DISPENSASI
NIKAH
(Studi Penetapan tentang Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh M U H A M A D A R B A’ I NIM. 211 06 003
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
What You Work is What You Get
Langkah awal yang baik selalu menentukan keberhasilan
Hanya orang-orang yang berfikirlah yang ingin meninggalkan suatu keburukan
Jadikan hal-hal baik dari semua orang yang kita temui sebagai referensi hidup
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku, para guru dan dosenku, saudara-saudaraku, sahabat-sahabat seperjuanganku, dan teman-teman yang selalu memotivasiku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yamng berjudul “Dispensasi Nikah” (Studi Penetapan tentang Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Syariah. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi 2. Bapak Ilyya Muhsin, S. HI. M. Si selaku Kepala Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (AS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi 3. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M. Ag
selaku pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 4. Bapak Drs. Masruhan, SH. MH selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian
5. Bapak, Ibu yang banyak memberi bantuan dan do’a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 6. Teman teman yang bersedia memberikan saran, kritik dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya almamater dan semua pihak yang membutuhkannya. Amiiin.
Salatiga,
Februari 2011
Penulis
ABSTRAK
Arba’i, Muhamad. 2011. Dispensasi Nikah (Studi Penetapan tentang Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun, M. Ag
Kata kunci: Nikah Dini dan Dispensasi Nikah
Penelitian ini merupakan upaya mengetahui penetapan tentang permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2010. pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Apa faktor yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga?, (2) Pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Temuan penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah dan pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah. Berdasarkan hasil penelitian, permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2010 dikarenakan married by accident (MBA) yang disebabkan adanya kenakalan remaja (pergaulan bebas) yang dipengaruhi oleh kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama, kurang kasih sayang dan pengawasan orang tua yang sibuk bekerja, pergaulan dengan teman yang tidak sebaya, tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah, kurangnya pendidikan seks usia dini, tidak adanya media penyalur bakat dan hobi, peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif, kebiasaan yang berlebihan, serta adanya masalah yang dipendam. Sedang mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan dispensasi nikah, dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan, Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah karena ketentuan pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta keluarga).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ………………………….
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………………..
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN …………………………
v
KATA PENGANTAR …………………………………………………...
vi
ABSTRAK ……………………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………...
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………
5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………..
6
D. Kegunaan Penelitian ……………………………………….
6
E. Penegasan Istilah …………………………………………..
7
F. Tinjauan Pustaka …………………………………………..
8
G. Metode Peneltian …………………………………………..
10
H. Sistematika Penulisan ……………………………………...
14
KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam dan Perundangundangan di Indonesia ……………………………………..
16
B. Faktor-Faktor Pendodrng Terjadinya Pernikahan Dini ……
26
C. Dampak Terjadinya Pernikahan Dini ……………………...
30
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kewenangan
Pengadilan
Agama
Salatiga
Terhadap
Permohonan Dispensasi Nikah ………………………….....
34
B. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga ……………………………....................................
36
C. Daftar Register Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga ........................................…………………………
38
D. Profil Pasangan Nikah Dini ………………………………..
40
E. Gambaran Umum Tentang Pasangan Nikah Dini …………
49
F. Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di
BAB IV
Pengadilan Agama Salatiga .................................…………
50
G. Hasil Sidang Permohonan Dispensasi Nikah ……………...
53
ANALISIS DATA A. Faktor-faktor yang mendorong pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga ………….. B. Pertimbangan
yang
digunakan
oleh
hakim
55
dalam
menetapkan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga ……………………………........................
BAB V
60
PENUTUP A Kesimpulan ………………………………………………...
62
B Saran ……………………………………………………….
63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan salah satu produk pembangunan nasional di bidang hukum, sekaligus memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku pada semua golongan dalam masyarakat. Penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undangundang 1945, Undang-undang ini harus dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila, Undang-undang 1945, dan dapat menampung segala kenyataan hidup dalam masyarakat yang mengandung unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan Hukum Agama. Dalam penjelasan pasal 1 sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila di mana Sila Pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan unsur agama. Perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/ jasmani tetapi juga batin/ rohani. Oleh karena itu perkawinan bukan hanya sekedar hubungan perdata saja tetapi mempunyai hubungan yang erat dengan agama, bahkan agama merupakan dasar bagi adanya perkawinan.
1
Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang sangat penting. Untuk membuktikan adanya suatu perkawinan maka harus ada bukti secara autentik yang dikeluarkan oleh suatu instansi yang resmi. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dengan sahnya perkawinan menurut hukum agama. Dengan adanya pencatatan perkawinan, maka akan terbitlah akta nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA). Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang diliputi rasa saling cinta mencintai dan rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga yang penuh ketenangan. Realisasi tujuan mulia ini harus didukung oleh kesiapan fisik dan kematangan mental dari masing-masing mempelai. Ajaran Islam secara umum memiliki lima prinsip perlindungan yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dari kelima nilai universal Islam itu, satu diantaranya adalah menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab itu, agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya genelogi (jalur keturunan) akan semakin kabur (Muhyidin, 2006:35). Subtansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia pada masa kini dan masa depan. Hukum Islam adalah hukum yang humanis dan selalu membawa rahmat bagi semesta alam. Begitu juga dengan hukum negara melalui kebijakan pemerintah sama mengandung unsur maslahat.
2
Batas usia perkawinan harus ditetapkan untuk membatasi anak-anak di bawah umur melakukan pernikahan. Pasalnya, pernikahan dini bisa menggangu psikologis, terlebih organ reproduksinya belum matang yang berakibat rentan terinfeksi secara kesehatan. Pernikahan di bawah umur sebenarnya merugikan anak itu sendiri, seperti risiko tinggi meninggal bagi ibu yang melahirkan (Mapreare, 1982:47). Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan usia dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan nantinya. Ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang (Kampono, 2007:23). Pernikahan dini akan mengakibatkan pasangan tersebut terbebani peran sebagai suami-isteri, sehingga risiko stres menjadi lebih tinggi. Setelah itu, ia akan melakukan perbuatan kriminal dan kekerasaan fisik atau psikis, yang terkadang merugikan lingkungan sekitarnya. Seringkali pula pasangan tersebut memilih untuk bercerai, meski pernikahan mereka masih seumur jagung. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karena itu, di dalam pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun”.
3
Salah satu prinsip untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah memperhatikan tentang kesiapan fisik dan kematangan mental dari calon mempelai. Dengan memiliki kesiapan fisik dan kematangan mental, diharapkan ke depannya dalam menjalani bahtera rumah tangga selain menimbulkan rasa tanggung jawab di antara keduanya juga dapat memberikan keturunan yang baik dan sehat. Undang-undang Perkawinan memberikan peluang apabila dalam keadaan yang sangat memaksa, perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan agama setempat dengan surat pengantar dari KUA, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat (2). Dispensasi nikah adalah permohonan pengesahan pernikahan yang dilangsungkan, di mana para calon mempelai atau salah satu calon mempelai belum mencapai batas usia minimal yaitu batas minimal sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Permohonan dispensasi nikah dari pihak pemohon, berkaitan erat dengan pengadilan yang memiliki hak untuk menolak atau menerima permohonan dispensasi nikah apabila alasan yang diajukan tidak didukung dengan adanya alasan yang kuat. Untuk itu, kebijaksanaan dan kehati-hatian dari pihak pengadilan sangat berperan dalam menerima permohonan
4
dispensasi nikah yang sesuai dengan alasan yang kuat sehingga jumlah laju permohonan dispensasi nikah dapat ditekan. Selain kebijakan dan kehati-hatian, pertimbangan majelis hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah juga memegang peranan penting. Menetapkan atau membatalkan permohonan dispensasi nikah pada dasarnya terletak pada alasan yang kuat dalam permohonan, hasil pemeriksaan dalam persidangan, dan pertimbangan majelis hakim. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan atau aturan khusus mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan dispensasi nikah, maka diantara hakim yang satu dengan hakim yang lain dalam satu pengadilan akan memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah, padahal penetapan itu akan menimbulkan akibat hukum baru yang terkait pada pelaksanaan pernikahan oleh pemohon yang mengajukan permohonan dispensasi nikah tersebut. Di Pengadilan Agama Salatiga dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 terdaftar 25 permohonan dispensasi nikah. B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa faktor yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga? 2. Pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah?
