PENERJEMAHAN AL-QUR’AN DI INDONESIA “Sejarah, Perkembangan, dan Problematikanya” Oleh: Mohamad Yahya* *) Dosen Prodi IAT STAI Sunan Pandanaran, Yogyakarta
A. Pendahuluan Persoalan penerjemahan al-Qur’an selalu penting dan menarik untuk diperbincangkan. Hal ini, paling tidak, disebabkan oleh dua hal. Pertama, jamak umat Muslim Indonesia tidak mengetahui seluk-beluk bahasa Arab dan tingginya akan kebutuhan terhadap terjemahan al-Qur’an. Kedua, problem teoretis yang mengalami kejumudan. Dua persoalan mendasar ini tidak hanya berimplikasi pada kertas kerja kaum intelektual. Lebih jauh, keterlambatan gerak langkah pengembangan kajian hingga persoalan pengkafiran kerap memenuhi aras wacana perbincangan terjemahan al-Qur’an. Artikel ini disusun dalam tiga kepentingan. Pertama, mengkaji problem teoretik yang telah mengalami kejumudan dan berusaha untuk mencairkannya. Problem teoretik ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai salah satu ‘biang keladi’ lambatnya perkembangan terjemahan al-Qur’an di Indonesia. Kedua, mencari model kajian baru yang, dalam hemat penulis, lebih relevan untuk menjawab tantangan kehidupan keagamaan saat ini yang semakin kompleks. Kajian yang selama ini dilakukan, utamanya dalam literatur ulumul Qur’an, dihegemoni oleh dua tipologi metode terjemahan yang ujung-ujungnya berbicara
persoalan
halal-haram.
Padahal,
problem
dan
tantangan
penerjemahan al-Qur’an lebih dari sekedar persoalan tersebut. Sebelum dua persoalan utama tersebut dibicarakan lebih lanjut, persoalan ketiga, sejarah dan perkembangan
penerjemahan
al-Qur’an
di
Indonesia,
penting
untuk
dieksplorasi terlebih dahulu sebagai potret dan titik pijak dari dua persoalan penting yang dibicarakan dalam artikel ini.
1
B. Sejarah dan Perkembanangan Penerjemahan al-Qur’an di Indonesia Sejarah penerjemahan al-Qur’an di Indonesia dapat diklasifikasikan dalam dua hal, yakni lisan dan tulis. Penerjemahan lisan menjadi jenis tersendiri karena memang secara faktual Islamisasi Indonesia telah beriringan dengan proses penerjemahan lisan al-Qur’an itu sendiri. Demikian pula pada saat ini, dalam konteks dakwah maupun studi penerjemahan lisan juga telah biasa dilakukan. Sedangkan untuk penerjemahan tulis al-Qur’an, pada dasarnya penulis hendak mengklasifikasikannya dalam dua jenis, yaitu penerjemahan tafsir dan murni terjemahan. Namun demikian, salah satu problem teori penerjemahan al-Qur’an mengantarkan pada kesimpulan bahwa tidak ada penerjemahan al-Qur’an yang murni terjemahan, yang ada hanyalah tafsir. Meski demikian, pada akhirnya masyarakat tetap menganggap bahwa produk ini tafsir, produk itu terjemahan.
