PENETAPAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH TAHUN 2012-2014 (Studi Pada Pengadilan Agama Rengat Provinsi Riau)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : KAMELIA SARI NIM.1111044100007
PRO GRA M S T UDI H UKUM KE L UAR GA (AHWAL
SYAKHSHIYYAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M
PENETAPAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH TAHUN 2012-2014 (Studi Pada Pengadilan Agama Rengat Provinsi Riau)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Kamelia Sari NIM. 111104410007
PRO GRA M S T UDI H UKUM KE L UAR GA (AHWAL
SYAKHSHIYYAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 September 2015
Kamelia Sari
iv
ABSTRAK Kamelia Sari. NIM 1111044100007. Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah tahun 2012-2014 (Studi Pada Pengadilan Agama Rengat Provinsi Riau). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1437H / 2015M. xi + halaman + 45 halaman lampiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan tingginya perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat tahun 2012-2014 dan Untuk mengetahui dasar yang digunakan hakim serta dasar pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Yuridis Empiris. Pendekatan Yuridis karena penelitian ini menggunakan kaidah hukum dan peraturan yang berkaitan dengan dasar pertimbangan dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah. Empiris karena pendekatan bertujuan memperoleh data mengenai penetapan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat. Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa faktor yang menyebabkan tingginya permohonan dispensasi nikah tahun 2012-2014 adalah faktor kekhawatiran orang tua, faktor hamil terlebih dahulu dan pendidikan yang rendah. Namun faktor paling dominannya adalah faktor kekhawatiran orang tua sebanyak 77%. Dasar yang digunakan hakim Pengadilan Agama Rengat dalam mengabulkan dispensasi nikah adalah Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Perkawinan dan Qaidah Fiqhiyyah. Sedangkan yang menjadi dasar pertimbangan hakim adalah demi tercapainya sebuah kemaslahatan dan mengedepankan kemanfaatan dari hukum yang lebih melihat kepada keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kata Kunci
: Pernikahan. Dispensasi Nikah. Prosedur Dispensasi Nikah.
Pembimbing
: Dr. Syahrul ‘Adam, MA
Daftar Pustaka : Tahun 1974 s/d 2014
v
KATA PENGANTAR بسم اهلل الرحمن الرحيم Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur tiada terkira kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa umatnya untuk senantiasa menapaki jalan yang diridhoi-Nya. Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Kamisardi dan Ibunda Syafrayeni yang tiada putus memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayang serta doanya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag dan Arip Furqon, MA selaku Ketua Program Studi dan sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.
vi
3. Bapak Dr. Syahrul ‘Adam, MA Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan nasehat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu yang diajarkan mereka bermanfaat serta menjadi keberkahan penulis dalam mengarungi samudra kehidupan ini. 5. Karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta perpustakaan-perpustakaan lainnya yang penulis kunjungi yang telah memberikan fasilitas dan membantu meminjamkan bukubukunya sehingga memperoleh hasil yang dibutuhkan. 6. Bapak Drs. Bakir Fuadi selaku Ketua Pengadilan Agama Rengat beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi. 7. Bapak Tibyani, S.Ag. MH dan Ibu Syamdarma Futri, S.Ag. MH selaku salah satu hakim yang menangani perkara dispensasi nikah yang telah penulis teliti dan telah senantiasa memberikan wejangan dan bimbingan selama penulis melakukan wawancara. 8. Buat adik-adikku: Rendi Nofiardi, Renol Kasafra, Muhib Makarim, Syaikah Ivana Naila, dan Raihana Nadhif Aprilla, karena kalian merupakan salah satu penyemangat penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini demi menyandang gelar Sarjana Syariah (S.Sy).
vii
9. Sahabat karibku Triana Apriyanita, Nadia Nur syahida, Mujahidah Terima Kasih telah memberikan inspirasi pengetahuan, bantuan serta semangat dan dukungannya dalam masa perkuliahan hingga skripsi ini selesai. 10. Sahabat seperjuangan penulis: Nabillah, Lilis Sumiyati, Safira Maharani, Epi Yulianti, Nabila Alhalabi, Juniarti Harahap, Gusti Fajerina Fauziati, Andi Asyraf, Rahmatullah Tiflen dan seluruh teman Peradilan Agama 2011 terima kasih banyak telah memberikan inspirasi pengetahuan sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak, terutama bagi rekan-rekan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ahwal Syakhshiyyah. Wassalamu’alaikum, Wr.W
Ciputat, 22 September 2015 8 Djulhijjah 1436
Kamelia Sari
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i PERSETUJUAN BIMBINGAN ........................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv ABSTRAK ........................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................... 9 D. Metode dan Teknik Penelitian .................................................... 10 E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 13 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 16
BAB II
PELAKSANAAN DISPENSASI NIKAH DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA A. Pengertian Pernikahan ................................................................... 17 1. Pengertian Nikah Menurut Hukum Positif ............................. 17 2. Tujuan Pernikahan ................................................................. 18 3. Syarat Pernikahan ................................................................... 18 4. Asas dan Fungsi Perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan .............................................................................. 20
ix
5. Permohonan Izin Kawin .......................................................... 22 B. Penentuan Batas Usia Perkawinan ................................................ 24 1. Batas Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1974 ..................................................................... 24 2. Batas Usia Perkawinan Menurut Ulama Mazhab Fiqih .......... 26 C. Dispensasi Nikah .......................................................................... 28 1. Pengertian Dispensasi Nikah................................................... 28 2. Dasar Hukum Dispensasi Nikah ............................................. 30 3. Prosedur Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah............... 31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PA RENGAT A. Gambaran Umum Dispensasi Nikah Dalam Tiga Tahun terakhir di Pengadilan Agama Rengat ............................................................ 37 B. Faktor-faktor Paling Dominan Penyebab Tingginya Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Rengat Tahun 2012-2014 .............. 38 C. Pertimbangan Hukum dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di PA Rengat Tahun 2012-2014 ..................... 46 D. Analisis Penulis ........................................................................... 48
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 53 B. Saran ............................................................................................ 54
x
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi 2. Surat Permohonan Data/Wawancara ke PA Rengat 3. Surat Keterangan Riset dari PA Rengat 4. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Rengat 5. Penetapan Nomor 0071/Pdt.P/2014/PA.Rgt 6. Penetapan Nomor 0272/Pdt.P/2014/PA.Rgt 7. Penetapan Nomor 0241/Pdt.P/2014/PA.Rgt 8. Dokumentasi Gambar Melakukan Wawancara
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, serta tidak terlepas dari ketentuanketentuan yang ditetapkan syariat agama. Orang yang melangsungkan sebuah pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan nafsu birahi yang bertengger dalam tubuh dan jiwanya, melainkan untuk meraih ketenangan, ketentraman dan sikap saling mengayomi diantara suami istri dengan dilandasi cinta dan kasih sayang yang mendalam. Di samping itu, untuk menjalin tali persaudaraan di antara dua keluarga dari pihak suami dan pihak istri yang berlandaskan pada etika dan estetika yang bernuansa ukhuwah basyariyah dan islamiyah.1 Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang karena ia akan menginjak dunia baru membentuk keluarga sebagai unit terkecil dari keluarga bangsa Indonesia dan sesuai dengan sifat kepribadian bangsa Indonesia yang religious dan kekeluargaan, maka diperlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu.2 Perkawinan merupakan 1
Mohammad Asmawi, Nikah: Dalam Perbincangan dan Perbedaan. (Yogyakarta:
Darussalam, 1993), h. 19. 2
Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah dalam Dialektika Pemikiran Hukum
Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h.196.
1
2
suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.3 Dan perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun
kelompok. Dengan
jalan
perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami isteri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi
kehidupan keluarga
dan sekaligus
merupakan
kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan.4 Adapun tujuan antara pernikahan adalah pemenuhan kebutuhan biologis suami dan isteri, tujuan reproduksi dan/ atau generasi (melahirkan anak), tujuan penjaga kehormatan, tujuan beribadah dan tujuan-tujuan lain. Untuk melahirkan generasi berkualitas ada persoalan reproduksi, yakni kemampuan secara fisik dan psikis menjadi seorang ibu yang harus mengandung, melahirkan, dan mengurus anak.5 Pada umumnya pernikahan dilakukan oleh orang yang sudah dewasa dan matang dengan tidak memandang soal profesi, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Jika sepasang calon pengantin menikah pada 3
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2008) h.1. 4
5
Basyir, dkk, Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta:UII Press, 2010) h.1. Eko Mardiono “Jurnal Studi Gender dan Islam: Pernikahan Dini dalam Hukum
Perkawinan di Indonesia”, Vol.8, no.2 (Juli 2009), h. 198.
3
usia yang terlalu muda dikhawatirkan akan mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan berumah tangga bagi suami-istri akibat dari belum matang dan ketidakdewasaan tersebut. Mereka yang belum dewasa, belum siap menerima beban seberat ini. Dalam keseharian peristiwa perkawinan usia dibawah umur seringkali ditemukan, terutama di dalam masyarakat berpendidikan rendah. Alasannya klise dalam perkawinan ini adalah kesulitan ekonomi, serta kebiasaan adat yang terjadi pada keluarga yang merasa malu mempunyai anak gadis yang belum menikah di usia dua belas sampai lima belas tahun bahkan lebih rendah lagi, biasanya perkawinan seperti ini berusia pendek karena, mereka yang terlibat perkawinan tersebut memang belum siap lahir batin untuk menghadapinya.6 Sebenarnya agama Islam tidak memberikan batasan minimal dan maksimal untuk menikah. Kedewasaan untuk menikah termasuk masalah ijtihad. Dalam arti kata diberikan kesempatan berijtihad pada usia berapa seseorang pantas untuk menikah. Karena umur atau kedewasaan tidak termasuk dalam rukun dan syarat nikah. Maka apabila suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukunnya. Maka hukumnya sah.7
6
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam Untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 142. 7
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), h. 93.
4
Namun ditinjau dari perspektif ilmu psikolog pernikahan di usia muda sangat tidak menguntungkan dari segi kematangan mental dalam memasuki kehidupan dunia yang luas untuk berintegrasi sosial dengan masyarakat sekitarnya.8 Para psikologi mengkhawatirkan perkawinan di bawah umur akan menemui kegagalan karena sangat tergantung pada keadaan jiwa seseorang. Hal itu juga dikuatkan oleh pendapat dokter, bahwa sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir secara matang terutama kesiapan jasmaninya.9 Kedewasaan
yang
matang
diharapkan
dapat
menerima
dan
menyelesaikan problematika rumah tangga dengan nalar yang matang dan berpikir dewasa.10 Untuk mengukur kedewasaan dan kematangan dalam berpikir, tentu saja agak sulit. Namun secara kuantitatif, UU Perkawinan mematok kedewasaan ini dengan usia 21 tahun. Artinya calon mempelai yang sudah berusia 21 tahun dianggap sudah dewasa dan sudah mandiri. Bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun, maka harus mendapatkan persetujuan, (izin) terlebih dahulu dari orang tuanya.11 Pada pasal 7 ayat (1) UU No. I tahun 1974 menerangkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika
8
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 88. 9
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Musna Khalid bin Ali al-Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Kautsar) h. 30. 10
Yayan Sopyan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional, (Jakarta: PT Semesta Rakyat Merdeka, 2011), h. 112. 11
Yayan Sopyan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional, h. 113.
