disampaikan yang
berwenang
menghukum,
penyampaian keputusan hukuman disiplin paling lambat 14 hari kerja sejak keputusan itu ditetapkan. Dalam proses penyampaian keputusan hukuman disiplin terhadap pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Penjatuhan sanksi disiplin dimana masih ada atasan yang
tidak
menjatuhkan sanksi disiplin kepada bawahnnya yang melakukan pelanggar andisiplin. “Disebabkan, karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh atasan langsung, yang dimaksud dengan pembiaran disini adalah dimana atasan tersebut mengetahui bahwa adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh bawahannya tetapi dia tidak memberikan teguran atas perbuatannya. Dengan alasan, atasan langsung di instasi tersebut tidak memahami tentang kewenangan yang diberikan untuk menjatuhkan sanksi disiplin sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010.” Dan apabila diliat dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 pada Pasal 21 yakni :38 1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
38
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang dipilin pegawai negeri sipil, pada Pasal 21
53
2) Apabila
Pejabat
yang
berwenang
menghukum
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukaman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin atasannya. 3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Faktor-faktor yang menghambat jalannya penjatuhan sanksi administrasi dalam pelaksanaan penjatuhan sanksi administrasi di Pemerintahan, yakni: a. Disebabkan karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh atasan, yang dimaksud dengan pembiaran disini adalah dimana atasan tersebut mengetahui bahwa adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh bawahannya tetapi dia tidak memberikan teguran atas perbuatannya. Dengan alasan, atasan langsung di instasi tersebut tidak memahami tentang kewenangan yang diberikan untuk
menjatuhkan
sanksi
disiplin
sebagaimana
ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010. Dan apabila diliat dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 ada Pasal 21 yakni :
54
1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin 2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukaman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin atasannya. 3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. b. Kurangnya kesadaran Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan kewajibannya
dan
berkomitmen
untuk
tidak
melakukan
pelanggaran disiplin. c. Situasi politik, situasi politik sering menjadi penghambat dalam penjatuhan sanksi, sebab dalam pemerintah masih sarat akan nepotisme, sehingga masih terkesan memilih dalam penjatuhan sanksi disiplin, ketika pelanggar adalah seorang yang memiliki link keatas ataupun mempunyai keluarga yang menduduki jabatan pimpinan tinggi maka hukuman yang dihasilkan lebih ringan dari pelanggaran yang dilakukan.
55
Dari pernyataan diatas penulis berpendapat bahwa kewenangan pejabat tertuang dalam peraturan, sebagaimana secara teori dapat dimengerti dalam teori atribusi sebagai teori wewenang dimana tindakan pejabat dikatakan berdasarkan wewenang yang ada pada peraturan perundang-undangan. Sehingga secara atribusi jika tindakan pejabat tidak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundangundangan maka pejabat tersebut dapat dinilai penyalahgunaan wewenang, jika kewenangan sebagai ketentuan perundang-undangan tidak dijalankan maka pejabat tersebut menyalahgunakan wewenang, sehingga dapat dinyatakan perbuatan melawan hukum dan perbuatan pelanggaran hukum sebagaimana tertuang pada pasal 21 yaitu : 1) Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 2) Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukaman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin atasannya. 3) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 4) Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
56
Jadi pengabaian sanksi dapat dikatan sebagai pelanggaran hukum yang dimana telah diatur dalam peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010 pasal 21 poin 1, 2, 3, dan 4 serta diatur dalam teori wewenang atribusi. B. Tindakan Pejabat Berwenang Yang Memberikan Sanksi Tidak Sesuai Dengan
Jenis
Pelanggaran
Disiplin
Dapat
Dinilain
Sebagai
Pelanggaran Hukum Atau Tidak. 1. Analis Hukum Pengenaan Sanksi yang Tidak Sesuai Dengan Jenis Pelanggaran Hukum Apakah Dapat Dinilai Sebagai Pelanggaran Hukum Atau Tidak Setiap upaya penegakan hukum tentu akan menimbulkan kendala tertentu. Begitu pula dalam pemberian sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil. Setiap pelanggaran yang dilakukan bisa terjadi karena kurangnya kesadaran akan pentingnya kedisiplinan itu sendiri. Karena itulah perlu diadakan briefing atau pertemuan setiap bulannya dimana pimpinan dapat selalu memberikan motivasi kepada para pegawainya agar mereka memiliki kedisiplinan dan semangat kerja yang tinggi. Pemberian motivasi kerja tidak hanya dilakukan oleh pimpinan saja namun dapat dilakukan juga oleh sesama rekan kerja atau bahkan seorang motivator khusus yang sengaja didatangkan untuk memberikan pelatihan motivasi kepada para pegawai. Tidak hanya motivasi kerja yang diberikan tetapi juga sebaiknya diberikan reward and punishment. Reward tidak harus berbentuk uang
57