5
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah dan pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah. D. Kegunaan Penelitian Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat diantaranya: 1. Teoritis Dapat memberikan sumbang asih terhadap kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya yang memiliki kaitan dengan dispensasi nikah sehingga dapat mengungkap permasalahan-permasalahan yang inherent di dalam proses pembaharuan hukum. 2. Praktis a. Bagi masyarakat Dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai dispensasi nikah serta akan dapat menunjukkan ke arah mana sebaiknya hukum di bina berhubung dengan perubahanperubahan masyarakat. b. Bagi Pengadilan Agama
6
Dapat memberikan masukan tentang perkembangan aspirasi dan kebutuhan hukum yang berubah-ubah dalam masyarakat tentang dispensasi nikah. c. Bagi STAIN Salatiga Dapat memberikan masukan kepada akademik tentang masalah dispensasi nikah yang memiliki banyak polemik dalam masyarakat sehingga menarik untuk dimasukkan sebagai kurikulum yang nantinya dapat mengatasi polemik dalam masyarakat serta menunjang pembaharuan hukum dari hasil penemuan-penemuan di lapangan. d. Bagi penulis Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir
serta
pemenuhan
pra-syarat
dalam
menyelesaikan
pembelajaran ilmu hukum Islam dalam bidang hukum keluarga (Ahwal Al-Syakhshiyah) pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul, maka perlu penjelasan beberapa kata pokok yang menjadi inti penelitian. Adapun yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut: 1. Dispensasi adalah pengecualian dari aturan karena adanya pertimbangan yang khusus (Rasyid, 1990:46).
7
2. Dispensasi nikah adalah pengecualian dari aturan karena adanya pertimbangan khusus yang diberikan pengadilan agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria berumur kurang dari 19 tahun dan wanita berumur kurang dari 16 tahun. F. Tinjauan Pustaka Dispensasi Nikah (Studi Penetapan tentang Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010) belum pernah diangkat menjadi skripsi. Meskipun demikian peneliti menemukan skripsi yang memiliki tema sama yaitu Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005) yang diangkat oleh Sariyanti. Skripsi Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Penetapan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2005) memiliki fokus terhadap 4 hal: 1. Konsep batasan usia perkawinan menurut fiqh dan undang-undang perkawinan, 2. Mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkara permohonan dispensasi kawin, 3. Pertimbangan hakim dalam penetapan dispensasi kawin karena hubungan luar nikah, 4. Penetapan hakim dalam dispensasi kawin karena hubungan luar nikah.
8
Hasil dari penelitiannya adalah memberikan gambaran tentang dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga yang meliputi: 1. Proses atau mekanisme pengajuan perkara (pendaftaran, pembayaran biaya perkara hingga mendapatkan nomor perkara) 2. Pertimbangan yang digunakan majelis hakim pada waktu berlangsungnya persidangan dalam penetapan dispensasi kawin karena hubungan luar nikah 3. Analisa pertimbangan yang digunakan majelis hakim pada waktu berlangsungnya persidangan dengan penetapan hakim dalam dispensasi kawin karena hubungan luar nikah. Selain skripsi yang memiliki tema sama, peneliti juga menemukan judul skripsi yang memilki kaitan dengan masalah dispensasi nikah yaitu: 1. Pernikahan Dini (Studi Komparatif Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) oleh Mutaqin, dengan fokus penelitian tentang konsep pernikahan dalam Islam, batasan minimum usia pernikahan menurut hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan hukum pernikahan dini menurut hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 2. Pernikahan Dini (Studi Kasus di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten Tahun 2000-2004) oleh Uswatun Hasanah, dengan fokus penelitian tentang maksud pernikahan dini, faktor terjadinya dan dampaknya pernikahan dini di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten.
9
3. Perkawinan Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis terhadap Pasal 7 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974) oleh Siti Dayanti, dengan fokus penelitian tentang maksud perkawinan dan kedewasaan dalam perspektif hukum Islam, batas usia perkawinan dalam Undang-undangan Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, keterkaitan kedewasaan dengan tujuan perkawinan, dan perkawinan di bawah umur menurut Undang-undang Perkawinan dan hukum Islam. Berbeda dengan skripsi-skripsi yang sudah ada, disini peneliti merumuskan tentang faktor-faktor apa saja yang mendorong untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah dan pertimbangan khusus apa yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah. G. Metode Penelitian Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian yang diantaranya adalah: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) ialah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari terkait dengan permohonan dispensasi nikah. b. Jenis Penelitian
10
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan penulis di Pengadilan Agama Salatiga Jl. Lingkar Selatan, Jagalan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga, 50711. Peneliti memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Salatiga masih menerima, memproses, dan menetapkan permohonan dispensasi nikah. Dari bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 Pengadilan Agama Salatiga telah menerima dan menetapkan permohonan dispensasi nikah sebanyak 25 perkara. 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: a.
Informan Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2000:90). Informan adalah mereka yang mempunyai banyak pengalaman atau yang berhubungan tentang masalah yang sedang diteliti. Informan diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai semua hal yang berkaitan dengan latar penelitian setempat.
11
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera, pemohon, keluarga dan kerabat pemohon. b. Dokumen Dokumen ialah data yang mencakup surat-surat resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan sejenisnya yang meliputi (Moleong, 2000:113): 1) Surat permohonan dispensasi nikah 2) Salinan penetapan dispensasi nikah 3) Buku-buku yang memiliki kaitan dengan penelitian ini 4) Artikel ilmiah 5) Arsip-arsip yang mendukung 4.
Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data yang diperlukan, relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian lapangan. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan. Prosedurnya meliputi: a. Wawancara Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara
12
dilakukan peneliti kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga, hakim, panitera, pemohon, keluarga dan kerabat pemohon. b.
Observasi Kegiatan ini diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan terhadap informasi yang didapat selama melakukan penelitian. Observasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pengadilan Agama Salatiga baik di luar maupun di dalam proses persidangan.
c. Dokumentasi Dokumentasi ialah data yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah salinan penetapan dispensasi nikah. 5. Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan analisa data deduktif yaitu cara memberi alasan dengan berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah normatif dan yuridis dalam perkara dispensasi nikah.
13
6. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, keabsahan data mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu pengecekan. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Menurut Patton, berarti teknik dengan cara membandingkan dan mengecek balik suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Untuk menggunakan teknik triangulasi sumber, dapat ditempuh dengan cara membandingkan data pada buku dengan buku, buku dengan hasil wawancara, dan hasil wawancara dengan hasil wawancara. 7. Tahap-tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Salatiga guna mendapatkan data awal dengan bertanya kepada hakim sehingga menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan yang ada. Data awal dan masalah yang sudah diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses observasi ke lapangan dan melakukan wawancara-wawancara kepada informan. Setelah data dan fakta telah didapatkan langkah selanjutnya adalah proses penyusunan. H. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dapat digambarkan sebagai berikut:
14
Bab I, Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian), dan sistematika penulisan. Bab II, Kajian Pustaka yang meliputi: pernikahan dini menurut hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia, faktor-faktor pendorong terjadinya pernikahan dini, dampak terjadinya pernikahan dini. Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi: kewenangan Pengadilan Agama Salatiga terhadap dispensasi nikah (kewenangan absolut dan relatif), permohonan dispensasi nikah, daftar register dispensasi nikah, profil pasangan nikah dini, gambaran umum tentang pasangan nikah dini, proses penetapan permohonan dispensasi nikah, dan hasil sidang permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga. Bab IV, Analisis Data yang meliputi: faktor-faktor yang mendorong pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga dan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah. Bab V, Penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.
15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia 1. Pernikahan Dini Menurut Hukum Islam Menikah dini pada hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda usianya. Nikah dini adalah satu fenomena yang sudah lama muncul dan menjadi pembicaraan publik terutama kalangan muda-mudi yang merupakan pelaku utamanya. Banyak alasan dalam memutuskan langkah yang cukup sakral ini, mulai dari tuntutan orang tua, menghindari perbuatan menyimpang, hingga alasan-alasan ekstrim karena terlanjur “kecelakaan” (Abdurahman, 1997:66). a. Hukum Asal Nikah Menikah hukum awalnya adalah sunnah (mandub), sesuai firman Allah SWT:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
16
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An Nisaa‟: 3) Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT, memerintahkan kepada manusia melangsungkan pernikahan dengan berbagai pilihan sehingga tuntutan tersebut tidak bersifat keharusan, karena adanya kebolehan untuk memilih antara kawin dengan beberapa isteri. Namun, hukum sunnah ini suatu ketika dapat berubah menjadi hukum lain, bergantung kondisi orang yang ingin melaksanakan nikah tersebut. Hukum menikah meliputi (Abidin, 1999:47): 1) Wajib Laki-laki atau perempuan yang tidak dapat menjaga kesucian diri dan akhlaknya, kecuali dengan menikah. Menjaga kesucian diri dan akhlak adalah kewajiban setiap muslim. Hal ini sesuai dengan kaidah syara‟: “Bila suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib untuk dipenuhi”. 2) Sunnah Laki-laki yang punya niat dan mampu atau perempuan yang sudah punya niat dan bersedia patuh pada suami atau perempuan yang belum punya niat tetapi membutuhkan perlindungan dan nafkah dari suami. 3) Mubah
17
Laki-laki yang mempunyai niat tetapi belum mampu mendirikan rumah tangga atau laki-laki yang belum punya niat tetapi secara materi mampu atau perempuan yang belum punya niat untuk menikah. 4) Makruh Laki-laki yang belum punya niat dan belum mampu mendirikan rumah tangga atau perempuan yang sudah punya niat tetapi ragu-ragu melaksanakannya. 5) Haram Laki-laki atau perempuan yang menikah dengan tujuan untuk merusak atau menyakiti hati, fisik, dan agama isteri atau suami. Kaidah syara‟ telah merumuskan masalah ini, bahwa: “Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, hukumnya menjadi haram”. b. Tujuan dan Keutamaan Menikah Tujuan dan keutamaan menikah meliputi (Ghazaly, 2003:95): 1) Melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya karena nikah adalah satu sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW dan sudah sepatutnya kita melaksanakannya. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
18
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al Ahzab:36) 2) Menjaga mata, menentramkan jiwa, memelihara nafsu seksualitas, membina kasih sayang, dan menjaga kehormatan dan memelihara kepribadian. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar Ruum”21) 3) Menikah adalah salah satu cara menyempurnakan agama. Allah akan memberikan separuhnya bagi mereka yang menikah. 4) Melaksanakan dan membina kualitas-kualitas keturunan yang shalih dan shalihah. 5) Melaksanakan
pembangunan
materiil
dan
spiritual
dalam
kehidupan keluarga. c. Rukun dan Syarat Sah Nikah Menurut syar‟at Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur yaitu rukun dan syarat. Rukun adalah unsur pokok dalam setiap perbuatan hukum. Syarat adalah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Apabila kedua unsur tersebut tidak dipenuhi, maka perbuatan itu dianggap tidak sah menurut hukum.