5
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.12 Jadi perbedaannya adalah jika calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun, maka harus mendapatkan persetujuan (izin) dari orang tuanya saja. Sedangkan bagi calon mempelai bagi pria yang belum mencapai usia 19 tahun dan wanita belum mencapai 16 tahun maka harus mendapat izin dispensasi untuk menikah dari Pengadilan Agama. Penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan sangatlah penting. Karena suatu perkawinan disamping menghendaki kematangan biologis juga psikologis. Maka dalam penjelasan umum Undang-undang perkawinan dinyatakan, bahwa calon suami-istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-istri yang masih di bawah umur.13 Selain itu pembatasan umur ini penting pula artinya untuk mencegah praktik kawin “terlampau muda”, seperti banyak terjadi di desa-desa, yang mempunyai berbagai akibat negatif.14 Di Negara kita masih banyak terjadi pernikahan di bawah umur. Semua itu terjadi karena pengaruh lingkungan atau
12
Ahmad Mukri Aji, Kontekstualisasi Ijtihad dalam Diskursus Pemikiran Hukum
Islam di Indonesia. (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010), h. 192. 13
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978),
14
K. Wantjik Saleh. Hukum Perkawinan Indonesia, h. 26.
h. 26.
6
karena didikan orang tua sejak kecil yang ditanamkan kepada anak-anak mereka hingga mendekati masa dewasa.15 Ahmad Rofiq dalam bukunya “Pembaharuan Hukum Islam” memberikan batasan diperbolehkannya mengajukan dispensasi nikah, jika secara kasuistik memang sangat mendesak kedua calon mempelai harus segera dikawinkan sebagai perwujudan metode sadd alzari’ah untuk menghindari kemungkinan timbulnya mudarat yang lebih besar, misalnya terjadi perzinaan, maka penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan izin orang tua dan dispensasi dari pengadilan atau pejabat yang berkompeten.16 Sehingga banyak sekali pasangan yang melakukan pernikahan dini dan mereka mendatangi pengadilan agama untuk memohon dispensasi. Dengan alasan kemaslahatan, para hakim sering mengabulkan permohonan dispensasi nikah tersebut.17 Sehubungan telah terjadi sejumlah kasus pernikahan umat islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama untuk menanganinya. Kewenangan Pengadilan Agama salah satunya adalah menangani perkara dispensasi nikah. Berdasarkan sumber pada data grafik perkara Pengadilan Agama, ada yang 15
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Musna Khalid bin Ali al-Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya. h. 28. 16
Pengadilan
Arif Rahman, “Dispensasi Nikah dan Pengaruhnya Pasca Putusan Oleh Agama
Kota
Semarang“
diakses
pada
12
April
2015
http://eprints.walisongo.ac.id/112/1/ArifRahmanTesisBab1 .pdf. 17
Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga Pidana dan Bisnis, Jakarta:
Prenamedia Group: 2013, h.46.
7
berbeda pada hasil grafik Pengadilan Agama Rengat tahun 2014 yang menginformasikan bahwa perkara dispensasi nikah mengalami peningkatan paling tinggi dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menurut penulis dinilai tidak lazim, sehingga menimbulkan tanda tanya penulis mengapa perkara dispensasi nikah pada Pengadilan Agama Rengat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam website Pengadilan Agama Rengat, pada tahun 2012 perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama sebanyak 3 perkara, lalu pada tahun 2013 perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat sebanyak 14 perkara sedangkan yang terakhir pada tahun 2014 perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah sebanyak 35 perkara. Dengan kata lain ini merupakan sebuah problematika. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berniat untuk meneliti tentang faktor paling dominan penyebab tingginya perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat. Penulis memfokuskan dalam sebuah skripsi dengan judul “Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah Tahun 2012-2014 (Studi Pada Pengadilan Agama Rengat Provinsi Riau”. B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam Penelitian ini penulis membatasi pada perkara permohonan dispensasi nikah yang diterima oleh Pengadilan Agama Rengat dari tahun 2012-2014 sebagai objek penelitian. Adapun istilah yang penulis gunakan:
8
Penetapan adalah “pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair)”.18 2. Perumusan Masalah Secara teoritis bahwa adanya pengesahan perkawinan di bawah umur (dispensasi nikah) pada dasarnya sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (1) bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Akan tetapi ayat 2 dalam UU tersebut juga memiliki ketentuan mengenai dispensasi nikah dapat dilakukan apabila meminta kepada Pengadilan sehingga Kompilasi Hukum Islam sebagaimana lex spesialis dari UU Perkawinan mengatakan bahwa mengenai ketentuan batas umur ini pasal 15 ayat 1 dilakukan atas dasar pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan oleh majelis hakim. Dengan demikian Pengadilan seharusnya lebih memiliki pertimbangan yang khusus saat pria dan wanita ingin mengajukan dispensasi nikah kepada majelis hakim karena dalam hal ini demi mewujudkan tujuan pernikahan, bahwa calon suami istri harus telah matang jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhirnya pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Namun
18
Kamarusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta:UIN Syarif
Hidayatullah, 2013), h. 222.
9
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat sebagaimana data yang penulis dapatkan pada tahun 2014 mencapai 35 pasang sehingga dalam hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Untuk mengungkap permasalahan diatas maka penulis akan merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: a. Apa faktor dominan penyebab tingginya perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat tahun 2012-2014? b. Apa dasar yang digunakan hakim dan bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui faktor dominan tingginya perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat tahun 2012-2014. b. Untuk
mengetahui
dasar
yang
digunakan
hakim
dan
dasar
pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat. 2. Manfaat Penelitian a. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan keilmuan,
yaitu
untuk
dijadikan
dapat menambah khazanah
bahan
acuan
dalam
rangka
mengembangkan teori hukum keluarga, khususnya yang berkaitan dengan dispensasi nikah.
10
b. Kegunaan Praktisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pedoman bagi masyarakat, khususnya hakim, tokoh agama dan para ulama. Diharapkan dapat memperbarui hukum islam agar tercipta suasana yang baik bagi pembangunan ilmu hukum. c. Bagi Hakim Pengadilan Agama Untuk memberikan masukan terhadap hakim agar mengatasi jumlah dispensasi nikah yang sangat banyak di Pengadilan Agama. d. Bagi Penulis Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan di bidang perkawinan, khususnya mengenai dispensasi nikah.
D. Metode dan Teknik Penelitian 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
yuridis
empiris.
Metode
pendekatan
yuridis
empiris
merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut dispensasi nikah. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Apabila jenis data dan analisa data yang digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataanpernyataan yang menggunakan penalaran. Penelitian sosial yang bersifat kualitatif pada umumnya membeberkan masalah sikap, prilaku dan
11
pengalaman, yang pengumpulan datanya dilakukan melalui interview bebas, mendalam dan kadangkala juga menggunakan metode fokus group. Tujuannya adalah untuk menggambarkan secara mendalam terhadap kasus-kasus yang diteliti.19
Pendekatan kualitatif berarti upaya menemukan kebenaran dalam wilayah konsep mutu, yaitu dengan mendeskripsikan, menguraikan dan menganalisis semakin tingginya perkara dispensasi nikah tahun 2012-2014 yang ditangani oleh Pengadilan Agama Rengat yang penulis dapatkan. Sehingga ditemukan kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dikehendaki penulis dalam penelitian ini. Kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. 3. Sumber Pengumpulan Data a.
Data Primer Data yang diambil dan diperoleh peneliti sendiri yang didapat dari: 1) Dokumentasi tentang penetapan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat dari tahun 2012-2014. Penelitian dengan cara mengumpulkan dari lapangan yang ada relevansi dan kaitannya dengan masalah yang ada di Pengadilan Agama Rengat. 2) Wawancara terhadap hakim Pengadilan Agama Rengat yang telah menangani dan mengabulkan perkara permohonan dispensasi 19
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah,
2010), h.26.
12
nikah, teknik wawancara akan dilakukan secara terbuka dengan sebuah pedoman wawancara. Teknik ini dilakukan agar dapat memperoleh data yang mendalam tentang tema yang menjadi objek sentral penelitian ini. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dengan jalan studi kepustakaan atau dari dokumen seperti Al-Qur’an, buku-buku ilmiah, Undang-undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI), peraturan lain yang berhubungan erat dengan masalah yang diajukan, serta website resmi atau berita online. c. Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara: Instrumen pertama yang digunakan dalam metode penelitian tulisan ini
adalah
pengumpulan
data.
Sebagaimana
upaya
untuk
mendapatkan faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya permohonan dispensasi nikah, maka langkah pertama yang penulis lakukan adalah dengan cara mengumpulkan semua penetapan perkara dispensasi nikah selama tahun 2012 sampai 2014 ada sebanyak 52 penetapan. Lalu dari penelusuran satu persatu dari penetapan dispensasi nikah tersebut maka akan ditemukan faktor-faktornya. Instrumen kedua penulis akan mengklasifikasikannya berdasarkan jenis faktornya. Sehingga ditemukan jumlah dari jenis faktor yang menjadi penyebab tingginya permohonan dispensasi nikah yang disajikan dalam bentuk persentase. d. Analisa Data
13
Analisa data adalah peroses pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain. Jadi, penggunaan teknik analisis deskriptif-kualitatif disini merupakan penelitian yang lebih banyak menggunakan kualitas objek dan menghubungkan dengan hasil interview dari pihak yang menyelesaikan perkara ini dalam hal ini yaitu Hakim Pengadilan Agama Rengat sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang objektif dan logis.
E. Review Studi Terdahulu Untuk menentukan arah dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelusuran dari beberapa literatur skripsi yang berada di Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, Penulis menemukan beberapa skripsi membahas tentang persoalan yang kini penulis angkat untuk dijadikan sebuah perbandingan berhubungan dengan bahasan dispensasi nikah. Dipaparkan dengan wujud tabel di bawah ini: No 1.
Identitas Skripsi, Maulida
Eka
Substansi Kurnia
lebih 1. Penulis
menekankan
mengangkat dan
kepada
meneliti tentang
(1110044100045) judul
mekanisme
faktor penyebab
Dualisme
pemohon
Agama
(Peradilan
1. Penulis
Pembeda
2014)
legalitas
pemohon dalam proses
berwenang
yang
dominan tingginya
14
pengajuan
dispensasi
perkawinan
(kajian
yuridis
terhadap
penerapan pedoman
buku
untuk
dispensasi nikah
mengajukan
di
dispensasi
Agama
perkawinan
tahun
pelaksanaan
Pengadilan Rengat 2012-
2014
tugas dan administrasi
2. Analisis
peradilan agama (buku
terhadap
II)
penetapan hakim
dan
kaitannya dengan pertimbangan hakim
dalam
mengabulkan dispensasi nikah di PA Rengat. 2.