tetapi dapat juga berupa pujian atau penghargaan sebagai karyawan teladan. Sementara itu bagi pegawai yang tidak disiplin diberikan sanksi. Kendala juga muncul karena sistem yang ada di sipil berbeda dengan sistem di kemiliteran. Di militer, atasan bisa langsung menghukum bawahan bila bawahan tersebut melakukan kesalahan. Namun dalam sistem yang berkembang di sipil harus melalui prosedur yang berlaku sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghukum seseorang. Hal ini tentu akan memerlukan waktu yang cukup lama dalam memberikan sebuah sanksi. Pemberian sanksi bagi seorang Pegawai Negeri Sipil sepertinya lebih mengalami kelonggaran dibandingkan dengan Pegawai Swasta. Seorang Pegawai Swasta bisa langsung dijatuhi hukuman berat ketika dia melakukan kesalahan. Namun seorang Pegawai Negeri Sipil harus menunggu prosedur yang cukup lama.Namun kenyataannya tim ini belum dibentuk sehingga dapat menghambat penegakan disiplin seperti yang diharapkan. Ini sebenarnya menjadi harapan besar dalam upaya penegakan disiplin karena tim inilah yang akan menjadi andalan dalam pengawasan penegakan disiplin. Karena itu bila sudah dibentuk tim pengawasan tentu tim ini harus lebih baik dari mereka yang akan diawasi. Jika kualitas tim pengawasan tidak lebih baik dari mereka yang diawasi tentu saja akan siasia dan upaya membentuk aparatur negara yang baik dan berwibawa akan semakan jauh dari harapan.
58
Kedisiplinan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi disiplin adalah : a. Faktor Peraturan atau Tata Tertib Salah satu faktor pembentuk kedisiplinan adalah adanya peraturan atau tata tertib yang mengatur hal – hal yang diwajibkan dan larangan yang harus ditinggalkan. Sebuah peraturan akan ditaati bila peraturan tersebut mempunyai sanksi yang tegas. Untuk masalah peraturan sebenarnya sudah cukup memadai dimana kita dapat melihat banyak peraturan yang berhubungan dengan penegakan disiplin PegawaiNegeri Sipil. Tata tertib atau peraturan membutuhkan elemen lainnya demi kesempurnaan pelaksanaan sebuah peraturan dan pelatihan kedisiplinan secara berkesinambungan. b. Faktor Kepemimpinan Penegakan disiplin harus dilakukan oleh setiap PNS dan pemimpin harus melakukan pengawasan. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pegawainya
maka
atasan
yang
bersangkutan
harus
bisa
mempertanggung jawabkannya. Atasan bisa dianggap gagal melakukan pembinaan
dan
pengawasan.Setiap
atasan
harus
memimpin
bawahannya dengan arif dan bijaksana. Ia harus menjadi teladan yang baik yang bisa membimbing bawahannya agar tetap berada pada jalur yang benar, memberikan perhatian kepada bawahan, berani mengambil tindakan, dan menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
59
Kepemimpinan merupakan faktor utama yang menentukan baik buruknya dan hidup-matinya suatu bentuk usaha/organisasi. Sepanjang sejarah manusia belum pernah dikenal bentuk masyarakat manusia tanpa ada pimpinan. Dalam tiap-tiap kelompok manusia yang merupakan kemasyarakatan tentu timbul seorang atau beberapa orang pemimpin, yang timbul atau ditimbulkan karena naluri masyarakat untuk selalu memerlukan pimpinan.39 Onong U. Effendy yang dikutip oleh Eddy Suwardi dalam bukunya Aspek-Aspek
Kepemimpinan
Dalam
Manajemen
Operasional
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan si pemimpin untuk mengarahkan tingkah laku orang lain ke suatu tujuan tertentu.”40 Sementara itu menurut Sondang P. Siagian kepemimpinan adalah kemampuan dan ketrampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.”41 Sondang P. Siagian dalam buku Filsafat Administrasi juga mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang ditentukan sangat tergantung atas kemampuan para anggota pimpinannya untuk menggerakkan sumber-sumber dan alat-alat 39
Hadiperwono ; Tata Personalia ; (Bandung ; Penerbit Djambatan ; 1982) ; hal. 104. Eddy Suwardi ; Kepemimpinan Dalam Manajemen Operasional ; (Bandung ; Alumni ; 1982) ; ha1aman 4 41 Sondang Siagian ; Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi ; (Jakarta ; Gunung Agung ; 1983) ; halaman 24. 40
60
tersebut sehingga penggunaannya berjalan dengan efisien, ekonomis dan efektif.56 Dengan demikian faktor kepemimpinan mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat kedisiplinan para pegawainya. Seorang pimpinan
yang cenderung egois
dimana ia kurang
memperhatikan kesejahteraan bawahannya atau bahkan melakukan tindakan negatif maka hal ini sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahannya. Hal ini akan menimbulkan tidak adanya rasa hormat kepada atasan, tindakan indisipliner bahkan membenci atasannya. c. Faktor Pembinaan dan Pengawasan. Untuk menghindari maraknya pelanggaran disiplin oleh Pegawai
Negeri
Sipil,
sebaiknya
dilakukan
pembinaan
dan
pengawasan. Pembinaan yang baik dan pengawasan yang efektif tentu akan membantu membentuk aparat pemeritah yang baik dan berwibawa.Menurut Musanef, pembinaan Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk: 1) Diarahkan
untuk
menjamin
penyelenggaraan
tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan secara. berdaya guna dan berhasil gunaUntuk meningkatkan mutu dan ketrampilan serta memupuk kegairahan
kerja
sehingga
dapat
menjamin
terwujudnya
kesempatan berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan secara, menyeluruh.