19
Demikian pula untuk sahnya suatu pernikahan harus dipenuhi rukun dan syaratnya (Soemiyati, 1997:77). 1) Rukun Nikah a) Calon mempelai laki-laki dan perempuan b) Wali dari calon mempelai perempuan c) Dua orang saksi (laki-laki) d) Ijab dari wali atau wakilnya dari calon mempelai perempuan e) Qabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya 2) Syarat Sah Nikah a) Calon mempelai laki-laki i. beragama Islam ii. tidak dalam paksaan iii. terang laki-lakinya (tidak banci) iv. tidak punya empat/ lebih isteri v. tidak dalam ibadah ihram haji/ umroh vi. bukan mahram calon isteri vii. yakin bahwa calon isteri halal untuk dinikahi viii. cakap hukum dan layak berumah tangga ix. tidak ada halangan pernikahan b) Calon mempelai perempuan i. beragama Islam ii. terang orangnya iii. perempuan normal (bukan bencong/ lesbian)
20
iv. bukan mahram calon suami v. mengizinkan wali untuk menikahkannya vi. tidak dalam masa „iddah vii. tidak sedang bersuami viii. belum pernah dili‟an oleh calon suami ix. tidak dalam ibadah ihram haji/ umroh c) Wali mempelai perempuan i. baligh ii. berakal iii. tidak dipaksa iv. terang laki-lakinya v. adil (bukan fasik) vi. tidak sedang dalam ihram haji/ umroh vii. tidak ada halangan atas perwaliannya viii. punya hak atas perwaliannya d) Saksi-saksi i. beragama islam ii. laki-laki iii. baligh iv. berakal v. adil vi. mendengar (tidak tuli) vii. melihat (tidak buta)
21
viii. bisa bercakap-cakap ix. tidak pelupa x. menjaga harga diri xi. mengerti maksud dari akad nikah xii. hadir langsung pada acara akad nikah xiii. tidak merangkap menjadi wali e) Akad Nikah i. ada ijab (penyerahan wali) ii. ada qabul (penerimaan calon suami) iii. ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara iv. ijab dan qabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihram haji/ umroh d. Hukum Pernikahan Dini Menikah dini bila diartikan ialah menikah dalam usia masih muda atau remaja. Hukum pernikahan dini menurut syari‟at adalah sunnah (mandub) sesuai hukum awal pernikahan. Pemuda yang sudah memenuhi syarat-syarat kesiapan untuk melangsungkan pernikahan hendaknya segera untuk menikah, hal ini untuk menjaga diri untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama maupun negara. Syarat kesiapan nikah dalam tinjauan ilmu fiqh ada 3 hal (Tanjung, 2005:71): 1) Kesiapan ilmu
22
Kesiapan ilmu adalah kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqh yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah seperti hukum melamar (khitbah), pada saat nikah seperti syarat dan rukun akad nikah, maupun sesudah nikah seperti hukum nafkah, talak, dan ruju‟ (Said, 1996:65). Syarat pertama ini didasarkan pada prinsip bahwa fardhu ‘ain hukumnya bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum perbuatan yang sehari-hari dilakukannya atau yang akan segera dilaksanakannya. 2) Kesiapan materi atau harta Yang dimaksud harta disini ada dua macam, yaitu harta sebagai mas kawin (mahar) dan harta sebagai nafkah. a) Harta sebagai mas kawin (mahar), sebagaimana dalam QS. An Nisaa‟ ayat 4: “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An Nisaa‟: 4) b) Harta sebagai nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok atau primer bagi isteri yang berupa sandang,
23
pangan, dan papan sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat 233 dan Ath Thalaaq ayat 6:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Baqarah:233)
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
24
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka, dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”. (QS. Ath Thalaaq:6) 3) Kesiapan fisik atau kesehatan Khususnya laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Kesiapan menikah ini berlaku umum baik untuk yang menikah dini maupun yang tidak dini. 2.
Pernikahan Dini Menurut Perundang-undangan di Indonesia Pernikahan
dini
memang
menimbulkan
perdebatan
para
agamawan, psikolog, kalangan medis, sosiolog sampai pemerintah. Para ulama menilai pernikahan dini tidak menjadi masalah asalkan kedua pihak sudah mencapai usia baligh. Menurut undang-undang perkawinan, seorang pria boleh menikah kalau sudah mencapai usia minimal 19 tahun sementara pihak wanita minimal 16 tahun. Sebelum mencapai batas usia yang telah ditentukan berarti undang-undang melarang untuk melaksanakan ikatan pernikahan. Kebijakan yang diatur negara ini sudah melewati banyak pertimbangan sebelum disahkan. Secara fisik dan psikologis, usia-usia itu adalah batas minimal seseorang bisa memikul sebuah tanggung jawab yang lebih besar. Pertimbangan
yang
digunakan
di
dalam
undang-undang
perkawinan tidak terlepas dari pendapat-pendapat dari para ahli yang
25
memiliki kaitan dengan masalah keberlangsungan pernikahan dini. Para sosiolog menilai pernikahan dini itu bertentangan dengan hukum tata negara yang mengatur soal perkawinan. Para psikolog juga menilai jiwa remaja berusia pra-17 tahun masih labil dan belum matang (Kartono, 1996:103). Sementara pertimbangan dari sisi medis, pernikahan dini bisa merugikan pihak perempuan. Kondisi rahim perempuan usia dini masih belum cukup kuat untuk melahirkan anak. Sementara menurut sosiolog, pernikahan dini bisa memicu konflik keluarga. Ini disebabkan usia pasangan suami isteri yang masih labil, belum matang secara pikiran, dan penuh emosi (Rachmaliansari, 2005). Dalam praktiknya, banyak ditemui praktik pernikahan dini di pedesaan dan kondisi mereka baik-baik saja. Para sosiolog berpendapat itu karena masalah kultur yang tertanam kuat dalam masyarakat desa, dan belum tentu terjadi pada masyarakat perkotaan yang punya kultur berbeda. Dari uraian di atas, jelas bahwa pernikahan dini yang diatur dalam undang-undang perkawinan lebih banyak mudharat daripada manfaatnya sehingga undang-undang perkawinan melarang terjadinya pernikahan dalam usia dini. Orang tua perlu disadarkan untuk tidak mengizinkan menikahkan anaknya dalam usia dini dan harus memahamai peraturan perundang-undangan untuk melindungi masa depan anaknya. B. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Pernikahan Dini
26
Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang sering terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan dini bila diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas. Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan dini adalah mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Namun, dalih seperti ini bisa jadi bermasalah karena masih terdapat banyak pertentangan dikalangan umat muslim tentang ke-shahih-an informasi mengenai pernikahan dini yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan Aisah, r. a. (Hamdini, 2002:87). Selain itu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang terjadinya pernikahan dini. Jadi, tidak ada alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan dini. Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan dini sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan pernikahan dini berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan dini beserta sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan risiko-risiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan dini kepada masyarakat.