Skripsi,
Siti 1. Penulis
Marhamatun
Najwa
(Administrasi Keperdataan
Islam
1. Penulis
membahas
mengangkat dan
bagaimana
meneliti tentang
tujuan
dari
faktor penyebab
2013) (109044200007)
undang-undang
dominan
judul Dispensasi Nikah
No 23 Tahun
tingginya
dalam Perspektif UU
2003
dispensasi nikah
No
perlindungan
di
anak
dapat
Agama
tercapai
dalam
tahun
23
tentang anak Penetapan
tahun
2002
Perlindungan (Analisis Perkara
tentang
penetapan
Pengadilan Rengat 2012-
2014.
Nomor
masalah
2. Analisis
0197/pdt.P/2011/PA.JS)
dispensasi
terhadap
perkawinan
penetapan hakim
dan
15
kaitannya dengan pertimbangan hakim
dalam
mengabulkan dispensasi nikah di PA Rengat. 3.
Skripsi,
Mulki 1. Penulis bertitik 1. Penulis
Sulaiman
(Peradilan
tolak
kepada
mengangkat dan
2012)
kajian
putusan
meneliti tentang
(108044100029) judul
hakim
faktor penyebab
Ijtihad
dalam
pengadilan
dominan
kawin
agama
Jakarta
tingginya
Selatan
dalam
Agama
hakim
dispensasi terhadap
hubungan
dispensasi nikah
intim pranikah (analisis
memberikan
di
putusan
dispensasi nikah
Agama
terhadap
tahun
Jakarta Selatan Tahun
hubungan intim
2014.
2010)
pra nikah
Pengadilan
hakim Agama
Pengadilan Rengat 2012-
2. Analisis terhadap penetapan hakim dan
kaitannya
dengan pertimbangan hakim
dalam
mengabulkan dispensasi nikah di PA Rengat.
16
F. Sistematika Penulisan Bab Pertama, adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah sebagai penjelasan mengapa penulis mengajukan judul tersebut, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan teknik penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan. Bab Kedua, adalah pelaksanaan dispensasi nikah dalam hukum perdata islam di Indonesia menguraikan tentang pengertian Pernikahan, penentuan batas usia pernikahan dan dispensasi nikah. Bab Ketiga, adalah Gambaran umum tingginya dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Rengat,
hasil
penelitian dan pembahasan
yang
menguraikan tentang faktor paling dominan penyebab tingginya dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat tahun 2012-2014, dasar yang digunakan hakim dan dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah, serta analisis penulis. Bab Keempat, adalah penutup dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran, juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II PELAKSANAAN DISPENSASI NIKAH DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
A. Pernikahan 1. Pengertian Nikah Menurut Hukum Positif Pernikahan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Yang dimaksud dengan perkawinan UUP (Undang-undang Perkawinan) adalah “Ikatan lahir batin antara pria dan dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. (Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974).1 Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam ajaran agama islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.2
1
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika,
2003), h.61. 2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), h. 7.
17
18
2. Tujuan Pernikahan Yang menjadi tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa perkawinan itu : 1) Berlangsung seumur hidup, 2) Cerai diperlukan syarat-syarat yang ketat dan merupakan jalan terakhir, dan 3) Suami-istri membantu untuk mengembangkan diri. Suatu keluarga dikatakan bahagia apabila terpenuhi dua kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan jasmaniah dan rohaniah. Yang termasuk kebutuhan jasmaniah, seperti papan, sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan, sedangkan esensi kebutuhan rohaniah, contohnya adanya seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri.3 3. Syarat-syarat Pernikahan Pada dasarnya tidak semua pasangan laki-laki dan wanita dapat melangsungkan
pernikahan.
Namun,
yang
dapat
melangsungkan
pernikahan adalah mereka-mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Syarat-syarat melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 6 sampai dengan pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974. Di dalam ketentuan itu ditentukan dua syarat untuk dapat melangsungkan perkawinan, yaitu
3
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), h.62.
19
syarat intern dan syarat ekstern, yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan perkawinan. Syarat-syarat intern itu meliputi:4
1) Persetujuan kedua belah pihak; 2) Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun; 3) Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun. Pengecualiannya yaitu ada dispensasi dari pengadilan atau camat atau bupati; 4) Kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin; 5) Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu (iddah). Bagi wanita yang putus perkawinannya karena perceraian, masa iddahnya 90 hari dan karena kematian 130 hari. Syarat ekstern, yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitasformalitas dalam pelaksanaan perkawinan. Syarat-syarat itu meliputi: 1) Harus mengajukan laporan ke Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk; 2) Pengumuman, yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat, yang memuat: a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon. Di samping itu, disebutkan juga nama istri atau suami yang terdahulu; b. Hari, tanggal, jam, dan tempat perkawinan dilangsungkan.
4
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), h.62
20
Berdasarkan salah satu persyaratan intern yang telah dijelaskan diatas bahwasanya syarat untuk melangsungkan pernikahan adalah yang berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita, apabila ada yang akan menikah dibawah umur tersebut maka mereka belum memenuhi syarat. Baik syarat intern maupun yang ekstern. Maka secara tegas akan mendapatkan penolakan untuk menikahkan dari pihak KUA karena belum mencukupi umur yang telah diatur sesuai dengan UU (syarat ekstern), kecuali pernikahan akan mungkin terjadi jika mengajukan dispensasi nikah (syarat intern). 4. Asas dan Prinsip Perkawinan Dalam Undang-Undang Perkawinan Yang dimaksud dengan asas disini adalah ketentuan perkawinan yang menjadi dasar dan dikembangkan dalam materi batang tubuh dari UU Perkawinan ini.5 Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Alqur’an dan Alhadis, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:6 a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenada Grup, 2014), h. 25. 6
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 7- 8.
21
Suami perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan
kepribadiannya
untuk
mencapai
kesejahteraan spiritual dan material. b. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. c. Asas monogami terbuka. Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja. d. Asas calon suami dan calon istri yang telah matang jiwa raganya dapat
melangsungkan
perkawinan,
agar
mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Disamping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi.7 e. Asas mempersulit terjadinya perceraian.
7
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.26.
22
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam
kehidupan
rumah
tangga
maupun
dalam
pergaulan
masyarakat. g. Asas pencatatan perkawinan Pencatatan perkawinan mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan perkawinan. Berdasarkan pada asas-asas perkawinan diatas penulis melihat salah satunya adalah mengenai asas kedewasaan calon mempelai yang telah matang jiwa raganya. Maksudnya, undang-undang perkawinan menganut prinsip bahwa setiap calon suami dan calon istri yang hendak melangsungkan akad pernikahan, harus benar-benar telah matang secara fisik maupun psikis (rohani), atau harus sudah siap secara jasmani maupun rohani, sesuai dengan yang tertera dalam pengertian perkawinan itu sendiri “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita.” Berkenaan dengan asas kematangan ini, salah satu standar yang digunakan adalah penetapan usia kawin (nikah).8 5. Permohonan Izin kawin Dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, menentukan setiap orang yang akan menikah, apabila belum berumur 21 tahun, harus
8
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h.183.
23
terlebih dahulu memperoleh izin dari orang tuanya.
9
Berdasarkan dalam
UUP pasal 6 ayat (2) sampai ayat (6) :10 2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua. 3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 5) Dalam hal perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2),(3),(4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam
daerah
hukum
tempat
tinggal
orang
yang
akan
melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
9
Anwar Sitompul, Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan
Agama, (Bandung: Armico,1984) h.62. 10
Undang-undang Perkawinan, Nomor 1 Tahun 1974.
24
memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2),(3),(4). 6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang
hukum
masing-masing
agamanya
dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
B. Penentuan Batas Usia perkawinan 1. Batas Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 1974 Pada Undang-undang perkawinan Menurut pasal 6 ayat (2) mencantumkan ketentuan yang mengharuskan setiap orang (pria dan wanita) yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, mendapat izin kedua orang tua. Apabila izin tersebut tidak didapat dari orang tua, maka pengadilan dapat memberikan izin tersebut berdasarkan permintaan orang yang akan melangsungkan perkawinan.11 Sedangkan Pasal 7 ayat 1 undang-undang Perkawinan menetapkan pria harus mencapai 19 (sembilan belas) tahun, baru diizinkan untuk melangsungkan perkawinan. Apabila belum mencapai umur tersebut, untuk melangsungkan perkawinan diperlakukan suatu dispensasi dari pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. 12
11
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia,
1978) h. 26. 12
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, h.26.
25
Maksud dari pasal 7 ayat (1) untuk menjaga kesehatan suami isteri dan keturunan perlu ditetapkan batas-batas umur untuk perkawinan. Sedangkan pasal ayat (2) dengan berlakunya undang-undang ini, maka ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pemberian dispensasi terhadap perkawinan yang dimaksud pada ayat 1 seperti diatur dalam kitab Undangundang Hukum Perdata dinyatakan tidak berlaku.13 Undang-undang ini pun mencegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur. Peraturan perundangan ini menganut asas bahwa calon suami atau istri untuk dapat melangsungkan perkawinan harus telah masak jiwa raganya.14 Penentuan batasan umur menurut Undang-Undang tersebut antara lain dimaksudkan utnuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan, serta mengarah kepada keatangan jiwa/pemikiran sehingga tidak akan menimbulkan kepada dampak perceraian. Seperti halnya UU Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah menetapkan bahwa:15
13
Undang-undang Pokok Perkawinan: beserta Peraturan Perkawinan Khusus
untuk: Anggota ABRI, Anggota Polri, Anggota Kejaksaan, Pegawai
Negeri Sipil,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.27. 14
Eko Mardiono “Jurnal Studi Gender dan Islam; Pernikahan Dini dalam hukum
Perkawinan di Indonesia”, Vol.8, no.2 (Juli 2009), h.234. 15
Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di
Dunia Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h.253.
26
1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun; 2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974. 2. Batas Usia Perkawinan Menurut Ulama Mazhab Fiqh Dalam kitab-kitab fikih masih digunakan standar baligh, yaitu kedewasaan seorang anak yang ditandai dengan menstruasi bagi wanita dan mimpi basah bagi laki-laki, sehingga batasan umurnya sangat relatif dan belum definitif. Pendasaran usia baligh dalam kitab – kitab klasik ini di rujukkan kepada sebuah hadis Nabi saw menyatakan:16
Artinya: “Dari Nabi Saw bahwa ada golongan yang tidak dikenai beban hukum, yaitu orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai mimpi basah, dan orang gila sampai berakal”. Adapun menurut Ibnu Munzir, sudah menjadi ijma’ ulama bahwa seorang ayah boleh (dan sah) menikahkan anak gadisnya yang belum
16
Ahmad bin Syu’aib Abu Abdurrahman Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i, (Kairo:
Maktab al-Mathbu’ah Al-Islamiah, 1986), Juz VI, h.156.