1. Lisan A.H. Johns (2009:50) mengatakan bahwa sekali komunitas Muslim terbentuk, maka proses pengajaran al-Qur’an menjadi suatu keniscayaan, termasuk Indoensia. Tidak ada keterangan pasti kapan penerjemahan alQur’an lisan kali pertama dilakukan oleh masyarakat Muslim Indonesia. Penulis meyakini proses itu berjalan secara natural seiring dengan proses islamisasi nusantara yang dilakukan oleh para penyebar Islam, utamanya dalam proses pengajaran keagamaan maupun pengajaran al-Qur’an, secara khusus. Pengenalan awal terhadap al-Qur’an oleh penyebar Islam merupakan hal penting, karena al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Keharusan memahami isi al-Qur’an merupakan perihal yang tidak bisa ditolak jika seseorang ingin menjadi Muslim yang baik. Pengajaran alQur’an kali pertama diberikan memang tidak membidik bagaimana teks itu dipahami, tetapi pada bagaimana ia dibaca. Mahmud Yunus (1984:24) menganalisis bahwa sistem pendidikan Islam pertama di Indonesia telah memperlihatkan bagaimana al-Qur’an telah diperkenalkan pada setiap
2
Muslim sejak kecil melalui kegiatan yang dinamai “Pengajian al-Qur’an” di Surau, Langgar, dan Masjid. Selain tergambar dalam sistem pendidikan pesantren, penerjemahan lisan al-Qur’an juga kerap terlihat dan terdengar dalam ceramah-ceramah keagamaan. Terdapat dua pola yang dilakukan oleh penceramah, ada yang menerjemahkannya setelah membacakan teks Arabnya, dan ada pula yang langsung menerjemahkan tanpa membaca teks Arabnya. Umumnya, penerjemahan yang dilakukan oleh para penceramah ini merupakan hasil olah pikirnya sendiri (spontan), dalam arti tanpa merujuk pada karya terjemahan al-Qur’an tertentu (bukan hafalan). Bahkan, diantaranya ada yang menerjemahkannya sambil mengekspresikan mimik tutur-cerita. Namun demikian, tidak sedikit dari mereka yang merujuk pada terjemahannya Kementerian Agama. Pola terakhir ini biasanya dilakukan oleh para penceramah di televisi. Dalam konteks pendidikan modern saat ini, penerjemahan al-Qur’an secara lisan juga kerap terjadi di kelas-kelas perkuliahan atau proses belajarmengajar formal. Di saat-saat tertentu, utamanya di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan Islam lain, seorang dosen atau tenaga pengajar lain layaknya penceramah melakukan penerjemahan-penerjemahan al-Qur’an secara lisan. Umumnya, hal itu dilakukan dalam rangka melegitimasi suatu argumentasi ataupun refleksi atas suatu hal. Demikian halnya yang dilakukan oleh para mahasiswa atau murid, utamanya saat kelas tengah menggunakan metode diskusi dan seminar.
2. Tulisan Berbeda dengan terjemahan lisan, terjemahan tulis tidak integral bersama awal mula masuknya Islam di Indonesia atau Nusantara. Terlebih lagi, jika hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Islam identik dengan bahasa Arab, sementara masyarakat Indonesia mulanya tidak mengenal itu. Artinya, dibutuhkan waktu bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki kemampuan berbahasa-tulis Arab. Hal demikian ini juga pada
3
perkembangannya berhubungan dengan kemunculan pegon (bahasa lokal di Indonesia berhurufkan Arab) di Indonesia. Ada beberapa penahapan yang telah dibuat kaitannya dengan sejarah penerjemahan tulis al-Qur’an. Peter G Riddell (lihat 2009:400-4008), misalnya, penahapan yang dibuat olehnya didasarkan atas waktu. Riddell membagi penahapannya ke dalam tiga periode, yaitu: a.) Sekitar tahun 1500-1920; b.) Sekitar tahun 1920-1960; dan c.) Pertengahan tahun 1960sekarang. Berbeda dengan Johns (2009: 53), ia membuat tahapan tersebut atas dasar proses arabisasi Nusantara. Memang, Johns sendiri tidak bermaksud untuk membuat klasifikasi tersebut dalam konteks sejarah terjemah al-Qur’an—bahkan ia sendiri tidak menganggap klasifikasi tersebut tidak akurat, tetapi bagi penulis hal itu sangat berkaitan. Terlebih lagi, Johns banyak menggunakan naskah-naskah al-Qur’an sebagai contohnya. Di samping itu, ia juga memasukkan jenis terjemahan lisan dalam tahapannya. Namun demikian, dari keempat tahapan yang ia buat, satu diantaranya bagi penulis tidak relevan dalam konteks penerjemahan alQur’an. Tiga dari empat tahapan tersebut adalah: a.) Penerjemahan lisan kutipan-kutipan pendek al-Qur’an, umumnya adalah ayat-ayat atau surat yang biasa dibaca dalam ritual keagamaan harian, seperti salat; b.) Terjemahan antar-baris dan catatan-catatan pinggir dalam bahasa setempat, dengan memakai huruf yang sama; c.) Terjemahan antar-baris lengkap bagi seluruh teks.