27
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini dalam masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu faktor pendorong dalam kehidupan masyarakat tradisional dan kehidupan masyarakat modern.. 1. Faktor dalam kehidupan masyarakat tradisioanal (Yanggo, 1996:87) a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat 1) keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga 2) tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk tentang pernikahan dini, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya 3) sifat kolot yang tidak mau menyimpang dari kultur yang sudah tertanam dalam masyarakat b. Menurut Hollean dan Suryono 1) masalah ekonomi keluarga 2) orang tua dari gadis meminta masyarakat (keluarga laki-laki) apabila mau mengawinkan anak gadisnya 3) bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu jiwa yang menjadi tanggung jawab (makan, pakaian, pendidikan dan sebagainya) 2. Faktor dalam kehidupan masyarakat modern (Ghazaly, 2003:45): a. Ekonomi Perkawinan usia dini terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya, maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
28
b. Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua dan masyarakat menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. c. Orang tua Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat erat dan dekat sehingga segera mengawinkan anaknya. d. Media massa Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian permisif terhadap seks. e. Adat atau kultur Perkawinan usia dini terjadi karena orang tuanya takut anak perempuannya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. f. Perubahan bentuk fisik Kedewasaan seseorang yang dinilai dari perubahan-perubahan fisik, misalnya menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi basah bagi anak laki-laki, diikuti dengan perubahan terhadap organ-organ reproduksi dianggap sudah layak untuk segera menikah (Hurlock, 1991:82). g. Kenakalan remaja (pergaulan bebas) Kurangnya kasih sayang dan perngawasan orang tua dalam keseharian anak menjadikan anak salah dalam memilih teman bermain.
29
h. Menutupi aib keluarga Keluarga tidak mau malu atas aib yang telah dilakukan oleh anggota keluarganya terlebih anak perempuannya yang hamil sebelum menikah atau anak laki-laki yang menghamili pacarnya yang masih usia sekolah (Yusuf, 2006:56).. i. Menyelamatkan status anak pasca kelahiran Pernikahan dini adalah solusi yang diambil oleh keluarga dan masyarakat untuk menyelamatkan status anak agar tidak disebut ”anak haram” dan mendapatkan pengakuan atas ayah kandung (Yusuf, 2006:56). j. Sanksi pidana Tidak adanya sanksi pidana terhadap pelanggaran undangundang perkawinan, menyebabkan pihak-pihak yang memaksa melakukan pernikahan di usia dini tidak dapat ditangani secara pidana (Yusuf, 2006:77). C. Dampak Terjadinya Pernikahan Dini Berbagai dampak terjadinya pernikahan dini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dampak terhadap hukum (Suara Merdeka, 2 Oktober 2010:9) Adanya pelanggaran terhadap 3 undang-undang: a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
30
Pasal 7 (1), perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 (2), untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1), orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: 1) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak 2) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya dan; 3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak c. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) Tujuan undang-undang tersebut melindungi anak agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. 2. Dampak biologis Dampak yang ditimbulkan dari sisi biologis (Kampono, 2007:69): a. Ibu 1) banyak menderita anemia selagi hamil dan melahirkan
31
2) salah satu penyebab angka kematian ibu dan bayi akibat pernikahan dini 3) mengalami
masa
reproduksi
lebih
panjang,
sehingga
memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan 4) secara medis, usia bagus untuk hamil adalah usia 25-35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik telah menstruasi dan bisa dibuahi, bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta mempunyai kematangan mental untuk melakukan reproduksi 5) menghentikan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi, berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, maka tidak memperoleh kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, sehingga berimplikasi terhadap kurangnya informasi dan sempitnya mendapatkan kesempatan kerja b. Anak 1) bayi lahir dengan berat rendah dan premature 2) salah satu penyebab angka kematian ibu dan bayi akibat pernikahan dini 3) kurang kecerdasannya, karena ibu belum bisa memberikan stimulasi mental pada anaknya. Hal ini disebabkan karena ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan mental untuk menjadi ibu 3. Dampak psikologis
32
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan, hak bermain, dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak serta mudah terjadinya tindakan kekerasan dalam rumah tangga karena tingkat berpikir yang belum matang pada pasangan muda (Suara Merdeka, 16 Mei 2002:12). 4. Dampak sosial Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. 5. Dampak perilaku seksual menyimpang Adanya perilaku seksual yang menyimpang yaitu perilaku yang gemar berhubungan dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan illegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal.
33
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kewenangan
Pengadilan
Agama
Salatiga
Terhadap
Permohonan
Dispensasi Nikah 1. Kewenangan Absolut Kewenangan absolut/ mutlak adalah wewenang pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan pembagian kekuasaan antar lingkungan peradilan. Dalam hal ini Pengadilan Agama Salatiga memiliki kewenangan dalam bidang perkawinan yang tertuang dalam: a. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 Tentang Peradilan Agama 1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: a) perkawinan; b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam c) wakaf dan shadaqah (2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undangundang mengenai perkawinan yang berlaku.
34
Penjelasan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat (2): Yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan antara lain adalah: 1. izin beristeri lebih dari seorang; 2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 Tentang Peradilan Agama Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam dibidang: a) Perkawinan Penjelasan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun Pasal 49 huruf a. Yang dimaksud dengan “Perkawinan” adalah hal-hal yang diatur
dalam
atau
berdasarkan
undang-undang
perkawinan yang berlaku yang menurut syari’ah yaitu: 1.
izin beristeri lebih dari seorang;
35
mengenai
2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; c. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perbahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (jelas) 2. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (perkawinan) adalah wewenang pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan daerah hukum dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal. B. Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 tahun dan 16 tahun yang ingin melangsungkan perkawinan, orang tua yang bersangkutan harus mengajukan permohonan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama dengan bukti surat pengantar dari KUA setempat. Proses pengajuan permohonan dispensasi nikah: a. Permohonan dispensasi nikah diajukan oleh calon mempelai pria yang belum berusia 19 tahun, calon mempelai wanita yang belum berusia 16 tahun dan/ atau orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukumnya dimana calon mempelai dan/ atau orang tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal.
36
b. Permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/ atau calon mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukumnya dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal. Setelah pengajuan permohonan dispensasi nikah dilakukan dengan syarat-syarat terpenuhi, permohonan akan didaftar dalam buku register pengadilan untuk mendapatkan nomor urut dalam penetapan hari sidang. Pelaksanakan sidang atas permohonan yang diajukan paling lambat 2 (dua) minggu setelah pengajuan diterima oleh pengadilan. Pemberitahuan hari sidang kepada pemohon dilakukan melalui surat panggilan dari pengadilan.
37
C. Daftar Register Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Daftar Register Dispensasi Nikah Bulan Januari sampai dengan Nopember 2010
No.
Tgl Masuk
No. Perkara
Pemohon
Alamat
Hari Sidang
Majelis Hakim
1
06 Jan 2010
0001/Pdt.P/2010/PA.SAL
SW
BC
28 Jan 2010
MH – MM
2
14 Jan 2010
0004/Pdt.P/2010/PA.SAL
KD
SD
04 Peb 2010
MH – MM
3
22 Peb 2010
0005/Pdt.P/2010/PA.SAL
SR
TG
17 Mar 2010
MN – AG
4
17 Mar 2010
0006/Pdt.P/2010/PA.SAL
SL
BC
05 Apr 2010
SP – HN
5
12 Apr 2010
0007/Pdt.P/2010/PA.SAL
SR
GT
29 Apr 2010
EM – IM
6
12 Apr 2010
0008/Pdt.P/2010/PA.SAL
SL
GT
29 Apr 2010
EM – IM
7
10 Mei 2010
0012/Pdt.P/2010/PA.SAL
HR
GT
27 Mei 2010
EM – IM
8
21 Mei 2010
0013/Pdt.P/2010/PA.SAL
SR
GT
03 Jun 2010
EM – IM
9
02 Jun 2010
0014/Pdt.P/2010/PA.SAL
SD
PB
14 Jun 2010
NR – HN
10
14 Jun 2010
0015/Pdt.P/2010/PA.SAL
KR
SD
28 Jun 2010
NR – FT
11
06 Jul 2010
0020/Pdt.P/2010/PA.SAL
SR
BR
21 Jul 2010
MH – RB
12
14 Jul 2010
0021/Pdt.P/2010/PA.SAL
WS
BR
04 Ags 2010
MH – RB
13
14 Jul 2010
0022/Pdt.P/2010/PA.SAL
SP
BR
04 Ags 2010
MH – AG
14
26 Jul 2010
0024/Pdt.P/2010/PA.SAL
SD
KL
24 Ags 2010
FR – WS
38
No.