27
dewasa kepada laki-laki yang sekufu, tanpa menggantungkan pada persetujuannya, dan tidak ada hak khiyar bagi gadis itu setelah dewasa (baligh). Sebagaimana Hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:17
Artinya: “Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Menikahinya di kala ia dalam usia enam tahun, dan ia diserahkan kepada Rasul ketika berusia Sembilan tahun, dan ia tinggal bersama Rasul selama Sembilan tahun. Disamping itu ada lagi peristiwa perkawinan di bawah umur yaitu perkawinan antara Qudamah bin Mazhun dengan puteri Zubair yang baru lahir. Beberapa tersebut di atas menunjukkan bahwa rasul dan sahabat melakukan perkawinan di bawah umur, disamping ada hadis yang menganjurkan agar para wali cepat-cepat mengawinkan anaknya bila sudah ada kesempatan demi kemaslahatan gadisnya.18 Jelaslah bahwa dalam hadis tersebut tidak ada sama sekali menyinggung kata-kata mengenai pembatasan usia. Perbedaan usia nikah ini terjadi, disebabkan Alqur’an maupun Hadis tidak secara eksplisit menetapkan usia nikah. Namun sungguhpun demikian, baik Alquran
17
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughiroh Al-
Bukhari, Fathul Bari, (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987), Juz, VII, h.22. 18
Ahmad Mukri Aji, Kontekstualisasi IJTIHAD: “Dalam Diskursus Pemikiran
Hukum Islam di Indonesia” (Bogor :Pustaka Pena Ilahi) cet I, oktober 2010. h.192.
28
maupun Hadis secara implisit tampak mengakui pernikahan sebagai salah satu ciri bagi kedewasaan seseorang.19 C. Dispensasi Nikah 1. Pengertian Dispensasi Nikah Dispensasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengecualian dari aturan umum untuk suatu keadaan yang khusus; pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan; tindakan pemerintah yang menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku untuk suatu hal yang khusus.20 Dispensasi nikah adalah dispensasi dari Pengadilan Agama untuk melangsungkan perkawinan bagi calon mempelai baik pria maupun wanita yang belum mencapai umur minimal yang disyaratkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dispensasi ini diperlukan bagi calon mempelai laki-laki yang belum mencapai umur 19 tahun, dan calon mempelai wanita yang belum mencapai 16 tahun. Oleh karena belum dapat bertindak sendiri di Pengadilan. Untuk itu permohonan dispensasi kawin ini harus diajukan oleh orang tua yang bersangkutan.21
19
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h.184.
20
Tim Penyusun Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 270. 21
Taufiq Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia: Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2013) h.181.
29
Dispensasi
nikah
merupakan
keringanan
yang
diberikan
Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk (keluarga) rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Sedangkan dalam pelaksanaan teknis ketentuan UU itu, dalam Permenag No.3 tahun 1975 ditentukan: Dispensasi Pengadilan Agama, ialah penetapan yang berupa dispensasi untuk calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan calon istri belum mencapai umur 16 tahun yang dikeluarkan oleh pengadilan agama. (Permenag No.3/1975 pasal 1 (2) sub g).22 Suatu perkawinan bukan merupakan bidang hukum perikatan, melainkan hukum keluarga. Oleh karena itu, hanya diperkenankan adanya kelangsungan suatu pembentukan keluarga. Hal ini terwujud kalau memang benar-benar atas kehendak yang disetujui bersama antara kedua pihak yang bersangkutan tanpa campur tangan orang lain. Syaratnya seperti dicantumkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 itu. Adapun syarat usia perkawinan itu antara lain:23 a. Pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun;
22
Anwar Sitompul, Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan
Agama, (Bandung: Armico, 1984) h.64 . 23
Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h.158.
30
b. Penyimpangan dari ketentuan itu harus mendapat dispensasi pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua para pihak; c. Kalau orang tuanya telah meninggal dunia, keluarga terdekat dari garis keturunan ke atas yang meminta dispensasinya. Pengaturan mengenai dispensasi kawin adalah mencakup semua ketentuan yang terdapat dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tetntang perkawinan yang di dalamnya termasuk kedudukan orang tua dan wali.24 2. Dasar Hukum Dispensasi Nikah 1) Ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam pasal 7 ayat (2) disebutkan: “Bahwa penyimpangan terhadap ketentuan ayat (1) mengenai batas usia minimal untuk menikah, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan”.
2) Kompilasi Hukum Islam Pasal 15 ayat (1), menyatakan bahwa: “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan oleh calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974
24
Chatib Rasyid dan Syafuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik
Pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: UII Press,2009) , h.17.
31
yakni pihak pria sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan pihak wanita sekurang-kurangnya 16 tahun”.
3) Dasar Hukum Dispensasi Nikah menurut Hadis, yang diriwayatkan oleh Bukhari, yang berbunyi:25
Artinya: “wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu sanggup untuk melaksanakan perkawinan, maka hendaklah dia nikah, maka sesungguhnya itu menutup pandangan mata, dan menjaga kemaluan dan siapa yang belum sanggup maka atasnya berpuasa, maka sesungguhnya itu baginya adalah perisai”. (Riwayat Bukhari) 3. Prosedur Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Undang-undang Perkawinan membatasi umur untuk melaksanakan perkawinan yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Penyimpangan dari batas umur minimal umur perkawinan ini harus mendapat dispensasi pengadilan terlebih dahulu, setelah itu baru perkawinan dapat dilaksanakan.26 Pengadilan Agama dapat memberikan
25
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughiroh Al-
Bukhari, Fathul Bari, (Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987), Juz, VII, h.3. 26
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2006), h.11.
32
dispensasi kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya.27 Permohonan dispensasi nikah di bawah umur diajukan oleh kedua orang tua pria maupun wanita Kepada Pengadilan Agama dalm wilayah hukum pemohon. Adapun mengenai prosedur persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut: 1) Para pihak mengajukan pernikahan terlebih dahulu ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. 2) Dari KUA akan diberikan formulir untuk di isi yang kemudian diajukan ke Pengadilan Agama, yaitu berupa surat penolakan dari KUA untuk menikahkan pihak tersebut. 3) Selanjutnya pengajuan perkara permohonan dispensasi nikah, sebenarnya mekanisme pengajuan perkara permohonan dispensasi nikah sama dengan mekanisme pengajuan perkara gugatan. Adapun mekanisme pengajuan perkara permohonan di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut: a) Prameja Sebelum pemohon mengajukan permohonannya, pemohon ke prameja terlebih dahulu untuk memperoleh penjelasan tetang bagaimana cara berperkara, cara membuat surat permohonan, dan
27
Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II, 2013, h. 148.
33
di prameja pemohon dapat minta tolong untuk dibuatkan surat permohonan.28 b) Meja I Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan pada sub kepaniteraan permohonan, pemohon menghadap pada meja pertama yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menuliskannya pada surat kuasa untuk membayar (SKUM). Ketentuan biaya perkara yang diatur dalam pasal 90 UU No. 7 tahun 1989. Dalam pasal ini dirinci apa saja yang menjadi dasar perhitungan jumlah biaya perkara:29 a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara itu; b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu; c. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara itu; d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain.
28
Mauly Shofia Chaerani, Skripsi: Alasan Pemberian Dispensasi Perkawinan
(Analisis Penetapan Perkara Nomor:16/Pdt.P/2008/PA.JT.) di Pengadilan Agama Jakarta Timur, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h.37. 29
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU
No.7 Tahun 1989, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.186.
34
c) Kasir d) Pemohon menghadap kepada kasir dengan menyerahkan surat permohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Kemudian kasir bertugas:30 a. Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya perkara, menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas pada SKUM. b. Mengembalikan surat
permohonan dan SKUM kepada
pemohon e) Meja II Pemohon kemudian menghadap pada meja II dengan menyerahkan surat permohonan dan SKUM yang telah dibayar. Kemudian Meja II:31 a. Memberi nomor pada surat permohonan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh kasir. Sebagai tanda telah terdaftar maka petugas meja II membubuhkan paraf b. Menyerahkan atau lembar surat permohonan yang telah terdaftar bersama satu helai SKUM kepada pemohon. Kepada para
pihak
diberitahukan
pula
bahwa
mereka
dapat
mempersiapkan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan.
30
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), h. 27-28. 31
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 28-29.
35
Namun, biasanya bukti-bukti sudah dititipkan kepada panitera sebelum persidangan. Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh ketua majelis, maka para pihak berperkara ke ruang persidangan. Kemudian ketua majelis berusaha menasehati pemohoon, anak pemohon dan calon anak pemohon dengan memberikan penjelasan tentang sebab akibatnya apabila pernikahan dilakukan belum cukup umur dan agar menunda pernikahannya. Bila tidak berhasil dengan nasehat-nasehatnya, kemudian Majelis membacakan surat Permohonan pemohon yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama. Selanjutnya Ketua Majelis memulai pemeriksaan dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan
kepada
pemohon, anak pemohon dan calon anak pemohon secara bergantian.
Kemudian
Ketua
Majelis
melanjutkan
pemeriksaan bukti, dan pemohon menyerahkan bukti surat:32 a. Foto copy Akta Kelahiran atas nama anak pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Kelurahan, oleh Ketua Majelis diberi tanda P.1 b. Foto copy Kartu Keluarga atas nama Pemohon.
32
Mauly Shofia Chaerani, Skripsi: Alasan Pemberian Dispensasi Perkawinan
(Analisis Penetapan Perkara Nomor:16/Pdt.P/2008/PA.JT.) di Pengadilan Agama Jakarta Timur, h.40.
36
c. Surat
Model
N-8
tentang
halangan/kekurangan
pemberitahuan
persyaratan
adanya
perkawinan
yang
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat kedian pemohon. d. Surat
pemberitahuan
penolakan
melangsungkan
pernikahan Model N-9 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama. Selanjutnya Ketua Majelis menyatakan sidang ditunda untuk musyawarah. Pemohon, anak pemohon dan calon anak pemohon diperintahkan keluar dari ruang persidangan setelah musyawarah selesai. e. Membawa dua (2) orang saksi yang bisa dijadikan sebagai bukti. Demikianlah prosedur dan tata cara dalam penyelesaian perkara permohonan dispensasi nikah. Mengenai dikabulkan atau ditolak permohonannya itu berdasarkan pembuktian di persidangan dan tergantung hakim dalam mengadili dan memutuskannya.