61
2) Diarahkan kepada terwujudnya suatu komposisi pegawai, baik dalam bentuk jumlah maupun mutu yang memadai, serasi dan harmonis, sehingga mampu menghasilkan prestasi kerja secara optimal. 3) Diarahkan kepada terwujudnya pegawai-pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara, pemerintah sehingga pegawai hanya mengabdikan diri kepada kepentingan negara dan masyarakat, demi terwujudnya aparatur yang bersih dan beribawa. 4) Ditujukan pada terwujudnya iklim kerja yang serasi dan menjamin terciptanya kesejahteraan jasmani maupun rohani secara adil dan merata sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya. 5) Diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan pegawai secara teratur, terpadu dan berimbang atas dasar kriteriakriteria obyektif baik secara kelompok sehingga dapat memberikan manfaat bagi instansi/unit organisasi yang bersangkutan. 6) Diarahkan pada pembinaan sistem karir dan pembinaan prestasi kerja, yang dalam pelaksanaannya dapat diwujudkan dalam bentuk Pembinaan tertib adminitrasi. Pembinaan Pembinaan keesejahtraan Pembinaan karir.42
42
Musanef, Op. Cit, halaman 16
62
Pembinaan disiplin memiliki hubungan positif yang dapat mempengaruhi perilaku pegawai. Semakin baik pembinaan disiplin dilakukan maka akan semakin baik pula perilaku ketaatan dan kepatuhan pegawai terhadap ketentuan dan tata tertib yang berlaku. Hal ini tentu akan menjadi tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk melakukan pembinaan disiplin kepada para pegawai yang ada di lingkungannya. Sehubungan dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu faktor yang dipandang sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih dan berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi suri tauladan terhadap masyarakat secara keseluruhan, sehingga masyarakat dapat percaya terhadap peran PNS. Pengawasan berarti pengamatan dan pengukuran suatu kegiatan operasional dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan sasaran dan standar yang telah ditetapkan sebelumnya Pengawasan dilakukan dalam usaha menjamin bahwa semua kegiatan terlaksana sesuai dengan kebijaksanaan, strategi, keputusan, rencana dan program kerja yang telah dianalisis, dirumuskan dan ditetapkan sebelumnya dalam wadah yang telah disusun. Pengawasan diperlukan untuk mengukur kemajuan yang telah dicapai, melihat apakah penyimpangan terjadi dan mengambil langkah-
63
langkah perbaikan dalam proses pelaksanaan itu apabila diperlukan. Dengan
kata
lain
pengawasan
berusaha
mencegah
terjadinya
penyimpangan arah yang ditempuh oleh organisasi dari arah yang telah ditetapkan untuk ditempuh. Rasa perlindungan kepada korps (esprit de corps) sering kali membuat atasan yang berwenang menjatuhkan sanksi yang ringan. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan (pengawasan melekat) yang umumnya digunakan dalam pengawasan di lembaga pemerintahan sering kali menimbulkan problematik yang selalu dikeluhkan masyarakat, seperti sikap atasan yang terlalu melindungi bawahannya walaupun bawahannya melakukan penyimpangan, kesulitan pimpinan menindak bawahannya karena antara bawahan dan atasan sudah seperti akrab atau bisa saja atasan juga memiliki kebiasaan atau perilaku yang sama dengan bawahannya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pengawasan sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pimpinan saja tetapi juga bisa dilakukan oleh masyarakat dan pers. Masyarakat yang mengetahui telah terjadinya pelanggaran oleh pegawai hendaknya segera melaporkan masalah tersebut kepada pimpinan atau atasan yang lebih tinggi. d. Faktor Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Kesejahteraan PNS merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh Pemerintah. Tak dapat dipungkiri bahwa mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bila mereka merasa
64