Tgl Masuk
No. Perkara
Pemohon
Alamat
Hari Sidang
Majelis Hakim
15
02 Ags 2010
0025/Pdt.P/2010/PA.SAL
TM
TG
19 Ags 2010
MH – MM
16
04 Ags 2010
0026/Pdt.P/2010.PA.SAL
NS
BC
25 Ags 2010
MM – FT
17
19 Ags 2010
0027/Pdt.P/2010/PA.SAL
EI
TG
01 Sep 2010
MM – RB
18
30 Ags 2010
0029/Pdt.P/2010.PA.SAL
MS
BR
21 Sep 2010
FR – WD
19
08 Sep 2010
0030/Pdt.P/2010/PA.SAL
SM
AG
29 Sep 2010
MM – AG
20
29 Sep 2010
0033/Pdt.P/2010/PA.SAL
NH
BR
13 Okt 2010
MM – RB
21
27 Okt 2010
0035/Pdt.P/2010/PA.SAL
DS
GT
15 Nop 2010
NR – HN
22
01 Nop 2010
0036/Pdt.P/2010/PA.SAL
KH
GT
22 Nop 2010
NR – HN
23
10 Nop 2010
0038/Pdt.P/2010/PA.SAL
SN
PG
13 Des 2010
NR – HN
24
11 Nop 2010
0039/Pdt.P/2010/PA.SAL
HR
SD
16 Des 2010
MM – RB
25
24 Nop 2010
0040/Pdt.P/2010/PA.SAL
PI
KL
21 Des 2010
FR – WD
39
D. Profil Pasangan Nikah Dini 1. Pasangan AP – ES (Pemohon KD) KD adalah seorang pedagang yang beraktifitas mulai pagi hari hingga malam hari yang beralamat di SD. KD memiliki seorang anak perempuan bernama AP. Pada tanggal 14 Januari 2010, KD mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga untuk anak perempuannya setelah menamatkan pendidikan tingkat SMP. AP dinikahkan dengan seorang laki-laki bernama ES yang merupakan teman dekatnya sewaktu sekolah. Pengajuan dispensasi ini dikarenakan pengakuan AP kepada orang tuanya kalau dirinya telah dihamili oleh ES. Kini AP dan ES tinggal disebuah perumahan di daerah tempat tinggalnya dengan membuka warung di rumahnya. 2. Pasangan FA – DH (Pemohon SR) FA terlahir dari seorang ayah bernama SR dan ibu bernama RM. Keduanya bekerja sebagai petani yang bertempat tinggal di GT. FA merupakan anak kedua SR dan RM. Setelah tamat pendidkan SMP, FA bekerja sebagai pedagang sayur keliling di tempat tinggalnya. Setelah 1 tahun menjadi pedagang sayur keliling, diketahui dari ibu kandungnya bahwa FA telah hamil 2 bulan. Sejak kehamilan itu, keluarga FA berusaha mencari solusi untuk menutupi hal tersebut dengan mencari tahu siapa laki-laki yang telah menghamili FA dan berniat untuk menikahkannya. Setelah mendapati laki-laki yang telah menghamili anaknya, usaha untuk menikahkan FA di KUA setempat ternyata mendapat penolakan
40
dengan alasan usia FA belum mencapai batas minimal yang ditentukan dalam undang-undang perkawinan. Tepatnya pada 12 April 2010, SR mengajukan dispensasi nikah dengan surat pengantar dari KUA untuk FA. Kini FA telah memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil dari seorang suami bernama DH yang bekerja sebagai buruh bangunan. 3. Pasangan AH – AP (Pemohon SL) GT adalah tempat kelahiran AH, 15 tahun yang lalu. Setelah duduk di kelas I SMA, AH mulai berani mengajak teman laki-lakinya ke rumah setelah selesai sekolah. Orang tua AH merasa tidak resah dengan hal yang dilakukan oleh AH karena menganggap hal itu wajar sebagai anak muda. Karena orang tua menganggap hal tersebut wajar, teman laki-laki AH lebih sering bermain ke rumah baik waktu siang maupun malam. Teman laki-laki AH bernama AP dan diketahui adalah kakak kelas di sekolahnya. Dengan kedekatan AH dan AP yang semakin tak terpisahkan, akhirnya pada semester II AH keluar dari sekolahnya atas permintaan orang tuanya. Orang tua AH sengaja mengeluarkan AH dari sekolahnya karena malu kepada tetangga karena AH ternyata telah hamil 1,5 bulan dan diketahui yang menghamilinya adalah laki-laki yang bernama AP teman sekolah yang sering bermain kerumahnya. Untuk menyelamatkan status anak yang dikandung AH, kemudian keluarga AH menemui keluarga AP untuk segera melamar AH secepatnya dan apabila tidak dipenuhinya maka keluarga AH mengancam akan melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib. Dengan desakan oleh
41
keluarga AH, akhirnya proses melamar dilakukan oleh keluarga AP dan pada tanggal 9 Mei 2010 dilangsungkan resepsi pernikahan antara keduanya. 4. Pasangan EI – HS (Pemohon HR) HR memiliki 4 orang anak terdiri dari 1 anak laki-laki dan 3 anak perempuan yang bertempat tinggal di GT. Anak ketiganya bernama EI. Di tempat tinggalnya, EI dikenal oleh tetangganya sebagai anak yang memiliki kepribadian yang jauh berbeda dari saudara-saudaranya. Setelah putus sekolah di tingkat SMP, EI lebih suka bermain dengan teman-temannya dan bahkan sering tidak pulang ke rumah orang tuanya. Sejak itu, HR yang bekerja sebagai buruh tani merasa sangat jengkel dan bosan untuk memberikan teguran. Selain keluarganya, tetangga juga sering menegur dan menasehatinya tentang keseharian EI namun hasilnya nihil. Ternyata kekhawatiran keluarga dan tetangganya terbukti. Pada akhir bulan April 2010 kakak kandung perempuannya mendapati kabar dari teman sepermainan EI kalau EI hamil. Kemudian kakak perempuan EI memberitahukan kepada orang tuanya. Meskipun sudah jengkel dan bosan, orang tua EI tetap berusaha untuk menghadapi masalah yang telah dihadapi EI. Orang tua EI berusaha mencari tahu dari teman-teman sepermainan EI tentang siapa yang telah menghamili EI. Orang tuanya berniat untuk menikahkan keduanya secepatnya.
42
Setelah pencarian dilakukan, akhirnya orang tua EI mendapati bahwa HS adalah laki-laki yang telah menghamili anaknya. HS adalah seorang buruh bangunan yang tempat tinggalanya tidak jauh dari tempat tinggal EI. Kini EI dan HS telah resmi menjadi pasangan suami istri, mereka bertempat tinggal di KP sambil berjualan di tempat rekreasi yang ada di daerah tempat tinggalnya. 5. Pasangan HN – EW (Pemohon SR) Terlahir di GT dari seorang ayah pensiunan guru, HN tidak terlalu lancar dalam menuntut ilmu. Terbukti pada sekolah dasar saja HN pernah tidak naik kelas selama 2 kali. Merasa memiliki kelemahan dalam hal kemampuan belajar, HN meminta kepada orang tuanya untuk sekolah hanya sampai tamat di bangku SMP. Keseharian HN setelah tidak berkeinginan sekolah lagi di tingkat SMA hanya sekedar bermain dan berkumpul dengan teman sebayanya yang putus sekolah. Satu tahun berjalan, orang tua HN merasa resah akan sikap dan kesehariannya yang sulit untuk diatur serta sering tidak pulang kerumah Puncaknya pada awal Mei 2010, orang tua teman perempuan HN mendatangi rumah orang tua HN untuk meminta pertanggung jawaban HN terhadap apa yang telah dilakukan kepada EW yang masih duduk di kelas I SMA. Dengan bertemunya kedua keluarga itu, kemudian didapat kesepakatan untuk menikahkan keduanya meski HN belum berusia 19 tahun.
43
6. Pasangan JH – RK (Pemohon KR) JH adalah anak ketiga dari pasangan KR dan RM. Kini JH bekerja sebagai penjaga kios pulsa yang ada didekat rumahnya di desa SD. R usia 9 bulan adalah anak pertamanya dengan RK. JH menikah dengan RK sebelum menamatkan pendidikan SMK karena wanita yang dipacarinya hamil akibat perbuatannya. RK yang merupakan lulusan SMP dan tidak melanjutkan pendidikan lagi hanyalah seorang anak yang kesehariannya membantu orang tuanya dalam mengelola usaha keluarga yaitu membuat tahu rumahan. JH dan RK kini telah memiliki rumah sendiri yang letaknya tidak jauh dari rumah KR dan keduanya kini sedang berusaha mengembangkan usaha pembuatan tahu milik orang tua RK. 7. Pasangan IS – EP (Pemohon WS) IS duduk di kelas I di sebuah SMP swasta di daerah BR pada tahun pelajaran 2009/ 2010. IS terlahir dari pasangan suami isteri WS dan SU yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Hidup di sebuah desa tidak menghalangi IS untuk menikmati hari-harinya bersama teman-teman sebayanya. IS dikeluarkan dari sekolahnya pada pertengahan semester II karena sering tidak masuk sekolah. Dari keterangan teman sekolahnya tidak diketahui alasan mengapa IS sering tidak masuk sekolah. Orang tua menaruh curiga atas dikeluarkannya IS dari sekolah karena alasan sering tidak berangkat sekolah.