37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TENTANG PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA RENGAT TAHUN 2012-2014
A. Gambaran Umum Tentang Dispensasi Nikah Dalam Tiga Tahun Terakhir di Pengadilan Agama Rengat
Dispensasi nikah terjadi apabila adanya pengajuan permohonan dari wali salah satu pihak laki-laki dan perempuan yang belum cukup usia untuk melakukan perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan, bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun dan bagi perempuan minimal berusia 16 tahun, meminta izin ke Pengadilan Agama. Sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat bahwa pengajuan permohonan dispensasi nikah mengalami mengalami peningkatan dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Jumlah Permohonan Dispensasi Nikah dalam Tiga Tahun Terakhir Tahun
1
2012
2
2013
3
2014
Bulan
Jumlah
Persentase
3
6%
2 3
14
27%
1 3 5 2 9
35
67%
52
100%
jan feb mar April Mei juni juli ags sep okt Nov Des
No
1
1 1
4
1 2
2 3 2 1 4 3
2
Jumlah
Sumber: Arsip Pengadilan Agama Rengat, diolah
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2012 ada 3 (tiga) permohonan dispensasi nikah, pada tahun 2013 ada empat belas (14) permohonan dispensasi nikah, pada tahun 2014 ada tiga puluh lima (35) permohonan
37
38
dispensasi nikah. Ini menunjukkan bahwa pengajuan permohonan dispensasi nikah mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. B. Faktor-Faktor Paling Dominan Penyebab Terjadinya Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Rengat
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi tingginya dispensasi nikah. Pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat disebabkan oleh beberapa faktor. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan tiga faktor yang menjadi penyebab tingginya dispensasi nikah. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 2. Faktor-faktor Penyebab Diajukannya Dispensasi Nikah Pengadilan Agama Rengat dalam 3 (tiga) Tahun Terakhir
No
Faktor Penyebab
N = 52 Jumlah
di
Prosentase
1
Kekhawatiran orangtua
40
77%
2
Hamil terlebih dahulu
10
19%
3
Pendidikan Rendah
2
4%
Total
52
100%
Sumber: Data Primer dari tahun 2012-2014, diolah Tabel diatas merupakan data permohonan dispensasi nikah yang diajukan di Pengadilan Agama Rengat mulai tahun 2012 hingga tahun 2014. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa faktor penyebab diajukannya dispensasi nikah di Pengadilan agama Rengat ada tiga (3), yaitu pertama karena adanya kekhawatiran orang tua sebanyak 77%, kedua karena faktor calon mempelai wanita telah hamil terlebih dahulu sebanyak 19%, dan terakhir karena faktor pendidikan yang rendah sebanyak 4%. Dari tabel diatas, bisa dilihat bahwa faktor yang paling banyak mengajukan dispensasi
39
nikah ke Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor kekhawatiran orang tua. Pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat oleh beberapa faktor: 1. Kekhawatiran Orang Tua Kekhawatiran orang tua disebabkan karena si anak sudah terlalu dekat dan terlalu lama menjalin cinta dengan pasangannya. Bisa disebut, bahwa si anak sudah tidak dapat dipisahkan lagi dengan pacarnya. Mereka berdua sudah terlalu sering bepergian kesana kemari. Hubungan anak-anak mereka yang sudah terlalu dekat, membuat orang tua merasa khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya si perempuan hamil di luar pernikahan. Orang tua lebih memilih jalan aman dengan cara menikahkan mereka sebelum hal yang dikhawatirkan itu terjadi, daripada sudah terjadi baru memperbaikinya. Seperti terjadi dalam kasus perkara Nomor: 0071/Pdt.P/2014/PA.Rgt. dalam kasus ini, pemohon adalah orang tua dari anak laki-laki yang berusia 18 tahun, 9 bulan. Pemohon berencana akan menikahkan anak laki-lakinya, sehingga ia datang ke Kantor Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (PPN KUA) untuk mencatatkan pernikahan anaknya. Namun keinginan pemohon ini ditolak dengan alasan anaknya belum cukup umur. Anak lakilakinya ini memiliki pacar berusia 19 tahun. Mereka sudah berpacaran 1 tahun 1 bulan. Hubungan mereka sudah terlalu dekat dan sudah berpacaran cukup lama. Pemohon takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga pemohon menginginkan anaknya segera menikah dengan calon
40
istrinya demi kebaikan mereka berdua kelak. Keinginan pemohon untuk menikahkan anaknya terhambat oleh usia anak pemohon yang masih belum mencapai usia untuk menikah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berdasarkan alasan tersebut, maka pemohon mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat.1 Lingkungan bergaul sangat berpengaruh, dimana anak-anak yang belum cukup umur sudah melakukan seks bebas tanpa pengaman. Rendahnya agama dan keimanan kaum remaja yang masih di bawah umur yang disertai nafsu syahwat yang selalu muncul ketika dua insan anak sedang berpacaran melakukan hubungan suami isteri sebelum adanya ikatan pernikahan tanpa memikirkan akibatnya dikemudian hari. Seperti
yang
terjadi
dalam
kasus
perkara
nomor:
0272/Pdt.P/2014/PA.Rgt. Dalam kasus ini pemohon adalah orang tua dari anak laki-laki yang berusia 18 tahun 18 bulan. Pemohon berencana akan menikahkan anak laki-lakinya, sehingga ia datang ke Kantor Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (PPN KUA) untuk mencatatkan pernikahan anaknya. Namun keinginan pemohon ini ditolak dengan alasan anaknya belum cukup umur. Anak laki-lakinya ini memiliki pacar berusia 18 tahun. Mereka sudah menjalin cinta selama 2 tahun. Hubungan mereka sudah terlalu dekat dan sudah berpacaran cukup lama. Menurut keterangan anak pemohon bahwa mereka telah melakukan hubungan layaknya suami
1
Data sekunder, Arsip Pengadilan Agama Rengat, Penetapan Nomor:
0071/Pdt.P/2014/PA.Rgt tanggal 13 mei 2014, diambil tanggal 24 juni 2015.
41
istri dengan pacarnya dan siap untuk bertanggung jawab dengan menikahi pacarnya tersebut. Atas dasar itu pulalah pemohon takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga pemohon menginginkan anaknya segera menikah dengan calon istrinya demi kebaikan mereka berdua kelak. Keinginan pemohon untuk menikahkan anaknya terhambat oleh usia anak pemohon yang masih belum mencapai usia untuk menikah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan alasan tersebut, maka pemohon mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat.2 Adapun faktor paling dominan yang melatarbelakangi tingginya dispensasi nikah adalah karena faktor kekhawatiran orang tua terhadap akan hubungan anaknya dengan pasangannya yang menjalin hubungan terlalu jauh yang dapat memicu terjadinya kemaksiatan dan perbuatan dosa, serta dapat menimbulkan desas-desus dari masyarakat sekitar sehingga akan menjadi aib bagi keluarga yang membuat kedua calon mempelai harus segera dikawinkan.3 2. Hamil Terlebih Dahulu Faktor kedua setelah faktor kekhawatiran orang tua yang banyak terjadi di Pengadilan Agama Rengat dalam mengajukan dispensasi nikah
2
Data Sekunder, Arsip Pengadilan Agama Rengat, Penetapan Nomor:
0272/Pdt.P/2014/PA.Rgt. Pada Tanggal 13 mei 2014, diambil tanggal 24 juni 2015. 3
Syamdarma Futri, Hakim Pengadilan Agama Rengat, Wawancara Pribadi,
Pematang Reba, 12 Juli 2015.
42
adalah karena faktor hamil terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan hamil terlebih dahulu adalah bahwa calon mempelai wanita telah hamil sebelum melakukan ikatan pernikahan dengan calon mempelai laki-laki. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya, terutama mengenai menanamkan ajaran agama dan membiarkan anaknya terperangkap dalam pergaulan yang bebas. Kehamilan sebelum terjadinya pernikahan merupakan yang seharusnya tidak terjadi.4 Dalam
hal
ini
seperti
terjadi
pada
kasus
Nomor:
0241/Pdt.P/2014/PA.Rgt. Dalam kasus ini, pemohon merupakan orang tua dari seorang anak laki-laki yang masih berusia 16 tahun, 6 bulan. Pemohon telah datang ke Kantor Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (PPN KUA) di tempat dia tinggal untuk mencatatkan perkawinan anaknya, namun ditolak dengan alasan belum cukup umur. Anak pemohon mencintai seorang perempuan yang berusia 17 tahun dan telah berpacaran selama 1 tahun. Selama pacaran, hubungan mereka sudah sangat intim dan pernah melakukan hubungan suami istri yang mengakibatkan si perempuan hamil 3 bulan. Sehingga pemohon menghendaki agar anaknya tersebut segera dinikahkan dengan pacarnya demi kebaikan mereka berdua kelak. Untuk menikahkan anaknya pemohon terhambat usia kawin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan alasan tersebut, maka
4
Tibyani, Hakim Pengadilan Agama Rengat, Wawancara Pribadi, Pematang
Reba, 24 Juni 2015.
43
pemohon mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat.5 Dalam kasus diatas orang tua dari anak perempuan memiliki inisiatif untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. Yang dijadikan alasan permohonan dispensasi nikah adalah karena anaknya telah hamil dari hasil hubungan seksual dengan pacarnya yang dilakukan tanpa adanya ikatan pernikahan. Usia kehamilan anaknya yang mulai membesar, tidak mungkin lagi ditutupi oleh orang tuanya. Satu-satunya cara adalah dengan menikahkan si anak dengan pacarnya agar tidak menjadi sebuah aib bagi keluarganya. Selain itu juga bayi yang ada di dalam kandungan si calon mempelai perempuan harus jelas identitasnya. Tanpa perkawinan yang sah, anak yang akan dilahirkan nanti menjadi tidak jelas statusnya. Dan kemungkinan besar akan menimbulkan dampak negatif yang akan merugikan si anak di kemudian hari. Bagi perempuan yang belum cukup umur untuk melakukan pernikahan memang tidak diperbolehkan tetapi jika telah terjadi hal seperti hamil terlebih dahulu maka ini merupakan hal yang sangat kasuistis, keadaan yang mendesak atau darurat yang harus segera dikawinkan. Dalam kejadian seperti ini, hakim tidak kuasa menolak untuk memberikan dispensasi nikah karena mempunyai dampak yang cukup serius ke depan apalagi dari pihak perempuan dan keluarganya, karena dari pihak wanitalah yang paling banyak menanggung deritanya.
5
Data sekunder, Arsip Pengadilan Agama Rengat, Penetapan Nomor:
0241/Pdt.P/2014/PA.Rgt tanggal 13 mei 2014, diambil tanggal 24 juni 2015.
44
Dalam kompilasi Hukum Islam secara tersirat tidak melarang menikahkan seseorang yang melakukan hubungan luar nikah, apalagi hingga mengakibatkan kehamilan. Hal ini terdapat dalam Pasal 53 yang berbunyi: 6 1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. 2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya. 3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dengan adanya pasal yang menyebutkan demikian, maka dari itu tidak jarang para hakim yang menangani perkara dispensasi nikah akan mengabulkan permohonan dispensasi nikah yang disebabkan karena faktor hamil terlebih dahulu. Dapat diartikan, walaupun didalam Undang-undang Perkawinan telah mengatur batasan usia untuk melakukan perkawinan yaitu minimal 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita tetapi hakim dapat mengabulkan permohonan dispensasi nikah karena suatu keadaan yang mendesak karena mudharatnya lebih besar jika permohonan dispensasi nikah tersebut ditolak yakni dimana orang tua khawatir tehadap hal-hal yang tidak diinginkan akibat hubungan anak dengan pasangannya sudah terlalu jauh.