C. Ekuevalensi: Problem Teoretis-Metodologis A.L. Tibawi (2009) dalam artikelnya menuturkan bahwa problem mendasar dari penerjemahan al-Qur’an adalah keyakinan umat Muslim sendiri terkait dengan statusnya kitab suci. Sebagai sebuah kitab suci, al-Qur’an diyakini sebagai kalamullah. Secara teologis, Allah sendiri memiliki sifat kalam dan mutakallim yang dikonsepsikan tidak seperti makhluknya. Dengan demikian, dalam wujudnya yang menggunakan bahasa Arab, al-Qur’an memiliki dua dimensi sekaligus, yakni insaniyyah dan ilahiyyah.
4
Masyarakat Muslim hingga hari ini tidak dapat melepaskan dimensi ilahiyyah al-Qur’an itu sendiri. Oleh sebab itu, pengalihbahasaan al-Qur’an ke dalam bahasa lain menjadi sangat problematis. Kerumitan-kerumitan ini pada perkembangannya disiasati dengan tafsir itu sendiri. Sehingga, secara mendasar tidak ada istilah terjemah itu sendiri, sebab yang ada hanyalah tafsir, meskipun terjemah pada hakikatnya adalah tafsir. Padahal, kebutuhan al-Qur’an dalam bahasa lain merupakan keniscayaan. Pada tahap ini, al-Qur’an dianggap korpus tertutup yang cenderung ahistoris. Sementara, jika dilihat dari masar kawnih wa takwinih, al-Qur’an merupakan korpus terbuka yang cenderung historis. Logika dimensi ilahiyyah tersebut juga mempengaruhi orientasi penerjemahan itu sendiri. Umumnya, penerjemahan al-Qur’an di Indonesia memiliki orientasi bahasa sumber (foreignization). Hingga hari ini sedikit karya terjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia yang berorientasi pada bahasa sasaran (domestication). Secara teoretis proses penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa lain mengandaikan transformasi kebudayaan itu sendiri. Jika orientasi penerjemahan al-Qur’an memulu pada bahasa sumber maka hasilnya dapat dipastikan nihil keberterimaan dari reseptor (lih. M. Yahya, 2014:17). Hal demikian ini disebabkan oleh minimnya tingkat kewajaran, ketepatan, dan kejelasan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, menurut penulis, penerjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia harus mengorientasikan pada bahasa sasaran (domestication). Hal demikian ini mengandaikan pengembalian alQur’an pada posisi sebagai korpus terbuka. Secara otomatis, asumsi tentang dimensi ilahiyyah akan al-Qur’an mesti dilepaskan sejenak terlebih dahulu. Perubahan orientasi dan pelepasan dimensi ilahiyyah akan mengarahkan pada terjemahan al-Qur’an yang wajar, tepat, dan jelas. Jika ketiga standar terjemahan tersebut mengalami peningkatan, maka keberterimaan terhadap produk terjemahan pun akan semakin meningkat. Problem-problem teoretis-teologis di atas mempengaruhi bagaimana kajian
terjemahan
al-Qur’an
dilakukan.
Secara
metodologis,
kajian
penerjemahan al-Qur’an yang terdapat dalam literatur ulumul Qur’an berhenti
5
pada pola tafsiriah-harfiah yang berujung pada fikih-oriented. Oleh sebab itu, penelitian dan pengembangan kajian terjemahan al-Qur’an tidak secepat kajian kitab suci lain, Alkitab misalnya. Menurut hemat penulis, pola kajian yang mesti dibangun terkait dengan terjemahan al-Qur’an harus bergerak pada pendekatan integarasi-interkoneksi. Sebagai kitab suci, al-Qur’an tidak berada pada ruang kosong. Ia terkait dengan ragam persoalan dan konteks yang teramat kompleks. Oleh sebab itu, penggunaan pendekatan integrasiinterkoneksi dalam mengkaji penerjemahan al-Qur’an, utamnaya di Indoensia, harus dilakukan dan dikampanyekan oleh stake-holders. Namun demikian, hal ini dapat dilakukan jika problem-problem teoretis-teologis di atas dapat terlampaui. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.