44
Untuk mendapatkan kejelasan, orang tua IS kemudian menanyakan langsung kepada IS. Awalnya, IS tidak mau memberikan penjelasan sedikitpun kepada orang tuanya. Atas desakan dari keluarga dan kerabatnya, IS kemudian menceritakan apa yang sebenarnya telah dialaminya. IS mengaku telah melakukan kesalahan besar yang membuat keluarga besarnya kecewa. IS mengaku hamil dari seorang laki-laki bernama EP yang memacarinya sejak setahun yang lalu. Karena malu apabila teman-temanya mengetahui kalau dirinya telah hamil, maka IS sering tidak masuk sekolah. Dari pengakuan IS tersebut, kemudian pihak keluarga menemui keluarga EP untuk segera memacahkan masalah ini karena IS masih duduk di kelas I SMP. Kesepakatan kedua keluarga akhirnya berniat untuk segera menikahkan keduanya di KUA setempat. Ternyata KUA setempat tidak berani menikahkan mereka karena IS masih dibawah usia 16 tahun. Kemudian KUA setempat memberikan surat pengantar kepada keluarga IS untuk meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga. Keluarga IS kemudian pada tanggal 14 Juli 2010 mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga. Pada tanggal 4 Agustus 2010 sidang atas permohonan keluaraga IS dilaksanakan. Hasil dari persidangan diperoleh bahwa permohonan dispensasi WS untuk menikahkan anaknya dibatalkan oleh Pengadilan Agama Salatiga dengan alasan usia yang dimiliki IS (13 tahun) yang baru
45
duduk di kelas I bangku SMP masih jauh dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Merasa pasrah dengan hasil penetapan dari Pengadilan Agama, keluarga IS kemudian menunda terlebih dahulu rencana pernikahan IS dengan EP sampai usianya tercukupi namun tidak memberikan izin keduanya untuk tinggal serumah. 8. Pasangan AM – AF (Pemohon TM) AM terlahir dari orang tua TM dan KS, 15 tahun yang lalu di desa TG. AM adalah seorang anak yang memiliki kepribadian tertutup. Jumlah saudara AM ada 4 dan AM merupakan anak yang tertua. Setelah lulus dari sekolah menegah pertama, AM memutuskan tidak melanjutkan sekolah lagi karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Meski memiliki kepribadian tertutup, AM dikenal tetangga sekitar rumahnya sebagai anak yang selalu berpenampilan mewah dan berbeda dengan adik-adiknya meski terlahir dari keluarga tidak punya. Tak jarang banyak tetangganya yang sering membicarakan tentang keseharian AM. AM kini telah memiliki suami bernama AF. Mereka menikah pada akhir bulan Agustus 2010. AM dinikahkan orang tuanya karena AM diketahui hamil sebelum menikah. Orang tua AM menikahkan AM dengan AF yang mengaku bertanggung jawab atas kehamilan AM. AF bekerja sebagai kernet angkota di daerah tempat tinggal AM sedang AM hanya di rumah membantu menjahit orang tuanya yang memiliki usaha konveksi. AM dan AF bertempat tinggal bersama di rumah orang tua AM sejak keduanya menikah.
46
9. Pasangan DR – YL (Pemohon EI) EI adalah orang tua tunggal dari DR yang tinggal di perumahan TG. DR hanya tinggal bersama ibunya sejak 2 tahun yang lalu karena ayahnya bercerai dengan ibunya. Juni 2010 DR baru saja menamatkan pendidikan SMP. Setelah perceraian orang tuanya, keseharian DR memang berubah drastis dibanding sebelumnya. Kesibukan ibunya bekerja membuat DR kurang mendapat perhatian dalam kesehariannya. Berbeda dengan anak usianya, DR sering bergaul dengan orangorang yang lebih dewasa dari usianya. Tak jarang tetangganya berkali-kali memberikan teguran dan nasehat untuk menjaga sikapnya sebagai seorang perempuan. Pada tanggal 19 Agustus 2010, orang tua DR mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Salatiga karena diketahui kalau DR telah hamil 1 bulan. Hal itulah yang menjadikan EI segera mengambil sikap untuk menghindarkan DR dari prasangka buruk lainnya. DR dinikahkan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Laki-laki itu adalah YL seorang perantau asal daerah Semarang yang bekerja sebagai karyawan pabrik. DR dan YL kini tinggal bersama EI di perumahan di daerah TG. 10. Pasangan TL – DU (Pemohon SM) Setelah pulang merantau 4 tahun yang lalu dari Papua, SM dan keluarga menempati rumah yang dulu ditinggalinya di daerah AG. Salah satu anak laki-lakinya bernama TL, semua pendidikannya (SD-SMP) ditempuhnya saat masih tinggal di Papua.
47
Karena ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan, TL tidak lagi melanjutkan pendidikan di SMA, TL memilih untuk berdagang buah di daerahnya. Meskipun kesehariannya sibuk mengurusi pelanggan di kios buahnya, TL juga tetap masih suka bermain-main dengan rekan-rekan seusianya. TL mengelola kios sendirian tanpa ada karyawan. Namun para tetangga yang sering membeli buah di kiosnya, merasa heran kalau setiap membeli pasti yang melayani adalah seorang wanita yang seusia TL. Diketahui, ternyata wanita itu bernama DU teman dekat TL yang tidak lagi meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya. Dua tahun berdagang buah dan merasa menikmati hasilnya, TL meminta orang tuanya untuk melamar DU. Orang tuanya berusaha untuk menunda keinginan TL untuk melamarkan DU karena merasa TL harus mempersiapkan segalanya terlebih dahulu. Akhirnya dengan alasan yang disampaikan TL kepada orang tuanya, tak disangka ternyata TL meminta orang tuanya untuk secepatnya melamarkan DU adalah karena TL telah menghamili DU. Tanpa berpikir panjang lagi orang tua TL kemudian mengikuti keinginannya. 11. Pasangan IS – PR (Pemohon HR) IS dilahirkan di SD pada bulan Desember tahun 1994. IS tamat sekolah dasar pada tahun 2006 dan sekolah menegah pertama pada tahun 2010. Orang tua IS merupakan orang tua yang dibilang berkecukupan. Hal
48
ini karena orang tuanya memiliki usaha bengkel cat mobil yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Segala kebutuhan hidup IS hampir semuanya dicukupi oleh orang tuanya. Namun, dengan segala hal yang tercukupi tersebut membuat IS sering berfoya-foya dengan teman-temannya. Setelah lulus SMP dan ingin melanjutkan ke SMA, orang tua IS mendapati perubahan sikap IS yang suka menyendiri dan sering berada di kamar tidurnya. Orang tua IS berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi pada anak satu-satunya itu. Dengan segala daya upaya dan bujuk rayu, akhirnya IS mau bercerita tentang apa yang telah dialaminya kepada ibunya. IS mengaku bahwa dirinya telah hamil dan hal itu dilakukan ketika masih tinggal di kelas III SMP dengan teman dekatnya yang bernama PU seorang karyawan pabrik dikota itu. E. Gambaran Umum Tentang Pasangan Nikah Dini Pernikahan dini pada umumnya didahuli dengan proses pacaran. Pada masa sekarang pacaran dianggap sesuatu hal yang wajar bila masih di dalam batas-batas yang ditentukan. Kenyataannya, banyak pasangan remaja yang melewati batas-batas itu dan secara sadar atau tidak sadar, mereka sudah mengarah kepada pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini lebih dikenal dengan istilah “Pernikahan Dini”. Pernikahan dini pada umumnya merupakan married by accident (MBA). 11 (sebelas) dari 25 (dua puluh lima) permohonan dispensasi usia pernikahan di Pengadilan Agama Salatiga dari bulan Januari sampai dengan Nopember
49
2010, kesemuannya merupakan married by accident (MBA) dan rata-rata pelakunya adalah anak usia sekolah yang tidak lagi sekolah dan belum bekerja. Dengan kata lain, pernikahan dini karena married by accident (MBA) yang terjadi disebabkan karena adanya kenakalan remaja (pergaulan bebas) yang dipengaruhi oleh: 1. kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama, 2. kurang kasih sayang dan pengawasan orang tua yang sibuk bekerja, 3. pergaulan dengan teman yang tidak sebaya, 4. tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah, 5. kurangnya pendidikan seks usia dini, 6. tidak adanya media penyalur bakat dan hobi, 7. peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif, 8. kebiasaan yang berlebihan, 9. adanya masalah yang dipendam, F. Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Proses untuk mendapatkan penetapan dispensasi nikah sebagai berikut: Surat Permohonan diserahkan ke Panitera Muda Permohonan untuk didaftar/ dicatat dalam buku register. Wakil Panitera selanjutnya menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera. Panitera melakukan register perkara melalui Sub. Kepaniteraan. Panitera menyerahkan kepada Ketua Pengadilan Agama (selambat-lambatnya pada hari kedua setelah surat
50
diterima di bagian Kepaniteraan) yang selanjutnya Ketua Pengadilan Agama mencatat dalam buku ekspedisi dan mempelajarinya Ketua Pengadilan Agama menyampaikan kembali berkas perkara ke Panitera dengan disertai penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH) selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak surat didaftarkan. Panitera menyerahkan berkas perkara kepada Majelis/ Hakim yang ditunjuk. Panitera menunjuk seorang atau lebih panitera pengganti untuk diperbantukan kepada Majelis Hakim. Setelah Majelis/ Hakim menerima berkas perkara maka Hakim Ketua/ Hakim harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS). Permohonan dispensasi nikah bersifat voluntair (tidak ada lawan). Sehingga proses penyelesaiannya lebih cepat dibandingkan dengan perkara perdata lainnya. Hal ini sesuai dengan azaz hukum acara perdata yang menyebutkan bahwa peradilan bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan. Produk dari permohonan dispensasi nikah adalah bersifat penetapan. Jika pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka pihak pemohon dapat mengajukan upaya kasasi. .