6
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 2010), h. 125.
45
3. Pendidikan Rendah Di pedesaan, menikah di usia muda masih lumrah dilakukan. Kesederhanaan kehidupan di perdesaan berdampak pada sederhananya pola pikir masyarakatnya, tidak terkecuali dalam hal perkawinan. Untuk sekedar menikah, seseorang tidak harus memiliki persiapan yang cukup dalam hal materi ataupun pendidikan. Asalkan sudah saling mencintai, maka perkawinan pun sudah bisa dilakukan.7 Minoritas alasan pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah faktor Pendidikan Rendah yaitu pendidikan hanya sampai jenjang SD saja. Dari segi pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecendrungan menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. 8 Pemohon sebagai orang tua anaknya mempunyai alasan bahwa anaknya sudah tidak sekolah lagi, tidak punya pekerjaan tetap sehingga menjadi beban bagi orang tua, karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah mereka tidak memiliki keinginan dan motivasi untuk memfasilitasi anak-anaknya agar lebih maju. Bagi mereka yang memiliki anak perempuan
7
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,
2013), h.205. 8
Syamdarma Futri, Hakim Pengadilan Agama Rengat, Wawancara Pribadi,
Pematang Reba, l 2 Juli 2015.
46
yang sudah tidak bersekolah lebih baik untuk dinikahkan saja meskipun masih usia terlalu muda. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika di luar kontrol membuat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, hal inilah yang mendorong orang tua untuk lebih cepat menikahkan anaknya yang masih berusia muda. Tapi ini merupakan faktor yang paling sedikit dibandingkan dengan faktor kekhawatiran orang tua dan hamil terlebih dahulu.
C. Pertimbangan Hukum Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Rengat Tahun 2012-2014 Dasar yang digunakan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah, yaitu pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Qaidah Fiqhiyyah diantaranya seperti:
درء المفاسد مقدم على جلب المصا لح Artinya: “menghindari kemudharatan dan mengutamakan kemaslahatan”. الضرر وال ضرار Artinya: “Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain”. دفع المضار مقدم على جلب المنا فع Artinya: “mencegah yang membahayakan itu lebih diprioritaskan daripada meraih keuntungan”.
47
Pertimbangan
hakim
Pengadilan
Agama
Rengat
lebih
mengedepankan asas kemanfaatan hukum. Asas kemanfaatan hukum lebih melihat kepada manusia dan bukan manusia ada untuk hukum. Jadi orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan oleh hakim karena dianggap lebih besar manfaatnya daripada tidak dikabulkan, serta untuk menjauhi hal-hal yang bersifat mudharat dan demi untuk sebuah kemaslahatan.9 Dasar pertimbangan lain jika tidak dikabulkan dikhawatirkan yang pertama dari segi pergaulan (berpacaran bebas) yang terus berkelanjutan akan dikhawatirkan kepada kemaksiatan, apalagi jika kasusnya sudah hamil di luar nikah,maka harus segera dinikahkan. Dalam undang-undang khususnya pasal 53 ayat (1) juga telah dijelaskan bahwa laki-laki boleh menikahi gadis yang sudah dihamilinya. Jadi demi kemaslahatan maka tidak apa-apa mengabulkan permohonan dispensasi nikah tersebut. Adapun pertimbangan khusus dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah adalah agar tercapainya sebuah kemaslahatan dan lebih mempertimbangkan kemanfaatan hukum bagi pembangunan masyarakat dan mengedepankan masalah kemaslahatan demi kepentingan umum. Kalau seandainya tidak dikabulkan, dikhawatirkan membawa dampak yang bersifat mudharat.
9
Syamdarma Futri, Hakim Pengadilan Agama Rengat, Wawancara Pribadi,
Pematang Reba, l2 Juli 2015.
48
Dalam permohonan dispensasi nikah, hakim lebih mengedepankan asas kemanfaatan hukum. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum lebih melihat kepada manusia dan bukan manusia ada untuk hukum. Orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan oleh hakim karena dianggap lebih besar manfaatnya daripada tidak dikabulkan.
D. Analisa Penulis Berdasarkan data-data yang penulis dapatkan bahwa perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, mulai dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Sedangkan menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) telah jelas memberikan batasan usia untuk menikah bagi laki-laki dan perempuan yang hendak melangsungkan pernikahan yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun”. Realitanya, banyak orang tua sebagai pemohon yang mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat agar dapat menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Faktor penyebab tingginya permohonan dispensasi
nikah di
Pengadilan Agama Rengat didominasi oleh faktor kekhawatiran orang tua, tidak jarang para majelis hakim dalam mengadili dan menetapkan perkara permohonan dispensasi nikah tersebut dengan sering mengabulkannya ketimbang
menolak
permohonannya.
Hal
ini
dipicu
berdasarkan
pertimbangan para majelis hakim yang beralasan demi sebuah kemaslahatan
49
dan kemanfaatan hukum. Biasanya ada dua hal yang bisa menjadi penyebab suatu permohonan tersebut ditolak yaitu jika pada saat pemeriksaan dan persidangan dimana dalil-dalil si pemohon tidak terbukti, dan penyebab suatu permohonannya tidak dapat diterima jika terjadi obscuur libel “permohonan pemohon tidak jelas atau tidak memenuhi syarat hukum baik secara formil maupun materil”. Menurut UU Perkawinan Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa “dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditujuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”. Dalam ayat tersebut juga memiliki ketentuan mengenai dispensasi nikah dapat dilakukan apabila meminta kepada pengadilan sehingga dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana lex spesialis dari UU perkawinan yang mengatakan bahwa mengenai ketentuan batas umur ini pasal 15 ayat (1) dilakukan atas dasar pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974. Orang tua seringkali bertindak terlambat. Mereka mengingatkan anakanaknya ketika keadaan sudah cukup parah. Aktivitas pacaran anak-anaknya tidak diawasi dengan sungguh-sungguh karena mereka menganggap pacaran adalah hal yang biasa terjadi di kalangan remaja. Padahal, anak-anak tetap butuh kontrol dari orang tua agar tidak bertindak berlebihan dan melewati batas-batas. Menurut penulis orang tua mestinya lebih giat lagi untuk
50
mendidik dan menanamkan ilmu agama yang baik serta mendalam terhadap anak-anaknya, agar anak mereka mengerti tentang batasan-batasan dalam bergaul terhadap lawan jenis jadi mereka tidak akan terjerumus kepada perbuatan maksiat maupun mudharat. Sehingga pernikahan yang tidak semestinya dikalangan para anak di bawah umur tidak lagi terjadi. Sebagaimana yang terdapat dalam Alqur’an Surat At-tahriim (66) ayat 6 :
)6 : )التحريم “Wahai orang –orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-tahriim:6) Ayat diatas jelas mengatakan bahwa perintah untuk menjaga diri sendiri beserta keluarga dari panasnya api neraka. Dengan cara membimbing dan mendidik keluarga terutama kepada kedua orang tua sebagai panutan untuk anak-anak dalam keluarga agar dapat membimbing dan mendidik anakanak menanamkan kepada mereka akhlak dan keimanan untuk menjadi anak yang dewasa serta bertangungjawab serta mendidik anak supaya anak selalu taat terhadap perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah. Realitanya yang terjadi sehari-hari bahwa hakim ketika diajukan perkara permohonan dispensasi nikah mengahadapi masalah yang dilematis. Satu sisi sebagai lembaga yudikatif, harus menegakkan hukum. Tetapi disisi
51
lain terbentur dengan fakta mau tidak mau harus memberikan ijin menikah karena faktor kekhawatiran dan takut jika tidak dikabulkan akan berdampak kepada mudharat, apalagi jika alasannya karena sudah hamil terdahulu. Dengan dikabulkannya setiap permohonan dispensasi nikah yang ditangani oleh majelis hakim Pengadilan Agama Rengat, maka akan berdampak kepada berkembangnya pernikahan di bawah umur. Padahal jika dilihat dari segi kesehatan wanita yang masih dibawah umur dengan kondisi rahimnya masih begitu rentan dan lemah pada saat kehamilan bisa mengancam kepada keselamatan diri sang ibu pada saat melahirkan anaknya. Dari segi psikologis anak yang masih di bawah umur memang belum matang jiwa dan raganya dan hal ini bisa mengakibatkan kepada ketidakharmonisan rumah tangganya karena si calon belum dewasa dan belum bisa bertanggungjawab dalam mengahadapi kehidupan berumah tangga. Tidak jarang akan berdampak kepada perceraian yang akan menjadi semakin banyaknya para duda dan janda muda. Menurut
penulis, sebenarnya UU Pernikahan maupun KHI telah
mencoba mengatur persoalan batasan usia untuk menikah dan dispensasi nikah dengan sebijaksana mungkin untuk
menjamin keadilan dan
kesejahteraan masyarakat. Namun dalam persoalan dispensasi nikah masih terlihat belum berkomitmen dalam menegakkan hukum, terutama dalam pasal 7 ayat (1) yang menjelaskan tentang batasan usia untuk menikah. Sebab, masalah dispensasi nikah khususnya yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat semua perkara permohonannya diterima dan dikabulkan, sementara
52
kebanyakan faktor penyebab diajukannya dispensasi nikah adalah karena faktor kekhawatiran orang tua yang menurut penulis itu bukanlah merupakan alasan yang termasuk darurat/mendesak untuk mengajukan dispensasi nikah. Dengan demikian penulis dapat simpulkan bahwa pengadilan agama seharusnya lebih memiliki pertimbangan yang khusus saat pria dan wanita ingin mengajukan dispensasi nikah kepada majelis hakim. Usia dan kedewasaan menjadi hal yang harus diperhatikan dalam pernikahan bagi pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Karena dalam hal ini demi mewujudkan pernikahan yang ideal, bahwa calon suami istri harus lebih matang jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan pernikahan secara baik dan harmonis serta mendapat keturunan yang baik dan sehat, tanpa berakhir dengan perceraian.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab I sampai bab IV, pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab diajukannya dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat antara lain karena faktor kekhawatiran orang tua terhadap hubungan percintaan anaknya sudah terlalu dekat yang dapat mengakibatkan terjadinya hubungan seksual di luar nikah, karena faktor calon mempelai wanita sudah hamil terlebih dahulu dan faktor pendidikan yang rendah. Namun faktor paling dominan yang mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah faktor kekhawatiran orang tua sebanyak 77 %. 2. Dasar yang digunakan hakim Pengadilan Agama Rengat dalam mengabulkan dispensasi nikah adalah Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Perkawinan dan Qaidah Fiqhiyyah. Sedangkan yang menjadi dasar pertimbangan hakim adalah demi tercapainya sebuah kemaslahatan dan mengedepankan kemanfaatan dari hukum yang lebih melihat kepada keadilan kesejahteraan masyarakat.