bahwa kebutuhannya tidak dapat dipenuhi secara maksimal maka mereka akan berusaha memperoleh pekerjaan lain (side jobs) untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah yang tentunya akan berdampak negatif terhadap kinerja mereka dan pada akhirnya akan muncul tindakan indisiplin. Penulis berpendapat bahwa pada prinsipnya, sesuai dengan teori kewenangan Atribusi, menegaskan bahwa pertama,Wewenang pejabat ada pada peraturan perundang-undangan, kedua bahwa Tindakan pejabat harus sesuai wewenang dalam peraturan perundang-undangan, ketiga bahwa kalau tindakan pejabat tidak sesuai dengan wewenang yang terdapat dalam perundang-undangan maka dapat dikualifkasi sebagai pelanggaran hukum, alasannya
bahwa
tindakan
tersebut
merupakan
penyalahgunaan
wewenang, oleh karena telah menyimpang dari wewenang yang ditegaskan dalam ketentuan hukum yang mengaturnya. Demikian halnya jika menggunakan sudut pandang
normatif
apabila pejabat berwenang memberi sanksi tidak sesuai dengan ketentuan hukum perundang undangan dalam hal ini pasal 7 PP nomor 53 tahun 2010 tentang jenis pelanggaran disiplin. Maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan pelanggaran hukum., yang sebagaimana diatur pada pasal 21 PP nomor 53 tahun 2010 yaitu: 1). Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
65
2). Apabila Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukaman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin atasannya. 3). Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 4). Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Secara eksplisit peraturan mengenai jenis sanksi telah diatur dalam pasal 7 undang-undang nomor 53 tahun 2010, sehingga jika penerapan sanksi terhadap pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak sesuai dengan jenis sanksi yang diatur dalam ketentuan pasal 7 undang-undang nomor 53 tahun 2010 maka penerapan sanksi dimaksud dapat di kualifikasi sebagai pelanggaran hukum..
66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Pengabaian penjatuhan sanksi oleh pejabat berwenang bagi pegawai negeri sipil dapat diyatakan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pelanggaran hukum. Karna telah menyalahi ketentuan hukum pada pasal 21 ayat 1,2,3,dan 4 PP 53 tahun 2010. 2. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang tidak sesuai dengan jenis sanksi yang diatur dalam ketentuan pasal 7/PP/53/2010 maka penerapan sanksi yang dimaksud, dapat di kualifikasi sebagai pelanggaran hukum. B. Saran. 1. Jika penerapan disiplin tidak sesuai dengan jenis sanksi dan penanganannya maka keputusan tersebut perlu penguatan yang menyatakan batal demi hukum, karena pemberian sanksi itu bersifat ketetapan bukan keputusan yang bersifat kebijakan. 2. Pejabat yang berwewanang ketika tidak memberi sanksi atau memberi sanksi tetapi tidak sesuai dengan jenis sanksi maka pejabat tersebut seharusnya diberikan sanksi berat agar tidak menyalahi kewenanganya.
67
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Achmad Ali, S.H., M.H., 2011, Menguak Tabir Hukum, Bogor, Ghalia Indonesia Achmad Ruslan, S.H., M.H., 2013, Pembentukan Peraturan Perundang Undangan di Indonesia, Yogyakarta, Rangkang Education Faisal Abdullah,
S.H., M.Si.,2012,
Hukum
KepegawaianIndonesia, Yogyakarta, Rangkang Education M. Suparno, 1992, Rekayasa Pembangunan Watak dan Moral Bangsa, Jakarta PT. Purel Mundial Moh. Mahfud, 1988, Hukum Kepegawaian Indonesia, Yogyakarta, Liberty Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta, Bina Aksara Philipus M. Hadjon, dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press Ridwan
H.R,
2006,
Hukum
Administrasi
Negara,
Jakarta,
PT.RajaGrafindo Persada Sastra Djamaika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, Djambatan Sri. Hartini, S.H., M.H, dkk, 2010, hukum kepegawaian Indonesia, Sinar grafik
68
B. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-undang
Nomor
30
Tahun
2014
tentang
Administrasi
Pemerintahan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601). Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135). C. Website http://sulthanberkahkuliah.blogspot.co.id/2013/12/hukum-administrasinegara.html, Pukul : 21 WIB, Tanggal 12 Agustus 2016
69