51
Gambaran Tentang Proses Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah
SIDANG V
SIDANG IV
SIDANG III
SIDANG II
MAHKAMAH AGUNG SIDANG I
HAKIM/ MAJELIS HAKIM
K P A*
KASASI HAKIM
K P A*
PANITERA
SIDANG VIII
Pemanggilan pihak-pihak
SIDANG VII
PANITERA PENGGANTI SIDANG VI
PANITERA
PERMOHONAN
Di Pengadilan Agama Salatiga
PENGADILAN TINGGI PUTUSAN
PANITERA PENGGANTI PANITERA
PENYERAHAN SALINAN PENETAPAN
K P A*
SELESAI
HAKIM
* K P A : Ketua Pengadilan Agama
52
G. Hasil Sidang Permohonan Dispensasi Nikah Pengadilan Agama dapat memberikan dispensasi nikah setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya. Keterangan tersebut dapat berupa alasan yang digunakan dalam permohonan, bukti surat, dan saksi. Setelah mendengarkan keterangan dan mendapatkan fakta hukum dalam persidangan, maka hasil sidang permohonan dispensasi nikah adalah: 1. Permohonan Dispensasi Nikah Dibatalkan Permohonan dispensasi nikah dinyatakan batal karena usia dari salah satu atau keduanya (calon mempelai) masih jauh dari batas minimal dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria. Hasil penetapan ini diberikan untuk pasangan IS dan EP atas pemohon WS pada tanggal 4 Agustus 2010. 2. Permohonan Dispensasi Nikah Ditetapkan/ Dikabulkan Permohonan dispensasi nikah ditetapkan/ dikabulkan karena adanya pertimbangan hakim dari beberapa aspek. Antara lain: alasan atau dalil-dalil yang menguatkan permohonan, bukti surat yang valid, keterangan saksi yang memperkuat permohonan dan fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan. Dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan, Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah untuk memberikan penetapan atas permohonan dispensasi nikah karena
53
ketentuan pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta keluarga). Kaidah Fiqh yang mengandung konsep menjaga kemaslahatan dan menolak kemudharatan adalah (Khalaf, 1974:208):
ﺪ ﻔﻊ ﺍﻠﻤﻀﺎﺮ ﻣﻗﺪ ﻡ ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺏ ﺍﻠﻣﻧﺎ ﻔﻊ Artinya: Meninggalkan kemudharatan itu didahulukan daripada menarik manfaat. Sejalan dengan kaidah fiqh di atas, kaidah fiqh lain yang digunakan sebagai pertimbangan oleh majelis hakim dalam penetapan pengajuan permohonan dispensasi yang mengandung konsep mashlahah mursalah nikah adalah:
ﺪ ﺮﺃ ﺍﻠﻤﻔﺎ ﺴﺪ ﻣﻗﺪ ﻢ ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺐ ﺍﻠﻣﺼﺎ ﻠﺢ Artinya:
Menghindari
kerusakan
lebih
utama
daripada
mendatangkan kemaslahatan. Hasil penetapan ini diberikan untuk seluruh permohonan dispensasi yang terdaftar dalam buku register Pengadilan Agama Salatiga bulan Januari sampai dengan Nopember 2010 kecuali untuk pasangan IS dan EP atas pemohon WS pada tanggal 4 Agustus 2010.
54
BAB IV ANALISIS DATA
A. Faktor-Faktor Yang Mendorong Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga 1. Pasangan AP – ES (Pemohon KD) a. Hamil setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini disebabkan oleh: 1) kurangnya pengawasan dari KD terhadap keseharian AP karena sibuk dengan pekerjaannya 2) peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif mudah di akses di daerah tempat tinggal AP 3) kurangnya bimbingan kepribadian yang didapat AP semasa sekolah 2. Pasangan FA – DH (Pemohon SR) a. Hamil setelah 1 tahun lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini disebabkan karena: 1) dasar-dasar ajaran agama dari anggota keluarga FA masih rendah 2) pergaulan FA dengan teman yang tidak sebaya 3) tidak adanya pendidikan seks usia dini yang didapat oleh FA 3. Pasangan AH – AP (Pemohon SL) a. Hamil ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dikarenakan: 1) kurang tegasnya SL dalam mendidik dan mengawasi pergaulan AH
55
2) kurang harmonisnya hubungan tetangga di lingkungan tempat tinggal AH 3) kurangnya pemahaman ajaran agama oleh keluarga AH 4) tidak adanya bimbingan kepribadian di sekolah AH 5) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk AH b. Menyelamatkan status anak yang di kandung AH pasca melahirkan 4. Pasangan EI – HS (Pemohon HR) a. Hamil setelah putus sekolah di tingkat pertama (SMP). Hal ini terjadi karena: 1) kurang adanya komunikasi HR dengan EI dirumah 2) kurang kasih sayang dan perhatian dari HR kepada EI 3) pergaulan EI dengan teman yang tidak sebaya 4) adanya masalah yang dipendam oleh EI b. Menutupi aib keluarga 5. Pasangan HN – EW (Pemohon SR) a. Menghamili pacar yang masih sekolah di tingkat atas (SMA) Kelas I. Hal ini disebabkan karena: 1) kurangnya pengawasan SR terhadap keseharian HN 2) kurangnya komunikasi HN terhadap anggota keluarganya 3) rendahnya pendidikan agama yang dimiliki keluarga HN 4) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk HN 5) HN memiliki masalah yang terpendam b. Menutupi aib keluarga
56
6. Pasangan JH – RK (Pemohon KR) a. Menghamili pacar setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini dikarenakan oleh: 1) kurangnya komunikasi JH dengan anggota keluarga yang lain 2) kurangnya pengawasan KR terhadap keseharian JH 3) dasar-dasar agama yang dimiliki JH masih kurang 4) pendidikan seks usia dini yang didapat JH masih kurang 7. Pasangan IS – EP (Pemohon WS) a. Hamil ketika masih duduk di kelas I Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini disebabkan oleh: 1) kurangnya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh IS dari orang tuanya 2) adanya masalah yang dipendam IS 3) kurangnya pendidikan seks usia dini yang didapat IS 4) kurangnya pemahaman ajaran agama yang dimiliki IS 5) tidak didapatkannya bimbingan kepribadian disekolah IS b. Menutupi aib keluarga c. Menyelamatkan status anak yang dikandung IS setelah terlahir 8. Pasangan AM – AF (Pemohon TM) a. Hamil sebelum ada ikatan pernikahan. Hal ini disebabkan oleh: 1) kurangnya pengawasan dari TM terhadap keseharian AM 2) pergaulan AM dengan teman yang tidak sebaya 3) kurangnya komunikasi AM kepada orang tuanya
57
9. Pasangan DR – YL (Pemohon EI) a. Hamil setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini disebabkan oleh: 1) kurangnya kasih sayang yang didapat dari kedua orang tua karena DR adalah korban perceraian 2) kurangnya pengawasan EI sebagai orang tua tunggal terhadap keseharian DR karena sibuk bekerja 3) pergaulan DR dengan teman yang tidak sebaya 4) kurangnya pendidikan kepribadian yang diperoleh DR sewaktu sekolah 5) kurangnya pemahaman ajaran agama yang dimiliki DR 10. Pasangan TL – DU (Pemohon SM) a. Menghamili pacar. Hal ini terjadi karena: 1) kurangnya pengawasan terhadap keseharian TL oleh SM 2) pergaulan TL dengan teman yang tidak sebaya 3) pendidikan agama dari orang tua TL masih kurang 4) peran dari kemajuan IPTEK yang berdampak negatif mudah ditemukan di daerah tempat tinggal TL 11. Pasangan IS – PR (Pemohon HR) a. Hamil setelah lulus sekolah tingkat menengah pertama (SMP). Hal ini dikarenakan oleh: 1) dasar-dasar ajaran agama yang dimiliki IS masih kurang 2) kurangnya pengawasan orang tua IS terhadap pergaulan IS
58
3) pergaulan IS yang tidak terkontrol oleh HR 4) peran dan perkembangan IPTEK yang berdampak negatif mudah di jangkau di daerah IS 5) tidak adanya media penyalur bakat dan hobi untuk IS 6) adanya masalah IS yang terpendam 7) kebiasaan IS yang hidup berlebihan Secara
keseluruhan,
faktor-faktor
yang
mendorong
pengajuan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga tidak memiliki pengaruh terhadap boleh atau tidaknya seseorang untuk melaksanakan pernikahan. Dalam konteks hukum Islam, asalkan seseorang telah baligh dan terpenuhinya syarat sah dan rukun pernikahan maka tidak ada larangan untuk melaksanakan pernikahan. Tidak jauh berbeda dengan ketentuan hukum Islam, hukum negara juga tidak melarang seseorang melaksanakan pernikahan meskipun tidak ada faktor-faktor seperti yang diajukan dalam permohonan dispensasi nikah asalkan terpenuhinya usia pria dan wanita yang dijelasakan dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena pernikahan diatur baik dalam hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam/ KHI) maupun hukum negara (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974), maka keduanya harus terpenuhi tanpa mengesampingkan dari salah satunya. Karena hukum Islam dan hukum negara adalah kedua hal yang saling melengkapi dan menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia pada masa kini dan masa depan.