53
54
B. Saran Berkaitan dengan meningkatnya perkara permohonan dispensasi nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat dari tahun ke tahun. Maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Pengadilan Agama mestinya lebih selektif dalam memberikan dispensasi nikah di bawah umur yang akan melangsungkan pernikahan, sehingga dapat menekan terjadinya pernikahan di bawah umur. 2. Orang tua harus meningkatkan pengajaran serta mendidik anak-anaknya tentang pengetahuan nilai-nilai agama agar dapat dijadikan pedoman dalam hidupnya dan mengetahui batasan-batasan dalam bergaul terhadap lawan jenis. 3. Pejabat yang berwenang perlu memberikan pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang usia minimal pernikahan yang ideal bagi bagi seseorang agar orang tua tidak lagi menikahkan anaknya di usia yang terlalu muda. 4. Perlu adanya revisi terhadap Undang-Undang Perkawinan untuk mengatur lebih detail mengenai dispensasi nikah agar ada ukuran yang jelas bagi hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi sehingga tidak terjadi berkembangnya nikah di bawah umur.
55
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Ahmad Mukri. Kontekstualisasi Ijtihad dalam Diskursus Pemikiran Hukum Islam di Indonesia. Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010. Aji, Ahmad Mukri. Urgensi Maslahat Mursalah dalam Dialektika Pemikiran Hukum Islam. Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012. Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ismail bin Ibrahim bin AlMughiroh. Fathul Bahri. Kairo: Dar Al-Sya’ab, 1987. Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Al-Nasa’i, Ahmad bin Syua’ib Abu Abdurrahman. Sunan Al-Nasai. Kairo: Maktab al Mathbu’ah Al-Islamiah, 1986. Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Asmawi, Mohammad. Nikah: Dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta: Darussalam, 1993. Aziz, Syaikh Abdul bin Abdurrahman Al-musna Khalid bin AliAl-Anbari. Perkawinan dan masalahnya. Jakarta: Pustaka Kautsar, 1993. Basyir, dkk. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 2010. Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998. Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2011. Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung: Pustaka Setia, 2010. Hamami, Taufiq. Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia: Pasca Amandemen Ke Tiga UUD 1945. Jakarta: PT. Tatanusa, 2013. Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No.7 Tahun 1989. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
56
Jahar, Asep Saepudin dkk. Hukum Keluarga Pidana dan Bisnis. Jakarta: Prenamedia Group, 2013. Kharlie, Ahmad Tholabi dan Asep Syarifuddin Hidayat,. Hukum Keluarga di Dunia Islam Kontemporer. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011. Kharlie Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Kamarusdiana. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013. Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Muktar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Saleh, K.Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,1978. Sopyan, Yayan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Jakarta: PT Semesta Rakyat Merdeka, 2012 Sopyan, Yayan. Pengantar Metode Penelitian. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Sitompul, Anwar. Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama. Bandung: Armico, 1984. Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2006. Tim Penyusun Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Data dari Jurnal: Eko Mardiono.“Jurnal Studi Gender dan Islam; Pernikahan Dini dalam hukum Perkawinan di Indonesia”. Vol.8, no.2 Juli 2009. Buku Laporan Tahunan 2014 di Pengadilan Agama rengat.
57
Data dari website: Arif Rahman, “Dispensasi Nikah dan Pengaruhnya Pasca Putusan Oleh Pengadilan Agama Kota Semarang “ Diakses pada 12 April 2015 http://eprints.walisongo.ac.id /112/1/ArifRahmanTesisBab1 .pdf, Undang-undang: Kompilasi Hukum Islam (KHI). Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Undang-undang Perkawinan. Undang-undang Pokok Perkawinan: beserta Peraturan Perkawinan Khusus untuk: Anggota ABRI, Anggota Polri, Anggota Kejaksaan, Pegawai Negeri Sipil,. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II, 2013.
Skripsi: Chaerani, Mauly Shofia. Skripsi: Alasan Pemberian Dispensasi Perkawinan (Analisis Penetapan Perkara Nomor:16/Pdt.P/2008/PA.JT.) di Pengadilan Agama Jakarta Timur. (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Data Peneltitian: Data
sekunder, Arsip Pengadilan 0071/Pdt.P/2014/PA.Rgt.
Agama
Rengat,
Penetapan
Nomor:
Data
sekunder, Arsip Pengadilan 0241/Pdt.P/2014/PA.Rgt.
Agama
Rengat,
Penetapan
Nomor:
Data
sekunder, Arsip Pengadilan 0272/Pdt.P/2014/PA.Rgt.
Agama
Rengat,
Penetapan
Nomor:
Wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Rengat, Syamdarma Futri. S.Ag. MH. Wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Rengat Tibyani, S.Ag. MH.
a Irrr-.
KEMBNTERIAN AGAMA
uNrvER.srrAS rsLAM NEGERT (UrN) SYARTF I{IDAYATULLAH JAI(ARTA FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
1
ILITTTI Jln. lr. H..Juanda No.
-\/'-
Telo. 6,2-21\74V 11537.7401925 Fax. (62-21 Wdbsite :wivwuinikt.ac.id E-mail : syalhuku
95 Ciputat Jakarta ',l5412, lndonesia
Nomor Lampiran Perihal
:Un.0 1 /F4IPP,00.9ltoo6/20
1
5
Jakarta, 29 April2015
tvtot on Kesediaan Meniadi ' Pembimbino Skriosi
Kepada Yang Terhormat,
Dr. Syahrul'Adam, MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Di-
-Assal
JAKARTA a
mu' alaiku m W r. Wb.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa : : Kamelia Sari Nama :1111044100007 NIM Prodi/Konsentrasi : Peradilan Agama : Dinamika Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Judul Skripsi Pengadilan Agama Rengat Tahun 201 2-201 4
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut
:
1, Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempurnaan,
2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya llmiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih Wassalamu'alaikum W. W.
n Fakultas Syariah dan Hukum
241998031.003 Tembusa n : 1. Kasubag Akademik &kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum Sekretaris Program StudiAhwal al Syakhshiyah Arsip
2. 3.
a)
7:
KEMENTERIAN AGAMA
I
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (TIIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
IID.
LIIT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
T
Telo. $2-21 \ 7 47 1 1 537, 7 401 925 F ax. (62-21 ) 7 49 1 821 WriOsite : www.uinikt.ac.id E-mail :
[email protected]
Jln. lr. H. Juanda No.95 Ciputat Jakarta 15412lndonesia
Nomor . : uN.01/F4 /KM.01
Jakarta, 27 Mei2015
.03112.0512015
Lampiran
:
Hal
: Permohonan DataMawancara Kepada Yth. Ketua Pengadilan Agama Rengat di
Tempat Assalam m u' alaikum, Wr. Wb Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan bahwa : -
Nama Tempat/Tanggal
: :
KAMELIA SARI Perk Sei Lala (Riau) / 0B Mei 1993
NIM
:1111044100007
Semester Program Studi Alamat
: Akhwalsyakhsiyyah (Hukum Keluarga lslam) : Jl. Jendral Sudirman RT 017 RW 009 Kelurahan
Telp/Hp
:B
:
Perkebunan Sei Lala Kecamatan Sungai Lala Kab 081277946232
Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul. Dinamika penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Rengat Tahun 2012' 2014
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya BapaUlbu dapat menerima yang bersangt utan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih'
M.AGt
Tembusan : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum ulN syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ka/Sekprodi Akhwal syakhsiyyah (Hukum Keluarga lslam) / Peradilan Agama
4? ;
EP:E
rcilt-.1 EIEil,+
PENGADILAI{ AGAMA RENGAT Jalan Batu Canai Nomor 17 Tetrephonel Faximile (0769) 34l1fil Pematang Reba - Rengat Kabupaten Indragiri HuIu 'trVebsite: www.pa-renqat.net Emaik pareng*
[email protected]
SURAT KETERANGAN /r{K.03.4 /Yr lz}ts w4-A2/
-rk
Yang bertanda tangan dibawah
ini Ketua Pengadilan
Agama Rengat
menerangkan bahwa:
Nama
:
KAMELIA SARI
No.Induk Mahasiswa : 1111044100007 Program
Studi
:
Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam)
Adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada semester 8 (Delapan) tahun ajaran 201412015, yang bersangkutan
telah selesai melakukan Penelitian dengan
j"dut :
"
( Legal Reseach ) untuk menyusun Skripsi
Dinamika Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di
Pengadilan Agama R0ngat Tahun 2012-2014".
Demikian surat keterarrgan
ini dibuat untuk
dipergunakan sebagaimana
mestinya
Rengat 25 Juni 2015 Fengadilan Agma Reragat "trA,
6r aft
TRANSKRIP WAWANCARA
Interviewer:
Interviewee:
Nama : Kamelia Sari
Nama : Syamdarma Futri, S.Ag. MH
NIM : 1111044100007
NIP
Prodi : Ahwal Syakhshiyyah
Jabatan: Hakim PA-Rengat
: 197410222006042002
1. Menurut ibu, apa yang melatarbelakangi tingginya permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat? Yang melatarbelakangi tingginya permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat diantaranya adalah karena faktor: 1). Kekhawatiran orang tua 2). pendidikan rendah 3). hamil di luar nikah.