6
CURRICULUM VITAE A. Identitas Diri Nama Lengkap Tempat dan Tanggal Lahir Jenis Kelamin Alamat
Alamat Domisili Nama Ayah/Ibu Alamat Surel No. HP
: H. Mohamad Yahya, S.Th.I, M.Hum. : Cirebon, 16 Nopember 1986 : Laki-laki : Jl. Pande Blok Plambangan Jagapura Kidul Kec. Gegesik Kab. Cirebon Jawa Barat 45164 : Klampok RT 03 Sendangtirto, berbah, Sleman : H. Zakariya/Hj. Hindun :
[email protected] : +6285 659 844 267
B. Riwayat Pendidikan 1.Pendidikan Formal SD Negeri Jagapura Kulon Gegesik Cirebon Jawa Barat, 1998. MTs. Negeri Tambakberas Jombang Jawa Timur, 2001. MA. Mu’allimin Tambakberas Jombang Jawa Timur, 2006. S1 Tafsir dan Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. S2 Studi al-Qur’an dan Hadis Prodi Agama dan Filsafat Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012. 2. Pendidikan Non-Formal MDA. Hidayatul Islamiyyah Jagapura Kulon Gegesik Cirebon, 1998. MD. PP. Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, 2006. Ma’had ‘Aly PP. Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, 2007. C. Prestasi yang Pernah Diraih (Sejak 2010) Wisudawan Tercepat-Terbaik Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Periode II (April 2010). Wisudawan Tercepat-Terbaik Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Periode III (September 2012). Juara V Lomba Karya Ilmiah Tingkat Nasional, Lazuardi Birru, Jakarta, Desember 2012. D. Pekerjaan/Pengalaman Pekerjaan Staf Redaksi Tabloid Sunan Kalijaga News, Suka Press UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2008-2011) Staf Divisi Kajian dan Penelitian Pusat Studi al-Qur’an dan Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2010-Sekarang) Dosen Tetap Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran (STAISPA) Yogyakarta (2012sekarang)
7
E. Kegiatan yang Pernah Diikuti (Sejak 2009)
Nama Acara International Conference on Qur’anic Studies, “Grounding the Qur’an: Towards Transformative Qur’anic Studies” Internasional Public Lecture, “The Qur’an and HistoricalLiterary Criticism” Seminar Nasional, “Membudayakan Budaya Digital di Perguruan Tinggi” International Conference “Global Perspectives: Islam, Spiritualism, and Radicalism” Workshop “Naskah Nusantara: Method and Practice of Philology” Seminar Internasional “Syari’ah, State, and Globalization”
Serial Diskusi Publik “Re-evaluasi Metodologi Studi alQur’an dan Hadis”
International
Tempat dan Tanggal
Jakarta, 1516 Februari 2014
Penyelenggara
Pusat Studi alQur’an (PSQ)
Yogyakarta, 22 PSQH UIN Sunan November Kalijaga 2013 Pusat Komputer dan Yogyakarta, Sistem Informasi 4 Desember (PKSI) UIN Sunan 2012 Kalijaga Center for Yogyakarta, Developing 22-24 Cooperation and Nopember International Affairs 2012 UIN Sunan Kalijaga Lingkar Studi Agama, Filsafat, dan Yogyakarta, Budaya (LiSAFa) 21 Juni Prodi Agama dan 2012 Filsafat Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Program 18 April Pascasarjana UIN 2012 Sunan Kalijaga Pusat Studi alQur’an dan Hadis (PSQH) Fakultas Yogyakarta, Uhuluddin, Studi 30 Maret Agama, dan 2012 Pemikiran Islam (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pusat Studi Islam
Sebagai
Presentator
Peserta Aktif
Peserta Aktif
Presentator
Peserta Aktif
Peserta Aktif
Pemateri
Presentator
8
Conference “Islam and Human Rights: Theories and Practices in Contemporary Indonesia”