59
B. Pertimbangan Yang Digunakan Oleh Hakim Dalam Menetapkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Salatiga Pengadilan Agama Salatiga tidak serta merta menerima semua permohonan dispensasi nikah yang masuk. Permohonan dispensasi nikah yang diterima adalah permohonan yang didukung dengan alasan-alasan yang mendasar yang dapat memperkuat permohonan tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan sebuah penetapan atas permohonan dispensasi nikah dari Pengadilan Agama Salatiga, Majelis Hakim mengambil pertimbangan yang meliputi beberapa aspek, yaitu: 1. alasan atau dalil-dalil yang menguatkan permohonan, 2. bukti surat yang valid, 3. keterangan saksi yang memperkuat permohonan, 4. fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan. Dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan, Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah untuk memberikan penetapan atas permohonan dispensasi nikah karena ketentuan pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta keluarga). Konsep mashlahah mursalah yang terdapat dalam kaidah fiqh dan dijadikan pertimbangan dalam penetapan permohonan dispensasi nikah adalah:
60
ﺪ ﺮﺃ ﺍﻠﻤﻔﺎ ﺴﺪ ﻣﻗﺪ ﻢ ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺐ ﺍﻠﻣﺼﺎ ﻠﺢ Artinya: Menghindari kerusakan lebih utama daripada mendatangkan kemaslahatan. Dengan kata lain, apabila dihadapkan kepada dua pilihan antara menghindari kerusakan atau mafsadat di satu sisi dan menggapai kemaslahatan atau kebaikan di sisi lain, maka yang harus diutamakan adalah menghindari kerusakan daripada melakukan hal yang dapat menyebabkan sebagian kemaslahatan atau kebaiakn (penetapan untuk permohonan dispensasi nikah karena usia yang masih dibawah ketentuan perundangundangan yang berlaku dan telah hamil, lebih diutamakan dari pada pembatalan untuk permohonan dipensasi nikah karena usia masih dibawah ketentuan perundang-undangan yang berlaku). Kemudharatan yang ditimbulkan dari pembatalan permohonan dispensasi karena usia di bawah ketentuan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah hamil meliputi: 1. terjadinya perselisihan antara kedua keluarga yang bersangkutan, 2. status ayah untuk anak yang terlahir dari ibu yang melahirkan sebelum menikah tidak diakui oleh hukum negara, 3. tidak adanya tanggung jawab dari pihak laki-laki yang telah menghamili wanita sebelum menikah pasca melahirkan, 4. wanita yang hamil sebelum ada ikatan pernikahan dan melahirkan akan menjadi orang tua tunggal.
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor yang mendorong pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Salatiga disebabkan karena kenakalan remaja pada usia sekolah dan belum bekerja. Kenakalan remaja yang dilakukan adalah pergaulan bebas antara seorang pria dan wanita yang berujung pada hamilnya seorang wanita. Solusi yang sering diambil adalah menikah dalam usia dini dengan kata lain married by accident (MBA). Hal ini terjadi karena kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama, kurang kasih sayang dan pengawasan orang tua yang sibuk bekerja, pergaulan dengan teman yang tidak sebaya, tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah, kurangnya pendidikan seks usia dini, tidak adanya media penyalur bakat dan hobi, peran dari perkembangan IPTEK yang berdampak negatif, kebiasaan yang berlebihan, dan adanya masalah yang dipendam. 2. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan atau aturan khusus mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan dispensasi nikah, Majelis Hakim mengambil pertimbangan yang meliputi beberapa aspek, yaitu alasan atau dalil-dalil yang menguatkan permohonan, bukti surat yang valid, keterangan saksi yang memperkuat permohonan, fakta-fakta
62
hukum yang ditemukan dalam persidangan kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah karena ketentuan pembatasan umur dan dispensasi nikah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua calon mempelai beserta keluarga). B. Saran Saran yang dapat disampaikan penulis adalah: 1.
Perlunya keterlibatan semua pihak (masyarakat dan pemerintah) untuk ikut serta melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan hukum Islam beserta peraturan pelaksana dan ketentuan perundang-undangan yang terkait.
2.
Pengadilan Agama, dalam menetapkan dispensasi nikah harus menggali lebih dalam lagi fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan sehingga dispensasi nikah diperoleh bagi calon mempelai yang benarbenar belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bukan karena faktor lainnya.
3.
Pemerintah atau lembaga terkait, memberikan pemahaman kepada masyarakat luas terhadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan usia dini.
4.
Perlunya keterlibatan semua pihak untuk ikut serta mengawasi pemberlakuan
Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1974
Tentang
Perkawinan. Masyarakat harus tegas melaporkan berbagai tindakan pelanggaran dan di satu sisi para penegak hukum pun harus ikut siap
63
menanggulanginya. Kedua pihak ini menjadi keharusan dalam rangka menjaga efektifitas, fungsi, dan kedudukan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 5.
Pemerintah,
dalam
hal
ini
pembuat
undang-undang
hendaknya
menyelaraskan batas usia antara Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sehingga tercapai unifikasi hukum dalam menindaklanjuti adanya perkawinan di bawah umur.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman. 1997. Perkawinan Dalam Syari’ah Islam. Jakarta:Rineka Cipta Abidin, Slamet dan Aminudin. 1999. Fiqh Munakahat. Bandung:Pustaka Setia Al Qur'an dan Terjemahannya Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Cet. VIII. Jakarta:Rineka Cipta Azhar, Basyir Ahmad. 2004. Hukum Perkawinan Islam Cet. 10. Yogyakarta:UII Pers Darori, Amin. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa Cet. I. Yogyakarta:Gama Media Ghazaly, Abdurahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta:Prenada Media Hamdini, H. S. A. 2002. Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:Pustaka Amini Hoerudin, Ahrum. 1999. Pengadilan Agama. Bandung:PT. Citra Aditya Hurlock, L. B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Perdebatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta:Erlangga Kampono, Nugroho. 2007. Pernikahan Dini Tingkatkan Risiko Kanker Servic. Semarang:Kelud Raya Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Wanita Jilid I: Gadis Remaja dan Wanita Remaja. Bandung:Alumni Khalaf, Abdul Wahab. 1972. Ilmu Ushul Fiqh. Cetakan ke IX. Jakarta-Indonesia Kompilasi Hukum Islam. 2000. Departemen Agama
Kurdi, Moh Fadal. 2008. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta:CV. Artha Rivera Mapreare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya:Usaha Nasional Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Muhyidin, Muhammad. 2006. Meluruskan Kesesatan Berpikir Seputar Nikah Dini. Yogyakarta:Diva Pers Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia Rachmaliansari, Elisa. 2005. Pentingnya Periksa Kesehatan Pra-Nikah. Metrobanjar Online Rasyid, Roihan. 1990. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada Sa'id, Umar. 1996. Hukum Islam di Indonesia: Tanggung Jawab Suami Isteri Dalam dan Pasca Perkawinan Cet I. Surabaya:CV. Cempaka Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:UII Pers Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Yogyakarta:UII Pers Soekanto, Suryono dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat Cet. V. Jakarta:Raja Grafindo Persada Soemiyati. 1997. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Yogyakarta:Liberty Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta:PT. Pradnya Paramita Subekti, R dan Tjitrosudibio, R. 2004. Undang-undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak. Bandung:Citra Umbara
Syarifudin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta:Prenada Media Tanjung, Ihsan dan Siti Aisyah Nurmi. 2005. Konsep Pernikahan Dini. Rubrik Konsultasi Keluarga. Era Muslim.Com Yanggo, Chuzaimah dan Hafidz T Anshary. 1996. Problematika Hukum Islam Kotemporer. Jakarta:Pustaka Firdaus Yusuf,
Abdussalam.
2006.
Nikah
Yogyakarta:Media Insani
MMB
(Mudah,
Murah,
Barokah).