2. Apa faktor dominan penyebab tingginya perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat? Faktor dominan penyebab tingginya perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor hamil duluan. 3. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Rengat dalam mengabulkan Permohonan dispensasi nikah? Dasar yang digunakan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah, yaitu pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Rengat lebih mengedepankan asas kemanfaatan hukum. Asas kemanfaatan hukum lebih melihat kepada manusia dan bukan manusia ada untuk hukum. Jadi orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan oleh hakim karena dianggap lebih besar manfaatnya daripada tidak dikabulkan, serta untuk menjauhi hal-hal yang bersifat mudharat dan demi untuk sebuah kemaslahatan. 4. Apakah ada pertimbangan khusus dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah? Pertimbangan khusus dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah adalah lebih memperhatikan kemanfaatan hukum bagi pembangunan masyarakat dan mengedepankan masalah kemaslahatan demi kepentingan umum. Dikhawatirkan lebih besar mudharatnya jika permohonan dispensasi nikah ditolak apalagi kebanyakan faktornya karena sudah hamil duluan. 5. Apakah dispensasi nikah yang dilakukan hakim setelah diberlakukan UU No.1 tahun 1974 akan menurunkan wibawa hukum dan berkembangnya nikah di bawah umur? Saya rasa sama sekali tidak menurunkan wibawa hukum. Karena pada prinsipnya perkara apa saja yang masuk ke Pengadilan Agama Rengat akan kami sidangkan dan kami putuskan. Perkara diterima atau ditolak nanti pada saat dipersidangan, sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan. Kalau seandainya fakta-fakta di persidangan valid maka akan di kabulkan. Kalau
tidak, ya akan ditolak. Tapi kalau dispensasi agak jarang yang perkaranya di tolak karena kebanyakan sudah terlanjur (hamil duluan), dan permohonan tersebut secara terpaksa di kabulkan karena demi menjaga kemaslahatan dan kemanfaaatan dari dispensasi tersebut. Jadi, tidak ada hubungannya dengan menurunkan wibawa hukum. 6. Bagaimana efektifitas persidangan di Pengadilan Agama Rengat dalam menangani Perkara dispensasi nikah? Efektifitas persidangan di Pengadilan Agama Rengat dalam menangani Perkara dispensasi nikah proses sidangnya sangat cepat. Jika pada saat satu kali
sidang, sudah memenuhi alat-alat bukti, saksi, dan persyaratannya
lengkap maka bisa langsung ditetapkan karena dispensasi nikah termasuk perkara voluntair tanpa ada pihak lawan. 7. Bagaimana Prosedur persyaratan yang harus dipenuhi sewaktu mengajukan Permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat? Apakah karena prosedur yang begitu mudah hingga banyak yang mengajukan dispensasi nikah? Prosedur persyaratan untuk mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat diantaranya adalah:
1) Bahwa yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama adalah orang tua dari anak yang akan meminta dipensasi nikah disebut sebagai Pemohon. 2) Pemohon harus mengajukan alat bukti tulis berupa: a. Foto copy Akta Nikah pemohon, yang dikeluarkan oleh kantor Urusan Agama di tempat kediaman pemohon; b. Foto copy Kartu Keluarga atas nama pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat kediaman pemohon; c. Foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat kediaman pemohon; d. Asli
Surat
Model
N-8
tentang
pemberitahuan
adanya
halangan/kekurangan persyaratan perkawinan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama di tempat kediaman pemohon; e. Asli Surat Model N-9 tentang penolakan pernikahan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama di tempat kediaman Pemohon. 3) Selanjutnya pemohon harus mengajukan bukti 2 orang saksi saat di persidangan. Sebenarnya prosedur dan persyaratan
mengajukan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Rengat yang mudah sama sekali tidak ada hubungannya
dengan banyaknya yang mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat. Karena alasan banyaknya yang mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor sudah hamil duluan. 8. Berapa lama proses perkara dispensasi nikah dapat terselesaikan? Proses Pertama jika dari masuknya perkara, 3 hari setelah itu sudah bisa naikkan kepada ketua, penetapan majelis hakim, penetapan hari sidang (PHS) paling lambat tujuh hari setelah PHS, jadi sudah harus ditetapkan tanggal sidangnya. Proses perkara dispensasi nikah sangat cepat, kadang bisa sekali sidang langsung diputus perkaranya, jika semua bukti-bukti , saksi dan syaratnya mencukupi. Paling lama bisa sampai satu bulan proses perkara dispensasi bisa terselesaikan. 9. Apakah semua perkara dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan atau tidak semua yang dikabulkan? Rata-rata perkara dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan, jarang yang tidak dikabulkan. Apalagi alasannya darurat (sudah hamil duluan) jadi harus dikabulkan. 10. Adakah aturan atau upaya Pengadilan Agama Rengat dalam mengatasi dispensasi nikah agar tidak meningkat dari tahun ke tahun?
Upaya Pengadilan Agama Rengat dalam mengatasi dispensasi nikah agar tidak meningkat dari tahun ke tahun diantaranya: 1. Mengadakan
penyuluhan
hukum
yang
diundang
dari
PEMDA
(Pemerintahan Daerah) dalam acara tersebut menyampaikan salah satunya masalah dispensasi nikah supaya jangan sampai menikah di bawah umur. 2. Terkadang banyak juga ustadz-ustadz dari Pengadilan Agama Rengat yang dipanggil ceramah, biasanya juga mengaitkan masalah dispensasi nikah pernikahan di bawah umur. Jadi hanya sebatas itu saja, belum ada upaya-upaya lainnya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Interviewer:
Interviewee:
Nama : Kamelia Sari
Nama : Tibyani, S.Ag. MH
NIM : 1111044100007
NIP
Prodi : Ahwal Syakhsiyyah
Jabatan: Hakim PA-Rengat
: 197207051998031004
1. Menurut bapak, apa yang melatarbelakangi tingginya permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama rengat? Dari hasil proses persidangan yang saya tangani selama 3 tahun terakhir ini yang melatarbelakangi tingginya dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor kekhawatiran orang tua dan faktor hamil duluan. 2. Apa faktor dominan penyebab tingginya perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat? Faktor paling dominan selama ini yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor kekhawatiran orang tua. 3. Apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Rengat dalam mengabulkan Permohonan dispensasi nikah? Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Rengat dalam mengabulkan Permohonan dispensasi nikah sebenarnya demi sebuah kemaslahatan. Kalau seandainya tidak dikabulkan dikhawatirkan yang pertama adalah dari segi
pergaulan (berpacaran bebas) yang terus berkelanjutan akan dikhawatirkan kepada kemaksiatan, apalagi jika kasusnya sudah hamil di luar nikah, karena sudah terjadi kecelakaan duluan. Dalam Undang-undang khususnya pasal 53 ayat (1) KHI juga sudah dijelaskan bahwa laki-laki boleh menikahi gadis yang sudah hamil duluan. Jadi demi kemaslahatan maka tidak apa-apa mengabulkan permohonan dispensasi nikah tersebut. 4. Apakah
bapak
mempunyai
pertimbangan
khusus
dalam
menetapkan
permohonan dispensasi nikah? Pertimbangan khusus dalam menetapkan dispensasi nikah yang paling utama adalah agar tercapainya sebuah kemaslahatan. Kalau seandainya tidak dikabulkan dikhawatirkan membawa dampak yang bersifat mudharat. karena memang yang paling banyak faktor mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat sudah hamil duluan. Secara Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 ayat (2) juga membolehkan, apabila dalam keadaan yang mendesak/darurat. 5. Apakah dispensasi nikah yang dilakukan hakim setelah diberlakukan UU No.1 tahun 1974 akan menurunkan wibawa hukum dan berkembangnya nikah di bawah umur? Sebenarnya dari satu sisi ini merupakan suatu dilema. Namun disisi lain hakim dalam menetapkan dispensasi nikah bukan melihat dari segi undang-undang saja, melainkan juga melihat pada kaidah ushul fiqh seperti “menghindari kemudharatan dan mengutamakan kepada kemaslahatan”
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح Kemudian Pertimbangan hakim biasanya juga melihat pertimbanganpertimbangan lain seperti dilihat dari segi kelayakan dan kesiapan dari pihak laki-laki maupun perempuan yang berperkara tersebut. Kalau dalam konteks fiqh tidak ada pembatasan usia yang 19 tahun dan 16 tahun. Namun dilihat dari segi aqil dan baligh. Fiqh sudah membolehkan hal tersebut. Saya rasa tidak ada hubungannya dengan turunnya wibawa hukum. Karena dalam hukum positif maupun hukum fiqh membolehkannya. 6. Bagaimana efektifitas persidangan di Pengadilan Agama Rengat dalam menangani Perkara dispensasi nikah? Dispensasi nikah merupakan perkara voluntair. perkara voluntair adalah perkara biasa yang tidak ada pihak lawannya. Jadi didalam proses sidangnya tidak terlalu sulit, proses sidangnya sama dengan perkara-perkara lainnya yang sifatnya perkara voluntair. Hanya saja yang mengajukan perkara permohonan dispensasi nikah adalah orang tua pemohon. 7. Bagaimana Prosedur Pengajuan Permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat? Apakah karena prosedur yang begitu mudah hingga banyak yang mengajukan dispensasi nikah? Prosedur persyaratan untuk mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat diantaranya adalah:
1) Bahwa yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama adalah orang tua dari anak yang akan meminta dipensasi nikah disebut sebagai Pemohon. 2) Pemohon harus mengajukan alat bukti tulis berupa: a. Foto copy Akta Nikah pemohon, yang dikeluarkan oleh kantor Urusan Agama di tempat kediaman pemohon; b. Foto copy Kartu Keluarga atas nama pemohon, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat kediaman pemohon; c. Foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat kediaman pemohon; d. Asli
Surat
Model
N-8
tentang
pemberitahuan
adanya
halangan/kekurangan persyaratan perkawinan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama di tempat kediaman pemohon; e. Asli Surat Model N-9 tentang penolakan pernikahan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama di tempat kediaman Pemohon. 3) Selanjutnya pemohon juga harus mengajukan bukti 2 orang saksi saat di persidangan. Sebenarnya prosedur dan persyaratan
mengajukan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Rengat yang mudah sama sekali tidak ada hubungannya
dengan banyaknya yang mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat. Karena alasan banyaknya yang mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Rengat adalah karena faktor kekhawatiran orang tua sudah hamil duluan. 8. Berapa lama proses perkara dispensasi nikah dapat terselesaikan? Prosesnya biasa satu kali sidang langsung selesai dan bisa langsung diputus. Dengan ketentuan jika para pihak sudah memenuhi semua bukti-buktinya. Karena perkara dispensasi nikah ini sifatnya voluntair serta tidak ada pihak lawan. 9. Apakah semua perkara dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama Rengat dikabulkan atau tidak semua yang dikabulkan? Alasannya? Perkara dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama Rengat ratarata semuanya dikabulkan karena saat persidangan bisa membuktikan dengan bukti-bukti yang ada. Sangat jarang yang tidak dikabulkan, biasanya yang tidak dikabulkan karena alasan hubungan darah,namun belum pernah ada kasus yang seperti itu. Selama ini yang terjadi di Pengadilan Agama Rengat adalah adalah karena faktor hamil di luar nikah. Biasanya ada perkara dispensasi nikah ada yang tidak dapat diterima dengan alasan karena proses permohonannya yang tidak jelas (obscuur liber).
10. Adakah aturan atau upaya Pengadilan Agama Rengat dalam mengatasi dispensasi nikah agar tidak meningkat dari tahun ke tahun? Sebenarnya kewenangan Pengadilan Agama dalam upaya tersebut bukan termasuk dalam ranah pengadilan agama. Pengadilan Agama sifatnya jika ada perkara masuk harus kita layani, kalau sifatnya pencegahan atau penyuluhanpenyuluhan itu kewenangan Departemen Agama (DEPAG), sebenarnya Pengadilan Agama bisa saja melakukan pengadaan tersebut tapi sangat jarang diadakan di Pengadilan Agama Rengat.
Saat wawancara dengan bapak Tibyani, S.Ag.MH selaku hakim Pengadilan Agama Rengat, tanggal 24 Juni 2015
Saat wawancara dengan ibu Syamdarma Futri, S.Ag, MH selaku hakim Pengadilan Agama Rengat, tanggal 2 Juli 2015