Bedah Buku “Epistemologi Tafsir Kontemporer Karya Abdul Mustaqim”
International Conference “Islamic Theology and Philosophy (Ushuluddin) in a New Direction: Its Contribution to Humanity and Nationality”
Diskusi Publik “Meneropong Firman Tuhan dalam Mistik Rajah”
Pelatihan Penelitian Filologi Mahasiswa Jurusan Tafsir dan Hadis Program Beasiswa Santri Berprestasi Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan I Tahun 2009
11-14 Maret Universitas Islam 2012 Indonesia (UII) Yogyakarta dan Norwegian Center of Human Rights (NCHR) Pusat Studi alQur’an dan Hadis (PSQH) Fakultas Yogyakarta, Uhuluddin, Studi 28 Agama, dan Desember Pemikiran Islam 2010 (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Uhuluddin, Studi Agama, dan Yogyakarta, Pemikiran Islam 31 Juli 2010 (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Yogyakarta, 31 Mei 2010
Pusat Studi alQur’an dan Hadis (PSQH) Fakultas Uhuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Yogyakarta, 30 Januari 2009
Jurusan Tafsir Hadis Program Beasiswa Santri Berprestasi Fakultas Uhuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam (FUSAP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Moderator
Peserta Aktif
Moderator
Peserta Aktif
9
F. Karya Ilmiah (Sejak 2010) 1. “Analisis Genetik-Afektif atas Al-Qur’an al-Karim: Tarjamah Tafsiriyah Karya Muhammad Thalib”, dipresentasikan dalam International Conference on Qur’anic Studies, “Grounding the Qur’an: Towards Transformative Qur’anic Studies” Pusat Studi al-Qur’an (PSQ) Jakarta, 15-16 Februari 2014. 2. “Kontribusi Nuhat dalam Pengembangan Studi Hadis: Telaah atas I’rab alHadits al-Nabawi Karya Abu al-Baqa’ al-‘Ukbari”, Hermeneia: Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Vol. 13, No. 1, Januari – Juni 2013. 3. “Kritik M. Abed al-Jabiri terhadap Teori Nasakh”, Mukaddimah: Jurnal Studi Islam, Vol. 19 No. 1, 2013. 4. “Dari MUI Tentang Khātam al-Nabiyyīn: Studi atas Penggunaan Q.S. alAḥzāb, (33): 40 sebagai Dasar Penetapan Fatwa Tentang Ahmadiyah” dipresentasikan dalam International Conference “Global Perspectives: Islam, Spiritualism, and Radicalism” di Yogyakarta, 22-24 Nopember 2012, Center for Developing Cooperation and International Affairs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 5. “Religious Tolerance in the Qur’an with a Special Reference to the Ahmadiyah Case in Indonesia”, dipresentasikan dalam International Conference “Islam and Human Rights: Theories and Practices in Contemporary Indonesia” di Yogyakarta, 11-14 Maret 2012, NCHR dan PSI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 6. “Hermeneutika M. ˋĀbed al-Jābirī dan Implikasinya terhadap Hukum Islam: Kasus Nasakh dan Nikah Mut’ah” dalam As-Salam: Jurnal Studi Hukum Islam dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1, Tahun, 2012, STAI Darussalam Lampung. 7. “Membaca al-Qur’an dengan Sīrah dan Membaca Sīrah Melalui al-Qur’an” dalam Esensia: Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, Vol. 11, No.1, Januari 2010, Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 8. “Fahm al-Qur’ān al-Ḥakīm: al-Tafsīr al-Wāḍiḥ Ḥasba Tartīb al-Nuzūl Karya al-Jābirī” dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 11, No.1, Januari 2010, Jurusan Tafsir dan Hadis FUSAP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yogyakarta, 27 Juni 2014 Ttd.
H. Mohamad Yahya, S.Th.I., M.Hum.
10